Anda di halaman 1dari 46

RANI NURFITRIANI.

Perbandingan Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam


Vaksin Pentabio dengan Teknik Pengocokan secara Konvensional dan Menggunakan
Alat Separatory Funnel Holder pada Tahap Preparasi. Dibimbing oleh
RATNAWATI LILASARI DJANIS dan IRMA RIYANTI.

RINGKASAN

PT Biofarma merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak


dibidang farmasi yang memproduksi vaksin. Untuk menjaga mutu produk,
perusahaan ini melakukan pengawasan mutu produk melalui pengujian yang
dilakukan di laboratorium Departemen Pengujian Mutu (PM). Salah satu parameter
yang dilakukan dalam pengujian mutu adalah penetapan kadar thimerosal dalam
vaksin multi dosis menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak. Selama ini,
dalam metode tersebut dilakukan pengocokan secara konvensional dalam proses
preparasi. Karena proses uji memerlukan waktu yang cukup lama, maka untuk
memepercepat waktu uji perusahaan melakukan modifikasi dengan menggunakan alat
Separatory Funnel Holder untuk proses pengocokan dalam preparasi uji. Oleh karena
itu, perlu dilakukan perbandingan hasil penetapan kadar thimerosal secara
konvensional dengan hasil penetapan kadar thimerosal dengan Separatory Funnel
Holder.
Percobaan ini bertujuan membandingkan hasil uji penetapan kadar thimerosal
dalam vaksin secara spektrofotometri sinar tampak menggunakan teknik pengocokan
secara konvensional dan menggunakan alat Separatory Funnel Holder. Hasilnya
dibandingkan dengan persyaratan perusahaan yang mengacu pada peraturan WHO
(World Health Organization).
Percobaan dilakukan melalui tiga tahap yaitu persiapan, analisis sampel, dan
pengolahan data. Tahap persiapan meliputi pembuatan larutan dithizon encer, natrium
asetat dan pembuatan standar thimerosal 0,01%. Tahap analisis sampel meliputi
penetapan kadar thimerosal dalam vaksin pentabio secara spektrofotometri sinar
tampak menggunakan teknik pengocokan secara konvensional dan menggunakan alat
Separatory Funnel Holder, sedangkan untuk akurasi digunakan standar 0,01%
sebagai sampel. Data yang diperoleh diihitung kadarnya menurut standar 0,012% dan
standar 0,006%, kemudian masing-masing hasilnya di rata-ratakan. Hasil analisis
berupa rata-rata kadar thimerosal dari masing-masing metode tersebut dibandingkan
dengan menggunakan uji statistik ANOVA dan dibandingkan dengan persyaratan
yang telah disepakati perusahaan.

Berdasarkan percobaan, pengocokan dengan alat Separatory Funnel Holder


pada skala 80 rpm dan 90 rpm dengan pengocokan konvensional tidak berbeda nyata,
sedangkan pengocokan dengan alat Separatory Funnel Holder pada skala 70 rpm
dengan pengocokan konvensional berbeda nyata. Oleh karena itu, skala 70 rpm tidak
disarankan untuk penetapan kadar thimerosal dalam vaksin.
Perbandingan Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio
dengan Teknik Pengocokan secara Konvensional dan Menggunakan Alat
Separatory Funnel Holder pada Tahap Preparasi

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG

Diajukan Guna Melengkapi Syarat Pendidikan Diploma Tiga

Oleh:

RANI NURFITRIANI

NIM: 126512

Pembimbing 1 Pembimbing II

Ratnawati Lilasari Djanis, M.Pd. Irma Riyanti,S.Si.,Apt.

Direktur Politeknik AKA Bogor

Ir. Maman Sukiman, M. Si.

POLITEKNIK AKA BOGOR


2015
PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapang
yang berjudul “Perbandingan Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin
Pentabio dengan Teknik pengocokan secara Konvensional dan menggunakan alat
Separatory Funnel Holder pada Tahap Preparasi”.

Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ratnawati Lilasari Djanis, M.Pd. sebagai pembimbing I atas kesedian


dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada
penulis selama melaksanakan PKL serta dalam penyusunan laporan PKL.
2. Ibu Irma Riyanti,S.Si.,Apt. sebagai pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan, bimbingann, dan saran dalam melaksanakan praktik kerja lapang.
3. Direktur Akademi Kimia Analisis Bogor, Bapak Ir. Maman Sukiman,
M.Si. beserta seluruh staf pengajar dan karyawan yang telah memberi bekal
ilmu pengetahuan sebelum saya melaksanakan PKL.
4. Ibu Henny Rochaeni, M.Si., selaku dosen wali yang telah membimbing
penulis selama kuliah di Akademi Kimia Analisis Bogor.
5. Kedua orang tua Bapak Odik dan Ibu Neneng, adik ku tersayang Ananda
Rizki Abdillah, serta seluruh keluarga saya yang tak pernah letih dalam
memberikan doa, kasih sayang, semangat serta bantuan moril maupun
material yang tak pernah terhitung nilainya kepada penulis.
6. Pak Dori, Pak Cefa, Bu Ega, Pak Feri dan seluruh divisi Penjaminan Mutu,
khususnya PMKF (Penjaminan Mutu Kimia Fisika), PT. Biofarma yang telah
membimbing, memberi ilmu dan arahan selama PKL.
7. Rahma, Isnat, Luthfi, Bernaz, WEKSWAG, Arabinosa, White House dan
AKA Undefinity angkatan 2012 yang telah memberikan semangat,
dukungan, dan membantu dalam menyelesaikan tugas akhir.

iv
v

8. Rekan praktik kerja lapangan, yaitu Nurfitriya Wulandari dan


Anastasya Caroline D. R atas kebersamaan dan dukungannya selama praktik
kerja lapang di PT. BIO FARMA PERSERO
9. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penyusunan laporan ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membaca dan mempelajari serta bermanfaat pula bagi penulis.

Bogor, September 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA ................................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... viii
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3
Vaksin .......................................................................................................................... 3
Vaksin Pentabio ................................................................................................ 4
Thimerosal ................................................................................................................... 6
Spektrofotometri .......................................................................................................... 8
Penetapan Kadar Thimerosal secara Spektrofotometri ................................... 14
ANOVA ...................................................................................................................... 17
PERCOBAAN ........................................................................................................... 18
Waktu dan Tempat ...................................................................................................... 18
Alat dan Bahan ............................................................................................................ 18
Alat ................................................................................................................... 18
Bahan ................................................................................................................ 18
Metode Percobaan ....................................................................................................... 19
Cara Kerja ................................................................................................................... 19
Persiapan ......................................................................................................... 19
Penetapan Thimerosal dengan Pengocokan Konvensional ............................. 20
Penetapan Thimerosal dengan Pengocokan menggunakan Alat ..................... 21
Pengolahan Data.............................................................................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 23
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 34
LAMPIRAN ............................................................................................................... 36

vi
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Vaksin Pentabio ........................................................................... 4


2. Nilai Paparan Thimerosal ................................................................................ 8
3. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan
Pengocokan Konvensional ............................................................................ 23
4. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan
Pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 70 ............ 24
5. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan
Pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 80 .......... 25
6. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan
Pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 90 ........... 26
7. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam standar Thimerosal 0,01%
dengan Pengocokan Konvensional ............................................................... 27
8. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam standar Thimerosal 0,01%
dengan Pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel Holder
skala 70rpm ............................................................................................................ 28
9. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam standar Thimerosal 0,01%
dengan Pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel Holder
skala 80 rpm .................................................................................................. 29
10. Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam standar Thimerosal 0,01%
dengan Pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel Holder
skala 90 rpm ................................................................................................... 31
11. Hasil perhitungan statistik menggunakan tabel ANOVA ............................. 32

vii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Susunan Ultra violet - sinar tampak Spektrofotometer ...................... 10

