Anda di halaman 1dari 124

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI n-HEKSAN,

FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR DARI DAUN ALPUKAT


(Persea americana Mill.) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans

SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “YAYASAN PHARMASI” Semarang

Hestinanda Nurfajrina
1041211075

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2016

1
ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hestinanda Nurfajrina

NIM : 1041211075

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksan,

Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Dari Daun Alpukat

(Persea americana Mill.) Terhadap Bakteri Streptococcus

mutans

Tahun pembuatan : 2016

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah skripsi saya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, Agustus 2016

Hestinanda Nurfajrina

iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“There are really no secret to success. Find something you love, be real good at it,
and work hard on it. Act like a sponge, absorb the knowledge, positivity, and
experiences from people around you. Be in competition with yourself, no others.
And above all, take the time to appreciate what you have.”-Raisa Andriana.

Dengan penuh rasa syukur kupersembahkan karya ini untuk :


Allah SWT atas anugrerahNya sehingga karya ini dapat terselesaikan.
Kedua orangtuaku, kakak dan keluarga tersayang yang selalu mendoakan,
mendukung dan memberikan semangat
Untuk sahabat dan teman – teman seperjuangan, terimakasih atas
dukungannya
Diriku dan almamaterku

iv
PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksan, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air

Dari Daun Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Bakteri Streptococcus

mutans”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya kerjasama dan bantuan dari

berbagai pihak. Bersama dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

pihak – pihak yang telah banyak membantu yaitu :

1. Dra. Erlita Verdia Mutiara, M.Si., Apt., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang, yang telah memberikan semangat

dan nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Intan Martha Cahyani, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi S1 Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang yang telah memberikan

dorongan semangat dan nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Indah Sulistyarini, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

dorongan, semangat, nasehat, petunjuk, dan bimbingan kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Wulandari, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

dorongan, semangat, nasehat, petunjuk, dan bimbingan kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

v
5. Lia Kusmita, M.Si, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan

nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Yuvianti Dwi F., M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

saran dan nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Anastasia Setyopuspito, M.Si., Apt., selaku Dosen wali yang telah

memberikan saran dan nasehat kepada penulis.

8. Segenap dosen, staf, laboran dan karyawan STIFAR “Yayasan Pharmasi”

Semarang.

9. Ayah, Ibu, Mas Geri dan segenap keluarga yang telah memberikan dorongan

moril maupun materil, semangat, dan kasih sayang selama ini.

10. Nino Suryaning Kencana, Febri Kusuma Arfiska, Iin Fitrianing Wulandari dan

Isnu Arif Wibowo yang selalu memberi dukungan moral, doa, semangat,

bantuan dan motivasi.

11. Teman temanku Marisa, Cepuk, Intan, Gelis, Oyen, Lina, Nanik, Margonde

dan teman-teman laboratorium biofar terimakasih atas tawa, dukungan dan

semangat yang sudah kalian berikan,

12. Sahabat, teman teman yang selalu memberi semangat, bantuan dan motivasi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang

membangun sebagai koreksi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, Agustus 2016

Penulis

vi
SARI

Karies merupakan infeksi yang merusak kepadatan dari jaringan gigi.


Penyebab terjadinya karies gigi adalah bakteri Streptococcus mutans. Salah satu
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri adalah daun alpukat
(Persea americana Mill.). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
adanya aktivitas antibakteri serta perbedaan aktivitas antibakteri pada ekstrak
etanol daun alpukat, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air dari ekstrak
etanol daun alpukat serta senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans.
Ekstrak etanol kental daun alpukat diperoleh melalui proses remaserasi
dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak etanol kental kemudian
dilakukan fraksinasi dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan air. Pengujian
aktivitas antibakteri pada ekstrak dan masing-masing fraksi menggunakan metode
difusi sumuran. Konsentrasi ekstrak dan fraksi dibuat 10%, 12,5%, dan 15%.
Amoksisilin 0,0036% digunakan sebagai kontrol positif sedangkan DMSO
sebagai pelarut dan kontrol negatif. Pengukuran aktivitas antibakteri dilihat dari
diameter zona bening pertumbuhan bakteri.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol dan fraksi etil asetat
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid. Fraksi
n-heksan mengandung senyawa alkaloid, saponin, tanin, dan steroid. Fraksi air
mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Hasil rata-rata diameter zona
bening ekstrak etanol berturut-turut 0,677 cm; 0,729 cm; 0,808 cm. Fraksi
n-heksan tidak memberikan zona bening. Fraksi etil asetat 0,736 cm; 0,821 cm;
0,933 cm. Fraksi air 0,629cm; 0,654 cm; 0,684 cm. Pemeriksaan senyawa yang
mempunyai aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi kontak dalam
penelitian digunakan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air dari ekstrak
etanol daun alpukat. Hasil uji bioautografi kontak menunjukkan bahwa senyawa
alkaloid, flavonoid, saponin dan steroid mampu menghambat Streptococcus
mutans.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitan ini adalah ekstrak etanol daun
alpukat, fraksi etil asetat dan fraksi air mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans namun fraksi n-heksan tidak mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans. Senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin dan steroid memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

Kata kunci : daun alpukat, fraksinasi, antibakteri, Streptococcus mutans, karies


gigi.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
iv
PRAKATA
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
v
SARI
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
vii
DAFTAR ISI
...................................................................................................................
...................................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN

viii
ix

..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah

1
1.2 Rumusan Masalah

3
1.3 Batasan Masalah

3
1.4 Tujuan Penelitian

4
1.5 Manfaat Penelitian

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
6
2.1 Tanaman Daun Alpukat

6
2.1.1 Klasifikasi Tanaman

6
2.1.2 Nama Lain

7
2.1.3 Morfologi Tanaman

7
2.1.4 Khasiat dan Kegunaan
x

..................................................................................................
..................................................................................................
8
2.1.5 Kandungan Kimia

8
2.1.5.1 Flavonoid
......................................................................................
......................................................................................
8
2.1.5.2 Saponin
......................................................................................
......................................................................................
9
2.1.5.3 Tanin
......................................................................................
......................................................................................
10
2.1.5.4 Alkaloid
......................................................................................
......................................................................................
11
2.1.5.5 Triterpenoid/Steroid
......................................................................................
......................................................................................
12
2.2 Tinjauan tentang Ekstraksi

13
2.3 Tinjauan tentang Cairan Penyari

14
2.3.1 Sifat-Sifat Cairan Penyari
.....................................................................................................
.....................................................................................................
15
2.4 Tinjauan tentang Metode Fraksinasi

17
2.5 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis

18
2.6 Tinjauan tentang Streptococcus mutans

21
2.6.1 Klasifikasi Bakteri Streptococcus mutans

21
2.6.2 Morfologi dan Fisiologi Bakteri Streptococus mutans

21
2.6.3 Patologis Bakteri Streptococus mutans

22
2.6.4 Pertahanan Bakteri Streptococus mutans

23
2.7 Tinjauan tentang Karies Gigi
24
2.8 Tinjauan tentang Media Pertumbuhan Bakteri
25
2.9 Media Mueller Hilton Agar (MHA)
27
2.10 Tinjauan tentang Antibakteri
27
2.11Tinjauan tentang DMSO
32
2.12 Tinjauan tentang Amoksisilin
32
2.13..............................................................................................................
Hipotesis

xi
xii

..............................................................................................................
..............................................................................................................
33
BAB III METODE PENELITIAN
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
34
3.1 Obyek Penelitian
..............................................................................................................
..............................................................................................................
34
3.2 Sampel dan Teknik Sampling
..............................................................................................................
..............................................................................................................
34
3.3 Variabel Penelitian
..............................................................................................................
..............................................................................................................
34
3.4 Tekhnik Pengumpulan Data
..............................................................................................................
..............................................................................................................
35
3.5 Alat dan Bahan
..............................................................................................................
..............................................................................................................
35
3.6 Prosedur Kerja
..............................................................................................................
..............................................................................................................
36
3.6.1 Determinasi Tanaman
..................................................................................................
..................................................................................................
36
3.6.2 Pengumpulan Bahan dan Persiapan Bahan
..................................................................................................
..................................................................................................
36
3.6.3 Pembuatan Ektrak Daun Alpukat
xiii

..................................................................................................
..................................................................................................
37
3.6.4 Pembuatan Fraksi Daun Alpukat
..................................................................................................
..................................................................................................
38
3.6.5 Pembuatan Konsentrasi Ektrak dan Fraksi Daun Alpukat.............
.......................................................................................................
38
3.6.6 Identifikasi Kandungan Kimia.......................................................
.......................................................................................................
39
3.7 Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri
..............................................................................................................
..............................................................................................................
42
3.7.1 Strelisasi Alat
..................................................................................................
..................................................................................................
42
3.7.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
..................................................................................................
..................................................................................................
43
3.7.3 Peremajaan Bakteri Streptococcus mutans
..................................................................................................
..................................................................................................
43
3.7.4 Media Mueller-Hinton Agar (MHA)
..................................................................................................
..................................................................................................
43
3.7.5 Pembuatan Larutan1/2 Mc Farland
..................................................................................................
..................................................................................................
43
3.7.6 Pembuatan Suspensi Bakteri
..................................................................................................
..................................................................................................
44
3.7.7 Pembuatan Larutan Kontrol Positif Amoksisilin Trihidrat............
.......................................................................................................
45
3.7.8 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Sumuran.......................
.......................................................................................................
45
3.7.9 Uji Bioautografi ............................................................................
.......................................................................................................
46
3.8 Skema Kerja
..............................................................................................................
..............................................................................................................
47
3.9 Analisis Data
..............................................................................................................
..............................................................................................................
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
64
5.1 Simpulan
..............................................................................................................
..............................................................................................................
64
5.2 Saran
..............................................................................................................
..............................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA

xiv
xv

.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
66
LAMPIRAN
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
71
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Deret Eluotropik.........................................................................................
15
2. Hasil Pengujian Bebas Etanol Ekstrak Daun Alpukat................................
52
3. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Serbuk, Ekstrak dan Fraksi Daun
Alpukat........................................................................................................
53
4. Hasil Uji KLT Dalam Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat............................
54
5. Data Rerata Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksana,
Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Daun Alpukat Terhadap Bakteri
Streptococcus mutans..................................................................................
59
6. Hasil Uji Mann-Whitney............................................................................
61

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Persea americana Mill.

6
2. Struktur Flavonoid

9
3. Kerangka Dasar Saponin.............................................................................
10
4. Kerangka Dasar Tanin.................................................................................
11
5. Kerangka Dasar Alkaloid............................................................................
12
6. Struktur Kimia Triterpenoid........................................................................
13
7. Bakteri Streptococcus mutans.....................................................................
21
8. Efek antibakteri yang bersifat bakteriostatik...............................................
28
9. Efek antibakteri yang bersifat bakteriosidal................................................
28
10. Efek antibakteri yang bersifat bakteriolitik.................................................
29
11. Skema kerja Pembuatan Ekstrak Daun Alpukat..........................................
47
12. Skema kerja Fraksinasi...............................................................................
48
13. Skema kerja Uji Aktivitas Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat.....................
49
14. Skema kerja Uji Bioautografi......................................................................
50
15. Struktur Kimia Saponin...............................................................................
55

xvii
xviii

16. Struktur Dasar Triterpenoid ........................................................................


56
17. Diagram Zona Bening Ekstrak Daun Alpukat, Fraksi Etil Asetat dan
Fraksi Air dari Ekstrak Etanol Daun Alpukat.............................................
59
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman
71
2. Surat Keterangan Bakteri Streptococcus mutans
72
3. Surat Keterangan Amoksisilin
73
4. Tanaman Alpukat (Persea americana Mill.)
74
5. Daun Alpukat (Persea Americana Mill.)
75
6. Proses Ekstraksi Daun Alpukat (Persea Americana Mill.)
76
7. Proses Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Alpukat
77
8. Data Penimbangan
78
9. Bakteri Streptococcus mutans
79
10. Pembuatan Media
80
11. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji dan Kontrol Positif
81
12. Sampel Ekstrak Daun Alpukat, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air dari
Ekstrak Etanol Daun Alpukat
83
13. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Alpukat
84
14. Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi n-heksan Daun Alpukat
85
15. Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat
86
16. Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Air
87

xix
xx

17. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Serbuk, Ekstrak dan Fraksi Daun
Alpukat (Persea americana Mill.)
88
18. Hasil Uji Bebas Etanol Ekstrak Daun Alpukat
89
19. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Flavonoid Ekstrak dan
Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
91
20. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Saponin Ekstrak dan Fraksi
Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
92
21. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Tanin Ekstrak dan Fraksi
Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
93
22. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Alkaloid Ekstrak dan
Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
94
23. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Triterpenoid/ Steroid
Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
95
24. Hasil Uji Bioautografi Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
96
25. Hasil Uji Bioautografi Fraksi n-Heksana Daun Alpukat (Persea
americana Mill.)
97
26. Hasil Uji Bioautografi Fraksi Etil Asetat Daun Alpukat (Persea
americana Mill.)
98
27. Hasil Uji Bioautografi Fraksi Air Daun Alpukat (Persea americana
Mill.)
99
28. Hasil Uji Statistika
100

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karies merupakan infeksi yang merusak kepadatan dari jaringan gigi.

Penyakit ini muncul karena pengaruh beberapa faktor, tetapi faktor

mikroorganisme merupakan sisi yang sangat penting dan perlu diperhatikan.

Mikroorganisme penyebab utama karies gigi adalah Streptococcus mutans

(Numlil dkk, 2010).

Penyakit infeksi telah menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di

seluruh dunia setiap tahun, terutama negara-negara yang sedang berkembang

seperti Indonesia. Pemakaian antibiotika merupakan keharusan dalam

penanggulangan penyakit infeksi. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat

peningkatan angka resistensi terhadap antibiotika (Salni dkk, 2011).

Pemakaian obat sintesis seperti antibiotik memiliki banyak efek samping

seperti alergi dan gangguan pencernaan, sehingga penggunaan obat-obatan

berbahan baku herbal lebih disarankan. Peningkatan resistensi bakteri terhadap

antibiotik memberikan peluang besar untuk mendapatkan senyawa antibakteri

dengan memanfaatkan senyawa bioaktif dari kekayaan keanekaragaman hayati.

(Windy, 2011). Oleh karena itu dilakukan pemanfaatan bahan alam yang berasal

dari tumbuhan sebagai zat antibakteri.

Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah tanaman alpukat

(Persea americana Mill.). Daun alpukat merupakan salah satu bahan alam yang

1
2

dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk pengobatan sariawan, kencing

batu, darah tinggi, kulit muka kering, sakit gigi, bengkak karena peradangan,

kencing manis (Dewa dkk, 2009) dan analgesik (Alhassan dkk., 2012). Menurut

penelitian Nayak, dkk (2012) ekstrak air daun alpukat dapat digunakan sebagai

antikonvulsan, hipoglikemik, hipokolesterol, antioksidan dan antibakteri.

Berdasarkan penelitian Felina,dkk (2014) ekstrak etanol dari daun alpukat

memiliki aktivitas antibakteri terhadap Enterococcus faecalis. Ekstrak etanol daun

alpukat (Persea americana Mill.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Escherchia coli secara in vitro (Nastiti, 2010). Berdasarkan penelitian Fauzia dan

Larasati (2008) ekstrak daun alpukat 50% dan 100% juga telah terbukti cukup

efektif menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

Daun alpukat diketahui mengandung flavonoid, saponin, tanin, akaloid, dan

steroid (Arukwe dkk., 2012). Aktivitas antibakteri dari daun alpukat disebabkan

karena adanya senyawa yang dapat menghambat atau membunuh bakteri yaitu

flavonoid, saponin, tanin dan alkaloid (Felina, 2014).

