Anda di halaman 1dari 69

INOVASI SIRUP PANCAKE DARI NIRA SORGUM DENGAN TAMBAHAN

TEH HIJAU SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Oleh :

AMANDA YULIANITA

145100107111025

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
INOVASI SIRUP PANCAKE DARI NIRA SORGUM DENGAN TAMBAHAN
TEH HIJAU SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN

Oleh :

AMANDA YULIANITA

145100107111025

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Teknologi Pertanian

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Amanda Yulianita

NIM : 145100107111025

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Judul : Inovasi Sirup Pancake dari Nira Sorgum dengan


Tambahan Teh Hijau Sebagai Sumber Antioksidan

Menyatakan bahwa, TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis


tersebut di atas. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, saya
bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku

Malang,

Pembuat pernyataan,

Amanda Yulianita

NIM 145100107111025

v
AMANDA YULIANITA. 145100107111025. INOVASI SIRUP PANCAKE DARI
NIRA SORGUM DENGAN TAMBAHAN TEH HIJAU SEBAGAI SUMBER
ANTIOKSIDAN. SKRIPSI. PEMBIMBING: Erni Sofia Murtini, STP., MP., Ph.D

RINGKASAN

Sirup pancake yang selama ini digunakan adalah sirup maple, namun
pohon maple hanya dapat tumbuh di negara dengan 4 musim, sehingga Indonesia
bukan salah satunya. Untuk itu diperlukan inovasi pembuatan sirup pancake
dengan bahan dasar lain, salah satunya nira sorgum. Untuk menambah nutrisi dan
cita rasa dari sirup pancake berbasis nira sorgum, maka ditambahkan daun teh
hijau kering sebagai sumber antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penambahan daun teh hijau kering terhadap sifat fisik,
kimia, dan organoleptik dari sirup pancake yang dihasilkan.
Penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun teh hijau yang terdiri
dari 5 level yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, dan 5%. Masing-masing perlakuan akan diulang
sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Analisa yang dilakukan
berupa nilai brix, viskositas, warna, total senyawa fenolik, dan aktivitas antiosidan,
serta analisis organoleptik berupa hedonik tes meliputi warna, rasa, tekstur dan
aroma. Hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji DMRT dengan selang kepercayaan 95%.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberikan konsentrasi daun the
hijau kering berpengaruh nyata terhadap warna, total senyawa fenol, aktivitas
antioksidan dan rasa dari sirup pancake, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai total padatan terlarut, viskosits, aroma, dan tekstur dari sirup pancake.
Perlakuan terbaik dari penelitian ini adalah dengan penambahan konsentrasi daun
teh sebanyak 5%. Perlakuan sirup pancake terbaik memiliki nilai b ̊ rix 66,3%,
viskositas 23,5 Cp, kecerahan 24,85, kemerahan -0,98, dan kekuningan 3,95.
Total senyawa fenol yang terkandung di dalamnya adalah 4757,63 mg GAE/100g,
sedangkan aktivitas antioksidan sebesar 138,69 ppm. Secara organoleptik, sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 5% ini cukup bisa diterima oleh panelis baik
dari atribut aroma, tekstur, warna, dan rasa.

Kata kunci : konsentrasi daun teh hijau, nira sorghum, sirup pancake

vi
AMANDA YULIANITA. 145100107111025. INNOVATION OF PANCAKE SYRUP
FROM SORGUM JUICE WITH GREEN TEA AS A SOURCE OF ANTIOXIDANT.
FINAL PROJECT REPORT. SUPERVISOR: Erni Sofia Murtini, STP., MP., Ph.D

SUMMARY

Pancake Syrup that has been used is maple syrup, but maple trees can
only grow in country with 4 seasons, so Indonesia is not one of them. For this
reason, it is necessary to innovate the manufacture of pancake syrup with other
basic ingredients, one of which is sorghum juice. To incrase the nutrition and taste
of pancake syrup, dried green tea leaf was added as a sorce of antioxidants. The
pupose of this study was to determine the effect of adding dried green tea leaf to
the physical, chemical and organoleptic properties of the resulting pancake syrup.
This study will be analyzed using a Randomized Block Design (RBD)
method with a concentration of green tea leaf extract treatment consisting of 5
levels, namely 0%, 1%, 2%, 3%, and 5%. Each treatment will be repeated 4 times,
so there are 20 experimental units. The analysis was carried out in the form of brix
value, viscosity, color, phenolic compounds, and anti-oxidant activity, as well as
organoleptic analysis in the form of hedonic tests including color, taste, texture and
aroma. The results were analyzed by ANOVA variance analysis and continued with
DMRT test with a 95% confidence interval.
The results of this study indicate that the concentration of tea leaves
significantly affected the color, total phenol compounds, antioxidant activity and
taste of pancake syrup, but did not significantly affect the value of total dissolved
solids, viscosity, aroma, and texture of pancake syrup. The best treatment of this
study is the addition of tea leaf concentration as much as 5%. The best pancake
syrup treatment has a value of brix 66.3%, viscosity 23,5 Cp, brightness 24,85,
redness -0,98, and yellowish 3,95. The phenolic compounds contained in it were
4757,63 mg GAE/100g, and the antioxidant activity was 138,69 ppm.
Organoleptically, pancake syrup with 5% tea leaf concentration is quite acceptable
to the panelists both from the attributes of aroma, texture, color, and taste.

Key Words : Green tea leaf extract,Pancake syrup, Sorghum Juice

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan rahmat dan hikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Inovasi Sirup Pancake dari Nira
Sorgum dengan Tambahan Teh Hijau Sebagai Suber Antioksidan” dengan baik.
Laporan ini pun disusun guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan Strata 1 di jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-


besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan
laporan:
1. Kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan Hikmat kepintaran dan
menyertai penulis selama menjalani proses penulisan laporan ini,
2. Kepada keluarga penulis, Bapak Poltak Siagian, Ibu Ida farida, dan Saudara
Jonathan Adrian yang selalu mendukung penulis baik seacara moral maupun
dana
3. Kepada Ibu Erni Sofia Murtini STP., MP., Ph.D selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan
dan bimbingan bagi penulis,
4. Kepada Pak Dego Yusa Ali, S.TP, M.Sc, Bu Nur Istianah, S.T., M.T., M.Eng,
serta Agrin, Missy, Yayank, dan Mahdi selaku penanggung jawab dan rekan
proyek pembuatan gula cair dari tebu dan sorgum yang menjadi dasar
terbentuknya skripsi ini,
5. Kepada semua teman-teman khususnya “keluarga cemara” dan “TIM SAR”
yang selalu memberikan dukungan dan bantuan selama proses penyusunan
dan pengerjaan laporan penelitian, serta kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan
dikedepannya. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak yang memerlukan.
Malang, Oktober 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. iii


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ....................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
SUMMARY ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
1.5. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4


2.1. Sirup Pancake .......................................................................................... 4
2.2. Sorgum Manis .......................................................................................... 6
2.3. Nira Sorgum ............................................................................................. 7
2.4. Teh Hijau .................................................................................................. 8
2.5. Kadar Gula (Brix) .................................................................................... 12
2.6. Antioksidan............................................................................................. 13
2.7. Proses Pembuatan Sirup Pancake ......................................................... 15
2.8. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH .................................................. 20

III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 21


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................. 21
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 21
3.3. Metode Penelitian ................................................................................... 21
3.4. Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 23
3.5. Pengamatan dan Analisis ....................................................................... 24

ix
3.6. Analisis Data .......................................................................................... 25
3.7. Diagram Alir ........................................................................................... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 27


4.1. Analisa Bahan Baku ............................................................................... 27
4.2. Karakteristik Fisik Sirup Pancake ........................................................... 29
4.3. Karakteristik Kimia Sirup Pancake .......................................................... 36
4.4. Karakteristik Organoleptik Sirup Pancake............................................... 39
4.5. Hasil Perlakuan Terbaik ......................................................................... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 51
5.2. Saran ..................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52


LAMPIRAN........................................................................................................ 57

x
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

2.1 Kandungan Gizi Sirup Maple.................................................... 5


2.2 Komposisi Nira Sorgum dan Nira Tebu.................................... 7
2.3 Kandungan Gizi Teh Hijau........................................................ 11
3.1 Rancangan Penelitian Dengan Metode RAK Satu Faktor 23
4.1 Analisa Bahan Baku Nira Sorghum.......................................... 27
4.2 Rerata Total Padatan Terlarut (°Brix) pada Sirup Pancake
Akibat Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau ………..
30
4.3 Rerata Viskositas pada Sirup Pancake Akibat Adanya
Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau .....................................
31
4.4 Rerata warna kecerahan (l) pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau .......................
32
4.5 Rerata Warna Kemerahan (a) pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau .......................
34
4.6 Rerata Warna Kekuningan (b) pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau .......................
35
4.7 Rerata Total Senyawa Fenol pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau .......................
36
4.8 Rerata Aktivitas Antioksidan pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau .......................
38
4.9 Pemilihan Parameter Sirup Pancake dengan Penambahan
Konsentrasi Daun Teh Berdasarkan Nilai Pengharapan
Terbaik......................................................................................
49
4.10 Hasil Perlakuan Terbaik............................................................ 50

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Contoh Sirup Maple................................................................


4
2.2 Nira Sorgum ..........................................................................
8
2.3 Dauh Teh Hijau.......................................................................
10
2.4 Struktur DPPH........................................................................
19
3.1 Diagram Alir Ekstraksi Nira Sorgum.......................................
25
3.2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Pancake................................
26
4.1 Sirup Pancake........................................................................
29
4.2 Grafik rerata Nilai Organoleptik Aroma Sirup Pancake Akibat
Penambahan Konsentrasi Daun Teh.....................................
40
4.3 Grafik rerata Nilai Organoleptik Tekstur Sirup Pancake Akibat
Penambahan Konsentrasi Daun Teh..........................
41
4.4 Grafik rerata Nilai Organoleptik Warna Sirup Pancake Akibat
Penambahan Konsentrasi Daun Teh.....................................
42
4.5 Grafik rerata Nilai Organoleptik Rasa Sirup Pancake Akibat
Penambahan Konsentrasi Daun Teh.....................................
44
4.6 Grafik rerata Nilai Organoleptik Rasa Sirup Pancake saat
dikonsumsi dengan Pancake Akibat Penambahan
Konsentrasi Daun Teh............................................................
47

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1 Metode Penelitian................................................................ 57
2 Cara Membuat Sirup Pancake………………………………. 62
3 Data Hasil Penelitian........................................................... 63
4 Penentuan Perlakuan Terbaik............................................. 78
5 Dokumentasi Penelitian....................................................... 87

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Pancake merupakan salah satu makanan yang mulai menjadi tren bagi
masyarakat Indonesia. Biasanya pancake dikonsumsi bersama dengan sirup pancake
yang disiram diatasnya. Sirup pancake yang paling sering digunakan adalah sirup
maple. Sirup maple merupakan salah satu produk pangan berbentuk cair yang
diperoleh dengan cara memekatkan dan memanaskan getah yang berasal dari pohon
maple (USDA, 2015). Kandungan padatan sirup maple yang terhitung sebagai total
gula terlarut tidak kurang dari 66% dan tidak lebih dari 68,9% dari berat (°brix). Sirup
maple sendiri didapatkan dengan cara memekatkan getah pohon maple, sehingga
menghasilkan sirup maple dengan rasa manis, aroma dan warna yang khas. Untuk
membuat satu liter sirup maple, dibutuhkan kurang lebih 40 liter getah pohon maple.
Sayangnya tidak semua negara memiliki pohon maple, dan dapat memproduksi sirup
maple. Pohon maple hanya mampu tumbuh di wilayah dengan empat musim,
sehingga Indonesia bukan salah satunya. Namun produk serupa dapat dihasilkan
dengan bahan dasar lain, salah satunya adalah nira sorgum. Kandungan gula yang
tinggi pada nira sorgum memungkinkan untuk diolah menjadi sirup pancake.
Sorgum merupakan tanaman asli wilayah tropis di bagian Pasifik tenggara dan
Australia. Tanaman ini sekeluarga dengan tanaman serealia lainnya seperti padi,
jagung, dan gandum, serta tanaman lain seperti bamboo dan tebu. Sorgum mampu
tumbuh dengan baik walaupun dibudidayakan pada lahan yang kurang subur, air yang
terbatas, dan nutrisi yang terbatas, sehingga budidaya tanaman sogum cukup mudah,
murah dan cepat (Sumarno, et al., 2013). Selama ini pemanfaatan sorgum hanya
terpusat pada bijinya saja. Biji sorgum biasa dimanfaatkan sebagai pengganti beras,
makanan pengganti tepung terigu, bahan baku roti dan pada industri makanan ringan.
Sementara batang sorgum yang mengandung nira dengan kadar gula yang hampir
sama dengan tebu masih belum dimanfaatkan secara maksimal, dan masih dianggap
sebagai limbah.
Sorgum merupakan salah satu komoditas penghasil gula yang mempunyai
masa panen yang singkat yaitu 2-4 bulan. Dalam satu batang sorgum dapat
menghasilkan nira sebesar 70% (Nurdyastuti, 2008). Batang sorgum mengandung

1
nira dengan kadar gula °brix rata-rata 13,6-18,4%. Dengan kadar sukrosa 10%-14,4%
dan gula reduksinya sebesar 0,5%-1,35% (Direktorat jendral perkebunan, 1996).
Selama ini nira sorgum dimanfaat sebagai bahan dasar pembuatan gula cair dan
bioethanol. Penelitian Apriwinda (2013), memanfaatkan kandungan gula yang tinggi
pada nira sorgum untuk difermentasi menggunakan ragi hingga menghasilkan alkohol
murni yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati. Penelitian dari
Endang dan Tri (2010) memanfaatkan nira batang sorgum putih (KD4) dan batang
sorgum merah (Sorgum bicolor) sebagai bahan dasar pembuatan gula cair dengan
proses penjernihan dan evaporasi. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
batang sorgum merah mengandung nilai brix sebsar 14,7°, dan lebih tinggi di
bandingkan dengan batang sorgum putih sebesar 11,3°. Kandungan sukrosa pada
gula cair dari batang sorgum merah pun lebih tinggi di bandingkan dengan sukrosa
gula cari dari batang sorgum putih. Gula cair dari sorgum merah mengandung sukrosa
sebesar 413,504 ppm, sedangkan gula cair dari sorgum batang putih mengandung
sukrisa sebesar 153,459 ppm. Sayangnya nira sorgum tersebut mengandung
senyawa pengotor selain sukrosa yang juga tinggi, sehingga sulit untuk mengekstrak
sukrosa murni dari nira sorgum. Kristalisasi sukrosa dari nira sorgum harus didahului
proses pemisahan senyawa pengotor selain sukrosa baik secara kimiawi ataupun
enzimatis yang tentunya membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Berdasarkan uraian
diatas, maka akan lebih efektif dan efisien jika nira batang sorgum dimanfaatkan
sebagai bahan dasar untuk membuat sirup pancake. Untuk menambah nutrisi dan cita
rasa dari sirup pancake ini, maka akan lebih baik jika sirup pancake ini ditambahkan
dengan teh hijau.
Teh hijau merupakan salah satu pangan fungsional karena mengandung
senyawa polifenol yang bermanfaat sebagai antioksidan. Antioksidan sendiri
merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses
oksidasi lipid. Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk
menangkap radikal bebas (Prakash, 2001). Kandungan polifenol dalam teh hijau
antara lain flavanol, flavonoid dan asam fenolik (hingga 30% dari berat kering).
Flavonoid yang paling penting pada teh hijau adalah katekin (kandungan sekitar 10%
dari berat kering). Senyawa katekin pada teh hijau berperan sebagai antioksidan yang
mampu mencegah maupun menghambat serangan tidak terkendali pada kelompok
sel tubuh seperti membran sel, DNA, dan lemak oleh radikal bebas dan senyawa

2
oksigen reaktif. Penambahan teh hijau pada sirup pancake dari nira sorgum ini,
diharapkan dapat menambah nilai fungsional dari sirup panecake tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan menggunakan nira sorgum dari
batang sorgum manis yang diambil dari Malang sebagai bahan utama pembuatan
sirup pancake. Nira sorgum ini nantinya akan di pekatkan hingga mencapai °brix 66%-
68,9% dengan menggunakan metode vakum evaporasi. Kemudian sirup akan
ditambahkan teh hijau dengan konsetrasi 1%, 2%, 3%, dan 5% sebagai penambah
rasa dan sumber antioksidan. Aktivitas antioksidan sendiri akan dianalisis
menggunakan metode DPPH yang dilanjutkan dengan perhitungan nilai IC50.

