Anda di halaman 1dari 93

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN TERHADAP EKSTRAK NON POLAR,


SEMI POLAR, DAN POLAR DARI DAUN SUNGKAI

SKRIPSI

Oleh :

ANISA FITRIA
NIM : 1704118

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2021
2
Allah akan meninggikan orang-orang yang
BerimanDiantara kamu dan orang-orang yang
diberikan Pengetahuan beberapa derjat
( Al- Zuran Surat Al Mujaddalah : 11 )

Puji Syukur ke Hadhirat Allah SWT yang telah mengaruniaku Hidayah yang
berlimpah, Shalawat dan Salam dikirim untuk Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan jalan lurus lagi terang berderang dengan cahaya ilmu bagi
umatnya.

Dengan hati yang tulus ku persembahkan karya ini sebagai pertanda bakti dan
ungkapan terimakasih yang tulus kepada ibu (Zuarni N), ayah (Zubir DJ)
Terimakasih atas segala kasih sayang, do’a pijaran semangat darimu, menerangi
setiap langkahku dalam menulusuri lanjutan perjalanan untuk menggapai sebuah
cita-cita.

Teruntuk kak Rini, kak Linda, kak Wely, kak Pipit, bg Dady, kak Leli, bg
Hardy, dan untuk adik tercinta (Nadia), terimakasih atas segala
dukungan, canda tawa, dan semangat yang kalian beri selama
penyelesaian skripsi ini. Terimakasih telah membuat warna dalam
kehangatan keluarga.

Teruntuk semua dosen dan staf Universitas Perintis Indonesia Padang, terimakasih untuk
ilmu yang sangat berarti semoga berguna di masa depan. Teristimewa kepada ibu apt.
Verawati, M. Farm dan Bapak Sandra Tri Juli Fendri, M. Si yang telah membimbing
dengan penuh kesabaran, yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran sehingga
sampai di titik ini, serta ibu Dr. apt. Ifmaily, S. Si, M. Kes sebagai pembimbing
akademik yang sudah membantu, membimbing serta menasehati penulis selama ini.

Dan juga kuucapkan terimakasih kepada Roslina, Cahnia, Rizka, kak Tika,
Monica, Saudara Squad, dan seluruh rekan-rekan farmasi 2017, dan semua
teman- teman yang tak bisa disebutkan namanya satu – persatu atas
dukungan, bantuan dan keikhlasannya. Semoga teman- teman sukses untuk
ke tahap selanjutnya dan selalu di bawah lindungan Allah SWT.

Teruntuk seluruh teman-teman ZEVIGA 17 terimakasih untuk memori yang


kita rajut setiap harinya, atas tawa yang setiap hari kita lewati, atas
solidaritas yang kita miliki. Sehingga selama perjalanan menempuh
pendidikan S1 ini menjadi lebih berarti.

By : Anisa Fitria, S. Farm

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

EKSTRAK NON POLAR, SEMI POLAR DAN POLAR DARI DAUN

SUNGKAI”. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

program studi S1 Farmasi di Universitas Perintis Indonesia.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari do’a, bantuan, dan bimbingan

serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

dengan senang hati menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tak

terhingga kepada :

1. Bapak (Alm) Prof. Dr. apt. Elfi Sahlan Ben, M. Farm, selaku Rektor

Universitas Perintis Indonesia.

2. Ibuk Dr. apt. Eka Fitrianda, M. Farm, selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Perintis Indonesia.

3. Ibuk apt. Revi Yenti, M. Si, selaku Ketua Prodi S1 Farmasi Universitas Perintis

Indonesia.

4. Ibuk apt. Verawati, M. Farm, selaku pembimbing I dan Bapak Sandra Tri Juli

Fendri, M. Si selaku pembimbing II, yang telah membimbing penulis dengan

penuh perhatian dan kesabaran serta meluangkan waktu untuk memberikan

petunjuk, arahan, dan nasehat dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi ini.

ii
5. Ibuk Dr. apt. Ifmaily, S. Si, M. Kes, selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan nasehat dalam kegiatan akademik yang diberikan

selama ini.

6. Bapak/Ibuk Dosen yang telah mendidik dan mencurahkan ilmu kepada penulis

dan Staf Karyawan/Karyawati serta Analis Labor Program Studi S1 Farmasi

Universitas Perintis Indonesia.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada

kita semua. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan

menjadi sumbangan yang bernilai bagi ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita

semua.

Padang, 27 Januari 2021

Penulis

iii
ABSTRAK

Sungkai (Peronema canescens Jack) merupakan salah satu tumbuhan obat


yang memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
karakteristik dan aktivitas antioksidan dari ekstrak non polar, semi polar dan
polar daun sungkai. Ekstraksi menggunakan metode maserasi bertingkat dengan
cairan penyari hexan, etil asetat dan metanol. Karakterisasi ekstrak non polar,
semi polar dan polar daun sungkai diperoleh susut pengeringan sebesar 5,279 %;
6,68 %; 9,66 %, dan kadar abu sebesar 0,287 %, 0,455 %, 3,605 %. Penentuan
kandungan kimia dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Hasil uji
kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa eluen n-hexan : etil asetat dengan
perbandingan (8 : 2) cocok untuk pemisahan senyawa terpenoid dan steroid pada
ekstrak non polar. Eluen etil asetat : n-hexan dengan perbandingan (6 : 4) cocok
untuk memisahkan senyawa terpenoid, steroid dan fenol yang terdapat pada
ekstrak semi polar, dan eluen etil asetat : metanol : asam asetat dengan
perbandingan (8 : 1,5 : 0,5) cocok untuk memisahkan senyawa fenol, terpenoid
dan steroid pada ekstrak polar. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode DPPH
dan didapatkan hasil ekstrak polar memiliki aktivitas antioksidan tertinggi
dibandingkan ekstrak semi polar dan non polar daun sungkai. Nilai IC50 ekstrak
non polar, semi polar dan polar daun sungkai adalah 410,959 μg/ml, 291,430
μg/ml dan 55,473 μg/ml. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak non polar
mengandung senyawa terpenoid dan steroid dan memiliki aktivitas antioksidan
paling lemah. Ekstrak semi polar mengandung senyawa terpenoid, steroid dan
fenol dengan aktivitas antioksidan lemah. Ekstrak polar daun sungkai
mengandung senyawa fenol, dan steroid dengan aktivitas antioksidan kuat.

Kata kunci : Sungkai (Peronema canescens Jack), Ekstrak, Antioksidan, KLT

iv
ABSTRACT

Sungkai (Peronema canescens Jack) is a medicinal plant that has


antioxidant activity. This study aims to determine the characteristics and
antioxidant activity of non-polar, semi-polar and polar extracts of sungkai leaves.
The extraction used a multilevel maceration method with hexan, ethyl acetate and
methanol extractors. Characterization of non polar, semi polar and polar extracts
of sungkai leaves resulted in a drying loss of 5,279%; 6,68%; 9,66%, and the ash
content of 0,287%, 0,455%, 3,605%. Determination of chemical content was
carried out using the Thin Layer Chromatography method. The results of the thin
layer chromatography test showed that the n-hexan : ethyl acetate eluent with a
ratio (8 : 2) was suitable for separating terpenoids and steroids in non-polar
extracts. Eluene ethyl acetate : n-hexan in the ratio (6 : 4) suitable for separating
terpenoid, steroid and phenol compounds contained in semi-polar extracts, and
ethyl acetate : methanol : acetic acid eluent in the ratio (8 : 1.5 : 0.5) suitable for
separating phenol, terpenoid and steroid compounds in polar extract. The
antioxidant activity was tested by the DPPH method and the results showed that
the polar extract had the highest antioxidant activity compared to the semi-polar
and non-polar extracts of sungkai leaves. The IC50 values of non-polar, semi-
polar, and polar extracts of sungkai leaves were 410,959 μg / ml, 291,430 μg / ml
and 55,473 μg / ml. So it can be concluded that non polar extract contains
terpenoid and steroid compounds and has the weakest antioxidant activity. Semi-
polar extract contains terpenoid compounds, steroids and phenols with weak
antioxidant activity. The polar extract of sungkai leaves contains phenolic
compounds, and steroids with strong antioxidant activity.

Keywords : Sungkai (Peronema canescens Jack), Extracts, Antioxidants, TLC

v
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Tinjauan Umum Peronema canescens Jack .............................................. 4
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan ...................................................................... 4
2.1.2 Morfologi dan Distribusi Tanaman .................................................. 4
2.1.3 Kegunaan Secara Tradisional dan Aktivitas Farmakologi
Yang Telah Diteliti .......................................................................... 5
2.1.4 Kandungan Kimia ............................................................................ 6
2.2 Tinjauan Umum ......................................................................................... 7
2.2.1 Ekstrak ............................................................................................. 7
2.2.2 Metode Ekstraksi ............................................................................. 8
2.2.3 Parameter Evaluasi Ekstrak ............................................................. 10
2.2.3.1 Parameter Non Spesifik ....................................................... 10
2.2.3.2 Parameter Spesifik ............................................................... 13
2.2.3.3 Uji Kandungan Kimia .......................................................... 14
2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................................... 15
2.4 Radikal Bebas, Oksidan, dan Antioksidan ................................................. 16
2.4.1 Radikal Bebas .................................................................................. 16
2.4.2 Oksidan ............................................................................................ 16
2.4.3 Antioksidan ...................................................................................... 17
2.5 Radikal DPPH ............................................................................................ 18
2.6 Spektrofotometer UV-Vis .......................................................................... 20
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 24
3.2.1 Alat ................................................................................................... 24
3.2.2 Bahan ............................................................................................... 24
3.3 Prosedur Kerja............................................................................................ 24
3.3.1 Pengambilan Sampel ........................................................................ 24
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ..................................................................... 25
3.3.3 Penyiapan Sampel ............................................................................ 25
3.4 Pembuatan Ekstrak ..................................................................................... 25

vi
3.5 Evaluasi Ekstrak ......................................................................................... 26
3.5.1 Pemeriksaan Organoleptis................................................................ 26
3.5.2 Penentuan Rendemen ....................................................................... 26
3.5.3 Susut Pengeringan ............................................................................ 26
3.5.4 Kadar Abu ........................................................................................ 27
3.5.5 Pembuatan Reagen Kromatografi Lapis Tipis ................................. 27
3.5.6 Uji Kromatografi Lapis Tipis........................................................... 27
3.5.6.1 Uji Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan Eluen
N-Hexan : Etil Asetat dengan Perbandingan (8 : 2) ............ 27
3.5.6.2 Uji Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan Eluen
Etil Asetat : N-Hexan dengan Perbandingan (6 : 4) ............ 28
3.5.6.3 Uji Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan Eluen
Etil Asetat : Metanol : Asam Asetat dengan
Perbandingan (8 : 1,5 : 0,5).................................................. 29
3.6 Pembuatan Larutan..................................................................................... 29
3.6.1 Pembuatan Larutan Induk DPPH 35 .................................... 29
3.6.2 Pembuatan Larutan Induk Asam Galat 500 .......................... 30
3.6.3 Pembuatan Larutan Sampel ............................................................. 30
3.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH .......................... 30
3.7.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
DPPH .............................................................................. 30
3.7.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat ................... 30
3.7.3 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Sungkai ................ 31
3.7.3.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar
Daun sungkai ....................................................................... 31
3.7.3.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar
Daun Sungkai ....................................................................... 31
3.7.3.3 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar
Daun Sungkai ....................................................................... 32
3.8 Analisa Data ............................................................................................... 33
3.8.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan ..................................................... 33
3.8.2 Penentuan Nilai IC50 ........................................................................ 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 34
4.1 Hasil ........................................................................................................... 34
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 36
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 48
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 48
5.2 Saran........................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49
LAMPIRAN .................................................................................................... 53

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Tumbuhan Sungkai (Peronema canescens Jack) ...................................... 53
2. Hasil Identifikasi Sungkai (Peronema canescens Jack) ........................... 54
3. Prosedur Kerja Penyiapan Sampel Daun P. canescens Jack ................... 55
4. Prosedur Kerja Ekstraksi Daun P. canescens Jack .................................. 56
5. Prosedur Kerja Evaluasi Ekstrak Daun P. canescens Jack ...................... 57
6. Hasil Evaluasi Ekstrak Non Polar, Semi Polar dan Polar
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) .............................................. 58
7. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Non Polar
Daun Sungkai dengan Eluen N-Hexan : Etil Asetat (8 : 2) ...................... 61
8. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Semi Polar
Daun Sungkai dengan Eluen Etil Asetat : N-Hexan (6 : 4) ...................... 62
9. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Polar
Daun Sungkai dengan Eluen Etil Asetat : Metanol : Asam Asetat
(8 : 1,5 : 0,5) .............................................................................................. 63
10. Prosedur Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
DPPH 35 μg/ml ......................................................................................... 64
11. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat ............. 65
12. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar
Daun Sungkai ............................................................................................ 66
13. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar
Daun Sungkai ............................................................................................ 67
14. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar
Daun Sungkai ............................................................................................ 68
15. Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH 35 μg/ml ...................... 69
16. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat ................... 70
17. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Sampel ....................................... 72
18. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Sampel (Lanjutan) ..................... 74
19. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Sampel (Lanjutan) ..................... 76
20. Kesetaraan Aktivitas Antioksidan dengan Pembanding ........................... 78
21. Dokumentasi Penelitian ............................................................................ 79
22. Dokumentasi Penelitian (Lanjutan) .......................................................... 80

viii
DAFTAR TABEL

TABEL Halaman
1. Tingkat Kekuatan Antioksidan Dengan Metode DPPH ........................... 20
2. Nilai Rf Ekstrak Non Polar Daun Sungkai (Peronema
canescens Jack) dengan Eluen N-Hexan : Etil Asetat (8 : 2) ................... 41
3. Nilai Rf Ekstrak Semi Polar Daun Sungkai (Peronema
canescens Jack) dengan Eluen Etil Asetat : N-Hexan (6 : 4).................... 42
4. Nilai Rf Ekstrak Polar Daun Sungkai (Peronema
canescens Jack) dengan Eluen Etil Asetat : Metanol :
Asam Asetat (8 : 1,5 : 0,5) ........................................................................ 43
5. Nilai IC50 Asam Galat, Ekstrak Non Polar, Ekstrak Semi Polar,
Ekstrak Polar Daun Sungkai ..................................................................... 45
6. Hasil Evaluasi Organoleptis Ekstrak Non Polar,
Semi Polar, dan Polar Daun Sungkai (Peronema camescens Jack).......... 58
7. Hasil Rendemen Ekstrak Non Polar, Semi polar dan Polar
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) .............................................. 58
8. Hasil Susut pengeringan Ekstrak Non Polar, Semi Polar,
dan Polar Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) .............................. 59
9. Hasil Perhitungan Kadra Abu Ekstrak Non Polar, Semi
Polar dan Polar Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) ..................... 60
10. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Asam Galat ................................ 70
11. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Non Polar Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) ............................. 72
12. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Semi Polar Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) ............................ 74
13. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) .............................................. 76
14. Kesetaraan Aktivitas Antioksidan dengan Pembanding ........................... 78

