Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PROSES KIMIA

MATERI
HIDRODINAMIKA REAKTOR

Disusun Oleh
Kelompok : 2/ Rabu

1. Annisa Metantya Annisa NIM. 21030118140147


2. Palimo Bani Yazid NIM. 21030118140168
3. Rizqi Sa’adatun Ni’mah NIM. 21030118120044
4. Vajar Arsyid NIM. 21030118120078

LABORATORIUM PROSES KIMIA


TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PROSES KIMIA

MATERI
HIDRODINAMIKA REAKTOR

Disusun Oleh
Kelompok : 2/ Rabu

1. Annisa Metantya Annisa NIM. 21030118140147


2. Palimo Bani Yazid NIM. 21030118140168
3. Rizqi Sa’adatun Ni’mah NIM. 21030118120044
4. Vajar Arsyid NIM. 21030118120078

LABORATORIUM PROSES KIMIA


TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
LEMBAR PENGESAHAN
LABORATORIUM PROSES KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO

Materi : Hidrodinamika Reaktor


Kelompok : 2 Rabu
Anggota : 1. Annisa Metantya Maharani (21030118140147)
2. Palimo Bani Yazid (21030118140168)
3. Rizqi Sa’adatun Ni’mah (21030118120044)
4. Vajar Arsyid (21030118120078)

Semarang, 6 Mei 2020


Mengetahui,
Dosen Pengampu Asisten Pembimbing

TTD

Dr. Luqman Buchori, S.T., M.T. Kania Adelia Meiranti


NIP 19710501 199702 1 001 NIM 21030116120013

ii
RINGKASAN

Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk


proses kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Pada
perancangan reaktor pengetahuan kinetika reaksi harus dipelajari secara
komprehensif dengan peristiwa-peristiwa perpindahan massa, panas dan
momentum untuk mengoptimalkan kinerja reaktor. Tujuan percobaan yaitu
menentukan pengaruh variabel terhadap hold-up gas, laju sirkulasi, dan koefisien
transfer massa gas-cair, serta menentukan pengaruh waktu tinggal Na2S2O3
terhadap KLa. Manfaat mahasiswa dapat mengetahui tujuan percobaan tersebut.
Hidrodinamika reaktor mempelajari perubahan dinamika cairan dalam reaktor
sebagai akibat laju alir yang masuk reaktor dan karakterisik cairannya.
Perpindahan massa antar fase gas-cair terjadi karena adanya beda konsentrasi
antara kedua fase. Kegunaan hidrodinamika reactor dalam industri yaitu pada
Bubble Column Reactor dan Air-Lift Reactor.
Pada praktikum ini digunakan bahan baku Na2S2O3.5H2O 0,1 N, KI 0,1 N,
Na2SO3 0,035N, larutan amilum, zat warna, dan aquades. Variabel tetap pada
praktikum ini adalah laju alir gas 4 l/menit , konsentrasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N 500
ml, konsentrasi Na2SO3 0,035 N, sedangkan Variabel berubah pada praktikum ini
adalah tinggi volume reaktor 90,5 cm, 91,5 cm, 92,5 cm. Metode pada praktikum
hidrodinamika reaktor dibagi menjadi 3 tahap, pertama menentukan hold-up
pada riser dan downcomer degan cara mengisi air pada reaktor dengan tinggi
yang telah ditentukan, kemudian campurkan dengan Na2SO3 0,035 N, tunggu 5
menit agar larutan homogen setelah itu catat ketinggian inverted manometer, lalu
nyalakan kompresor lalu catat lagi ketinggian inverted manometer, kemudian
ambil sampel larutan untuk mendapatkan densitas dan hitung hold up gas,
lakukan hal yang sama untuk variabel yang lain. Kedua menentukan konstanta
perpindahan massa gas-cair dengan cara mengambil larutan dalam reaktor
setiap 5 menit untuk dititrasi sampai 3 kali konstan, data yang didapat dihitung
untuk mendapatkan KLA. Ketiga menentukan kecepatan sirkulasi dengan cara
meneteskan pewarna pada reaktor bagian downcomer, catat waktu yang
dibutuhkan pewarna pada Panjang lintasan yang telah ditentukan, lalu hitung
laju sirkulasi.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa nilai hold up gas akan semakin kecil
seiring meningkatnya ketinggian cairan dispersi karena volume cairan yang
semakin banyak, namun terjadi penyimpangan dikarenakan luas antar muka
cairan gas atau ukuran gelembung mikro yang tidak stabil atau sama. Laju
sirkulasi akan semakin besar seiring bertambahnya ketinggian cairan dispersi
karena adanya daya dorong yang semakin besar. Koefisien transfer massa (KLa)
akan sekamin besar seiring meningkatnya ketinggian cairan dispersi karena
konsentrasi oksigen dalam medium menjadi semakin bertambah. Semakin lama
waktu tinggal Na2SO3 maka koefisien perpindahan massa gas-cair volumetrik
semakin kecil karena konsentrasi natrium sulfit dalam larutan semakin kecil
sehingga reaktan menjadi jenuh. Saran pada praktikum hidrodinamika reaktor
adalah harus teliti dalam melihat perubahan tinggi manometer, menentukan TAT
saat titrasi, dan sebelum digunakan, amilum harus dicek terlebih dahulu.

iii
PRAKATA
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan
hidayah- Nya sehingga dapat terselesaikan Laporan Praktikum Proses Kimia ini
dengan judul “Hidrodinamika Reaktor”.
Laporan Praktikum Proses Kimia ini merupakan salah satu mata kuliah
yang wajib diambil oleh semua mahasiswa. Dalam penyusunan Laporan
Praktikum Proses Kimia ini diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan
tahapan-tahapan praktikum dengan proposal yang telah dibuat dan disetujui.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Prof. Ir. Didi Dwi Anggoro, M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Laboratorium
Proses Kimia, Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
3. Dr. Luqman Buchori, S.T., M.T. selaku dosen pengampu materi
Hidrodinamika Reaktor
4. Muhammad Daffa Rizky Dwiputra selaku koordinator asisten
Laboratorium Proses Kimia Departemen Teknik Kimia
5. Kania Adelia Meiranti dan Muhammad Fahri P. selaku asisten pengampu
Laboratorium Proses Kimia Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
6. Teman-teman dan pihak-pihak yang telah banyak membantu atas
terselesaikannya laporan praktikum ini.
Kami menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan laporan
praktikum ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun masih perlu
diberikan kepada penyusun agar lebih baik dalam praktikum dan penyusunan
laporan. Diharapkan laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, 25 April 2020

Penyusun

iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
RINGKASAN ....................................................................................................... iii
PRAKATA ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Percobaan .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Percobaan ........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Reaktor Kolom Gelembung dan Air Lift ....................................................... 3
2.2 Hidrodinamika Reaktor ................................................................................. 4
2.3 Perpindahan Massa ........................................................................................ 7
2.4 Kegunaaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri .................................... 10
BAB III METODE PRAKTIKUM .................................................................... 11
3.1 Skema Rancangan Percobaan ...................................................................... 11
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ................................................................. 11
3.3 Gambar Rangkaian Alat .............................................................................. 12
3.4 Variabel Operasi .......................................................................................... 12
3.5 Prosedur Praktikum ..................................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 14
4.1 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor terhadap Hold Up Gas ................ 14
4.2 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor terhadap Laju Sirkulasi ............... 17
4.3 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor terhadap Koefisien Transfer Massa
GasCair .............................................................................................................. 19
4.4 Pengaruh Waktu Tinggal Na2SO3 terhadap Koefisien Transfer Massa Gas-
Cair A ................................................................................................................ 21
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 24
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 24
5.2 Saran ............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Reaktor Air-lift 3
Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan 10
Gambar 3.2 Rangkaian alat hidrodinamika reaktor 11
Gambar 4.1 Hubungan ketinggian cairan dispersi dengan hold up gas 13
Gambar 4.2 Hubungan ketinggian cairan dispersi dengan laju sirkulasi 15
Gambar 4.3 Hubungan ketinggian cairan dispersi terhadap Kla 17
Gambar 4.4 Hubungan waktu tinggal Na2SO3 terhadap Kla 19

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Laporan Sementara A-1
Lembar Perhitungan reagen B-1
Lembar Perhitungan C-1
Referensi D-1
Lembar asistensi E-1

