Anda di halaman 1dari 32

FORMULASI DETERJEN CAIR DENGAN PENAMBAHAN

KARAGENAN

SKRIPSI
OLEH

MUSDALIFAH

1422060136

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI


JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

FORMULASI DETERJEN CAIR DENGAN PENAMBAHAN


KARAGENAN

SKRIPSI

Oleh:

MUSDALIFAH
1422060136
Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi pada

Program Studi Agroindustri Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan


Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

A. Ita Juwita, S.Si, M.Si. Rahmawati Saleh, S.Si, M.Si.


NIP 19840405 200912 2 002 NIP 19710112 199903 2 001

Mengetahui :

Direktur Ketua Jurusan

Dr. Ir. Darmawan, M.P. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si.


NIP 19670202 199803 1 002 NIP 19680807 199512 2 001

Tanggal Lulus : 15 Agustus 2018

ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Formulasi Deterjen Cair dengan Penambahan Karagenan

Nama Mahasiswa : Musdalifah

NIM : 1422060136

Program Studi : Agroindustri D-IV

Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Menyetujui,
Tim Penguji :

1. A. Ita Juwita, S.Si., M.Si. (.....................................)

2. Rahmawati Saleh, S.Si., M.Si. (.....................................)

3. Nur Fitriani Usdyana, A, S.Pt, M.Si. (.....................................)

4. Gusni Sushanti, ST.MT. (.....................................)

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Agustus 2018


Yang menyatakan

Musdalifah

iv
RINGKASAN

Musdalifah. 1422060136. Formulasi Deterjen Cair dengan penambahan


karagenan, dibimbing oleh A. Ita Juwita dan Rahmawati Saleh.

Penggunaan pengental sintetik pada pembuatan deterjen cair dapat


menambah pencemaran lingkungan. Sehingga dibutuhkan upaya alternatif
subtitusi pengental dengan pengganti bahan alami. Salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai pengental adalah karagenan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan formulasi terbaik deterjen cair dengan penambahan karagenan
sebagai pengental dan menganalisa mutu deterjen cair yang telah ditambahkan
karagenan dengan berbagai konsentrasi.
Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda,
pada perlakuan A tanpa karagenan dan perlakuan B konsentrasi 2%, perlakuan C
5% dan perlakuan D konsentrasi 10 %. Parameter yang di uji yaitu pH, viskositas,
bobot jenis, daya bersih dan organoleptik yang meliputi warna, aroma dan
bentuk. Hasil penelitian menunjukkan mutu terbaik deterjen cair berada pada
perlakuan B yaitu menggunakan karagenan 2%, dengan hasil uji pH 10,
viskositas 104,405 cPs, bobot jenis 1,10 g/mL, daya bersih 1,548 dan hasil uji
organoleptik diperoleh formulasi terbaik pada perlakuan A dengan presentase
warna 4,2, aroma 4,2 dan bentuk 3,84. Nilai pH yang mendekati SNI dan hasil
organoleptik menunjukkan bahwa deterjen dengan penambahan karagenan layak
dipakai.

Kata kunci : deterjen cair, penstabil, karagenan

v
SUMMARY

Musdalifah. 1422060136. Liquid Detergent Formulation with the addition of


carrageenan, guided by A. Ita Juwita and Rahmawati Saleh.

The use of synthetic thickener in the production of liquid detergent can


increase environmental pollution. So it takes an alternative effort to substitute
thickener with a substitute of natural ingredients. One of the ingredient that can be
used as a thickener is carrageenan. This study aims to determine the best
formulation of liquid detergent by adding carrageenan as thickener and analyzing
the quality of liquid detergent that has been added with carrageenan in the various
concentrations.
This study consisted of four treatments with different concentrations ; in
treatment A without carrageenan and treatment B concentration of 2%, treatment
C 5% and treatment D concentration of 10%. The parameters tested are pH,
viscosity, specific gravity, clean power and organoleptic which include color,
aroma and shape. The results showed that the best quality liquid detergent was in
the treatment B, that is using 2% carrageenan, with test results pH 10 , viscosity
104.405 cPs, specific gravity 1.10 g / mL, net power 1.548 and the results of
organoleptic test obtained the best formulation in treatment A with color
percentage of 4.2, aroma 4.2 and shape 3.84. PH values that approach SNI and
organoleptic results indicate that detergent with the addition of carrageenan is
suitable to use.
Keywords: liquid detergent, stabilizer, carrageenan

