Anda di halaman 1dari 51

Uji Repeatabilitas Kadar Mineral Natrium dalam Contoh Abon Sapi secara

Spektrofotometri Serapan Atom

PRAKTIK KERJA

Disusun oleh :

SALMA SOFARINAH

140210170074

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA

JATINANGOR

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Uji Repeatabilitas Kadar Mineral Natrium dalam Contoh

Abon Sapi secara Spektrofotometri Serapan Atom

Nama : SALMA SOFARINAH

NPM : 140210170074

Bogor, Februari 2020

Menyetujui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lapangan,

Dr. Nurlelasari , M.Si Femme Savante

NIP. 19711214 199903 2 006 NIP. 50201002100017

2
ABSTRAK

Uji repeatabilitas kadar mineral natrium pada contoh abon sapi secara

spektrofotometri serapan atom mengacu pada AOAC Official Method 985.35. Uji

ripitabiltas merupakan salah satu metode presisi yaitu pengulangan pengujian

yang bertujuan untuk mengukur keragaman nilai hasil pengujian terhadap sampel

yang sama dalam interval waktu yang singkat. Tujuan pengujian ini untuk

mengetahui presisi dari suatu analisis kadar mineral berdasarkan standar yang

telah ditetapkan dari suatu sampel contoh abon sapi secara spektrofotometri

serapan atom. Metode yang digunakan yaitu presisi dengan membandingkan nilai

%RSD perhitungan dengan 2/3 %CV Horwitz secara spektrofotometri serapan

atom. Kadar mineral Na dari contoh abon sapi yang diperoleh sebanyak

14648,5206 mg/Kg dan nilai %RSD perhitungan < 2/3 %CV Horwitz untuk

mineral Na yaitu 1,9707 < 2,5178 sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan

hasil uji repeatabilitas, metode ini telah memenuhi syarat keberterimaan sehingga

dapat diaplikasikan dalam menentukan kadar mineral dari contoh abon sapi.

Kata kunci : Mineral Na, Spektrofotometri Serapan Atom, Uji Repeatabilitas.

3
KATA PENGANTAR

Ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya

yang berlimpah, yang membuat penulis sanggup menyelesaikan laporan Praktik

Kerja Lapangan yang berjudul “Uji Repeatabilitas Kadar Mineral Natrium

dalam Contoh Abon Sapi secara Spektrofotometri Serapan Atom”.

Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata

kuliah Praktik Kerja. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

pihak-pihak yang membantu dan memberikan bimbingan serta motivasi kepada

penulis terutama kepada :

1. Kedua orangtua beserta keluarga yang sangat penulis cintai, yang senantiasa

selalu mendukung penulis selama proses Praktik Kerja ini.

2. Ibu Ir. Siti Rohmah Siregar, M.M., selaku Kepala Balai Besar Industri Agro.

3. Ibu Titin Mahardini, S.Si., selaku Kepala Seksi Pengujian Balai Besar

Industri Agro.

4. Ibu Hafiya selaku Kepala Laboratorium Makanan Olahan Balai Besar Industri

Agro.

5. Ibu Femme Savante selaku pembimbing dan penanggung jawab selama

praktik kerja di Balai Besar Industri Agro.

6. Ibu Dr. Nurlelasari , M.Si., selaku dosen pembimbing Universitas

Padjadjaran.

7. Semua karyawan Laboratorium Makanan dan Minuman Olahan BBIA atas

bimbingan dan saran yang begitu berharga bagi penulis.

4
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada semua pihak yang tidak

bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran dalam

penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan ini. Laporan ini masih menyimpan

banyak kekurangan maka penulis berharap semoga laporan yang penulis susun ini

dapat memberikan banyak manfaat serta menambah pengetahuan terutama dalam

bidang kimia analisis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan oleh penulis agar bias diperbaiki kedepannya.

Bogor, Februari 2020

Salma Sofarinah

NPM. 140210170074

5
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2

ABSTRAK .............................................................................................................. 3

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 4

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 6

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 8

DAFTAR TABEL .................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB I ...................................................................................................................... 9

PENDAHULUAN .................................................................................................. 9

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 9

1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 10

1.3 Manfaat Praktik Kerja ............................................................................ 11

1.4 Waktu dan Tempat Praktik Kerja ........................................................... 11

BAB II ................................................................................................................... 12

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 12

2.1 Uji Repeatabilitas .................................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Mineral ................................................................................................... 18

2.3 Spektrofotometer Serapan Atom ............................................................ 20

BAB III ................................................................................................................. 37

OBJEK PRAKTIK KERJA .................................................................................. 37

3.1 Balai Besar Industri Agro (BBIA) .......................................................... 37

BAB IV ................................................................................................................. 44

TUGAS KHUSUS ................................................................................................ 44

6
4.1 Tujuan ..................................................................................................... 44

4.2 Prinsip ..................................................................................................... 44

4.3 Alat dan Bahan ....................................................................................... 44

4.4 Prosedur .................................................................................................. 45

4.5 Pembahasan ............................................................................................ 47

BAB V................................................................................................................... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 49

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 49

5.2 Saran ....................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50

LAMPIRAN .......................................................................................................... 51

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami

perkembangan pesat. Baik di bidang sosial humaniora maupun saintek.

Sehingga setiap orang dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi yang ada agar dapat mengikuti perkembangannya di masa

kini. Perkembangan ilmu kimia beriringan dengan perkembangan di

sektor industri. Peranan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat

fundamental oleh sebab itu perlu adanya kemampuan untuk

mengaplikasikan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam menyadari

akan keterkaitan yang besar antara dunia kampus dan dunia perusahaan

yang merupakan suatu tali rantai yang saling terkait. Pelaksanaan kuliah

kerja lapangan ini merupakan salah satu model untuk mendekatkan

keterkaitan dan kesepadanan antara pengetahuan di perkuliahan dengan

kebutuhan lapangan pekerjaan.