1.2. Rumusan masalah


1. Bagaimana pengaruh penambahan daun teh hijau kering terhadap sifat fisik,
kimia dan organoleptik dari sirup pancake?

1.3. Tujuan penelitian


1. Mengetahui pengaruh penambahan daun teh hijau kering terhadap sifat fisik,
kimia dan organoleptik dari sirup pancake

1.4. Manfaat penelitian


1. Memanfaatkan limbah batang sorgum sebagai bahan baku dari sirup pancake
sehingga dapat menambah nilai ekonomis dari limbah batang sorgum
2. Memanfaatkan ekstrak teh daun hijau sebagai sumber antioksidan, sehingga
dapat mengahsilkan produk pangan fungsional yang dapat menunjang kesehatan
tubuh

1.5. Hipotesis penelitian


Diduga adanya pengaruh penambahan ekstrak daun teh hijau terhadap sifat
fisikokimia seperti aktivitas antioksidan dan total senyawa fenol dan organoleptic
khususnya warna dan rasa dari sirup panecake berbahan dasar nira sorgum.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sirup Pancake

Menurut SNI 3544 (BSN, 2013), sirup merupakan produk minuman yang
terbuat dari campuran air dan gula dengan kadar larutan gula minimal 65% dengan
atau tanpa bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan sesuai
ketentuan yang berlaku. Sirup maple merupakan makanan berbentuk cair yang
diperoleh dengan cara memekatkan dan memanaskan getah yang berasal dari
pohon maple (USDA, 2015). Sirup maple ini biasa dikonsumsi bersama dengan
pancake, sehingga lebih terkenal dengan sebutan sirup pancake.

Gambar 2.1 contoh sirup maple (Dinda, 2016)

Sirup maple sendiri didapatkan dengan cara memekatkan getah pohon


maple, sehingga menghasilkan sirup maple dengan rasa manis, aroma dan warna
yang khas. Untuk membuat satu liter sirup maple, dibutuhkan kurang lebih 40 liter
getah pohon maple. Kandungan padatan sirup maple yang terhitung sebagai total
gula terlarut tidak kurang dari 66% dan tidak lebih dari 68,9% dari berat (°brix).
Persentase transmisi cahaya melalui sirup diukur dengan menggunakan
spektofotometer sebesar 10mm dengan panjang gelombang 560nm (USDA,
2015). Secara fisik, masyarakat cenderung menyukai sirup dengan warna yang
menarik dan bening, rasa yang manis dan tekstur kental (tidak mudah putus saat
dituang). Selain dimanfaatkan sebagai sirup pancake, sirup maple ini juga sering
diolah kembali menjadi gula maple, mentega maple dan permen maple. Berikut ini
adalah salah satu kandungan gizi sirup maple menurut data USDA (2016):

4
Tabel 2.1. Kandungan gizi sirup maple
Nutrisi Satuan Jumlah per 100 g
Proksimat
Energi g 32,39
Air kcal 260
Protein g 0,04
Total lipid g 0,06
Karbhidrat g 67,04
Gula total g 60,46
Mineral
Kalsium (Ca) mg 102
Besi (Fe) mg 0,11
Magnesium (Mg) mg 21
Fosfor (P) mg 2
Potasium (K) mg 212
Sodium (Na) mg 12
Zink (Zn) mg 1,47
Vitamin
Tiamin mg 0,06
Ribovlavin mg 1,27
Niasin mg 0.08
Vitamin B-6 mg 0,002
Lipid
Asam lemak, total jenuh g 0,007
Asam lemak, total monounsaturated g 0,01
Asam lemak, total poltusaturated g 0,01
Sumber: basic report 19353, syrups, maple USDA (2016)

Berdasarkan ketentuan tersebut, sirup pancake yang dihasilkan dari nira


sorghum ini diharapkan mampu memenuhi standart USDA tahun 2016 tentang
sirup maple. Produk sirup maple seringkali dikenal dengan sirup pancake,
sehingga standart yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah sirup maple
dan bukan sirup pancake. Untuk sirup pancake sendiri belum memiliki standar
tersendiri.

5
2.2. Sorgum Manis

Sorgum merupakan tanaman asli dari daerah tropis dan subtropis dibagian
Pasifik Tenggara dan Australia-Asia. Awalnya, sorgum berasal dari Negara Afrika.
Tanaman ini memiliki adapatasi yang luas dan toleran terhadap kekeringan
sehingga mudah untuk menyebar ke daerah-daerah tropis dan subtropis.
Tanaman ini sudah lama dikenal sebagai penghasil pangan dan dibudidayakan
didaerah kering seperti di Affrika (Sumarno, et al., 2013).
Sorgum merupakan tanaman yang proses budidayanya mudah dan murah
dapat ditanam monokultur maupun tumpangsari, dan produktifitasnya sangat
tinggi. Tanaman ini juga resisten terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga
resiko gagal panen relatif kecil. Keistimewaan dari sorgum adalah memiliki
kemampuan untuk tumbuh kembali setelah dipotong atau dipanen, atau disebut
ratoon. Setelah dipanen akan tumbuh tunas-tunas baru yang tumbuh dari bagian
batang di dalam tanah, sehingga saat memanen harus tepat diatas permukaan
tanah. Ratoon sorgum dapat dilakuakn 2-3 kali, jika dipelihara dan dipupuk dengan
baik, hasil ratoon dapat menyerupai hasil pertama (Tati,2003).
Di Indonesia terdapat beberapa varietas sorgum unggulan yang sedang
dikembangkan, yaitu: UPCA, Keris, Mandau, Higari, Badik, Gadam, Sangkur,
Numbu dan kawali (Supriyantom, 2010). Tanaman sorgum merupakan tanaman
yang masih baru di Indonesia. Oleh karena itu, budidaya dan pemanfaatan
tanaman sorgum masih sangat minim, sehingga perlu adanya penelitian kembali
untuk memaksimalkan pemanfaatan tanaman sorgum di Indonesia, salah satunya
pemanfaatan nira sorgum manis atau Sorghum bicolor (L) menjadi sirup pancake.
Sorgum manis atau sorgum bicolor (L) memiliki keunikan pada bagian
batangnya. Batang sorgum manis ini mengandung nira dengan kadar gula tinggi
menyerupai tebu. Pada tanaman sorgum manis, batang yang berair (juicy)
mengandung gula. Kandungan gula saat kondisi biji masak secara fisiologis dapat
mencapai 10 -25%. Kandungan gula sorgum manis ini terdiri dari sukrosa 70%,
glukosa 20%, dan fruktosa 10% (Shoemaker et al. 2010). Kandungan gula yang
tinggi membuat nira dari batang sorgum ini cocok dimanfaatkan sebagai bahan
dasar gula dan sirup. Selain itu, nira batang sorgum juga mulai sering
dimanfaatkan sebagai bahan dasar bioetanol.

6
2.3. Nira Sorgum

Nira merupakan cairan yang keluar dari pohon ataupun batang seperti
aren, tebu, lontar, sergum dan tanaman penghasil nira lainya. Komposisi nira dari
suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh varietas tanaman, umur tanaman,
kesehatan tanaman, keadan tanah, iklim, pemupukan, dan pengairan. Setiap
tanaman memiliki komposisi nira yang berlainan pula. Umumnya komposisi nira
tanaman terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi dan bahan-bahan organik maupun
anorganik. Kandungan air dalam nira cukup tinggi, hingga mencapai 75-90%.
Biasanya nira mengandung kadar sukrosa berkisar antara 12.3-17.4%.
Sedangkan gula reduksi dalam nira berjumlah sekitar 0.5-1% dan sisanya adalah
senyawa organik maupun anorganik (Akuba, 2004). Gula reduksi yang terkandung
dalam nira dapat terdiri dari heksosa, glukosa, dan fruktosa, serta manosa dalam
jumlah yang sangan rendah.
Kualitas nira sorgum manis hampir setara dengan nira tebu. Hanya saja
kandungan glukosa, amilum, abu dan asam akonitat dalam nira sorgum jauh lebih
tinggi dibanding nira tebu. Hal ini yang menyebabkan nira sorgum tidak dapat
diolah menjadi gula kristal seperti nira tebu.

Tabel 2.2 Komposisi nira sorgum dan nira tebu

Komposisi Nira sorgum Nira tebu


°brix (%) 13,6-18,4 12-19
Sukrosa (%) 10,0-14,40 9-17
Gula reduksi (%) 0,5-1,35 0,48-1,52
Abu (%) 1,28-1,57 0,40-0,70
Amilum (ppm) 209-1764 1,5-95
Asam akonitat (%) 0,56 0,25
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (1996)

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kadar gula (dalam derajat °brix)
dalam nira sorgum hampir setara dengan nira tebu. Sayangnya nira sorgum
mengandung kadar abu, amilum dan asam akonitat yang lebih tinggi dari nira tebu,
sehingga sangat sulit untuk mengekstrak sukrosa murni dari nira sorgum dan
diolah menjadi gula Kristal seperti nira tebu (Sumantri, 1996). Asam organik dapat
penghambatan kristalisasi gula karena membentuk ikatan kompleks dengan gula
dan unsur organik lainnya dalam nira. Oleh sebab itu, akan lebih efektif dan

7
efisien, jika nira sorgum dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan produk
cair, salah satunya sirup pancake.

Batang sorgum saat diperas akan menghasilkan nira yang rasanya manis.
Kadar air dalam batang sorgum sebesar 70%, sehingga kandungan nira dalam
batang sorgum juga dapat mencapai 70%. Biasanya batang sorgum manis
penghasil nira ini dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol dan
pakan ternak (Nurdyastuti, 2008). Namun penelitian ini akan lebih memaksimalkan
pemanfaatan nira sorgum menjadi sirup pancake yang tinggi akan antioksidan.

Gambar 2.2 nira sorgum (Dokumen pribadi)

2.4. Teh hijau

Teh merupakan bahan minuman yang secara universal dikonsumsi oleh


berbagai lapisan masyarakat di berbagai negara (Tuminah, 2004). Teh
mengandung banyak senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan
maupun antimikroba (Gramza et al., 2005). Tanaman teh merupakan tanaman
yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan tidak kurang
dari 1.500 mm. Tanaman teh tumbuh dengan baik di dataran tinggi dan
pegunungan yang berhawa sejuk dengan suhu udara 13°C-29,5°C (Khomsan,
2003). Biasanya teh terbagi atas 3 jenis yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam.
Teh oolong merupakan teh yang mengalami semi fermentasi yang diproses
melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan. Teh hitam
merupakan teh yang pada proses pembuatannya mengalami proses fermentasi
penuh. Sedangkan teh hijau merupakan teh yang proses pembuatannya tidak
mengalami proses fermentasi.

8
Teh hijau merupakan salah satu bahan alam dengan kandungan polifenol
yang tinggi. Dibandingkan dengan teh oolong dan teh hitam, kandungan polifenol
tertinggi terdapat pada teh hijau (Widyaningrum, 2013). Menurut penelitian yang
telah dilakukan, polifenol berfungsi sebagai antioksidan yang efektif bagi tubuh.
Antioksidan dapat membantu regenerasi sel, merangsang pengeluaran insulin dan
meningkatkan kesensitifan reseptor insulin. Teh hijau seringkali digunakan untuk
membantu proses pencernaan dan mampu membunuh bakteri perusak dan
bakteri penyebab penyakit di rongga mulut (penyakit periodental). Mengkonsumsi
teh juga dipercaya mampu menurunkan angka mortalitas pasien dengan penyakit
pneumonia. Selain itu senyawa polifenol dalam teh hijau juga dipercaya mampu
menurunkan resiko terkena pernyakit jantung, mencegah berbagai macam tipe
kanker, membantu memperkuat sel darah merah untuk mengirimkan oksigen ke
jantung dan otak, serta mengurangi berat badan (Felix, 2010).
Teh hijau diperoleh tanpa fermentasi (oksidasi enzimatis), dibuat dengan
cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar,
melalui pemansan sehingga oksidasi terhadap senyawa katekin (zat antioksidan)
dapat dicegah. Secara umum teh hijau diperoleh melalui proses pemansan (udara
panas) dan penguapan. Pemanasan dilakukan dengan dua cara, yaiu dengan
udara kering (pemanggangan/sangrai) dan udara basah dengan uap panas
(steam). Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan rasa yang lebih
kuat dibanding dengan uap panas. Keuntungan dengan metode uap panas adalah
warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang. Kedua metode tersebut dapat
membantu mencegah terjadinya oksidasi enzimatis katekin (Bambang dan
Juniaty, 2012).

2.4.1. Daun teh hijau

Daun teh hijau dikenal baik untuk kesehatan. pada dasarnya sumber
daun teh adalah sama yaitu Camelia sinensis. Tumbuhan ini dapat menghasilkan
teh hijau dan teh hitam. Keduanya dibedakan berdasarkan tempat bertumbuhnya
dan cara pengolahannya (Bambang dan Juniaty, 2012).
Daun teh hijau merupakan family dari theacea, tumbuhan ini merupakan
perdu atau tanaman pohon kecil berukuran paling tinggi 30 kaki yang biasa
dipangkas 2-5 kaki bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya. Tumbuhan ini
memiliki akar tunggang yang kuat. Daun teh hijau memiliki panjang 4-15 cm dan
lebar 2-5 cm. Daun teh hijau memiliki kafein sekitar 4%. Daun muda yang

9
berwarna hijau lebih sering dimanfaatkan untuk produksi teh. Daun dengan umur
yang berbeda akan menghasilkan kualitas teh yang berbeda juga, karena
komposisi kimianya juga berbeda. Bagian daun teh yang dipanen untuk diolah
menjadi teh adalah bagian pucuk dan dua hingga tiga daun pertama (Foster,
2002).