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kahadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Formulasi Deterjen Cair dengan

Penambahan Karagenan ” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

pada Program Diploma IV (D4) Program studi Agroindustri jurusan Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, ada banyak hambatan yang menjadi rel

kehidupan bagi keberhasilan penulis. Pencapaian titik takdir terbaik manusia yang

telah digariskan dari ALLAH SWT. Untuk itu, dukungan dari segala kalangan

sangat dibutuhkan mulai dari kalangan keluarga hingga kalangan umum.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya Ayahanda Andi

Mappatunru dan Ibunda Hafsah serta kepada Ibu A. Ita Juwita, S.Si., M.Si

sebagai pembimbing I dan Ibu Rahmawati Saleh S,Si, M.Si selaku pembimbing II

dan segenap keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan moril maupun

material sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, hanya doa dan bakti

penulis yang dapat persembahkan kepada Ibunda dan Ayahanda serta segenap

keluarga atas segala pengorbanannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Dr. Ir. H. Darmawan, M.P. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Pangkep.

2. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si selaku ketua jurusan teknologi pengolahan hasil

perikanan.

vii
3. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP.,MP. selaku ketua Progran Studi

Agroindustri.

4. Seluruh staf Dosen dan teknisi Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil

Perikanan.

5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Politeknik pertanian Negeri pangkep

khususnya jurusan Agroindustri.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Pangkep, Agustus 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL. .................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI .................................................... iii

PERNYATAAN ............................................................................................ iv

RINGKASAN ................................................................................................ v

SUMMARY ................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ................................................................................................ 3
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deterjen Cair ...................................................................................... 4


2.1.1. Kandungan Deterjen Cair.............................................................. 5
2.1.2. Komponen Pembuatan Deterjen Cair ............................................ 6
2.2. Karagenan .......................................................................................... 9
2.2.1. Standar Mutu Karagenan ............................................................. 10
2.3. Manfaat Karagenan. ............................................................................ 11
2.4. Viskositas........................................................................................... 11
2.5. Bobot Jenis.................................................................................. ...... 14

ix
2.6. Daya Bersih........................................................................................ 14
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................ 16


3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 16
3.2.1. Alat ............................................................................................. 16
3.2.2. Bahan .......................................................................................... 16
3.3. Prosedur Penelitian ............................................................................. 16
3.3.1. Proses pembuatan deterjen dengan penambahan karagenan ......... 16
3.4. Rancangan penelitian ......................................................................... 18
3.5. Parameter Pengamatan ....................................................................... 18
3.5.1. pH ............................................................................................... 18
3.5.2. Viskositas .................................................................................... 18
3.5.3. Bobot Jenis .................................................................................. 19
3.5.4. Daya Bersih ................................................................................. 19
3.5.5. Organoleptik................................................................................ 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji pH ................................................................................................. 21


4.2 Uji Viskositas ...................................................................................... 22
4.3 Uji Bobot Jenis .................................................................................... 23
4.4 Uji Daya Bersih................................................................................... 25
4.5 Uji organoleptik .................................................................................. 26
4.5.1 Pengujian warna ............................................................................ 26
4.5.2 Pengujian aroma ........................................................................... 27
4.5.2 Pengujian bentuk .......................................................................... 28
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 30


5.2 Saran ................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA. ................................................................................... 31

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

x
DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Deterjen Cair Menurut SNI...................................... 5


Tabel 2.2. Spesifikasi Mutu Karagenan. ....................................................... 11
Tabel 3.2. Rancangan Penelitian. ................................................................. 18

xi
DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 3.1. Alur Proses Pembuatan Deterjen Cair. ...................................... 17


Gambar 4.1. Nilai Uji pH Deterjen Cair. ...................................................... 21
Gambar 4.2. Nilai Uji viskositas deterjen cair. ............................................. 22
Gambar 4.3. Nilai Uji Bobot Jenis................................................................. 24
Gambar 4.4. Nilai Uji Daya Bersih................................................................ 25
Gambar 4.5. Nilai Uji Organoleptik Warna. ................................................. 27
Gambar 4.6. Nilai Uji Organoleptik Aroma. ................................................. 28
Gambar 4.7. Nilai Hasil Uji Organoleptik Bentuk. ........................................ 28

xii
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berkembangnya teknologi modern mengakibatkan banyaknya aktivitas

manusia yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam. Salah satu

yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah pengunaan berbagai produk oleh

masyarakat yang ternyata mengandung bahan-bahan kimia tidak ramah

lingkungan. Akibatnya lingkungan alam menjadi tercemar serta keseimbangan

ekosistem menjadi terganggu, salah satu produk yang sering digunakan adalah

deterjen pencuci pakaian yang mengandung zat berbahaya (Rahman dan

Lelona,2013)