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk
proses kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor
dapat diklasifikasikan atas dasar cara operasi, geometrinya, dan fase
reaksinya. Berdasarkan cara operasinya dikenal reaktor batch, semi batch, dan
kontinyu. Jika ditinjau dari geometrinya dibedakan menjadi reaktor tangki
berpengaduk, reaktor kolom, reaktor fluidisasi. Sedangkan bila ditinjau
berdasarkan fase reaksi yang terjadi didalamnya, reaktor diklasifikasikan
menjadi reaktor homogen dan reaktor heterogen.
Reaktor heterogen adalah reaktor yang digunakan untuk mereaksikan
komponen yang terdiri dari minimal 2 fase, seperti fase gas-cair. Reaktor
yang digunakan untuk kontak fase gas-cair, diantaranya dikenal reaktor
kolom gelembung (bubble column reaktor) dan reaktor air-lift. Reaktor jenis
ini banyak digunakan pada proses industri kimia dengan reaksi yang sangat
lambat, proses produksi yang menggunakan mikroba (bioreaktor) dan juga
pada unit pengolahan limbah secara biologis menggunakan lumpur aktif.
Pada perancangan reaktor pengetahuan kinetika reaksi harus dipelajari
secara komprehensif dengan peristiwa-peristiwa perpindahan massa, panas
dan momentum untuk mengoptimalkan kinerja reaktor. Fenomena
hidrodinamika yang meliputi hold up gas dan cairan, laju sirkulasi merupakan
faktor yang penting yang berkaitan dengan laju perpindahan massa. Pada
percobaan ini akan mempelajari hidrodinamika pada reaktor airlift, terutama
berkaitan dengan pengaruh laju alir udara, viskositas, dan densitas terhadap
hold up, laju sirkulasi dan koefisien perpindahan massa gas-cair pada sistem
sequantial batch.

1.2 Rumusan Masalah

Reaktor merupakan alat utama pada Industri yang digunakan untuk


proses kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Aplikasi
hidrodinamika reaktor biasa digunakan pada dasar-dasar perancangan reaktor

1
air-lift. Pada reaktor air-lift perpindahan massa oksigen terjadi jika adanya
kontak antara fase gas-cair. Kecepatan perpindahan massa sangat dipengaruhi
oleh koefisien perpindahan massa antara fase gas-cair. Koefisien ini
dipengaruhi secara langsung oleh laju alir gas di dalam reaktor, laju alir
cairan, kosentrasi, viskositas, densitas, suhu di dalam cairan.
Oleh karena itu, pada percobaan ini akan mempelajari hidrodinamika
pada reaktor air-lift, terutama berkaitan dengan pengaruh tinggi cairan
terhadap hold-up gas pada area riser maupun downcomer, laju sirkulasi dan
koefisien perpindahan massa gas-cair pada sistem serta pengaruh waktu
tinggal Na2SO3 terhadap KLa.

1.3 Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas (ε).
2. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap laju sirkulasi (VL).
3. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap koefisien transfer massa gas-
cair (KLa).
4. Menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa

1.4 Manfaat Percobaan


1. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap hold up
gas (ε).
2. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap laju
sirkulasi (VL).
3. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap koefisien
transfer massa gas-cair (KLa).
4. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap
KLa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaktor Kolom Gelembung dan Air Lift


Reaktor adalah suatu alat tempat terjadinya suatu reaksi kimia untuk
mengubah suatu bahan menjadi bahan lain yang mempunyai nilai ekonomis
lebih tinggi. Reaktor Air-lift adalah reaktor yang berbentuk kolom dengan
sirkulasi aliran. Kolom berisi cairan atau slurry yang terbagi menjadi 2 bagian
yaitu raiser dan downcomer. Raiser adalah bagian kolom yang selalu
disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke atas. Sedangkan downcomer
adalah daerah yang tidak disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke bawah.
Pada zona downcomer atau riser memungkinkan terdapat plate penyaringan
pada dinding, terdapat satu atau dua buah baffle. Jadi banyak sekali
kemungkinan bentuk reaktor dengan keuntungan penggunaan dan tujuan yang
berbeda-beda (Widayat, 2004).
Secara umum reaktor air-lift dikelompokkan menjadi 2, yaitu reaktor
airlift dengan internal loop dan eksternal loop (Christi, 1989; William, 2002).
Reaktor air-lift dengan internal loop merupakan kolom bergelembung yang
dibagi menjadi 2 bagian, riser dan downcomer dengan internal baffle dimana
bagian atas dan bawah raiser dan downcomer terhubung. Reaktor air-lift
dengan eksternal loop merupakan kolom bergelembung dimana riser dan
downcomer merupakan 2 tabung yang terpisah dan dihubungkan secara
horizontal antara bagian atas dan bawah reaktor. Selain itu reaktor air-lift juga
dikelompokkan berdasarkan sparger yang dipakai, yaitu statis dan dinamis.
Pada reaktor air lift dengan sparger dinamis, sparger ditempatkan pada riser
dan atau downcomer yang dapat diubahubah letaknya ( Christi, 1989., dan
William, 2002).
Secara teoritis reaktor air-lift digunakan untuk beberapa proses kontak
gas cairan atau slurry. Reaktor ini sering digunakan untuk beberapa
fermentasi aerob, pengolahan limbah, dan operasi-operasi sejenis.

3
Gambar 2.1 Tipe Reaktor Air-Lift
Keuntungan penggunaan reaktor air-lift dibanding reaktor konvensional
lainnya, diantaranya :
1. Perancangannya sederhana, tanpa ada bagian yang bergerak
2. Aliran dan pengadukan mudah dikendalikan
3. Waktu tinggal dalam reaktor seragam
4. Kontak area lebih luas dengan input yang rendah
5. Meningkatkan perpindahan massa
6. Memungkinkan tangki yang besar sehingga meningkatkan produk
Kelemahan Reaktor Air Lift antara lain:
1. Biaya investasi awal mahal terutama skala besar
2. Membutuhkan tekanan tinggi untuk skala proses yang besar
3. Efisiensi kompresi gas rendah
4. Pemisahan gas dan cairan tidak efisien karena timbul busa (foamin)
Dalam aplikasi reaktor air-lift terdapat 2 hal yang mendasari mekanisme
kerja dari reaktor tersebut, yaitu hidrodinamika dan transfer gas-cair.

2.2 Hidrodinamika Reaktor


Di dalam perancangan bioreaktor, faktor yang sangat berpengaruh adalah
hidrodinamika reaktor, transfer massa gas-cair, rheologi proses dan morfologi
produktifitas organisme. Hidrodinamika reaktor mempelajari perubahan
dinamika cairan dalam reaktor sebagai akibat laju alir yang masuk reaktor
dan karakterisik cairannya. Hidrodinamika reaktor meliputi hold up gas
(fraksi gas saat penghamburan) dan laju sirkulasi cairan. Kecepatan sirkulasi
cairan dikontrol oleh hold up gas, sedangkan hold up gas dipengaruhi oleh
kecepatan kenaikan gelembung. Sirkulasi juga mempengaruhi turbulensi,
koefisien perpindahan massa dan panas serta tenaga yang dihasilkan.

4
Hold up gas atau fraksi kekosongan gas adalah fraksi volume fase gas
pada disperse gas-cair atau slurry. Hold up gas keseluruhan (ε).

= ….. (1)

dimana : = hold up gas


= volume gas (cc/s)
= volume cairan (cc/s)
Hold up gas digunakan untuk menentukan waktu tinggal gas dalam
cairan. Hold up gas dan ukuran gelembung mempengaruhi luas permukaan
gas cair yang diperlukan untuk perpindahan massa. Hold up gas tergantung
pada kecepatan kenaikan gelembung, luas gelembung dan pola aliran.
Inverted manometer adalah manometer yang digunakan untuk mengetahui
beda tinggi cairan akibat aliran gas, yang selanjutnya dipakai pada
perhitungan hold up gas (ε) pada riser dan downcomer. Besarnya hold up gas
pada riser dan downcomer dapat dihitung dengan persamaan :

= x …. (2)

= x …. (3)

= x …. (4)

dimana : = hold up gas


= hold up gas riser
= hold up gas downcomer
= densitas cairan (gr/cc)
= densitas gas (gr/cc)
= perbedaan tinggi manometer riser (cm)
= perbedaan tinggi manometer downcomer (cm)
= perbedaan antara taps tekanan
Hold up gas total dalam reaktor dapat dihitung dari keadaan tinggi
dispersi pada saat aliran gas masuk reaktor sudah mencapai keadaan tunak
(steady state). Persamaan untuk menghitung hol up gas total adalah sebagai
berikut :