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Struktur DPPH .......................................................................................... 18
2. Reduksi DPPH oleh senyawa Antioksidan ............................................... 19
3. Konfigurasi Dasar dari Spektrofotometer UV-Vis ................................... 21
4. Tumbuhan Sungkai (Peronema canescens Jack) ...................................... 53
5. Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) .............................................. 53
6. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan Sungkai (Peronema
canescens Jack) di Herbarium Universitas Andalas ................................. 54
7. Prosedur Penyiapan Sampel ...................................................................... 55
8. Prosedur Ekstraksi Daun P. canescens Jack ............................................. 56
9. Prosedur Evaluasi Ekstrak Daun P. canescens Jack ................................ 57
10. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Non Polar dengan
Eluen N-Hexan : Etil Asetat (8 : 2) ........................................................... 61
11. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Semi Polar dengan
Eluen Etil Asetat : N-Hexan (6 : 4) ........................................................... 62
12. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Polar dengan
Eluen Etil Asetat : Metanol : Asam Asetat (8 : 1,5 : 0,5) ......................... 63
13. Prosedur Penentuan panjang Gelombang Serapan Maksimum
DPPH 35 μg/ml ......................................................................................... 64
14. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat. ........... 65
15. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar
Daun Sungkai ............................................................................................ 66
16. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar
Daun Sungkai ............................................................................................ 67
17. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar
Daun Sungkai ............................................................................................ 68
18. Hasil panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH 35 μg/ml ............. 69
19. Kurva Kalibrasi Antioksidan Asam Galat ................................................ 70
20. Kurva Kalibrasi Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun Sungkai .............. 72
21. Kurva Kalibrasi Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun Sungkai ............. 74
22. Kurva Kalibrasi Antioksidan Ekstrak Polar Daun Sungkai ...................... 76
23. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan Pembanding Asam Galat ................. 79
24. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun
Sungkai ..................................................................................................... 79
25. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun
Sungkai ..................................................................................................... 80
26. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar Daun Sungkai............ 80

x
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radikal bebas merupakan molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif. Hal

ini disebabkan karena adanya elektron tidak berpasangan yang terdapat pada orbit

terluarnya, sehingga radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya

untuk memperoleh pasangan elektronnya dan menjadi stabil (Irianti dkk, 2017).

Radikal bebas pada konsentrasi yang tinggi dapat menghasilkan stress oksidatif

yang menyebabkan kerusakan struktur sel, termasuk kerusakan lipid, protein dan

DNA. Adanya radikal bebas dalam tubuh menjadi penyebab dari berbagai

penyakit kronis dan degeneratif (Pham-Huy, 2008).

Kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dapat di hambat

oleh senyawa antioksidan. Antioksidan dapat diperoleh secara alami maupun

sintetik. Antioksidan alami dapat diperoleh dari tanaman, seperti vitamin C,

vitamin E, beta karoten dan polifenol. Sedangkan antioksidan sintetik seperti BHT

(Butil Hidroksi Toluen) dan BHA (Butil Hidroksi Anisol) tidak digunakan lagi

karena dapat menyebabkan karsinogenesis (Choi dkk, 2004). Hal inilah yang

menyebabkan banyak peneliti mulai mengeksplorasi sumber antioksidan alami

yang berasal dari tumbuhan.

Tumbuhan mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat

digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Golongan senyawa metabolit

sekunder diantaranya yaitu golongan senyawa fenolik, flavonoid, saponin, minyak

atsiri, tannin, alkaloid, dan steroid (Saifudin dalam Hidayati, 2020). Kemampuan

yang dimiliki suatu tanaman tergantung dari metabolit sekunder yang terkandung

di dalamnya. Suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin serta

1
keadaan tanah sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman hingga

variasi metabolit sekunder yang terkandung (Artini, 2013).

Tumbuhan sungkai (Peronema canescens Jack) sering disebut sebagai jati

sabrang, ki sabrang, kurus sungkai, atau sekai, merupakan tumbuhan yang

termasuk kedalam famili Lamiaceae. Pada suku Dayak di Kalimantan Timur

menggunakan tanaman sungkai (Peronema canescens Jack) pada bagian daun

muda sebagai obat pilek, demam, obat cacingan, dijadikan mandian bagi wanita

selepas bersalin dan sebagai obat kumur pencegah sakit gigi. Sebagian masyarakat

di Sumatera Selatan dan Lampung menggunakan daun sungkai (Peronema

canescens Jack) sebagai antiplasmodium dan obat demam (Harmida dkk, dalam

Yani, 2014). Daun sungkai digunakan sebagai obat luka ringan oleh masyarakat

Kepulauan Riau. Rebusan daun sungkai digunakan sebagai obat kurap, dan

sebagai obat kumur untuk mengatasi infeksi gigi (Kusriani dkk, 2015).

Pada penelitian Rosdiana (2014) fraksi aktivitas antioksidan terkuat dari

ekstrak kulit kayu sungkai adalah fraksi etil asetat non hidrolisis, fraksi n-heksana,

dan fraksi etil asetat hidrolisis (IC50 43,67; 44,55; dan 53,34 µg/mL). Hasil

identifikasi komponen kimia menunjukkan terdapat senyawa dominan yaitu asam

kuinat, guaiakol, hidrokuinon, asam isovanilat, genkwanin, katekol, dan asam

benzoat. Senyawa-senyawa tersebut merupakan golongan fenol yang memiliki

aktivitas antioksidan yang kuat. Sedangkan pada penelitian Setyaningrum (2019)

di peroleh kadar flavonoid total ekstrak etanol daun sungkai sebesar 1,057 ± 0,002

mg EK/g ekstrak dan memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC 50 sebesar

44,933 ppm sehingga termasuk dalam antioksidan yang sangat aktif.

2
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukanlah penelitian lebih lanjut yang

bertujuan untuk karakterisasi dan uji aktivitas antioksidan ekstrak non polar, semi

polar dan polar dari daun sungkai (Peronema canescens Jack). Parameter

karakterisasi mengacu pada Farmakope Herbal Indonesia dan aktivitas

antioksidan ditentukan secara invitro menggunakan DPPH.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik dan aktivitas antioksidan ekstrak non polar, semi

polar dan polar dari daun sungkai (Peronema canescens Jack)?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui karakteristik dan aktivitas antioksidan ekstrak non polar,

semi polar, dan polar dari daun sungkai.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui dan memberikan informasi mengenai karakteristik dari

ekstrak non polar, semi polar dan polar daun sungkai (Peronema

canescens Jack).

2. Mengetahui dan memberikan informasi mengenai aktivitas antioksidan

dari ekstrak non polar, semi polar dan polar daun sungkai (Peronema

canescens Jack).

3. Aplikasi penerapan ilmu kefarmasian dari peneliti sendiri khususnya

dibidang biologi farmasi.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Peronema canescens Jack

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Secara umum, klasifikasi ilmiah dari tanaman Peronema canescens Jack

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Peronema

Spesies : Peronema canescens Jack (Plantamor, 2008).

2.1.2 Morfologi dan Distribusi Tanaman

Menurut Khaerudin (dalam Badiarajo, 2014) tanaman sungkai memiliki

batang lurus atau sedikit berlekuk, tidak berbanir, dan ranting dipenuhi dengan

bulu-bulu halus. Kulit luar batang berwarna kelabu atau cokelat muda. Sungkai

dapat tumbuh mencapai tinggi 30 m dengan diameter batang lebih dari 60 cm dan

panjang batang bebas cabang mencapai 15 m. Sungkai biasanya tumbuh di hutan

hujan tropis (tipe iklim A sampai C), pada tanah kering dan tanah sedikit basah.

Ketinggian tempat minimal 0-600 dpl. Tajuknya berbentuk bulat telur dan

mempunyai sifat menggugurkan daun di musim kemarau panjang. Zulfahmi

(dalam Hidayat, 2008) mengungkapkan, Permukaan daun berbulu halus, berwarna

abu-abu kotor atau abu-abu terang. Dalam satu cabang terdapat lebih dari empat

4
helai daun. Tajuk pohon berbentuk avoid, skala tajuk halus sampai sedang. Daun

pertama pinateli, ujung daun ovate, bentuk daun petiolate. Bentuk kotiledon sama

dengan perkecambahan epigeal. Sedangkan menurut Ogata (dalam Hidayat, 2008)

daun sungkai menyirip berhadapan, bentuk lanset dengan panjang 8-12 cm, lebar

2-3,5 cm, ujung runcing, tepi rata, daun muda berwarna ungu, bagian bawah

berbulu putih. Letak bunga berpasangan, kedudukan malai, warna putih

kehijauan. Tanaman sungkai berbuah sepanjang tahun, ukuran buah kecil-kecil.

Khaerudin (dalam Hidayat, 2008) menjelaskan bahwa sungkai merupakan

tumbuhan khas Indonesia yang terdapat di Sumatera bagian Selatan dan

Kalimantan. Tanaman ini di Jawa Barat sering disebut jati sabrang dan di

Kalimantan Selatan populer dengan nama longkai. Daerah penyebarannya di

Indonesia mencakup wilayah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, Lampung, Jawa Barat, dan seluruh Kalimantan.

2.1.3 Kegunaan Secara Tradisional dan Aktivitas Farmakologi Yang Telah


Diteliti

Pada penelitian Yani (2013), daun sungkai merupakan bahan baku obat

herbal yang digunakan oleh suku Lembak Delapan di Bengkulu untuk penyakit

perut kembung, sembelit, panas tinggi, untuk mendapatkan keturunan, dan

berbagai masalah kesehatan. Menurut Yusrin (dalam Yani, 2014) dalam

pengobatan Suku Serawai daun sungkai ditumbuk dan ditampal untuk pengobatan

sakit memar. Sedangkan menurut Sunarti (dalam Badiarajo, 2014) sadapan air

batang sungkai diminum sebagai obat cacar. Daerah Palembang, Sumatera

Selatan, menggunakan daun sungkai untuk obat demam atau penurun panas

(Heyne dalam Badiarajo, 2014). Dalam pengobatan suku Dayak Tunjung di

5
Kalimantan Timur, daun muda P. canescens digunakan sebagai obat demam

sedangkan akarnya sebagai obat diuretika dan pegal linu (Setyowati dalam

Badiarajo, 2014). Rebusan daun P. canescens secara tradisional juga digunakan

oleh penduduk lokal di daerah Curup, Bengkulu sebagai obat penyakit malaria.

Secara empiris, daun sungkai dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk

mengobati sakit gigi dan penurun demam. Selain itu, daun sungkai juga

dimanfaatkan untuk mengobati malaria (Kitagawa dkk, dalam Badiarajo, 2014).

Pada penelitian Kusriani (2015) fraksi metanol daun sungkai memiliki

aktivitas antibakteri yang paling baik terhadap S. aureus dan E. coli dengan KHM

dan KBM 512 µg/ml. Sedangkan menurut Prasiwi (2018), fraksi etanol dari daun

sungkai mampu meningkatkan aktivitas anti malaria dengan sangat nyata pada

dosis terbaik sebesar 0.084 g/kgBB yaitu dengan persentase penghambatan

sebesar 54,06%.

2.1.4 Kandungan Kimia

Berdasarkan hasil penelitian, di dalam daun P. canescens mengandung

sejenis senyawa aktif peronemin yang berfungsi sebagai obat anti malaria

(Kitagawa dkk, dalam Yani dkk., 2014). Hasil isolasi n-Heksan daun P. canescens

diperoleh satu senyawa, yaitu isolat B1 yang termasuk golongan senyawa

terpenoid dan memiliki aktifitas anti bakteri (Ningsih dkk, 2013).

Pada penelitian Ramadenti (2017) senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada fraksi etil asetat daun P. canescens yaitu alkaloid, flavonoid, tanin

dan fenolik. Menurut pendapat Winkel-Shirley (dalam Badiarajo, 2014) daun

muda sungkai juga mengandung zat flavonoid, yang berperan besar sebagai

pigmen merah, biru dan ungu yang terdapat pada sebagian besar tumbuhan tingkat

6
tinggi. Daun sungkai mengandung metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,

dan tannin (Hadi, 2011).

Menurut penelitian Kusriani (2015) ekstrak kulit batang sungkai

mengandung senyawa fenolik, tanin, alkaloid, steroid, dan saponin. Sedangkan

ekstrak daun sungkai mengandung senyawa fenolik, alkaloid, flavonoid, tanin,

steroid dan saponin. Sedangkan menurut Rosdiana (2014) hasil identifikasi

komponen kimia dari ekstrak kulit kayu sungkai menunjukkan terdapat senyawa

dominan yaitu asam kuinat, guaiakol, hidrokuinon, asam isovanilat, genkwanin,

katekol, dan asam benzoat. Senyawa-senyawa tersebut merupakan golongan fenol

yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat.

2.2 Tinjauan Umum

2.2.1 Ekstrak

Ekstrak menurut Departemen Kesehatan RI (2000) adalah sediaan kental

yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Tujuan ekstraksi

adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.

Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam

pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian

berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan alam dari bahan bakunya

menggunakan pelarut yang sesuai (Zang dkk, 2018).

7
2.2.2 Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan

panas. Ekstraksi dengan cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi, sedangkan

ekstraksi dengan cara panas yaitu refluks, sokletasi, digesti, infusa, dan dekokta

(Departemen Kesehatan RI, 2000).

(1) Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana dengan cara merendam bahan

alam atau tumbuhan dalam cairan penyari pada waktu tertentu dengan beberapa

kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar dengan dalam sel.

(2) Perkolasi

Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan cara melewatkan pelarut secara

lambat pada simplisia dalam suatu alat perkolator pada suhu kamar. Proses ini

terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetasan atau penampungan ekstrak) terus-menerus sampai

diperoleh ekstrak atau perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

(3) Refluks

Refluks adalah metode penyarian dengan cara cairan penyari dipanaskan

hingga mendidih, penyari akan menguap ke atas melalui serbuk simplisia, uap

penyari mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik (kondensor).