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dengan Pengocokan


Konvensional ................................................................................................. 37
2. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dengan Pengocokan
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 70 ................................... 38
3. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dengan Pengocokan
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 80 ................................... 39
4. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dengan Pengocokan
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 90 ................................... 40
5. Perhitungan ................................................................................................... 41
6. Hasil Statistik menggunakan Uji ANOVA Penetapan Kadar Thimerosal
dalam Vaksin Pentabio dengan Pengocokan Konvensional dengan
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 70 ................................. 42
7. Hasil Statistik menggunakan Uji ANOVA Penetapan Kadar Thimerosal
dalam Vaksin Pentabio dengan Pengocokan Konvensional dengan
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 80 ................................. 43
8. Hasil Statistik menggunakan Uji ANOVA Penetapan Kadar Thimerosal
dalam Vaksin Pentabio dengan Pengocokan Konvensional dengan
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 90 ................................. 44
9. Hasil Statistik menggunakan Uji ANOVA Penetapan Kadar Thimerosal
dalam standar Thimerosal 0,01% dengan Pengocokan Konvensional
dengan menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 70 .................... 45
10. Hasil Statistik menggunakan Uji ANOVA Penetapan Kadar Thimerosal
dalam standar Thimerosal 0,01% dengan Pengocokan Konvensional
dengan menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 80 .................... 46
11. Hasil Statistik menggunakan Uji ANOVA Penetapan Kadar Thimerosal
dalam standar Thimerosal 0,01% dengan Pengocokan Konvensional
dengan menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 90 .................... 47

x
PENDAHULUAN

PT Bio Farma merupakan perusahaan yang bergerak dibidang farmasi dan


memproduksi Vaksin. Perusahaan ini melakukan pengawasan mutu produk melalui
serangkaian analisis yang dilakukan di laboratorium Departemen Pengujian Mutu
(PM). Hal ini bertujuan untuk menjamin produk yang dihasilkan sesuai dengan
spesifikasi perusahaan dan layak untuk dipasarkan.
Pada pembuatan vaksin, digunakan beberapa bahan tambahan, yaitu
pengawet, stabilizer, adjuvant (zat pengikat), enzim dan zat tambahan lainnya.
Dalam pengemasannya, satu kemasan vaksin bisa berisi satu dosis dan atau multi
dosis. Untuk vaksin multi dosis, diperlukan bahan pengawet yang akan mencegah
kontaminasi yang berasal dari luar maupun dalam vaksin (perkembangan bakteri
yang tidak terkendali) ketika vaksin sudah dibuka dan atau digunakan agar vaksin
terjaga kualitasnya serta tetap aman untuk digunakan. Oleh karena itu, thimerosal
digunakan sebagai pengawet yang akan mencegah kontaminasi pada vaksin tersebut.
Thimerosal dikategorikan aman digunakan pada vaksin oleh badan WHO (World
Health Organization) dalam kadar 0,4 𝜇𝑔/𝐾𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖, dan jika kadar thimerosal
melebihi kadar tersebut, Thimerosal yang merupakan turunan merkuri akan
berbahaya bagi tubuh. Hal ini mendorong perlunya analisis kadar thimerosal yang
digunakan sebagai bahan tambahan vaksin.
Untuk menjaga mutu produk, perusahaan ini melakukan pengawasan mutu
produk melalui pengujian yang dilakukan di laboratorium Departemen Pengujian
Mutu (PM). Salah satu parameter yang dilakukan dalam pengujan mutu adalah
penetapan kadar thimerosal dalam vaksin multi dosis menggunakan metode
spektrofotometri sinar tampak. Selama ini, dalam metode tersbeut dilakukan
pengocokan secara konvensional dalam proses preparasi. Karena proses uji
memerlukan waktu yang cukup lama, maka untuk memepercepat waktu uji
perusahaan melakukan modifikasi dengan menggunakan alat Separatory Funnel
Holder untuk proses pengocokan dalam preparasi uji. Oleh karena itu, perlu

1
2

dilakukan perbandingan hasil penetapan kadar thimerosal secara konvensional


dengan hasil penetapan kadar thimerosal dengan Separatory Funnel Holder.
Percobaan ini bertujuan membandingkan hasil uji penetapan kadar thimerosal
dalam vaksin secara spektrofotometri sinar tampak menggunakan teknik pengocokan
secara konvensional dan menggunakan alat Separatory Funnel Holder. Hasilnya
dibandingkan dengan persyaratan perusahaan yang mengacu pada peraturan WHO
(World Health Organization).
TINJAUAN PUSTAKA

Vaksin

Vaksin adalah hasil upaya manusia dalam pemanfaatan antigen dari mikrob
dan antigen ini sekaligus materi utama vaksin. Menurut cara penyajian antigennya,
vaksin dibagi menjadi empat macam. Yaitu vaksin inaktivasi, vaksin toksoid, vaksin
subunit/ aselular, dan vaksin atenuasi. (Nurul dan Doni, 2014)
Vaksin inaktivasi dibuat dari tubuh mikrob secara utuh dalam keadaan yang
sudah mati dan mustahil melakukan replikasi. Kekurangan vaksin ini adalah respon
imun yang dihasilkan tidak sebaik respon vaksin dengan mikrob hidup dan perlu
diberikan lebih dari sekali serta dosis tambahan (booster).
Vaksin toksoid dibuat dari mikrob yang sudah mati. Tapi yang dimanfaatkan
adalah toksin yang dikeluarkan oleh mikrob tersebut yang sudah diolah menjadi tidak
berbahaya (dengan inaktivasi oleh garam aluminum atau formaldehid). Dalam vaksin
ini ditambahkan adjuvant agar antigen cukup kuat untuk memicu respon imun tubuh.
Kekurangannya sama dengan vaksin inaktivasi, yaitu respun imun tidak sebaik
respon vaksin dengan mikrob hidup dan diperlukan lebih dari sekali vaksinasi.
Vaksin subunit/aselular dibuat dari potongan tubuh mikrob tertentu (kapsul,
flagela atau protein dinding sel). Subunit atau potongan tubuh mikrob masing-
masing memiliki antigen yang berbeda, potongan tubuh yang dipakai adalah yang
antigennya paling mudah dikenali oleh sistem imun.
Vaksin atenuasi dibuat dengan pemanfaatan mikrob hasil pelemahan daya
replikasinya. Kelebihan dari vaksin ini adalah respon imun yang dihasilkan paling
mendekati respon imun yang tercipta akbat infeksi alami dan jumlah antigen dalam
tubuh akan bertambah dengan sendirinya tanpa harus vaksinasi ulang.
Selain Adjuvant vaksin menggunakan bahan tambahan lain, yaitu pengawet,
stabilizer, enzim, larutan penyangga, pengemulsi, pengencer, antibiotik, dll.
Thimerosal digunakan dalam vaksin sebagai pengawet yang potensial.

3
4

Vaksin Pentabio

Pentabio adalah Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri, Tetanus,


Haemophilus influenzae tipe b) berupa suspensi homogen murni yang terdiri dari
bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan infeksius, dan komponen
Hib sebagai vaksin bakteri sub unit influenzae tipe b tidak infeksius yang
dikonjugasikan kepada bakteri atau virus yang dilemahkan melalui teknologi DNA
rekombinan pada sel ragi.