Detergen memiliki zat aktif yang terdapat pada permukaan dalam yang

mempunyai kemampuan untuk mengurangi tegangan permukaan air. Zat aktif

permukaan disebut juga dengan surfaktan dalam deterjen komersial komposisi

surfaktan hanya 10% -30% yang lainnya adalah zat aditif yang menambah kinerja

deterjen. Zat aditif tersebut contohnya adalah builder (polifosfat), penukar ion,

natrium karbonat, natrium silikat, amida penstabil busa dan CMC. Namun yang

sering digunakan dalam proses pembuatan deterjen cair sebagai pengental dan

penstabil yaitu CMC 1,5 %.

Semakin berkembangnya teknologi dan penggunaan deterjen cair pada

saat ini, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan deterjen cair pun semakin

bervariasi. Oleh karena itu, produsen deterjen berlomba-lomba mencari formula

deterjen untuk memproduksi deterjen cair yang ekonomis, higienis, tidak

membahayakan kesehatan, mudah diolah, mudah didapat dan memiliki nilai jual
2

yang terjangkau. Penambahan bahan alami yang aman bagi kesehatan pada

deterjen cair perlu dikembangkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan

pengaruh positif atau fungsi tertentu terhadap deterjen cair yang dihasilkan.

Selain itu, dengan penambahan bahan alami tersebut diharapkan dapat

memperbaiki tekstur dan penampakan deterjen cair. Sehingga diperlukan bahan

pengental yang berasal dari bahan alami, seperti karagenan terbuat dari rumput

laut yang dapat dijadikan pengental pada deterjen. Pada penelitian Hangga Damai

Putra Gandasasmita presentase karagenan yang digunakan 1-4%.

Karagenan merupakan bahan stabilisator (pengatur keseimbangan),

thickener (bahan pengental), pembentukan gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini

banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat,

pasta gigi dan industri lainnya karena tidak berbahaya.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini betujuan menentukan

formulasi terbaik deterjen cair dengan penambahan karagenan sebagai pengental

dan menganalisa mutu deterjen cair yang telah ditambahkan dengan berbagai

konsentrasi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah:

a. Bagaimana Formulasi deterjen cair dengan penambahan karagenan sebagai

pengental?

b. Bagaimana mutu deterjen cair yang telah ditambahkan karagenan dengan

berbagai konsentrasi?
3

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dalam penelitian ini

adalah

a. Menentukan Formulasi terbaik deterjen cair dengan penambahan karagenan

sebagai pengental.

b. Menganalisa mutu deterjen cair yang telah ditambahkan karagenan dengan

berbagai konsentrasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Memberikan informasi mutu deterjen cair yang telah ditambahkan karagenan

b. Penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan informasi tentang

formulasi deterjen cair dengan penambahan karagenan sebagai pengental.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deterjen Cair

Secara umum istilah dari deterjen digunakan untuk bahan dan produk yang

mempunyai fungsi meningkatkan kemampuan pemisahan suatu materi dari

permukaan benda misalnya kotoran dari pakaian, sisa makanan dari piring atau

buih sabun dari permukaan benda serta mendispersi dan menstabilisasi dalam

matriks seperti suspensi butiran minyak dalam fase seperti air. Pengertian deterjen

pada umumnya mencakup setiap bahan pembersih termasuk sabun, namun

kebanyakan dihubungkan dengan deterjen sintetik. Deterjen mempunyai sifat

tidak membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam air sadah.

Deterjen dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok (kationik, anionik dan

nonionik), namun yang dibicarakan disini hanya anionik. Pada dasarnya deterjen

anionik mempunyai kemiripan dengan sabun. Deterjen mengandung gugus yang

sangat polar, bermuatan negatif (dalam hal ini –SO3-) dan rantai hidrokarbon yang

panjang yang dapat melarutkan oli dan vaselin. Bahan dasar pembuatan deterjen

adalah rantai panjang alkohol jenuh C12 hingga C18, Sekarang deterjen yang

beredar di pasar merupakan deterjen yang memiliki rantai karbon yang lurus.