8
Embun turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali

ke labu. Cairan akan menguap berulang hingga pelarut jenuh. Umumnya

dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna.

(4) Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia secara berkesinambungan,

dimana simplisia dimasukkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring,

dan sampel dibasahi cairan penyari yang dipanaskan dan menguap ke kondensor

melalui pipa samping. Kemudian turun untuk menyari simplisia dan masuk ke

labu alas bulat melalui pipa sifon, proses ini berlangsung hingga penyarian

sempurna yaitu 20-25 siklus.

(5) Digestasi

Digestasi adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada suhu

yang lebih tinggi dari suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada suhu 40-

50 C. Cara ini dilakukan untuk simplisia yang pada suhu kamar tidak terekstraksi

dengan baik.

(6) Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan ekstraksi simplisia nabati

dengan air pada suhu 90 C selama waktu tertentu (15-20 menit).

(7) Dekokta

Dekokta adalah suatu proses ekstraksi yang hampir sama dengan infusa,

tetapi dekokta dipanaskan selama 30 menit pada suhu 90 C. Cara ini dapat

dilakukan untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri atau simplisia

yang mengandung bahan yang tahan terhadap pemanasan.

9
Selain metode ekstraksi di atas, terdapat juga metode ekstraksi modern

diantaranya supercritical fluid extraction (SFE), pressurized liquid extraction

(PLE), dan microwave assiisted extraction (MAE). Metode ekstraksi yang

dilakukan tergantung pada beberapa faktor antara lain tujuan ekstraksi, skala

ekstraksi, sifat komponen yang akan diekstrak, dan sifat pelarut yang akan

digunakan. Beberapa metode umum ekstraksi yang biasa dilakukan adalah

ekstraksi dengan pelarut, destilasi, Supercritical Fluid Extraction (SFE),

pengepresan mekanik, dan sublimasi. Diantara metode-metode tersebut, metode

yang banyak dilakukan adalah destilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut (Zang

dkk, 2018).

2.2.3 Parameter Evaluasi Ekstrak

2.2.3.1 Parameter non spesifik (Depkes RI, 2000)

a) Penetapan susut pengeringan

Ekstrak ditimbang seksama 1 g sampai 2 g dalam botol timbang dangkal

bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 C selama 30

menit dan telah ditara. Bahan dalam botol diratakan dengan menggoyangkan

botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm,

dimasukkan dalam ruang pengering, tutupnya dibuka dan dikeringkan pada

suhu 105 C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan

dalam keadaaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu ruang. Susut

pengeringan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

erat susut pengeringan


Susut pengeringan (%) = 100
berat ekstrak

10
b) Penetapan Bobot Jenis

Penetapan bobot jenis ekstrak dapat dilakukan dengan cara menimbang

piknometer dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi penuh dengan

air dan ditimbang. Kerapatan air dapat ditentukan. Piknometer dikosongkan

dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang. Selanjutnya bobot jenis

ekstrak dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kerapatan ekstrak
Bobot jenis ekstrak = Kerapatan air

c) Penetapan Kadar Air (Cara Destilasi)

Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci, dibilas

dengan air, kemudian dikeringkan dalam lemari pengering. Sejumlah bahan

ditimbang saksama yang diperkirakan mengandung 1 sampai 4 ml air,

dimasukkan ke dalam labu kering. Lebih kurang 200 ml toluen jernih air

dimasukkan ke dalam labu, rangkaian alat dipasangkan. Toluen jernih air

dimasukkan ke dalam tabung penerima melalui pendingin sampai leher alat

penampung. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai

mendidih, penyulingan diatur dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap

detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan

dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam

pendingin dicuci dengan toluen jenuh air, sambil dibersihkan dengan sikat

tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi

dengan toluen jenuh air. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung

penerima didinginkan hingga suhu ruang. Tetes air yang melekat pada tabung

pendingin dan tabung penerima digosok dengan karet yang diikatkan pada

sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen jenuh air hingga tetesan air

11
turun. Volume air dibaca setelah air dan toluen memisah sempurna. Kadar air

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

olume air yang tersuling


Kadar air (%) = 100
erat ekstrak

d) Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan ditimbang

seksama dan dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara,

kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan

ditimbang. Untuk arang yang tidak dapat dihilangkan, air panas ditambahkan,

diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta sisa

penyaringan dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam

krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung

terhadap berat bahan uji. Kadar abu total dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

erat abu total


Kadar abu total (%) = 100
erat bahan uji

e) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25

ml asam klorida encer P selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air

panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut

asam dihitung terhadap bahan uji. Kadar abu tidak larut asam dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

12
erat abu tidak larut asam
Kadar abu tidak larut asam (%) = 100
erat bahan uji

2.2.3.2 Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)

a. Organoleptik Ekstrak

Pemeriksaan organoleptik ekstrak dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui kekhususan bentuk, warna, bau dan rasa dari ekstrak yang diuji.

b. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Lebih kurang 5 g ekstrak yang telah dikeringkan di udara ditimbang

seksama. Kemudian, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan 100

ml air jenuh kloroform, dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam. Disaring, 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan

dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan ditara, sisa

dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari larut air dapat

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar sari larut air (%) =

c. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Lebih kurang 5 g ekstrak yang telah dikeringkan di udara ditimbang

saksama. Kemudian, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, 100 ml etanol

95% P ditambahkan, dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, 20 ml

filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah

dipanaskan 105°C dan ditara, sisa dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot

tetap. Kadar sari larut etanol dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut :

13
Kadar sari larut etanol =

2.2.3.3 Uji Kandungan Kimia (Harborne dalam Utami dkk, 2017)

1. Uji Alkaloid

Ekstrak dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mL amoniak kemudian

dipanaskan, dikocok dan disaring. Asam sulfat 2 N sebanyak 5 tetes

ditambahkan pada masing-masing filtrat, kemudian kocok dan didiamkan.

Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji dengan pereaksi

Mayer, Wagner dan Dragendorf. Terbentuknya endapan putih, cokelat dan

jingga menunjukkan adanya alkaloid.

2. Uji Flavonoid

Ekstrak dicampur dengan 3 mL etanol 70 % lalu dikocok, dipanaskan dan

dikocok lagi kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan serbuk

Mg 0,1 g dan 2 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna merah pada lapisan

etanol menunjukkan adanya flavonoid.

3. Uji Tanin

Ekstrak disari dengan 10 mL air kemudian disaring, filtratnya diencerkan

dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 mL dan

ditambahkan 2 tetes FeCl3 1 %. Terbentuknya warna cokelat kehijauan atau

biru kehitaman menunjukkan adanya tanin.

4. Uji Terpenoid dan Steroid

Ekstrak dicampur dengan 3 mL kloroform atau 3 mL etanol 70 % dan

ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2 mL asam asetat anhidrat. Perubahan

warna dari ungu ke biru atau hijau menunjukkan adanya senyawa steroid dan

terbentuknya warna kecokelatan antar permukaan menunjukkan adanya

14
senyawa terpenoid.

5. Uji Saponin

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, air panas sebanyak 10 mL

ditambahkan, dinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.

Positif mengandung saponin jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm selama tidak

kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang.

2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis yaitu kromatografi planar yang menggunakan

silika, selulosa, resin penukar ion, padatan yang porosnya dikendalikan sebagai

fase diam dan fase gerak cair dengan mekansime sorpsi yang utama yaitu partisi

(adsorpsi, pertukaran ion, eksklusi) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Prinsip metode kromatografi lapis tipis adalah penotolan sampel pada

lapisan tipis (fase diam) kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi fase

gerak (eluen) sehingga sampel tersebut terpisah menjadi komponen-

komponennya. Fase gerak terdiri dari satu atau beberapa pelarut (dengan

perbandingan volume total 100) yang akan membawa senyawa yang mempunyai

sifat yang sama dengan pelarut tersebut (Nyredy, 2002).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007) data yang diperoleh dari KLT adalah

nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni

dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat

didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi

dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan

Rf selalu lebih kecil dari 1. Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada

kromatografi lapis tipis yaitu menggunakan harga Rf.

15
Harga Rf didefinisikan sebagai berikut:

Jarak yang ditempuh oleh zat


f
Jarak yang ditempuh oleh fase gerak

2.4 Radikal Bebas, Oksidan, dan Antioksidan

2.4.1 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai satu atau

lebih elektron tidak berpasangan. Senyawa radikal bebas sangat reaktif dan selalu

berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil. Radikal bebas pada

konsentrasi yang tinggi dapat menghasilkan stress oksidatif yang menyebabkan

kerusakan struktur sel, termasuk kerusakan lipid, protein dan DNA. Adanya

radikal bebas dalam tubuh menjadi penyebab dari berbagai penyakit kronis dan

degeneratif (Pham-Huy, 2008). Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,

molekul oksigen, atau ion logam transisi (Yuwono dalam Widyastuti, 2010). Sifat

sangat reaktif yang dimiliki oleh radikal bebas menyebabkan radikal ini dapat

bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat dan DNA untuk memperoleh kembali

pasangan elektronnya dan menjadi stabil (Badarinath dkk, 2010).

2.4.2 Oksidan

Menurut Irianti dkk, (2017) oksidan merupakan senyawa penerima elektron

(electron acceptor), yaitu senyawa yang dapat menarik elektron. kemiripan sifat

antara oksidan dan radikal bebas yaitu adanya sifat radikal bebas untuk menarik

elektron disekitarnya (penerima elektron). Berdasarkan sifat ini, radikal bebas

dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua

oksidan merupakan radikal bebas dan radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan

dengan senyawa oksidan non radikal.

16
2.4.3 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat proses

oksidasi, yaitu suatu reaksi kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke

oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu reaksi

rantai sehingga menyebabkan kerusakan sel tubuh dan ketengikan. Aktivitas

penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi berdasarkan keseimbangan

reaksi oksidasi reduksi. Molekul antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas

(R*) dan membentuk molekul yang tidak reaktif (RH) sehingga reaksi berantai

pembentukan radikal bebas dapat dihentikan (Irianti dkk, 2017).

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan fungsinya terbagi

menjadi antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer yaitu

oksidan yang berperan dalam menghentikan reaksi rantai radikal bebas dengan

berfungsi sebagai pendonor atom H atau elektron pada radikal bebas dan

berdampak pada pembentukan produk yang lebih stabil. Antioksidan sekunder,

yaitu antioksidan yang kerjanya menghambat kerja peroksidan dengan mekanisme

reaksi berupa penyerapan sinar UV, deaktivasi ion logam (dengan pembentukan

senyawa kompleks). Antioksidan tersier, yaitu antioksidan yang berfungsi

memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas

(Kate, 2014).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan terdiri dari antioksidan alami dan

antioksidan sintetik. Antioksidan alami, yaitu antioksidan yang diperoleh dari

bahan alam, merupakan senyawa metabolit sekunder tumbuhan seperti senyawa

golongan alkaloid, fenolik, flavonoid. Antioksidan sintetik, yaitu antioksidan

alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Kate, 2014).

17
Berdasarkan sasarannya terbagi 2, pertama Preventive antioxidant, yaitu

antioksidan yang kerjanya mencegah terbentuknya oksidan dan mencegah

tertimbunnya oksidan. Kedua yaitu Chain-breaking antioxidant, mekanisme

kerjanya yaitu antioksidan akan mencegah terjadinya tahap inisiasi dan tahap

propagasi (Kate, 2014).

Berdasarkan sifat fisiko-kimianya terbagi 2, yaitu antioksidan hidrofilik

yang merupakan antioksidan yang bekerja dalam sitosol dan cairan ekstrasel

(contohnya vitamin C, asam urat, glutation, sistein, kreatinin), serta antioksidan

lipofilik, merupakan antioksidan yang bekerja pada membran sel. Contohnya

vitamin E, B-karoten, bilirubin, protein pengikat logam (transferin, laktoferin,

seruplasmin, dan albumin) (Kate, 2014).

2.5 Radikal DPPH

Senyawa DPPH adalah radikal nitrogen organik yang stabil berwarna ungu

tua dan bersifat stabil di suhu ruangan. DPPH bereaksi dengan atom hidrogen

yang berasal dari suatu senyawa antioksidan membentuk molekul yang stabil

(Irianti dkk, 2017).

Gambar 1. Struktur DPPH (Molyneux, 2004).

18
Metode DPPH memiliki mekanisme yaitu penangkapan radikal bebas oleh

senyawa antioksidan menyebabkan elektron pada radikal DPPH menjadi

berpasangan sehingga terjadi penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah

elektron yang diambil. Adanya senyawa antioksidan menyebabkan perubahan

warna larutan DPPH dari warna ungu gelap menjadi warna kuning (Dehpour dkk,

2009). Makin kuat senyawa antioksidan untuk menangkal radikal DPPH, makin

pudar warna yang teramati (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

Gambar 2. Reduksi DPPH oleh senyawa antioksidan (Irianti dkk, 2017).

Efficient concentration (EC50) atau harga Inhibition Concentration (IC50),

yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH

kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang

memberikan % penghambatan 50%. EC50 merupakan parameter untuk

menunjukkan aktivitas antioksidan suatu senyawa (Molyneux, 2004).

Makin kecil harga IC50 menunjukkan makin besarnya kemampuan

antioksidan suatu senyawa yang digunakan (Kristina dkk, 2012).

19
Tabel 1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH

(Fidrianny dkk, 2014).

Intensitas Sangat kuat Kuat Sedang Lemah

IC50 < 50 µg/mL 50-100 µg/mL 101-150 µg/mL >150 µg/mL

2.6 Spektrofotometer UV-Vis

Menurut Dachryanus (2004) Spektrofotometer UV-vis merupakan metode

yang digunakan untuk menguji sejumlah cahaya yang diabsorbsi pada setiap

panjang gelombang di daerah UV dan tampak. Dalam instrument ini suatu sinar

cahaya terpecah sebagian cahaya diarahkan melalui sel transparan yang

mengandung suatu larutan senyawa tetapi mengandung pelarut. Ketika radiasi

elektromagnetik dalam daerah UV-vis melewati suatu senyawa yang mengandung

ikatan-ikatan rangkap, sebagian dari radiasi biasanya diabsorbsi oleh senyawa.

Hanya beberapa radiasi yang diabsorbsi tergantung pada panjang gelombang dari

radiasi dalam struktur senyawa.