5
= ....…... (5)

dimana : = hold up gas


= tinggi campuran gas setelah kondisi tunak (cm)
= tinggi cairan mula mula dalam reactor
Hubungan antara hold up gas riser (ε r) dan donwcomer (ε d) dapat
dinyatakan dengan persamaan 6 :

= ... (6)

dimana : Ar = luas bidang zona riser (cm2)


Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
Sirkulasi cairan dalam reaktor air lift disebabkan oleh perbedaan hold up
gas riser dan downcomer. Sirkulasi fluida ini dapat dilihat dari perubahan
fluida, yaitu naiknya aliran fluida pada riser dan menurunnya aliran pada
downcomer. Besarnya laju sirkulasi cairan pada downcomer (ULd)
ditunjukkan oleh persamaan 7 dan laju sirkulasi cairan pada riser ditunjukan
oleh persamaan 8 :

= ……............... (7)

dimana : ULd = laju sirkulasi cairan pada downcomer (cm/s)


Lc = panjang lintasan dalam reactor (cm)
tc = waktu (s)
Dikarenakan tinggi dan volumetric aliran liquid pada raiser dan
downcomer sama, maka hubungan antara laju aliran cairan pada riser dan
downcomer yaitu:
Ulr.Ar = Uld.Ad ............. (8)
dimana : Ulr = laju sirkulasi cairan riser (cm/s)
Uld = laju sirkulasi cairan downcomer (cm/s)
Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
Waktu tinggal tld dan tlr dari sirkulasi liquid pada downcomer dan riser
tergantung pada hold up gas seperti ditunjukan pada persamaan berikut :

= ................ (9)

6
dimana : tlr = waktu tinggal sirkulasi liquid pada riser (s)
tld = waktu tinggal sirkulasi liquid pada downcomer (s)
Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
= hold up gas riser
= hold up gas downcomer

2.3 Perpindahan Massa


Perpindahan massa antar fase gas-cair terjadi karena adanya beda
konsentrasi antara kedua fase. Perpindahan massa yang terjadi yaitu oksigen
dari fase gas ke fase cair. Kecepatan perpindahan massa ini dapat ditentukan
dengan koefisien perpindahan massa.
Koefisien perpindahan masssa volumetric (KLa) adalah kecepatan
spesifik dari perpindahan massa (gas teradsobsi per unit waktu, per unit luas
kontak, per beda konsentrasi). KLa tergantung pada sifat fisik dari sistem dan
dinamika fluida. Terdapat 2 istilah tentang koefisien transfer massa
volumetric, yaitu:
1. Koefisien transfer massa KLa, dimana tergantung pada sifat fisik dari
cairan dan dinamika fluida yang dekat dengan permukaan cairan
2. Luas dari gelembung per unit volum dari reactor
3. Ketergantungan KLa pada energi masuk adalah kecil, dimana luas kontak
adalah fungsi dari sifat fisik design geometri dan hidrodinamika.
Luas kontak adalah parameter gelembung yang tidak bisa ditetapkan. Di
sisi lain koefisien transfer massa pada kenyataannya merupakan faktor yang
proposional antara fluks massa dan substrat (atau bahan kimia yang
ditransfer), Ns, dan gradient yang mempengaruhi fenomena beda konsentrasi.
Hal ini dapat dirumuskan dengan persamaan 11 :
N = KLa (C1-C2) ……… (11)
dimana : N = fluks massa
KLa = koefisien transfer massa gas-cair (l/detik)
C1 = Konsentrasi O2 masuk (gr/L)
C2 = Konsentrasi O2 keluar (gr/L)

7
Untuk perpindahan massa oksigen ke dalam cairan dapat dirumuskan
sebagai kinetika proses, seperti di dalam persamaan 10 :

= KLa (C1 - C) ……... (12)

dimana : C = konsentrasi udara (gr/L)


Koefisien perpindahan gas-cair merupakan fungsi dari laju alir udara atau
kecepatan superfitial gas, viskositas, dan luas area riser dan
downcomer/geometric alat.
Pengukuran konstanta perpindahan massa gas-cair dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
1. Metode OTR-Cd
Dasar dari metode ini adalah persamaan perpindahan massa
(persamaan 12) semua variabel kecuali K0A dapat terukur. Ini berarti
bahwa dapat digunakan dalam sistem kebutuhan oksigen, konsentrasi
oksigen dari fase gas yang masuk dan meninggalkan bioreaktor dapat
dianalisa.
2. Metode Dinamik
Metode ini berdasarkan pengukuran C0i dari cairan, deoksigenasi
sebagai fungsi waktu, setelah aliran udara masuk. Deoksigenasi dapat
diperoleh dengan mengalirkan oksigen melalui cairan atau menghentikan
aliran udara, dalam hal ini kebutuhan oksigen dalam fermentasi.
3. Metode Serapan Kimia
Metode ini berdasarkan reaksi kimia dari absorbsi gas (O2, CO2)
dengan penambahan bahan kimia pada fase cair (Na2SO3, KOH). Reaksi
ini sering digunakan pada reaksi bagian dimana konsentrasi bulk cairan
dalam komponen gas = 0 dan absorpsi dapat mempertinggi perpindahan
kimia.
4. Metode Kimia OTR-C0i
Metode ini pada dasarnya sama dengan metode OTR-Cd. Namun,
seperti diketahui beberapa sulfit secara terus-menerus ditambahkan pada
cairan selama kondisi reaksi tetap dijaga pada daerah dimana nilai C 0i
dapat diketahui. C0i dapat diukur dari penambahan sulfit. Juga reaksi
konsumsi oksigen yang lain dapat digunakan.

8
5. Metode Sulfit
Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi natrium sulfit. Mekanisme
reaksi yang terjadi :
Reaksi dalam reaktor :
Na2SO3 + 0.5 O2 → Na2SO4 + Na2SO3 (sisa)
Reaksi saat analisa :
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3 → Na2SO4 + 2KIO2 + I2 (sisa)
I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI
Mol Na2SO3 mula-mula (a)

Mol I2 excess (b)

Mol Na2SO3 sisa (c)

= - ( )

Mol O2 yang bereaksi (d)

= ( )

O2 yang masuk reaktor (e)

Koefisien transfer massa gas-cair (KLa)

Nilai 0,008 didapat dari:


Volumtric O2 transfer coefficient :

KLa

Dimana :
nO2 = fluks perpindahan massa O2
∆C = concentration driving force kedua fase
0,5O2 + SO32- SO42-
Massa Na2SO3 yang dibutuhkan untuk 1 gram O2 :

9
Jadi, nilai KLa adalah : KLa =

Rumus KLa :
KLa

2.4 Kegunaaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri


Berikut ini beberapa proses yang dasar dalam perancangan dan
operasinya menggunakan prinsip hidrodinamika reaktor :
1. Bubble Column Reactor
Contoh aplikasi bubble column reactor antara lain :
a. Absorbsi polutan dengan zat tertentu (missal CO2 dengan KOH)
b. Untuk bioreactor
2. Air-lift Reaktor
Contoh aplikasi air-lift reactor antara lain :
a. Proses produksi laktase (enzim lignin analitik yang dapat
mendegradasi lignin) dengan mikroba
b. Proses produksi glucan (polisakarida yang tersusun dari monomer
glukosa dengan ikatan 1,3 yang digunakan sebagai bahan baku
obat kanker dan tumor) menggunakan mikroba
c. Water treatment pada pengolahan air minum
d. Pengolahan limbah biologis

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Skema Rancangan Percobaan

Menghitung
Menghitung reagen dan Mengukur
konsentrasi
ukuran reaktor densitas
Na2SO3 dengan
titrasi

Analisis data Mengukur


praktikum kecepatan
sirkulasi

Gambar 3.1. Skema Rancangan Percobaan

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan yang Digunakan
 Na2S2O3.5H2O 0,1 N (500 ml)
 KI 0,1 N
 Na2SO3 0,035 N
 Larutan amilum
 Zat Warna
 Aquadest
3.2.2 Alat yang Digunakan
 Buret, statif, klem
 Gelas arloji
 Beaker glass
 Rotameter
 Erlenmeyer
 Inverted manometer
 Gelas ukur
 Sparger
 Pipet tetes
 Tangki cairan

11
 Kompresor
 Reaktor
 Sendok reagen
 Picnometer

3.3 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.2 Rangkaian alat hidrodinamika reaktor


Keterangan :
A. Kompresor E. Tangki Cairan daerah downcomer
B. Sparger F. Reaktor
C. Rotameter daerah riser G. Inverted manometer
D. Pompa H. Inverted manometer
3.4 Variabel Operasi
a. Variabel tetap
Laju alir gas
Konsentrasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N 500 ml
Konsentrasi Na2SO3 0,035 N

b. Variabel berubah
tinggi volume reaktor 90,5 cm, 91,5 cm, 92,5cm.