Deterjen ini bersifat dapat dirusak oleh mikroorganisme atau lazim dikenal

deterjen yang ”soft” (lunak) atau ”biodegradable” (showwel, 2006).

Kemampuan deterjen tergantung pada komposisi dari formulanya,

persyaratan pengunaan sifat alami dari permukaan yang dibersihkan, sifat dari

bahan yang dipisahkan. Oleh karena itu, penetuan formula deterjen merupakan

proses yang rumit karena harus memperhitungkan beberapa hal seperti kebutuhan
5

pengguna, nilai ekonomi, pertimbangan lingkungan dan kemampuan spesifik yang

dibutuhkan supaya fungsi deterjen menjadi efektif.

Berdasarkan SNI (06-0475-1996), deterjen cair dikategorikan sebagai

pembersih berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar deterjen cair dengan

penambahan bahan lain yang di izinkan dan digunakan untuk mencuci pakaian

serta alat dapur tanpa menimbulkan iritasi kulit.

Standar SNI (06-0475-1996) untuk deterjen cair yang dihasilkan dapat

dilhat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat mutu deterjen cair Menurut SNI

No. Kriteria Satuan Persyaratan


1. Keadaan: - Cairan
Bentuk - homogen khas
Bau dan warna -
2. pH 250C - 6-8
3. Bahan Aktif % Min.10
4. Bobot Jenis g/ml 1.0-1.2
5. Total Mikroba Koloni/g Maks 1 × 103
Sumber : SNI 16-4075-1996

2.1.1. Kandungan deterjen cair

Deterjen yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri

mengunakan formula yang kompleks yaitu lebih dari 25 bahan. Namun secara

umum penyususn deterjen di kelompokkan menjadi empat yaitu surfaktan,

builder,bleaching agent dan bahan aditif ( Smulders, 2002).

1. Surfaktan merupakan suatu senyawa dimana pada konsentrasi rendah mampu

memiliki sifat mengadsorbsi pada permukaan atau antar muka. Istilah

antarmuka menunjukkan batas antara dua fase yang saling tidak bercampur
6

(immiscible), sedangkan permukaan menunjukkan sebuah fase, dimana salah

satu fasenya berupa gas biasanya udara (Rosen, 2004).

2. Pembentuk (builder) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan

dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air.

3. Pengisi (filler) merupakan bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai

kemampuan meningkatkan daya cuci tetapi menambah kuantitas. Contoh

Sodium sulfat.

4. Aditif adalah bahan tambahan untuk membuat produk lebih menarik, seperti

pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan lain-lain yang tidak berhubungan

langsung dengan daya cuci deterjen. Aditif ini ditambahkan lebih untuk

maksud komersialisasi produk.

2.1.2. Komponen pembuatan deterjen cair

Bahan untuk pembuatan deterjen cair terdiri dari beberapa jenis, yaitu

bahan aktif, bahan pengisi, bahan tambahan, bahan pewangi, dan aquadest . Pada

pembuatan deterjen skala kecil dan menengah digunakan bahan baku yang sama.

2.1.2.1. Bahan Aktif

a. Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus ada

dalam proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa Sodium

Lauryl Eter Sulfate (SLES) dan STTP (Sodium tripoly phosphate).

b. Sodium Lauryl Eter Sulfate (SLES)

Sodium lauryl ether sulfate adalah jenis surfaktan yang sangat kuat dan

umum digunakan dalam produk-produk pembersih noda minyak dan kotoran.

Sebagai contoh SLES ini banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada produk

industri seperti pembersih mesin ,pembersih lantai dan shampo mobil . Zat kimia
7

ini merupakan bahan utama di dalam formulasi kimia untuk menjadi busa karena

efek pengentalnya dan kemampuan untuk menghasilkan busa. Zat ini sering

disamarkan pada keterangan komposisi berasal dari kelapa karena fungsi

utamanya sebagai efek pengental dan menghasilkan busa.

salah satu contoh surfaktan amoniak yang telah digunakan secara luas

sebagai surfaktan primer pada produk kosmetik. Sodium laureth sulfate juga

merupakan detergen atau agen pembersih yang baik, agen pengemulsi, agen

pembusa yang baik dan murah (Tania, 2012).

c. Sodium tripoly phosphate

Sodium tripoly phosphate merupakan salah satu contoh dari fosfat yang

paling penting dalam pembuatan deterjen cair. Hal ini disebabkan oleh

kemampuannya mencegah kain putih menjadi keabu-abuan dan memiliki

karakteristik yang memperkuat deterjen cair dalam mencuci ketika komponen

deterjen cair tidak ada. Secara umum fungsi Sodium tripoly phosphate adalah

meningkatkan kekuatan menghilangkan dan mengendapkan kotoran dan

membantu deterjen memiliki strukturyang baik (Sasser, 2001).