Gambar 2.3 Daun teh hijau (Dahlia, 2013)

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa polifenol teh memiliki manfaat


sebagai antioksidan, antimutagenik, antidiabetes, hipokolesterolemin,
antibakteri, antiinflamasi dan antikariogenik. Selain itu daun teh hijau juga
mampu memperkuat struktur gigi karena terdepositnya flour yang terkandung
dalam daun teh hijau (Xu et al, 2011).

2.4.2. Kandungan kimia teh hijau

Teh hijau memiliki kandungan kimia yang kompleks. Teh hijau


mengandung saponin, alkaloid, tanin, katekin, polifenol, protein (15%-20%), dan
asam amino (1%-4%) seperti tanin, asam glutamat, triptopan, glisin, serin, tiroisn,
valin, leusin, threonin, dan arginin (Pujar et al, 2011). Selain itu terdapat unsur
karbohidrat dalam teh hijau, seperti glukosa, selulosa, pektin dan fruktosa
(Amelia et al, 2012). Teh hijau juga kaya akan mineral dan vitamin (B,C,dan E),
lipid, pigmen berupa klorofil dan ezim yang berperan sebagai katalisator seperti
enzim amilase, perotease, peroksidase dan polifenol oksidase. Daun teh
mengandung zat yang larut dalam air seperti katekin, kafein, asam amino, dan
berbagai gula. Dalam 100 gram daun teh mengandung 17 kj kalori dan 75-80%
air, 16030% katekin, 20% protein 4% karbohidrat, 2,5-4,5% kafein, 27% serat
dan 6% pektin (Widyaningrum, 2013).
Kandungan kimiawi teh hijau sama seperti yang terkandung dalam daun
teh segar, yaitu senyawa polifenol (flavonol, flavanol, flavone, flavavone,
isoflavone, antosyanin), teofilin, teobromin, vitamin C, vitamin E, vitamin B

10
kompleks serta beberapa mineral seperti flour, fosfor, kalsium, stronsium, Fe, Zn,
Mg, dan Mo. Polifenol yang paling banyak ditemukan dalam teh hijau adalah
flavanol, yaitu katekin. Katekin dalam teh hijau terdiri atas 50% epigallocatechin-
3-gallate (EGCG), 19% epigallatocatechin (EGC), 13,6% epicatechin-3-gallate
(ECG) dan 6-4% epicatechin (EC) (Anwar et al, 2007). Secara umum, berikut
adalah kandungan gizi teh hijau menurut USDA (2016):

Tabel 2.3. Kandungan Gizi Teh Hijau

Nutrisi Satuan Jumlah per 100 g


Proksimat
Air g 99,93
Energi kcal 1
Protein g 0,22
Mineral
Fe mg 0,02
Magnesium mg 1
Potasium mg 8
Sodium mg 1
Zink mg 0,01
Vitamin
Vitamin C, total asam
mg 0,3
askorbat
Tiamin mg 0,01
Riboflavin mg 0,06
Niacin mg 0,03
Vitamin B-6 mg 0,01
Lain-lain
Kafein mg 12

Sumber : basic report: 14278, Beverges, tea, green, brewed, regular USDA
(2016)

11
Kandungan zat kimia yang terbanyak dalam daun teh hijau adalah polifenol
atau katekin sebesar 30%-40%. Katekin merupakan senyawa larut air, tidak
berwarna, dan memiliki rasa yang pahit. Selain itu katekin merupakan komponen
utama dari teh hijau yang paling berpengaruh terhadap seluruh komponen teh
(rasa, aroma, dan warna). Konsentrasi katekin pada teh hijau tergantung pada
umur daun, lokasi geografis, kondisi pertumbuhan (iklim tanah) dan varietas
tanamannya (Cabera et al, 2006).
Katekin yang terkandung dalam teh hijau dapat bersifat bakteriostatik atau
bakterisid tergantung konsentrasinya. Sebagai senyawa fenol, katekin dapat
berkerja dengan cara merusak dinding sel bakteri dan membran sitoplasmanya
sehingga menyebabkan denaturasi protein. Teh hijau memiliki fungsi ganda yaitu
kandungan katekin yang memiliki daya antimikroba terhadap streptococcus
mutans dan flour merupakan komponen anorganik yang dapat memperkuat
struktur gigi (Handajani, 2002). Teh hijau juga mengandung gallic acid (GA) dan
polifenol lainnya seperti asam klorogenik dan flavonol yaitu kaempferol, myricetin,
dan quercetin yang bersifat sebagai antioksidan alami.

2.5. Kadar gula (°brix)

°brix merupakan padatan yang terlarut dalam suatu larutan yang dihitung
sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti gula (sukrosa, glukosa, fruktosa dan
lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium, kalsium dan
lain-lain dihitung juga sebagai °brix dan dianggap sebagai sukrosa. Satuan °brix
merupakan satuan yang digunakan untuk menunjukan kadar gula terlarut dalam
satuan larutan. Semakin tinggi kadar °brixnya, makan kandungan gula yang
terlarut di dalamnya semakin banyak dan rasanya semakin manis. Sebagai contoh
dalam nira, nilai °brix dalam nira menggambarkan sebarapa banyak padatan yang
terlarut dalam nira, baik itu komponen gula maupun non gula. Sebagai gambaran,
bila diperoleh nilar °brix dari nira adalah 17%, maka dalam 100 bagian nira terdiri
dari 17 bagian °brix baik gula maupun non gula yang terlarut dan 83 bagian lainnya
adalah air (Anonim, 2012).
Pada nira, padatan terlarut terdiri atas komponen gula dan non gula. Baik
buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terlarut dalam
nira. Untuk mengetahui banyaknya gula yang terlarut dalam nira, biasanya
dilakukan analisa °brix. °brix biasa diukur dengan alat refraktometer. Terdapat dua
jenis refraktometer, yaitu refaktometer digital dan manual. Refarktometer digital

12
digunakan dengan cara menaruh cairan sampel pada hole sampel (205 ml)
kemudian tekan start, dan nilai °brix akan muncul di display. Sedangkan cara
menggunakan refraktometer manual adalah dengan meneteskan sampel pada
permukaan lensa, kemudian tutup lensa. Lalu dari ujung lubang diintip dan akan
terlihat batas terang dan gelap pada skala tertentu yang merupaka nilai °brix dari
sampel tersebut (Kuswujur, 2007).

2.6. Antioksidan
Secara kimia, pengertian antioksidan adalah senyawa pemberi elektron
(electron donors). Secara biologis pengertian antioksidan merupakan senyawa
yang mampu mengatasi dampak negatif oksidan dalam tubuh seperti kerusakan
elemen vital sel tubuh (Winarsi, 2007). Keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan fungsi sistem imunitas tubuh,
terutama untuk menjaga tetap berfungsinya membran lipid, protein sel, dan asam
nukleat, serta untuk mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun
(Winarsi, 2007).
Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang mampu menghambat reaksi
radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan
dalam tubuh. Dalam tubuh manusia, produksi antioksidan dapat terjadi secara
alami untuk mengimbangi produksi radikal bebas. Antioksidan tersebut akan
berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Sayangnya,
produksi radikal bebas yang terus meningkat akibat stress, radiasi UV, polusi
udara dan lingkungan menyebabkan sistem pertahanan antioksidan kurang
memadai, sehingga diperlukan adanya tambahan antioksidan dari luar (Muchtadi,
2013).
Antioksidan di luar tubuh dapat diperoleh baik secara sintetis maupun
alami. Beberapa contoh antioksidan sintesis adalah buthylatedhyroxytoluene
(BHT), buthylated hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone (TBHQ) yang
mampu secara efektif mengahambat oksidasi. Namun penggunaan antioksidan
sintesis ini dibatasi oleh aturan pemerintah karena dapat menjadi racun dan
bersifat karsiogenik jika penggunaannya melebihi batas. Sehingga akan lebih
aman jika menggunakan antioksidan alami. Salah satu sumber yang potensial
untuk menghasilkan antioksidan alami adalah tanaman, karena mengandung
senyawa flavonoid, klorofil dan tanin (Sayuti dan Rina, 2015).

13
Fungsi utama antioksidan dalam produk makanan adalah memperkecil
terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses
kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri
makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan dan
mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi pada produk makanan (Tamat et
al, 2007).
Berdasarkan mekanisme reaksinya, antioksidan dibagi menjadi tiga
macam, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier:
a. Antioksidan primer

Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat menghentikan


reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen.
Antioksidan ini dapat berasal dari alam atau sintesis. Salah satu contoh
antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT) (Winarsi, 2007). Reaksi
yang terjadi pada antioksidan primer adalah terjadinya pemutusan rantai radikal
bebas yang sangat reakif, kemudian diubah menjadi senyawa yang stabil atau
ridak reaktif. Antioksidan primer dapat berperan sebagai donor hidrogen atau CB-
D (Chain Breaking Donor) dan dapat berperan sebgai akseptor elektron atau CB-
A (Chain Breaking Acceptor)

b. Antioksidan sekunder atau antioksidan eksogeneus atau antioksidan


enzimatis.

Antioksidan ini mampu menghambat permbentukan senyawa oksigen reaktif


dengan cara pengentalan metal, atau merusak pembentuknya. Prinsip kerja
antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari
radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas
tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007). Beberapa contoh
antioksidan tersier adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam
lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin dan sebagainya (Muchtadi, 2013).

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan metionin sulfoksida


reduktase. Enzim ini berperan dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat
reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas

14
dicirikan oleh rusaknya single dan double strand baik gugus non-basa maupun
basa (Winarsi, 2007).

2.7. Proses pembuatan sirup pancake


Proses pembuatan sirup pancake melalui beberapa tahap utama, yaitu
ekstraksi nira sorgum, penjernihan dan evaporasi.

2.7.1. Ekstraksi Nira Sorgum


Proses ekstraksi nira sorgum dilakukan melalui proses penggilingan
batang sorgum. Proses penggilingan ini bertujuan untuk mendapatkan nira dari
batang sorgum sebanyak-banyaknya. Biasanya proses penggilingan ini
berlangsung lebih dari satu kali, seperti pada proses penggilingan nira tebu.
Proses penggilingan nira tebu dilakukan sebanyak 5 kali, dimana proses
penggilingan pertama dan kedua akan menghasilkan nira mentah dengan warna
kuning kecoklatan. Kemudian pada proses penggilingan ketiga hingga kelima,
volume nira yang dihasilkan semakin sedikit, sehingga diperlukan penambahan
susu kapur untuk meyerap nira yang masih tersisa dari ampas batang tebu
tersebut (Noerhartati, 2012).
Pada penelitian ini, batang sorgum yang didapat akan digiling dengan
menggunakan mesin penggiling sebanyak 2 kali. Nira yang dihasilkan masih
benar-benar nira murni tanpa adanya penambahan susu kapur.

2.7.2. Penjernihan
Pada proses pembuatan gula cair, proses penjernihan bertujuan untuk
menghilangkan senyawa pengotor dari nira yang akan digunakan. Nira yang telah
diekstrak mengandung senyawa pengotor seperti ampas, asam, protein, dan
polisakarida. Sejumlah kecil senyawa flavonoid, polifenolik dan asam organik pada
nira dapat memberi warna coklat gelap pada nira. Proses penjernihan dibutuhkan
untuk mengurangi partikel padatan pada nira sebelum diolah menjadi sirup atau
gula cair (ABB, 2016).
Pada industri gula kristal konvensional, penjernihan gula biasanya
menggunakan larutan lime atau kapur. Sedangkan pada proses pembuatan gula
putih, terdapat proses karbonasi, sulfitasi atau penggunakan karbon aktif. Selain
pada proses pembuatan gula dari tebu, proses penjernihan dan dekolorisasi juga
sudah dilakukan dan diteliti untuk produk gula berbasis buah bit, apel, kurma, wine

15
dan apuntia. Bahan yang paling umum digunakan pada proses penjernihan adalah
kapur, bentonit dan karbon aktif (Laksameethanasan, et al, 2012)
Proses penjernihan pada industri gula umumnya dilakukan dengan proses
defeasi nira, yaitu proses penjernihan nira menggunakan susu kapur (MOL).
Menurut Eggleston et al (2002), tahapan penjernihan nira adalah sebagai berikut:
- Mengubah lingkungan asam dalam nira menjadi lebih basa karena
adanya penambahan MOL
- Pemanasan nira diatas titik didih
- Pencampuran MOL dan nira yang telah di panaskan
- Filtrasi nira dengan penyaring yang sesuai

Berikut adalah beberapa metode penjernihan yang digunakan dengan


memanfaatkan MOL:

a. Cold liming

Metode ini disebut cold liming karena nira yang digunakan tidak dipanaskan.
Metode ini dilakukan dengan mencampur nira dengan MOL hingga nira mencapai
pH sekitar 7,2-7,8. Kemudian nira di panaskan dengan pemanasarn suhu tinggi
hingga mencapaa suhu antara 101 C - 102 C. Metode ini kurang efektif karena
muncul gel desktran pada pipa saluran saat proses penjernihan, sehinga
menyumbat pipa dan mengurangi kualitas nira yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
oleh tumbuhnya bakteri Leuconostoc mesenteroides yang mampu hidup pada pH
cenderung normal ke basa (Eggleston et al 2002).

b. Hot liming

Metode ini merupakan pengembangan metode cold liming, dimana terdapat


proses pemanasan pada nira sebelum dimasukan dalam proses liming
menggunakan MOL. Pemanasan dilakukan hingga nira mencapai suhu sekitar
72C-75C. Namun ada juga yang memanskan nira hingga mencapai suhu 90 C
bahkan melewati titik didih nira, namun pemanasan kedua setelah pencampuran
MOL dihilangkan. Metode ini mampu mengurangi munculnya gel dekstran pada
pipa saluran, sehingga metode ini masih eksis digunakan pada industri gula
(Eggleston et al 2002)

16
c. Fractional liming and double heating

Metode ini merupakan pengembangan metode hot liming, dimana nira


diberikan MOL hingga pH sekitar 6,2-6,4, lalu dipanaskan hingga suhu sekitar
90C - 100C. setelah itu nira ditambahkan MOL kembali hingga Ph mencapai 7,4
dan dipanaskan hingga mencapai suhu 102C. Kemudian nira dipisahkan dari
kapur (Eldien, et al, 2017). Hal yang khas dari penggunakan MOL ini adalah
perubahan warna dari nira yang awalnya hijau kecoklatan menjadi kemerahan.
Perubahan warna ini terjadi karena adanya reaksi antara kalsium dengan gula
inversi pada nira saat kondisi pH normal (ABB, 2016)
Pada penelitian ini menggunakan zeolite sebanyak 3% sebagai adsorben dan
dipanaskan pada suhu 75°C. Zeolit biasa digunakan untuk menjernihkan produk
pangan berbasis air. Menurut penelitian penjernihan pada nira aren yang dilakukan
oleh Arifiandina, et al (2014), zeolit mampu menjernihkan nira paling baik
dibanding adsorben lain seperti bentonit dan karbon aktif. Zeolit mampu menyerap
zat-zat pengotor seperti mineral, protein, pati, dan lemak. Menurut penelitian
Mahdi (2018), pada penjernihan nira dengan menggunakan konsentrasi zeolite
1%, 3% dan 5% pada suhu 60°C, 75°C dan 90°C, memberikan hasil yang terbaik
pada konsentrasi zeiolit 3% dan dipanaskan pada suhu 75°C.