Kerja praktik adalah salah satu mata kuliah wajib bagi

mahasiswa Program Studi S1 Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Program Studi S1 Kimia

dilaksanakan selama 8 semester, terdiri atas 144 SKS dan salah satunya

mata kuliah Kerja Praktik (3 SKS). Kimia memberikan landasan sains

yang diperlukan untuk mengembangkan sistem aplikasi yang berguna

9
bagi kehidupan sehari-hari dan juga dapat membantu proses analisis

sumber daya alam. Penerapan ilmu kimia di industri, sering kali

dibutuhkan baik itu untuk mempersiapkan bahan baku produksi, proses

produksi, hingga menjamin kualitas produk. Ilmu kimia, terutama kimia

murni, merupakan ilmu yang sangat luas dan menjadi dasar ilmu-ilmu

terapan lainnya. Ilmu kimia tidak hanya diperkuat dalam pengetahuan

sains saja melainkan diharmonisasi dengan ilmu- ilmu lain, seperti

matematika, manajemen, teknologi informasi, dan pengetahuan di

laboratorium.

Praktik kerja merupakan wujud pengaplikasian antara sikap,

kemampuan, dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa di bangku

kuliah dengan mengikuti Praktik Kerja diharapkan mahasiswa dapat

menambah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam

mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.

1.2 Maksud dan Tujuan

Secara umum tujuan dari Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah

meningkatkan wawasan mahasiswa pada aspek-aspek yang potensial dalam

dunia kerja yang sebenarnya. Adapun tujuan pokok dari PKL, yaitu:

a. Memenuhi mata kuliah praktik kerja.

b. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan di tempat kerja.

c. Mengembangkan kemampuan dan sikap professional.

d. Menimbulkan gairah kerja yang kuat dan pengalaman bekerja di sebuah

perusahaan.

10
e. Memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan.

f. Mempersiapkan ilmu pengetahuan mental dan etika bekerja serta

menyesuaikan diri dalam menghadapi dunia kerja sesungguhnya.

1.3 Manfaat Praktik Kerja

Manfaat dari Praktik Kerja Lapangan ini antara lain :

a. Dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa sebagai

bekal kerja yang sesuai dengan program studi kimia.

b. Dapat mengasah dan meningkatkan sikap profesional mahasiswa dalam

rangka memasuki dunia pekerjaan.

c. Dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang dunia

pekerjaan yang berhubungan dengan ilmu kimia.

1.4 Waktu dan Tempat Praktik Kerja

Waktu pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini terhitung sejak

tanggal 6 Januari 2020 hingga tanggal 6 Februari 2020 bertempat di Balai

Besar Industri Agro yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No.11, Paledang,

Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor 16122.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Verifikasi Metode

Verifikasi metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada

beberapa beberapa karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan

karakteristik performa yang dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi acuan

untuk merancang proses verifikasi. Rancangan yang baik akan menghasilkan

informasi yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga, waktu, serta biaya.

Pemilihan parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor

seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Verifikasi dilakukan terhadap suatu metode baku sebelum diterapkan di

laboratorium. Verifikasi sebuah metode bermaksud untuk membuktikan bahwa

laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode

tersebut dengan hasil yang valid. Disamping itu verifikasi juga bertujuan untuk

membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja. Hal ini dikarenakan

laboratorium yang berbeda memiliki kondisi dan kompetensi personil serta

kemampuan peralatan yang berbeda, sehingga kinerja antara satu laboratorium

dengan laboratorium lainnya tidaklah sama.

Di dalam verifikasi metode, kinerja yang akan diuji adalah keselektifan,

seperti uji akurasi (ketepatan) dan presisi (kecermatan). Dua hal ini merupakan

hal yang paling minimal harus dilakukan dalam verifikasi sebuah metode. Suatu

metode yang presisi (cermat) belum menjadi jaminan bahwa metode tersebut

dikatakan tepat (akurat). Begitu juga sebaliknya, suatu metode yang tepat (akurat)

12
belum tentu presisi.

Sedangkan validasi digunakan untuk metode tidak baku, metode yang

dikembangkan sendiri oleh laboratorium, atau metode baku yang dimodifikasi.

Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa metode pengujian maupun kalibrasi

tersebut sesuai untuk penggunaan yang

13
dimaksudkan, dan mampu menghasilkan data yang valid. Dalam melakukan

validasi metode, parameter yang harus diuji meliputi: presisi, akurasi, batas

deteksi (LoD), batas kuantitasi (LoQ), selektivitas, linieritas, repitabilitas,

reproduksibilitas, ketahanan (robustness), sensivitas silang (cross-sensitivity), dsb.

Verifikasi metode dalam proses pengujian di laboratorium sangat penting

peranannya. Tujuan dari verifikasi metode uji sebagai jaminan mutu, evaluasi

kesesuain metode dan kompetensi laboratorium serta pemenuhan peraturan

(sistem manajeman mutu).

Parameter verifikasi metode terdiri atas linearitas, presisi, dan akurasi.

a. Linearitas

Linearitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian atau korelasi

antara kadar analit dengan respon detektor. Linearitas diukur dengan menghitung

koefisien korelasi (r) yang didapat dari kurva hubungan antara kadar analit dengan

respon detektor (Depkes, 2001). Suatu metode bersifat linear jika nilai regresinya

lebih besar dari 0,995.

b. Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji

individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata- rata jika prosedur

diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang

homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(RSD). Pada umumnya parameter mencakup ripitabilitas, reproduksibilitas, dan

presisi antara (Harmita, 2004).