Penelitian mengenai aktivitas antibakteri daun alpukat (Persea americana

Mill.) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans hanya sebatas proses

ekstraksi, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hingga proses

fraksinasi. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

ilmiah mengenai aktivitas antibakteri daun alpukat terhadap bakteri penyebab

karies gigi Streptococcus mutans.

1.2 Rumusan Masalah


3

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah :

1. Apakah ekstrak etanol daun alpukat, fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari

ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans ?

2. Apakah ada perbedaan aktivitas antibakteri antara ekstrak etanol daun

alpukat, fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanol daun alpukat

(Perssea americana Mill.) pada konsentrasi 10%, 12,5%, dan 15% terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ?

3. Apakah senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid

memiliki aktivitas antibakteri secara metode bioautografi?

1.3 Batasan Masalah

1. Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat

(Persea americana Mill.) yang diperoleh dari Perkebunan Tanaman Obat

PT. Temu Kencono, Gunung Pati.

2. Proses ekstraksi dilakukan secara remaserasi menggunakan pelarut etanol 96%

selama 4 hari.

3. Fraksi dilakukan dengan pelarut yang mempunyai tingkat kepolaran berbeda-

beda, yaitu n-heksan, etil asetat dan air.

4. Identifikasi kandungan senyawa pada hasil ekstraksi daun alpukat dan

fraksinasi ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) dilakukan


4

secara uji reaksi kimia dan Kromatografi Lapis Tipis dengan fase gerak dan

deteksi yang spesifik.

5. Media uji daya antibakteri yaitu media Mueller Hinton Agar (MHA).

6. Bakteri yang digunakan adalah Streptococcus mutans yang diperoleh dari

RS. Dr. Kariadi.

7. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun alpukat dan fraksi

n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanol daun alpukat (Persea

americana Mill.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dilakukan

dengan metode difusi sumuran.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak

etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) mepunyai aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Streptococcus mutans.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan aktivitas antibakteri antara fraksi

n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanoldaun alpukat (Perssea

americana Mill.) pada konsentrasi 10%, 12,5%, dan 15% terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ?

3. Untuk mengetahui apakah senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, tanin dan

triterpenoid atau steroid memiliki aktivitas antibakteri secara metode

bioautografi.

1.5 Manfaat Penilitian


5

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai manfaat daun alpukat (Persea americana Mill.) sebagai tanaman

yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan menjadi produk atau sediaan

farmasi yang bermanfaat sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan tentang Daun Alpukat

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Berdasarkan literatur diperoleh sistematika tanaman alpukat (Persea

americana Mill.) yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Laurales

Famili : Lauracea

Genus : Persea

Species : Persea americana Mill. (Sagala, 2010)

Gambar tanaman alpukat dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Persea americana Mill. (Sagala, 2010)

6
7

2.1.2 Nama Lain

Tanaman Persea americana Mill. memiliki beberapa nama daerah, yaitu

alpukat (Jawa Barat), jambu wolanda (Sunda), alpukat (Jawa Timur/Jawa Tengah),

jamboo pokat (Batak), pookat (Lampung), avocado pear (Inggris), poire d’avokat

(Prancis), abacate (Portugal), aguacate (Spanyol).

2.1.3 Morfologi Tanaman

Tanaman alpukat (Persea americana Mill.) berasal dari dataran rendah

/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18.

Tinggi pohon 3-10 m, namun dapat mencapai 20 m. Akar tunggang, batang

berkayu berwarna coklat bercabang banyak, ranting berambut halus.

Daun tunggal, bertangkai panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan di

ujung ranting, bentuknya bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan

pangkal runcing, tapi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas, bertulang

menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda warnanya kemerahan dan

daun tua warnanya hijau (Sagala, 2010).

Bunganya bunga majemuk, berkelamin dua, keluar dekat ujung ranting,

warnanya kuning kehijauan ukuran 5 hingga 10 mililiter. Buahnya berbentuk bola

atau bulat telur, panjang 5-20 cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan,

berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali, berbiji satu, daging buah jika sudah

masak lunak, berwarna hijau muda dekat kulit dan kuning muda dekat biji, dengan

tekstur lembut. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih

kemerahan (Sagala, 2010).

2.1.4 Khasiat dan Kegunaan


8

Daun alpukat (Persea americana Mill.) dapat dimanfaatkan sebagai obat

tradisional untuk pengobatan sariawan, kencing batu, darah tinggi, kulit muka

kering, sakit gigi, bengkak karena peradangan, kencing manis (Dewa dkk, 2009)

dan analgesik (Alhassan dkk, 2012). Daun alpukat juga dapat digunakan sebagai

pengobatan untuk nyeri saraf, nyeri lambung, saluran nafas bengkak dan

menstruasi tidak teratur (Sudarsono, 2002). Menurut penelitian Nayak, dkk (2012)

ekstrak air daun alpukat dapat digunakan sebagai antikonvulsan, hipoglikemik,

hipokolesterol, antioksidan dan antibakteri.

2.1.5 Kandungan Kimia

Daun alpukat diketahui mengandung flavonoid, saponin, tanin (Emma dkk,

2011), alkaloid, dan steroid (Arukwe dkk, 2012). Aktivitas antibakteri dari daun

alpukat disebabkan karena adanya senyawa yang dapat menghambat atau

membunuh pertumbuhan bakteri yaitu flavonoid, saponin dan alkaloid

(Sudarsono, 2002).

2.1.5.1 Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru

dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau termasuk daun,

akar, kayu, kulit, tepung sari, dan biji sehingga pastilah ditemukan pula pada

setiap proses ekstrak tumbuhan. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai

campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal pada jaringan

tumbuhan (Markham, 1988). Umumnya flavonoid merupakan senyawa yang larut

dalam air. Senyawa tersebut dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada
9

dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid

mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan

pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum sinar tampak

(Harborne, 1987).

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)

terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semua flavonoid mengandung 15 atom

karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua

cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak

dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C,

atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka

biasa untuk cincin A dan C, serta angka “beraksen” untuk cincin B. Struktur

umum flavonoid dapat dilihat pada gambar 2.

2'
3'
8 1 1'
9
O
2 B 4'
7
A C 5'
6'
6 3
10
5
O
4

Gambar 2. Struktur Flavonoid (Markham, 1988).

2.1.5.2 Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang sering

menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Saponin terdiri dari dua jenis yaitu

glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai

rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi

tidak larut dalam eter. Aglikonnya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis
10

dalam suasana asam dan hidrolisis memakai enzim (Robinson, 1995). Kerangka

dasar saponin dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Dasar Saponin


(Sumber: Osbourn, 1996)

Saponin bersifat polar sehingga dapat dipisahkan dengan KKt atau dengan

KLT pada fase diam silika gel. Identifikasi saponin secara KLT dengan fase diam

silika gel juga dapat digunakan fase gerak seperti butanol yang dijenuhkan dengan

air atau kloroform-metanol-air dengan perbandingan 13:7:2 (Harborne, 1987).

2.1.5.3 Tanin

Tanin adalah senyawa kompleks organik, metabolit sekunder yang tidak

mengandung nitrogen, dan memiliki kemampuan menyamak kulit (astringent).

Sebagian besar tanin memiliki bobot molekul yang tinggi. Senyawa ini

merupakan kompleks polifenol yang dihasilkan dari polimerisasi polifenol tunggal

(Rangari, 2007).

Tanin dinamakan juga asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak

berwarna tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat. Asam tanat

mempunyai berat molekul 1.701. Tanin terdiri dari sembilan molekul asam galat
11

dan molekul glukosa (Harborne, 1987). Kerangka dasar tanin dapat dilihat pada

gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Dasar Tanin


(Sumber: Harborne, 1987)

Tanin terkondensasi dikenal sebagai proantosianidin, berupa polimer 2-50

(atau lebih) unit flavonoid (antosianidin) yang dihubungkan dengan ikatan karbon.

Tanin terkondensasi bersifat tidak larut air dibandingkan dengan tanin terhidrolisis

yang mudah larut dalam air (Ashok dan Upadhyaya, 2012).

2.1.5.4 Alkaloid

Alkaloid tersebar luas di dunia tumbuhan. Alkaloid adalah senyawa kimia

tanaman hasil metabolit sekunder, yang terbentuk berdasarkan prinsip

pembentukan campuran. Alkaloid terdapat pada tanaman tidak dalam keadaan

bebas, tapi terikat sebagai garam dengan asam organik tanaman: asam maleat,

oralat, suksinat dan taurat (Sirait, 2007).

Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen

tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya. Oleh karena itu senyawa ini biasanya

terdapat dalam tumbuhan dalam bentuk garam dengan asam organik. Garam

alkaloid dan alkaloid bebas merupakan senyawa padat berbentuk kristal tak
12

berwarna. Beberapa alkaloid berupa cairan dan alkaloid yang berwarna pun

langka (berberina dan serpentina berwarna kuning) (Robinson, 1995). Kerangka

dasar alkaloid dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Dasar Alkaloid


(Sumber: Robinson, 1995)

2.1.5.5 Triterpenoid/Steroid

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti

siklopentana perhidrofenantren yaitu tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin

siklopentana. Saat ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam

jaringan tumbuhan. Senyawa yang bisa disebut fitosterol terdapat pada hampir

setiap tumbuhan seperti sitosterol, stigmasterol dan kampesterol (Sirait, 2007).

Adanya steroid dapat dideteksi dengan pereaksi asam asetat anhidrat dan

asam sulfat pekat. Mula-mula ekstrak dimaserasi dengan eter kemudian disaring

dan diambil filtrat. Filtrat diuapkan untuk memperoleh residu kemudian residu

ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Terbentuk warna merah

atau hijau menunjukkan adanya senyawa golongan steroid atau triterpenoid

(Robinson, 1995). Struktur kimia triterpenoid dapat dilihat pada gambar 6.


13

Gambar 6. Struktur Kimia Triterpenoid (Yusuf, 2010)

2.2 Tinjauan tentang Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Penyarian dapat dilakukan

dengan 2 metode, yaitu: ekstraksi cara panas dan dingin. Ekstraksi dengan metode

panas meliputi infundasi, digesti, dan soxhletasi, sedangkan ekstraksi dengan

metode dingin meliputi maserasi dan perkolasi (Depkes RI, 2000). Metode

ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat bahan mentah obat, daya

penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam

memperoleh ekstrak yang sempurna dan mendekati sempurna (Ansel, 2005).

Metode ekstraksi yang digunakan adalah remaserasi. Hasil ekstraksi disebut

ekstrak, yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif

dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Maserasi merupakan metode

ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari atau

proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan cairan penyari pada

temperatur ruangan (kamar) sedangkan pada remaserasi terjadi penggantian cairan


14

penyari dengan jumlah yang tetap hingga seluruh senyawa aktif tersari dalam

cairan penyari (Simanjuntak, 2008).

Prinsip remaserasi sama dengan maserasi, yaitu adanya proses perendaman

simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dan terjadinya kesetimbangan

konsentrasi antara senyawa aktif yang berada di dalam sel dan di luar sel

(di dalam cairan penyari). Cairan penyari akan menembus dinding sel kemudian

masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga akan melarutkan zat

aktif. Peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang sehingga akan memaksimalkan

hasil ekstraksi (Depkes RI, 1986).

2.3 Tinjauan tentang Cairan Penyari

Dalam proses pembuatan ekstrak, cairan pelarut adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk kandungan senyawa yang berkhasiat atau yang aktif. Dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa

kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut

dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung

(Depkes RI, 2000).

Pemilihan cairan pelarut atau penyari harus mempertimbangkan banyak

faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah,

mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah

menguap, tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat,

ramah terhadap lingkungan, aman untuk digunakan dan diperbolehkan oleh


15

peraturan yang berlaku (Depkes RI, 1986). Cairan pelarut dapat dikelompokkan

ke dalam deret eluotropik berdasarkan polaritasnya. Deret eluotropik dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Deret Eluotropik

Tetapan dielektrik Tetapan dielektrik


Pelarut Pelarut
pada 200C pada 200C
n- heksana 1,89 Asam asetat (glasial) 6.15
Petroleum eter 1,90 Metil asetat 6.68
n-oktan 1.95 Tetrahidrofuran 7.58
n-dektan 1.99 Metilenklorida 9.08
n-dodekan 2.01 1-butanol 10.09
Sikliheksana 2.02 Piridina 12.30
1,4-dioksan 2.21 2-butanol 15.80
Benzena 2.28 n-butanol 17.80
Toluene 2.38 2-propanol 18.30
Furan 2.29 1-propanol 20.10
Asam propanoat 3.30 Aseton 20.70
Eter (dietil eter) 3.34 Etanol 24.30
Kloroform 4.81 Metanol 33.60
Butil asetat 5.01 Asam formiat 58.50
Etil asetat 6.02 Air 80.40
(Stahl, 1985)

Tetapan dielektrik memberikan informasi mengenai kepolaran suatu pelarut.

Semakin besar tetapan dielektriknya, maka pelarut tersebut semakin polar

(Stahl, 1985).

2.3.1 Sifat-sifat Cairan Penyari

1. Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air

tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom

oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi

standar, yaitu pada tekanan 100 KPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0°C).

Titik lebur air 0°C dan titik didih air 100°C.


16

Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki

kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam,

gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air

disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida, tanin dan

gula, juga melarutkan gom, pati, protein, lendir, enzim, lilin, lemak, pektin, zat

warna dan asam organik. Dengan demikian penggunaan air sebagai cairan penyari

kurang menguntungkan. Di samping zat aktif ikut tersari juga zat lain yang tidak

diperlukan atau malah mengganggu proses pembuatan sari seperti gom, pati,

protein, lemak, enzim, lendir dan lain-lain. Air dapat melarutkan enzim. Enzim

yang terlarut dengan air akan menyebabkan reaksi enzimatis, yang mengakibatkan

penurunan mutu (Depkes RI, 1986).

2. Etanol

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut bahan-bahan kimia yang

ditunjukkan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Etanol adalah cairan tak

berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Etanol terbakar tanpa

asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada

cahaya biasa. Rumus molekul etanol C2H5OH atau rumus empiris C2H6O.

Keuntungan penggunaan etanol dalam ekstraksi yaitu tidak menyebabkan

pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut, selain

itu sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim.

Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan

air. Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, kurkumin, kumarin, antrakuinon,

flavonoid dan klorofil (Depkes RI, 1986).


17

3. Etil asetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus empiris C2H5O(CO)CH3.

Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud

cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat merupakan pelarut polar

menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun dan tidak higroskopis.

4. n-heksana

n-heksana memiliki nama lain yaitu kaproil hidrida, metil n-butil metan

dengan rumus molekul CH3(CH2)4CH3. n-heksana mempunyai karakteristik sangat

non polar karena tidak memiliki ikatan rangkap dan atom elektronegatif seperti N,

O, Cl dan senyawa halogen lain. n-heksana dapat melarutkan senyawa seperti

klorofil, lemak, lilin atau senyawa nonpolar lainnya (Soetarno dan Soediro, 1997).