Salah satu bahan kimia yang biasa digunakan dalam bidang industri

pengunaan sodium tripoly phosphate biasanya untuk produk pembersih. STTP

juga mempunyai nama lain pentasodium salt / Triphosphoric Acid. STTP ini juga

terdapat dalam beberapa produk cat dan keramik ada juga yang mengatakan

bahwa STTP juga bisa digunakan untuk pengawet makanan aman.

2.1.2.2. Bahan Pewangi ( parfum)

Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya tarik produk agar

disukai oleh pelanggan. Banyak varian pewangi yang ditawarkan biasanya


8

beraroma bunga dan buah pewangi dipilih berdasarkan selera pembeli asalkan

tidak berbau ekstrim, pewangi juga bisa berasal dari bahan alkohol kresol

,piretrum dan sulfur.

Parfum termasuk dalam bahan tambahan, Keberadaan parfum memegang

peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk detergen. Artinya,

walaupun secara kualitas detergen yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah

memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk detergen

berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam

perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml).

Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.

Pada dasarnya, jenis parfum untuk detergen dapat dibagi ke dalam dua jenis,

yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang

sudah dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga.

Pada umumnya, produsen detergen bubuk menggunakan jenis parfum yang

eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen

lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan

harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.

2.1.2.3. Bahan Pengisi

Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.

Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.

Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku detergen semata-mata ditinjau

dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi detergen digunakan

sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu
9

tetra sodium pyrophospate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,

berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.

2.1.2.4. Bahan Tambahan ( Bahan Aditif )

Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan detergen

bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru

akan bahan ini karena justru bahan ini dapat memberi nilai lebih pada produk

detergen tersebut. Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat

nilai jual produk detergen bubuk tersebut.

2.1.2.5. Aquadest

Aquadest adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air

murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan , pertukaran ion, osmosis terbalik

atau dengan cara yang sesuai (Rowe et.al. 2009)

2.2. Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut

merah dari jenis Chondrus, Euchema,Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora.

Karagenan banyak diaplikasikan dalam industri pangan yang berperan sebagai

penstabil ,bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi, dan lain-lain. Karagenan

terdiri dari tiga tipe yaitu kappa, iota dan lambda karagenan. Tipe karagenan yang

paling banyak diaplikasikan dalam industri pangan adalah kappa karagenan yan

merupakan hasil ekstraksi rumput laut jenis Eucheuma cottoni. Salah satu usaha

untuk menjadikan karagenan makanan yang menyehatkan adalah pemanfaatan

Eucheuma cottoni dalam pembuatan deterjen cair, karagenan mengandung serat

yang tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai makanan yang


10

menyehatkan karena makanan yang berserat mampu menurunkan kolestrol darah

dan gula darah (Hatta, 2012).

Kemampuan pembentukan gel merupakan sifat terpenting dari karagenan

pembentukan gel terjadi pada saat larutan panas saat larutan panas yang dibiarkan

menjadi dingin karena memiliki gugus sulfat yang paling sedikit dan mudah untuk

membentuk gel( Kalaka, 2011). Menurut Imeson (2000), larutan karagenan akan

mengalami penurunan viskositas dan kekuatan gel pada pH 4,3. Hal ini

disebabkan terputusnya ikatan glikosidik yang mengakibatkan terjadinya

hidrolisis. Laju hidrolisis akan meningkat seiring peningkatan suhu. Menurut

Imeson (2000), semua jenis karagenan dapat larut pada air panas tetapi hanya

lambda serta bentuk garam sodium dari kappa dan iota karagenan dapat larut

dalam air dingin. Proses pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas

karagenan dibiarkan menjadi dingin. Belitz dan Grosch (2004) menyatakan

bahwa kemampuan membentuk gel dari kappa karagenan dipengaruhi oleh

beberapa jenis kation, akan tetapi diantara jenis kation yang memberikan efek

terbaik dalam pembentukan gel kappa karagenan.