1) Uji Ripitabiltas adalah kesamaan antara hasil pengulangan pengukuran yang

dilakukan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan

14
pereaksi dan peralatan yang sama dalam laboratorium yang sama. Kemudian

ditentukan nilai standar deviasi dan koefisien variasi contoh.

2) Uji Reproduksibilitas, adalah kesamaan antara pengulangan pengukuran yang

dikerjakan pada kondisi berbeda dalam hal laboratorium, analisis, peralatan,

dan waktu.

15
3) Presisi antara, adalah perbedaan antar operator / analis dengan sumber

reagensia dan hari yang berbeda.

Pengulangan dilakukan 6-15 kali pada sampel tunggal untuk tiap-tiap

konsentrasi (Abdul dan Ibnu, 2007). Presisi dalam uji ripitabilitas diukur dengan

menghitung Relative Standard Deviation (RSD) atau Simpangan Baku Relatif

(SBR) dari beberapa ulangan dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat

dihitung nilai coefficient variant (CV) atau koefisien varian (KV).

Hasil presisi dibandingkan dengan CV Horwitz. Rumus yang digunakan adalah :

CV Horwitz = 21-(0,5 log C)

Dimana C merupakan kadar rata-rata dalam fraksi decimal dengan menggunakan

pembanding CV Horwitz nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah CV

yang terhitung dari ulangan yang ada harus kurang 2/3 dari nilai CV Horwitz

(Harvey, 2000).

c. Akurasi

Akurasi merupakan kedekatan antara nilai hasil uji suatu metode dengan nilai

sebenarnya. Akurasi sering dinyatakan sebagai presentase perolehan kembali

(%Recovery). Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan matriks

di dalam contoh uji terhadap pereaksi yang digunakan atau untuk mengetahui

ketepatan metode yang digunakan (Abdul dan Ibnu, 2007).

16
Tiga cara yang digunakan untuk evaluasi akurasi metode uji, yaitu (Krisnandi dan

Zaenal, 2016) ;

1) Uji Perolehan Kembali (Recovery Test)

Uji dilakukan dengan mengerjakan pengujan di atas contoh yang

diperkaya dengan jumlah kuantitatif analat yang akan ditetapkan.

17
2) Uji Relatif terhadap akurasi metode baku

Uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian paralel atas contoh uji

yang sama menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi dan metode uji

lain yang diakui sebagai metode baku.

3) Uji tehadap Standard Reference Material (SRM)

Uji terhadap SRM untuk mengevalausi akurasi suatu metode uji

diliakukan dengan menguji SRM dengan menggunakan metode uji yang

sedang dievaluasi (Krisnandi dan Zaenal, 2016).

2.2 Mineral

Mineral merupakan zat yang penting dalam kelangsungan hidup dibutuhkan

oleh makhluk hidup baik untuk memelihara kesehatan, pertumbuhan dan

reproduksi. Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas hidup, mineral dapat dibagi

menjadi dua golongan yaitu golongan yang essensial dan golongan yang tidak

essensial. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, mineral dapat pula

dibagi atas mineral makro (mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih

dari 100mg sehari), dan mineral mikro (mineral yang dibutuhkan tubuh dalam

jumlah kurang dari 100mg sehari) (Georgievskii et al., 1982).

2.2.1 Natrium

• Pengertian

Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler .

35- 40 % terdapat dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama

seperti cairan empedu dan pancreas mengandung banyak natrium.

18
• Sumber

Sumber utama Natrium adalah garam dapur (NaCl).

Sumber natrium yang lain berupa monosodium glutamate (MSG),

kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Makanan

yang belum diolah, sayur dan buah mengandung sedikit natrium.

Sumber lainnya seperti susu, daging, telur, ikan, mentega dan makanan

laut lainnya.

• Fungsi

- Menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen ekstraseluer.

- Mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari

darah dan masuk ke dalam sel.

- Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh dengan

mengimbangi zat-zat yang membentuk asam.

- Berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot.

19
• Absorpsi dan Metabolisme

Natrium diabsorpsi di usus halus secara aktif (membutuhkan

energi), lalu dibawa oleh aliran darah ke ginjal untuk disaring

kemudian dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah cukup untuk

mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium akan

dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormone aldosteron yang

dikeluarkan oleh kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun.

2.3 Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap

oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah

Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara

kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang

gelombang tertentu oleh atom logamdalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000).

Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur.

Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen

kunci pada metode SSA adalah sistem alat yang dipakai untuk menghasilkan uap

atom dalam sampel. Alat untuk melakukan analisis dengan metode ini disebut

sebagai Spektrofotometer Serapan Atom.

Cara kerja Spektrofotometer Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas

penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah

menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorpsi radiasi dari sumber cahaya

yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung

20
unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada

panjanggelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 1995).

Gambar 2.1 Proses Atomisasi pada AAS

Jika radiasi elektromagnetik dikenakan pada suatu atom, maka akan terjadi

eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang

gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang

lebih tinggi. Besarnya energi dari tiap panjang gelombang dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

21
Keterangan:

E = Energi (Joule)

h = Tetapan Planck (6,63 x 10-34 J.s)

C = Kecepatan Cahaya (3 x 108 m/s)

λ = Panjang Gelombang (nm)

Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam

sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur

yang dianalisis.