2.4 Tinjauan tentang Metode Fraksinasi

Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan

tingkat kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi

berbeda-beda tergantung pada jenis tumbuhan. Prakteknya dalam melakukan

fraksinasi digunakan dua metode yaitu dengan menggunakan corong pisah dan

kromatografi kolom. Macam-macam proses fraksinasi:

1. Proses fraksinasi kering (Winterizatin)

Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat

molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan

dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian fraksinya rendah.

2. Proses fraksinasi basah (Wet fractination)


18

Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat

pembasah (Wetting Agent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau

detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.

3. Proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut (Solvent Fractination).

Merupakan suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Proses

fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena

menggunakan bahan pelarut.

4. Proses fraksinasi dengan pengembunan (Fractional Condentation).

Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan

pada titik didih dari suatu zat/bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan

kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang

cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi

(Moran dan Rajah, 1994).

2.5 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan komponen-

komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di bawah

gerakan pelarut pengembang atau campuran pelarut pengembangan. Pemilihan

pelarut pengembang atau campuran pelarut pengembangan sangat dipengaruhi

oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan (Mulja dan Suharman,

1995).

Fase diam atau lapisan penjerap berfungsi sebagai permukaan penyerap

(kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair

(kromatografi cair-cair) (Gritter, 1991). Penyerap yang umum ialah silika gel,
19

aluminium oksida, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Dapat

dipastikan silika gel paling banyak digunakan karena silika gel menghasilkan

perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya

(Stahl, 1985).

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut.

Fase gerak bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada

gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik

dan bila diperlukan, sistem pelarut multi komponen ini harus berupa suatu

campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimal 3 komponen

(Stahl, 1985). Pelarut yang digunakan harus murni dan mudah didapatkan, mudah

diuapkan agar tidak selalu dalam lapisan lempeng, mantap diudara mudah

tercampur dengan pelarut lain tidak toksik, mudah dipisahkan pada linarut untuk

pemurnian (Sumarno, 2001).

Pelarut tunggal biasanya memberikan hasil kurang memuaskan. Pelarut

menggerakkan bercak terlalu jauh dan pelarut berikut di atasnya dengan kepolaran

lebih rendah tidak dapat mengelusi cukup jauh sehingga harus mencampur pelarut

untuk memperoleh kepolaran yang diinginkan (Gritter dkk., 1991).

Prinsip dari KLT yakni zat terlarut yang akan dipisahkan, ditotolkan pada

permukaan lempeng tipis kemudian dikembangkan didalam chamber

menggunakan fase gerak yang sesuai. Kekuatan interaksi yang berbeda antara

molekul solute dan fase diam atau fase gerak akan menghasilkan mobilitas dan

pemisahan yang berbeda (Rohman dan Ganjar, 2007).


20

Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa tanpa warna pada

kromatogram. Deteksi paling sederhana jika menyerap di daerah UV gelombang

pendek dengan radiasi utama sekitar 254nm atau senyawa itu dapat dieksitasi ke

fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan gelombang panjang sekitar 365 nm.

Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan

reaksi kimia (Stahl, 1985).

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan

dengan angka Rf. Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat

ditentukan dua desimal (Stahl, 1985).

Retensi solute pada kromatografi lapis tipis (KLT) dicirikan dengan faktor

retensi solute (Rf) yang didefinisikan sebagai jarak migrasi solute terhadap jarak

ujung fase geraknya.

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut


Rf = Jarak yang ditempuh pelarut
(Rohman dan Ganjar, 2007)

Kromatografi lapis tipis seperti halnya kromatografi kertas, murah dan

mudah dilakukan. Kromatografi ini mempunyai keunggulan dari segi kecepatan

dibanding kromatografi kertas. Proses kromatografi lapis tipis membutuhkan

waktu hanya setengah jam saja, sedangkan kromatografi kertas membutuhkan

waktu beberapa jam (Day dan Underwood, 1998).

2.6 Tinjauan tentang Streptococcus mutans

2.6.1 Klasifikasi Bakteri Streptococcus mutans

Kingdom : Monera
21

Divisio : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacilalles

Famili : Streptococcaceae

Spesies : Streptococcus mutans (Nugraha, 2008)

2.6.2 Morfologi dan Fisiologi Bakteri Streptococus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif (+), bersifat non motil

(tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki banyak kokus yang

berbentuk bulat atau bulat telur, dengan diameter 0,6-1,0 μm tersusun dalam

rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18 0C – 400C dengan

pH antara 7,4-7,6. Streptococus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi

manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies

gigi untuk email gigi (Nugraha, 2008). Bentuk bakteri Streptococcus mutans dapat

dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Bakteri Streptococcus mutans


(Manton, 2010)

Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus viridans yang

merupakan anggota floral normal rongga mulut yang memiliki sifat α-hemolitik

dan komensal oportunistik (Samaranayake, 2002).


22

Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,

asidodurik mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu

polisakarida yang lengket disebut dekstran. Sehingga Streptococcus mutans bisa

menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi

(Nugraha, 2008).

2.6.3 Patologis Bakteri Streptococus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling penting dalam proses

terjadinya karies gigi. Ada beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah

parah adalah gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah mengkonsumsi

sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah

beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi

molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan

plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal

sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glikoprotein itu. Walaupun

banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat

menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Ari, 2008).

Streptococcus mutans mempunyai dua enzim pada dinding selnya yang

dapat membentuk dua macam polisakarida ekstraseluler dari sukrosa. Fruktosa

(levan) dihidrolisis oleh enzim fructosyltransferase dan glukosa (dekstran)

dihidrolisis oleh enzim glucosyltransferase.

Proses akumulasi diawali oleh aktivitas ekstraseluler glucosyltransferase

(GTF) yang disekresikan oleh Streptococcus mutans. GTF mensintesa beberapa

bentuk glukan ekstraseluler dengan berat molekul tinggi dengan keberadaan


23

sukrosa. Polimer glukosa ini akan membantu agregasi dan bakteri lainnya.

Dekstran merupakan polimer yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa

(1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air.

Kolonisasi Streptococcus mutans yang dilapisi dekstran dapat menurunkan sifat

saliva sebagai pelindung dan antibakteri pada permukaan gigi. Secara fisik

dekstran dapat menghambat difusi asam ke dalam saliva. Akibatnya terjadi

lokalisasi produk asam dengan konsentrasi tinggi pada permukaan enamel. Asam

ini akan menurunkan pH permukaan gigi sehingga mampu menyebabkan

demineralisasi enamel. Apabila pH mencapai angka kritis 5,2-5,5 maka enamel

akan mengalami pelarutan sehingga timbul karies gigi (Nugraha, 2008).

2.6.4 Pertahanan Bakteri Streptococus mutans

Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara

glukan, dimana produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan

faktor virulensi yang penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa

sebagai hasil reaksi katalis glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari

sukrosa dengan adanya glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan.

Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glucosyltransferase dan

fruktosyltransferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk substrat sukrosa

yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan atau levan. Koloni

Streptococcus mutans yang ditutupi oleh glukan dapat menurunkan proteksi dan

daya antibakteri saliva terhadap plak gigi (Jawetz dkk, 1996).

2.7 Tinjauan tentang Karies Gigi


24

Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang paling sering

ditemui. Karies gigi merupakan suatu kerusakan enamel, dentin atau sementum

gigi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri Streptococcus mutans.

Karies gigi dimulai ketika terjadi demineralisasi langsung dari enamel gigi

yang disebabkan oleh asam laktat dan asam organik lain yang berakumulasi dalam

plak gigi. Proses karies terjadi apabila larutnya mineral (demineralisasi) ketika pH

plak berada dibawah nilai pH kritis yaitu 5,2-5,5, nilai kritis pelarutan enamel

adalah 5-6 dan pH rata-rata dalah 5,5. Proses remineralisasi terjadi ketika pH plak

naik.

Enamel terdiri atas bahan anorganik 92-95%, bahan organik 1% dan air 4%.

Kandungan bahan anorganik pada enamel yang terbesar adalah kalsium (37%),

yaitu dalam bentuk kalsium fosfat berupa kristal hidrosiapit. Ketika terpapar

asam, kalsium fosfat diubah menjadi satu fase yang larut. Ion kalsium dilepas dan

hilang dalam saliva, ini adalah demineralisasi. Asam juga akan melepas ion

hidrogennya yang akan bereaksi dengan kristal apatit, sehingga kristal apatit

menjadi tidak stabil. Enamel yang merupakan daerah dinamik dari proses

demineralisasi dan remineralisasi dan ketika proses demineralisasi dominan

terjadi maka karies gigi akan terjadi.

2.8 Tinjauan tentang Media Pertumbuhan Bakteri

Menurut Anugrahi (2012), pertumbuhan bakteri membutuhkan suatu

lingkungan yang cocok maka media harus memenuhi syarat-syarat dalam hal :

1. Susunan makanan
25

Pertumbuhan bakteri memerlukan makanan yang merupakan zat hara.

Berbagai zat hara yang diperlukan adalah nitrogen dalam bentuk garam sebagai

bahan dasar untuk protein, asam nukleat dan vitamin, karbon dan faktor

pertumbuhan, garam mineral dan air.

2. Tekanan Osmosis

Bakteri pada umumnya dapat tumbuh dalam kisaran tekanan osmotik yang

cukup besar oleh karena adanya enzim permease, sehingga konsentrasi garam

dalam sel dapat diatur, akan tetapi bila konsentrasi ini cukup tinggi maka air

keluar dari sel sehingga pertumbuhan terhambat.

3. Derajat Keasaman (pH)

Pada umumnya bakteri membutuhkan pH antara 6,5-7,5. Sebagian besar

organisme netrofilik tumbuh baik pada pH 5,5-8,0 ada pula asidofilik yang

mempunyai pH antara 2,0-5,0 dan yang lain alkalofilik memiliki pH antara

8,4-9,5.

4. Temperatur

Bakteri tumbuh pada suhu di atas 35° C, untuk setiap spesies ada batasan

suhu maksimal dan minimal, untuk pertumbuhan suhu lebih optimum lebih

mendekati suhu maksimal, sedangkan pada suhu minimal pertumbuhan bakteri

lebih lambat, jika suhu lebih tinggi daripada suhu maksimal, maka pertumbuhan

bakteri akan turun cepat.

5. Sterilitas Medium

Setelah medium biakan disiapkan, harus disterilkan lebih dahulu sebelum

digunakan membiakkan mikroba. Medium biakan yang disiapkan bila tidak

disterilkan, mikroba pencemar akan tumbuh menyebabkan kekeruhan medium.


26

Adanya mikroba pencemar menyebabkan kita tidak mengetahui apakah perubahan

yang terjadi dalam medium disebabkan mikroba yang ditumbuhkan ataukah oleh

mikroba pencemar. Baru setelah disterilkan medium biakan siap dipakai.

Menurut Haribi (2008), adapun macam-macam medium pertumbuhan yang

digunakan untuk kultur mikroba berdasarkan bentuk adalah:

1. Media Cair (Liquid Media), yaitu media yang berbentuk cair seperti Nutrient

Broth (NB), Brain Heart Infusion (BHI), Alkali Pepton Water (APW), dan

lain-lain. Merupakan media pertumbuhan dalam bentuk cair, tersedia dalam

bentuk tabung dan umumnya hanya digunakan untuk menumbuhkan koloni

bakteri (tidak untuk melihat sifat bakteri ataupun melihat adanya

mikroorganisme lain yang tumbuh). Keuntungan dari penggunaan media

cair yaitu dapat melarutkan zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri.

2. Semi Solid Media. Media ini digunakan untuk uji motilitas, karena teksturnya

yang setengah padat akan memudahkan pergerakan bakteri. Media ini dibuat

di tabung dengan posisi tegak.

3. Media Padat, yaitu media yang berbentuk padat, media ini dapat berbentuk

media organik, contohnya Blood Agar Plate (BAP), Mac Conkey (MC),

Salmonella Shigella Agar (SSA), Nutrient Agar (NA), dan lain-lain.

2.9 Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Mueller Hinton Agar (MHA) merupakan media yang sangat sering

digunakan untuk pengujian sensitivitas terhadap suatu antimikroba. Luas zona

bening yang ditunjukkan menjadi suatu bukti ketika mikroba uji terkena suatu
27

antimikroba yang aktif. MHA memiliki rentang pH 7,4 ± 0,2 (Oxoid Limited,

1982) pada suhu 250 C. Media ini berisi 30,0 % daging sapi infus; 1,75 % kasein

hidrosilat; 0,15 % pati dan 1,7 % agar.

Lima persen darah domba dan nikotinamida adenin dinukleotida juga dapat

ditambahkan saat uji kerentanan dilakukan pada spesies Streptococcus. Tipe ini

juga sering digunakan untuk pengujian kerentanan Campylobacter (Atlas, 2004).

2.10 Tinjauan tentang Antibakteri

1. Antibakteri

Zat antibakteri adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat

pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri yang ideal menunjukkan toksisitas selektif.

Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa obat berbahaya bagi parasit dan

tidak membahayakan bagi inang (Jawetz dkk., 2007).

2. Mekanisme Kerja Antibakteri

Menurut Madigan & Martinko (2000), berdasarkan sifat toksisitas

selektifnya senyawa antibakteri mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan

mikrobia, yaitu:

a. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara

menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh. Senyawa bakteriostatik

seringkali menghambat sintesis protein atau mengikat ribosom. Hal ini

ditunjukkan dengan penambahan antibakteri pada kultur mikrobia yang berada

pada fase logaritmik. Setelah penambahan antibakteri pada fase logaritmik

didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.
28

Gambar 8. Efek antibakteri yang bersifat bakteriostatik


(Madigan & Martinko 2000)

b. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara

membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis (pecah) sel. Hal ini ditunjukkan dengan

penambahan antibakteri pada kultur mikrobia yang berada pada fase

logaritmik. Setelah penambahan antibakteri pada fase logaritmik didapatkan

jumlah sel total tetap, sedangkan jumlah sel hidup adalah menurun.

Gambar 9. Efek antibakteri yang bersifat bakteriosidal


(Sumber Madigan & Martinko 2000)

c. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis (pecah)

sel sehingga jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan dalam medium

pertumbuhan setelah penambahan antibakteri. Hal ini ditunjukkan dengan

penambahan antibakteri pada kultur mikrobia yang berada pada fase

logaritmik. Setelah penambah antibakteri pada fase logaritmik didapatkan

jumlah sel total maupun jumlah sei hidup adalah menurun


29

Gambar 10. Efek antibakteri yang bersifat bakteriolitik


(Sumber Madigan & Martinko 2000)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi menjadi 5 kelompok,

yaitu:

a. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba

Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya, apabila

suatu antibiotik memang bersaing dengan para amino benzoic acid (PABA) dalam

pembentukan asam folat, maka akan terbentuk analog asam folat yang non

fungsional, akibatnya kehidupan mikroba terganggu. Contoh: sulfonamide,

trimetoprim, asam p-aminosalisilat dan sulfon.

b. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Obat yang termasuk kelompok ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin,

vankomisin dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu

suatu kompleks polimer glikopeptida, oleh karena tekanan osmotik dalam sel

bakteri lebih tinggi daripada di luar sel bakteri akan menyebabkan lisis, yang

merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka. Contoh: penisilin,

sefalosporin, basitrasin, vankomisin dan sikloserin.

c. Antibiotik yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba.

Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan

polien, serta berbagai antimikroba kemoterapeutik, misalnya antiseptik yang


30

mengubah tegangan permukaan dapat merusak permeabilitas selektif dan

membran sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain.

d. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba.