2.2.1. Standar Mutu Karagenan

Standar mutu karagenan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos pada

saringan 60 mesh dan memiliki densitas 0,7 (yang diendapkan oleh alkohol)

dengan kadar air 15% pada Rh 50 dan 25% pada Rh 70. Penggunaan ini biasanya

dilakukan pada konsentrasi kation yang terdapat dalam sistem ( Velde dan

Gerhard 2004). Pembuatan tepung karagenan dari alga laut secara umum terdiri

atas penyiapan bahan baku, proses ekstraksi, penyaringan, pengendapan dan

pengeringan produk Karagenan merupakan tepung berwarna putih atau


11

kekuningan, tidak berbau dan memiliki rasa getah (mucilaginous). Karagenan

larut dalam air pada suhu sekitar 800 C dan membentuk larutan. Spesifikasi mutu

karagenan menurut Food Chemicals Codex dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Spesifikasi Mutu Karagenan


Kriteria Persyaratan
Arsen (As) Maks 3 ppm
Abu tidak larut asam Maks 1%
Total abu Maks 35%
Logam berat Maks 0,004%
Lead Maks 10 ppm
Penyusutan pada pengeringan Maks 12%
Sulfat 18-40 % berdasarkan BK
Viskositas larutan 1,5% Min 5 cP pada suhu 750C
Sumber: Food Chemicals Codex, (1980)
2.3. Manfaat Karagenan

Pembuatan Karagenan dimanfaatkan untuk digunakan dalam berbagai

bidang industri seperti dalam industri makanan (es krim dan sherbers, flavor, meat

product, pasta ikan, produk saus), industri pengolahan limbah, bioteknologi,

kosmetik, tekstil, industry sutera dan lain-lain. Selain itu juga diupayakan untuk

membangkitkan kepedulian masyarakat akan lingkungan dan diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan dalam negeri dimasa yang akan datang.

2.4. Viskositas

Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, dimana

semakin besar viskositas maka akan semakin besar pula tahanannya (Sinko,

2011). Viskositas merupakan salah satu parameter penting yang menujukkan

stabilitas produk maupun untuk penanganan suatu produk kosmetik dan toiletries

selama distribusi produk (Nurhadi, 2012). Viskositas deterjen cair ikut


12

berpengaruh terhadap daya penerimaan produk terhadap konsumen. Menurut

Suryani, A.,E Hambali & Rivai, M. (2000), adanya viskositas sediaan yang tinggi

akan mengurangi frekuensi tumbukan antarpartikel sehingga sediaan menjadi

lebih stabil ( Fadillah, 2015). Perubahan temperatur juga dapat mempengaruhi

viskositas, yang mana semakin tinggi temperatur, maka viskositas akan menurun

(Sinko, 2011). Satuan internasional untuk viskositas adalah pascal –second (Pa.s)

atau cukup dengan satuan poise (P)

Istilah reologi berasal dari bahasa Yunani rheo (mengalir) dan logos (ilmu)

untuk mengambarkan aliran-aliran cairan dan deformasi dari padatan. Reologi

atau sifat alir terlibat dalam pencampuran dan aliran bahan-bahan, pengemasan

bahan-bahan ke dalam wadah, dan pemidahan sebelum pengunaanya ,apakah

dicapai dengan penuangan dari botol, pengeluaran dari tube, atau pelewatan

melalui jarum suntik. Reologi suatu produk tertentu yang konsistensinya dapat

berkisar dari cair ke semipadat sampai ke padatan, dapat mempengaruhi

penerimaan konsumen, stabilitas fisika, dan bahkan ketersediaan hati. Sifat

reologi sistem farmasetik dapat mempengaruhi pemilihan peralatan pemrosesan

yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut. Peralatan yang tidak sesuai,

bila dipandang dari sifat reologi ini akan menyebabkan terbentuknya hasil yang

tidak diinginkan paling tidak dalam karakteristik alirannya (Sinko, 2011).

Zat cair mempunyai bebereapa sifat berikut ini:

1. Apabila ruangan lebih besar dari volume zat cair, akan terbentuk permukaan

bebas horizontal yang berhubungan dengan atmosfer.