Diantara beberapa atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi

kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground

state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan

oleh sumber radiasi yang terbuat oleh unsur yang bersangkutan.

Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama

dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini

mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu “absorbansi berbanding lurus dengan

panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasiuap atom dalam nyala.”

Kedua variabel diatas sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat

dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengankonsentrasi

analit dalam larutan sampel. Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri

diterangkan oleh hukum Lambert-Beer, yaitu :

A = ε . b . c atau A = a . b . c

Keterangan :

A = Absorbansi

ε = Absorptivitas Molar (mol/L)

22
a = Absorptivitas (mg/L)

b = Tebal Nyala (nm)

c = Konsentrasi (mg/L)

Absorpsivitas molar/koefisien ekstingsi molar (ε) dan absorpsivitas (a)

adalah suatu konstanta dan nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang

gelombang tertentu, sedangkan tebal media (sel) dalam prakteknya tetap. Dengan

demikian absorbansi suatu unsur akan merupakan fungsi linier

23
dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi suatu unsur,

konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi

larutan standar.

Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

Bagan instrumen dalam Spektrofotometer Serapan Atom digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 2.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom.

• Sumber Cahaya

Cara analisis yang berdasarkan absorpi atom sangat selektif karena garis

spectrum absorpsi atom sangat sempit (0,002 - 0,005 nm) dan energi transisi atom

suatu unsur sangat khas. Hal ini disebabkan tidak adanya konfigurasi elektron

suatu atom sama dengan atom unsur lain.

Pada SSA sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari lampu

katoda berongga (Hollow Cathode Lamp, HCL) yang

24
memancarkan spektrum emisi atom dari elemen tertentu, misalnya lampu katode

berongga Na digunakan untuk menganalis Na.

Gambar 2.3 Lampu katoda berongga

Lampu katoda terbuat dari gelas yang didalamnya terdapat katoda (suatu

logam berbentuk tabung mengandung unsur kimia yang akan dieksitasi) dan

sebuah anoda yang terbuat dari kobalt. Lampu diisi oleh gas argon atau neon pada

tekanan rendah (1-5 torr).

Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan

atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan

tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu

(Khopkar, 2005).

Bila lampu dihubungkan dengan listrik tegangan tinggi ±600 volt, maka

mula-mula katoda (-) memancarkan berkas elektron yang akan menuju anoda

dengan kecepatan dan energi tinggi. Dalam perjalananya, elektron akan

menumbuk atom gas inert (Ne atau Ar) yang mengakibatkan atom tersebut

kehilangan elektronnya (terjadi ion gas). Ion positif gas akan menumbuk katoda

dengan kecepatandan energi yang tinggi.

25
Akibat tumbukan tersebut atom-atom dari katoda akan terlempar keluar

(sputtered) dari permukaan. Atom-atom tersebut kemudian akan tereksitasi (akibat

energi tumbukan dengan ion positif gas mulia) dan memancarkan sinar emisi yang

λ–nya tertentu sesuai dengan unsur pada katoda.

26
Dengan demikian tinggal memilih unsur pada katoda agar sama dengan

unsur yang dianalisis. Katoda biasanya dikelilingi dengan perisai dari mika, bahan

silikat atau gelas. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pemakaian yang baik dari

sinar katoda.

Anoda dibuat beberapa bentuk, ada yang berbentuk cincin yang

mengelilingi mulut katoda atau seperti bendera atau lempeng dekat mulut katoda

atau ada juga berbentuk kawat atau batang yang diletakkan pada posisi yang

serasi.

Bahan yang digunakan sebagai jendela lampu sangat penting, diusahakan

agar dapat mentransmisikan garis-garis spektrum dari sinar katoda. Tiga bahan

yang biasa digunakan adalah kuarsa, pyrex dan suprasil yang dapat

mentransmisikan sinar-sinar tertentu.

Sebelum digunakan, lampu katoda sebaiknya dipanaskan terlebih dahulu

selama minimal 5 menit agar lebih stabil dan teliti dalam proses analisis.

Lampu katoda ini dapat bertahan kurang lebih 5000 mA/jam atau kurang

lebih 2 tahun bila dioperasikan pada kuat arus 5 mA. Selain lampu monoelemen,

ada juga lampu multielemen yang digunakan sebagai sumber cahaya.

Lampu multielemen ini terdiri dari beberapa unsur pada satu lampu.

Sehingga dapat digunakan untuk menetapkan beberapa unsur sekaligus. Yang

perlu diperhatikan pada pemakaian lampu katoda berongga ialah :

a) Tidak menggunakan arus melebihi dari batas maksimum yang telah ditetapkan;

b) Cara memegang lampu katoda harus pada bagian yang tepat.

27
• Sumber Atomisasi

Sumber atomisasi dibagi menjadi tiga yaitu sistem nyala, sistem tanpa

nyala dan sistem atomisasi hidrida & penguapan. Mayoritas

28
sumber atomisasi yang digunakan pada instrumen adalah nyala dan sampel

diintroduksikan dalam bentuk larutan.

Pemakaian teknik Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) dengan

pengatoman dengan nyala api atau Flame AAS (F-AAS) sebagai alat atomisasi

merupakan model yang paling banyak dipakai. Dalam Flame AAS (F-AAS) ada

beberapa jenis nyala, dan tiap-tiap jenis memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing yang disesuaikan pemakaiannya dengan unsur yang akan

dianalisis. Contohnya seperti:

• Udara – Propana

Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800°C) dibandingkan jenis nyala lainnya.

Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan

diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.