Obat yang termasuk kelompok ini adalah golongan aminoglikosida,

makrolida, linkomisin, tetrasiklin. Dengan cara, misalnya terbentuknya protein

abnormal yang non fungsional bagi sel mikroba, akibat kode pada m-RNA yang

salah baca oleh t-RNA peptida, akibatnya rantai polipeptida tidak dapat

diperpanjang, menghalangi masuknya kompleks t-RNA, menghambat pengikatan

asam amino baru rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.

e. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.

Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah rifampisin dan golongan

kuinolon. Rifampisin berkaitan dengan enzim polimerase-RNA sehingga

menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon

menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang fungsinya menata kromosom

yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa cukup dalam sel bakteri

yang kecil (Ganiswara, 2003).

3. Metode Uji Aktivitas Antibakteri

Pengukuran daya antibakteri dapat dilakukan dengan cara :

a. Metode dilusi atau pengenceran (Dilution method)

Prinsipnya yaitu larutan uji diencerkan hingga beberapa konsentrasi. Pada

dilusi cair masing-masing konsentrasi larutan uji ditambah suspensi mikroba,

sedangkan pada dilusi pada tiap konsentrasi larutan uji dicampur dengan media

agar lalu ditanami mikroba. Cara dilusi ini dapat digunakan untuk menentukan

kadar hambat minimal (Lay dan Hastowo, 1992).


31

b. Metode penyebaran (difusi)

Metode difusi agar paling sering digunakan untuk menentukan aktivitas

antimikroba. Kerjanya dengan mengamati daerah yang bening, yang

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh

antimikroba pada permukaan media agar (Jawetz dkk., 2005).

Modifikasi dari metode ini adalah :

c. Metode sumuran (Ditch)

Pada media yang diinokulasi bakteri dibuat sumuran lalu dimasukkan zat

antibakteri, diinkubasi 37oC selama 18-24 jam dan pengamatan dilakukan dengan

cara menentukan ada tidaknya hambatan disekeliling sumuran.

d. Metode kertas cakram (paper disc method)

Bakteri diinokulasi pada media lalu kertas ckram ditetesi dengan zat

antibakteri, diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam kemudian diamati ada

tidaknya daerah hambatan di sekeliling kertas cakram.

e. Metode clinder cup

Bakteri ditanam dalam media agar, kemudian silinder cup diletakkan pada

media tersebut dengan maksud menampung sejumlah zat antibakteri.

f. Metode bioautografi

Merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram

hasil KLT yang mempunyai aktivitas antibakteri, antifungi dan antivirus.

Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi senyawa

antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam

campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa


32

aktif tersebut. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan untuk menentukan

konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal (Pratiwi, 2008).

2.11 Tinjauan tentang DMSO

DMSO (Dimethyl Sulphoxide) adalah zat yang sangat polar dan memiliki

sifat pelarut yang baik untuk bahan kimia organik dan anorganik. Beberapa sifat

dari DMSO adalah penetrasi membran, efek antiinflamasi, analgesia lokal dan

tidak bersifat bakteriostatik (Martindale, 1982).

2.12 Tinjauan tentang Amoksisilin

Amoksisilin adalah turunan dari penilisin semisintetik yang stabil dalam

suasana asam, stabil dalam asam lambung dan memiliki spektrum luas. Obat ini

dapat diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung

adanya makanan dan diekskresikan di dalam urin (Siswandono dan Soekardjo,

2000).

Antibiotik amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan

oleh bakteri Gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli,

Proteus mirabilis, Salmonella. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengatasi

infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti golongan Streptococcus,

enterococci, nonpenicilinase-producing Staphylococcus, Listeria. Indikasi

amoksisilin adalah pada penyakit infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran

kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi

rongga mulut lainnya (Rosenfeld dan Loose, 2007).


33

Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000), obat tersebut dapat melawan

bakteri Gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase karena dapat

menembus pori-pori dalam membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral

amoksisilin merupakan obat pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada

ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Siswandono dan

Soekardjo, 2000). Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah

absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam

plasma dan saluran seni lebih tinggi (Hacker dkk., 2009).

2.13 Hipotesis

1. Ekstrak etanol daun alpukat, fraksi n-heksan, etil asetat, dan air dari ekstrak

etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) mempunyai aktivitas antibakteri

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

2. Ada perbedaan aktivitas antibakteri antara ekstrak etanol daun alpukat, fraksi

n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanol daun alpukat (Persea

americana Mill.) pada konsentrasi 10%, 12,5%, dan 15% terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

3. Golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin dan alkaloid yang diduga

memiliki aktivitas antibakteri secara metode bioautografi.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh zona

hambat dari ekstrak etanol daun alpukat, fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari

ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) terhadap pertumbuhan

bakteri Streptococcus mutans.

3.2 Sampel dan Teknik Sampling

Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun alpukat, fraksi n-heksan,

etil asetat dan air dari ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling

yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun alpukat, fraksi

n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanol daun alpukat, masing-masing

dengan konsentrasi 10%, 12,5% dan 15%.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas antibakteri ekstrak etanol

daun alpukat, fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanol daun

alpukat terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang berupa

34
35

diameter zona bening pada media.

3. Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah koloni bakteri Streptococcus

mutans, cawan petri untuk pengujian aktivitas antibakteri, suhu inkubasi 370C

dengan waktu inkubasi 1 x 24 jam, media yang digunakan untuk uji aktivitas

antibakteri adalah MHA, penanaman suspensi bakteri dilakukan dengan

metode tuang (pour plate), volume suspensi bakteri sebanyak 2,5μl, volume

sampel sebanyak 80 μl, volume kontrol positif dan kontrol negatif sebanyak

80 μl.

3.4 Tekhnik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode

eksperimen sebenarnya (true experiment). Jenis data yang digunakan bersifat

kuantitatif dan pengambilan data dengan cara mengukur diameter zona hambat

ekstrak etanol daun alpukat, fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari ekstrak etanol

daun alpukat terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

3.5 Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk proses ekstraksi remaserasi

adalah beakerglass, batang pengaduk, neraca analitik. Alat yang digunakan untuk

uji kualitatif adalah tabung reaksi, pipet tetes. Alat yang digunakan uji KLT adalah

pipa kapiler, lempeng silika gel GF 254, bejana pengembang, penutup, botol

penyemprot, lampu UV 254 nm. Alat yang digunakan untuk proses fraksinasi

adalah corong pisah, erlenmeyer. Alat yang digunakan uji aktivitas antibakteri
36

adalah silinder cup, cawan petri, jangka sorong, jarum ose, LAF (Laminar Air

Flow), pinset, lampu spiritus, autoklaf, inkubator, enkas, spektrofotometer

UV-Vis (Shimadzu Series 1700).

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat. Bahan

pelarut yang digunakan untuk ekstraksi remaserasi adalah etanol 96%. Bahan

yang digunakan untuk uji kualitatif adalah akuades, reagen dragendorf, serbuk

Mg, HCl. Bahan yang digunakan untuk fraksinasi adalah n-heksan (p.a), etil asetat

(p.a) dan air. Bahan yang digunakan untuk pengujian mikrobiologi adalah bakteri

Streptococcus mutans, media MHA (Merck), Nutrient Broth (NB) (Oxoid),

Nutrient Agar (NA) (Oxoid), larutan Mc ½ Mc. Farland, lempeng silika gel GF

254 nm (Merck), aquadest steril, Amoksisilin (Kontrol Positif) dan DMSO

(pelarut ekstrak dan kontrol negatif).

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan untuk memperoleh kepastian bahwa tanaman yang

digunakan pada penelitian berasal dari tanaman yang dimaksud sehingga

kesalahan dalam pengumpulan bahan dalam penelitian dapat dihindari.

Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi STIFAR “Yayasan

Pharmasi” Semarang.

3.6.2 Pengumpulan Bahan dan Persiapan Bahan


37

Daun alpukat digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat yang

masih segar, diperoleh dari Perkebunan Tanaman Obat PT. Temu Kencono,

Gunung Pati. Bakteri Streptococcus mutans diperoleh dari RS. Dr. Kariadi.

Pembuatan simplisia diawali dengan pengumpulan bahan baku yaitu daun

alpukat. Bahan baku yang telah diperoleh disortasi basah dan dicuci bersih dengan

air mengalir untuk menghilangkan debu-debu kotoran yang menempel pada daun

yang dapat mengganggu proses ekstraksi.

3.6.3 Pembuatan Ektrak Daun Alpukat

Daun alpukat yang masih segar dilakukan sortasi basah untuk

menghilangkan pengotor yang ikut terbawa selama proses pengeringan kemudian

dikeringkan (tidak dikenakan sinar matahari langsung) di bawah sinar matahari

langsung dengan ditutup kain hitam. Kain hitam berfungsi untuk mencegah

kontak simplisia dengan sinar UV secara langsung yang dapat merusak senyawa

aktif di dalamnya. Kain hitam juga digunakan untuk menghindari masuknya

serangga dan debu yang dapat merusak simplisia. Pengeringan ini bertujuan

mengurangi kadar air dan mencegah pertumbuhan kapang dan jamur serta untuk

mencegah terjadinya reaksi enzimatis yang dapat menurunkan kualitas dari

senyawa aktif yang terkandung (Depkes RI, 1986) dilanjutkan dengan sortasi

kering kemudian dihaluskan dengan blender. Proses penghalusan ini untuk

memperkecil ukuran partikel dan memperluas permukaannya, sehingga

permukaan yang kontak dengan cairan penyari semakin luas, dan bahan aktif yang

terkandung dalam daun alpukat dapat tersari secara maksimal.

Serbuk daun alpukat sebanyak 300 gram diekstraksi dengan cara dingin

menggunakan metode remaserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan


38

perbandingan 10:1. Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode

maserasi adalah dapat menghasilkan rendemen yang lebih banyak karena adanya

penggantian pelarut sehingga dapat menghindari kejenuhan. Selain itu proses

pengerjaan dan alat yang digunakan lebih mudah dan sederhana.

Serbuk direndam selama 4 hari sambil sesekali dilakukan pengadukan

dengan penggantian pelarut tiap 24 jam. Maserat dipisahkan dan filtrat (ekstrak

etanol) dipekatkan diatas penangas air dengan suhu 70o C sampai larutan penyari

hilang atau jumlahnya berkurang. Suhu 70oC dipilih karena titik didih penyari

etanol pada suhu 78oC (Depkes RI, 1979).

3.6.4 Pembuatan Fraksi Daun Alpukat

Sebanyak 10 gram ekstrak etanol daun alpukat dilarutkan kedalam 100 ml

aquadest, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah. Fraksi air tersebut

ditambah n-heksan 100 ml, kemudian dikocok. Setelah itu dipisahkan antara fase

air dan fase n-heksan. Fraksi air dimasukkan kembali ke dalam corong pissah dan

ditambahkan 100 ml etil asetat, kemudian dikocok dan dipisahkan antara fraksi air

dan fraksi etil asetat (Yuliani dkk, 2014; Daud dkk, 2011).

3.6.5 Pembuatan Konsentrasi Ektrak dan Fraksi Daun Alpukat

Ekstrak daun alpukat dibuat konsentrasi 10%, 12,5% dan 15% b/v dengan

membuat larutan stok ekstrak dan fraksi daun alpukat menggunakan konsentrasi

tertinggi yaitu 15% sebanyak 1 ml. Sebanyak 83,3 µl larutan stok dipipet

kemudian dimasukkan dalam vial steril dan ditambahkan DMSO sampai 100 µl

sehingga diperoleh konsentrasi 12,5%. Untuk membuat larutan dengan


39

konsentrasi 10% dipipet larutan stok sebanyak 66,7 µl kemudian dimasukkan

dalam vial steril dan ditambahkan DMSO hingga 100 µl.

3.6.6 Identifikasi Kandungan Kimia

Identifikasi kandungan kimia dalam ekstrak dan fraksi meliputi uji reaksi

warna dan pengendapan serta penegasan dengan KLT yang dilakukan terhadap

beberapa golongan senyawa.

1. Flavonoid

Sebanyak 0,1 gram sampel dilarutkan dalam etanol kemudian dimasukkan

dalam tabung reaksi. Serbuk Mg dan HCl pekat ditambahkan ke dalam tabung

reaksi. Hasil tersebut ditambah amil alkohol, dikocok dengan kuat dan dibiarkan

hingga memisah.

Identifikasi kandungan senyawa flavonoid menggunakan metode Wilstater,

yaitu menggunakan logam Mg berfungsi mereduksi glikosida flavonol. Hasil

positif identifikasi kandungan kimia flavonoid adalah terbentuknya warna merah,

kuning, jingga pada amil alkohol (Majumdar, 2005).

Ekstrak dan fraksi dilarutkan dalam metanol:kloroform (1:1) kemudian

ditotolkan pada lempeng KLT (silika gel GF 254) lalu dielusi dengan eluen n-

butanol:asam asetat: air (4:1:5) dengan jarak elusi 8 cm. Setelah proses elusi

selesai, lempeng dikeringkan kemudian lempeng tersebut diuapi dengan

menggunakan uap amonia pekat. Terbentuknya warna kuning kecoklatan dengan

penampak bercak uap ammonia menunjukkan adanya kandungan flavonoid

(Harborne, 1987).

2. Saponin
40

Sebanyak 0,1 gram sampel dicampur dengan 10 ml air panas kemudian

didinginkan dan dikocok hingga muncul buih. Larutan didiamkan selama 2 menit,

kemudian diteteskan HCl 2 N.

Hasil positif pada identifikasi kandungan saponin ditandai dengan

terbentuknya busa yang stabil. Saponin memiliki glikosil yang berfungsi sebagai

gugus polar dan gugus steroid dan gugus triterpenoid sebagai gugus non polar.

Senyawa yang memiliki gugus polar dan non polar bersifat aktif permukaan

sehingga saat dikocok dengan air saponin dapat membentuk misel. Pada struktur

misel gugus polar menghadap ke luar sedangkan gugus non polarnya menghadap

ke dalam. Keadaan inilah yang tampak seperti busa (Sangi dkk, 2008). Timbulnya

busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk

buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lain (Rusdi dalam

Marliana dkk, 2005).

Ekstrak dan fraksi dilarutkan dalam metanol:kloroform (1:1) kemudian

ditotolkan pada lempeng KLT (silika gel GF 254) lalu dielusi dengan eluen

kloroform:metanol:air (64:50:10) dengan jarak elusi 8 cm. Setelah elusi selesai,

lempeng dikeringkan kemudian lempeng tersebut disemprot dengan penampak

bercak Anisaldehida-H2SO4(p). Terbentuknya warna merah, kuning, biru tua,

ungu, hijau, kuning kecoklatan menunjukkan adanya kandungan saponin (Wagner

dalam Sulistyani dkk, 2012)

3. Tanin

Sebanyak 0,1 gram sampel ditambahkan NaCl 10% dan gelatin 0,5%.

Identifikasi kandungan senyawa tanin menunjukkan hasil positif ditandai dengan

terbentuknya endapan setelah penambahan gelatin. Endapan yang timbul


41

disebabkan karena tanin merupakan senyawa polifenol yang umumnya berasal

dari senyawa-senyawa fenol alam yang memiliki kemampuan mengendapkan

protein-protein seperti gelatin (Marliana dkk, 2005).