3.5 Prosedur Praktikum


1. Menentukan hold-up pada riser dan downcomer
a. Mengisi reaktor dengan air dan menghidupkan pompa, setelah reaktor
terisi air (90,5 cm, 91,5 cm, 92,5cm) maka pompa dimatikan.

12
b. Menambahkan Na2SO3 0,035 N ke dalam reaktor, ditunggu 5 menit
agar larutan Na2SO3 larut dalam air.
c. Melihat ketinggian inverted manometer.
d. Hidupkan kompressor kemudian melihat ketinggian inverted
manometer setelah kompresor dihidupkan.
e. Ambil sampel untuk titrasi dan menghitung densitasnya.
f. Menghitung besarnya hold up gas.
g. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk variabel tinggi volume
reaktor 90,5 cm, 91,5 cm, 92,5cm.
2. Menentukan konstanta perpindahan massa gas-cair
a. Mengambil sampel sebanyak 10 ml.
b. Menambahkan KI sebanyak 5 ml ke dalam sampel.
c. Menitrasi dengan Na2SO3.5H2O 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari coklat tua menjadi kuning jernih.
d. Menambahkan 3 tetes amilum.
e. Menitrasi sampel kembali dengan larutan Na2SO3.5H2O 0,1N.
f. TAT didapat setelah warna putih keruh.
g. Mencatat kebutuhan titran.
h. Ulangi sampai volume titran tiap 5 menit konstan.
3. Menentukan kecepatan sirkulasi
a. Merangkai alat yang digunakan.
b. Mengisi reaktor dengan air dan Na2SO3 0,035 N.
c. Menghidupkan kompresor.
d. Memasukkan zat warna pada reaktor downcomer.
e. Mengukur waktu yang dibutuhkan oleh cairan dengan indikator zat
warna tertentu untuk mencapai lintasan yang telah digunakan.
f. Menghitung besarnya kecepatan sirkulasi.
g. Melakukan percobaan dengan tinggi volume reaktor 90,5 cm, 91,5
cm, 92,5cm.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor terhadap Hold Up Gas


Menurut hasil percobaan hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,
didapatkan grafik hubungan antara tinggi cairan dan hold up gas. Dan
variabel tinggi cairan yang digunakan diantaranya 90,5 cm , 91,5 cm dan
92,5 cm.
0,012

0,01

0,008
hold up gas

hold up gas total


0,006
hold up gas riser
0,004
hold up gas
0,002 downcomer

0
89,5 90,5 91,5 92,5 93,5
ketinggian cairan (cm)

Gambar 4.1 Hubungan ketinggian cairan dispersi dengan hold up gas


Grafik di atas merupakan hasil percobaan pengukuran hold up gas pada
variabel 1, 2, dan 3. Ketinggian cairan dispersi pada variabel 1 yaitu 90,5 cm ,
variabel 2 yaitu 91,5 cm, dan variabel 3 yaitu 92,5 cm. Berdasarkan grafik di
atas dapat dilihat bahwa nilai hold up gas semakin besar seiring dengan
bertambahnya ketinggian cairan dispersi, baik pada nilai , , maupun .
Nilai hold up gas dipengaruhi oleh densitas larutan , densitas gas , tinggi
inverted manometer pada riser dan downcomer, serta jarak antara sparger
dengan tinggi cairan dalam reaktor. pembuktian tersebut dapat dilihat dari
rumus yang digunakan untuk menghitung nilai hold-up gas sebagai berikut :

14
Dalam praktikum ini nilai hold-up gas dipengaruhi oleh perubahan
ketinggian inverted manometer (∆hr dan ∆hd) yang bekerja berdasarkan
perbedaan tinggi cairan pada reaktor. Untuk densitas larutan, densitas gas,
dan jarak antara sparger dengan tinggi cairan dalam reaktor adalah tetap.
Perbedaan tinggi tersebut dihasilkan karena masuknya gas ke dalam cairan.
Dari percobaan, diperoleh data ∆hr dan ∆hd untuk variabel tinggi cairan
dalam reaktor 90,5 cm (0,5 cm dan 0,7 cm), variabel dengan tinggi cairan
dalam reaktor 91,5 cm (0,6 cm dan 0,8 cm) dan untuk variabel dengan tinggi
92,5 cm (0,7 cm dan 0,9 cm). Pada variabel dengan tinggi cairan dalam
reactor 90,5 cm nilai hold up gas riser (εr), hold up gas downcomer (εd), dan
hold up gas total (εtotal) berturut – turut adalah 0,006217 ; 0,008707 dan
0,007213. Selanjutnya untuk variabel dengan tinggi cairan dalam reactor 91,5
cm nilai hold up gas riser (εr), hold up gas downcomer (εd), dan hold up gas
total (εtotal) berturut – turut adalah 0,007377 ; 0,009828 dan 0,008357. Dan
untuk variabel dengan tinggi cairan dalam reaktor 92,5 cm nilai hold up gas
riser (εr), hold up gas downcomer (εd), dan hold up gas total (εtotal) berturut –
turut adalah 0,008496 ; 0,011 dan 0,009498. Sehingga dari grafik dapat
dilihat adanya kenaikan nilai εr , εd ,dan εtotal seiring bertambahnya tinggi
cairan dalam reaktor.
Besaran hold-up gas memiliki hubungan dengan beberapa hal seperti
viskositas, laju alir udara, dan waktu tinggal. Hubungan antara waktu tinggal
dan hold-up gas dinyatakan dalam persamaan:

dimana :
tlr = waktu tinggal sirkulasi liquid pada riser (s)
tld = waktu tinggal sirkulasi liquid pada downcomer (s)
Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
εr = hold up gas riser
εd = hold up gas downcomer

15
Menurut Yazid (2012), waktu tinggal meningkat seiring bertambahnya
volume dari material. Sehingga adanya penambahan tinggi reaktor
menyebabkan bertambahnya volume cairan, yang menyebabkan waktu
tinggal menjadi lebih lama. Pada persamaan dapat dilihat bahwa semakin
besar waktu tinggal yang dibutuhkan maka hold up gas yang dihasilkan
semakin sedikit. Sehingga dapat disimpulkan dengan bertambahnya tinggi
cairan maka semakin kecil nilai hold-up gas yang dihasilkan.
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa εd > εtotal > ε total. Penjelasan
mengenai εd lebih besar dibandingkan dengan εtotal dan εr karena perbedaan
tekanan yang menyebabkan adanya turbulensi yang mempengaruhi arus alir
pada downcomer dan mengakibatkan banyak udara yang terjebak di zona
downcomer. Hal ini menyebabkan fraksi udara bertambah besar sehingga
tinggi cairan pada inverted manometer downcomer menjadi lebih tinggi
sehingga hold up gasnya pun tinggi. Untuk hold up gas total itu lebih besar
daripada εr dan lebih kecil daripada εd dikarenakan Δh total lebih besar
daripada Δhr dan lebih kecil dibanding Δhd. Sebagai contoh, pada tinggi
cairan 90,5 cm, nilai Δh total = 0,6 cm, sedangkan Δhr dan Δhd masing –
masing bernilai 0,5 cm dan 0,7 cm. Dengan Δh total yang lebih tinggi
daripada Δhr maka fraksi udara bertambah besar sehingga εtotal pun akan lebih
besar. Sebaliknya, Δhd lebih besar daripada Δh total maka fraksi udara akan
bertambah besar pada downcomer sehingga εd akan lebih besar. Hal tersebut
sesuai dengan persamaan :

(Hendri, 2010)
Berdasarkan hasil percobaan, dapat dilihat bahwa nilai hold up gas
mengalami kenaikan seiring bertambahnya ketinggian cairan dispersi. Hal
tersebut tidak sesuai dengan teori dimana nilai hold up akan turun seiring
bertambahnya tinggi cairan (volume cairan). Kenaikan nilai hold-up gas ini

16
disebabkan oleh luas antar muka cairan gas atau ukuran gelembung mikro
yang tidak stabil atau sama. Dampak dari terbentuknya gelembung dengan
ukuran sangat kecil akan meningkatkan nilai hold up gas, serta meningkatkan
potensi perpindahan gas cair. Menurut Setiadi (2008), jika luas kontak antar
cairan gas luas/ukuran gelembung semakin kecil maka kecepatan perpindahan
massa antarfase gas cair akan naik, sehingga hold up gas akan naik. Pada
percobaan, sparger akan memecah udara dari kompresor menjadi gelembung–
gelembung kecil, tetapi ukuran dan luas gelembung yang dikeluarkan tidaklah
selalu sama. Hal ini diduga sebagai penyebab naiknya nilai hold up gas pada
konsentrasi 0,0375 N (Purwasasmita, 2017).