• Udara – Asetilen

Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini

menghasilkan temperatur sekitar 2300°C yang dapat mengatomisasi hamper

semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa

menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar

terhadapgas pengoksidasi.

• Nitrous oksida – Asetilen

Jenis nyala ini paling panas (3000°C), dan sangat baik digunakan untuk

menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti

Al, Si. Ti, W.

29
30
• Sistem Optik

Komponen optik yang ada pada SSA dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu

monokromator dan lensa.

a. Monokromator

Monokromator pada SSA berfungsi sebagai pemilih panjang gelombang yang

akan digunakan dalam penetapan. Cahaya polikromatis yang

keluar/ditransmisikan dari nyala akan dijadikan monokromatis, kemudian

dijatuhkan ke detektor.

Monokromator yang biasa digunakan adalah grating yang sering

dikombinasikan dengan prisma. Cahaya polikromatis akan didispresikan oleh alat

ini, kemudianλ yang diinginkan dilewatkan melalui sebuah slit.

Pemilihan lebar slit sangat penting, bila slit semakin sempit cahaya akan semakin

monokromatis, tetapi jumlah cahaya yang jatuh ke detektor makin sedikit,

sehingga diperlukan penguatan yang makin besar dan akan mempebesar noise.

Sebaliknya bila makin lebar, jumlah cahaya yang jatuh pada detektor akan

semakin banyak, arus yang dihasilkan semakin kuat.

Akan tetapi kelemahan utamanya, bila ada panjang gelombang yang

berdekatan dengan λ analat yang sedang ditetapkan akan terjadi gangguan. Lebar

slit yang tepat untuk sebuah metode analisis dapat dilihat pada manual book atau

cookbook. Monokromator yang lebih baik adalah tipe gabungan gratting dan

prisma yang dinamakan echelle gratting.

b. Lensa

Lensa atau cermin berfungsi untuk memfokuskan cahaya radiasi Hollow

Cathode Lamp, mula-mula pada daerah atomisasi (nyala, grafit, tabung kuarsa)

31
lalu pada slit, kemudian monokromator dan detektor. Pada SSA slit yang dipakai

mempunyai bandwith 0,2 - 2 nm.

• Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi

listrik. Detektor yang banyak digunakan pada SSA adalah Photo Multiplier Tube

(PMT). Permukaan katoda jenis ini sama susunannya seperti permukaan photo

tube,

32
elektron-elektron akan dibebaskan dari permukan katoda bila permukaan tersebut

dikenai sinar. Pada tabung detektor ini mengandung 9 dinoda.

• Sistem Pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau

gambar yang dapat dibaca. Sesuai dengan perkembangan IPTEK, sistem

pembacaan yang pada awalnya berupa sistem analog sudah berubah menjadi

sistem digital, arus listrik langsung diubah sebagai nilai pembacaan dalam skala

%T atau Absorbansi.

Dari hasil pengamatan sesuai dengan persamaan Lambert-Beer, dapat

dibuat kurva kalibrasinya. Kepekatan contoh kemudian bisa dihitung berdasarkan

nilai absorban contoh dan slope. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom

terbaru selalu dilengkapi dengan sistem komputer yang disertai perangkat lunak

untuk mengatur alat, menampilkan data hasil pengamatan, hingga membuat kurva

dan menghitung kadar contoh atau perhitungan yang lain (Zaenal dan Krisnandi,

2016).

• Gangguan-gangguan pada AAS

Gangguan didefinisikan sebagai suatu pengaruh dari komponen matriks

pada hasil analisis. Gangguan menyebabkan perbedaan kelakuan pada sampel dan

larutan kalibrasi. Gangguan dapat dibagi menjadi tiga yaitu, gangguan spektral,

fisika dan kimia.

33
1. Ganguan kimia

Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianalisis mengalami reaksi

kimia dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga

tidak semua analit dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2)

penambahan zat kimia lain yang dapat melepaskan kation atau anion pengganggu

dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lain yang ditambahkan disebut zat

pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).

2. Gangguan Matriks

Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau

asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar,

atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini

dalamanalisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam

analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat

digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).

3. Gangguan Ionisasi

Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga

mampu melepaskan elektron dari atom netral dan membentuk ion positif.

Pembentukanion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan

berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan

penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih

elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan

34
ini dapat mencapai 100- 2000 ppm.

35
4. Spektral Latar Belakang (Back Ground)

Gangguan spektral disebabkan oleh adanya penyerapan (absorpsi) dari

background. Tingginya konsentrasi dari matriks yang terevaporasi selama tahapan

atomisasi menyebabkan terjadinya penghamburan cahaya. Adanya spesi molekul

yang terevaporasi menyebabkan absorpsi molekul pada garis spektrum yang lebar

sehingga mengganggu absorpsi dari atom analit. Biasanya gangguan ini terjadi

pada sampel dengan matriks alkali-halida yang tinggi, karena itu konsentrasi

alkali-halida dalam sampel perlu dijaga agar sekecil mungkin.

Emisi sinar dari atomizer yang panas juga dapat mencapai detector

menyebabkan distorsi dari sinyal background. Hal ini perlu untuk diperhatikan

khususnya bila ingin melakukan pengukuran pada daerah sinar tampak atau pada

saat menggunakan sumber sinar dengan intensitas yang rendah. Secara umum

gangguan spektral dapat diatasi dengan penggunaan koreksi background, baik

dengan koreksi deuteurium ataupun dengan koreksi Zeeman.