Tabel 1. Kandungan vaksin Pentabio

Zat Aktif Zat Tambahan


Toksoid Difteri murni Aluminium fosfat
Toksoid Tetanus murn Thimerosal
B. pertussis inaktif
HBsAg
Konjugat Hib
Sumber: Vaksin dan Vaksinasi (Doni, 2014)

Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk


rejan), hepatitis B, dan infeksi simultan Haemophilus influenza. Vaksin harus
disuntikkan secara intramuskular. Penyuntikan sebaiknya dilakukan pada
anterolateral paha atas, tetapi dapat menyebabkan luka saraf siatik dan tidak
dianjurkan.
Pentabio (Vaksin DTP-HB-Hib) tidak boleh digunakan pada bayi yang baru
lahir. Di negara-negara dimana pertusis menjadi bahaya tertentu pada bayi, vaksin ini
harus dimulai secepat mungkin dalam waktu seminggu, dan dua dosis berikutnya
diberikan dengan jarak waktu 4 minggu. Vaksin ini aman dan efektif diberikan
bersamaan dengan vaksin BCG, campak, polio (OPV atau IPV), yellow fever. Jika
diberikan bersamaan dengan vaksin lain,maka harus disuntikkan pada lokasi yang
berlainan.
5

Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DTP terpisah. Untuk DTP, reaksi lokal dan sistemik ringan
umum terjadi. Beberapa reaksi lokal sementara seperti suntikan disertai demam dapat
timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam
dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Studi yang dilakukan oleh sejumlah
kelompok termasuk United States institute of Medicine, The Advisory asosiasi dokter
spesialis anak di Australia, Canada, Inggris dan Amerika, menyimpulkan bahwa data
tidak menunjukkan disfungsi sistem saraf kronis pada anak.
Vaksin Hib ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalam 24 jam
setelah vaksinasi. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara. Pada
umumnya, akan sembuh dengan sendirinya dan tidak memerlukan tindakan medis
lebih lanjut. Reaksi sistemik ringan seperti demam jarang terjadi setelah
penyuntikkan. Hubungan kausalitas antara reaksi berat lainnya dan vaksin belum
pernah ditemukan.
Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap dosis
vaksin kombinasi sebelumnya merupakan kontraindikasi absolut terhadap dosis
berikutnya. Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis otak pada bayi baru lahir
atau kelainan saraf serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen
pertusis sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai
pengganti DTP, vaksin Hepatitis B tidak akan membahayakan individu yang sedang
atau sebelumnya telah terinfeksi virus hepatitis B.
Vaksin DTP-HB-Hib harus disimpan dan ditransportasikan pada suhu antara
(2-8)°C. Vaksin DTP-HB-HIb dari kemasan vial dosis ganda yang sudah diambil
satu dosis atau lebih dalam satu sesi imunisasi, berikutnya dapat disimpan selama
maksimal sampai 4 minggu.
Vaccine Vial Monitor (VVM) merupakan bagian dari etiket Pentabio (Vaksin
DTP-HB-Hib) berbentuk noktah berwarna yang berindikator suhu(temperature
sensitive) dan berfungsi sebagai indikator adanya akumulasi paparan panas yang
dialami oleh petunjuk bagi pemakai apakah vaksin masih dapat digunakan atau tidak.
Pembacaan VVM cukup mudah, perhatikan kotak yang berada di tengah lingkaran.
6

Jika warnanya lebih muda daripada bagian lingkaran maka vaksin masih bisa
digunakan. Jika warna kotak tersebut berwarna sama dengan warna lingkaran, maka
vaksin harus segera dibuang.

Thimerosal

Thimerosal adalah salah satu pengawet antimikroba yang sering digunakan


dalam vaksin. Thimerosal sebagai bakteriostatik dan antiseptik fungistik. Senyawa
raksa digunakan sebagai pengawet pada sediaan biologi pada kadar (0,01-0,02)% b/v
atau pada batas kadar yang lebih rendah yaitu (0,005-0,02)%b/v (MARTINDALE,
1996)

Thimerosal
(FARMAKOPE INDONESIA, 1995)

Thimerosal bekerja sebagai antimikroba dengan cara pengikatan secara


reversibel antara senyawa raksa dengan gugus sulfhidril pada mikroorganisme.
Senyawa raksa sangat toksik pada jaringan, tetapi bila digunakan pada kadar yang
sangat kecil dan sesuai dengan ketentuan, bahaya yang mungkin timbul dapat
dihindari.

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme, maka dalam


sediaan ditambahkan pengawet. Pengawet yang ideal adalah pengawet yang pada
konsentrasi rendah dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme, tidak toksik bahkan
bila digunakan dalam jangka waktu cukup lama, rasa dan bau serta warnanya tidak
7

menyolok, dapat bersatu dengan komponen lain yang ada dalam formulasi serta tidak
bereaksi dengan kemasan dan tidak mengiritasi (JACONINI, 1972).

Thimerosal mempunyai pemerian warna berwarna krem terang, berbentuk


serbuk kristal, berbau dan ringan. Thimerosal mengandung tidak kurang dari 97%
dan tidak lebih dari 101,0% C9H9HgNaO2S dihitung terhadap berat kering zat.
Thimerosal mudah larut dalam air dan etanol 96% tetapi sukar larut dalam eter
(FARMAKOPE INDONESIA, 1995)

Thimerosal atau disebut juga thiomersal atau mercurothiolate merupakan


turunan merkuri yang memiliki nama IUPAC Ethyl(2-mercaptobenzoato-(2-)-0,5).
Thimerosal merupakan pengawet yang sangat efektif yang mengandung merkuri, dan
telah dipergunakan dalam pembuatan vaksin sejak tahun 1990-an. Efek samping
yang dilaporkan berupa sensitivitas kulit yaitu kemerahan yang kejadiannya sangat
jarang. (Lina Heriliana, 2001).

Thimerosal digunakan sebagai pengamanan terhadap kontaminasi bakteri dan


mikrob lain terutama pada vial multi-dosis yang sudah dibuka. Thimerosal sangat
efektif untuk membunuh bakteri dalam beberapa jenis vaksin dan untuk mencegah
kontaminasi bakeri. (VTTC, 1998).
+
Thimerosal mengandung radikal etil merkuri (CH3CH2Hg ) yang berikatan

dengan gugus belerang dari thiosalisilat dan diyakini bersifat toksis. Etil merkuri
mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dibandingkan dengan metil merkuri,
sehingga dinyatakan aman untuk digunakan dalam pengawet vaksin. Hal ini
disebabkan merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan terlebih dahulu diekskresi
sebelum pemberian vaksin berikutnya. (Silalahi, 2005).

Pada penetapan ini, HCl berfungsi sebagai pengatur suasana sedangkan


ammonium tiosianat dan EDTA berfungsi sebagai masking agent untuk ion-ion
pengganggu agar tidak mengganggu pengukuran thimerosal. Thimerosal dan
dithizon akan membentuk kompleks berwarna orange. Kompleks yang terbentuk dan
dithizon berlebih akan diekstraksi menggunakan toluen.
8

Tabel 2. Nilai paparan Thimerosal sebagai metil-merkuri menurut


beberapa Badan Internasional.

Nilai metil-merkuri
Badan/Agency
(𝜇𝑔/𝐾𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖)
EPA (Environmental Protection
0,1
Agency)
FDA (Food and Drug
0,4
Administration)
ATSDR (Agency for Toxic
0,3
Subtances and Disease Regisery)
WHO (World Health Organization) 0,4
Sumber: Vaksin dan Vaksinasi (Doni, 2014)

Menurut EPA, nilai paparan thimerosal sebagai metil-merkuri adalah


sebanyak 0,1 𝜇𝑔/𝐾𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖. ATSDR menilai bahwa paparan maksimal metil-merkuri
perharinya lebih tinggi dari EPA yaitu sebanyak 0,3 𝜇𝑔/𝐾𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖, sedangkan FDA
dan WHO memiliki standar paling tinggi untuk paparan maksimal metil-merkuri
yaitu sebanyak 0,4 𝜇𝑔/𝐾𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖.

Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis kimia secara kuantitatif


berdasarkan penyerapan radiasi elektromagnetik oleh suatu media yang berupa
padatan, larutan atau gas padapanjang gelombang tertentu. Alat yang digunakan
disebut spektrofotometer. Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.

Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang


tertentu dan fotometer adalahalat yang mengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau cahaya yang diabsorpsi (KHOPKAR, 2003).
9

Panjang gelombang elektromagnetik berkaitan dengan energi dan hubungan


keduanya tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

E = h. V

𝑪
E = h.
𝝀

Keterangan:

E = Energi yang di absorpsi (erg)

H= Tetapan Planck (6,62 x 10-27 erg detik)

V = frekuensi (Hz)

C = Kecepatan cahaya (3x 1010cm/detik)

λ = Panjang gelombang (nm)

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin pendek panjang


gelombang maka semakin besar energi yang dimiliki.

Absorpsi cahaya tampak atau cahaya ultraviolet mengakibatkan transisi


elektronik yaitu promosi elektron-elektron dari keadaan dasar yang berenergi rendah
ke keadaan terekstitasi yang berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap selanjutnya
terbuang sebagai kalor atau cahaya.