2.7.3. Evaporasi

Evaporasi merupakan proses penguapan sebagian atau keseluruhan


pelarut sehingga yang tersisa hanya larutan pekat atau kental dengan konsentrasi
tinggi. Tujuan dari evaporasi adalah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari
komponen zat dengan titik didih rendah (mudah menguap) dengan zat yang
memiliki titik didih tinggi (lebih sulit menguap). Dalam proses evaporasi, melibatkan
pindah panas dan pindah masa secara simultan, dimana sebagian besar air atau
pelarut akan diuapkan dan diperoleh suatu produk yang kental yang disebut
konsentrat. Proses pindah panas dan pindah masa yang efektif akan
meningkatkan kecepatan penguapan. Evaporasi akan terjadi apabila suhu bahan
sama atau lebih tinggi dari titik didih cairan (Wirakartakusumah et al., 1988).
Proses evaporasi mampu menurunkan aktivitas air dalam bahan pangan,
hal ini dapat membantu mengawetkan makanan karena dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu proses evaporasi juga dapat
meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan, dan mampu memperkecil

17
volume larutan (Praptiningsih, 1999). Saat ini, proses evaporasi sudah sering
digunakan dalam proses pengolahan pangan, seperti untuk mengolah buah
menjadi jus buah pekat, mengolah sayur menjadi pure dan pasta, membuat gula
cair dan salah satunya untuk membuat sirup.
Dalam proses evaporasi terdapat dua peristiwa yang terjadi, yaitu (Brenan,
2006):

a. Interface evaporation, merupakan proses berubahnya air menjadi uap air


(gelembung) pada permukaan
b. Vertikal vapour transfers, merupakan proses perpindahan lapisan yang
kenyang dengan uap air dari interface ke uap (atmosfer bebas)

Pada prinsipnya, selama proses evaporasi panas akan dialirkan berbentuk uap
ke bahan pangan, sehingga suhu akan meningkat hingga mencapai titik didih
pelarut. Sisa panas dari proses penguapan akan membentuk gelembung uap dan
meniggalkan permukaan cairan yang dididihkan (Brenan, 2006).

Menurut Fellows (2000) terdapat beberapa faktor yang dapat


mempengaruhi proses evaporasi, diantaranya:

a. Suhu

Sekalipun cairan dapat menguap atau dievaporasi dibawah titik didihnya,


namun proses evaporasi akan berjalan lebih cepat jika suhu di sekitarnya lebih
tinggi dibanding dengan titik didihnya. Proses evaporasi akan menyerap kalor laten
yang ada di sekelilingnya, suhu atau panas sangat mempengruhi jalannya proses
evaporasi

b. Kelembaban udara

Semakin kering udara (sedikit kandungan air dalam udara), maka proses
evaporasi atau penguapan akan lebih cepat terjadi. Udara yang kering mampu
menyerap uap air lebih cepat dan banyak, sehingga proses penguapan dapat
berjalan lebih cepat.

c. Kecepatan angin

Sirkulasi udara yang cepat, akan membantu pergerakan molekul air, sehingga
proses evaporasi dapat berjalan lebih cepat.

18
d. Sifat cairan

Cairan dengan titik didih rendah akan lebih cepat terevaporasi dibandingkan
dengan cairan dengan titik didih tinggi.

e. Tekanan

Semakin besar tekanan yang ada, semakin lambat proses evaporasi, begitu
juga sebaliknya. Proses evaporasi akan berjalan lebih cepat jika dalam keadaan
vakum, atau dengan tekanan dibawah 1atm.

Alat yang digunakan untuk melakukan proses evaporasi disebut


evaporator. Evaporator harus memiliki tiga unsur berikut, heat exchanger untuk
memindahkan steam atau uap panas ke produk yang akan di evaporasi, alat untuk
memisahkan produk uap dan kondesator (Toledo, 1991). Sebagian besar
evaporator berbahan dasar stainless steel. Berdasarkan tekanan operasinya,
evaporator yang biasa digunakan dalam indistri pangan terbagi atas evaporator
vakum dan evaporator atmosfer.
Evaporator atmosfer merupakan evaporator yang paling sederhana,
namun prosesnya lambat dan kurang efisien dalam pemanfaatan energi (Heldman
et al., 1992). Evaporator jenis ini menggunakan suhu tinggi untuk menguapkan
pelarut, sehingga kurang cocok untuk produk yang sensitif terhadap suhu tinggi,
seperti produk gula. Untuk mengatasi kekurangan dari evaporator atmosfer
tersebut, diciptakanlah evaporator vakum.
Sesuai dengan namanya, evaporator vakum ini bekerja dalam tekanan
rendah atau vakum. Kondisi vakum ini dapat membantu menunurunkan titik didih
pelarut, sehingga pelarut dapat menguap pada suhu yang lebih rendah dan waktu
yang lebih cepat. Evaporator vakum ini cocok untuk bahan pangan yang sensitif
terhadap panas (Heldman et al., 1992). Salah satu contoh evaporator vakum
adalah falling film evaporator dan rotary evaporator.
Pada proses pembuatan sirup pancake ini, penulis memanfaatkan proses
evaporasi untuk memekatkan sirup hingga mencapai kekentalan yang diinginkan.
Proses evaporasi akan dilakukan sebanyak dua kali, dimana keduanya
menggunakan evaporator vakum. Proses evaporasi pertama menggunakan falling
film evaporator dan proses evaporasi yang kedua menggunakan rotarry
evaporator.

19
2.8. Uji Aktivitas Antioksidan metode DPPH

Salah satu metode penentuan aktivitas antioksidan adalah metode DPPH


1,1-difenil-2-pikrihidrazil (α, α-difenil β-pikrilhidrazil). DPPH merupakan bagian
radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk dimer akibat delokalisasi dari
elektron bebas pada seluruh molekul (Molyneux, 2004). Delokalisasi elektron
bebas ini mengakibatkan terbentuknya warna ungu pada lartan DPPH, sehingga
dapat diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang sekitar 520nm. Ketika
larutan DPPH dicampur dengan senyawa yang dapat berperan sebagai donor
hidrogen, makan warna ungu dari larutan akan hilang seiring dengan tereduksinya
DPPH (Sunarni, 2005).

Gambar 2.2 struktur DPPH (Molyneux, 2004)

Uji antioksidan dengan metode ini dapat diamati berdasarkan dari


hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan. Intensitas
warna dari larutn uji diukuer melalui spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang sekitar 520 nm. Hasil persen (%) inhibisi disubtitusikan dalam
persamaan linier. Hasil dari subtitusi persen (%) tersebut diinterpretasika sebagai
IC50 (Sayuti dan Rina, 2015).
Persen inhibisi merupakan perbandingan antara selisih dari absorbansi
blanko dan absorbansi sampel dengan absorbansi blanko. Persen inhibisi
digunakan untuk menentukan persentase hambatan dari suatu bahan yang
dilakukan terhadap senyawa radikal bebas. IC50 didefinisikan sebagai jumlah
antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan konsentrasi awal DPPH sebesar
50%. Metode DPPH ini memiliki kelebihan yaitu lebih sederhana dan waktu
analisis yang lebih cepat (Molyneux, 2004).

20
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan dan


Rekayasa Pangan, Laboratorium Biokimia dan Analisis Pangan, serta
Laboratorium Sensoris Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan mulai bulan
Maret 2018 sampai dengan Agustus 2018.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin penggiling tebu
komersial, alat sentrifugasi, falling film evaporator, rotary evaporator,
refraktometer, viskosimeter, colour reader, timbangan digital (Denver instrument
M-310), spektrofotometer (Spectro 20D Pluss), glassware.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang sorgum manis
varietas Numbu Super 1 dengan umur panen 110 hari yang ditanam di daerah
perkebunan wajak, kabupaten Malang dan balai penelitian kacang dan umbi,
Kendalpayak, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan daun teh hijau kering yang
diperoleh dari kebun teh wonosari, zeolit, dan air. Bahan yang digunakan untuk
analisis yaitu aquades, metanol, larutan DPPH dan bahan pendukung lainnya.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua kali percobaan, yaitu penelitian


pendahuluan untuk menentukan penambahan konsentrasi teh hijau terbaik, dan
penelitian utama untuk menentukan sirup pancake terbaik.

3.3.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan telah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan


konsentrasi daun teh hijau kering yang tepat dalam pembuatan sirup pancake.
Proporsi konsentrasi daun teh hijau kering yang telah dicoba dilakukan dengan

21
konsentrasi 1%, 5%, dan 10% dari berat nira sorghum yang digunakan. Hasil
percobaan pendahuluan ini menghasilkan bahwa pada konsentrasi daun teh hijau
kering 10% memiliki rasa yang sangat pahit dan warna yang sangat gelap. Jika
konsentrasi daun teh hijau kering lebih kecil dari 1% maka tidak berpengaruh
terhadap rasa dan kenampakan dari sirup pancake yang dihasilkan. Jika
konsentrasi daun teh hijau kering lebih dari 5%, rasa yang dihasilkan terlalu pahit
dan warna sirup terlalu gelap. Sehingga diputuskan menggunakan konsentrasi
daun teh hijau kering 1%-5%. Proporsi yang terbaik adalah 1%,2%,3%, dan 5%
dimana daun teh kering langsung diseduh bersama nira sorgum. Proporsi tersebut
ditetapkan berdasarkan kenampakan fisik secara manual terhadap sirup pancake
yang dihasilkan.
Proses evaporasi pembuatan sirup pancake dilakukan dalam dua tahap.
Evaporasi pertama menggunakan falling film evaporator dengan suhu boiler 85°C
selama 30 menit. Evaporasi tahap pertama ini bertujuan untuk menaikan nilai
derajat °brix secara bertahap. Selanjutnya dilakukan proses evaporasi tahap
kedua dengan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 55°C selama 90
menit. Menurut penilitian yang telah dilakukan sebelumnya, tahapan evaporasi
seperti ini mampu menghasilkan sirup gula terbaik. Jika suhu yang digunakan lebih
rendah, maka memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai °brix yang
diharapkan. Namun jika suhu yang digunakan lebih tinggi, gula yang dihasilkan
terlalu kental dan cenderung gosong. Sehingga hasil yang didapatkan dari
penelitian pendahuluan ini adalah penambahan daun teh hijau kering dengan
konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 5%, dan diproses melalui dua tahap proses
evaporasi, yaitu dengan menggunakan falling film evaporator dan rotary
evaporator.

3.3.2. Penelitian Utama

Penelitian utama ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penambahan


daun teh hijau kering terhadap sifak fisik, kimia dan organoleptik sirup pancake
yang dihasilkan. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan
Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu konsentrasi daun teh hijau kering dengan
lima level, yaitu 0% sebagai standar, 1%, 2%, 3%, dan 5%, sehingga
menghasilkan lima kombinasi. Kemudian percobaan dilakukan dengan
pengulangan sebanyak 4 kali, sehingga didapatkan 20 kali percobaan, seperti
pada tabel 3.1

22
Tabel 3.1 Rancangan penelitian dengan metode RAK satu faktor
Konsentrasi Hasil
Teh Hijau Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV
0%
1%
2%
3%
5%

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pembuatan sirup pancake (Modifikasi Noerhartati, 2012)

Berikut ini adalah tahapan pembuatan sirup pancake.


a. Ekstraksi nira sorgum
1. Batang sorgum manis dibersihkan dari kotoran dan daun yang
menempel.
2. Batang sorgum manis digiling dengan mesin penggiling
3. Nira sorgum di saring dengan menggunakan kain saring
4. Di dapatkan nira sorgum yang siap di olah.

b. Proses pembuatan sirup pancake


1. Nira sorgum dan daun teh hijau kering dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%,
dan 5% di panaskan pada suhu 75°C selama 5 menit
2. Disaring menggunakan kain saring
3. Ditambahkan 3% zeolit kedalam nira sorgum
4. Didiamkan selama 60 menit
5. Disentrifugasi dengan kecepatan kecepatan 720 rpm selama 30 menit
6. Disaring dengan kain saring
7. Dievaporasi menggunakan falling film evaporator dengan suhu boiler
±85°C selama 30 menit
8. Dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 55°C selama
90 menit
9. Dihasilkan sirup pancake

23
3.5. Pengamatan dan Analisis

3.5.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku

a. Analisis pada Nira Sorgum


 Derajat nilai °brix menggunakan alar refraktometer manual (Yuwono dan
Susanto, 1998)
 Warna menggunakan alat colour reader (Yuwono dan Susanto, 1998)
 Viskositas menggunakan alat viskometer (Yuwono dan Susanto, 1998)
 Akivitas antioksidan metode DPPH IC50 (AOAC, 1980)
 Total senyawa fenolik metode Folin-Ciocalteu (Alfian dan Susanti, 2012)

3.5.2 Pengamatan dan Analisa sirup pancake


Analisis dilakukan pada sirup pancake meliputi:
a. Analisis fisikokimia pada sirup pancake, meliputi:
 Derajat °brix menggunakan alat refaktometer manual (Yuwono
dan Susanto, 1998)
 Warna menggunakan colour reader (Yuwono dan Susanto, 1998)
 Viskositas menggunakan viskometer (Yuwono dan Susanto,
1998)
 Total senyawa fenolik metode Folin-Ciocalteu (AOAC, 1980)
 Aktivitas antioksidan metode DPPH IC50 (Alfian dan Susanti,
2012)

b. Analisis organoleptik sirup pancake meliputi:


Uji hedonic atau kesukaan menurut Meilgaard et al, (2006) terhadap:
 Warna
 Aroma
 Tekstur
 Rasa Sirup Tanpa Pancake
 Rasa Sirup Saat Dikonsumsi Bersama Pancake

24
3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisa sidik ragam dengan


Rancangan Acak Kelompok (RAK). Kemudian dianalisis dengan analisa ragam
ANOVA (Analysis of Variance) dengan selang kepercayaan 95% mengunakan
program minitab 17. Dari hasil uji jika menunjukkan beda nyata dilakukan uji lanjut
dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

3.7. Diagram Alir

3.7.1. Diagram Alir ekstraksi Nira sorgum

Batang sorgum manis

Dibersihkan dari daun dan kotoran

Digiling dengan mesin penggiling tebu

Disaring dengan kain saring

Nira Sorghum

Gambar 3.2 Diagram Alir ekstraksi nira sorghum (Modifikasi Noerhartati, 2012)

Catatan:
- Nira sorgum mentah di bekukan pada freezer dengan suhu -21°C
- Nira sorgum yang telah diolah menjadi sirup pancake di simpan pada suhu
0°C

25
3.7.2. Diagram Alir Pembuatan sirup pancake

Daun teh hijau kering


Nira sorgum
konsentarasi 1%, 2%,
3%, dan 5%

Disaring dengan kain saring

Dipanaskan pada suhu 75°C selama 5 menit

3% zeolit

Didiamkan selama 60 menit

Disentrifugasi dengan kecepatan 720 rpm selama 30 menit

Disaring dengan kain saring

Dievaporasi dengan falling film evaporator dengan suhu boiler 85°C selama 30
menit

Dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 55°C selama 90 menit

Sirup Pancake

Gambar 3.3 Diagram Alir pembuatan sirup pancake (Modifikasi Noerhartati,


2012)