36
BAB III

OBJEK PRAKTIK KERJA

3.1 Balai Besar Industri Agro (BBIA)

3.1.1. Sejarah

Gambar 3.1 Sejarah Gedung BBIA

Balai Besar Industri Agro (BBIA) merupakan institusi yang memberikan

jasa pelayanan teknis kepada masyarakat industri, khususnya industri hasil

pertanian, dalam rangka mewujudkan pengembangan industri yang berdaya saing

kompetitif baik secara nasional maupun internasional.

Awal berdiri tahun 1890 dengan nama Agricultuur Chemisch

Laboratorium dalam lingkungan Department van Landbouw, Nijverheid en

Handel dengan tugas antara lain :

1. Melayani para ahli dan sarjana pertanian dalam meneliti tanaman-tanaman

tropis terutama yang ada di Kebun Raya serta arti ekonomi dari tanaman-

tanaman tersebut.

2. Memeriksa/menguji barang-barang dan bahan untuk intansi pemerintah

terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan sebagainya.

37
Tugas pengujian berkembang dengan pesat dengan mengikuti kemajuan

bidang pertanian dan perdagangan terutama dengan barang-barang ekspor serta

perdagangan dalam negeri sebagai hasil pembinaan dari

bagian Nijverheid dalam Departement Van Lanbouw, Nijverheid en Handel.

Maka dalam tahun 1909 nama Laboratorium diganti menjadi Bureau voor

Landbouw en Handal-analyse berdasarkan keputusan Gubernur Jendral Ned.

Indie tanggal 29 Januari 1909 dan tercatat dalam Javasche Couran sebagai

Besluit van Directuur voor Landbouw No. 3952 Tanggal 27 Mei 1909.

Tugas pengujian makin berkembang di samping tugas-tugas rutin

penelitian, dan dengan perbaikan serta penambahan fasilitas, tempat dan peralatan

menjadikan Laboratorium ini paling terkemuka di Indonesia pada waktu itu.

Dengan makin meningkatkan peranan Laboratorium ini dalam menguji barang-

barang ekspor, impor dan perdagangan dalam negeri, serta dalam penelitian-

penelitian agrokimia yang merintis pertumbuhan agro industri dalam negeri maka

terjadi penggantian nama Laboratorium, yaitu dalam tahun 1911 menjadi Handels

Laboratorium dan tahun 1918 menjadi Analytisch Laboratorium.

Dalam tahun 1934 Laboratorium Kimia Tumbuh-tumbuhan

(Phytochemisch Laboratorium) dalam lingkungan Kebun Raya dan balai

penelitian yang tergabung dalam Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen

Proefstation voor de Landbouw ) melebur diri kedalam Analytisch Laboratorium,

dan gabungan menamakan diri sebagai Laboratorium voor Scheikundig

Onderzoek terdiri dari Laboratorium-laboratorium sebagai berikut :

1. Laboratorium Analitika

2. Laboratorium Kimia Tumbuh-tumbuhan

38
3. Laboratorium Kimia Pertanian

4. Laboratorium Harsa

5. Laboratorium Minyak Atsiri

Penelitian-penelitian di bidang agrokimia berjalan dengan seiring tugas

pengujian yaitu pengujian hasil-hasil pertanian dalam arti yang luas untuk

kepentingan ekspor dan memajukan industri pengolahan hasil pertanian dalam

negeri. Penelitian phytokimia dan minyak atsiri sudah dirintis sejak didirikannya

Laboratorium ini. Diberlakukannya sistem pengawasan susu, ditunjuknya

Laboratorium ini sebagai penguji kulit kina oleh pabrik kina Bandung, sistem

pengujian air minum dan pengawasan minuman beralkohol, membuat

Laboratorium voor Scheikundig Onderzoek menjadi Laboratorium terkemuka di

jaman Hindia Belanda.

Di jaman pendudukan Jepang (1942-1945), Balai Penyelidikan Kimia di

beri nama Gunsaikanbu Kagaku Kenkyusyu dengan tugas terutama melakukan

“applied research”. Tugas ini menjadi cirri Balai seterusnya.

Pada jaman Revolusi Fisik, Balai di masukan dalam Kementrian

Kemakmuran Republik Indonesia dan ikut hijrah ke Klaten, Solo dan Yogyakarta,

Pada waktu kantor di bogor dikuasai Belanda. Pada tahun 1950, pemerintah R.I.

kembali ke Jakarta dan Balai Penyelidikan Kimia kembali melakukan tugasnya

seperti biasa. Lanjutan hijrah ke Klaten telah melahirkan Balai Penyelidikan

Kimia Surabaya (Sekarang Balai Riset dan Standarisasi/BARISTAN

SURABAYA) dalam tahun 1951.

Tahun 1951 Balai Penyelidikan Kimia dimasukan ke dalam Departemen

Perdagangan dan Perindustrian yang kemudian berubah menjadi kementrian

39
Perekonomian, Tahun 1957 Balai dimasukan ke dalam Kementrian Perindustrian

dan tahun 1959 di dalam Departemen Perindutrian Rakyat.

Tahun 1980 Balai Penyelidikan Kimia/Balai Penelitian Kimia berubah

menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil

Pertanian (BBPPIHP) dan berada dibawah Departemen Perindustrian

Tahun 2002 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil

Pertanian berubah menjadi Balai Besar Industri Agro (BBIA) sampai saat ini

dan berada dalam lingkungan Departemen Perindustrian.

3.1.2. Tugas dan Fungsi

• Tugas Pokok

Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, kerjasama,

standardisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan

kompetensi industri agro sesuai kebijakan teknis yang ditetapkan oleh

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri.