Ekstrak dan fraksi dilarutkan dalam metanol:kloroform (1:1) kemudian

ditotolkan pada lempeng KLT (silika gel GF 254) lalu dielusi dengan eluen etil

asetat:metanol:air (100:13,5:10) dengan jarak elusi 8 cm. Setelah elusi selesai,

lempeng dikeringkan kemudian lempeng tersebut disemprot dengan penampak

bercak FeCl3. Terbentuknya noda warna hijau kehitaman menunjukkan adanya

kandungan tanin (Trease dan Evans, 1978).

4. Alkaloid

Sebanyak 0,1 gram sampel dicampur dengan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml

aquadest panas. Larutan dipanaskan selama 2 menit, kemudian didinginkan dan

disaring lalu filtratnya ditambahkan pereaksi Dragendorff. Identifikasi kandungan

alkaloid dengan uji Dragendroff menunjukkan hasil positif alkaloid apabila

terbentuk endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium

alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan

untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam

dari kalium tetraiodobismutat membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan

alkaloid sehingga membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap

(Miroslav dalam Marliana dkk, 2005).

Ekstrak dan fraksi dilarutkan dalam metanol:kloroform (1:1) kemudian

ditotolkan pada lempeng KLT (silika gel GF 254) lalu dielusi dengan eluen

kloroform:etil asetat (70:30) dengan jarak elusi 8 cm. Setelah elusi selesai,
42

lempeng dikeringkan kemudian dideteksi dengan sinar UV 254 nm serta

disemprot dengan penampak bercak Dragendorff. Terbentuknya warna orange

menunjukkan adanya kandungan alkaloid (Bladt, 2009).

5. Triterpenoid/ Steroid

Sebanyak 0,1 gram dicampur dengan eter dan didiamkan selama 2 jam,

kemudian disaring dan diambil filtratnya. Filtrat tersebut diuapkan dalam cawan

penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambah 2 tetes asam asetat anhidrat

dan 1 tetes asam sulfat pekat. Sampel positif mengandung triterpenoid bila

terbentuk warna merah atau ungu. Identifikasi kandungan triterpenoid/steroid

menunjukkan hasil positif jika terbentuk warna biru atau hijau menandakan

adanya steroid, namun jika terbentuk warna ungu atau jingga menunjukkan

adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

Ekstrak dan fraksi dilarutkan dalam metanol:kloroform (1:1) kemudian

ditotolkan pada lempeng KLT (silika gel GF 254) lalu dielusi dengan eluen

toluene : etil asetat (93 : 7) dengan jarak elusi 8 cm. Setelah elusi selesai, lempeng

dikeringkan, kemudian lempeng KLT disemprot dengan penampak bercak

anisaldehid-H2SO4(p) lalu dipanaskan pada suhu 110oC selama 5 sampai 10 menit.

Hitung harga Rf serta lihat warna noda yang dihasilkan. Positif triterpenoid jika

terbentuk warna merah ungu (violet), coklat, ungu tua, hijau- biru dan merah,

sedangkan positif steroid jika terbentuk warna hijau (Hayati dan Halimah, 2010).

3.7 Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri

3.7.1 Strelisasi Alat


43

Alat-alat dari gelas yang telah dicuci bersih dan dibungkus dengan kertas

coklat, disterilkan dengan otoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

3.7.2 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Media NA ditimbang sebanyak 1,40 g, dilarutkan dalam 50 ml aquadest,

dipanaskan hingga mendidih di atas hot plate. Media dimasukkan ke dalam

tabung reaksi sebanyak 10 ml, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C, dan

disimpan dalam lemari es. Jika akan dipergunakan, dipanaskan hingga mencair

kembali. Media NA dibuat agar miring.

3.7.3 Peremajaan Bakteri Streptococcus mutans

Agar miring NA steril disiapkan dalam tabung reaksi, diambil satu ose

biakan bakteri Streptococcus mutans dengan ose bulat kemudian digoreskan pada

permukaan NA miring selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.

3.7.4 Media Mueller-Hinton Agar (MHA)

MHA ditimbang sebanyak 3,8 g, dilarutkan dalam 100 ml aquadest,

dipanaskan hingga mendidih di atas hotplate. Media dimasukkan ke dalam tabung,

disterilkan dengan autoklaf, dan disimpan dalam lemari es. Jika akan

dipergunakan, dipanaskan hingga mencair kembali. Media MHA dalam tabung

dituang dalam cawan petri.

3.7.5 Pembuatan Larutan1/2 Mc Farland

Komposisi larutan 1/2 Mc Farland adalah sebagai berikut :

Larutan BaCl2.H2O 0,048 M 1,0 ml,

Larutan H2SO4 0,18 M 99,0 ml.


44

1. Larutan H2SO4 0,18 M yang telah dibuat (sebanyak 1,0 ml H2SO4(p)

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah aquadest steril sampai

volume 100 ml) diukur sebanyak 99,0 ml dimasukkan labu takar 100,0 ml.

2. Larutan BaCl2.H2O 0,048 M yang telah dibuat (sebanyak 117,2 mg padatan

BaCl2 ditimbang, dimasukkan ke labu takar 10 ml dan ditambah aquadest steril

sampai volume 10 ml) diukur sebanyak 1,0 ml dan dimasukkan labu takar

yang sama, yaitu pada labu takar nomor 1.

3. Larutan yang sudah dicukupkan sampai tanda batas dan dicampur sampai

homogen dipipet 50 ml, ditambah media Nutrient Broth (NB) 50 ml dan

dihomogenkan dalam labu takar 100 ml.

4. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 625 nm.

Larutan ½ Mc Farland mempunyai kekeruhan setara dengan 1 x 108 CFU/ ml

dengan absorbansi 0,08-0,1.

3.7.6 Pembuatan Suspensi Bakteri

1. Nutrien broth (NB)

Media NB ditimbang sebanyak 1,3 g dalam beaker glass, ditambah aquadest

100 ml. Larutan media NB dipanaskan di atas kompor sambil terus diaduk sampai

larut, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut ditutup

dengan sumbat kapas kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C

selama 15 menit (Lowysa, 2009).

2. Pembuatan suspensi bakteri

Media NB disiapkan sebanyak 10 ml dalam tabung reaksi steril. Bakteri

Streptococcus mutans hasil dari peremajaan yang berumur 1 x 24 jam diambil satu
45

biakan murni dimasukkan ke dalam media NB. Kemudian diinkubasi selama

18-24 jam pada suhu 370C. Kemudian diukur serapannya pada panjang

gelombang 625 nm, disetarakan dengan larutan ½ Mc Farland.

3.7.7 Pembuatan Larutan Kontrol Positif Amoksisilin Trihidrat

Serbuk amoksisilin trihidrat ditimbang seksama 50,0 mg dilarutkan dalam

10,0 ml DMSO dan didapatkan konsentrasi 0,5%, dari konsentrasi 0,5 % dipipet

larutan tersebut sebanyak 1,0 ml kemudian ditambah DMSO sampai volume

10,0 ml dan didapatkan konsentrasi 0,05%, dari konsentrasi 0,05 % dipipet larutan

tersebut sebanyak 1,0 ml kemudian ditambah DMSO sampai volume 10,0 ml dan

didapatkan konsentrasi 0,005% kemudian digojog sampai homogen.

3.7.8 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Sumuran

Uji aktivitas ekstrak etanol daun alpukat, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat

dan fraksi air dari ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan mengukur media

MHA sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan

memadat (lapisan dasar). Cylinder cup diletakkan di atas lapisan yang telah

memadat. Suspensi bakteri Streptococcus mutans (setara larutan standar ½ Mc.

Farland) sebanyak 5 μl dimasukkan ke dalam 20 ml media MHA, dihomogenkan

suspensi kultur tersebut dengan media kemudian dituang secara aseptis ke dalam

cawan petri steril yang telah diisi lapisan pertama dan telah diletakkan cylinder

cup untuk membentuk sumuran dan dibiarkan memadat. Cylinder cup yang telah

memadat diambil. Larutan ekstrak etanol daun alpukat fraksi n-heksan, etil asetat

dan air dari ekstrak etanol daun alpukat masing-masing dipipet sebanyak 80 μl

dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 15% b/v yang telah dilarutkan ke dalam DMSO,
46

kontrol positif, dan kontrol negatif dimasukkan ke dalam lubang sumuran

kemudian diinkubasi selama 24 jam suhu 370C, diamati dan diukur terbentuknya

diameter zona bening.

3.7.9 Uji Bioautografi

Pengujian bioatugrafi diawali dengan uji KLT dari sampel yang memberikan

aktivitas antibakteri. Lempeng hasil kromatogram yang telah dielusi dengan

eluennya ditempelkan pada suspensi bakteri Streptococcus mutans dalam media

Mueller Hilton Agar (MHA) selama 10 - 15 menit. Media MHA dengan

penambahkan suspensi bakteri Streptococcus mutans yang telah ditempelkan KLT

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370 C, kemudian diamati senyawa yang

memiliki aktivitas antibakteri yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening.


47

3.8 Skema Kerja

Daun alpukat

Dibersihkan, dicuci, ditiriskan


dan dikeringkan di bawah sinar
matahari secara tidak langsung

Simplisia kering daun alpukat

Diblender
Serbuk daun alpukat 300 g
gram
+ etanol 96% 3L

Filtrat I Residu
+ etanol 96% baru

Filtrat II Residu
+ etanol 96% baru

Filtrat III Residu


+ etanol 96% baru

Filtrat IV Residu

Filtrat I, filtrat II, filtrat III digabung

diuapkan

Ekstrak etanol
kental

Gambar 11. Skema kerja Pembuatan Ekstrak Daun Alpukat


48

10 gram ekstrak kental

Dilarutkan dalam aquadest 100 ml

Fraksi air

Ditambah 100 ml n-heksan (3x)


Dipartisi menggunakan corong pisah

Fraksi n-heksan Fraksi air

Ditambah 100 ml etil asetat (3x)

Dipartisi menggunakan corong pisah

Fraksi etil asetat Fraksi air

diuapkan diuapkan diuapkan

Fraksi n-heksan kental Fraksi etil asetat kental Fraksi air kental

Skrining fitokimia Uji KLT Uji antibakteri

Gambar 12. Skema kerja Fraksinasi


49

Lar.½ Mc.Farland Media NB 1 ose bakteri S. mutans

Digunakan sebagai Suspensi bakteri


baku pembanding Streptococcus mutans

Diinkubasi pada suhu 370C


selama 24 jam

Absorbansi diukur pada λ 625 nm, disetarakan


dengan absorbansi baku pembanding

Pada media MHA yang telah


terpasang dengan cylinder cup
diinokulasikan secara pour plate

Cylinder cupdilepas setelah memadat

Sumuran ditetesi dengan ekstrak, fraksi n-heksan, etil asetat dan


airkonsentrasi 10%, 12,5%, 15%, kontrol (+) dankontrol (-)

Diinkubasi pada suhu 370C


selama 24 jam

Zona bening diukur


dengan jangka sorong

Analisis data

Gambar 13. Skema kerja Uji Aktivitas Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat
50

20 ml media MHA cair ditambahkan 5 µl


suspensi bakteri bakteri Streptococcus mutans

Dituangkan dalam cawan petri


dan ditunggu hingga memadat

KLT yang telah terelusi ditempelkan ke dalam media MHA yang telah
ditambahkan suspensi bakteri Streptococcus mutans dan ditunggu 15-30 menit

Lempeng KLT diambil dan cawan


diinkubasi 1 x 24 jam pada suhu 370C

Diamati zona bening


yang terbentuk

Gambar 14. Pengujian Bioautografi

3.9 Analisis Data

Data penelitian diameter zona hambat yang diperoleh dilakukan analisis

secara statistika dengan uji anava satu jalan menggunakan SPSS 16,0. Jika

terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan pengujian pasca anava (posthoc).

Bila data tidak homogen, tidak berdistribusi normal atau tidak keduanya maka

dilakukan analisis statistika non parametrik uji Kruskal Wallis, jika terdapat

perbedaan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun

alpukat, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air dari ekstrak etanol daun

alpukat (Persea americana Mill.) dengan konsentrasi 10%, 12,5% dan 15% b/v

serta untuk mengetahui senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Tanaman alpukat (Persea Americana

Mill.) diperoleh dari Perkebunan Tanaman Obat PT. Temu Kencono, Gunung Pati,

Semarang.

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang. Hasil determinasi

menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah benar

tanaman alpukat (Persea americana Mill.) dengan surat keterangan identifikasi

terlampir pada lampiran 1.

Proses ekstraksi dilakukan dengan metode remaserasi menggunakan etanol

96% sebagai cairan penyari karena dapat menyari senyawa dalam daun alpukat

yang bersifat polar maupun non polar, memberikan randemen yang lebih tinggi

daripada pelarut lain, mudah didapat dan mudah menguap. Ekstrak kental daun

alpukat yang diperoleh berwarna hijau kehitaman dengan rendemen sebesar

28,87% dari 300 gram serbuk daun alpukat. Hasil rendemen daun alpukat

memenuhi batas rendemen pada Farmakope Herbal Indonesia yaitu lebih dari

28,02% (Depkes RI, 2008).

51
52

Randemen yang diperoleh diuji bebas etanol untuk memastikan bahwa

etanol sudah benar menguap habis. Penguapan pelarut etanol dilakukan karena

etanol memiliki daya antibakteri yang akan berpengaruh terhadap hasil pengujian

aktivitas antibakteri ekstrak dan fraksi daun alpukat. Hasil pengujian bebas etanol

menunjukkan bahwa ekstrak tidak mengandung etanol dengan tidak terbentuk

warna merah maupun bau pisang (Schoorl, 1988) yang ditunjukkan pada tabel 2

dan lampiran 18.

Tabel 2. Hasil Pengujian Bebas Etanol Ekstrak Daun Alpukat

Perlakuan Hasil Positif Hasil Uji Ekstrak


Ekstrak + Asam sulfanilat HCl + Warna merah Coklat kehitaman
NaOH+ NaNO2 frambose (-)
Ekstrak + Asam salisilat + H2SO4 Tidak berbau wangi
Bau wangi
(-)
Tidak berbau
Ekstrak + Asam asetat + H2SO4 Bau pisang ambon pisang ambon
(-)
Keterangan:
(-) Hasil negatif
(+) Hasil positif

Hasil identifikasi menggunakan reaksi warna dan pengendapan yang

ditunjukkan pada tabel 3, serbuk dan ekstrak daun alpukat (Persea americana

Mill.) mengandung senyawa flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan steroid.

Senyawa yang tersari dari ekstrak sama dengan senyawa yang tersari dari serbuk

daun alpukat, hal ini menunjukkan penyarian terjadi secara sempurna dan pelarut

yang digunakan dapat menyari semua yang terkandung dalam ekstrak .

Ekstrak daun alpukat difraksinasi, tujuannya untuk memisahkan kandungan

senyawa yang terdapat di dalam ekstrak berdasarkan polaritasnya. Proses

fraksinasi dengan menggunakan pelarut yang berbeda yaitu n-heksana yang

bersifat non polar, etil asetat yang bersifat semi polar, dan air bersifat polar.
53

Hasil fraksinasi diperoleh fraksi n-heksan sebanyak 11,80 gram, fraksi etil asetat

3,50 gram dan fraksi air 4,30 gram dari 20 gram ekstrak etanol daun alpukat

sehingga diperoleh rendemen berturut-turut sebesar 59,0%; 12,5% dan 21,5%.