2. Mempunyai rapat massa dan berat jenis

3. Dapat dianggap tidak termampatkan


13

4. Mempunyai viskositas (kekentaalan)

5. Mempunyai kohesi, adhesi dan tegangan permukaan

Kekentalan adalah sifat dari zat cair untuk melawan tegangan geser pada

waktu bergerak / mengalir. Kekentalan disebabkan karena kohesi antara partikel

zat cair.zat cair ideal tidak mempunyai kekentalan. Zat cair kental seperti sirup

atau oli, mempunyai kekentalan besar, sedangkan zat cair encer seperti air

mempunyai kekentaln kecil. Kekentalan zat cair dapat dibedakan menjadi dua

yaitu kekentaln dinamik (µ) atau kekentalan absolute dan kekentalan kinematis

(V).

• Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas adalah sebagai berikut :

a. Tekanan

Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan sedangkan viskositas gas

tidak dipengaruhi oleh tekanan.

b. Temperatur

Viskositas akan turun dengan naiknya temperatur, sedangkan viskositas gas

naik dengannaiknya temperatur. Pemanasan zat cair menyebabakan molekul –

molekulnya memperoleh energi. Molekul- molekul caoran bergerak sehingga

gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demiokian viskositas cairan

akan turun dengan kenaikan tempereatur.

c. Kehadiran zat lain

Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan tambahan

seperti bahan suspensi (miksalnya albumin dan globulin) menaikkan viskositas

air. Pada minyak ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan
14

viskositas akan turun klarena gliserin ataupun minyak akan semakinm encer,

waktu alirnya kan semakin cepat.

d. Ukuran dan berat molekul

Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran alkohol

cepat, larutan minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi. Larutan

minyak misalnya CPO memiliki kekentalan tinggi serta laju aliran lambat

sehingga viskositas juga tinggi.

2.5. Bobot Jenis

Bobot jenis adalah konstanta/ tetapan bahan yang tergantung pada suhu untuk

padat, cair dan gas yang homogen merupakan hubungan dari massa (m) suatu

bahan terhadap volumenya. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan

kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan

pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah bobot

jenis dilhat dari definisinya sangat lemah akan lebih cocok apabila dikatakan

sebagai kerapatan relatif (Ansel, 2006)

Bobot jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai tipe piknometer,

Neraca Mohr Westhphal, Hidrometer, dan alat-alat lain. Prinsip kerja piknometer

didasarkan pada penentuan ruang yang ditempati cairan ini. Untuk itu dibutuhkan

wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian metode

piknometer akan bertambahan hingga mencapai nilai optimum tertentu dengan

bertambahnya volume piknometer yang terletak pada sekitar isi ruang 30 Ml.

2.6. Daya bersih

Menurut Fauziah (2010) daya bersih atau daya deterjensi adalah proses

pembersihan permukaan padat dari benda asing yang tidak diinginkan dengan
15

menggunakan cairan pencuci/ perendam larutan surfaktan, Sedangakn sabun

berbasis deterjen merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan daya

pembersihan oleh air. Proses deterjensi terjadi melalui pembentukan misel-misel

oleh surfaktan yang mampu membentuk globula zat pengotor. Proses pelepasan

globula zat pengotor terjadi melalui penurunan tegangan antar muka dan dibantu

dengan adanya interaksi elektrostatik antar muatan.


16

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2018, Laboratorium

biokimia Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan analitik,

gelas ukur, spatula, sendok, timbangan, gelas ukur, spektrofotometer UV-Vis SP-

450, erlenmeyer, cawan petri, penjepit cawan, pipet skala, bulb.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu karagenan, aquadest,

SLES (Sodium Lauryl Eter Sulfate ), STTP (Sodium Tripoly Phosphate), Parfum,

dan anti bakteri.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Proses pembuatan deterjen cair dengan penambahan karagenan

Proses pembuatan deterjen cair dengan penambahan karagenan dilakukan

dengan mengadopsi prosedur Aswin yaitu sebagai berikut :

1. Alat dan bahan disiapkan .

2. Kemudian SLES 10 g dan STTP 8 g ditimbang lalu dicampur kemudian

diaduk hingga merata.

3. Karagenan ditimbang 2 g kemudian dicampur ke dalam aquadest diaduk

hingga merata, setelah merata dilakukan pencampuran pencampuran I dan II.