4.2 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor terhadap Laju Sirkulasi


Menurut hasil percobaan hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,
didapatkan grafik hubungan antara tinggi cairan dan laju sirkulasi. Dan
variabel tinggi cairan yang digunakan diantaranya 89,2 cm , 91,2 cm dan
93,2 cm.
12

10
laju sirkulasi (cm/s)

6
uLd
4 uLr

0
90 90,5 91 91,5 92 92,5 93
ketinggian cairan (cm)

Gambar 4.2 Hubungan ketinggian cairan dispersi dengan laju sirkulasi


Dari gambar 4.2 dapat diketahui bahwa semakin besar tinggi cairan dalam
volume reactor maka nilai Ulr dan Uld akan semakin besar pula. Percobaan
ini dilakukan dengan menggunakan zat warna yang diteteskan pada area
downcomer dengan panjang lintasan yang sama pada pada setiap variabel.
Secara teori, semakin tinggi cairan dalam reaktor mengakibatkan daya dorong

17
(dari tekanan hidrostatis) semakin besar sehingga waktu yang diperlukan
untuk menempuh lintasan yang ditentukan menjadi semakin sedikit/kecil dan
laju sirkulasi cairan menjadi semakin besar.
Hal ini sesuai dengan persamaan beikut:

Dimana :
Uld = laju sirkulasi cairan downcomer (cm/s)
Lc = panjang lintasan dalam reaktor (cm)
tc = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai seluruh lintasan (s)
Berdasarkan persamaan di atas, nilai Uld berbanding terbalik dengan tc.
Dari persamaan tersebut didapatkan hasil pada praktikum, untuk variabel
dengan tinggi cairan 90,5 cm didapatkan Uld 10 cm/s dan Ulr 6,67 cm/s. Pada
variabel dengan tinggi cairan 91,5cm didapatkan Uld 8,57 cm/s dan Ulr 5,71
cm/s. Pada variabel dengan tinggi cairan 92,5 cm didapatkan Uld 7,5 cm/s
dan Ulr 5 cm/s. Dari hasil tersebut, maka semakin tinggi cairan dalam reaktor
maka laju sirkulasi riser dan downcomer pada masing-masing variabel
semakin tinggi. Nilai Uld sendiri berbanding lurus dengan nilai Ulr. Dapat
dilihat dari persamaan sebagai berikut :
Ulr . Ar = Uld . Ad
Dimana :
Ulr = laju sirkulasi cairan riser (cm/s)
Uld = laju sirkulasi cairan downcomer (cm/s)
Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
Dapat dilihat bahwa nilai Uld lebih besar daripada Ulr. Hal ini
dikarenakan, laju sirkulasi berbanding terbalik dengan luas penampangnya.
Dalam praktikum ini digunakan reaktor air-lift dimana luas penampang riser
lebih besar, yaitu 126 cm2 daripada luas penampang downcomer, yaitu 84
cm2. Dengan luas penampang riser yang lebih besar, maka nilai laju sirkulasi
area riser (Ulr) menjadi kecil karena nilai laju sirkulasi berbanding terbalik
dengan luas penampang dan nilai Uld pun lebih besar daripada nilai Ulr
(Haryani dan Widayat, 2011). Dikarenakan luas bidang atas pada zona riser

18
lebih besar dari pada zona downcomer,maka laju sirkulasi zona riser lebih
kecil dibanding pada downcomer (Bagus dkk,2015).
Sehingga dapat disimpulkan bahawa percobaan sudah sesuai dengan teori
bahwa semakin tinggi cairan dalam reaktor maka laju sirkulasi riser dan
downcomer pada masing-masing variabel semakin tinggi.

4.3 Pengaruh Tinggi Cairan dalam Reaktor terhadap Koefisien Transfer


Massa GasCair

Menurut hasil percobaan hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,


didapatkan grafik hubungan antara tinggi cairan dan nilai KLa. Dan variabel
tinggi cairan yang digunakan diantaranya 90,5 cm , 91,5 cm dan 92,5 cm.
960
940
KLa rata-rata (gr/s)

920
900
880
860
840
820
90 90,5 91 91,5 92 92,5 93
ketinggian cairan (cm)

Gambar 4.3 Hubungan ketinggian cairan dengan KLa


Grafik di atas merupakan grafik pengaruh ketinggian cairan dispersi
terhadap nilai Kla pada variabel 1, 2, dan 3. Berdasarkan grafik tersebut,
dapat dilihat bahwa semakin tinggi cairan dispersi maka nilai Kla semakin
besar. Besar nilai koefisien transfer massa rata-rata pada variabel 1 (h=90,5
cm) yaitu 842,917 gr/s , variabel 2 (h=91,5 cm) yaitu 860,354 gr/s, dan
variabel 3 (h=92,5 cm) yaitu 943,075 gr/s.
Nilai Kla didapatkan dari beberapa persamaan reaksi berikut :
Na2SO3 + 0.5 O2Na2SO4 + Na2SO3 (sisa)
Natrium sulfat dimasukkan ke dalam reaktor dengan mol mula-mula natrium
sulfit dengan perhitungan sebagai berikut
Mol Mol Na2SO3 mula-mula (a)

19
Reaksi pencampuran antara natrium sulfit dan oksigen pada reaktor akan
menghasilkan natrium sulfat, tidak semua natrium sulfit bereaksi sehingga
masih ada natrium sulfit yang sisa. Natrium sulfit sisa dianalisa dengan titrasi
iodometri untuk mengetahui konsentrasi natrium sulfit sisa, reaksinya sebagai
berikut :
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3Na2SO4 + 2KIO2 + I2 (sisa)
I2 (sisa) + 2 Na2S2O3Na2S4O6 + 2NaI
Natrium sulfit sisa dibentuk menjadi Natrium sulfat dan iodide dengan cara
direaksikan dengan Kalium Iodida yang berlebih. Untuk mengetahui kadar
natrium sulfit sisa, harus menganalisa kadar iodide terlebih dahulu dengan
cara dititrasi dengan natrium tiosulfit, titik akhir titrasi ditandai dengan
berubahnya warna kuning kecoklatan menjadi kuning terang.
Mol I2 excess (b)

Sehingga didapatkan mol narium sulfit sisa dari persamaan berikut ini
Mol Na2SO3 sisa (c) ( )

Kembali dari persamaan reaksi yang pertama yaitu


Na2SO3 + 0.5 O2Na2SO4 + Na2SO3 (sisa)
Sehingga dari persamaan diatas didapatkan Mol O2 yang bereaksi dari selisih
mol natrium sulfit mula-mula dengan mol natrium sulfit sisa di koefisien dari
O2
Mol O2 yang bereaksi (d) ( )

Sehingga didapat O2 yang masuk reactor dari persamaan berikut

O2 yang masuk reaktor (e)

Koefisien transfer massa gas-cair (KLa)

Nilai 0,008 didapat dari:


Volumtric O2 transfer coefficient :

KLa

Dimana :
nO2 = fluks perpindahan massa O2

20
∆C = concentration driving force kedua fase
0,5O2 + SO32- SO42-
Massa Na2SO3 yang dibutuhkan untuk 1 gram O2 :

Jadi, nilai KLa adalah : KLa =

Dalam hal ini kla yang diambil adalah kla rata-rata


Pada airlift reactor, koefisien transfer massa dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya laju sirkulasi cairan, laju alir gas, dan perbandingan
luas area riser dan downcomer. Diketahui bahwa meningkatnya laju sirkulasi
cairan menyebabkan meningkatnya nilai Kla, dan laju sirkulasi semakin
meningkat seiring bertambahnya tinggi cairan dispersi. Meningkatnya laju
sirkulasi cairan menyebabkan meningkatnya luas area kontak efektif diantara
fase gas dan cairan pada sistem dispersi sehingga transer massa semakin
besar (Widayat dkk., 2011).
Peningkatan tinggi cairan reaktor akan menyebabkan peningkatan
turbulensi pada sistem aerasi, turbulensi meningkatkan laju transfer massa
karena terjadi percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang
berakibat pada defisit gas (driving force) tetap terjaga konstan, sehingga akan
meningkatkan nilai koefisien transfer massa (Abuzar dkk., 2012).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan sudah sesuai dengan
teori dimana semakin besar ketinggian cairan dispersi maka koefisien transfer
masa semakin besar.