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ketika cahaya mengenai sampel,

sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan

diteruskan. Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya

yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur,

yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan

cahaya setelah melewati materi (sampel). Dimana I0 merupakan intensitas cahaya

datang dan It atau I1 adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel.

Menurut Dachriyanus (2004) Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang

lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari

spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara

20
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer .

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh

larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan

berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum tersebut dituliskan dengan

A = abc = log 1/T

Keterangan : A : absorbans

a : koefisien eksitasi

b : tebal sel (cm)

c : konsentrasi analit

Kerja alat ini adalah sebagai berikut: suatu radiasi dikenakan secara

bergantian melalui sampel dan blangko yang dapat berupa pelarut atau udara.

Sinar yang ditransmisikan oleh sampel dan blanko kemudian diteruskan ke

detektor, sehingga perbedaan intensitas ini diantara kedua berkas sinar ini dapat

memberikan gambaran tentang fraksi radiasi yang diserap oleh sampel. Detektor

alat ini mampu untuk mengubah informasi radiasi ini menjadi sinyal elektris yang

diamplifikasikan akan dapat menggerakkan pena pencatat diatas grafik khusus alat

ini (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada umunya konfigurasi dasar dari spektrofotometer UV-Vis berupa

susunan peralatan sebagai berikut:

Sumber Wadah
Radiasi Monokromator Sampel Detektor Rekorder
r

Gambar 3. Konfigurasi dasar dari spektrofotometer UV-Vis

21
a. Sumber radiasi

Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah lampu

wolfram. Pada daerah UV digunakan lampu hidrogen atau lampu

deuterium. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang

dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.

b. Monokromator

Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis

menjadi cahaya monokromatis (tunggal) dengan komponen panjang

gelombang tertentu. Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi

monokromator dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi

polikromatis. Monokromator terdiri dari susunan: celah (slit) masuk –

filter – prisma – kisi (gating) – celah (slit) keluar.

c. Wadah sampel (kuvet)

Kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Kuvet dari

leburan silika (kuarsa) dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif

pada daerah pengukuran 190-1100 nm, dan kuvet dari bahan gelas dipakai

pada daerah pengukuran 380-1100 nm, karena bahan dari gelas

mengabsorpsi radiasi UV.

d. Detektor

Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinyal

kemudian dirubah menjadi sinar listrik oleh amplifier dan dalam rekorder

akan ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer).

22
e. Visual display/recorder

Merupakan sistem baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik,

menyatakan dalam bentuk % transmitan maupun absorbansi (Suarsa,

2015).

23
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama ± 6 bulan dari Juli sampai

Desember 2020 di Laboratorium Farmasi Universitas Perintis Indonesia Padang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-

Vis, KLT, seperangkat alat Rotary Vacum Evaporator, aluminium foil, kaca

arloji, beaker glass, pipet ukur, labu ukur, vial, pipet tetes, tabung reaksi, vorteks,

penangas air, krus, cawan porselin, blender, timbangan digital tipe ABJ 220-4M,

bola hisap, kertas saring, spatel, chamber kromatografi, penotol kapiler, lampu

UV 254 dan 366 nm, serta alat-alat gelas lainnya.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun tanaman

Peronema canescens Jack, metanol, n-heksan, etil asetat, 1,1-difenil-2-

pikrilhidrazil (DPPH), plat silika gel 60 F254, vanillin, asam asetat, H2SO4 10%,

pereaksi Dragendorff, FeCl3, dan aquadest.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun tanaman Peronema canescens Jack

yang diperoleh dari Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera

Barat. Sampel yang digunakan adalah sampel segar (basah) sebanyak 1 kg.

24
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tanaman dilakukan untuk memastikan jenis tanaman yang

digunakan untuk penelitian. Sampel Peronema canescens Jack diidentifikasi di

Herbarium Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

3.3.3 Penyiapan Sampel

Daun sungkai sebanyak 1 kg dibersihkan dengan air mengalir untuk

menghilangkan pengotor dan kemudian ditiriskan. Lalu keringkan daun sungkai

dengan cara di angin-anginkan terlindungi dari sinar matahari selama kurang lebih

5 hari dan kemudian dihaluskan menggunakan blender.

3.4 Pembuatan Ekstrak

Serbuk kering daun sungkai sebanyak 300 g dimasukkan ke dalam botol

maserasi atau bejana berwarna gelap dengan pelarut n-heksan 2 L. Biarkan

ditempat gelap selama 2x24 jam (2 hari). Setiap hari di 6 jam pertama sesekali

diaduk dan 18 jam kemudian dibiarkan. Pisahkan hasil maserasi dengan penyaring

menggunakan kertas saring. Ampas hasil pemisahan di keringkan dan maserasi

kembali dengan pelarut yang sama sebanyak 2 L selama 2x24 jam dan dibiarkan

tanpa pengadukan, sampai tiga kali pengulangan (filtrat terlihat tidak berwarna).

Maserat hasil pemisahan digabungkan kemudian diuapkan dengan rotary

evaporator hingga didapatkan ekstrak kental n-heksan yang selanjutnya disebut

ekstrak non polar. Pada ampas yang sudah dikeringkan dilakukan maserasi

berturut-turut dengan pelarut etil asetat dan metanol dengan prosedur dan

perlakuan yang sama, sehingga akan diperoleh ekstrak kental etil asetat yang

selanjutnya disebut ekstrak semi polar dan ekstrak kental metanol yang

selanjutnya disebut ekstrak polar.

25
3.5 Evaluasi Ekstrak

3.5.1 Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk mengetahui karakteristik ekstrak

sampel. Identifikasi dilakukan dengan cara pengamatan secara visual meliputi

betuk, warna, dan bau.

3.5.2 Penentuan Rendemen

Timbang masing-masing ekstrak daun sungkai, kemudian hasil ekstraksi

yang diperoleh ditimbang kembali. Rendemen dihitung dengan rumus :

erat kstrak yang diperoleh


Rendemen (%) = x 100
erat sampel awal

3.5.3 Susut Pengeringan (DepKes RI, 2000)

Krus porselen beserta tutupnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105ºC

selama 30 menit, dinginkan kemudian ditimbang kurs (A), lalu masukkan masing-

masing ekstrak kedalam krus seberat 1 gram goyang krus perlahan supaya ekstrak

merata (B), kemudian masukkan kedalam oven selama 1 jam. Setelah itu

keluarkan dari dalam oven dan dinginkan dalam desikator lalu ditimbang.

Lakukan hal seperti diatas sampai diperoleh berat yang konstan (C)

[( ) ( )]
Susut Pengeringan (%) = ( )
x 100 %

Keterangan :

A = berat krus setelah dioven

B = berat krus berisi ekstrak sebelum dioven

C = berat krus berisi ekstrak sesudah dioven

26
3.5.4 Kadar Abu (Depkes RI, 2000)

Ekstrak daun sungkai ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam

krus yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Setelah itu dimasukkan

dalam furnes selama 7 jam pada suhu 600ºC, sehingga terbentuk abu, dinginkan

dalam desikator, lalu timbang berat abu yang diperoleh menggunakan rumus:

( )
% Kadar Abu = ( )

Keterangan : A = berat krus kosong

B = berat krus + sebelum sampel dipijarkan

C = berat krus + setelah sampel dipijarkan

3.5.5 Pembuatan Reagen Kromatografi Lapis Tipis (Depkes RI, 2009)

a. FeCl3 10 %
Sebanyak 10 gr FeCl3 dilarutkan dalam aqua dest hingga 100 mL.
b. Dragendorff
Sebanyak 20 mL larutan bismuth subnitrat P 40 % dalam asam nitrat P
dicampurkan dengan 50 mL kalium iodida P 54,4 %, diamkan sampai
memisah sempurna. Ambil larutan jernih dan encerkan dengan air
secukupnya hingga 100 mL.
c. Vanilin sulfat 10 %
Sebanyak 5 gr vanilin dilarutkan dalam asam sulfat 10 % hingga 100
mL.
3.5.6 Uji Kromatografi Lapis tipis

3.5.6.1 Uji kromatografi lapis tipis menggunakan eluen N-Hexan : Etil Asetat
dengan perbandingan ( 8 : 2 ) (Muharram dkk, 2009).

Lempeng kromatografi lapis tipis dipanaskan dalam oven selama 30 menit

pada suhu 105ºC setelah itu dibuat garis lurus pada lempeng 0,5 cm dari bawah

dan 0,5 cm dari atas. Sistem kromatogram lapis tipis dengan fase diam silika gel

60 F254 dan eluen yang digunakan yaitu n-hexan : etil asetat (8 : 2). Lempeng yang

27
sudah ditotolkan ekstrak non polar dimasukkan ke dalam chamber yang berisi

eluen dengan posisi lempeng berdiri pada kemiringan 50 dari dinding chamber.

Warna noda diamati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm dan

254 nm. Setelah itu disemprot dengan penampak bercak, masing-masing

menggunakan FeCl3 untuk senyawa fenol, dragendorff untuk senyawa alkaloid,

vanillin dalam H2SO4 10% untuk senyawa terpenoid dan steroid, serta DPPH

untuk penampak aktivitas antioksidan, kemudian dilihat pada sinar tampak.

Tentukan berapa jumlah noda, warna dan bentuk, golongan dan nilai Rf.

3.5.6.2 Uji kromatografi lapis tipis menggunakan eluen Etil Asetat : N-


Heksan dengan perbandingan (6 : 4 ) (Muharram dkk, 2009).

Lempeng kromatografi lapis tipis dipanaskan dalam oven selama 30 menit

pada suhu 50ºC - 60ºC setelah itu dibuat garis lurus pada lempeng 1 cm dari

bawah dan 0,5 cm dari atas. Sistem kromatogram lapis tipis dengan fase diam

silika gel 60 F254 dan eluen yang digunakan yaitu etil asetat : n-heksan (6 : 4).

Lempeng yang sudah ditotolkan ekstrak semi polar dimasukkan ke dalam

chamber yang berisi eluen dengan posisi lempeng berdiri pada kemiringan 50

dari dinding chamber. Warna noda diamati dibawah sinar UV dengan panjang

gelombang 366 nm dan 254 nm. Setelah itu disemprot dengan penampak bercak,

masing-masing menggunakan FeCl3 untuk senyawa fenol, dragendorff untuk

senyawa alkaloid, vanillin dalam H2SO4 10% untuk senyawa terpenoid dan

steroid, serta DPPH untuk penampak aktivitas antioksidan, kemudian dilihat pada

sinar tampak. Tentukan berapa jumlah noda, warna dan bentuk, golongan dan

nilai Rf.

28
3.5.6.3 Uji kromatografi lapis tipis menggunakan eluen Etil asetat : Metanol
: Asam asetat (8 : 1,5 : 0,5) (Libretexts, 2019).

Lempeng kromatografi lapis tipis dipanaskan dalam oven selama 30 menit

pada suhu 50ºC - 60ºC setelah itu dibuat garis lurus pada lempeng 1 cm dari

bawah dan 0,5 cm dari atas. Sistem kromatogram lapis tipis dengan fase diam

silika gel 60 F254 dan eluen yang digunakan yaitu etil asetat : metanol : asam

asetat (8 : 1,5 : 0,5). Lempeng yang sudah ditotolkan ekstrak polar dimasukkan

ke dalam chamber yang berisi eluen dengan posisi lempeng berdiri pada

kemiringan 50 dari dinding chamber. Warna noda diamati dibawah sinar UV

dengan panjang gelombang 366 nm dan 254 nm. Setelah itu disemprot dengan

penampak bercak, masing-masing menggunakan FeCl3 untuk senyawa fenol,

dragendorff untuk senyawa alkaloid, vanillin dalam H2SO4 10% untuk senyawa

terpenoid dan steroid, serta DPPH untuk penampak aktivitas antioksidan,

kemudian dilihat pada sinar tampak. Tentukan berapa jumlah noda, warna dan

bentuk, golongan dan nilai Rf menggunakan rumus:

Jarak yang ditempuh oleh zat


f
Jarak yang ditempuh oleh fase gerak

3.6 Pembuatan larutan

3.6.1 Pembuatan Larutan Induk DPPH 35 µg/ml ( Molyneux, 2004).

Timbang 10 mg DPPH masukkan kedalam labu ukur 100 mL, lalu

tambahkan metanol sampai tanda batas. Kemudian dipipet sebanyak 17,5 mL

larutan DPPH masukkan kedalam labu ukur 50 mL, lalu tambahkan metanol

sampai tanda batas hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 35μg/mL.

29
3.6.2 Pembuatan Larutan Induk Asam galat 500 (Hapsari dkk,
2018).

Sebanyak 5 mg asam galat dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur 10

mL sehingga diperoleh konsentrasi larutan 500

3.6.3 Pembuatan Larutan Sampel

Ekstrak kental ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan metanol

dalam labu ukur 25 mL, sehingga diperoleh larutan induk ekstrak 1000

3.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metoda DPPH

3.7.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH 35


(Mosquera dkk, 2007)

Dipipet sebanyak 4 mL larutan DPPH 35 yang baru dibuat,

masukkan kedalam vial, lalu tambahkan 2 mL campuran matanol dan aquadest

(1:1) dan diamkan selama 30 menit ditempat yang gelap. Ukur serapan dengan

Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum 400-800 nm.

3.7.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat (Pourmorad


dkk, 2006)

Dipipet 5 ml larutan induk asam galat (500 ) kemudian dilarutkan

dalam campuran metanol dan aquadest (1:1) dalam labu ukur 100 mL sampai

tanda batas, sehingga diperoleh larutan standar asam galat dengan konsentrasi 25

Dari larutan ini, masing-masing dipipet (1; 2; 3; 4; 5) mL masukkan

kedalam labu ukur 25 mL, lalu tambahkan campuran metanol dan aquadest (1:1)

sampai tanda batas hingga diperoleh konsentrasi (1, 2, 3, 4, 5)

Dipipet masing-masing larutan 2 mL, lalu masukkan kedalam vial,

tambahkan 4 mL larutan DPPH 35 . Diamkan selama 30 menit ditempat

gelap sampai terbentuk warna kuning (terjadinya peluruhan warna DPPH dari

30
ungu menjadi kuning). Ukur serapan dengan Spektrofotometer UV-VIS pada

panjang gelombang maksimum 518 nm. Tentukan aktivitas antioksidan dengan

menghitung % inhibisi (hambatan) dan IC50.

3.7.3 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Sungkai (Mosquera,


dkk, 2007).

3.7.3.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun Sungkai

Ditimbang sampel sebanyak 25 mg, kemudian di larutkan dengan metanol

dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas, hingga diperoleh larutan standar

konsentrasi 1000 g/mL. Dari larutan standar dipipet (1; 1,6; 2,2; 2,8; 3,4) mL.