Panjang gelombang sinar ultraviolet atau cahaya tampak yang diserap


tergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul membutuhkan energi lebih
banyak untuk menyerap panjang gelombang yang lebih pendek.

Bila sinar monokromatik atau campuran jatuh pada media homogen sebagian
dari sinar yang masuk akan dipantulkan, sebagian diserap media tersebut , dan
10

sisanya diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan oleh I0, intensitas sinar
terserap Ia, intensitas sinar teruskan It, intensitas yang dipantulkan Ir, maka:

I0 = Ia + It +Ir

Akan tetapi karena cahaya yang dipantulkan sangat kecil, maka dapat
dihilangkan, sehingga diperoleh:

I0 = Ia + It

Dari persamaan tersebut terlihat jelas bahwa intensitas cahaya yang masuk
lebih besar dari intensitas yang keluar atau diteruskan karena sebagian intensitas tadi
telah mengalami penyerapan. Besarnya penyerapan akan sebanding dengan tebalnya
media dan kepekatan dari zat, hal ini sessuai dengan hukum Lambert-Beer.

Hukum Lambert menyatakan bahwa bila seberkas cahaya monokromatik


dipancarkan melalui suatu media transparan, maka laju turunnya intensitas cahaya
akan berbanding lurus dengan ketebalan media.

Hukum Beer menyatakan bila seberkas cahaya monokromatik dipancarkan


melalui suatu media transparan, maka laju turunnya intensitas cahaya akan
berbanding lurus dengan kepekatan media.

Gambar 2. Skema Susunan UV/Vis Spektrofotometer.

1. Sumber radiasi
Sumber radiasi atau sumber cahaya terdiri atas bahan yang dapat
tereksitasi ke tingkat energi yang tinggi melalui proses pemanasan dengan
11

bantuan arus listrik dan proses pelepasan elektron pada beda tegangan yang
tinggi. Ketika kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, bahan akan
melepaskan sejumlah foton. Hal yang paling penting dalam pemilihan
sumber cahaya adalah harus cepat terdeteksi oleh detektor. Lampu
Deuterium digunakan untuk spektrofotometer ultraviolet karena sinar yang
dipancarkan mencakup panjang gelombang antara (185-370) nm. Sedangkan
untuk spektrofotometer Sinar Tampak, digunakan lampu Tungstel
(Wolfram) dengan sinar yang dipancarkan mencakup panjang gelombang
antara 350-2200 nm dan spektrum radiasinya berupa garis lengkung
(KHOPKAR, 2003).

2. Monokromator
Monokromator berfungsi memecah radiasi polikromatis dengan pita
energi yang lebar yang dihasilkan sumber radiasi menjadi radiasi dengan pita
energi yang lebih sempit atau menjadi radiasi monokromatis. Komponen
yang penting dari sebuah monokromator adalah suatu sistem celah dan suatu
unsur dispersif. Radiasi dari sumber difokuskan ke celah masuk, kemudian
disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas sejajar
jatuh ke unsur pendispersi yangberupa prisma atau suatu kisi difaksi. Dengan
memutar prisma atau kisi itu secara mekanis, aneka porsi spektrum yang
dihasilkan oleh unsur dispersi dipusatkan pada celah keluar dan dari situ
lewat jalan optis lebih jauh, porsi-porsi itu akan menjumpai sampel
(DAY,1999).

3. Sel Penyerap (Wadah Sampel/kuvet)


Wadah sampel (kuvet) terbuat dari kuarsa atau silika untuk radiasi UV
dan gelas biasa atau kuarsa untuk radiasi sinar tampak. Tebal kuvet
bervariasi dari 1-10 cm. Kuvet ditempatkan setelah monokromator supaya
kemungkinan terjadinya dekomposisi/fluorescence oleh panjang gelombang
berenergi tinggi yang masih ada di dalam radiasi polikromatis dapat
12

diminimalkan. Posisi permukaan kuvet tegak lurus datangnya radiasi


sehingga kehilangan radiasi akibat pantulan/ refraksi dapat dikurangi.
Umumnya kuvet yang digunakan harus memiliki beberapa syarat antara lain:
tidak rapuh, tahan terhadap bahan kimia, permukaan optisnya datar dan
sejajar, dan transparan atau tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan
semua cahaya yang dilaluinya.

4. Detektor
Dektektor berfungsi mengubah energi cahaya yang diteruskan menjadi
sinyal-sinyal listrik yang dapat dibaca oleh rekorder. Untuk deteksi cahaya
ultraviolet dan tampak biasanya digunakan detektor fotolistrik. Detektor
yang diinginkan dalam spektrofotometer ialah detektor dengan kepekaan
yang tinggi, respon linear terhadap daya radiasi, waktu respon yang cepat,
dan kestabilan yang tinggi (DAY,1999).

5. Rekorder
Rekorder pada umumnya berfungsi sebagai alat pencatat dari hasil
yang diperoleh dari detektor, dengan kata lain energi listrik yang dihasilkan
oleh detektor dapat direkam oleh rekorder, yang hasilnya berupa sistem baca
atau penyajian hasil pengukuran, baik dalam bentuk absorban, transmitan,
dan atau konsentrasi.

Tipe Spektrofotometer

1. Spektrofotometer sinar tunggal (Single-beam )


Spektrofotometer sinar tunggal hanya memiliki satu berkas cahaya dari
sumber yang melalui monokromator. Sampel dan pelarut murni (blanko)
diperiksa secara terpisah.
13

2. Double-beam
Sinar dari monokromator diarahkan ke sel blanko dan sel sampel dengan
bantuan beam splitter (chopper). Kedua sinar akan mengarah pada contoh
dan blanko yang memungkinkan pembandingan sampel dan blanko pada
waktu bersamaan (CRISTIAN, 1994)

Spektrofotometer Serapan Ultra violet - sinar tampak

Spektrofotometer serapan UV- sinar tampak dapat menghitung absorban atau


transmitan suatu molekul dikarenakan adanya transisi elektronik spektra absorbsi
elektronik yang dihasilkan oleh interaksi antarmolekul yang mempunyai gugus
kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet-tampak.

Prinsip analisis dari spektrofotometer Ultra violet - sinar tampak yaitu


berdasarkan pada serapan sinar ultra violet atau sinar tampak terhadap molekul-
molekul zat yang dianalisis pada panjang gelombang tertentu. Pemilihan panjang
gelombang didasarkan pada spektrum absorpsi dari zat yang diukur yaitu panjang
gelombang yang menghasilkan nilai absorbansi terbesar dan memberikan ketelitian
yang tinggi.

Adapun prinsip kerja dari spektrofotometer Ultra violet - sinar tampak adalah
sumber cahaya yang datang berupa sinar monokromatik yang kemudian diteruskan
melalui sel yang berisi sampel. Sebagian sinar akan diserap oleh sel dan sebagian lagi
akan dieteruskan ke foto sel yang berfungsi untuk merubah energi cahaya menjadi
energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh fotosel memberikan signal pada
detektor yang kemudian akan diubah menjadi nilai serapan (absorban) dari zat yang
dianalisis.
14

Penetapan Kadar Thimerosal secara Spektrofotometri

Dalam analisis secara spektrofotometri, larutan sampel sebaiknya meneruskan


cahaya pada satu panjang gelombang. Dalam menetapkan kadar suatu senyawa secara
spektrofotometri, pereaksi mempunyai peranan yang sangat penting. Ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1. Pereaksi harus bereaksi selektif dengan senyawa yang akan ditetapkan
kadarnya. Pereaksi yang dipilih tidak menyebabkan bercampurnya pembentuk
warna dengan senyawa lain yang mungkin sama seperti dalam sampel.
2. Pemilihan kondisi terhadap pereaksi sehingga diperoleh pembentuk kompleks
berwarna yang optimum.kondisi yang diperhatikan adalah pH, komposisi
larutan, urutan penambahan pereaksi, waktu yang diperlukan untuk
pembentukan warna, dan stabilitas warna.
3. Kompleks berwarna yang terbentuk untuk pengukuran harus mempunyai
absorptivitas molar yang cukup besar sehingga senyawa dapat ditetapkan
kadarnya pada jarak konsentrasi sampel yang sebenarnya (FRITZ, 1978).