4.4 Pengaruh Waktu Tinggal Na2SO3 terhadap Koefisien Transfer Massa


Gas-Cair A

Menurut hasil percobaan hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,


didapatkan grafik hubungan antara tinggi cairan dan hold up gas. Dan
variabel tinggi cairan yang digunakan diantaranya 90,5 cm , 91,5 cm dan
92,5 cm.

21
2500

2000

Kla (gr/s) 1500


tinggi cairan 91,5 cm
1000 tinggi cairan 90,5 cm
tinggi cairan 92,5 cm
500

0
0 5 10 15 20 25 30
waktu (menit)

Gambar 4.4 Hubungan waktu tinggal tinggal Na2SO3 dengan KLa


Grafik di atas menunjukkan hubungan antara waktu terhadap koefisien
perpindahan massa gas-cair. Dari grafik di atas, diperoleh bahwa semakin
lama waktu operasi maka koefisien pepindahan massa gas semakin kecil.
Pada t= 5 sekon, semua variabel mengalami kenaikan koefisien perpindahan
massa gas-cair yang kemudian diikuti penurunan koefisien perpindahan
massa gas-cair hingga t=20 sekon.
Reaksi yang terjadi adalah :
Na2SO3 + 0.5 O2Na2SO4 + Na2SO3 (sisa)
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3Na2SO4 + 2KIO2 + I2 (sisa)
I2 (sisa) + 2 Na2S2O3Na2S4O6 + 2NaI
Tahap-tahap perhitungan dalam menentukan pengaruh waktu tinggal
Na2SO3 terhadap KLa yaitu dengan cara menentukan nilai KLa terhadap
penambahan waktu tertentu sampai volume titrasi konstan selama 3 kali
berturut-turut. Selisih waktu pengambilan Na2SO3 adalah 5 menit.
Koefisien transfer massa gas-cair (KLa)

Sehingga dari persamaan diatas di dapatkan nilai KLa Pada waktu menit
ke-5 dengan tinggi cairan dalam reaktor 90,5 cm, 91,5 cm dan 92,5 cm
berturut-turut nilai KLa adalah 2215 gr/s, 2239 gr/s, dan 2263,375 gr/s. Pada
menit ke-10 berturut-turut nilai KLa adalah 1107,5 gr/s, 1119,5 gr/s dan

22
1131,625 gr/s. Pada menit ke-15 berturut-turut nilai KLa adalah 738,75 gr/s,
746,375 gr/s dan 754,5 gr/s. Pada menit ke-20 berturut-turut nilai KLa adalah
553,75 gr/s, 559,75 gr/s dan 565,875 gr/s Pada menit ke-25 variabel dengan
tinggi cairan dalam reaktor 90,5 cm dan 91,5 cm nilai KLa nya adalah 442,5
gr/s dan 447,5 gr/s.
Penurunan koefisien perpindahan massa gas-cair seiring dengan
penambahan waktu ini disebabkan karena dengan konsentrasi natrium sulfit
yang tetap, semakin lama waktu operasi menyebabkan konsentrasi natrium
sulfit dalam larutan semakin kecil. Dengan penurunan konsentrasi natrium
sulfit ini menyebabkan pula penurunan kebutuhan oksigen dalam reaksi
sehingga keberadaan oksigen di fase cairan semakin kecil. Salah satu faktor
yang memepengaruhi koefisien perpindahan massa adalah perbedaan
konsentrasi . Oleh karena itu, perbedaan konsentrasi yang semakin kecil
menyebabkan harga koefisien perpindahan massa volumetrik menjadi lebih
kecil (Haryani dan Widayat, 2011).
Pada percobaan, dengan waktu yang sama harga KLa pada variabel yang
berbeda cenderung sama. Hal ini disebabkan karena pengaruh peningkatan
laju alir udara menyebabkan peningkatan laju reaksi antara natrium sulfit
dengan oksigen didalam udara tidak signifikan. Hal ini mengakibatkan
perbedaan konsentrasi pada waktu yang sama untuk laju alir yang berbeda
sangat kecil. Oleh karena itu, pengaruh peningkatan laju alir udara terhadap
koefisien perpindahan massa pada waktu yang sama tidak terlalu signifikan
untuk interval yang kecil.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan sudah sesuai dengan teori
bahwa pada waktu awal KLa mengalami kenaikan dan akan menurun seiring
pertambahan waktu.

23
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Nilai hold up gas akan semakin kecil seiring meningkatnya ketinggian
cairan dispersi karena volume cairan yang semakin banyak.
2. Laju sirkulasi akan semakin besar seiring bertambahnya ketinggian cairan
dispersi karena adanya daya dorong yang semakin besar.
3. Koefisien transfer massa (Kla) akan sekamin besar seiring meningkatnya
ketinggian cairan dispersi karena konsentrasi oksigen dalam medium
menjadi semakin bertambah.
4. Semakin lama waktu tinggal Na2SO3 maka koefisien perpindahan massa
gas-cair volumetrik semakin kecil karena konsentrasi natrium sulfit dalam
larutan semakin kecil sehingga reaktan menjadi jenuh.

5.2 Saran
1. Pembuatan larutan amilum harus sesuai prosedur dan disimpan di tempat
gelap serta dicek sebelum digunakan.
2. Teliti pada saat melihat perubahan ketinggian cairan di inverted
manometer.
3. Teliti dalam menentukan TAT pada saat titrasi.
4. Pastikan kompresor tetap menyala sebelum proses selesai.

24
DAFTAR PUSTAKA
Abuzar, A., dkk. 2012. Isolasi Alkaloid dari Tepung Gadung (Dioscorea hispida
Dennst) dengan Teknik Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Bagus, Alfilovita, dan Hamas T. 2015. Pengaruh Laju Alir Udara terhadap Hold
Up Gas, Laju Sirkulasi, dan Koefisien Transfermassa Gas-Cair pada
Hidrodinamika Reaktor. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.
Christi, M. Y., 1989, Air-lift Bioreactor, El Sevier Applied Science, London.
Christi, Y, Fu, Wengen and Young, M.M., 1994, Relationship Between Riser and
Downcomer Gas Hold-Up In Internal-Loop Airlift Reactors Without Gas-
Liquid Separator, The Chemical Engineering Journal, 57 (1995), pp. B7-
B13, Canada.
Haryani dan Widayat, 2011, Pengaruh Viskositas dan Laju Alir terhadap
Hidrodinamika dan Perpindahan Massa dalam Proses Produksi Asam
Sitrat dengan Bioreaktor Air-Lift dan Kapang Aspergillus Niger, Reaktor,
13(3), pp. 194 - 200.
Popovic, M.K. and Robinson, C.W., 1989, Mass Transfer Stuy of External Loop
Airlift and a Buble Column. AICheJ, 35(3), pp. 393-405
Widayat, 2004, Pengaruh Laju Alir dan Viskositas Terhadap Perpindahan Massa
Gas-Cair Fluida Non Newtonian Dalam Reaktor Air Lift Rectangular,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, 21-22 Juli 2004,
Semarang, ISSN : 1411-4216, I-9-1 s.d. I-9-4
Widayat, dkk. 2011. Perpindahan Massa Gas-Cair dalam Proses Fermentasi
Asam Sitrat dengan Bioreaktor Gelembung. Semarang: Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
William, J. A., 2002, Keys To Bioreactor Selections, Chem. Eng. Prog, hal 3441
Yazid, Fauzia Rahmiyati, dkk. 2012. Pengaruh Variasi Konsentrasi Dan Debit
Pada Pengolahan Air Artifisial (Campuran Grey Water Dan Black Water)
Menggunakan Reaktor UASB. Semarang: Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik UNDIP

25
LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM PROSES KIMIA

Materi :

HIDRODINAMIKA REAKTOR

1. Annisa Metantya Maharani NIM: 21030118140147


2. Palimo Bani Yazid NIM: 21030118140168
3. Rizqi Sa’adatun Ni’mah NIM: 21030118120044
4. Vajar Arsyid NIM: 21030118120078

LABORATORIUM PROSES KIMIA


TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas (ε).
2. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap laju sirkulasi (VL).
3. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap koefisien transfer massa gas-
cair (KLa).
4. Menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa.