Hasil identifikasi kandungan senyawa aktif menggunakan reaksi warna dan

pengendapan pada tabel 3 menunjukkan fraksi n-heksan mengandung senyawa

saponin, tanin, alkaloid dan steroid. Fraksi etil asetat mengandung senyawa

flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan steroid. Fraksi air mengandung senyawa

flavonoid, saponin dan tanin. Identifikasi kandungan kimia senyawa aktif yang

terdapat dalam serbuk, ekstrak dan fraksi daun alpukat disajikan pada tabel 3 dan

lampiran 17.

Tabel 3. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Serbuk, Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat
Golongan Hasil positif Hasil penelitian
Pereaksi
senyawa (pustaka) Serbuk Ekstrak n-heksan Etil Asetat Air
Flavonoid Serbuk Mg Larutan (+) (+) (-) (+) (+)
+ HCl p + bewarna pada Warna Warna Tidak Warna Warna
amil lapisan amil kuning pada kuning pada terbentuk merah pada merah pada
alkohol alkohol, warna lapisan amil lapisan amil lapisan amil lapisan amil lapisan amil
merah, kuning, alkohol alkohol alcohol alkohol alkohol
jingga
(Majumdar,
2005)
Saponin Dikocok + Busa stabil (+) (+) (-) (+) (+)
HCl 2N (Majumdar, Busa stabil Busa stabil Busa tidak Busa stabil Busa stabil
2005) stabil
Tanin + NaCl + Terbentuk (+) (+) (+) (+) (+)
Gelatin endapan Endapan Endapam Endapan Endapan Endapan
(Marliana,
2005)
Alkaloid HCl 2N + Endapan merah (+) (+) (+) (+) (-)
Dragendorff (Majumdar, Endapan Endapan Endapan Endapan Larutan
2005) merah merah merah merah kuning
Triterpenoi Eter + asam Larutan merah, (+) (+ ) (+) (+) (-)
d/ steroid asetat violet, biru, Warna hijau Warna hijau Warna hijau Warna hijau Warna
anhidrat + hijau. coklat
H2SO4 p (Majumdar,
2005)
Keterangan :
(+) Hasil positif
(-) Hasil negatif
54

Identifikasi kandungan senyawa juga dilakukan secara Kromatografi Lapis

Tipis (KLT) untuk mempertegas hasil identifikasi menggunakan reaksi warna dan

pengendapan. Uji KLT dilakukan terhadap senyawa-senyawa dalam ekstrak dan

fraksi daun alpukat yang disajikan pada tabel 4, lampiran 19, 20, 21, 22 dan 23.

Tabel 4. Hasil Uji KLT Dalam Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat

Warna Noda
Golongan
Sampel Nilai Rf dengan penampak Ket Pustaka
Senyawa
Bercak
0,79 +
Ekstrak Kuning kecoklatan
Flavonoid 0,73 +
Kuning kecoklatan dengan
n- n-heksan - - -
penampak bercak uap ammonia
butanol:asam 0,79 +
Etil Asetat Kuning kecoklatan (Harborne, 1987)
asetat:air 0,71 +
(4:1:5) 0,73 +
Air Kuning kecoklatan
0,60 +
Ekstrak 0,38 Kuning kecoklatan + Merah, kuning, biru tua, ungu,
Saponin
0,91 hijau, kuning kecoklatan
n-heksan Ungu +
0,69 dengan penampak bercak
kloroform:me
Etil Asetat 0,81 Hijau + anisaldehid-H2SO4
tanol:air
(Wagner dalam Sulistyani dkk,
(64:50:10) Air 0,59 Hijau + 2012)
0,48 +
Ekstrak Hijau Kehitaman
0,46 +
Tanin
0,78 +
n-heksan Hijau kehitaman
0,67 + Hijau kehitaman dengan
Etil
0,74 Ungu - penampak bercak FeCl3
asetat:metano
Etil Asetat 0,54 + (Trease dan Evans, 1978)
l:air Hijau kehitaman
0,49 +
(100:13,5:10)
0,79 +
Air Hijau kehitaman
0,65 +
0,88 +
Ekstrak Orange
0,69 + Orange dengan penampak
Alkaloid
n-heksan 0,30 Orange + bercak dragendorff
0,93 + (Bladt, 2009)
Kloroform:etil Etil Asetat Orange
0,69 +
asetat (70:30)
Air - - -
0,31 Hijau +
Ekstrak
0,53 Hijau +
Triterpenoid/ 0,94 Hijau -
merah ungu, ungu tua, hijau
steroid n-heksan 0,85 Ungu +
biru, merah dengan penampak
0,69 Hijau +
bercak anisaldehide-H2SO4
Toluene:etil 0,93 Hijau -
(Hayati dan Halimah, 2010)
asetat (93:7) Etil Asetat 0,84 Ungu +
0,66 Hijau +
Air - - -
Keterangan :
(-) Hasil negatif
55

(+) Hasil positif

Flavonoid mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas

(aglikon) maupun terikat sebagai glikosida. Aglikon polimetoksi bersifat non

polar, aglikon polihidroksi bersifat semi polar, sedangkan glikosida flavonoid

bersifat polar karena mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula (Markham,

1988). Oleh karena itu flavonoid dapat tertarik dalam pelarut n-heksan, etil asetat,

dan air. Berdasarkan hasil uji KLT ekstrak, fraksi etil asetat dan fraksi air

mengandung senyawa flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya noda

berwarna kuning (Harborne, 1987), sedangkan pada fraksi n-heksan negatif

mengandung senyawa flavonoid. Hal ini menunjukkan flavonoid yang terkandung

dalam ekstrak dan fraksi etil asetat daun alpukat adalah flavonoid dalam bentuk

aglikon polihidroksi, sedangkan flavonoid yang terkandung dalam fraksi air

adalah flavonoid dalam bentuk glikosida.

Uji KLT senyawa saponin menunjukkan hasil positif pada ekstrak, fraksi etil

asetat, fraksi n-heksan dan fraksi air. Saponin memiliki gugus glikosil yang

berfungsi sebagai gugus polar dan gugus triterpenoid sebagai gugus non polar

(Sangi dkk, 2008) yang ditunjukkan pada gambar 15.

Gambar 15. Struktur Kimia Saponin

(Sumber: Marliana, 2005)


56

Gugus triterpenoid yang ada pada struktur kimia saponin merupakan

struktur dasar dari triterpenoid yang tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C 30

yang memiliki sifat non polar sehingga gugus ini menyebabkan senyawa saponin

dapat tertarik dalam pelarut non polar (Harborne, 1987). Struktur dasar

triterpenoid ditunjukkan pada gambar 16.

Gambar 16. Struktur Dasar Triterpenoid (Yusuf, 2010)

Adanya gugus glikosil dan gugus triterpenoid pada struktur saponin

menyebabkan saponin dapat tertarik dalam pelarut yang bersifat polar maupun

non polar. Hal ini yang menyebabkan hasil uji KLT senyawa saponin

menunjukkan hasil positif pada ekstrak, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan

fraksi air.

Berdasarkan strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu

tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi bersifat tidak larut

air dibandingkan dengan tanin terhidrolisis yang mudah larut dalam air (Ashok

dan Upadhyaya, 2012). Oleh karena itu senyawa tanin dapat tertarik dalam pelarut

n-heksan, etil asetat dan air.

Hasil identifikasi KLT menunjukkan ekstrak, fraksi n-heksan, dan fraksi etil

asetat positif mengandung alkaloid. Alkaloid termasuk senyawa yang larut dalam

pelarut non polar (Harborne, 1987) sehingga mudah tertarik dalam pelarut n-
57

heksan sedangkan pada fraksi air negatif alkaloid karena alkaloid bersifat non

polar sehingga alkaloid tidak terdapat dalam fraksi air yang bersifat polar.

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang sifatnya non polar

sehingga mudah tertarik dalam pelarut yang bersifat non polar (Harborne, 1987).

Hasil identifikasi KLT menunjukkan ekstrak, fraksi n-heksan, dan fraksi etil asetat

positif mengandung steroid yang ditandai dengan terbentuknya noda berwarna

hijau setelah disemprot dengan penampak bercak anisaldehide-asam sulfat

sedangkan pada fraksi air negatif steroid karena steroid bersifat non polar

sehingga tidak terdapat dalam fraksi air yang bersifat polar dengan tidak

munculnya noda pada KLT.

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak dan fraksi daun alpukat terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans menggunakan media MHA (Mueller

Hinton Agar) karena memiliki kandungan casein hydrolysate dan meat infusion

yang menyediakan nitrogen, vitamin, karbon dan asam amino yang diperlukan

Streptococcus mutans untuk pertumbuhannya, serta memiliki rentang pH 7,4 ± 0,2

yang sama dengan pH optimal pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yaitu

7,4-7,6. Konsentrasi bakteri pada suspensi bakteri Streptococcus mutans yang

digunakan pada penelitian ini adalah 1x108 CFU/ml yang disetarakan dengan

absorbansi larutan ½ Mc Farland yaitu 0,08 hingga 0,1 dengan tujuan

mendapatkan kepadatan suspensi bakteri yang sesuai.

Amoksisilin digunakan sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 0,0036%,

karena amoksisilin sering digunakan dalam pengobatan gigi (AI-Haroni dan

Skaug, 2007) dan diketahui dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus sp


58

paling baik (Devi dkk, 2011). Mekanisme kerja amoksisilin trihidrat dalam

membunuh bakteri adalah dengan cara merangsang dan merusak fungsi dinding

sel bakteri. Amoksisilin mempunyai rumus cincin β-laktam sehingga dapat

mempengaruhi kerja enzim dalam membentuk peptidoglikan yang merupakan

komponen pembentuk dinding sel bakteri yang menyebabkan sintesis dinding sel

terganggu dan menyebabkan lisis (Siswandono dan Soekarjo, 2000).

Pada uji aktivitas antibakteri hasil kuantitatif yang diukur berupa diameter

zona bening. Data diameter zona yang diukur hanya zona radikal saja, yaitu suatu

daerah yang sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri.

Pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak dan fraksi daun alpukat

adalah Dimetil Sulfoksida (DMSO) karena dapat melarutkan komponen polar

maupun non polar, selain itu DMSO juga tidak bersifat bakteriostatik sehingga

aktivitas antibakteri yang dihasilkan dalam pengujian bukan pengaruh dari

pelarutnya akan tetapi karena senyawa yang terkandung dalam ekstrak dan fraksi

daun alpukat.

Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air

pada konsentrasi 10%, 12,5% dan 15% menunjukkan adanya aktivitas antibakteri

terhadap Streptococcus mutans. Daya antibakteri ekstrak etanol daun alpukat dan

fraksi etil asetat disebabkan karena kandungan senyawa alkaloid, flavonoid,

saponin, tanin, dan steroid sedangkan daya antibakteri pada fraksi air disebabkan

karena mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Pada fraksi n-heksan

tidak memberikan aktivitas antibakteri. Hal ini disebabkan karena senyawa yang

tersari oleh pelarut n-heksan merupakan senyawa yang bersifat non polar.
59

Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram positif yang terdiri dari komponen

utama asam teikoat dan beberapa polisakarida. Asam teikoat merupakan suatu

polimer yang larut air dan bersifat polar, yang membawa beragam gula (Jawetz et

al, 2001). Hal ini menyebabkan bakteri Streptococcus mutans lebih sukar

ditembus oleh senyawa antibakteri yang bersifat non polar. Rerata diameter zona

hambat ekstrak daun alpukat, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air dari

ekstrak etanol daun alpukat ditunjukkan pada tabel 5, lampiran 13, 14, 15 dan 16

Tabel 5. Data Rerata Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol, Fraksi n-Heksana, Fraksi
Etil Asetat dan Fraksi Air Daun Alpukat Terhadap Bakteri Streptococcus mutans

Diameter Zona Bening (cm)


Kelompok Sampel Kontrol
10% 12,5% 15% Positif Negatif
Ekstrak etanol 0,677 ± 0,059 0,729 ± 0,032 0,808 ± 0,026 1,313 ± 0,031 0,000
Fraksi n-heksana 0,000 ± 0,000 0,000 ± 0,000 0,000 ± 0,000 1,311 ± 0,000 0,000
Fraksi etil asetat 0,736 ± 0,036 0,821 ± 0,042 0,933 ± 0,047 1,317 ± 0,028 0,000
Fraksi air 0,629 ± 0,076 0,654 ± 0,081 0,684 ± 0,075 1,301 ± 0,031 0,000

Gambar 16. Diagram Zona Bening Ekstrak Daun Alpukat, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air
dari Ekstrak Etanol Daun Alpukat
60

Berdasarkan data zona bening ekstrak dan fraksi daun alpukat yang didapat

dari hasil penelitian, fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri yang paling

besar dibandingkan ekstrak etanol dan fraksi air. Diameter zona bening yang

dihasilkan semakin besar dengan peningkatan konsentrasi dari ekstrak dan fraksi.

Data diameter zona bening hasil difusi sumuran dari ekstrak daun alpukat,

fraksi etil asetat, fraksi air, kontrol positif dan kontrol negatif diolah secara

statistika dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Perhitungan analisis non parametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis karena data

yang diperoleh normal namun tidak homogen. Berdasarkan uji tersebut antara

kontrol positif, ekstrak etanol daun alpukat, fraksi etil asetat, dan fraksi air

menunjukkan signifikasi 0,000 sehingga ada perbedaan antar kelompok

perlakuan. Uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang

signifikan antar kelompok. Hasil SPSS dapat dilihat pada lampiran 36.

Hasil Uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan daya antibakteri

antar konsentrasi dari ekstrak etanol daun alpukat, fraksi etil asetat dan fraksi air

dari ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.), tetapi tidak ada

perbedaan signifikan antara ektrak 10% dengan ekstrak 12,5%, fraksi air 10%,

fraksi air 12,5%, fraksi air 15% dan fraksi etil asetat 10%, antara ekstrak 12,5%

dengan fraksi air 12,5%, fraksi air 15%, dan fraksi etil asetat 15%, antara ekstrak

15% dengan fraksi air 10% dan fraksi etil asetat 12,5%, antara fraksi air 10%

dengan fraksi air 12,5% dan fraksi air 15%, antara fraksi air 12,5% dengan fraksi

air 15% dan fraksi etil asetat 10%, antara fraksi air 15% dengan fraksi etil asetat

10%. Hasil uji Mann Whitney dapat dilihat pada tabel 6 dan lampiran 28.
61

Tabel 7. Hasil Uji Mann-Whitney

Hasil Non Parametrik Antar Kelompok Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat
Kelompok Ekstrak (%) Fraksi Etil Asetat (%) Fraksi Air (%)
Ket
10 12,5 15 10 12,5 15 10 12,5 15
10 0,173* 0,009 0,117* 0,016 0,009 0,530* 0,754* 0,753*
Ekstrak (%) 12,5 0,173* 0,009 0,751* 0,012 0,009 0,016 0,072* 0,248*
15 0,009 0,009 0,012 0,402* 0,009 0,009 0,009 0,009
10 0,117* 0,751* 0,012 0,016 0,009 0,016 0,059* 0,173*
Fraksi Etil
12,5 0,016 0,012 0,402* 0,016 0,016 0,009 0,009 0,016
Asetat (%)
15 0,009 0,009 0,009 0,009 0,016 0,009 0,009 0,009
10 0,530* 0,016 0,009 0,016 0,009 0,009 0,347* 0,173*
Fraksi Air
12,5 0,754* 0,072* 0,009 0,059* 0,009 0,009 0,347* 0,525*
(%)
15 0,753* 0,248* 0,009 0,173* 0,016 0,009 0,173* 0,525*
*) Tidak berbeda signifikan

Aktivitas antibakteri dari ekstrak dan fraksi daun alpukat dibuktikan secara

kualitatif melalui uji bioautografi kontak. Bioautografi digunakan untuk

mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas

antibakteri (Pratiwi, 2008). Uji bioautografi dilakukan terhadap ekstrak daun

alpukat, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air. Hasil uji bioautografi

ekstrak dan fraksi daun alpukat disajikan pada lampiran 24, 25, 26 dan 27.