Kemudian tambahkan metanol : aquadest (1:1) dalam labu ukur 10 mL sampai

tanda batas. Sehingga diperoleh sampel dengan konsentrasi (100; 160; 220; 280;

340) .

Dipipet masing-masing konsentrasi sebanyak 2 mL larutan sampel dengan

menggunakan pipet mikro dan masukkan kedalam vial, kemudian tambahkan 4

mL DPPH 35 . Campuran dihomogenkan dan biarkan selama 30 menit

ditempat gelap sampai terbentuk warna kuning (terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu menjadi kuning), ukur serapan dengan menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum 518 nm.

Tentukan aktivitas antioksidan dengan menghitung % inhibisi (hambatan) dan

IC50.

3.7.3.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun Sungkai

Ditimbang sampel sebanyak 25 mg, kemudian di larutkan dengan metanol

dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas, hingga diperoleh larutan standar

konsentrasi 1000 g/mL. Dari larutan standar dipipet (1; 1,6; 2,2; 2,8; 3,4) mL.

31
Kemudian tambahkan metanol : aquadest (1:1) dalam labu ukur 10 mL sampai

tanda batas. Sehingga diperoleh sampel dengan konsentrasi (100; 160; 220; 280;

340) .

Dipipet masing-masing konsentrasi sebanyak 2 mL larutan sampel dengan

menggunakan pipet mikro dan masukkan kedalam vial, kemudian tambahkan 4

mL DPPH 35 . Campuran dihomogenkan dan biarkan selama 30 menit

ditempat gelap sampai terbentuk warna kuning (terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu menjadi kuning), ukur serapan dengan menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum 518 nm.

Tentukan aktivitas antioksidan dengan menghitung % inhibisi (hambatan) dan

IC50.

3.7.3.3 Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar Daun Sungkai

Ditimbang sampel sebanyak 25 mg, kemudian di larutkan dengan metanol

dalam labu ukur 25 mL sampai tanda batas, hingga diperoleh larutan standar

konsentrasi 1000 g/mL. Dari larutan standar dipipet (0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8) mL.

Kemudian tambahkan metanol : aquadest (1:1) dalam labu ukur 10 mL sampai

tanda batas. Sehingga diperoleh sampel dengan konsentrasi (40; 50; 60; 70; 80)

Dipipet masing-masing konsentrasi sebanyak 2 mL larutan sampel dengan

menggunakan pipet mikro dan masukkan kedalam vial, kemudian tambahkan 4

mL DPPH 35 . Campuran dihomogenkan dan biarkan selama 30 menit

ditempat gelap sampai terbentuk warna kuning (terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu menjadi kuning), ukur serapan dengan menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum 518 nm.

32
Tentukan aktivitas antioksidan dengan menghitung % inhibisi (hambatan) dan

IC50.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan sampel ditentukan dari besaran hambatan serapan

radikal DPPH melalui perhitungan % inhibisi serapan DPPH dengan

menggunakan rumus :

bsorben blanko- bsorben sampel


% Hambatan = 100
bsorben blanko

Ket : A kontrol = Serapan larutan radikal DPPH 35μg/mL.

A sampel = Serapan larutan sampel ditambah larutan DPPH 35

μg/mL

3.8.2 Penentuan Nilai IC50

Penentuan IC50 merupakan besarnya konsentrasi larutan uji untuk meredam

50% aktivitas radikal bebas. Nilai IC50 dicari dengan persamaan regresi sebagai

berikut. Nilai IC50 dicari dengan memasukkan angka 50% sebagai nilai sumbu y

dari persamaan regresi sebagai berikut.

y = a + bx

Sehingga pada akhirnya diperoleh nilai konsentrasi hambat 50% (x = IC50).

33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut

1. Berdasarkan hasil identifikasi sampel menunjukkan bahwa sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan (Peronema

canescens Jack) yang merupakan famili Lamiaceae dengan nomor

identifikasi 242/K-ID/ANDA/VII/2020 (Lampiran 2, gambar 6).

2. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak non polar, semi polar dan polar

daun sungkai adalah (Lampiran 6, tabel 6)

 Ekstrak non polar daun sungkai berupa cairan kental, berwarna

oranye kecoklatan, dan bau khas.

 Ekstrak semi polar daun sungkai berupa cairan kental,

berwarna hijau pekat, dan bau khas.

 Ekstrak polar daun sungkai berupa cairan kental, berwarna

hijau pekat kehitaman, dan bau khas.

3. Dari 300 gram serbuk kering daun sungkai diperoleh ekstrak dengan

bobot sebagai berikut (Lampiran 6, tabel 7)

 Ekstrak non polar 7,2806 gram, dengan rendemen ekstrak

2,426 %.

 Ekstrak semi polar 14,8768 gram, dengan rendemen ekstrak

4,958 %.

 Ekstrak polar 34,4981 gram, dengan rendemen ekstrak

11,499 %.

34
4. Persen susut pengeringan ekstrak non polar, semi polar, dan polar daun
sungkai secara berturut-turut adalah 5,279 %; 6,68 %; 9,66 %
(Lampiran 6, tabel 8).

5. Persen kadar abu ekstrak non polar, semi polar, dan polar daun sungkai

secara berturut-turut adalah 0,287 %; 0,455 %; 3,605 % (Lampiran 6,

tabel 9).

6. Berdasarkan hasil KLT dengan beberapa eluen, maka diperoleh profil

KLT dari masing-masing ekstrak :

a) Eluen N-Heksan : Etil asetat (8 : 2) untuk ekstrak non polar,

terdapat sepuluh noda dengan nilai Rf 0,06; 0,13; 0,16; 0,2;

0,26; 0,28; 0,36; 0,46; 0,66; 0,96 (Tabel 2).

b) Eluen Etil asetat : N-Heksan (6 : 4) untuk ekstrak semi polar,

terdapat delapam noda dengan nilai Rf 0,4; 0,45; 0,5; 0,55;

0,57; 0,65; 0,78; 0,88 (Tabel 3).

c) Eluen Etil asetat : Metanol : Asam asetat (8 : 1,5 : 0,5) untuk

ekstrak polar, terdapat sebelas noda dengan nilai Rf 0,11; 0,13;

0,16; 0,21; 0,28; 0,45; 0,56; 0,65; 0,7; 0,78; 0,9 (Tabel 4).

7. Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum DPPH pada

panjang gelombang 400-800 nm dengan Spektrofotometer UV-Visible

yaitu : 518 nm dengan absorban 0,702 ( Lampiran 15).

8. Hasil pengukuran ekstrak daun sungkai dan pembanding dengan nilai

IC50 adalah :

a. Pembanding Asam Galat = 2,953 μg/mL, mempunyai aktivitas

antioksidan sangat kuat (Lampiran 16, tabel 10).

35
b. Ekstrak non polar daun sungkai = 410,959 μg/mL, mempunyai

aktivitas antioksidan lemah (Lampiran 17, tabel 11).

c. Ekstrak semi polar daun sungkai 291,430 μg/mL, mempunyai

aktivitas antioksidan lemah (Lampiran 18, tabel 12).

d. Ekstrak polar daun sungkai 55,473 μg/mL, mempunyai aktivitas

antioksidan kuat (Lampiran 19, tabel 13).

9. Kesetaraan aktivitas antioksidan masing-masing sampel dengan

pembanding asam galat (Lampiran 20).

a. 1 mg asam galat setara dengan 139,166 mg ekstrak non polar daun

sungkai

b. 1 mg asam galat setara dengan 98,686 mg ekstrak semi polar daun

sungkai

c. 1 mg asam galat setara dengan 18,785 mg ekstrak polar daun

sungkai

4.2 Pembahasan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sungkai Peronema

canescens Jack yang diambil di Sungai Geringging, Kabupaten Padang Pariaman,

Sumatera Barat. Tumbuhan ini diidentifikasi terlebih dahulu dengan tujuan untuk

memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dan mencegah terjadinya

kesalahan penggunaan tumbuhan dalam penelitian. Hasil identifikasi tumbuhan

yang dilakukan di Herbarium ANDA Jurusan Biologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA), Universitas Andalas Padang menyatakan bahwa sampel yang

digunakan pada penelitian ini benar adalah Peronema canescens Jack yang

36
merupakan famili Lamiaceae dengan nomor identifikasi 242/K-

ID/ANDA/VII/2020.

Daun sungkai di ambil sebanyak 1 kg dibersihkan dari pengotor dan dicuci

dengan air, lalu dilakukan pengeringan selama kurang lebih 5 hari. Tujuan dari

pengeringan ini adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan

tahan lama. Berkurangnya kadar air dapat menghentikan reaksi enzimatik yang

dapat menyebabkan penurunan mutu dan pengrusakan senyawa yang terdapat

dalam simplisia tersebut (Prasetyo dkk, 2013). Setelah itu, sampel diserbukkan

menggunakan blender agar memperluas permukaan simplisia dengan pelarut

sehingga pelarut dapat berpenetrasi secara cepat kedalam simplisia dan proses

ekstraksi dapat lebih optimal. Sampel yang telah diserbukkan ditimbang sebanyak

300 g.

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi. Pemilihan metode ini

karena pengerjaannya sederhana, mudah, dan faktor kerusakan zat aktif lebih kecil

karena dalam metode maserasi tidak menggunakan panas yang mungkin dapat

merusak zat aktif yang disari (Supriningrum dkk, 2019). Alasan pemilihan pelarut

heksan, etil asetat dan metanol adalah karena tingkat kepolaran dari masing-

masing pelarut yang berbeda sehingga memudahkan untuk menarik senyawa

berdasarkan sifat dari senyawa tersebut. Pelarut heksan bersifat non polar

sehingga memudahkan untuk menarik senyawa bersifat non polar, pelarut etil

asetat bersifat semi polar sehingga akan menarik senyawa bersifat semi polar, dan

pelarut metanol bersifat polar sehingga akan menarik senyawa bersifat polar yang

terdapat dalam simplisia tersebut. Proses maserasi dilakukan secara bertingkat,

masing-masing dilakukan 2 x 24 jam menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan

37
metanol. Remaserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Pengadukan pada maserasi

dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kontak antar serbuk simplisia

dengan pelarut sehingga zat-zat aktif dalam simplisia banyak yang tersari dalam

larutan penyari. Maserat yang diperoleh diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental.

Ekstrak non polar daun sungkai diperoleh rendemen : 2,426 %, ekstrak semi

polar daun sungkai diperoleh rendemen : 4,958 %, ekstrak polar daun sungkai

diperoleh rendemen : 11,499 %. Banyaknya rendemen tergantung pada sifat

kelarutan komponen bioaktifnya. Tingginya rendemen ekstrak polar daun sungkai

menunjukkan bahwa pelarut metanol mampu mengekstrasi senyawa lebih baik,

karena perolehan senyawa didasarkan kesamaan sifat kepolaran terhadap pelarut.

Penentuan rendemen bertujuan untuk mengetahui kadar metabolit sekunder yang

terbawa oleh pelarut tersebut, namun tidak dapat menentukan jenis senyawa yang

terbawa. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak daun sungkai diperoleh hasil

yang berbeda-beda. Ekstrak non polar daun sungkai berupa cairan kental,

berwarna oranye kecoklatan, dan bau khas. Ekstrak semi polar daun sungkai

berupa cairan kental, berwarna hijau pekat, dan bau khas. Ekstrak polar daun

sungkai berupa cairan kental, berwarna hijau pekat kehitaman, dan bau khas.

Pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk mengidentifikasi secara langsung

karakteristik spesifik ekstrak menggunakan panca indra.

Penentuan susut pengeringan (Safitri, 2008) bertujuan untuk melihat berapa

banyak senyawa yang terkandung dalam ekstrak dan hilang atau mudah menguap

pada proses pengeringan yang dilakukan dengan pemanasan pada temperatur

105 C karena pada suhu 105 C ini air akan menguap dan senyawa-senyawa yang

memiliki titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut

38
pengeringan menjadi parameter suatu ekstrak untuk menjaga kualitas agar

terhindar dari pertumbuhan jamur. Hasil penentuan susut pengeringan ekstrak non

polar daun sungkai yaitu 5,279 %, ekstrak semi polar daun sungkai yaitu 6,68 %,

dan ekstrak polar daun sungkai sebesar 9,66 %. Tingginya susut pengeringan pada

ekstrak polar diakibatkan pelarut metanol yang digunakan mengandung air dan

masih terdapat pengotor.

Penentuan kadar abu yang dilakukan dengan memanaskan ekstrak kental

pada suhu 600 C dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan

menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik, tujuannya untuk

memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari

proses awal sampai terbentuk ekstrak (Safitri, 2008). Pada penelitian ini

didapatkan kadar abu ekstrak non polar daun sungkai yaitu 0, 287 %, ekstrak semi

polar daun sungkai yaitu 0,455 %, dan ekstrak polar daun sungkai sebesar 3,605

%. Tingginya kadar abu pada ekstrak polar diakibatkan banyaknya mineral yang

terlarut dalam pelarut polar.

Pemisahan senyawa yang terdapat pada ekstrak non polar, semi polar dan

polar dari daun sungkai dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis.

Digunakan plat silika gel 60 F254 sebagai fase diam dan 3 macam pelarut sebagai

fase gerak. Pelarut yang digunakan memiliki kepolaran yang berbeda-beda, agar

dapat mendeteksi senyawa yang terkandung di dalam sampel.