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Bahan Baku

Nira sorghum diuji secara fisik dan kimia berupa total padatan terlarut,
viskositas, warna, total senyawa fenol dan antioksidan. Uji karakteristik fisik dan
kimia dari nira sorgum ini bertujuan untuk mengetahui proses apa saja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan sirup pancake yang memenuhi standar, dan
untuk mengetahui perubahan-perubahan secara fisik dan kimia yang terjadi
setelah adanya proses pengolahan nira sorgum menjadi sirup pancake. Hasil uji
bahan baku akan dibandingkan dengan literatur. Karakteristik nira sorgum yang
digunakan selama penelitian memiliki karakteristik seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Nira Sorghum


Parameter Hasil Analisa Literatur
Total padatan terlarut (°brix) 11,6 ± 0,35 13,6-18,41
Viskositas (cp) 2,0 ± 0,58 -
Warna (L) 32 ± 0,32 22,872
(a) - 2,2 ± 0,15 -0,282
(b) 8,57 ± 0,49 1,822
Aktivitas Antioksidan (ppm) 5239,51 ± 297,96 -
Total Senyawa Fenol (mg GAE/100g) 578,02 ± 18,75 -
Sumber : 1. Direktorat jendral perkebunan (1996) 2. Willlis, et al, (2013)

Tabel 4.1 menunjukan hasil analisa dan literatur dari total padatan terlarut,
viskositas, warna, aktivitas antioksidan dan total senyawa fenol dari nira sorgum.
Hasil analisa dari total padatan terlarut pada nira sorgum adalah 11,6 ± 0,35%
dengan viskositas 2,0 ± 0,58cp sedikit lebih rendah di bandingkan dengan
literatur yaitu 13,6-18,4%. perbedaan ini dapat disebabkan oleh umur tanaman,
kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan selama
proses penanaman. Umumnya batang sorghum mampu menghasilkan nira
dengan nilai °brix 12,3%-17,4% (Akuba, 2004). Nira sorgum dengan viskositas
dan nilai brix yang masih rendah ini akan di evaporasi untuk menghasilkan sirup
pancake dengan nilai brix 66-68,9% yang kental sesuai dengan standar USDA

27
(2015). Proses evaporasi akan menguapkan air dari nira sorgum, sehingga total
padatan terlarut dan viskositasnya akan meningkat.
Warna nira sorgum hasil analisa adalah 32 ± 0,32 pada (L), -2,2 ± 0,15 pada
(a), dan 8,57 ± 0,49 pada (b) sedangkan pada literatur adalah 22,87 pada (l), -
0,28 pada (a) dan 1,82 pada (b). Perbedaan warna ini juga di sebabkan oleh
umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan dan
pengairan selama proses penanaman. Selain itu proses penyimpanan nira juga
mempengaruhi warna dari nira itu sendiri. Nira sorgum yang baru di diperas akan
berwarna hijau, namun ketikan sudah mengalami proses penyimpanan, warna
nira akan berubah menjadi hijau kekuningan. Umunya sirup pancake yang
disukai oleh masyarakat memiliki warna coklat bening. Nira sorgum yang baru di
peras masih mengandung banyak pengotor sehingga dibutuhkan proses
penjernihan untuk menghilangkan pengotor-pengotor dalam nira sorgum dan
menghasilkan nira sorgum yang jernih. Proses evaporasi akan membentuk
warna coklat keemasan dari nira sorgum, sehingga dengan adanya proses
penjernihan dan evaporasi, di hasilkan sirup pancake yang jernih dengan warna
coklat yang disukai masyarakat.
Hasil analisa pada antioksidan nira sorgum adalah 5239,51 ± 297,96 ppm,
artinya dibutuhkan 5239,51 ± 297,96 ppm nira sorgum untuk bisa menangkal
50% radikal bebas. Semakin tinggi nilai IC50 yang dihasilkan, maka semakin
rendah aktivitas antioksidan dalam menangkal radikan bebas sebanyak 50%
(Molyneux, 2004). Nilai aktivitas antioksidan pada nira sorgum ini masih sangat
rendah. Untuk menghasilkan sirup pancake yang tinggi akan aktivitas
antioksidan, diperlukan adanya bahan tambahan sebagai sumber antioksidan.
Pada penelitian ini, digunakan daun teh sebagai sumber antioksidan bagi sirup
pancake yang dihasilkan.
Hasil analisa total senyawa fenol pada nira sorghum adalah 578,02 ± 18,75
mg GAE/100g. Pada nira sorgum, nilai total senyawa fenol yang terkandung
didalamnya masih tergolong rendah. Senyawa fenol merupakan salah satu
senyawa antioksidan. Sehingga untuk meningkat nilai antioksidan dalam sirup
pancake, dibutuhkan bahan tambahan lain sebagai sumber senyawa fenol. Daun
teh mengandung senyawa fenol sekitar 30-40% dari berat kering daun (Cabera
2006). Sehingga dengan adanya penambahan daun teh pada sirup pancake,
diharapkan dapat menambah nilai total senyawa fenol dan aktivitas antioksidan
pada sirup pancake yang dihasilkan.

28
4.2. Karakteristik fisik Sirup Pancake

Karakteristik fisik sirup pancake dengan penambahan daun teh yang di uji
pada penelitian kali ini adalah total padatan terlarut (°brix), viskositas, dan warna.
Secara fisik, kenampakan sirup pancake dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah
ini.

Gambar 4.1 Sirup Pancake

4.2.1. Total padatan terlarut (°brix)

Hasil penelitian menunjukan rerata nilai °brix tertinggi terdapat pada


konsentrasi daun teh 0% sebesar 67,7 ± 1,14%. Sirup Pancake dengan
konsentrasi daun teh 5% memiliki nilai °brix terendah, yaitu 66,3 ± 0,35%. Selain
itu, rerata nilai °brix tidak menunjukan kenaikan atau penuruan seiring dengan
bertambahnya konsentrasi daun teh yang ditambahkan. Hasil analisis ragam
menunjukan bahwa penambahan konsentrasi daun teh tidak berpengaruh nyata
(α=0,05) terhadap total padatan terlarut atau niali °brix yang dihasilkan. Hasil
penelitian dari total padatan terlarut pada sirup pancake dapat dilihat pada Tabel
4.2.

29
Tebel 4.2. Rerata Total Padatan Terlarut (°brix) pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh hijau

Konsentrasi Daun Teh


Rerata nilai °brix (%)
(%)
0 67,7 ± 1,14
1 66,8 ± 1,50
2 66,8 ± 0,57
3 67,3 ± 1,45
5 66,3 ± 0,35

Nilai °brix merupakan total padatan yang terlarut dalam suatu larutan yang
dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti gula (sukrosa, glukosa,
fruktosa dan lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium,
kalsium dan lain-lain dihitung juga sebagai °brix dan dianggap sebagai sukrosa.
Semakin tinggi nilai °brix yang dihasilkan, diasumsikan semakin tinggi kadar gula
yang terlarut di dalamnya, semakin manis produk tersebut.
Nilai °brix atau total padatan terlarut dipengaruhi oleh proses pengolahan
salah satunya proses evaporasi. Semakin banyak air yang menguap saat proses
evaporasi, nilai °brix atau total padatan yang terlarut akan semakin meningkat
(Diniyah et al., 2012). Menurut Fellows (2000) faktor utama yang mempengaruhi
proses evaporasi adalah suhu dan tekanan yang digunakan. Semakin rendah
tekanan yang digunakan atau semakin vakum proses evaporasi, maka akan
semakin cepat proses evaporasi berlangsung. Sedangkan semakin tinggi suhu
yang digunakan pada proses evaporasi, maka akan semakin cepat proses
evaporasi suatu produk berlangsung. Adanya penambahan konsentrasi daun teh
tidak mempengaruhi nilai total padatan terlaut dikarenakan senyawa-senyawa
yang terlarut dari teh tidak sebanyak dengan kandungan gula yang terlarut dalam
nira. Senyawa – senyawa dari teh yang mungkin terlarut dalam nira adalah
senyawa-senyawa fenol seperti katekin, flavanol, dan lain sebagainya.
Menurut standart USDA (2015), kandungan padatan sirup maple yang
terhitung sebagai total gula terlarut tidak kurang dari 66% dan tidak lebih dari
68,9%. Pada proses pengolahan sirup pancake, terdapat dua kali proses
evaporasi vakum dengan falling film evaporator dengan suhu boiler 85°C selama
30 menit dan rotary evaporator dengan suhu 55°C selama 90 menit yang
bertujuan untuk mencapai nilai °brix 66%-68.9% sesuai dengan standar USDA

30
tahun 2015 tentang sirup maple. Sehingga seluruh sirup pancake yang diuji,
sudah memenuhi standar USDA (2015) yang berlaku.

4.2.2. Viskositas

Sama hal nya dengan nilai °brix, nilai viskositas tertinggi terdapat pada
sirup pancake dengan konsentrasi daun teh 1% yaitu 24,5 ± 1,29 cp, dan yang
terendah pada konsentrasi 2% yaitu 23,25 ± 0,96 cp. Selain itu nilai viskositas
tidak menunjukan adanya kenaikan atau penurunan seiring dengan
bertambahnya konsentrasi daun teh yang ditambahan kedalam sirup pancake.
Hasil analisis ragam dari konsentrasi daun teh terhadap viskositas menyatakan
bahwa konsentrasi daun teh tidak berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap
viskositas sirup pancake. Hasil analisis viskositas sirup pancake dapat dilihat
pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Rerata Nilai Viskositas Pada Sirup Pancake Akibat Adanya
Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau

Konsentrasi Daun Teh


Rerata Viskositas (Cp)
(%)
0 24,5 ± 1,29
1 23,75 ± 2,22
2 23,25 ± 0,96
3 24 ± 1,83
5 23,5 ± 1,29

Viskositas merupakan salah satu komponen penentu mutu sirup. Sirup


yang sukai oleh masyarakat umumnya memiliki viskositas yang kental. Nilai
viskositas pada suatu produk ditentukan dari banyaknya total padatan yang
terlarut didalam produk tersebut. Semakin tinggi total padatan yang terlarut
dalam suatu produk, maka viskositas produk tersebut akan semakin meningkat
pula, atau produk akan semakin kental. Selain itu, proses pemanasan yang
berlebih akan menguapkan lebih banyak pelarut. Semakin banyak air atau
pelarut yang diuapkan, viskositas produk akan semakin meningkat dan produk
akan semakin mengental. Pada produk berbasis gula, proses pemanasan juga
akan meningkatkan daya larut dari gula. Gula akan mengikat lebih banyak air
bebas, sehingga viskositas akan meningkat (Buckle et al., 2009). Penambahan

31
daun teh tidak mempengaruhi nilai viskositas dikarenakan senyawa yang terlarut
dari teh tidak sebanyak senyawa senyawa gula yang terlarut dalam teh dan
mengikat air-air bebas. Senyawa dari teh yang mungkin terlarut dalam nira
adalah senyawa fenol seperti katekin.

4.2.3. Warna

Pengukuran parameter warna pada penelitian ini menggunakan alat colour


reader yang menghasilkan tiga kriteria yaitu (l), (a), dan (b). (l) menunjukan
tingkat kecerahan atau tingkat gelap dan terangnya suatu produk dengan kisaran
0-100. Warna (a) menyatakan kemerahan produk dan (b) menyatakan
kekuningan produk.

4.2.3.1. Warna Kecerahan (L)

Hasil penelitian sirup pancake warna (L) pada konsentrasi daun teh 0%
memiliki nilai teringgi yaitu 27,75 ± 0,58, dan pada konsentrasi 5% memiliki nilai
(L) terendah yaitu 24,85 ± 0,17. Hasil Analisis juga menunjukan semakin tinggi
konsentrasi daun teh yang diberikan, makan nilai warna (L) yang dihasilkan akan
semakin rendah. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa konsentrasi daun teh
berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai warna (L) atau kecerahan dari produk
sirup pancake, sehingga dilanjutkan dengan uji DMRT seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rerata Nilai Warna (L) Pada Sirup Pancake Akibat Adanya
Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau
Konsentrasi
Rerata
Daun Teh DMRT Notasi
Warna (L)
(%)
0 27,75 ± 0,58 0,46 e
1 26,30 ± 0,20 0,48 d
2 25,58 ± 0,13 0,49 bc
3 25,28 ± 0,05 0,50 ab
5 24,85 ± 0,17 - a

Tabel 4.4 juga menunjukan bahwa tingkat kecerahan atau warna (L) sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 0% berbeda nyata dengan sirup pancake
dengan konsentrasi daun teh 1%. Sirup pancake dengan konsentrasi daun teh

32
1% berbeda nyata dengan sirup pancake dengan konsentrasi daun teh 2%. Sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 2% tidak berbeda nyata dengan sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 3%, namun berbeda nyata dengan sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 5%. Sirup pancake dengan konsentrasi
daun teh 3% tidak berbeda nyata dengan sirup pancake dengan konsentrasi
daun teh 5%.
Warna (L) menunjukan tingkat kecerahan suatu produk, dimana semakin
tinggi nilai (L) maka semakin cerah atau terang warna produk yang dihasilkan.
Produk sirup yang disukai masyarakat biasanya memiliki tingkat kecerahan yang
tinggi. Masyarakat cenderung menyukai sirup dengan kenampakan yang bening.
Warna (L) atau kecerahan pada suatu produk dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti proses pengolahan dan kandungan produk. Penambahan daun teh
kedalam produk sirup pancake menjadi penyebab utama warna produk yang
semakin gelap pada produk dengan konsentrasi daun teh yang semakin tinggi.
Tinggi nya kandungan fenol pada daun teh menyebabkan terjadinya oksidasi
senyawa fenolik akibat proses panas selama evpaorasi yang dapat menimbulkan
warna yang semakin gelap pada sirup yang dihasilkan. Senyawa fenol akan
teroksidasi membentuk senyawa theaflavin dan thearubigin. Theaflavin akan
membentuk warna kuning pada teh, sedangkan thearubigin akan membentuk
wana coklat pada teh. Selain itu theaflavin akan bereaksi dengan kafein dari daun
teh yang dapat menurunkan kecerahan dari produk sirup pancake yang
dihasilkan (Rohdiana, 1999). Semakin tinggi konsentrasi daun teh yang
ditambahkan, semakin banyak senyawa fenolik yang teroksidasi dan warna yang
dihasilkan pun akan semakin pekat.
Proses pengolahan yang menggunakan panas seperti evaporasi yang
digunakan pada proses pembuatan sirup pancake ini juga mempengaruhi
perubahan warna sirup yang dihasilkan. pada produk berbasis gula, ketika
terkena panas akan terbentuk warna kecoklatan akibat adanya reaksi browning
non enzimatis. Semakin lama produk tersebut terkena panas, warna yang
ditimbulkan akan semakin coklat pekat. Selain itu proses evaporasi dapat
menggelapkan warna produk karena total padatan yang semakin meningkat
seiring dengan menguapnya pelarut seperti air.