Berdasarkan hasil uji bioautografi dari ekstrak dan fraksi daun alpukat

menunjukkan bahwa senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid pada

ekstrak, fraksi etil asetat dan fraksi air memiliki daya antibakteri sedangkan

senyawa-senyawa yang terkandung dalam fraksi n-heksan tidak memiliki daya

antibakteri yang ditandai dengan tidak munculnya zona bening pada bercak hasil

uji KLT. Alkaloid memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan cara mengganggu

penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Lamonthe, 2009).

Mekanisme senyawa flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri

yaitu dengan merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya


62

metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini

memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah

masuknya bahan-bahan aktif ke dalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan

kematian bakteri. Pada perusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol

dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga

molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam

fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu mempertahankan bentuk

membran sitoplasma akibatnya membran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan

mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian.

Mekanisme saponin dalam menekan pertumbuhan bakteri yaitu saponinn

dapat menurunkan tegangan permukaan dinding sel (Widodo, 2005). Senyawa

saponin merupakan zat yang apabila berinteraksi dengan dinding bakteri maka

dinding tersebut akan pecah atau lisis (Pratiwi, 2008). Saponin akan mengganggu

tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan terganggu zat

antibakteri akan dapat dengan mudah masuk ke dalam sel dan mengganggu

metabolisme hingga akhirnya terjadilah kematian bakteri (Karlina, 2013).

Mekanisme tanin dalam menghambat pertumbuhan bakterinya dengan

caradengan cara mengikat protein sehingga pembentukan dinding sel akan

terhambat (Masduki, 1996). Mekanisme penghambatan tanin yaitu dengan cara

dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa saponin dan flavonoid, sehingga

menyebabkan senyawa tanin mudah masuk ke dalam sel bakteri dan

mengkoagulase protoplasma sel bakteri (Karlina, 2013). Hasil uji bioautografi

senyawa tanin dapat dilihat pada lampiran 27, 28, 29 dan 30.
63

Mekanisme steroid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin

(protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan

polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang

merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas

dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi,

sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Ekstrak etanol daun alpukat, fraksi etil asetat dan fraksi air dari ekstrak etanol

daun alpukat (Persea americana Mill.) mempunyai aktivitas antibakteri

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, tetapi fraksi n-heksan

dari ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) tidak mempunyai

aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

2. Ada perbedaan daya antibakteri antar konsentrasi dari ekstrak etanol daun

alpukat, fraksi etil asetat dan fraksi air dari ekstrak etanol daun alpukat

(Persea americana Mill.), tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara ektrak

10% dengan ekstrak 12,5%, fraksi air 10%, fraksi air 12,5%, fraksi air 15%

dan fraksi etil asetat 10%, antara ekstrak 12,5% dengan fraksi air 12,5%,

fraksi air 15%, dan fraksi etil asetat 15%, antara ekstrak 15% dengan fraksi air

10% dan fraksi etil asetat 12,5%, antara fraksi air 10% denga fraksi air 12,5%

dan fraksi air 15%, antara fraksi air 12,5% dengan fraksi air 15% dan fraksi

etil asetat 10%, dan antara fraksi air 15% dengan fraksi etil asetat 10%.

3. Senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Streptococcus mutans secara metode bioautografi.

5.2 Saran

64
65

1. Perlu dilakukan isolasi terhadap senyawa aktif yang memberikan aktivitas

antibakteri.

2. Perlu dilakukan pengembangan dalam bentuk sediaan farmasi seperti pasta

gigi dari ekstrak etanol daun alpukat, fraksi etil asetat dan fraksi air dari

ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) sebagai sediaan

antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Acumedia, M. 2011. Mueller Hinton Agar (7101). http://www.neogen.com. 7


Februari 2016.

AI-Haroni, M. dan Skaug, N. 2007. Incidence of Antibiotic Prescribing in Dental


Practice in Norway and Its Contribution to National Consumption.
J. Antimicrob.Chemother. 59, 1161-1166.

Alhassan, A.J., Sule, M.S., Atiku, M.K., Wudil, A.M., Abubakar, H and
Mohammed, S.A. 2012 Effect Of Aqueous Avocado Peer (Persea
americana) Seed Extract On Alloxan Induced Diabetes Rats. Grener Jornal
of Medical. Sci. 2. (1): 5-11.

Anonim. 1982. The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other
Laboratory Service. Fifth edition. Australia : Oxoid Limited.

Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Arukwe, U., Amadi, B.A., Odika, P.C and Anudike, J. 2012. Chemical
Compotition of Persea americana Leaf, Fruit and seed. Ijras. 11. (2): 346-
348.

Ashok, P.K. dan Upadhyaya, K. 2012. Tanins are Astrigent. Journal of


Pharmacognosy and Phytochemistry. 3. (1).

Atlas, R.M. 2004. Handbook of Microbiological Media. 3rd Ed. London : CRC
Press.

Bladt, S. 2009. Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas.


Springer Sciences and Business Media.

Cowan, M. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agent. Clin Microbiol Rev. 12.
(4): 564-582.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

______________________. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

______________________. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman


Obat. Jakarta:DirektoranJendral Pengawas Obat dan Makanan,Direktorat
Pengawas Obat Tradisional.

______________________. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta.


Depkes RI.

66
67

Devi, A., Singh, V., and Bhatt, A. B. 2011. Antibiotic Sensitivity Pattern of
Streptococcus Against Commercially Available Drugs and Comparison with
Extract of Punica granatum. International Journal of Pharma and Bio-
Sciences. 2. (2): 504-508.

Dewa, G.K., Edi, S and Wehantouw, F. 2009. Potensi Daun alpukat (Persea
americana Mill) Sebagai Antioksidan Alami. Chem Prog. 2. (1): 58-64.

Fauzia dan Larasati, A. 2008. Uji Efek Ekstrak Air Daun Avokad (Persea
gratissima) terhadap Streptococcus Mutans dari Saliva dengan
Kromatografi Lapisan Tipis (TLC) dan Konsentrasi Hambat Minimum
(MIC). Majalah Kedokteran Nusantara, 41. (3): 173-8.

Felina, L.C., Soegijanto, dan Rima, P.S. 2014. Daya Hambat Ekstrak Daun
Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Pertumbuhan Enterococcus
faecalis. Jurnal Kedokteran Gigi Denta. 8. (1): 1-10.

Ganiswara, G.S. 2003. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta : Bagian
Farmakologi FK UI.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., and Schwarting, A.E., 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung : ITB Press.

Hacker, M., Bachmann, K., Messer, W. 2009. Pharmacology, Principles and


Practice. United States of America : Elsevier Inc.

Haribi, R. 2008. Media dan Reagen untuk Laboratorium Mikrobiologi. Semarang:


Universitas Muhammadiyah Semarang.

Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Sujatmi. Edisi 2. Bandung : ITB Press.

Hayati, E., Halimah, N. 2010. Phytochemical Test and Brine Shrimp Lethality
Test Agains Artemia salina Leach Of Anting-anting (Acalypha indica Linn.)
Plant Extract. Journal ALCHEMY. 1. (2): 53-103.

Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A., 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Jakarta : Salemba Medika.

Jawetz, Melnick, Alberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh


Nugroho, E. Edisi 20. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Karlina, C. Y., Ibrahim, M. & Trimulyono, G. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Lentera Bio, 2(1), 91-93.

Lay, B.W dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Cetakan I. Jakarta : CV. Rajawali
68

Lowysa, W.S. 2009. Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Kulit Buah
Sentul (Sandoricum koetjape (Burm.f.) Merr) Terhadap Beberapa Bakteri
Secara Invitro. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara

Madigan M. 2005. Brock Biology of Microorganisme.London:Prentice Hall

Madigan, M. T., Martinko J. M,.2000.” Nutrition Metabolism”, Brock Biology of


Microbiology.Prentice-Hall.

Majumdar, M. 2005. Evaluation of Tectona grandis Leaves for Wound


HealingActivity. Thesis.Departement of Pharmacology.Krupadhini College
of Pharmacy. Bangalore.

Markham, K.R., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan oleh


Padmawinata, K. Bandung : ITB.

Marliana, S. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis


Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam
Ekstrak Etanol. 3. (1): 26-31.

Martindale. 1982. The Extra Pharmacopeia. Edisi 28. London : The


Pharmaceutical Press.

Masduki I, 1996. Efek Antibakteri ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap
S.aureus dan E. coli in vitro. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. 109, 21-24.

Moran, D.P.J. dan K.K. Rajah. 1994. Fastin Food Products. Blackie Academic
and Profesional, Glasgow.

Mulja, M. dan Suharman, 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga


University Press.

Nafisah, Minhatun., Tukiran., Suyatm., Hidayati, Nurul. 2014. Uji Skrining


Fitokimia Pada Ekstrak Heksan, Kloroform dan Metanol Dari Tanaman
Patikan Kebo (Euphorbia hirtae). Surabaya: Jurusan Kimia, FMIPA,
Universias Negeri Surabaya.

Nastiti, Novia A. 2010. Uji Efektifitas Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana
Mill) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli Secara In Vitro.
Tugas akhir. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Nayak, Ria, R and Raju, S.S. 2012. Evaluation Of Persea americana L. Leaf
Extract For Wound Healing Activity-A Preclinical stuy In Rats. World
Journal of Pharmaceutical. 1. (3): 786-795.

Nugraha, A. W. 2008. Streptococcus mtans Si Plak Simana-mana.


http://mikrobia,files,wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans_31.pdf
(20 oktober 2012) Ekstrak Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff)
Boerl.) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans. 1. (2): 89-94.
69

Numlil, K.R., Sediarso, dan Siti, H.F. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi
Etanol 70% dari Ekstrak Daun MAhkota Dewa (Phaleria macrocarpa
(Scheff) Boerl.) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans. Faemasains. 1.
(2): 89-94.

Osbourn, A. 1996.Saponin and Plant Defense – A Soap Story.Trends in Plant


Sciences. Elsevier Sciences Ltd.

Pratiwi & Sylvia, T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.

Puspitasari. 2015. Isolasi Senyawa Terpenoid Dari Fraksi n-Heksana Daun


Marsilea crenata Presl. Pada Hasil Kcv Fraksi No.2. Jurnal Farmasi dan
Ilmu Kefarmasian. 2. (1): 16-18.

Putri, A.A., Mulkiya, K. dan Sadiyah, E.R. 2015. Pengaruh Perbedaan Pelarut
Ekstraksi Terhadap Kadar Senyawayang Berpotensi Memiliki Aktivitas
Analgetik dari Ekstrak Daun dan Buah Karamunting (Rhodomyrtus
Tomentosa (Aiton) Hassk.). Jurnal Publikasi Ilmiah Universitas Islam
Bandung.

Rangari, V.D. 2007. Pharmacognosy: Tanin Containing Drugs. Nagpur: J.L.


Chaturvedi College of Pharmacy.

Robinson, T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi.


Diterjemahkan oleh Padmawinata, K. Edisi VI. Bandung : ITB Press.

Rohman. A, dan Ibnu G. 2007. Metode KromatografiUntuk Analisis Makanan.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rosenfeld, G.C., Loose, D.S. 2007. Pharmacology. 4th Edition. Philadelphia :


Lippincott Williams & Wilkins.

Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat penelitian
Universitas Andalas.

Sagala, P. S. 2010. Efek Proteksi Jus Apokat (Persea americanaMill.) Terhadap


Kerusakan Mukosa Lambung Mencit Yang Diinduksi Aspirin. Skripsi.
Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Salni, Hanifa. M, dan Wedya. R. 2011. Isolasi Senyawa Antibakteri Dari Daun
Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth.) dan Penentuan Nilai KHM-nya.
Jurnal Penelitian Sains. 14. 1(D): 14109.

Sangi, M., Runtuwene, M.R.J., Simbala, H.E.I., dan Makang, V.M.A.2008.


Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem.
Prog. 1. (1): 47-53.
70

Sarker, S.D., Latif, Z dan Gray, A.I. 2006. Natural Product Isolation. New York:
Humana Press.

Schoorl. 1998. Materi Pelengkap Kemurnian Cara Pemisahan Obat. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press.

Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung : Penerbit ITB

Siswandono dan Soekardjo, H.B.. 2000. Kimia Medisinal II. Surabaya :


Universitas Airlangga Press.

Soetarno, S dan Soediro. 1997. Standarisasi Mutu Simplisia san Ekstrak Bahan
Obat Tradisional. Laporan Penelitian : Presidium Temu Ilmiah Bidang
Farmasi.

Spangenberg, B., Poole, C.F., Weins, Ch., 2011. Quantitative Thin Layer
Chromatography, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, .Germany, p. 167-
174, 189.

Sudarsono, Gunawan, D., dan Wahyuono, S.. 2002. Tumbuhan Obat II Hasil
Penelitian, Sifat-sifat, dan Penggunaan.Yogjakarta : UGM-Press.

Sulistyani, N., K.W Lilies. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
Daun Binahong (Anredera scandence (L.) Moq.) Terhadap Shigella flexneri
Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis.Jurnal Ilmiah Kefarmasian.
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. 2(1): 1-16.

Sumarno. 2001. Kromatografi Teori Dasar dan Petunjuk Praktikum. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.


Diterjemahkan oleh Padmawinata K. Bandung: Penerbit ITB.

Trease, G.E., Evans, W.C. 1978. Pharmacognosy. Bailler Tindal : London.

Underwood dan Day, Jr., 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Diterjemahkan oleh
Pudjaatmaka. Edisi V. Jakarta : Erlangga.

Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun Dalam Kehidupan Ternak. Malang: UMM


Press.