II. PERCOBAAN
2.1 Bahan Yang Digunakan
 Na2S2O3.5H2O 0,1 N (500 ml)
 KI 0,1 N
 Na2SO3 0,035 N
 Larutan amilum
 Zat Warna
 Aquadest
2.2 Alat yang dipakai
 Buret, statif, klem
 Gelas arloji
 Beaker glass
 Rotameter
 Erlenmeyer
 Inverted manometer
 Gelas ukur Gambar rangkaian alat hidrodinamika reaktor
 Sparger Keterangan :
 Pipet tetes A. Kompresor E. Tangki Cairan daerah downcomer
 Tangki cairan B. Sparger F. Reaktor
 Kompresor C. Rotameter daerah riser G. Inverted manometer
 Reaktor D. Pompa H. Inverted manometer

 Sendok reagen


 Picnometer
2.3 Variabel Operasi
 Variabel tetap
Laju alir gas
Konsentrasi Na2S2O3.5H2O 0,1 N 500 ml
Konsentrasi Na2SO3 0,035 N

 Variabel berubah

A-2
Tinggi volume reaktor 90,5 cm, 91,5 cm, 92,5cm
III. CARA KERJA
1. Menentukan hold-up pada riser dan downcomer
a. Mengisi reaktor dengan air dan menghidupkan pompa, setelah
reaktor terisi air (90,5 cm, 91,5 cm, 92,5cm) maka pompa dimatikan.
b. Menambahkan Na2SO3 0,035 N ke dalam reaktor, ditunggu 5 menit
agar larutan Na2SO3 larut dalam air.
c. Melihat ketinggian inverted manometer.
d. Hidupkan kompressor kemudian melihat ketinggian inverted
manometer setelah kompresor dihidupkan.
e. Ambil sampel untuk titrasi dan menghitung densitasnya.
f. Menghitung besarnya hold up gas.
g. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk variabel tinggi volume
reaktor 90,5 cm, 91,5 cm, 92,5cm.
2. Menentukan konstanta perpindahan massa gas-cair
a. Mengambil sampel sebanyak 10 ml.
b. Menambahkan KI sebanyak 5 ml ke dalam sampel.
c. Menitrasi dengan Na2SO3.5H2O 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna dari coklat tua menjadi kuning jernih.
d. Menambahkan 3 tetes amilum.
e. Menitrasi sampel kembali dengan larutan Na2SO3.5H2O 0,1N.
f. TAT didapat setelah warna putih keruh.
g. Mencatat kebutuhan titran.
h. Ulangi sampai volume titran tiap 5 menit konstan.
i. Menentukan kecepatan sirkulasi
j. Merangkai alat yang digunakan.
k. Mengisi reaktor dengan air dan Na2SO3 0,035 N.
l. Menghidupkan kompresor.
m. Memasukkan zat warna pada reaktor downcomer.
n. Mengukur waktu yang dibutuhkan oleh cairan dengan indikator zat
warna tertentu untuk mencapai lintasan yang telah digunakan.
o. Menghitung besarnya kecepatan sirkulasi.
p. Melakukan percobaan dengan tinggi volume reaktor 90,5 cm, 91,5
cm, 92,5cm.
IV. HASIL PERCOBAAN
Data Reaktor:
priser = 14 cm
lriser = 9 cm

A-3
pdowncomer = 14 cm
ldowncomer = 6 cm
tinggi = 90,5 cm; 91,5 cm; 92,5 cm
z = 90,5 – 10 = 80,5 cm; 91,5 – 10 = 81,5 cm; 92,5 – 10 = 82,5 cm

1. Variabel 1 (Tinggi cairan 90,5 cm):


ρLiquid = 0,9974 gr/ml
ρGas = 0,00126 gr/ml
Δhr = 0,5 cm
Δhd = 0,7 cm
Lc = 30 cm
tc = 4 s t

2. Variabel 2 (Tinggi cairan 91,5 cm):


ρLiquid = 0,9974 gr/ml
ρGas = 0,00126 gr/ml
Δhr = 0,6 cm
Δhd = 0,8 cm
Lc = 30 cm
tc = 3,5 s

3. Variabel 3 (Tinggi cairan 92,5 cm):


ρLiquid = 0,9974 gr/ml
ρGas = 0,00126 gr/ml
Δhr = 0,7 cm
Δhd = 0,9 cm
Lc = 30 cm
tc = 4 s t

A-4
PRAKTIKAN MENGETAHUI
ASISTEN

Kania Adelia Meiranti


(Annisa M.M.) (Palimo B.Y.) (Rizqi S.N.) (Vajar A.) NIM 21030116120013

A-5
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN

(Variabel bebas : tingi cairan dalam reactor 90,5 cm; 91,5 cm; 92,5 cm)

A. Kalibrasi Picnometer
Massa piknometer dan aquades = 50,17 gram
Massa piknometer = 25,088 gram
Massa aquadest = 50,17 – 25,088 = 25,082 gram
ρ (30o C) = 0,998 gram/cm3

0,998 =

Volume piknometer = 25,132 cm3


B. Kuantitas Reagen
1.) Na2S2O3.5H2O 0,1 N
N= x x eq

0,1 = x x2

gr = 6,2 gram

2.) Na2SO3 0,035 N


a. Variabel 1 (h1 = 90,5 cm)
V = (14 x 9 x 90, 5) + (14 x 6 x 90,5)
V = 11403 + 7602
V = 19005 cm3
N= x x eq

0,035 = x x2

gr = 41,906 gram
b. Variabel 2 (h2 = 91,5 cm)

V = (14 x 9 x 91, 5) + (14 x 6 x 91,5)

V = 11529 + 7686

V = 19215 cm3

N= x x eq

0,035 = x x2

gr = 42,369 gram

c. Variabel 3 (h3 = 92,5 cm)

B-1
V = (14 x 9 x 92, 5) + (14 x 6 x 92,5)

V = 11655 + 7770

V = 19425 cm3

N= x x eq

0,035 = x x2

gr = 42,832 gram

B-2
LEMBAR PERHITUNGAN
(Variabel bebas : tinggi cairan dalam reactor 90,5 cm; 91,5 cm; 92,5 cm )

A. Hold-up gas
ρg =0,0012 gram/cm3
Luas permukaan riser
Ar = (14 x 9) cm
Ar = 126 cm2
Luas permukaan downcomer
Ad = (14 x 6) cm
Ad = 84 cm2

 εr = x

 εd = x

 ε= ( ) ( )

1.) Variabel 1 (h1 = 90,5 cm)


= 0,5 cm ; ∆hd = 0,7 cm ; ρLiquid = 0,9974 gr/ml ; ρgas = 0,00126
gr/ml
Lc= 30 cm ; tc = 4 s ; z = 80,5 cm

 εr = x = 6,217x10-3

 εd = x = 8,707x10-3

 ε= ( ) ( )
= 7,213x10-3

2.) Variabel 2 (h2 = 91,5 cm)


= 0,6 cm ; ∆hd = 0,8 cm ; ρLiquid = 0,9974 gr/ml ; ρgas = 0,00126
gr/ml
Lc= 30 cm ; tc = 3,5 s ; z = 81,5 cm

 εr = x = 7,377x10-3

 εd = x = 9,828x10-3

 ε= ( ) ( )
= 8,357x10-3

3.) Variabel 3 (h3 = 92,5 cm)


= 0,7 cm ; ∆hd = 0,9 cm ; ρLiquid = 0,9974 gr/ml ; ρgas = 0,00126
gr/ml
Lc= 30 cm ; tc = 4 s ; z = 82,5 cm

C-1
 εr = x = 8,496x10-3

 εd = x = 0,011

 ε= ( ) ( )
= 9,498x10-3

Tabel 1. Hold Up Gas

Tinggi cairan εr εd ε

90,5 cm 6,217x10-3 8,707x10-3 7,213x10-3

91,5 cm 7,377x10-3 9,828x10-3 8,357x10-3

92,5 cm 8,496x10-3 0,011 9,498x10-3

B. Laju Sirkulasi
Panjang lintasan (Lc) = 30 cm
Luas permukaan riser (Ar) = 126 cm2
Luas permukaan downcomer (Ad) = 84 cm2
 Laju sirkulasi downcomer

Uld =

 Laju sirkulasi riser


Ulr x Ar = Uld x Ad

Ulr =

1.) Variabel 1 (h1 = 90,5 cm)


Tc = 3 s
 Uld = = 10 cm/s

 Ulr = = 6,67 cm/s

2.) Variabel 2 (h2 = 91,5 cm)


Tc = 3,5 s
 Uld = = 8,57 cm/s

 Ulr = = 5,71 cm/s

3.) Variabel 3 (h3 = 92,5 cm)