Penetapan kadar thimerosal dapat dilakukan melalui pembentukan kompleks


antara beberapa pelarut, misalnya kloroform, dan zat pembentuk warna
difeniltiokarbazon (ditizon).

Senyawa raksa dalam thimerosal dan ditizon membentuk kompleks berwarna


kuning sampai hijau. Intensitas warna dari kompleks yang terbentuk tergantung pada
jumlah raksa yang berikatan dengan ditizon yang merupakan dasar penetapan kadar
senyawa raksa secara spektrofotometri.

Kompleks yang terbentuk dan dithizon berlebih diekstraksi dengan toluena.


Kelebihan ditizon akan dibaca oleh spektrofotometer sehingga kadar thimerosal dapat
dihitung dengan penetapan blanko.

Identifikasi thimerosal menggunakan spektrofotometer dilakukan dengan cara


membandingkan spektrum infra merah yang dihasilkan oleh ditizon sisa dalam hasil
15

ekstraksi menggunakan metode pengujian ekstraksi manual dengan ekstraksi


menggunakan alat separatory funnel holder. Dimana pengujian dilakukan sebanyak
enam kali untuk sampel uji yang sama dan membandingkan hasil pengukuran yang
diperoleh dari kedua metode tersebut untuk memastikan tidak adanya perbedaan yang
nyata dari kedua metode yang di gunakan.

Penetapan Kadar Thimerosal sebagai Senyawa Raksa

Ion raksa membentuk kompleks berwarna kuning dengan ditizon dan


memberikan spektrum serapan didaerah sinar tampak. Dengan metode ini hal yang
paling berperan adalah pengaturah pH yang tepat yang dapat menghilangkan
gangguan senyawa logam lain yang terdapat dalam vaksin.
Ditizhone adalah serbuk berwarna agak hitam dengan rumus molekul
C3H12N4S dan berat molekul 256,3 g/mol. Ditizon larut dalam kebanyakan pelarut
organik, tetapi sedikit larut dalam hidrokarbon. Pelarut yang digunakan dalam
pembuatan larutan ditizon adalah toluen (BRITISH PHARMACOPOEIA, 1995)
Ditizon mempunyai kemampuan berautomerisasi dalam bentuk keto dan enol,
dimana keto dapat terbentuk dalam larutan asam, sedangkan enol dalam larutan basa.
Struktur dithizon berautomerisasi menjadi bentuk keto dan enolnya adalah sebagai
berikut:

Bentuk keto (A) dan enol (B) Ditizhone setelah berikatan dengan Hg
16

Sedangkan reaksi yang terjadi antara ditizon dengan thimerosal adalah


sebagai berikut:

Hg2+ +2H2C13H10N4S ↔ Hg (HC13H10N4S)2 + 2H+

Kompleks Raksa Ditizonat

Biasanya kompleks dapat terbentuk pada pH 1-3. Suasana asam diperoleh


dengan penambahan asam sulfat atau asam klorida. Pengatur suasana yang digunakan
dalam penetapan ini ialah asam klorida karena kecenderungan ion klorida untuk
membentuk kompleks yang lebih kuat dari ion lain dalam suasana asam (BRITISH
PHARMACOPOEIA, 1993).

Kemampuan beratuoremisasinya menyebabkan asam asetat digunakan untuk


mencegah perubahan warna yaitu dari jingga terang ke biru terang. Ion logam yang
terdapat dalam penetapan ini yang seharusnya tidak ada atau kalaupun ada harus
dalam konsentrasi rendah seperti tembaga, perak, emas, atau bismut dapat diatasi
dengan penambahan EDTA.(VTTC, 1998)
17

ANOVA

Statistika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-


cara mengumpulkan fakta/data, kemudian menganalisis data tersebut sehingga dapat
diperoleh suatu kesimpulan atau keputusan. Analisis of variance atau ANOVA
merupakan salah satu teknik analisis multivariate yang berfungsi untuk membedakan
rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variansinya.
Analisis varian termasuk dalam kategori statistik parametric. Sebagai alat statistika
parametric, maka untuk dapat menggunakan rumus ANOVA harus terlebih dahulu
perlu dilakukan uji asumsi meliputi normalitas, heterokedastisitas dan random
sampling (Ghozali, 2009).

ANOVA dapat dilakukan untuk menganalisis data yang berasal dari berbagai
macam jenis dan desain penelitian. ANOVA banyak dipergunakan pada penelitian-
penelitian yang banyak melibatkan pengujian komparatif yaitu menguji variabel
terikat dengan cara membandingkannya pada kelompok-kelompok sampel
independen yang diamati. Analisis varian saat ini banyak digunakan dalam penelitian
survey dan penelitian eksperimen. One-way anova dilakukan untuk menguji
perbedaan dua kelompok atau lebih berdasarkan satu variabel independen.
PERCOBAAN

Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium bagian PMKF (Pengujian Mutu


Kimia Fisika) divisi pengawasan mutu di PT. Bio Farma yang berlokasi di Bandung,
Jawa Barat pada bulan Juni 2015.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini dibagi menjadi dua, yaitu bahan
uji dan pereaksi. Bahan uji yang digunakan adalah standar Thimerosal 0,01%,
thimerosal 0,012%, dan Vaksin Pentabio. Pereaksi yang digunakan terdiri dari asam
klorida 2 N, natrium asetat 2 N, titriplex (EDTA III) 0,01 M, amonium tiosianat
jenuh, ditizon encer (segar), dan air murni.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan antara lain spektrofotometer


Shimadzu UV-1601, neraca analiatik Metler Toledo, Separatory Funnel Holder,
mikropipet, dispenser pipet, stepper pipet, corong pemisah, rak tabung reaksi, tabung
reaksi, kuvet, dan rak corong pemisah.

18
19

Metode Percobaan

Percobaan dilakukan melalui tiga tahap yaitu persiapan, analisis sampel, dan
pengolahan data. Tahap persiapan meliputi pembuatan larutan dithizon encer, natrium
asetat dan pembuatan standar thimerosal 0,01%. Tahap analisis sampel meliputi
penetapan kadar thimerosal dalam vaksin pentabio secara spektrofotometri sinar
tampak menggunakan teknik pengocokan secara konvensional dan menggunakan alat
Separatory Funnel Holder, sedangkan untuk akurasi digunakan standar 0,01%
sebagai sampel. Data yang diperoleh diihitung kadarnya menurut standar 0,012% dan
standar 0,006% yang lalu masing-masing hasilnya di rata-ratakan. Hasil analisis
berupa rata-rata kadar thimerosal dari masing-masing metode tersebut dibandingkan
dengan menggunakan uji statistik ANOVA dan dibandingkan dengan persyaratan
yang telah disepakati perusahaan.

Cara kerja

Persiapan

Pembuatan Larutan Dithizon

Dithizon ditimbang sebanyak 0,0100 g kedalam gelas ukur 25 mL. Toluen


ditambahkan sebanyak 10 mL. Setelah diaduk menggunakan batang pengaduk,
larutan dithizon dibiarkan selama 3 menit. Lalu larutan dithizon kemudan di saring
dan dimasukan kedalam botol vial.

Larutan dithizon tersebut dimasukan sedikit demi sedikit kedalam gelas ukur
150mL yang berisi 120 mL toluen. Lalu diukur menggunakan spektrofotometri sinar
tampak dengan panjang gelombang 620 nm. Larutan ditizhon dapat digunakan jika
absorbansinya dalam rentang 0,855-0,920.
20

Pembuatan Natrium Asetat 2M

Natrium Asetat (CH3COONa. 3 H2O) ditimbang sebanyak 136,09 g ke dalam


gelas ukur 1 L dan dilarutkan dengan 500mL air murni.