Windy, T. R. 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Ekstrak Etanol Batang Inggu
(Ruta angustifolia (L.) Pers) Terhadap Mencit Yang Diinfeksi Streptococcus
mutans dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmas
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yusuf, S. 2010. Isolasi dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa Triterpenoid


Dari Kulit Batang Kayu Api-Api Betina. Jurnal Penelitian Sains. 13. 2C:
12205.
Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman

71
Lampiran 2. Surat Keterangan Bakteri Streptococcus mutans
f

72
Lampiran 3. Surat Keterangan Amoksisilin

73
Lampiran 4. Tanaman Alpukat (Persea americanaMill.)

74
Lampiran 5. Daun Alpukat (Persea americanaMill.)

75
Lampiran 6. Proses Ekstraksi Daun Alpukat (Persea Americana Mill.)

Dikeringkan

Diserbukka
n

Diremaserasi

/
Disaring

Diuapkan

Ekstrak Kental

76
Lampiran 7. Proses Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Alpukat

Fraksi n-heksana Fraksi Etil Asetat

Fraksi Air

Fraksi cair n-heksana Fraksi cair etil asetat Fraksi cair air

Fraksi kental n-heksana Fraksi kental etil asetat Fraksi kental air

77
Lampiran 8. Data Penimbangan

Berat cawan + ekstrak kental = 254,40 gram


Berat cawan kosong = 167,78 gram
Berat ekstrak kental = 86,62 gram
% Rendemen ekstrak = 86,62 gramx 100% = 28,87%
300 gram

Berat cawan + fraksi n-heksan kental = 141,06 gram


Berat cawan kosong = 129,26 gram
Berat fraksi n-heksan kental = 11,8 gram
% Rendemen fraksi n-heksan = 11,8 gram x 100% = 59,0 %
20 gram

Berat cawan + fraksi etil asetat kental = 125,00 gram


Berat cawan kosong = 121,50gram
Berat fraksi etil asetat kental = 3,50gram
% Rendemen fraksi etil asetat = 3,50gram x 100% = 17,5 %
20 gram

Berat cawan + fraksi air kental = 134,45 gram


Berat cawan kosong = 130,15 gram
Berat fraksi air kental = 4,30 gram
%Rendemen fraksi air = 4,30 gram x 100% = 21,5 %
20 gram

78
Lampiran 9. Bakteri Streptococcus mutans

Media Agar Miring Suspensi Bakteri

79
Lampiran 10. Pembuatan Media

1. Nutrient Agar (NA)


Formula : “Lab Lemco” Powder 1
Yeast Extract 2
Peptone 5
Sodium Chloride 5
Agar 15
Cara Pembuatan : 1,4 gram serbuk Nutrient Agar ditimbang, dan dilarutkan
dalam 50 ml aquadestilata, dipanaskan sampai larut kemudian disterilkan.

2. Nutrient Broth (NB)


Formula : “Lab Lemco” Powder 1
Yeast Extract 2
Peptone 5
Sodium Chloride 5
Cara Pembuatan : 800 mg serbuk Nutrient Broth ditimbang, dilarutkan dalam
100 ml aquadestilata dan diaduk sampai larut, kemudian disterilkan.

3. Mueller Hinton Agar (MHA)


Komposisi dalam 1 Liter:
Casein hidrolysate 17,5 g
Beef extract 300 g
Starch 1,5 g
Agar 17 g
pH 7,3 ± 0,1 at 25ºC
Cara Pembuatan: 38 gram serbuk Mueller Hinton Agar (MHA) ditimbang,
dilarutkan dalam 1000 ml aquadestilata dan dipanaskan sampai larut,
kemudian disterilkan.

80
Lampiran 11. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji dan Kontrol Positif

1. Larutan induk ekstrak dan fraksi konsentrasi 15% dibuat sebanyak 1 ml

15
x 1 ml = 0,15 gram
100

Cara pembuatan: Ditimbang masing-masing fraksi sebanyak 0,15 gram dan

dilarutkan ke dalam DMSO.

2. Konsentrasi ekstrak dan fraksi 12,5% dibuat sebanyak 100 μl

V 1 . C1 = V2 . C2

100 μl .12,5% = V2 . 15%

V2 = 83,3 μl ~ 83 μl

Cara pembuatan: Dipipetlarutan induk masing-masing ekstrak dan fraksi

sebanyak 83 μl dan dilarutkan ke dalam DMSO.

3. Konsentrasi fraksi 10% dibuat sebanyak100 μl

V 1 . C1 = V2 . C2

100 μl .10% = V2 . 15%

V2 = 66,7 μl ~ 67 μl

Cara pembuatan: Dipipet larutan induk masing-masing ekstrak dan fraksi

sebanyak 67 μl dan dilarutkan ke dalam DMSO.

4. Konsentrasi kontrol positif (Amoksisilin)

Berat 1 tablet amoksisilin (500 gram) = 0,7128 gram


50 mg
500 mg
x 712,8 mg = 71,28 mg

Kertas + zat = 0,5460 gram

Kertas = 0,4940 gram

Zat = 0,0520 gram

81
82

Konsentrasi sebenarnya

0,0520 g
0,07128 g
x 50 mg = 36,47 mg = 0,03647 gram

0,03647 gram
x 100% = 0,36 %
10 ml

a. Cara pembuatan konsentrasi 0,36%

Ditimbang amoksisilin tablet 71,28 mg ditambahkan DMSO hingga 10 ml

kemudian homogenkan

b. Cara pembuatan konsentrasi 0,036%

Dipipet 1,0 ml larutan amoksisilin konsentrasi 0,48% ditambahkan DMSO

hingga 10 ml kemudian homogenkan

c. Cara pembuatan konsentrasi 0,0036%

Dipipet 1,0 ml larutan amoksisilin konsentrasi 0,048% ditambahkan


DMSO hingga 10 ml kemudian homogenkan
Lampiran 12. Sampel Ekstrak Daun Alpukat, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi
Air dari Ekstrak Etanol Daun Alpukat

83
Lampiran 13. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Alpukat

12, 5
%

10
15
% K- %

K+

Diameter Zona Bening (cm)


Replikasi Ekstrak Kontrol
10% 12,5% 15% Positif Negatif
1 0,620 0,680 0,785 1,270 0,000
2 0,660 0,725 0,805 1,305 0,000
3 0,635 0,725 0,790 1,305 0,000
4 0,765 0,760 0,850 1,350 0,000
5 0,705 0,755 0,810 1,335 0,000
± SD 0,677 ± 0,059 0,729 ± 0,032 0,808 ± 0,026 1,313 ± 0,031 0,000 ± 0,000

84
Lampiran 14. Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi n-heksan Daun Alpukat

Diameter Zona Bening (cm)


Replikasi Fraksi n-heksan Kontrol
10% 12,5% 15% Positif Negatif
1 0,000 0,000 0,000 1,285 0,000
2 0,000 0,000 0,000 1,315 0,000
3 0,000 0,000 0,000 1,320 0,000
4 0,000 0,000 0,000 1,345 0,000
5 0,000 0,000 0,000 1,290 0,000
± SD 0,000 ± 0,000 0,000 ± 0,000 0,000 ± 0,000 1,311 ± 0,000 0,000 ± 0,000

85
Lampiran 15. Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat

12, 5
%

10 K- 15
% %

K+

Diameter Zona Bening (cm)


Replikasi Fraksi Etil Asetat Kontrol
10% 12,5% 15% Positif Negatif
1 0,685 0,760 0,860 1,275 0,000
2 0,740 0,830 0,940 1,320 0,000
3 0,785 0,875 0,990 1,355 0,000
4 0,725 0,810 0,935 1,315 0,000
5 0,745 0,830 0,940 1,320 0,000
± SD 0,736 ± 0,036 0,821 ± 0,042 0,933 ± 0,047 1,317 ± 0,028 0,000 ± 0,000

86
Lampiran 16. Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Air

12,5
%
10
% K- 15
%

K+

Diameter Zona Bening (cm)


Replikasi Fraksi Air Kontrol
10% 12,5% 15% Positif Negatif
1 0,525 0,545 0,590 1,255 0,000
2 0,710 0,725 0,775 1,330 0,000
3 0,575 0,590 0,625 1,285 0,000
4 0,675 0,715 0,715 1,320 0,000
5 0,660 0,695 0,715 1,315 0,000
± SD 0,629 ± 0,076 0,654 ± 0,081 0,684 ± 0,075 1,301 ± 0,031 0,000 ± 0,000

87
Lampiran 17. Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Serbuk, Ekstrak dan
Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)

Fraksi
Hasil Fraksi
Senyawa Serbuk Ekstrak Etil Fraksi Air
Literatur n-heksan
Asetat
Flavonoid Larutan
bewarna
pada
lapisan
amil
alkohol,
warna
merah,
kuning,
jingga.
(Majumdar,
2005)

(+) (+) (-) (+) (+)

Saponin Busa stabil


(Majumdar,
2005)

(+) (+) (-) (+) (+)

88
89

Hasil Fraksi FraksiEtil


Senyawa Serbuk Ekstrak Fraksi Air
Literatur N-heksan Asetat
Tanin Terbentuk
endapan
(Marliana,
2005)

(+) (+) (+) (+) (+)

Alkaloid Endapan
merah
(Majumdar,
2005)

(+) (+) (+) (+) (-)

Triterpenoid Larutan
/Steroid merah,
violet, biru,
hijau.
(Majumdar,
2005)
(+) (+) (+) (+) (-)
Lampiran 18. Hasil Uji Bebas Etanol Ekstrak Daun Alpukat

No. Perlakuan Hasil Positif Hasil Uji Ekstrak


1 Ekstrak + Asam sulfanilat HCl + Warna merah Coklat kehitaman
NaOH+ NaNO2 frambose
2 Ekstrak + Asam salisilat + H2SO4 Bau wangi Tidak berbau wangi

3 Ekstrak + Asam asetat + H2SO4 Bau pisang Tidak berbau pisang


ambon ambon

90
Lampiran 19. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Flavonoid
Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)

EKSTRAK FRAKSI n-heksan


Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,79 Kuning 0,79 Ungu Kuning - - - - - -
0,79
0,73 Kuning 0,73 Ungu coklat - - - - - -
Kuning
0,73
coklat
FRAKSI etil asetat FRAKSI air
Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,79 Kuning 0,79 Ungu Kuning 0,73 Kuning 0,73 Ungu Kuning
0,79 0,73
0,71 Kuning 0,71 Ungu coklat 0,69 Kuning 0,69 Ungu coklat
Kuning Kuning
0,71 0,69
coklat coklat

91
Lampiran 20. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Saponin Ekstrak
dan Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)

EKSTRAK FRAKSI n-heksan


Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,73 Kuning 0,73 Ungu 0,38 Kuning 0,91 Kuning 0,91 Ungu 0,91 Ungu
0,74 Kuning 0,74 Ungu 0,69 Ungu
FRAKSI etil asetat FRAKSI air
Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,81 Kuning 0,81 Ungu 0,81 Hijau 0,81 Kuning 0,81 Ungu 0,81 Hijau

92
Lampiran 21. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Tanin Ekstrak
dan Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)

EKSTRAK FRAKSI n-heksan


Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,79 Kuning 0,79 Ungu 0,48 Hijau 0,93 Kuning 0,93 Ungu 0,78 Hijau
kehitam kehitam
0,48 Kuning 0,60 Ungu 0,46 Hijau 0,78 Hijau 0,78 Ungu 0,67 Hijau
kehitam kehitam
0,34 Kuning 0,48 Ungu 0,67 Hijau 0,67 Ungu
0,34 Ungu 0,25 Kuning 0,25 Ungu
FRAKSI etil asetat FRAKSI air
Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,79 Hijau 0,79 Ungu 0,74 Ungu - - 0,79 Ungu Hijau
0,79
0,69 Hijau 0,69 Ungu Hijau - - 0,65 Ungu kehitam
0,54
0,54 Kuning 0,74 Ungu kehitam Hijau
0,65
0,49 Kuning 0,54 Ungu Hijau kehitam
0,49
0,49 Ungu kehitam

93
Lampiran 22. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Alkaloid Ekstrak
dan Fraksi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)

EKSTRAK FRAKSI n-heksan


Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,88 Kuning 0,88 Ungu 0,88 Orange 0,30 Kuning 0,30 Ungu 0,30 Orange
0,69 Kuning 0,69 Ungu 0,69 Orange
FRAKSI etil asetat FRAKSI air
Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,93 Kuning 0,93 Ungu 0,93 Orange - - - - - -
0,69 Kuning 0,69 Ungu 0,69 Orange - - - - - -

94
Lampiran 23. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Triterpenoid/
Steroid Ekstrak dan Fraksi Daun Alpukat (Persea americana
Mill.)

EKSTRAK FRAKSI n-heksan


Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,31 Hijau 0,31 Ungu 0,31 Ungu 0,94 Kuning 0,94 Ungu 0,94 Hijau
0,46 Kuning 0,46 Ungu 0,53 Ungu 0,69 Hijau 0,85 Ungu 0,85 Ungu
0,53 Kuning 0,53 Ungu 0,59 Hijau 0,69 Ungu 0,69 Hijau
0,41 Kuning 0,59 Ungu
0,23 Kuning 0,41 Ungu
0,23 Ungu
FRAKSI etil asetat FRAKSI air
Penampak Penampak
Visual UV 254 nm Visual UV 254 nm
Bercak Bercak

Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna


0,93 Kuning 0,93 Ungu 0,93 Kuning - - - - - -
0,63 Hijau 0,84 Ungu 0,84 Ungu
0,51 Hijau 0,66 Ungu 0,66 Ungu
0,35 Kuning 0,59 Ungu
0,18 Kuning 0,48 Ungu
034 Ungu
0,23 Ungu

95
Lampiran 24. Hasil Uji Bioautografi Ekstrak Daun Alpukat (Persea
americana Mill.)

Flavonoid Alkaloid

Saponin Triterpenoid/
Steroid

Tanin

96
Lampiran 25. Hasil Uji Bioautografi Fraksi n-Heksana Daun Alpukat
(Persea americana Mill.)

Saponin Alkaloid

Tanin Triterpenoid/
Steroid

97
Lampiran 26. Hasil Uji Bioautografi Fraksi Etil Asetat Daun Alpukat
(Persea americana Mill.)

Flavonoid Alkaloid

Saponin Triterpenoid/
steroid

Tanin

98
Lampiran 27. Hasil Uji Bioautografi Fraksi Air Daun Alpukat (Persea
americana Mill.)

Flavonoid

Saponin

Tanin

99
Lampiran 28. Hasil Uji Statistika

I. Uji Normalitas

II. Uji Homogenitas

100
101

III. Kruskal-Wallis
102

IV. Hasil Rekap Uji Non Parametrik Mann-Whitney

Kelompok Perlakuan Sig. Keterangan


Ekstrak 10% VS Ekstrak 12,5 % 0.173 Tidak berbeda signifikan
Ekstrak 15% 0.009 Berbeda signifikan
Ekstrak + 0.009 Berbeda signifikan
Ekstrak - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi air 10% 0.530 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air 12,5% 0.754 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air 15% 0.753 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 10% 0.117 Tidak berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 12,5% 0.016 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0,005 Berbeda signifikan
Ekstrak 12,5% VS Ekstrak 15% 0.009 Berbeda signifikan
Ekstrak + 0.009 Berbeda signifikan
Ekstrak - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi air 10% 0.016 Berbeda signifikan
Fraksi air 12,5% 0.072 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air 15% 0.248 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air - 0,005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 10% 0.751 Tidak berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 12,5% 0.012 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi eyil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Ekstrak 15% VS Ekstrak + 0.009 Berbeda signifikan
Ekstrak - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi air 10% 0.009 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air 12,5% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 10% 0.012 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 12,5% 0.402 Tidak Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi air 10% VS Fraksi air 12,5% 0.347 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air 15% 0.173 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air + 0.009 Berbeda signifikan
103

Fraksi air - 0.005 Berbeda signifikan


Fraksi etil asetat 10% 0.016 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 12,5% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi air 12,5% VS Fraksi air 15% 0.525 Tidak berbeda signifikan
Fraksi air + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 10% 0.059 Tidak berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 12,5% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi air 15% VS Fraksi air + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi air - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 10% 0.173 Tidak berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 12,5% 0.016 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat Fraksi etil asetat 12,5% 0.016 Berbeda signifikan
10% VS Fraksi etil asetat 15% 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat Fraksi etil asetat 15% 0.016 Berbeda signifikan
12.5% VS Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan
Fraksi etil asetat Fraksi etil asetat + 0.009 Berbeda signifikan
15% VS Fraksi etil asetat - 0.005 Berbeda signifikan

Anda mungkin juga menyukai