Tc = 4 s

C-2
 Uld = = 7,5 cm/s

 Ulr = = 5 cm/s

Tabel 2. Laju Sirkulasi dan Downcomer


Variabel Tinggi cairan Uld (cm/s) Ulr (cm/s)
(cm)
1 90,5 10 6,67

2 91,5 8,57 5,71

3 92,5 7,5 5

C. Koefisien Transfer Massa Gas-Cair (KLa)


1. Variabel 1 (h1 = 90,5 cm)
a.) Mol Na2SO3 mula-mula (a)

a= x v reactor

a= x 19005 ml

a = 332,58 mmol
b.) Mol I2 excess (b)
b= x V KI

b= x 5 ml

b = 0,5 mmol

c.) Mol Na2SO3 sisa (c)

c=b- ( x V Na2SO3 )

 T0 = 8,8 ml

c = 0,5 - ( x 8,8 ml )

c= 0,28 mmol
 T5 = 8,6 ml

c = 0,5 - ( x 8,6 ml )

c= 0,285 mmol
 T10 = 8,5 ml

c = 0,5 - ( x 8,5 ml )

c= 0,2875 mmol
 T15 = 8,2 ml

C-3
c = 0,5 - ( x 8,2 ml )

c= 0,295 mmol
 T20 = 8,2 ml

c = 0,5 - ( x 8,2 ml )

c= 0,295 mmol
 T25 = 8,2 ml

c = 0,5 - ( x 8,2 ml )

c= 0,295 mmol
d.) Mol O2 yang bereaksi (d)
d= x( )

 t0 => d = x (332,58 – 0,28)

= 166,15 mmol
 t5 => d = x (332,58 – 0,285)

= 166,148 mmol
 t10 => d = x (332,58 – 0,2875)

= 166,146 mmol
 t15 => d = x (332,58 – 0,295)

= 166,143 mmol
 t20 => d = x (332,58 – 0,295)

= 166,143 mmol
 t25 => d = x (332,58 – 0,295)

= 166,143 mmol
e.) O2 yang masuk reactor (e)

e=

 T0 => e =

=0
 T5 => e =

= 17,72 mgr/s
 T10 => e =

= 8,86 mgr/s
 T15 => e =

= 5,91 mgr/s

C-4
 T20 => e =

= 4,43 mgr/s
 T25 => e =

= 3,54 mgr/s
f.) Koefisien Transfer Massa Gas – Cair (KLa)
KLa =

 T0 => KLa = =0

 T5 => KLa = = 2215

 T10 => KLa = = 1107,5

 T15 => KLa = = 738,75

 T20 => KLa = = 553,75

 T25 => KLa = = 442,5

Tabel 3. KLa Variabel 1

t Vt a b c d E KLa

0 8,8 332,58 0,5 0,28 166,15 0 0

5 8,6 332,58 0,5 0,285 166,148 17,72 2215

10 8,5 332,58 0,5 0,2875 166,146 8,86 1107,5

15 8,2 332,58 0,5 0,295 166,143 5,91 738,75

20 8,2 332,58 0,5 0,295 166,143 4,43 553,75

25 8,2 332,58 0,5 0,295 166,143 3,54 442,5

KLa Rata-rata 842,917

2. Variabel 2 (h2 = 91,5 cm)


a.) Mol Na2SO3 mula-mula (a)

a= x v reactor

a= x 19215 ml

a = 336,26 mmol
b.) Mol I2 excess (b)

C-5
b= x V KI

b= x 5 ml

b = 0,5 mmol

c.) Mol Na2SO3 sisa (c)

c=b- ( x V Na2SO3 )

 T0 = 4 ml

c = 0,5 - ( x 4 ml )

c= 0,4 mmol
 T5 = 3,7 ml

c = 0,5 - ( x 3,7 ml )

c= 0,408 mmol
 T10 = 3,6 ml

c = 0,5 - ( x 3,6 ml )

c= 0,41 mmol
 T15 = 3,5 ml

c = 0,5 - ( x 3,5 ml )

c= 0,413 mmol
 T20 = 3,5 ml

c = 0,5 - ( x 3,5 ml )

c= 0,413 mmol
 T25 = 3,5 ml

c = 0,5 - ( x 3,5 ml )

c= 0,413 mmol
d.) Mol O2 yang bereaksi (d)
d= x( )

 t0 => d = x (336,26 – 0,4)

= 167,93 mmol
 t5 => d = x (336,26 – 0,408)

= 167,926 mmol
 t10 => d = x (336,26 – 0,41)

= 167,925 mmol

C-6
 t15 => d = x (336,26 – 0,413)

= 167,924 mmol
 t20 => d = x (336,26 – 0,413)

= 167,924 mmol
 t25 => d = x (336,26 – 0,413)

= 167,924 mmol
e.) O2 yang masuk reactor (e)

e=

 T0 => e =

=0
 T5 => e =

= 17,912 mgr/s
 T10 => e =

= 8,956 mgr/s
 T15 => e =

= 5,971mgr/s
 T20 => e =

= 4,478 mgr/s
 T25 => e =

= 3,582 mgr/s
f.) Koefisien Transfer Massa Gas – Cair (KLa)
KLa =

 T0 => KLa = =0

 T5 => KLa = = 2239

 T10 => KLa = = 1119,5

 T15 => KLa = = 746,375

 T20 => KLa = = 559,75

 T25 => KLa = = 447,75

Tabel 4. KLa Variabel 2

C-7
T Vt a b C d E KLa

0 4 336,26 0,5 0,4 167,93 0 0

5 3,7 336,26 0,5 0,408 167,926 17,912 2239

10 3,6 336,26 0,5 0,41 167,925 8,956 1119,5

15 3,5 336,26 0,5 0,413 167,924 5,971 746,375

20 3,5 336,26 0,5 0,413 167,924 4,478 559,75

25 3,5 336,26 0,5 0,413 167,924 3,582 447,5

KLa Rata-rata 860,354

3. Variabel 3 (h3 = 92,5 cm)


a.) Mol Na2SO3 mula-mula (a)

a= x v reactor

a= x 19425 ml

a = 339,938 mmol
b.) Mol I2 excess (b)
b= x V KI

b= x 5 ml

b = 0,5 mmol

c.) Mol Na2SO3 sisa (c)

c=b- ( x V Na2SO3 )

 T0 = 3 ml

c = 0,5 - ( x 3 ml )

c= 0,425 mmol
 T5 = 2,9 ml

c = 0,5 - ( x 2,9 ml )

c= 0,428 mmol
 T10 = 2,4 ml

c = 0,5 - ( x 2,4 ml )

c= 0,44 mmol

C-8
 T15 = 2,4 ml

c = 0,5 - ( x 2,4 ml )

c= 0,44 mmol
 T20 = 2,4 ml

c = 0,5 - ( x 2,4 ml )

c= 0,44 mmol
d.) Mol O2 yang bereaksi (d)
d= x( )

 t0 => d = x (339,938 – 0,425)

= 169,757 mmol
 t5 => d = x (339,938 – 0,428)

= 169,755 mmol
 t10 => d = x (339,938 – 0,44)

= 169,749 mmol
 t15 => d = x (336,26 – 0,44)

= 169,749 mmol
 t20 => d = x (336,26 – 0,44)

= 169,749 mmol
e.) O2 yang masuk reactor (e)

e=

 T0 => e =

=0
 T5 => e =

= 18,107 mgr/s
 T10 => e =

= 9,053 mgr/s
 T15 => e =

= 6,036 mgr/s
 T20 => e =

= 4,527 mgr/s
f.) Koefisien Transfer Massa Gas – Cair (KLa)
KLa =

C-9
 T0 => KLa = =0

 T5 => KLa = = 2263,375

 T10 => KLa = = 1131,625

 T15 => KLa = = 754,5

 T20 => KLa = = 565,875

Tabel 5. KLa Variabel 3

T Vt A b C d E KLa

0 3 339,938 0,5 0,425 169,757 0 0

5 2,9 339,938 0,5 0,428 169,755 18,107 2263,375

10 2,4 339,938 0,5 0,44 169,749 9,053 1131,625

15 2,4 339,938 0,5 0,44 169,749 6,036 754,5

20 2,4 339,938 0,5 0,414 169,749 4,527 565,875

KLa Rata-rata 943,075

C-10
REFERENSI

D-1
D-2
D-3
D-4
D-5
D-6
D-7
DIPERIKSA KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL

E-1

Anda mungkin juga menyukai