33
4.2.3.2. Warna Kemerahan (a)

Hasil analisa pada sirup pancake dengan penambahan daun teh 5%


memiliki hasil terendah yaitu -0,98 ± 0,10 sedangkan pada sirup pancake tanpa
daun teh atau konsentrasi daun teh 0% memiliki nilai (a) tertinggi, yaitu 3,43 ±
0,34. Hasil Analisis menunjukan semakin tinggi konsentrasi daun teh yang
ditambahkan dalam sirup pancake, semakin rendah juga nilai (a) yang dihasilkan,
atau warna yang dihasilkan semakin kehijauan. Hasil analisis ragam
menunjukan bahwa penambahan daun teh pada sirup pancake memberikan
pengaruh nyata (α=0,05) terhdap warna (a) dari sirup pancake yang dihasilkan,
sehingga dilakukan uji lanjut DMRT seperti pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rerata Nilai Warna Kemerahan (a) Pada Sirup Akibat Adanya
Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau
Konsentrasi
Rerata
Daun Teh DMRT Notasi
Warna (a)
(%)
0 3,43 ± 0,34 0,37 e
1 2,20 ± 0,14 0,39 d
2 1,28 ± 0.10 0,40 c
3 0,58 ± 0.05 0,40 b
5 -0,98 ± 0.10 - a

Tabel 4.5 menunjukan bahwa setiap konsentrasi daun teh memiliki notasi
yang berbeda, sehingga dapat di simpulkan bahwa setiap konsentrasi daun teh
saling berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Warna (a) menunjukan tingkat
kemerahan suatu produk. Semakin tinggi nilai (a) yang di hasilkan, maka warna
produk akan semakin kemerahan, sedangkan semakin rendah nilai (a) warna
produk yang dihasilkan akan semakin kehijauan.
Penambahan daun teh kedalam sirup pancake memberikan warna
kehijauan pada sirup pancake yang dihasilkan. Kandungan zat warna dalam
daun teh sekitar 0.019% dari berat kering daun. Daun teh mengandung beberapa
zat warna salah satunya adalah klorofil yang paling berperan untuk memberikan
warna hijau khas pada daun teh hijau (Tohawa, 2013). Pada proses pengolahan
dengan menggunakan panas, klorofil pada daun teh akan terpecah menjadi
feofitin yang berwarna hijau zaitun. Selain itu pada daun teh hijau juga
mengandung senyawa tanin yang dapat menghasilkan warna hijau, hijau

34
kehitaman, atau biru kehitaman (Setiawan, 2012). Sehingga dapat disimpulkan
semakin tinggi konsentrasi daun teh yang di tambahkan, warna produk yang
dihasilkan juga akan semakin kehijauan.

4.2.3.3. Warna Kekuningan (b)

Hasil penelitian pada produk sirup pancake, dihasikan warna (b) tertinggi
pada sampel dengan konsentrasi daun teh 0% yaitu 7,15 ± 0,47, sedangkan yang
terendah pada sampel dengan konsentrasi daun teh 3% yaitu 3,93 ± 0,15. Selain
itu hasil analisis menunjukan semakin tinggi konsentrasi daun teh yang diberikan
pada sirup pancake, warna (b) yang dihasilkan akan lebih rendah atau lebih
kebiruan. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa konsentrasi daun teh
memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap warna (b) dari produk pancake.
Sehingga dilakukan uji lanjut DMRT seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Rerata Nilai Warna (b) Pada Sirup Pancake Akibat Adanya
Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau
Konsentrasi
Rerata
Daun Teh DMRT Notasi
Warna (b)
(%)
0 7,15 ± 0,47 0,49 d
1 5,08 ± 0,36 0,51 c
2 4.35 ± 0,13 0,52 ab
3 3.93 ± 0,15 0,53 a
5 3.95 ± 0,17 - ab

Tabel 4.6 menunjukkan produk sirup pancake dengan konsentrasi daun teh
0% berbeda nyata dengan produk sirup pancake dengan konsentrasi daun teh
1%. Sirup pancake dengan konsentrasi daun teh 1% berbeda nyata dengan sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 2%. Sirup pancake dengan konsentrasi
daun teh 2%, 3% dan 5% tidak saling berbeda nyata.
Warna (b) menunjukkan tingkat kekuningan suatu produk. Semakin tinggi
niai (b) yang dihasilkan, maka warna produk akan semakin kekuningan, namun
semakin rendah nilai (b) yang dihasilkan, maka warna produk semakin kebiruan.
Layaknya produk sirup pancake yang tersebar dipasaran, sirup pancake yang

35
dihasilkan diharapkan memiliki warna kekuningan yang tinggi, agar lebih mudah
diterima oleh masyarakat.
Warna kebiruan yang dihasilkan pada produk sirup pancake berasal dari
penambahan konsentrasi daun teh. Daun teh mengandung 0,019% zat warna
dari berat kering daun. Daun teh juga mengandung karotenoid. Senyawa
karotenoid ini selain berperan memberikan aroma khas teh, ia juga berperan
memberikan warna kuning jingga pada teh (Tohawa, 2013). Selain kedua
senyawa tersebut, senyawa tanin juga cukup berperan memberikan warna pada
teh. Menurut Setiawan (2012), daun teh mengandung senyawa tanin yang dapat
menghasilkan wara hijau, hijau kehitaman, dan biru kehitaman.

4.3. Karakteristik Kimia Sirup Pancake

4.3.1. Total Senyawa Fenol

Hasil penelitian menunjukan bahwa sirup pancake dengan konsentrasi


daun teh 5% memiliki nilai total fenol tertinggi yaitu 4757,63 ± 186,48 mg
GAE/100g. Sedangkan sirup pancake tanpa penambahan daun teh memiliki nilai
total senyawa fenol yang terendah yaitu 785,94 ± 60,82 mg GAE/100g. Hasil
analisis ragam menunjukan bahwa adanya penambahan daun teh memberikan
pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap total senyawa fenol yang terkandung
dalam sirup pancake. Dilanjutkan dengan uji DMRT seperti pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Rerata Total senyawa Fenol Pada Sirup Pancake Akibat Adanya
Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau
Konsentrasi Rerata Total
Daun Teh Senyawa Fenol DMRT Notasi
(%) (mg GAE/100g)
0 785,94 ± 60,82 193,83 a
1 1263,34 ± 36,09 202,89 b
2 1727,48 ± 123,45 208,37 c
3 2509,88 ± 96,04 212,02 d
5 4757,63 ± 186,48 - e

Tabel 4.7 menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi daun teh yang
ditambahkan dalam sirup pancake, total senyawa fenol yang terhitung juga akan
semakin tinggi. Selain itu setiap konsentrasi daun teh memiliki notasi yang

36
berbeda-beda, hal ini menunjukan setiap konsentrasi saling berbeda nyata satu
dengan yang lainnya.
Kandungan kimia pada teh terbagi atas empat golongan besar, salah
satunya adalah golongan senyawa fenol. senyawa fenol dalam teh merupakan
yang terbanyak dibanding dengan zat kimia lainnya. Senyawa fenol dalam daun
teh berjumlah 30-40%. Senyawa fenol dalam teh diantaranya adalah katekin,
flavanol, flavonol, flavone, flavavone, isoflavone, antosyanin. Senyawa fenol
pada teh yang paling berperan dalam segala aspek baik dari segi rasa, aroma,
warna dan kesehatan adalah senyawa katekin. katekin sendiri merupakan
senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna, dan memiliki rasa yang pahit.
Katekin dalam teh berkisar 13,5-31% dari berat kering daun teh. Konsentrasi
katekin pada teh tergantung dari umur daun, lokasi geografis, kondisi
pertubuhan, varietas tanaman dan proses pengolahan daun teh itu sendiri
(Cabera et al., 2006).
Selain katekin, senyawa fenol yang cukup besar tekadung dalam teh
adalah senyawa flavanol. Kandungan flavanol dalam teh berkisar 3-5% dari berat
kering daun teh (Tohawa 2013). Sehingga ketika daun teh ditambahkan dalam
suatu produk cair, senyawa-senyawa fenol seperti katekin dan flavanol akan larut
dalamnya, sehingga akan menambah kandungan senyawa fenol dalam produk
yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi daun teh yang tambahkan, maka
akan semakin semakin banyak senyawa fenol yang larut didalamnya.

4.3.2. Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode DPPH IC50.


Semakin rendah nilai IC50 yang dihasilkan, maka semakin tinggi aktivitas
antioksidan dalam produk tersebut. Hasil Analisa aktivitas antioksidan ini
menunjukan bahwa sirup pancake dengan konsentrasi daun teh 5% memiliki nilai
IC50 terendah yaitu 138,69 ± 4,83 ppm yang artinya dengan kosentrasi 138,69 ±
4,83 ppm, sudah mampu menangkal 50% radikal bebas, sehingga memiliki
aktivitas antioksidan yang paling tinggi. Sirup pancake tanpa penambahan daun
teh memiliki nilai IC50 tertinggi yaitu 1426,29 ± 45,60 ppm, yang artinya
dibutuhkan kosentrasi 1426,29 ± 45,60 ppm untuk menangkal 50% radikal
bebas, sehingga memilik aktivitas antioksidan terendah. Hasil analisa ragam
menunjukan adanya pengaruh yang nyata (α=0,05) dari penambahan

37
konsentrasi daun teh terhadap sirup pancake yang dihasilkan, sehingga
dilakukan uji lanjut DMRT seperti pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Rerata Nilai aktivitas Antioksidan Pada Sirup Pancake Akibat
Adanya Penambahan Ekstrak Daun Teh Hijau
Konsentrasi Rerata Aktivitas
Daun Teh Antioksidan DMRT Notasi
(%) (ppm)
0 1426,29 ± 45,60 33,72 e
1 636,41± 24,64 35,29 d
2 531,33 ± 20,77 36,24 c
3 268,97 ± 20,50 36,88 b
5 138,69 ± 4,83 - a

Tabel 4.8 menunjukan semakin tinggi konsentrasi daun teh yang


ditambahkan, nilai IC50 yang terhitung juga akan semakin kecil, sehingga aktivitas
antioksidan dalam produk tersebu juga akan semakin tinggi. Tabel 4.8 juga
menunjukan bahwa setiap konsentrasi memiliki notasi yang berbeda-berbeda,
hal ini menunjukan bahwa setiap konsentrasi daun teh saling berbeda nyata satu
dengan yang lainnya.
Senyawa antioksidan terdiri dari senyawa-senyawa fenol yang terkandung
dalam daun teh. Senyawa fenol yang berperan dalam aktivitas antioksidan
terbesar adalah katekin. Katekin merupakan senyawa metabolit sekunder yang
secara alami dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid.
Katekin memiliki aktivitas antioksidan karena memiliki dua gugus fenol (cincin A
dan B) dan satu gugus dihidropiran (cincin C), karena memiliki lebih dari satu
gugus fenol, katekin juga sering disebut sebagai senyawa polifenol. Senyawa
katekin dalam daun teh berkisar 13,5-31% dari seluruh berat kering daun teh
(Tohawa, 2013). Menurut hasil penelitian University of Kansas (2007), katekin
dalam teh hijau memiliki kemampuan 100 kali lebih efektif untuk menetralisir
radikal bebas dibandingkan dengan vitamin C dan 25 kali lebih ampuh
dibandingkan dengan vitamin E.
Selain katekin, senyawa fenol yang lain juga turut berperan sebagai
senyawa antioksidan adalah flavanol. Flavanol merupakan salah satu
antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman dan memiliki kemampuan untuk

38
mengikat logam. Flavanol memiliki struktur molekul yang hampir sama dengan
katekin, hanya berbeda pada tingkat oksidasi dari inti difenilpropan primernya.
Kandungan flavanol dalam teh berkisar 3-5% dari berat kering daun teh (Tohawa
2013). Kesimpulannya semakin tinggi konsentrasi daun teh yang ditambahkan
dalam suatu produk, semakin banyak juga senyawa antioksidan yang terlarut
dalam produk tersebut, maka aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal
bebaspun akan semakin tinggi.

4.4. Karateristik Organoleptik Sirup Pancake

Uji organoleptik merupakan pengujian yang menggunakan indra manusia


untuk mengukur atribut sensori suatu produk. Pada penelitian ini uji organoleptik
yang dilakukan adalah uji hedonik, atau kesukaan panelis. Pada uji hedonik,
panelis mengemukakan pendapat pribadinya berupa kesukaan atau senang dan
tidaknya terhadapt sifat sensorik atau kualitas suatu produk (Rahardjo, 1998). Uji
organoleptik pada penelitian ini melibatkan atribut aroma, warna, tekstur, dan
rasa baik sirup dengan pancake maupun sirup tanpa pancake. Pada penelitian
ini, panelis yang digunakan sebanyak 50 panelis dan merupakan panelis yang
tidak terlatih.

4.4.1. Aroma
Hasil uji organoleptik terhadap atribut aroma pada sirup pancake terdapat
pada skala 2,88-3,26 (netral). Rerata kesukaan panelis terhadap aroma sirup
pancake yang tertinggi adalah pada sirup pancake tanpa penambahan daun teh
yaitu 3,26 (netral). Kesukaan panelis yang paling rendah terhadap aroma sirup
pancake adalah pada sirup pancake dengan konsentrasi daun teh 5% yaitu
sebesar 2,84 (netral). Grafik rerata nilai organoleptik atribut aroma terhadap sirup
pancake dapat dilihat pada Gambar 4.2.

39
3,3 3,26
3,18
3,2
3,1

intensitas
3 2,94
2,9 2,88
2,9
2,8
2,7
2,6
0% 1% 2% 3% 5%
Konsentrasi

Gambar 4.2 Grafik rerata nilai organoleptik aroma sirup pancake akibat
penambahan konsentrasi daun teh

Pada friedman test didapatkan hasil bahwa adanya penambahan


konsentrasi daun teh pada sirup pancake tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap aroma yang dihasilkan (α=0.005). Beberapa panelis menyatakan
bahwa aroma yang lebih dominan adalah aroma karamel dari gula pada seluruh
konsentrasi daun teh. hal ini mungkin disebabkan dari konsentrasi daun teh yang
diberikan tidak terlalu signifikan, sehingga aroma yang dihasilkan pun tidak
mampu menutupi aroma karamel dari nira sorgum yang cukup tajam.
Aroma khas pada daun teh berhubungan dengan substansi aromatis yang
terkandung dalam daun teh. Substansi aromatis pada daun teh merupakan
senyawa volatil yang mudah menguap baik yang terkandung secara alamiah,
maupun yang terbentuk sebagai hasil dari reaksi biokimia pada proses
pengolahan daun teh. Senyawa aromatis yang ada secara alamiah pada daun
teh seperti linalool, linalool oksida, geraniol, metil salisilat dan lain sebagainya
memiliki jumlah atau kadar yang lebih sedikit dibandingkan dengan senyawa
aromatis yang tebentuk selama proses pengolahan. Saat ini telah teridentifikasi
sekitar 638 senyawa yang berperan membentuk aroma khas dari teh (Tohawa,
2013).
Sayangnya senyawa volatil pembentuk aroma khas teh tersebut
merupakan senyawa yang mudah menguap. Perlakuan suhu yang cukup tinggi
dan berulang-ulang pada proses evaporasi sirup pancake mampu menguapkan
senyawa-senyawa volatil pembentuk aroma khas pada teh. Sehingga aroma
khas teh tidak lagi tercium dan terkalahkan oleh aroma karamel gula.