• Fungsi :

1. Penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa teknis bidang teknologi

bahan baku, bahan pembantu, proses, produk, peralatan dan

pelaksanaan pelayanan dalam bidang pelatihan teknis,

konsultansi/penyuluhan, alih teknologi serta rancang bangun dan

perekayasaan industri, inkubasi, dan penanggulangan pencemaran

industri;

2. Pelaksanaan pemasaran, kerjasama, pengembangan dan pemanfaatan

teknologi informasi;

40
3. Pelaksanaan pengujian dan sertifikasi bahan baku, bahan pembantu,

dan produk industri agro, serta kegiatan kalibrasi mesin dan peralatan;

4. Pelaksanaan perencanaan, pengelolaan, dan koordinasi sarana dan

prasarana kegiatan penelitian dan pengembangan di lingkungan BBIA,

serta penyusunan dan penerapan standardisasi industri agro;

5. Pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan

BBIA

3.1.3. Ketenagakerjaan

Gambar 3.2 Struktur Organisasi BBIA

41
Susunan Organisasi

1. Kepala Balai Besar Industri Agro : Ir. Siti Rohmah Siregar, MM

2. Kepala Bagian Tata Usaha : Yulma Santi, ST, MT

Kepala Sub Bagian Peny. Program : Edward H. Panjaitan, S.Si

& Pelaporan

Kepala Sub Bagian Keuangan : Vivi Ana Kahfi, SE

Kepala Sub Bagian Kepegawaian : Anggraeni, SAP

Kepala Sub Bagian Umum : Fina Dwiyanti, S.Kom

3. Kepala Bidang. Pengembangan : Anita Pardede, SH, MA

Jasa Teknik (PJT)

Kepala Seksi Pemasaran : Adharatiwi Dida Siswadi, ST

Kepala Seksi Kerjasama : Nasyirudin, S.Si

Kepala Seksi Informasi : Irwan Sutiarna, SE

4. Kepala Bidang Sarana Riset dan : Krisna Septiningrum, S.Si, M.Si, PhD

Standardisasi (SRS)

Kepala Seksi Sarana Riset Industri : Ning Ima Arie Wardayanie, STP,

Pangan M.Pharm.Sc

Kepala Seksi Sarana Riset Industri : Mulhaquddin S, S.Si, M.Si

Non Pangan

Kepala Seksi Standardisasi. : Yuniarti, STP, M.Si

5. Kepala Bidang Pengujian, : Ir. Sri Pudji Rahayu, M.Si

Sertifikasi, dan Kalibrasi

(PESKAL)

42
Kepala Seksi Pengujian : Titin Mahardini, S.Si

Kepala Seksi Sertifikasi : Nuni Novitasari, S.TP, MSi, MAppIE

Kepala Seksi Kalibrasi : Hendra Leonard, ST, MSE

6. Kepala Bidang Pengembangan : Gusti Nova Sembiring, ST, M.Si

Kompetensi dan Alih Teknologi

(PKAT)

Kepala Seksi Konsultansi : Mirna Isyanti, STP

Kepala Seksi Pelatihan Teknis : Ir. Nurwidiani

Kepala Seksi Alih Teknologi dan : Ade Herman Suherman, ST

Inkubasi

BBIA sebagai Badan Layanan BLU memiliki Dewan Pengawas Dewan

Pengawas Badan Layanan Umum Balai Besar Industri Agro dibentuk melalui

Keputusan Menteri Perindustrian RI Nomor 1744 Tahun 2019 tentang

Pengangkatan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Balai Besar Industri Agro

Kementerian Perindustrian, dengan susunan anggota sebagai berikut:

1. Ketua merangkap anggota : Ngakan Timur Antara

2. Anggota : Arryanto Sagala

3. Anggota : Dendi Agung Wibowo

43
BAB IV

TUGAS KHUSUS

4.1 Tujuan

Uji repeatabilitas kadar mineral Na dalam contoh abon sapi secara

spektrofotometri serapan atom bertujuan untuk memgetahui presisi suatu analisis

kadar mineral dalam contoh abon sapi sesuai dengan standar yang sudah

ditetapkan.

4.2 Prinsip

Prinsip yang digunakan yaitu matriks organik dihancurkan menjadi abu

kering dengan tanur. Abu yang tersisa dilarutkan dengan larutan asam dan analit

ditentukan secara Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

4.3 Alat dan Bahan

4.3.1 Alat

a. Botol semprot plastik

b. Bulb

c. Batang Pengaduk

d. Cawan platina

e. Corong saring (kaca)

f. Desikator

g. Gelas kimia 250 mL

h. Gelas kimia 500 mL

i. Labu ukur 25 mL

j. Labu ukur 50 mL

44
k. Labu ukur 100 mL

l. Labu ukur 250 mL

m. Mikropipet 1-5 mL

n. Neraca analitik dengan ketelitian 0,0001 gram

o. Pipet tetes

p. Pipet volume 5 mL

q. Spatula

r. Gegep/stang

s. Oven

t. Tanur

u. Spektrofotometer Serapan Atom

4.3.2 Bahan

a. Abon sapi

b. Air Destilasi (resitensi 18 MΏ)

c. Asam Nitrat (HNO3) 5N

d. Lantanum oksida (La2O3) 1%

e. Sesium klorida (CsCl) 10%

4.4 Prosedur

4.4.1 Pembuatan Larutan Sesium Klorida (CsCl) 10% w/v

1. Timbang padatan CsCl sebanyak 31,75 gram pada gelas kimia

menggunakan neraca analitik terkalibrasi;

2. Larutkan dengan air destilasi dan diaduk hingga larut;

3. Masukkan kedalam labu ukur 250 mL menggunakan corong saring;

45
4. Himpitkan dengan air destilasi sampai tanda tera dan homogenkan.