Plat silika gel dipanaskan pada suhu 105 C selama 30 menit bertujuan untuk

menghilangkan air yang diserap oleh permukaan silika gel dari atmosfer, karena

air dapat mendeaktifkan permukaan silika gel dengan menutupi sisi aktif silika

gel. Untuk mendeteksi adanya noda pada plat KLT dapat dilihat secara fisika

39
seperti visual, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Sinar UV 254 nm digunakan untuk

menunjukkan adanya keberadaan suatu senyawa yang mengandung minimal dua

ikatan rangkap. Deteksi dengan sinar UV 366 nm untuk membantu penampakan

bercak yang berpendar dan berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa

tersebut memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang panjang sehingga dapat

berpendar pada penyinaran dengan UV gelombang panjang (Priyani, 2010)

Menurut Harbone (dalam Alen dkk, 2017) penampak noda yang digunakan

untuk mendeteksi noda secara kimia yaitu FeCl 3, Dragendorff, vanillin sulfat 10

%, dan DPPH. Penyemprotan menggunakan FeCl3 untuk mendeteksi adanya

senyawa fenol yang terdapat dalam ekstrak, hasil positif ditandai dengan warna

hijau, biru gelap, atau hitam kuat setelah pemanasan. Padmawinata (dalam

Priyani, 2010) menyatakan bahwa penampak noda dragendorff untuk mendeteksi

senyawa yang mengandung basa nitrogen secara umum dan senyawa alkaloid,

yang ditandai adanya bercak berwarna coklat jingga berlatar belakang kuning

setelah disemprot dengan pereaksi dragendorff, menurut Pereaksi vanilin sulfat

10% digunakan untuk mendeteksi senyawa terpenoid, steroid dan komponen

minyak atsiri. Hasil positif senyawa steroid jika menunjukkan bercak berwarna

biru dan hijau, dan bercak berwarna merah muda sampai ungu kecoklatan untuk

senyawa terpenoid setelah pemanasan (Alen dkk, 2017). Penampak noda lainnya

yaitu DPPH untuk mengetahui adanya aktivitas penghambatan radikal bebas

ditandai dengan terbentuknya warna kuning pucat dengan latar belakang ungu

(Sopiah dkk, 2019).

Identifikasi senyawa menggunakan eluen N-Heksan : Etil asetat (8 : 2) untuk

memisahkan ekstrak non polar dihasilkan 10 noda dengan nilai Rf 0,06; 0,13;

40
0,16; 0,2; 0,26; 0,28; 0,36; 0,46; 0,66; 0,96. Terdapat 5 noda dengan nilai Rf 0,13;

0,26; 0,36; 0,46; 0,66 dibawah sinar uv 254 nm. Deteksi noda dengan vanilin

sulfat 10% didapatkan 4 noda dengan nilai Rf 0,06; 0,2 memberikan noda

berwarna ungu menunjukkan adanya senyawa terpenoid, dan nilai Rf 0,28 dan

0,46 memberikan noda berwarna hijau kekuningan menandakan positif steroid.

Penampak noda dragendorff memberikan noda berwarna kuning dengan nilai Rf

0,16, namun ini belum bisa memastikan bahwa zat tersebut adalah alkaloid,

karena senyawa alkaloid akan bereaksi memberikan warna coklat jingga dengan

dragendroff, kemungkinan noda tersebut dari golongan lain yang sensitif terhadap

asam-asam kuat yang terdapat pada reagen dragendorff. Penampak noda DPPH

akan memberikan noda berwarna kuning dengan nilai Rf 0,9.

Tabel 2. Nilai Rf Ekstrak Non Polar Daun Sungkai (P. canescens Jack)
dengan Eluen N-Hexan : Etil asetat (8 : 2)

Sampel Jumlah Nilai Rf ekstrak non polar daun sungkai dengan eluen n-
noda heksan : etil asetat
yang
Vis. Uv Uv Drag- FeCl3 Vanilin DPPH
dihasil-
254 366 endorf sulfat
kan
nm nm 10 %

Ekstrak 10 0,13 0,13 - 0,16 - 0,06 0,96


non 0,36 0,26 - - - 0,2 -
polar 0,46 0,36 - - - 0,28 -
- 0,46 - - - 0,46 -
- 0,66 - - - - -

Identifikasi senyawa menggunakan eluen Etil asetat : N-Hexan (6 : 4)

menghasilkan 8 noda yang dideteksi dengan nilai Rf 0;4; 0,45; 0,5; 0,55; 0,57;

0,65; 0,78; 0,88. Deteksi noda dibawah sinar UV 254 nm akan terlihat noda

dengan nilai Rf 0,45; 0,55; 0,65; 0,78. Diduga Rf 0,45; 0,55; 0,65; 0,78

41
merupakan senyawa fenol karena setelah disemprot FeCl3 menghasilkan warna

hijau kehitaman. Penampak noda vanilin sulfat 10 % menghasilkan warna hijau

kekuningan dengan nilai Rf 0,4; 0,5; 0,57 menunjukkan positif steroid, dan noda

berwarna merah dengan nilai Rf 0,88 menunjukkan positif terpenoid. Penampak

noda DPPH menghasilkan 2 noda berwarna kuning dengan nilai Rf yang sama

dengan senyawa fenol dan terpenoid yaitu 0,65 dan 088, sehingga dapat

disimpulkan golongan senyawa fenol dan terpenoid memiliki aktifitas

antioksidan.

Tabel 3. Nilai Rf Ekstrak Semi Polar Daun Sungkai (P. canescens Jack)
dengan Eluen Etil asetat : N-Hexan (6 : 4)

Sampel Jumlah Nilai Rf ekstrak semi polar daun sungkai dengan eluen
noda etil asetat : n-heksan
yang Vis. Uv Uv Drag- FeCl3 Vanilin DPPH
dihasil- 254 366 endorf sulfat
kan nm nm 10
Ekstrak 8 0,45 0,45 - - 0,45 0,4 0,65
semi 0,55 0,55 - - 0,55 0,5 0,88
polar 0,65 0,65 - - 0,65 0,57 -
0,78 0,78 - - 0,78 0,88 -

Identifikasi senyawa menggunakan eluen Etil asetat : Metanol : Asam

asetat (8 : 1,5 : 0,5) untuk memisahkan ekstrak polar dihasilkan 11 noda dengan

nilai Rf 0,11; 0,13; 0,16; 0,21; 0,28; 0,3; 0,45; 0,56; 0,65; 0,7; 0,78; 0,9. Deteksi

noda dibawah sinar UV 254 nm didapatkan nilai Rf 0,16; 0,45; 0,56; 0,65; 0,7;

0,78. Dibawah sinar UV 366 nm akan menampakkan noda dengan Rf 0,16; 0,45

dan 0,78. Penampak noda vanilin sulfat 10 % menghasilkan warna hijau

kekuningan dengan nilai Rf 0,13 dan 0,9 menunjukkan adanya senyawa steroid.

42
Noda dengan nilai Rf 0,11; 0,21; 0,28; 0,56 terdapat senyawa fenol karena noda

berwarna kehitaman pada plat. Penampak noda DPPH menunjukkan warna

kuning pada plat dengan nilai Rf yang sama dengan senyawa fenol dan steroid

yaitu 0,13; 0,16; 0,21 dan 0,45, hal ini menunjukkan bahwa noda yang dihasilkan

mengandung senyawa aktif antioksidan yang merupakan golongan senyawa fenol

dan steroid.

Tabel 4. Nilai Rf Ekstrak Polar Daun Sungkai (P. canescens Jack) dengan
Eluen Etil asetat : Metanol : Asam Asetat (8 : 1,5 : 0,5)

Sampel Jumlah Nilai Rf ekstrak polar daun sungkai dengan eluen etil
noda asetat : metanol : asam asetat
yang Vis. Uv Uv Drag- Fecl3 Vanilin DPPH
dihasil- 254 366 endroff sulfat
kan nm nm 10 %
Ekstrak 11 - 0,16 0,16 - 0,11 0,13 0,13
polar - 0,45 0,45 - 0,21 0,9 0,16
- 0,56 - - 0,28 - 0,21
- 0,65 - - 0,56 - 0,45
- 0,7 - - - - -
- 0,78 0,78 - - - -

Berdasarkan analisa Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan bahwa eluen

Hexan : Etil asetat (8: 2) cocok untuk memisahkan senyawa pada ekstrak non

polar daun sungkai, eluen Etil asetat : Hexan (6 : 4) cocok untuk memisahkan

senyawa pada ekstrak semi polar daun sungkai dan eluen Etil asetat : Metanol :

Asam asetat (8 : 1,5 : 0,5) cocok untuk memisahkan senyawa pada ekstrak polar

daun sungkai. Ketiga ekstrak juga bereaksi dengan reagen DPPH yang ditandai

dengan adanya bercak berwarna kuning dengan latar fase diam ungu. Warna noda

kuning juga menunjukkan senyawa tersebut aktif memiliki aktivitas antioksidan.

43
Terdeteksinya senyawa golongan terpenoid dan steroid pada ekstrak non

polar, semi polar dan polar diakibatkan senyawa terpenoid tersusun dari rantai

panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan sifatnya non polar dan beberapa

senyawa terpenoid berstruktur siklik berupa alkohol, aldehid atau asam

karboksilat. Senyawa yang berstruktur alkohol menyebabkan sifatnya menjadi

semi polar. Sedangkan senyawa golongan steroid bisa terdapat dalam bentuk

glikosida yang terdiri dari gula dan aglikon. Adanya gula yang terikat dan bersifat

polar menyebabkan glikosida mampu larut dalam pelarut polar, sehingga steroid

terdeteksi dalam ekstrak polar. Namun sebaliknya, aglikon berupa steroid yang

bersifat non polar menyebabkan steroid lebih larut dalam pelarut non polar,

sehingga steroid dapat terdeteksi pada ekstrak semi polar dan polar (Prabowo dkk,

2014)

Untuk pengujian aktivitas antioksidan sampel digunakan metoda DPPH

(1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazil). Metoda DPPH dipilih karena merupakan metoda

sederhana, mudah, peka, dan hanya memerlukan sedikit sampel dengan waktu

pengerjaan yang relatif lebih singkat. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil

pada suhu kamar dan mudah teroksidasi karena cahaya dan udara. Senyawa yang

memiliki aktivitas antioksidan akan bereaksi dengan DPPH ditunjukkan dengan

perubahan warna dari ungu violet menjadi kuning karena terjadi donor atom

hidrogen dari antioksidan ke DPPH. Menurut Sadeli (2016), uji aktivitas

antioksidan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Visible karena bersifat

sangat sensitif, yaitu dapat mendeteksi kadar suatu senyawa yang sangat kecil,

dapat membaca senyawa yang mengandung gugus kromofor dan auksokrom,

serta larutan yang berwarna. Nilai absorbansi DPPH berkisar antara 515-520 nm.

44
Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum DPPH adalah 518 nm

pada konsentrasi 35 μg/mL dengan absorban 0,702.

Aktivitas antioksidan pada sampel dinyatakan dalam persen inhibisi (%

hambatan) terhadap radikal DPPH. Persen inhibisi didapatkan dari perbedaan

serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan

spektrofotometer UV-Vis. Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai

IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang memberikan penghambatan sebanyak

50% terhadap radikal DPPH. Naiknya persen inhibisi dipengaruhi oleh

menurunnya nilai absorbansi yang dihasilkan sampel. Penurunan nilai absorbansi

disebabkan karena tingginya konsentrasi sampel. Karenanya, semakin tinggi

konsentrasi sampel maka semakin kecil absorbansi dan akan semakin tinggi

persen inhibisi yang dihasilkan.

Pada penelitian ini penggunaan asam galat sebagai pembanding karena asam

galat merupakan antioksidan alami, mempunyai kestabilan yang tinggi, apabila

disimpan dalam waktu lebih kurang 2 minggu di dalam lemari pendingin dan

tertutup serta harganya yang murah (Kate, 2014).

Tabel 5. Nilai IC50 Asam Galat, Ekstrak Non Polar, Eksrak Semi Polar
dan Polar Daun Sungkai.

No. Keterangan IC50

1. Asam galat 2,953 μg/mL

2. Ekstrak non polar 410,959 μg/mL

3. Ekstrak semi polar 291,430 μg/mL

4. Ekstrak polar 55,473 μg/mL

45
Hasil uji aktivitas antioksidan pada pembanding asam galat dan sampel

didapatkan hasil asam galat memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat, ekstrak

non polar dan semi polar daun sungkai memiliki aktivitas antioksidan lemah.

Sedangkan ekstrak polar daun sungkai memiliki aktivitas antioksidan kuat.

Tingginya aktifitas antioksidan pada ekstrak polar dibandingkan ekstrak semi

polar dan non polar diakibatkan banyaknya senyawa yang aktif sebagai

antioksidan terlarut dalam pelarut polar seperti senyawa fenolik dan steroid.

Kesetaraan aktivitas antioksidan ekstrak non polar, semi polar dan polar

daun sungkai dengan asam galat didapatkan hasil sebesar 139,166 mg ekstrak non

polar, 98,689 mg ekstrak semi polar dan 18,785 mg. Artinya 1 mg asam galat

setara dengan 139,166 mg ekstrak non polar, 98,689 mg ekstrak semi polar, dan

18,785 mg ekstrak polar daun sungkai. Semakin kecil hasil yang diperoleh maka

aktivitas antioksidannya akan semakin kuat.

Menurut penelitian yang telah dilakukan Setyaningrum (2019) ekstrak

etanol (polar) daun sungkai mempunyai nilai IC50 sebesar 44,933 ppm, yang

menunjukkan bahwa ekstrak daun sungkai memiliki aktivitas antioksidan sangat

kuat. Hal ini berbeda dengan hasil yang di dapatkan kemungkinan karena

perbedaan kandungan metabolit sekunder pada tanaman yang tergantung faktor

lingkungan, faktor tumbuhan itu sendiri dan metode ekstraksi yang digunakan.

Kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan sangat erat kaitannya dengan

senyawa antioksidan alami (Supriatna, dkk. 2019). Perbedaan teknik ekstraksi

suatu simplisia akan sangat berpengaruh terhadap kandungan dan kualitas

metabolit sekunder yang dihasilkan (Mentari, dkk. 2019).

46
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semua ekstrak memiliki aktifitas

antioksidan yang berbeda-beda, dimana ekstrak polar memiliki aktivitas

antioksidan kuat, ekstrak semi polar memiliki aktivitas antioksidan lemah dan

ekstark non polar memiliki aktivitas antioksidan paling lemah. Perbedaan ini

diakibatkan karena kandungan dan jenis senyawa aktif yang terdapat dalam

ekstrak berbeda, sehingga aktivitas antioksidan yang diperoleh juga bebeda.

Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidannya.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa daun sungkai Peronema

canescens Jack mengandung metabolit sekunder dan memiliki aktifitas

antioksidan dari golongan senyawa fenol, terpenoid dan steroid, sehingga bisa

dikembangkan sebagai bahan baku obat dan kosmetika.

47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan karakteristik dan aktivitas

antioksidan ekstrak non polar daun sungkai yaitu secara organoleptis berupa

cairan kental, berwarna oranye kecoklatan, bau khas, dengan susut pengeringan

5,279%, kadar abu 0,287%, dan mengandung senyawa terpenoid dan steroid, serta

memiliki aktivitas antioksidan paling lemah dengan nilai IC50 yaitu 410, 959 ppm.