40
4.4.2. Kekentalan

Respon panelis terhadap kekentalan dari sirup pancake yang dihasilkan


berada pada skala 2,82 - 3,14 (netral). Rerata kesukaan panelis terhadap tekstur
sirup pancake tertinggi adalah pada konsentrasi daun teh 5% yaitu 3,14 (netral).
Rerata kesukaan panelis terhadap tekstur sirup pancaek terendah adalah pada
sirup pancake tanpa adanya penambahan daun teh, yaitu 2,82 (netral). Hasil uji
oerganoleptik atribut tekstrur dapat dilihat pada Gambar 4.3.

3,2 3,14
3,1

3 2,94 2,94
intensitas

2,9 2,84
2,82
2,8

2,7

2,6
0% 1% 2% 3% 5%
Konsentrasi

Gambar 4.3 Grafik rerata nilai organoleptik kekentalan sirup pancake akibat
penambahan konsentrasi daun teh

Pada friedman test didapati hasil bahwa adanya penambahan konsentrasi


daun teh tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap atribut
kekentalan dari sirup pancake yang dihasilkan. Beberapa kritik dari panelis
menyatakan bahwa kekentalan yang dihasilkan masih terlalu encer.
Kekentalan pada sirup pancake dipengaruhi oleh proses pemanasan yang
dilakukan selama proses pembuatan. Dalam penelitian ini pada proses
evaporasi, semakin lama dan tinggi suhu dan tekanan yang digunakan semakin
banyak air yang diuapkan dan akan semakin banyak gula yang mengikat air
bebas, maka akan semakin tinggi nilai total padatan terlalrutnya, sehingga akan
semakin kental juga sirup yang dihasilkan.
Sirup pancake dibuat mengikuti standart USDA tahun (2012) tentang sirup
maple yang mneyatakan bahwa nilai °Brix dari sirup maple yang dihasilkan
adalah 66-68,9%. Sedangkan menurut standart SNI 3544 (BSN,2013), kadar

41
gula minimal adalah 65%. Sehingga semua sirup pancake yang dihasilkan
memang memiliki keketalan yang tidak jauh berbeda. Dengan kadar °Brix yang
masih dibawah 70%, kekentalan yang dihasilkan masih cukup encer, namun
sudah bisa memenuhi standar yang ada. Adanya penambahan konsentrasi daun
teh pun tidak mempengaruhi tingkat kekentalan dari sirup pancake yang
dihasilkan. Hal ini di sebabkan pada daun teh lebih banyak mengandung bahan
bahan kimia yang membentuk rasa, aroma, dan warna yang khas pada teh
seperti senyawa katekin dalam teh (Tohawa, 2013).

4.4.3. Warna

Hasil uji organoleprik terhadap warna untuk mengetahui tingkat kesukaan


panelis terhadap warna sirup pancake yang dihasilkan dari tiap tiap perlakuan
yang diberikan. Response panelis terhadap warna sirup pancake berada pada
skala 3,24-3.54 (netral). Rerata kesukaan tertinggi panelis terhadap warna
terdapat pada sirup pancake tanpa adanya penambahan daun teh yaitu sebesar
3.54 (netral). Rerata kesukaan terendah terhadap warna terdapat pada sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 3% yaitu 3,24 (netral). Hasil uji
organoleptik pada atribut warna dapat dilihat pada Gambar 4.4.

3,6
3,54
3,55
3,5
3,45 3,42
3,4 3,36 3,36
Intensitas

3,35
3,3
3,24
3,25
3,2
3,15
3,1
3,05
0% 1% 2% 3% 5%
Konsentrasi

Gambar 4.4 Grafik rerata nilai organoleptik warna sirup pancake akibat
penambahan konsentrasi daun teh

42
Pada friedman test didapatkan hasil bahwa adanya penambahan
konsentrasi daun teh tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap
kenampakan warna dari sirup pancake yang dihasilkan. Beberapa kritik dari
panelis warna yang dihasilkan terlalu gelap dan kurang bening.
Warna merupakan salah satu atribut pada suatu produk pangan yang dapat
menarik konsumen melalui indra penglihatan. Warna merupakan komponen
sensoris yang penting, karena warna merupakan aspek yang pertama kali dinilai
oleh konsumen pada saat melihat produk. Menurut winarno (2008), warna
merupakan salah satu aspek yang pertama kali dipertimbangkan konsumen
sebelum mengkonsumsi suatu produk pangan. Sirup pancake yang terkenal
dipasaran merupakan sirup maple yang memiliki kenampakan bening (tidak
keruh) dengan warna kecoklatan.
Adanya penambahan konsentrasi daun teh dapat menggelapkan warna
dari sirup pancake yang dihasilkan. Tingginya senyawa fenol pada daun teh
menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa fenol pada sirup pancake ketika
terkena panas selama proses pengolahan. Oksidasi senyawa fenol ini dapat
menjadi salah satu penyebab warna yang semakin gelap pada sirup pancake.
Senyawa fenol akan teroksidasi membentuk theaflavin dan thearubigin yang
berwarna coklat. Theaflavin akan bereaksi dengan kafein dari daun teh hijau
yang dapat menggelapkan warna dari sirup pancake (Rohdiana, 1999). Pada
daun teh zat warna yang paling berperan adalah klorofil yang memiliki warna
hijau. Warna hijau dari daun teh ketika bercampur dengan warna coklat hasil
pemanasan nira sorgum akan menghasilkan warna coklat tua yang cukup gelap.
Hal ini yang menyebabkan panelis lebih menyukai warna sirup pancake tanpa
adanya penambahan daun teh, karna warna yang dihasilkan adalah warna coklat
keemasan hasil pemanasan gula pada nira sorghum. Selain itu pada produk
berbasis gula, proses pemanasan sangat berpengaruh pada warna yang
dihasilkan. semakin tinggi suhu yang digunakan dan lama proses pemanasan,
kandungan gula pada produk akan mengalami reaksi browning, hal ini
menyebabkan warna yang dihasilkan akan semakin gelap.
Kecerahan warna sirup yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh proses
penjernihan yang dilakukan. Pada penelitian ini, digunakan zeolit sebagai
senyawa penjernih sirup pancake. Semakin banyak zat-zat pengotor yang
terserap oleh zeolit, maka sirup yang dihasilkan akan semakin jernih. Sirup yang
kurang jernih ini, mungkin disesbabkan pada saat pemisahan antara pengotor

43
dan sirup, masih terdapat beberapa endapan pengotor yang terikut, sehingga
hasil akhir dari sirup masih kurang jernih.

4.4.4. Rasa Sirup Pancake

Hasil uji organoleptik ini bertujuan untuk mengetahui daya terima rasa sirup
pancake yang dihasilkan. Response panelis terhadap rasa sirup pancake berada
pada skala 2 – 2,88 (tidak suka-netral). Rerata kesukaan panelis terhadap rasa
sirup tertinggi terdapat pada sirup pancake tanpa adanya penambahan daun teh,
yaitu 2.88 (netral). Sedangkan rerata kesukaan panelis terhadap rasa sirup
pancake terendah terdapat pada sirup panca dengan penambahan daun teh 3%,
yaitu 2,08 (tidak suka). Hasil uji organoleptik terhadap atribut rasa ini dapat dilihat
pada Gambar 4.5.

3,5
2,88 a
3
2,58ab
2,5 2,32c 2,26c
2,08c
Intensitas

1,5

0,5

0
0% 1% 2% 3% 5%
Konsentrasi

Gambar 4.5 Grafik rerata nilai organoleptik rasa sirup pancake akibat
penambahan konsentrasi daun teh

Pada friedman test didapati bahwa adanya penambahan konsentrasi daun


teh memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap rasa sirup pancake
yang dihasilkan. Sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut berganda. Hasil dari uji
lanjut berganda menyatakan bahwa response panelis terhadap rasa sirup
pancake tanpa adanya penambahan daun teh berbeda nyata dengan rasa sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 1-3%, namun tidak berbeda nyata dengan
sirup pancake berkonsentrasi daun teh 5%.

44
Menurut pendapat beberapa panelis menyatakan bahwa sekalipun aroma
dan warna yang ditimbulkan gula karamel, namun rasa yang ditimbulkan justru
asam. Karakteristik rasa dari suatu produk makanan merupakan salah satu faktor
utama penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Penginderaan rasa
terbagi atas empat, yaitu manis, asin, pahit dan asam. Menurut Winarno (2004),
penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yang terkandung pada
produk tersebut.
Pada nira sorgum mengandung asam akonitat sebesar 0,56%. Jumlah ini
lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan nira tebu. Kemungkinan Asam
akonitat ini penyumbang rasa asam dari sirup pancake yang dihasilkan. Pada
industri berbasi gula, proses penjernihan nira biasanya menggunakan susu kapur
(MOL). Adanya penambahan MOL ini mampu mengubah lingkungan asam dari
nira menjadi lebih basa (Eggleston et al., 2002). Namun pada penelitian ini,
adsorben yang digunakan pada proses penjernihan adalah zeolit. Zeolit biasa
digunakan untuk menjernihkan produk pangan berbasis air. Menurut penelitian
penjernihan pada nira aren yang dilakukan oleh Arifiandina, et al (2014), zeolit
mampu menjernihkan nira paling baik dibanding adsorben lain seperti bentonin
dan karbon aktif. Zeolit mampu menyerap zat-zat pengotor seperti mineral,
protein, pati, dan lemak, sehingga kandungan asam dari nira tidak terserap. Hal
ini menjadi salah satu penyebab timbulnya rasa asam dari sirup pancake yang di
hasilkan.
Rasa asam yang dihasilkan juga mungkin berasal dari fermentasi yang
terjadi pada nira selama proses penyimpanan sebelum diolah menjadi sirup
pancake. Umumnya nira mentah sudah mengandung mikroba berupa ragi
maupun bakteri yang berasal dari udara bebas maupun alat penggilingnya.
Bakteri akan mengubah gula yang terkandung pada nira menjadi asam. Proses
fermentasi nira sudah dapat berlangsung dalam hitungan jam, sehingga jika
dibiarkan terus menerus akan semakin banyak bakteri yang tumbuh dan akan
membentuk asam asam organic, seperti asam asetat (Mussa, 2014). Tingginya
kandungan gula pada nira sorghum dan kurang sterilnya alat yang digunakan
pada proses penggilingan nira sorghum memungkinkan terjadinya proses
fermentasi nira sorgum yang menghasilkan asam dan menjadi penyebab rasa
asam pada sirup pancake yang dihasilkan.

45
Sedangkan adanya penambahan daun teh sendiri cukup mempengaruhi
rasa dari sirup pancake yang dihasilkan. Teh memiliki rasa pahit yang khas.
Senyawa katekin pada teh merupakan senyawa yang paling berperan untuk
membentuk rasa pahit yang khas pada teh. selain itu selama proses pengolahan
daun teh juga terjadi reaksi-reaksi kimia yang dapat menimbulkan rasa pahit yang
khas dari teh (Tohawa,2013). Penambahan konsentrasi daun teh diharapkan
dapat menambah cita rasa sirup pancake menjadi sedikit pahit. Namun karena
tingginya kandungan asam akonitat (0,56%) dalam nira sorghum dan terjadinya
fermentasi pada nira sorgum selama proses penyimpanan menyebabkan rasa
sirup pancake yang dihasilkan menjadi asam dan pahit dan kurang disukai oleh
konsumen.

4.4.5. Rasa sirup pancake dengan pancake

Pada atribut rasa sirup dengan pancake ini, panelis diminta untuk mencoba
sirup pancake bersama dengan pancake. Hasil uji organoleptik ini bertujuan
untuk mengetahui daya terima rasa sirup pancake saat dikonsumsi bersama
pancake. Response panelis terhadap rasa sirup pancake berada pada skala 2,24
– 3,16 (tidak suka-netral). Rerata kesukaan panelis terhadap rasa sirup tertinggi
terdapat pada sirup pancake tanpa adanya penambahan daun teh, yaitu 3,16
(netral). Sedangkan rerata kesukaan panelis terhadap rasa sirup pancake
terendah terdapat pada sirup panca dengan penambahan daun teh 3%, yaitu
2,24 (tidak suka). Hasil uji organoleptik terhadap atribut rasa ini dapat dilihat pada
Gambar 4.6.

46
3,5 3,16a
3 2,72ab
2,48c 2,44c
2,5 2,24c
intensitas 2

1,5

0,5

0
0% 1% 2% 3% 5%
Konsentrasi

Gambar 4.6 Grafik rerata nilai organoleptik rasa sirup pancake yang disajikan
dengan pancake akibat penambahan konsentrasi daun teh

Pada friedman test didapati bahwa adanya penambahan konsentrasi daun


teh memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap rasa sirup pancake
yang dihasilkan. Sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut berganda. Hasil dari uji
lanjut berganda menyatakan bahwa response panelis terhadap rasa sirup
pancake tanpa adanya penambahan daun teh berbeda nyata dengan rasa sirup
pancake dengan konsentrasi daun teh 1-3%, namun tidak berbeda nyata dengan
sirup pancake berkonsentrasi daun teh 5%.
Menurut pendapat beberapa panelis menyatakan bahwa rasa yang
ditimbulkan asam, namun sedikit tertutupi oleh rasa manis dari pancake.
Karakteristik rasa dari suatu produk makanan merupakan salah satu faktor utama
penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Penginderaan rasa terbagi
atas empat, yaitu manis, asin, pahit dan asam. Menurut Winarno (2004),
penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu,
konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yang terkandung pada
produk tersebut.
Rasa asam yang dihasilkan mungkin berasal dari fermentasi yang terjadi
pada nira selama proses penyimpanan sebelum diolah menjadi sirup pancake.
Umumnya nira mentah sudah mengandung mikroba berupa ragi maupun bakteri
yang berasal dari udara bebas maupun alat penggilingnya. Bakteri akan
mengubah gula yang terkandung pada nira menjadi asam. Proses fermentasi
nira sudah dapat berlangsung dalam hitungan jam, sehingga jika dibiarkan terus

47
menerus akan semakin banyak bakteri yang tumbuh dan akan membentuk asam
asam organic, seperti asam asetat (Mussa, 2014). Tingginya kandungan gula
pada nira sorghum dan kurang sterilnya alat yang digunakan pada proses
penggilingan nira sorghum memungkinkan terjadinya proses fermentasi nira
sorgum yang menghasilkan asam dan menjadi penyebab rasa asam pada sirup
pancake yang dihasilkan.
Selain itu pada nira sorgum mengandung asam akonitat sebesar 0.56%.
Jumlah ini lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan nira tebu. Kemungkinan
Asam akonitat ini penyumbang rasa asam dari sirup pancake yang dihasilkan.
Pada industri berbasi gula, proses penjernihan nira biasanya menggunakan susu
kapur (MOL). Adanya penambahan MOL ini mampu mengubah lingkungan asam
dari nira menjadi lebih basa (Eggleston et al., 2002). Namun pada penelitian ini,
adsorben yang digunakan pada proses penjernihan adalah zeolit. Zeolit biasa
digunakan untuk menjernihkan produk pangan berbasis air. Menurut penelitian
penjernihan pada nira aren yang dilakukan oleh Arifiandina, et al (2014), zeolit
mampu menjernihkan nira paling baik dibanding adsorben lain seperti bentonin
dan karbon aktif. Zeolit mampu menyerap zat-zat pengotor seperti mineral,
protein, pati, dan lemak, sehingga kandungan asam dari nira tidak terserap. Hal
ini menjadi salah satu penyebab timbulnya rasa asam dari sirup pancake yang di
hasilkan.
Sedangkan adanya penambahan daun teh sendiri cukup mempengaruhi
rasa dari sirup pancake yang dihasilkan. Teh memiliki rasa pahit yang khas.
Senyawa katekin pada teh merupakan senyawa yang paling berperan untuk
membentuk rasa pahit yang khas pada teh. selain itu selama proses pengolahan
daun teh juga terjadi reaksi-reaksi kimia yang dapat menimbulkan rasa pahit yang
khas dari teh (Tohawa,2013). Penambahan konsentrasi daun teh diharapkan
dapat menambah cita rasa sirup pancake menjadi sedikit pahit. Namun karena
tingginya kandungan asam akonitat hingga mencapai 0,56% dalam nira sorghum
dan terjadinya proses fermentasi selama proses penyimpanan nira sorgum,
menyebabkan rasa sirup pancake yang dihasilkan menjadi asam dan pahit dan
kurang disukai oleh konsumen.