4.4.2 Pembuatan Larutan Lantanum oksida (La2O3) 1% w/v

1. Timbang padatan La2O3 sebanyak 11,7 gram pada kaca arloji

menggunakan neraca analitik terkalibrasi;

2. Masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan dengan air

destilasi secukupnya;

3. Tambahkan 50 mL HCl pekat 37%;

4. Himpitkan dengan air destilasi sampai tanda tera dan homogenkan

4.4.3 Proses Pengabuan Contoh

1. Timbang contoh sebanyak ±2 gram pada cawan platina bersih dan

kering yang sudah diketahui bobot kosongnya menggunakan

neraca analitik terkalibrasi;

2. Abukan menggunakan tanur dengan suhu ±550°C. Jika abu contoh

belum bebas karbon (masih berwarna kehitaman), tambahkan dengan

beberapa tetes H2O. Kemudian diabukan kembali menggunakan

tanur dengan suhu ±550°C ;

3. Dinginkan menggunakan desikator;

4. Timbang bobot cawan platina dan abu menggunakan neraca

analitik terkalibrasi;

5. Catat dan hitung kadar abu contoh;

6. Tambahkan HNO3 5N sebanyak 10 mL untuk melarutkan abu;

46
7. Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dipastikan abu sudah larut

sempurna;

8. Himpitkan dengan air destilasi hingga tanda tera dan homogenkan.

4.4.4 Penentuan Kadar Na

1. Pipet 5 mL larutan sampel dalam HNO3 5N diatas ke dalam labu ukur

100 mL;

2. Himpitkan dengan air suling hingga tanda tera, kemudian

homogenkan (larutan pengenceran pertama);

3. Pipet 1 mL larutan pengenceran pertama ke dalam labu ukur 50 mL;

4. Tambahkan CsCl 10%, 2,5 mL kemudian himpitkan dengan air suling

hingga tanda tera;

5. Buat larutan blanko dengan menambahkan CsCl 2.5 mL ke dalam

labu ukur 50 mL (CsCl 10%), kemudian himpitkan dengan air

suling dan homogenkan.

4.5 Pembahasan

Ketelitian atau presisi adalah kesesuaian diantara beberapa data

pengukuranyang sama yang dilakukan secara berulang. Uji presisi dilakukan

dengan mengamati parameter keterulangan (repeatability).

Pengujian ini dilakukan dengan menghitung %Standar Deviasi Relatif

dari minimal tujuh kali pengujian contoh yang dibandingkan dengan nilai

2/3 %CV Horwitz. Berikut hasil dari Uji Repeatabilitas Natrium :

47
Hasil Analisa
Konsentrasi Na V. Akhir
Pengulangan Bobot Contoh (g) Contoh Tanpa
(µg/L) (mL)
Spike (mg/Kg)
1 2.7692 0,4145 100000 14968,2219
2 2.0355 0,2895 100000 14222,5497
3 2.0052 0,3009 100000 15005,9844
4 2.0517 0,3038 100000 14807,2330
5 2.1975 0,3177 100000 14457,3379
6 2.2590 0,3293 100000 14577,2466
7 2.3350 0,3386 100000 14501,0707
Jumlah 102539,6442
Rata-rata 14648,5206
SB 288,6758
%SBR Perhitungan SB/Rata rata x 100%
%SBR Perhitungan 1,9707
% SBR Horwitz 2(1-0.5 log C)
% SBR Horwitz 3,7766
2/3 %CV Horwitz 2,5178

Persyaratan pada metode yang baik harus memiliki repeatabilitas

dimana %SBR < 2/3 %CV Horwitz. Hasil perhitungan nilai %SBR yang didapat

untuk verifikasi metode uji presisi pada unsur Na berturut-turut adalah sebesar

1,9707% yang lebih kecil dari nilai 2/3 %CV Horwitznya yaitu 2,5178%.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode ini memiliki

repeatabilitas yang memenuhi syarat, yaitu %SBR < 2/3 %CV Horwitz.

Konsentrasi yang bervariasi ini terjadi karena adanya kesalahan acak yang

disebabkan oleh perubahan yang tidak terkendali saat analisis, seperti suhu,

kelembapan, dan keadaan laboratorium, sensitivitas alat, maupun operator.

48
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil uji repeatabilitas kadar mineral Na dari contoh Abon Sapi

secara spektrofotometri serapan atom telah memenuhi syarat keberterimaan

dimana nilai %SBR Perhitungan < 2/3 % SBR Horwitz untuk mineral Na

(1,9707% < 2,5178%) dengan kadar Natrium sebesar 14648,5206 ±

577,3516 mg/Kg.

5.2 Saran

Berikut ini merupakan saran-saran yang dapat disampaikan oleh

penyusun selama proses pengerjaan :

1. Larutan LaCl3 dan CsCl stabil selama 6 bulan, maka jika larutan sudah

lebih dari jangka waktu tersebut lebih baik dibuat baru.

2. Pada proses pembuatan larutan LaCl3 sebaiknya dilakukan di wadah

yang diisi air karena HCL pekat bersifat eksotermal.

3. Setelah penambahan air pada proses pengabuan jika sampel belum

berubah menjadi abu dengan sempurna (masih berwarna kehitaman),

sebaiknya jangan langsung dimasukkan kembali ke dalam tanur yang

memiliki suhu 550°C, lakukan pemanasan dengan suhu bertahap.

49
DAFTAR PUSTAKA

50
LAMPIRAN

51

Anda mungkin juga menyukai