Ekstrak semi polar daun sungkai berupa cairan kental, berwarna hijau pekat, bau

khas, susut pengeringan 6,68%, kadar abu 0,455%, mengandung senyawa

terpenoid, steroid dan fenol, serta memilki aktivitas antioksidan lemah dengan

nilai IC50 yaitu 291, 430 ppm. Ekstrak polar daun sungkai berupa cairan kental,

berwarna hijau pekat kehitaman, bau khas, susut pengeringan 9,66%, kadar abu

3,605%, mengandung senyawa steroid dan fenol, serta memiliki aktivitas

antioksidan kuat dengan hasil IC50 yaitu 55, 473 ppm.

5.2 Saran

Disarankan untuk peneliti selanjutnya dapat menguji kadar aktivitas

antioksidan dari fraksi-fraksi dan dapat mengisolasi senyawa kimia lainnya.

48
DAFTAR PUSTAKA

Alen, Y., Agresa, F.L., Yuliandra, Y. 2017. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) Dan Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Rebung Schizostachyum
brachycladum Kurz (Kurz) Pada Mencit Putih Jantan. Jurnal Sains
Farmasi Dan Klinis, 3 (2), (146-152).

Artini, Astuti K.W, dan Warditiani N.K, 2013. Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat
Rimpang bangle. Jurnal Volume 2. Nomor 4. Bali : Universitas udayana.

Badarinath, A.V., Mallikarjuna, K, Chetty, C.M., Ramkanth, S., Rajan, T.V., dan
Gnanaprakash, K., 2010, A Review on In-vitro Antioxidant Methods:
Comparison, Correlation and Considerations. Int. J. Pharm. Tech. Research,
2 (2), 1276-1285.

Badiarajo, Panji. H. 2014. Uji Potensi Antipiretik Daun Muda Sungkai (Peronema
canescens) Pada Mencit (Mus musculus) Serta Implementasinya Dalam
Pembelajaran Sistem Imun di SMA. Skripsi. Bengkulu : Universitas
Bengkulu.

Choi, Y.W., LO, S.C, dan Han, S., 2004, Antioxidant Activity of Crude Exctract
and Pure Compounds of Acer ginnata Max. Bull Korean Chem Soc, 25, 389-
391.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.


Padang : Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(LPTIK) Universitas Andalas.

Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Nabavi, S.F., 2009. Antioxidant Activity of


Methanol Extract of Ferula Assafoetida and its Essential Oil Composition.
Grasas Aceites, 60 (4), 405-412.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.

Fidrianny, I., Darmawati, A., Sukrasno, 2014, Antioxidant Capacities from


Different Polarities Extracts of Cucurbitaceae Leaves Using FRAP, DPPH
Assay and Corelation with Phenolic, Flavonoid, Carotenoid Content. Int. J.
Pharm. Sci., Vol. 6, 858-862.

Hadi, I. 2011. Identifikasi Metabolit Sekunder dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Daun Sungkai (Peronema canescens Jack). Skripsi. Samarinda : Universitas
Mulawarman Samarinda.

Hapsari, A. M., Masfria, Dalimunthe, A. 2018. Pengujian Kandungan Total Fenol


Ekstrak Etanol Tempuyung (Shoncus arvensis L.). Tropical Medicine
Conference Series 01 (2018), (284-290).

49
Hidayat, R. 2008. Penentuan Mutu Bibit Sungkai (peronema canescens) di
Pembibitan Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Desa
Halaban Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Hidayati, Isnaini. 2020. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dari
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack) Serta Uji Toksisitas
Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Skripsi. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.

Irianti, T. T., Sugiyanto, Nuranto, S., Kuswandi, M. 2017. Antioksidant.


Yogyakarta.

Kate, Desi. 2014. Penetapan Kandungan Fenolik Total dan Uji Aktivitas
Antioksidan Dengan Metode Dpph (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazil) Ekstrak
Metanolik Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa (Lour) Hallier f.).
Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Kristina, H.D.,Ariviani, S., dan Khasanah, L.U. 2012. Ekstraksi Pigmen


Antosianin Buah Sanggani (Melastoa malabathricum Auct. Non Linn)
dengan Variasi Jenis Pelarut. J. Teknosains Pangan, 1(1), 105-109.

Kuncahyo, I., dan Sunardi, 2007, Uji Aktivitas Ekstrak Belimbing Wuluh
(Averhoa bilimbi, L.) terhadap DPPH. Seminar Nasional Teknologi (SNT),
1-9.

Kusriani, R. Dkk. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Fraksi Kulit
Batang Dan Daun Sungkai (Peronema Canescens Jack) Terhadap
Staphylococcus Aureus Atcc 25923 Dan Escherichia Coli ATCC 25922.
Jurnal Farmasi Galenika Volume 02 No. 01.

Libretexts. 2019. Thin Layer Chromatography. Diakses tanggal 21 Desember


2020 dari
https://chem.libretexts.org/Ancillary_Materials/Demos_Techniques_and_Ex
periments/General_Lab_Techniques/Thin_Layer_Chromatography.

Mentari, D., Naima, M., Wulansari, R., Widada, J., Nuringtyas, T. R., Wibawa,
T., Wijayanti, N. 2019. Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Metabolit
Sekunder Streptomyches sp. GMR22 Terhadap Toksisitas Pada Sel BHK-
21. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 16, No. 1, (2019).

Molyneux, P., 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin, J.Sci. Technol.,
26 (2), 211-219.

Mosquera, O., M, Correa, Y., M, Buitrago D. C. N. J. 2007. Antioxidant Activity


of Twenty Five Plants from Colombian Biodiversity. Mem Inst Oswaldo
Cruz.

50
Muharram, dan Nur Jannah B. 2009. Isolasi dan Identifikasi Sterol dari Ekstrak n-
heksana Daun Meniran Hijau Phyllanthus niruri L. (Euphorbiaceae).
Bionature Vol. 10 (2).

Ningsih, A., Subehan, dan M. Natsir D. 2013.Potensi Antimikroba dan Analisis


Spektroskopi Isolat Aktif Ekstrak n- Heksan Daun Sungkai (Peronema
Canescens) Terhadap Beberapa Mikroba Uji. Journal Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.

Nyiredi S.Z. 2002. Planar Chromatographic Method Development Using The


Prisma Optimization System and Flow Charts. Jurnal Chromatografi
Scientific. 40: 1-10.

Pham-Huy LA, He Hua, dan Pham-Huy C. 2008. Free radicals, antioxidants in


disease and health. International Journal of Biomedical Science, 4(2), 89–
96.

Plantamor. 2008. Plantamor Situs Dunia Tumbuhan, Informasi Spesies-Sungkai.


Diakses tanggal 13 April 2020 dari
http://plantamor.com/species/info/peronema/canescens.

Pourmorad F, Hosseinimehr S J, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant Activity ,


Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants.
African Journal of Biotechnology. 5 (11): 1142-1145.

Prabowo, Y., Irawan, H., Pratomo, A. 2014. Ekstraksi Senyawa Metabolit Yang
Terdapat Pada Daun Mangrove Xylocarpus Granatum Dengan Pelarut
Yang Berbeda. Jurnal FKIP, UMRAH.

Prasetyo, Inoriah, E. 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan


Simplisia). Bengkulu : UNIB.

Prasiwi, D., Sundaryono, A., Handayani, D. 2018. Aktivitas Fraksi Etanol dari
Ekstrak Daun Peronema canescens Terhadap Tingkat Pertumbuhan
Plasmodium berghei. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia, Universitas
Bengkulu 2018:2(1):25 –32.

Priyani, Tanti. 2010. Uji Mutagenisitas Fraksi Ekstrak Terhadap Kloroform Daun
Ambre (Geranium radula Cavan.) Terhadap Bakteri Salmonella
typhimurium TA 98, TA 100 Dan TA 1535 Serta Profil kandungan Kimia
Fraksi Teraktif. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Ramadenti, F., Sundaryono, A., Handayani, D. 2017. Uji Fraksi Etil Asetat Daun
Peronema canescens Terhadap Plasmodium berghei Pada Mus musculus.
Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia, Universitas Bengkulu. 2017: l (2) : 89-
92.

Rosdiana, N. A. 2014. Fraksi Aktif Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Kayu Sungkai
(Peronema canescens Jack). Skripsi. Bogor : Insttitut Pertanian Bogor.

51
Sadeli, Richard A. 2016. Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (1,1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl) Ekstrak Bromelin Buah Nanas (Ananas comosus
(L.) Merr.). Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Safitri, Ratih. 2008. Penetapan Beberapa Parameter Spesifik Dan Non Spesifik
Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill.). Skripsi. Depok :
Universitas Indonesia.

Setyaningrum, D. 2019. Penetapan Kadar Flavonoid Total dan Uji Aktivitas


Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Sungkai (Peronema canescens jack) Asal
Kalimantan Selatan. Skripsi. Banjarbaru : Universitas Lambung Mangkurat.

Sopiah, B., Muliasari, H., Yuanita, E. 2019. Skrining Fitokimia Dan Potensi
Aktivitas Antioksidan Estrak Etanol Daun Hijau Dan Daun Merah Kastuba.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol 17 (1) 2019 : 27-23.

Suarsa, I Wayan. 2015. Spektroskopi. Bali : Universitas Udayana.

Supriatna, D., Mulyani, Y., Rostini, I., Agung, M. U. K. 2019. Aktivitas


Antioksidan, Kadar Total Flavonoid Dan Fenol Ekstrak Metanol Kulit
Batang Mangrove Berdasarkan Stadia Pertumbuhannya. Jurnal Perikanan
Dan Kelautan Vol. X No. 2 (25-42).

Supriningrum, R., Fatimah, N., Purwanti, Y. E. 2019. Karakterisasi Spesifik Dan


Non Spesifik Ekstrak Metanol Daun Putat (Planchonia valida). Al Ulum
Sains Dan Teknologi Vol 5.

Utami, Y.P., Umar, A.H., Syahruni, R., Kadullah, I. 2017. Standardisasi Simplisia
dan Ekstrak Etanol Daun Leilem (Clerodendrum minahassae Teisjm. &
Binn.). Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences 2017. 2(1): pp
32-39.

Widyastuti, niken. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode


Cuprac, Dpph, dan Frap Serta Korelasinya Dengan Fenol dan Flavonoid
Pada Enam Tanaman. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Yani, A.P., Putranto, A.M.H. 2014. Examination Of The Sungkai’s Young Leaf
Extract (Peronema canescens) As An Antipiretic, Immunity,
Antiplasmodium And Teratogenity In Mice (Mus muculus). International
Journal of Science and Engineering, Vol. 7(1) 2014:30-34.

Yani, Ariefa Primair. 2013. Kearifan Lokal Penggunaan Tumbuhan Obat oleh
Suku Lembak Delapan di Kabupaten Bengkulu Tengah Bengkulu.
Prosiding Semirata Universitas Lampung 2013.

Zhang, Q. W., Lin, L. G., Ye, W. C. 2018. Thechnique For Extraction And
Isolation Of Natural Products: A Comprehemsive Review. Journal Of
Chinese Medicine 2018.(13:20).

52
Lampiran 1. Tumbuhan Sungkai (Peronema canescens Jack)

Gambar 4. Tumbuhan Sungkai (Peronema canescens Jack)

Gambar 5. Daun Sungkai (Peronema canescens Jack)

53
Lampiran 2. Hasil Identifikasi Sungkai (Peronema canescens Jack)

Gambar 6. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan Sungkai (Peronema


canescens Jack) di herbarium Universitas Andalas

54
Lampiran 3. Prosedur Kerja Penyiapan sampel Daun P. canescens Jack

1 kg sampel

Daun P. canescens Jack.

- Dikumpulkan, dibersihkan,
kemudian dikeringkan dengan
di angin-anginkan tanpa sinar
matahari, lalu diserbukkan

Serbuk simplisia

Gambar 7. Prosedur Penyiapan Sampel Daun P. canescens Jack.

55
Lampiran 4. Prosedur Kerja Ekstraksi Daun P. canescens Jack.

300 g Serbuk simplisia Daun P. canescens Jack

- maserasi dengan n-heksan

Ekstrak n-Heksan Ampas

Rotary evaporator
-maserasi dengan etil asetat
Ekstrak kental non polar
(7,2806 g)

Ekstrak etil asetat Ampas

Rotary evaporator -Maserasi


dengan metanol

Ekstrak kental semi polar


(14,8768 g) Ekstrak metanol

Rotary evaporator

Ekstrak kental polar


(34,4981 g)

Gambar 8. Prosedur Ekstraksi Daun P. canescens Jack.

56
Lampiran 5. Prosedur Kerja Evaluasi Ekstrak Daun P. canescens Jack.

Ekstrak kental sampel

Pemeriksaan organoleptis

Perhitungan rendemen

Pemeriksaan kadar abu

Susut Pengeringan

Uji Kromatografi Lapis Tipis

Uji Aktivitas Antioksidan

Gambar 9. Prosedur Evaluasi Ekstrak Daun P. canescens Jack.

57
Lampiran 6. Hasil Evaluasi Ekstrak Non Polar, Semi Polar, dan Polar
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack)

Tabel 6. Hasil Evaluasi Organoleptis Ekstrak Non Polar, Semi Polar dan
Polar Daun Sungkai (Peronema canescens Jack)

NO Pemeriksaan Pengamatan
Ekstrak non Ekstrak semi Ekstrak polar
polar polar
1. Bentuk Cairan kental Cairan kental Cairan kental
2. Warna Oranye Hijau pekat Hijau pekat
kecoklatan kehitaman
3. Bau Khas Khas Khas

Tabel 7. Hasil Rendemen Ekstrak Non Polar, Semi Polar dan Polar Daun
Sungkai (Peronema canescens Jack)

Ekstrak Berat Ekstrak yang Berat Sampel Rendemen


Diperoleh Kering

Non Polar 7,2806 g 300 g 2,426 %

Semi Polar 14,8768 g 300 g 4,958 %

Polar 34,4981 g 300 g 11,499 %

Contoh Perhitungan Rendemen

( )
% Rendemen = ( )

Rendemen ekstrak non polar = 7,280 × 100 %

300

= 2,426 %

58
Tabel 8. Hasil Susut Pengeringan Ekstrak Non Polar, Semi Polar dan Polar
Daun Sungkai (Peronema canescens Jack)

Ekstrak Berat krus Berat krus + Berat krus + Susut


kosong (g) ekstrak sebelum ekstrak setelah pengeringan
dipijar (g) dipijar (g) (%)

Non polar 40,7558 41,7522 41,6995 5,289

Semi polar 45,0355 46,0457 45,9827 6,68


Polar 38,1551 39,1758 39,0772 9,66

Contoh Perhitungan Susut Pengeringan

( ) ( )
Susut pengeringan = ( )

Keterangan: A= Berat krus kosong

B= Berat krus + sebelum sampel dipanaskan

C= Berat krus + setelah sampel dipanaskan

Perhitungan susut pengeringan ekstrak non polar

( ) ( )
Susut pengeringan = ( )
= 5,289 %

59
Tabel 9. Hasil Perhitungan Kadar Abu Ekstrak non polar dan semi polar
dan polar daun sungkai ( Peronema canescens Jack).