Pembuatan Standar Thimerosal 0,01%

Sebanyak 0,10000 g thimerosal ditimbang tepat, lalu dimasukan kedalam


labu takar 100 mL, dilarutkan dan ditera dengan ari murni, kemudian dihomogenkan.
Sebanyak 10 mL larutan thimerosal tersebut dipipet dan dimasukkan kedalam labu
takar 100 mL, lalu dilarutkan dan ditera dengan air murni, kemudian dihomogenkan.

Penetapan Kadar Thimerosal dengan Pengocokan Konvensional

Sembilan buah corong pemisah disiapkan dan diberi label Blanko, Standar 1,
Standar 2, Sampel 1 , Sampel 2, Sampel 4, Sampel 5, dan Sampel 6. Sebanyak 4mL
Asam klorida dipipet dan ditambahkan kedalam masing-masing corong pemisah. Air
murni dimasukan kedalam corong pemisah bertanda blanko sebanyak 1 mL dan
kedalam corong pemisah bertanda Standar 2 sebanyak 500 𝜇𝐿. Larutan thimerosal
0,0012% dimasukan kedalam corong pemisah standar 1 sebanyak 1mL dan kedalam
corong pemisah standar 2 dimasukan thimerosal 0,012% sebanyak 500 𝜇𝐿. Contoh
uji vaksin pentabio dimasukan kedalam masing-masing corong pemisah sebanyak 1
mL. Semua corong pemisah lalu di kocok hingga homogen.
Natrium asetat 2M sebanyak 5 mL dan 5 mL titriplex III (EDTA) 0,01 M
ditambahkan kedalam masing-masing corong pemisah dan dikocok dengan baik
sampai homogen.
Ammonium tiosianat jenuh ditambahkan kedalam masing-masing corong
pemisah sebanyak 2 tetes dan dikocok dengan baik sampai homogen. Larutan ditizon
21

encer yang telah dibuat kemudian ditambahkan sebanyak 10 mL. Setelah itu
diekstraksi selama satu menit secara konvensional.
Setelah terbentuk dua lapisan, lapisan bagian bawah dibuang dan lapisan atas
di tampung kedalam tabung reaksi. Kemudian masing-masing lapisan yang sudah
ditampung kedalam tabung reaksi tersebut di ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer dalam panjang gelombang 620 nm. Kadar thimerosal bisa dihitung
dengan rumus:

𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
%(% 𝑏⁄𝑣 ) = × 𝐶𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Keterangan:

% = Kadar Thimerosal (% 𝑏⁄𝑣 )

A = Absorbansi (mg/L)

C = Konsentrasi Standar (%)

Perhitungan kadar dilakukan berdasarkan masing-masing standar, yaitu


standar1 (thimerosal 0,012%) dan standar 2 (thimerosal 0,006%) yang lalu hasil
keduanya di rata-ratakan sebagai hasil analisis. Untuk perhitungan akurasi, standar
thimerosal 0,01% digunakan sebagai sampel.

Penetapan Kadar Thimerosal dengan Pengocokan menggunakan Alat Separatory


Funnel Holder

Tahap preparasi dilakukan sama persis dengan penetapan kadar thimerosal


dengan pengocokan konvensional. Tetapi pengocokan dilakukan dengan alat
Separatory Funnel Holder dengan skala 70 rpm, 80 rpm, dan 90 rpm.
22

Setelah terbentuk dua lapisan, lapisan bagian bawah dibuang dan lapisan atas
di tampung kedalam tabung reaksi. Kemudian masing-masing lapisan yang
ditampung tersebut di ukur absorbansinya dengan spektrofotometer dalam panjang
gelombang 620 nm. Kadar thimerosal bisa dihitung dengan rumus:

𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
%(% 𝑏⁄𝑣 ) = × 𝐶𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
Keterangan:

% = Kadar Thimerosal (% 𝑏⁄𝑣 )

A = Absorbansi (mg/L)

C = Konsentrasi Standar (%)

Perhitungan kadar dilakukan berdasarkan masing-masing standar, yaitu


standar1 (thimerosal 0,012%) dan standar 2 (thimerosal 0,006%) yang lalu hasil
keduanya di rata-ratakan sebagai hasil analisis. Untuk perhitungan akurasi, standar
thimerosal 0,01% digunakan sebagai sampel.

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan membandingkan hasil penetapan kadar


thimerosal dalam vaksin secara spektrofotometri sinar tampak menggunakan teknik
pengocokan konvensional dan pengocokan menggunakan alat Separatory Funnel
Holder. Data yang diperoleh dari hasil analisis dibandingkan dengan menggunakan
uji statistik menggunakan tabel ANOVA yang hasilnya dibandingkan dengan
persyaratan perusahaan yang mengacu pada peraturan WHO (World Health
Organization).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter yang diujikan adalah penentuan presisi dan akurasi pada standar
thimerosal 0,01% dan perbandingan hasil penetapan kadar thimerosal dalam vaksin
secara konvensional dengan hasil penetapan kadar thimerosal dengan Separatory
Funnel Holder.

Data yang diperoleh di hitung kadarnya menurut standar 0,012% dan standar
0,006% yang lalu masing-masing hasilnya di rata-ratakan. Hasil analisis berupa rata-
rata kadar thimerosal dari masing-masing metode tersebut dibandingkan dengan
menggunakan uji statistik ANOVA. Hasilnya dibandingkan dengan persyaratan
perusahaan yang mengacu pada peraturan WHO (World Health Organization).

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan


Pengocokan Konvensional

Hasil perhitungan penetapan kadar Thimerosal secara konvensional dapat


dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin
Pentabio dengan Pengocokan Konvensional
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-
Sampel
Hasil I (%b/v) Hasil II (%b/v) rata (%b/v)
Pentabio -1 0,0081 0,0062 0,0072
Pentabio -2 0,0081 0,0062 0,0072
Pentabio -3 0,0082 0,0062 0,0072
Pentabio -4 0,0079 0,0060 0,0070
Pentabio -5 0,0082 0,0063 0,0072
Pentabio -6 0,0082 0,0062 0,0072
Hasil I : Berdasarkan standar I
Hasil II : Berdasarkan standar II

Berdasarkan Tabel 3, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


konvensional dari data dan perhitungan di Lampiran 1, konsentrasi yang didapat

23
24

untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I adalah 0,0079% sampai 0,0082%.


Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan standar II adalah 0,0060% sampai
0,0063%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh berkisar 0,0070% sampai 0,0072%.

Hasil penetapan kadar Thimerosal dengan ekstraksi manual tersebut dapat


diterima karena memiliki rentang nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0002%.
Kadar standar yang didapat juga dapat diterima karena masih mendekati kadar teoritis
yaitu sebesar 0,01%.

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan


Pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 70 rpm

Hasil perhitungan penetapan kadar Thimerosal dengan pengocokan


konvensional dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin


Pentabio dengan Pengocokan menggunakan Alat Separatory
Funnel Holder skala 70 rpm
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-
Sampel
Hasil I (%b/v) Hasil II (%b/v) rata (%b/v)
Pentabio -1 0,0072 0,0071 0,0071
Pentabio -2 0,0073 0,0071 0,0072
Pentabio -3 0,0072 0,0071 0,0072
Pentabio -4 0,0073 0,0071 0,0072
Pentabio -5 0,0073 0,0072 0,0073
Pentabio -6 0,0073 0,0072 0,0072
Hasil I : Berdasarkan standar I
Hasil II : Berdasarkan standar II

Berdasarkan Tabel 4, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 70 rpm dari data dan perhitungan
di Lampiran 2, konsentrasi yang didapat untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I
adalah 0,0072% sampai 0,0073%. Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan
standar II adalah 0,0071% sampai 0,0072%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh
25

berkisar 0,0071% sampai 0,0073%. Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat
diterima karena memiliki rentang nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0002%.