4. Kemudian ditambahkan Parfum 0,3 mL dan Anti bakteri 0,1 mL.


17

5. Deterjen cair siap digunakan.

Berikut adalah alur Proses Pembuatan deterjen cair dengan penambahan

karagenan berdasarkan modifikasi dari Aswin ( 2012 ) adalah sebagai berikut :

SLES 10 g
STTP 8 g

Pencampuran I

Pencampuran II
Karagenan (2 g) + Aquadest 81,6 mL

Pemasukan Bahan
(Parfum 0,3 mL dan anti bakteri 0,1 mL
g)

Deterjen Cair

Gambar 3.1. Alur Proses Pembuatan Deterjen Cair


18

3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada penelitian ini yaitu formulasi deterjen cair

dengan penambahan karagenan yaitu :

Tabel 3.2. Rancangan Penelitian

Jenis Formulasi
Bahan
A B C D
Karagenan - 2% 5% 10 %
SLES 10 % 10 % 10 % 10 %
STTP 8% 8% 8% 8%
Parfum 0,3 % 0,3 % 0,3 % 0,3 %
Anti Bakteri 0,1% 0,1 % 0,1 % 0,1 %
Aquadest 81,6% 79,6 % 76,6 % 71,6 %
Total 100 % 100 % 100 % 100%
3.5. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu pH universal, Viskositas,

Bobot jenis, Daya bersih , Organoleptik (Warna, aroma dan bentuk).

3.5.1. pH (Tingkat Keasaman)

Uji pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH dengan cara mencelupkan

kertas pH pada sampel deterjen cair kemudian amati untuk mengetahui nilai pH

yang dihasilkan.

3.5.2. Viskositas

Uji viskositas dilakukan dengan metode Oswald, viskometer dibersihkan

dan dikeringkan lalu cairan yang akan di tentukan kekentalannya dimasukkan

melalui pipa A lalu cairan dihisap melalui pipa B sampai naik melewati garis M

Cairan dibiarkan turun sampai garis N, catat waktu yang dibutuhkan cairan

untuk mengalir dari M ke N dilakukan 3 kali pengulangan.


19

3.5.3. Bobot Jenis (SNI 06-4075-1996)

Piknometer kering ditimbang menggunakan neraca digital selanjutnya

aquadest dimasukkan kedalam piknometer dan diamkan pada suhu 250 C selama

10 menit setelah itu pinometer di angkat dan ditimbang pekerjaan di ulangi

dengan memakai sampel deterjen cair sebagai pengganti air. Bobot jenis di hitung

berdasarkan persamaan :

Bj deterjen cair =

3.5.4. Daya Bersih

Metode spektrofotometer Pengujian daya bersih ini dilakukan untuk

mengetahui kemampuan surfaktan dalam melepaskan kotoran yang menempel

pada suatu objek. sampel sebanyak 1% dilarutkan dalam air 100 ml dan

digunakan sebagai larutan perendaman. Pengukuran dilakukan dengan melihat

absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis di panjang gelombang 450 nm. Nilai

Absorbansi di catat dengan A1 dengan menggunakan Aquadest sebagai standar.

Kain putih bersih berbentuk bujur sangkar dengan 10 cm2 direndam dalam

larutan pencucian selama 10 menit. Setelah perendaman air kain bersih,

larutan diukur absorbansi lalu dikurangi dengan A1 dan dinyatakan sebagai OD

( Original Dirt )

Mentega ditimbang masing-masing 10 gram kemudian dioleskan secara

merata pada seluruh permukaan kain yang akan digunakan dalam pengujian daya

bersih. Setelah itu dilakukan pembersihan kain dengan direndam di dalam larutan

perendam berupa Aquadest saja (kontrol negatif) , formula deterjen cair ( A1, A2,

A3, dan A4) serta rinso cair (kontrol positif ) selama 10 menit. Nilai Absorbansi

setelah perendaman kain kotor dinyatakan sebagai A2. Semakin besar nilai
20

absorbansi suatu sampel maka daya bersih semakin baik. Data bersih atau

deterjensi dihitung dengan persamaan

Daya Bersih /Deterjensi = A2 – (A1 + OD)

Ket : A2 : Perendaman kain kotor

A1 : Nilai Absorbansi aquadest sebagai standar

OD : Selisih absorbansi perendaman air bersih dan absorbansi aquadest

3.5.5. Organoleptik

Uji organoleptik dengan penilaian pada produk deterjen cair antara lain

dari bentuk, warna, Aroma. Sehingga pengujian dimana panelis mengemukakan

respon suka atau tidak suka terhadap sifat produk hasil penelitian yang diuji

yaitu formulasi deterjen cair dengan penambahan karagenan.

Anda mungkin juga menyukai