Ekstrak Berat krus Berat krus + Berat krus + Kadar abu


kosong sampel sampel (%)
sebelum sesudah
dipijar dipijar

Non polar 37,5664 g 39,5803 g 37,5722 g 0,287 %


Semi polar 37,5789 g 39,6218 g 37,5882 g 0,455 %
Polar 54,9536 g 56,9506 g 55,0256 g 3,605 %

Contoh Perhitungan Kadar Abu

( )
Kadar Abu (%) = ( )

Keterangan : A = Berat krus kosong

B = Berat krus + sampel sebelum dipijarkan

C = Berat krus + sampel setelah dipijarkan

Pemeriksaan Kadar Abu Ekstrak Non Polar

Kadar abu (%) = 37,5722 – 37,5664 x 100 %

39,5803 – 37,5664

= 0,287 %

60
Lampiran 7. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Non Polar Daun
Sungkai dengan Eluen N-Hexan : Etil Asetat (8 : 2)

1) 2) 3) 4)

5) 6) 7)

Gambar 10. Hasil Kromatografi Lapis Tipis dengan Eluen N-Hexan : Etil Asetat
(8 : 2) H. Ekstrak Non Polar di deteksi dengan 1) Visual, 2) UV
254 nm, 3) UV 366 nm, 4) Vanilin sulfat 10 %, 5) FeCl 3, 6)
Dragendroff, 7) DPPH.

61
Lampiran 8. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Semi Polar Daun
Sungkai dengan Eluen Etil Asetat : N-Hexan (6 : 4)

1) 2) 3) 4)

5) 6) 7)

Gambar 11. Hasil Kromatografi Lapis Tipis dengan Eluen Etil Asetat : N-Hexan
(6 : 4) E. Ekstrak Semi Polar di deteksi dengan 1) Visual, 2) UV
254 nm, 3) UV 366 nm, 4) Vanilin sulfat 10 %, 5) FeCl 3, 6)
Dragendroff, 7) DPPH.

62
Lampiran 9. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Polar Daun
Sungkai dengan Eluen Etil Asetat : Metanol : Asam Asetat
(8: 1,5 : 0,5)

1) 2) 3) 4)

5) 6) 7)
Gambar 12. Hasil Kromatografi Lapis Tipis dengan Eluen Etil Asetat : Hexan (6
: 4) M. Ekstrak Polar di deteksi dengan 1) Visual, 2) UV 254 nm,
3) UV 366 nm, 4) Vanilin sulfat 10 %, 5) FeCl 3, 6) Dragendroff, 7)
DPPH.

63
Lampiran 10. Prosedur Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
DPPH 35

Dipipet 4 ml larutan DPPH


35

 Tambahkan 2 ml campuran
metanol : aquadest (1:1)
 Diamkan selama 30 menit
ditempat gelap

Ukur serapan dengan


Spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang maksimum 400 -
800 nm

Gambar 13. Prosedur Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH


35

64
Lampiran 11. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam
Galat.

Pipet 5 mL larutan induk asam galat


(500 )

 Dilarutkan dengan campuran


metanol : aquadest (1:1)
dalam labu ukur 100 ml
hingga batas

Larutan standar asam galat konsentrasi 25

 Pipet masing-masing larutan


standar (1; 2; 3; 4; 5) mL
 Ditambahkan campuran
metanol : aquadest (1:1)
dalam labu ukur 10 mL

Diperoleh konsentrasi 1; 2; 3; 4; 5

 Dipipet 2 ml masing-masing
konsentrasi, masukkan
kedalam vial
 Tambahkan 4 ml larutan
DPPH
 Diamkan selama 30 menit
ditempat yang gelap.

Ukur serapan dengan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang


gelombang maksimum

Hitung % Inhibisi dan IC50

Gambar 14. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat.

65
Lampiran 12. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar
Daun Sungkai

Larutan induk ekstrak non polar daun


sungkai (1000 )

 Pipet masing-masing larutan


standar (1; 1,6; 2,2; 2,8; 3,4)
mL
 Ditambahkan campuran
metanol : aquadest (1:1)
dalam labu ukur 10 mL

Diperoleh konsentrasi 100; 160; 220; 280; 340

 Dipipet 2 ml masing-masing
konsentrasi, masukkan
kedalam vial
 Tambahkan 4 ml larutan
DPPH
 Diamkan selama 30 menit
ditempat yang gelap.

Ukur serapan dengan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang


gelombang maksimum

Hitung % Inhibisi dan IC50

Gambar 15. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun
Sungkai.

66
Lampiran 13. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi
Polar Daun Sungkai

Larutan induk ekstrak daun sungkai


(1000 )

 Pipet masing-masing larutan


standar (1; 1,6; 2,2; 2,8; 3,4)
mL
 Ditambahkan campuran
metanol : aquadest (1:1)
dalam labu ukur 10 mL

Diperoleh konsentrasi 100; 160; 220; 280; 340

 Dipipet 2 ml masing-masing
konsentrasi, masukkan
kedalam vial
 Tambahkan 4 ml larutan
DPPH
 Diamkan selama 30 menit
ditempat yang gelap.

Ukur serapan dengan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang


gelombang maksimum

Hitung % Inhibisi dan IC50

Gambar 16. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun
Sungkai.

67
Lampiran 14. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar
Daun Sungkai

Larutan induk ekstrak daun sungkai


(1000 )

 Pipet masing-masing larutan


standar (0,4; 0,5; 0,6; 0,7;
0,8) mL
 Ditambahkan campuran
metanol : aquadest (1:1)
dalam labu ukur 10 mL

Diperoleh konsentrasi 40; 50; 60; 70; 80

 Dipipet 2 ml masing-masing
konsentrasi, masukkan
kedalam vial
 Tambahkan 4 ml larutan
DPPH
 Diamkan selama 30 menit
ditempat yang gelap.

Ukur serapan dengan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang


gelombang maksimum

Hitung % Inhibisi dan IC50

Gambar 17. Prosedur Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar Daun


Sungkai.

68
Lampiran 15. Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH 35

Gambar 18. Hasil Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH


35

69
Lampiran 16. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat

Tabel 10. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Asam Galat

Konsentrasi Absorban Absorban asam Inhibisi IC50


Asam Galat kontrol galat + DPPH (%) (µg/mL)
(µg/mL)
1 0,702 0,481 31,481% 2,953
2 0,702 0,420 40,170%
3 0,702 0,354 49,572%
4 0,702 0,274 60,968%
5 0,702 0,210 70,085%

Aktivitas Antioksidan Standar Asam Galat 50 μg/mL


80
70 y = 21,0534 + 9,8006x
r = 0,9990
60
% Inhibisi

50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi (μg/mL)

Gambar 19. Kurva Kalibrasi Antioksidan Asam Galat.

Contoh perhitungan % inhibisi larutan standar asam galat :

bsorban Kontrol – bsorban Sampel


Inhibisi 100
bsorban Kontrol
0, 702 – 0, 481
Inhibisi
0, 702
Perhitungan IC50 larutan standar asam galat :

Dari persamaan % inhibisi dan konentrasi didapatkan persamaan regresi

linear, dengan persamaan ini dapat dihitung konsentrasi larutan standar asam

galat yang memberikan inhibisi sebesar 50 % :

70
Y = a + bx

50 = 21,0534 + 9,8006x

50 – 21, 0534
x
9, 8006

x = 2,953 µg/mL

dimana :

x = Konsentrasi larutan standar asam galat

Y = Persen inhibisi

71
Lampiran 17. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Sampel

Tabel 11. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun
Sungkai (Peronema canescens Jack).

Konsentrasi Absorban Absorban Ekstrak Inhibisi IC50


Ekstrak Non Kontrol Non Polar + DPPH (%) (µg/mL)
Polar
(µg/mL)

100 0,702 0,597 14,957 % 410,959


160 0,702 0,554 21,082 %
220 0,702 0,511 27,207 %
280 0,702 0,454 35,327 %
340 0,702 0,406 42,165 %

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun Sungkai


(Peronema canescens Jack)
45
40
y = 2,9719 + 0,114435x
35
r = 0,9985
30
% Inhibisi

25
20
15
10
5
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Konsentrasi (μg/mL)

Gambar 20. Kurva Kalibrasi Antioksidan Ekstrak Non Polar Daun


Sungkai.

Contoh perhitungan % inhibisi larutan ekstrak non polar daun sungkai :

bsorban Kontrol – bsorban Sampel


Inhibisi 100
bsorban Kontrol

0, 702 – 0, 597
Inhibisi
0, 702

72
Perhitungan IC50 larutan ekstrak non polar daun sungkai :

Dari persamaan % inhibisi dan konsentrasi didapatkan persamaan

regresi linear, dengan persamaan ini dapat dihitung konsentrasi larutan ekstrak

non polar daun sungkai yang memberikan inhibisi sebesar 50 % :

Y = a + bx

50 = 2,9719 + 0,114435x

50 – 2, 9719
x
0, 114435

x = 410,959 µg/mL

dimana :

x = Konsentrasi larutan ekstrak non polar daun sungkai

Y = Persen inhibisi

73
Lampiran 18. (Lanjutan)

Tabel 12. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun
Sungkai (Peronema canescens Jack).

Konsentrasi Absorban Absorban Eksrak Inhibisi IC50


Ekstrak Semi Kontrol Semi Polar + DPPH (%) (µg/mL)
Polar (µg/mL)
100 0,702 0,621 11,538 % 291,430
160 0,702 0,533 24,074 %
220 0,702 0,454 35,327 %
280 0,702 0,359 48,860 %
340 0,702 0,288 58,974 %

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun Sungkai


(Peronema canescens Jack)
70

60

50 y = -8,12 + 0,19943x
r = 0,9992
% Inhibisi

40

30

20

10

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Konsentrasi (μg/mL)

Gambar 21. Kurva Kalibrasi Antioksidan Ekstrak Semi Polar Daun Sungkai.

Contoh perhitungan % inhibisi larutan ekstrak semi polar daun sungkai :

bsorban Kontrol – bsorban Sampel


Inhibisi 100
bsorban Kontrol

0, 702 – 0, 621
Inhibisi 100 11, 538
0, 702

74
Perhitungan IC50 larutan ekstrak semi polar daun sungkai :

Dari persamaan % inhibisi dan konsentrasi didapatkan persamaan regresi

linear, dengan persamaan ini dapat dihitung konsentrasi larutan ekstrak semi

polar daun sungkai yang memberikan inhibisi sebesar 50 % :

Y = a + bx

50 = -8,12 + 9,8006x

50 8, 12
x
9, 8006

x = 291,430 µg/mL

dimana :

x = Konsentrasi larutan ekstrak semi polar daun sungkai

Y = Persen inhibisi

75
Lampiran 19. (Lanjutan)

Tabel 13. Hasil Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar Daun


Sungkai (Peronema canescens Jack).

Konsentrasi Absorban Absorban Ekstrak Inhibisi IC50


Ekstrak Polar Kontrol Polar + DPPH (%) (µg/mL)
(µg/mL)
40 0,702 0,421 40,028 % 55,473
50 0,702 0,376 46,438 %
60 0,702 0,334 52,421 %
70 0,702 0,279 60,256 %
80 0,702 0,242 65,527 %

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Polar Daun Sungkai


(Peronema canescens Jack)
70
y = 14,0444 + 0,64816x
60 r = 0,9987
50
% Inhibisi

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Konsentrasi (μg/mL)

Gambar 22. Kurva Kalibrasi Ekstrak Polar Daun Sungkai.

Contoh perhitungan % inhibisi larutan ekstrak polar daun sungkai :

bsorban Kontrol – bsorban Sampel


Inhibisi 100
bsorban Kontrol

0, 702 – 0, 421
Inhibisi 100 40, 028
0, 702

76
Perhitungan IC50 larutan ekstrak polar daun sungkai :

Dari persamaan % inhibisi dan konsentrasi didapatkan persamaan regresi

linear, dengan persamaan ini dapat dihitung konsentrasi larutan ekstrak polar

daun sungkai yang memberikan inhibisi sebesar 50 % :

Y = a + bx

50 = 14,0444 + 0,64816x

50 – 14, 0444
x
0, 64816

x = 55,473 µg/mL

dimana :

x = Konsentrasi larutan ekstrak polar daun sungkai

Y = Persen inhibisi

77
Lampiran 20. Kesetaraan Aktivitas Antioksidan dengan Pembanding

Tabel 14. Kesetaraan Aktivitas Antioksidan dengan Pembanding

Sampel IC50 (ppm) Kesetaraan / mg asam


galat
Ekstrak non polar 410,959 139,166
Ekstrak semi polar 291,430 98,689
Ekstrak polar 55,473 18,785

IC50 Asam Galat = 2,953 ppm

I 50 Sampel
Perhitungan kesetaraan antioksidan = I 1 mg sam galat
50 sam galat

Perhitungan kesetaraan antioksidan ekstrak non polar daun sungkai

= 139,166 mg

Perhitungan kesetaraan antioksidan ekstrak semi polar daun sungkai

= 98,689 mg

Perhitungan kesetaraan antioksidan ekstrak polar daun sungkai

= 18,785 mg

78
Lampiran 21. Dokumentasi Penelitian

(a) (b)

Gambar 23. Pemeriksaan aktivitas antioksidan pembanding asam galat

(a) (b)
Gambar 24. Pemeriksaan aktivitas antioksidan ekstrak non polar daun
sungkai

Keterangan

(a) = Variasi konsentrasi sampel

(b) = Variasi konsentrasi sampel setelah penambahan DPPH

79
Lampiran 22. (Lanjutan)

(a) (b)
Gambar 25. Pemeriksaan aktivitas antioksidan ekstrak semi polar daun
sungkai

(a) (b)
Gambar 26. Pemeriksaan aktivitas antioksidan ekstrak polar daun sungkai
Keterangan :
(a) = Variasi konsentrasi sampel
(b) = Variasi konsentrasi sampel setelah penambahan DPPH

80

Anda mungkin juga menyukai