48
4.5. Perlakuan Terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik sirup pancake dengan penambahan konsentrasi
daun teh menggunakan “Multiple Atribute” dalam Zeleny (1982). Metode ini
bertujuan untuk membantu mengembangkan kepercayaan dalam mengambil
suatu keputusan (Agustawa, 2012). Penentuan perlakuan terbaik produk sirup
pancake ditentukan atas dasar pembobotan karakteristik fisik, kimia dan
organoleptik. Parameter fisik yang digunakan adalah nilai °brix, viskositas dan
warna (L, a, b). Parameter kimia yang digunakan adaln total senyawa fenol, dan
aktivitas antioksidan. Sedangkan untuk parameter organoleptik yang digunakan
untuk menentukan perlakuan terbaik adalah aroma, tekstur, warna, dan rasa baik
sirup tanpa pancake, maupun sirup ketika dikonsumsi bersama pancake.
Pemilihan parameter berdasarkan nilai pengharapan yang terbaik dapat dilihat
pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Pemilihan Parameter Sirup Pancake dengan Penambahan


Konsentrasi Daun Teh Berdasarkan Nilai Pengharapan Terbaik
Parameter Nilai Pengharapan
Nilai °brix Tertinggi
Viskositas Tertinggi
Kecerahan (l) Tertinggi
Kemerahan (a) Terendah
Kekuningan (b) Tertinggi
Total Senyawa Fenol Tertinggi
Aktivitas Antioksidan Terendah
Aroma Tertinggi
Tekstur Tertinggi
Warna Tertinggi
Rasa Tanpa Pancake Tertinggi
Rasa Dengan Pancake Tertinggi

Berdasarkan hasil perhitungan nilai perlakuan terbaik (dapat dilihat pada


lampiran 4), didapatkan sirup pancake terbaik dengan konsentrasi daun teh 5%.
Karakteristik kimia, fisik dan organoleptik dapat dilihat pada tabel 4.10

49
Tabel 4.10 Hasil Perlakuan Terbaik
Parameter Nilai Pengharapan
Nilai °brix (%) 66,3
Viskositas (cp) 23,5
Kecerahan (L) 24,85
Kemerahan (a) -0,98
Kekuningan (b) 3,95
Total Senyawa Fenol (mg GAE/100g) 4757,63
Aktivitas Antioksidan (ppm) 138,69
Aroma 2,88
Tekstur 3,14
Warna 3,42
Rasa Tanpa Pancake 2,58
Rasa Dengan Pancake 2,72

Pada hasil analisa tabel di atas, nilai °brix dari sirup sudah memenuhi
standar USDA tahun (2015) tentang sirup maple. Warna yang dihasilkan pun
kuning keemasan dan bening seperti sirup maple yang ada dipasaran. Selain itu
sirup pancake dengan penambahan konsentrasi daun teh 5% memiliki
kandungan senyawa fenol dan aktivitas antioksidan yang tertinggi. Sirup pancake
dengan konsentrasi daun teh 5% ini cukup bisa diterima oleh masyarakat dari
aspek aroma, tekstur, warna dan rasa baik tanpa pancake maupun saat
dikonsumsi bersama dengan pancake.

50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
1. Penambahan konsentrasi daun teh berpengaruh nyata (α=5%) terhadap nilai
warna, total senyawa fenol, aktivitas antioksidan dan parameter organoleptik
atribut rasa.
2. Perlakuan terbaik terdapat pada sirp pancake dengan penambahan
konsentrasi daun teh 5% berdasarkan parameter fisik, kimia, dan
organoleptik. Karakteristik fisik sirup pancake terbaik memiliki nilai °brix
66,3%, viskositas 23,5, warna kecerahan 24,85, kemerahan (a) -0,98, dan
kekuningan (b) 3,95. Sedangkan karakteristik kimia sirup pancake terbaik
memiliki total senyawa feno sebesar 4757,63 mg GAE/100g dan nilai IC50
aktivitas antioksidan sebesar 138,69 ppm. Karakteristik organoleptik sirup
pancake dengan konsentrasi 5% secara aroma, tekstur, warna, dan rasa
cukup bisa di terima oleh masyarakat.

5.2. Saran

Sebaiknya pengolahan nira sorgum segera di lakukan setelah proses


penggilingan untuk mencegah proses fermentasi dari nira selama proses
penyimpanan yang dapat menghasilkan rasa asam. Selain itu mungkin dapat
ditambahkan senyawa lain untuk menetralkan rasa asam dari sirup pancake,
sehingga produk sirup lebih mudah diterima oleh masyarakat.

51
DAFTAR PUSTAKA

ABB. 2016. pH/ORP Measurement – Sugar mill liming process. ABB Inc.
Process Automaton: Warminster
Akuba, R.H. 2004. Profil Aren/Pengembangan Tanaman Aren. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain: Prosiding Seminar Nasional Aren
Tondano. hal 3-4

Amelia R. Sudomo P, dan Widarsi L. 2012. Perbandingan Uji Efektivitas Ekstrak


Teh Hijau (Camelia sinensis) Sebagai Anti Bakteri Straphlococcus
Aureus dan Escherichia coli secara in Vitro. Jurnal Kedokteran UPN
“Veteran” Jakarta; 23(4): 177-182

Anonim. 2012. Brix. http://tech.groups.yahoo.com Diakses tanggal 20 Maret 2018

Anwar D A, Supartinah A, dan Handajani J. 2007. Efek Kumur Ekstrak Teh Hijau
(Camelia sinensis) terhadap Derajat Keasaman dan Volume Saliva
Penderita Gingvitis. Indonesian Journal of Dentistry; 14(1): 22-26

Apriwinda. 2013. Studi Fermentasi Nira Batang Sorgum Manis (Sorghum


Bicolor (L) Moench) Untuk Produksi Etanol. Skripsi. Universitas
Hasanuddin: Makassar

Archana S, and Abraham J. 2011. Comparative Analysis of Antmicrobial


Activity of Leaf Extract from Fresh Green Tea, Commercial Green Tea
and Black Tea on Pathogens. Journal of Appied Pharmaceutical Science;
1(8): 149-152

Arifiandina, Yanuanda, Susinggih W, dan Arie F.M. 2014. Pengaruh


Penambahan Adsorben Terhadap Kualitas Gula Palma Sirup Berbahan
Baku Nira Aren (Kajian Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Adsorben
yang Ditambahkan). Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang

Badan Standarisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 3544.
Sirup. Dea Standarisasi Indonesia. Jakarta

Bambang E.T, dan Juaniaty T. 2012. Mengenal 4 Macam Jenis Teh. Homepage
of Balai Penelitian Tanamn Industri dan Penyegar.
http://balittri.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 20 february 2018

52
Biswas, K.P. 2006. Description of Tea Plant. In: Encyclopedia of Medicinal
Plants. Dominant Publishers and Distributors : New Delhi

Brenan, J.G. 2006. Evaporation Dehydration. In:Food Processing Handbook.


Brenan, J.G (ed) Wiley-VCH Verlarg GmbH & Co.KgaA, Weinheim

Buckle, K.A., Edwards R.A., Fleet G.H., and Wootton M. 2009. Food Science.
Purnomo, H., dan Adiono, (penerjemah); 2010. Ilmu Pangan, Jakarta: UI
Press

Cabera C. Artacho R. and Gimenez R. 2006. Beneficial Effects of Green Tea.


Journal of the Americal College of Nutrition; 25(2): 79-99

Departemen of Natural Resources And The Environment. 2007. Maple Syrup.


University of Conecticut

De Wet, J.M.J., Harlan, J.R., and Price E.G. 1970. Origin of Variability in the
Spontanea Complex of Sorghum bicolor. American Journal of Botany vol
57, No 6

Du Plessis, J. 2008. Sorghum production. Republic of South Africa Department


of Agriculture. http://www.nda.agric.za/publications. Diakses pada 18
februari 2018
Eggleston, Gillian, Adrian M, and Blaine E. Ogier. 2002. Sugarcane Factory
Performance of Cold, Intermediate, and Hot Lime Clarification Process.
New Orleans: USDA-ARS-Southern Regional Research Center & Cora
Texas Manufacturing Co
Eldien, Waleed N, Elham H.M., Ahmed S, and Mortada H.E.A. Evaluation and
Optimization of Hot Liming Process in Kenana Sugar Factory, White
Nile State, Sudan. International Journal of Scientific and Research
Publications Volume 7, Issue 4, April 2017
Felix M. 2010. Kepraktisan Ekstrak Teh Hijau. Foodreview Indonesia; 5(1): 44

Foster S. 2002. Green Tea (Camellia sinensis). Alternative Medicine


Reviewmonograph. http://www/thome/com. Diakses pada 20 february 2018

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology. Principle and Practice.


Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC

53
Gramza, A., Korezak, J. and Amarowicz, R. 2005. Tea Polyphenols – Their
Antioxidant Properties and Biological Activity – A Review. Pol. J. Food
Nutr. http://www.journal.pan.olsztyn.pl. Diakses pada 20 februari 2018

Handajani J. 2002. Daya Imunomdulasi Daun Teh Hjau (Camelia sinensis).


Majalah Ilmu Kedokteran Gigi Indonesia

Khomsan A. 2003. Teh Sup Kimiawi Sumber Anioksidan.


http://www.depkes.go.id.htm. Diakses pada 20 februari 2018

Mahendradatta M. 2007. Pangan Aman dan Sehat, Prasyarat Kebutuhan


Mutlak Sehari-hari. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin: Makasar

Mahmood, T,M Akhtar, N., and Khan, B.A. 2010. The Morphology,
Characteristic, and Medicinal Properties of Camelia Sinensis’ Tea.
Journal of Medicinal Plants Research.

Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-


hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songklanakarin J.
Sci. Technol., vol 26. No.2. hlm 212-217

Muchtadi, D. 2013. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Alfabeta:


Bandung

Mussa R. 2014. Kajian Tentang Lama Fermentasi Nira Aren (Arenga Pinnata)
Terhadap kelimpahan Mikroba dan Kualitas Organoleptik Tuak. Jurnal
Program Studi Pendidikan Biologi. Biopendix, 1 (1): 54-55

Noerhartati,E. 2012. Teknologi Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Komoditi


Gandum dan Sorgum. Makalah Pertemuan Koordinasi Pengembangan
Panfan Alternatif. Dinas Pertanian Pemertintah Propinsi Jawa Timur. 11 April
2012. Surabaya

Noerhatati E dan Rahayuningsih T. 2010. Karakterisasi Gula Cair Batang


Sorgum (Sorgum sp.). Jurnal. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma

Nurdyastuti,I. 2008. Prospek Pengembangan Bioufel sebagai subtitusi bahan


bakar minyak. http://www.sinarharapan.com. Diakses pada 18 februari
2018

54
Prakash A. 2001. Antioxidant Activity, Medallion Laboratories Analytical
Progress, vol. 19, No.2

Pujar M, Patil C, and Kaam A. 2011. Comparison Of Antimicrobial Efficacy Of


Triphala, (GTP) Green Tea Polyphenols and 3% of Sodium Hypochlorite
on Enterococcus Feacalisbiofilms Fomed on Tooth Substrate in vitro.
Int Oral Health Jounal; hal 3

Rahardjo, J. T. M. 1998. Uji Inderawi. Penerbit Universitas Jenderal Soedirman:


Purwokerto

Rohdiana D. 1999. Evaluasi Kandungan Theaflavin dan Thearubigin Pada Teh


Kering Dalam Kemasan. Jurnal JKTI, Vol. 9: 1-2

Ross, I.A. 2005. Tea Common Names and Its Uses. In: Medicinal Plants of the
World 3rd vol. Humana Press: New Jersey

Sumarni., Djoko S.D., Mahyuddin S., dan Hermanto. 2013. Sorgum: Inovasi
Teknologi dan Pengembangan. IAARD Press: Jakarta

Sayuti K, dan Rina Y. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Andalas University
Press: Padang

Tamat, S.R.,T. Wikanta dan Maulina L.S. 2007. Aktivitas Antioksidan dan
Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva
Reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5(1): 31-36

Tohawa J. 2013. Kandungan Senyawa Kimia Pada Tanaman Teh (Camelia


Sinensis). Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume
19 Nomor 3, Desember 2013

Triyem. 2010. Antivitas Antioksidan dari Kulit Batang Manggis Hutan


(Garcinia cf. bacana Miq). Universitas Indonesia : Jakarta

Tuminah, S. 2004. Teh [Camelia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] Sebagai
Salah Satu Sumber Antioksidan. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran

United States Departement of Agriculture. 2015. United States Standards for


Grades of Maple Syrup. United States Departement of Agriculture, United
State

55
United States Departement of Agriculture. 2016. National Nutrient Database for
standard Reference. Basic report 19353, syrups, maple. United States
Departement of Agriculture, United State

United States Departement of Agriculture. 2016. National Nutrient Database for


standard Reference. Basic report 14278, Beverages, tea, green, brewed,
regular. United States Departement of Agriculture, United State

Watanabe I., Kuriyama S, Kakizaki M, Sone T, Ohmori M.K., Nakaya N, Hozzawa


A, and Tsuji I. 2009. Green Tea and Death from Pneumonia in Japan: The
Ohsaki Cohort Study. Am J Clin Nutr. http://www/ajcn.org diakses pada 20
february 2018

Widyaningrum N. 2013. Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) pada Daun Teh


Hijau Sebagai Anti Jerawat. Majalah Farmasi dan Farmakologi; 17(3): 95

Winarno, F. G. 2008. Pangan, Enzim dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia


Utama

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius: Yogyakarta

Xu X, Zhou DX, and Wu CD. 2011 The Tea Catechin Epigullocatechin Galate
Suppresses Cariogenic Virulence Factor of Streptococcus Mutans.
ASM [serial online]. Maret 2011; 3(55). Http://acc.asm.org. Diakses pada 20
februari 2018

Zeleny, M. 1992. Multiple Kriteria Decision Marketing. Mc Graw-Hill. Newyork

56

Anda mungkin juga menyukai