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan


Pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 80 rpm

Hasil penetapan kadar Thimerosal dengan Pengocokan menggunakan Alat


Separatory Funnel Holder skala 80 rpm dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin


Pentabio dengan Pengocokan menggunakan Alat Separatory
Funnel Holder skala 80 rpm

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-


Sampel
Hasil I (%b/v) Hasil II (%b/v) rata (%b/v)
Pentabio -1 0,0074 0,0070 0,0072
Pentabio -2 0,0074 0,0070 0,0072
Pentabio -3 0,0074 0,0070 0,0072
Pentabio -4 0,0075 0,0071 0,0073
Pentabio -5 0,0076 0,0072 0,0074
Pentabio -6 0,0075 0,0071 0,0073
Hasil I : Berdasarkan standar I
Hasil II : Berdasarkan standar II

Berdasarkan Tabel 5, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 80 rpm dari data dan perhitungan
di Lampiran 3, konsentrasi yang didapat untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I
adalah 0,0074% sampai 0,0076%. Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan
standar II adalah 0,0070% sampai 0,0072%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh
berkisar 0,0072% sampai 0,0074%. Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat
diterima karena memiliki rentang nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0002%.
26

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio dengan


Pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 90 rpm

Hasil penetapan kadar Thimerosal dengan Pengocokan menggunakan Alat


Separatory Funnel Holder skala 90 rpm dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin


Pentabio dengan Pengocokan menggunakan Alat Separatory
Funnel Holder skala 90 rpm

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-


Sampel
Hasil I (%b/v) Hasil II (%b/v) rata (%b/v)
Pentabio -1 0,0072 0,0071 0,0072
Pentabio -2 0,0072 0,0071 0,0072
Pentabio -3 0,0072 0,0071 0,0072
Pentabio -4 0,0074 0,0072 0,0073
Pentabio -5 0,0073 0,0071 0,0072
Pentabio -6 0,0074 0,0072 0,0073
Hasil I : Berdasarkan standar I
Hasil II : Berdasarkan standar II

Berdasarkan Tabel 6, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 90 rpm dari data dan perhitungan
di Lampiran 4, konsentrasi yang didapat untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I
adalah 0,0072% sampai 0,0074%. Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan
standar II adalah 0,0071% sampai 0,0072%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh
berkisar 0,0072% sampai 0,0073%. Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat
diterima karena memiliki rentang nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0001%.
Hal ini menunjukkan bahwa semua data dapat diterima dan sesuai spesifikasi
perusahaan. Baik hasil uji dari metode dengan pengocokan konvensional, ataupun
menggunakan alat Separatory Funnel Holder pada skala 70 rpm, 80 rpm, dan 90 rpm.
27

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% secara
konvensional

Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan


pengocokan secara konvensional dan perhitungan akurasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar


Thimerosal 0,01% dengan Pengocokan Konvensional

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Rata-


Sampel %Recovery
Hasil I (%b/v) Hasil II (%b/v) rata (%b/v)
Thimerosal -1 0,0099 0,0095 0,0097 97,21
Thimerosal -2 0,0100 0,0096 0,0098 98,45
Thimerosal -3 0,0100 0,0096 0,0098 98,06
Thimerosal -4 0,0100 0,0096 0,0098 97,82
Thimerosal -5 0,0100 0,0096 0,0098 97,85
Thimerosal -6 0,0100 0,0096 0,0098 98,10
Hasil I : Berdasarkan standar I Rerata 97,92
Hasil II : Berdasarkan standar II Standar Deviasi 0,378
%Recovery : (90-110)%
Koevisien Variasi : < 5% Koefisien Variasi 0,39

Berdasarkan Tabel 8, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


konvensional dari data dan perhitungan di Lampiran 1, konsentrasi yang didapat
untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I adalah 0,0099% sampai 0,0100%.
Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan standar II adalah 0,0095% sampai
0,0096%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh berkisar 0,0097% sampai 0,0098%.
Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat diterima karena memiliki rentang
nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0001%. Kadar standar yang didapat juga dapat
diterima karena masih mendekati kadar teoritis yaitu sebesar 0,01%.

Pada penetapan kadar thimerosal dengan pengocokan manual, semua data


memiliki presentase perolehan kembali pada rentang 90-110%. Peresentase
perolehan kembali yang didapat standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 97,92%.
Koefisien variasi yang didapatkan juga memiliki nilai kurang dari 5%. Koefisien
28

variasi yang didapat untuk standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 0,39%. Oleh
karena itu, semua data dinyatakan memenuhi persyaratan.

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan
Pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 70 rpm

Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan


pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 70 rpm dan
perhitungan akurasi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar


Thimerosal 0,01% dengan Pengocokan menggunakan Alat
Separatory Funnel Holder skala 70 rpm

Konsentrasi Konsentrasi
Konsentrasi Rata-
Sampel Hasil I Hasil II %Recovery
rata (%b/v)
(%b/v) (%b/v)
Thimerosal -1 0,0099 0,0092 0,0096 95,53
Thimerosal -2 0,0099 0,0093 0,0096 95,94
Thimerosal -3 0,0099 0,0093 0,0096 96,02
Thimerosal -4 0,0098 0,0092 0,0095 94,83
Thimerosal -5 0,0099 0,0093 0,0096 95,98
Thimerosal -6 0,0099 0,0093 0,0096 95,87
Hasil I : Berdasarkan standar I Rerata 95,69
Hasil II : Berdasarkan standar II Standar Deviasi 0,420
%Recovery : (90-110)%
Koevisien Variasi : < 5% Koefisien Variasi 0,44

Berdasarkan Tabel 8, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


konvensional dari data dan perhitungan di Lampiran 2, konsentrasi yang didapat
untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I adalah 0,0098% sampai 0,0099%.
Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan standar II adalah 0,0092% sampai
0,0093%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh berkisar 0,0095% sampai 0,0096%.
Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat diterima karena memiliki rentang
29

nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0001%. Kadar standar yang didapat juga dapat
diterima karena masih mendekati kadar teoritis yaitu sebesar 0,01%.
Pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi menggunakan alat
Separatory Funnel Holder pada skala 70, semua data memiliki peresentase perolehan
kembali pada rentang 90-110%. Peresentase perolehan kembali yang didapat untuk
standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 95,69%. Koefisien variasi yang
didapatkan juga memiliki nilai kurang dari 5%. Koefisien variasi yang didapat untuk
penetapan standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 0,44%. Oleh karena itu, semua
data dinyatakan memenuhi persyaratan.

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan
Pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 80 rpm

Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan


pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 80 rpm dan
perhitungan akurasi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar


Thimerosal 0,01% dengan Pengocokan menggunakan Alat
Separatory Funnel Holder skala 80 rpm

Konsentrasi Konsentrasi
Konsentrasi Rata-
Sampel Hasil I Hasil II %Recovery
rata (%b/v)
(%b/v) (%b/v)
Thimerosal -1 0,0098 0,0095 0,0096 96,24
Thimerosal -2 0,0099 0,0095 0,0097 96,91
Thimerosal -3 0,0100 0,0097 0,0098 98,38
Thimerosal -4 0,0100 0,0097 0,0098 98,27
Thimerosal -5 0,0100 0,0096 0,0098 98,05
Thimerosal -6 0,0098 0,0095 0,0096 96,40
Hasil I : Berdasarkan standar I Rerata 97,38
Hasil II : Berdasarkan standar II Standar Deviasi 0,886
%Recovery : (90-110)%
Koefisien Variasi 0,91
Koevisien Variasi : < 5%
30

Berdasarkan Tabel 9, pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi


konvensional dari data dan perhitungan di Lampiran 3, konsentrasi yang didapat
untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I adalah 0,0098% sampai 0,0100%.
Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan standar II adalah 0,0095% sampai
0,0097%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh berkisar 0,0096% sampai 0,0098%.
Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat diterima karena memiliki rentang
nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0002%.

Pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi menggunakan alat


Separatory Funnel Holder pada skala 80, semua data memiliki peresentase perolehan
kembali pada rentang 90-110%. Peresentase perolehan kembali yang didapat untuk
untuk standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 97,38%. Koefisien variasi yang
didapatkan juga memiliki nilai kurang dari 5%. Koefisien variasi yang didapat untuk
standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 0,91%. Oleh karena itu, semua data
dinyatakan memenuhi persyaratan.

Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan
Pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 90 rpm

Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Standar Thimerosal 0,01% dengan


pengocokan menggunakan Alat Separatory Funnel Holder skala 90 rpm dan
perhitungan akurasi dapat dilihat pada Tabel 10. Pada penetapan kadar thimerosal
dengan ekstraksi konvensional dari data dan perhitungan di Lampiran 4, konsentrasi
yang didapat untuk sampel Pentabio berdasarkan standar I adalah 0,0098% sampai
0,0100%. Sedangkan konsentrasi yang didapat berdasarkan standar II adalah
0,0095% sampai 0,0098%. Rata-rata konsentrasi yang diperoleh berkisar 0,0096%
sampai 0,0099%. Hasil penetapan kadar Thimerosal tersebut dapat diterima karena
memiliki rentang nilai yang tidak terlalu besar, yaitu ±0,0003%.
31

Tabel 10. Data Hasil Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin


Pentabio dengan Pengocokan menggunakan Alat Separatory
Funnel Holder skala 90 rpm

Konsentrasi Konsentrasi
Konsentrasi Rata-
Sampel Hasil I Hasil II %Recovery
rata (%b/v)
(%b/v) (%b/v)
Thimerosal -1 0,0098 0,0096 0,0097 96,78
Thimerosal -2 0,0100 0,0098 0,0099 98,58
Thimerosal -3 0,0099 0,0097 0,0098 97,58
Thimerosal -4 0,0099 0,0097 0,0098 97,81
Thimerosal -5 0,0097 0,0095 0,0096 96,21
Thimerosal -6 0,0098 0,0096 0,0097 96,81
Hasil I : Berdasarkan standar I Rerata 97,29
Hasil II : Berdasarkan standar II Standar Deviasi 0,782
%Recovery : (90-110)%
Koefisien Variasi 0,80
Koevisien Variasi : < 5%

Pada penetapan kadar thimerosal dengan ekstraksi menggunakan alat


Separatory Funnel Holder pada skala 90, semua data memiliki peresentase perolehan
kembali pada rentang 90-110%. Peresentase perolehan kembali yang didapat untuk
penetapan standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 97,29%. Koefisien variasi yang
didapatkan juga memiliki nilai kurang dari 5%. Koefisien variasi yang didapat untuk
standar thimerosal 0,001% adalah sebesar 0,80%. Oleh karena itu, semua data
dinyatakan memenuhi persyaratan.

Perbandingan Hasil Uji Penetapan Kadar Thimerosal dalam Vaksin Pentabio


dengan Pengocokan konvensional dan menggunakan Alat Separatory Funnel
Holder

Hasil perhitungan statistik perbandingan hasil uji kadar thimerosal dengan


pengocokan konvensional dan menggunakan alat Separatory Funnel Holder dengan
tabel ANOVA pada penetapan kadar Thimerosal dapat dilihat pada Tabel 11.
32

Tabel 11. Hasil perhitungan statistik menggunakan tabel ANOVA

Skala 70 rpm Skala 80 rpm Skala 90 rpm


Sampel
P-Value F-hitung P-Value F-hitung P-Value F-hitung
Vaksin
0,360 0,922 0,082 3,744 0,238 1,571
Pentabio
Standar
Thimerosal 5,014×10-6 77,605 0,238 1,577 0,140 2,573
0,01%
Syarat Keberterimaan:
P-Value > α (0,05)
Fhitung < Ftabel (4,965)

Berdasarkan tabel 12, pada penetapan kadar thimerosal pada vaksin Pentabio
menggunakan alat Separatory Funnel Holder skala 70 rpm, 80 rpm dan 90 rpm
dengan pengocokan konvensional tidak berbeda nyata. Pada penetapan kadar
thimerosal pada standar thimerosal 0,01% menggunakana alat Separatory Funnel
Holder skala 80 rpm dan 90 rpm dengan pengocokan konvensional tidak berbeda
nyata, sedangkan pada skala 70 rpm berbeda nyata.

Hal tersebut dapat dilihat dari P-Value yang didapat dari perbandingan hasil
uji konvensional dengan skala 80 dan 90 lebih besar dari α, dimana Alpha yang
digunakan adalah 0,05. Fhitung yang didapat dari perhitungan juga lebih kecil dari F
tabel, dimana Ftabel yang didapatkan adalah 4,96. Dengan demikian kedua metode
tersebut tidak berbeda nyata pada skala 80 dan 90. Sedangkan pada skala 70, kedua
metode tersebut berbeda nyata. Dimana P-Value yang didapat dari perbandingan hasil
uji lebih kecil dari α, dan Fhitung yang didapat dari juga lebih kecil dar Ftabel. Hal
ini menunjukkan bahwa pada skala 70, ekstraksi belum sempurna. Sehingga untuk
pengujian rutin, lebih baik menggunakan skala 80 rpm dan 90 rpm.
33

KESIMPULAN

Berdasarkan perbandingan hasil penetapan kadar thimerosal dalam vaksin


secara spektrofotometri sinar tampak menggunakan teknik preparasi secara
konvensional dan preparasi dengan Separatory Funnel Holder pada skala 80 rpm dan
90 rpm tidak berbeda nyata, sedangkan pengocokan dengan alat Separatory Funnel
Holder pada skala 70 rpm dengan pengocokan konvensional berbeda nyata. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedua metode tersebut tidak berbeda nyata.
Akan tetapi, skala 70 rpm tidak dianjurkan untuk penetapan kadar thimerosal dalam
vaksin.
DAFTAR PUSTAKA

BIO FARMA. 1997. Vademekum Virus, Sera, Infus, dan Diagnostika laboratorium.
PT. Bio Farma. Bandung.

BRITISH PHARMACOPOEIA. 2001. The Stationery Office Crown Copyright.


London.

CRISTIAN,G.D. 1994. Analytical Chemistry 5th edition. John Wiley and Son
Inc. NewYork.
DAY, R. A. DAN A. L. UNDERWOOD. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
kelima. Erlangga. Jakarta.

FRITZ . 1978. Test on Organik Analysis 6th Edition. William and Brown Co.
NewYork.
GHOZALI, I . 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan ANOVA. UNDIP.
Semarang
INAYAH, N dan DONI. 2014. Vaksin dan Vaksinasi. PT. Temptina Media
Grafika: Surabaya.

JACONINI, D. 1972. Preservatives in Pharmaceutical Product. Dalam M. S.


Cooper: Quality Control in Pharmaceutical Industry. Vol. 1. Academic Press:
London.

HERLIANA, LINA. 2001. Dasar – Dasar Formulasi. Erlangga: Jakarta.


KASMIYATUN, M dan BAKTI, JOS. 2008. Destruksi Asam Sitrat dan Asam
Oksalat: Pengaruh Trioctylamine Sebagai Extracting Power dalam berbagai
solven Campuran Terhadap Kejadian Dekstruksi. Reaktor 12 : 107:116.

KHOPKAR, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta.

PHARMACOPOEIA EUROPEAN. 2012. European Pharmacopoeia. Seventh


Edition. Council of Europe. Philadephia.

RAHAYU, SS. 2009. Pengukuran pH. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia-


industri/instrumentasi-dan-pengukuran/pengukuran-pH/.

RIVM. 1999. Rijks van Volkgezsonheid en Milieu, Chemical Testing: Thimerosal


Determination. International Course on Quality Control of DTP Vaccines. Hal
114-117.
ROHMAN, A dan SUMANTRI. 2007. Analisis Makanan. UGM. Yogyakarta.

34
35

SILALAHI, T. 2009. Thimerosal dalam Vaksin. Regulatory Lead Mosanto Ind.


Tumpal. Silalahi@monsans.com11 : 17 : 6.
VTTC. 1998. Quality Control of DTP Vaccines.World Health Organization.
WHO. 1990. WHO Technical Report Series 800. Fortieth Report. WHO Expert
Commitee on Biological Standardization. Geneva: Switzerland.

WHO. Manual Detail of Test Required on Final Vaccines Used In The WHO
Expanded Program of Immunization. BLG/UNDP/82.1 Hal 23.

Anda mungkin juga menyukai