Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PROSES KIMIA

Materi :
HIDRODINAMIKA REAKTOR

Disusun Oleh :
Abrarrizal Tarikh

Group : 3/RABU
Rekan Kerja : 1. Danu Pasa Arkajaya
2. Finishia Sutjahjo
3. Parastika Triana Rahayu

LABORATORIUM PROSES KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN RESMI
LABIRATORIUM PROSES KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO

Laporan resmi yang berjudul Hidrodinamika Reaktor yang disusun oleh:


Group : 3/Rabu
Anggota : 1. Abrarrizal Tarikh NIM. 21030121140125
2. Danu Pasa Arkajaya NIM. 21030121140165
3. Finishia Sutjahjo NIM. 21030121140189
4. Parastika Triana Rahayu NIM. 21030121120002

Telah disetujui oleh Dosen Pengampu pada:


Hari, Tanggal :
Nilai :

Semarang,
Dosen Pengampu Asisten Pengampu

Prof. Dr. Ir. Luqman Buchori, S.T., M.T., IPM. Anugraheni Karisma Purnomo Putri
NIP. 197105011997021001 NIM. 21030120130113

iii
RINGKASAN

Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk proses
kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor heterogen adalah
reaktor yang digunakan untuk mereaksikan komponen yang terdiri dari minimal 2
fase, seperti fase gas-cair. Reaktor yang digunakan untuk kontak fase gas-cair,
diantaranya dikenal reaktor kolom gelembung (bubble column reactor) dan reaktor
air-lift. Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan pengaruh laju alir terhadap
hold-up gas (ε), menentukan pengaruh laju alir terhadap laju sirkulasi, menentukan
pengaruh laju alir terhadap koefisien transfer massa gas cair (KLa), dan
menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa. Reaktor air-lift adalah
reaktor yang berbentuk kolom dengan sirkulasi aliran. Kolom berisi cairan atau
slurry yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu riser dan downcomer. Riser adalah
bagian kolom yang selalu disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke atas.
Sedangkan, downcomer adalah daerah yang tidak disemprotkan gas dan mempunyai
aliran ke bawah. Secara umum reaktor air-lift dikelompokkan menjadi 2, yaitu
reaktor air-lift dengan internal loop dan eksternal loop.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu Na 2S2O3.5H2O 0,1 N, KI 0,1
N, Na2SO3, larutan amylum, zat warna, dan aquadest. Alat yang digunakan pada
percobaan ini yaitu buret, statif, klem, gelas arloji, beaker glass, rotameter,
erlenmeyer, inverted manometer, gelas ukur, sparger, pipet tetes, tangki cairan,
kompresor, reaktor, sendok reagen, dan picnometer. Terdapat 3 tahap pada
percobaan ini yaitu tahap pertama menentukan hold-up pada riser dan downcomer,
tahap kedua menentukan konstanta perpindahan massa gas-cair, dan tahap ketiga
menentukan kecepatan sirkulasi.
Hold up gas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tinggi cairan
karena pada ketinggian besar, tinggi tidak berpengaruh pada hold up gas. Seiring
dengan bertambahnya tinggi cairan dalam reaktor, nilai laju sirkulasi yang
didapatkan semakin kecil. Nilai laju sirkulasi riser lebih kecil dibandingkan nilai
laju sirkulasi downcomer dikarenakan luas area riser yang lebih besar
dibandingkan luas area downcomer. Semakin tinggi cairan, maka nilai koefisien
transfer massa gas-cair (KLa) akan semakin besar. Semakin tinggi cairan maka
volume cairan akan semakin besar dan mengakibatkan densitas semakin kecil
dengan konsentrasi larutan yang sama, sehingga tumbukan antarpartikel Na 2SO3
dengan oksigen akan semakin banyak dan laju perpindahan oksigen dari fase gas ke
fase cair akan semakin besar. Semakin lama waktu tinggal Na2SO3 maka nilai KLa
yang didapat semakin kecil. Saran untuk praktikum ini adalah titrasi dilakukan
secara teliti hingga mencapai TAT, menggunakan zat pewarna secukupnya, bewarna
terang dan larut dalam air agar memudahkan untuk mengukur laju sirkulasi, alat
pembuatan dan penyimpanan amilum harus pada tempat yang gelap.

iv
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Laporan Resmi Praktikum Proses Kimia dengan materi
Hidrodinamika Reaktor ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai harapan.
Laporan resmi ini diperuntukkan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Praktikum
Proses Kimia.
Kami sangat bersyukur atas bantuan dan dukungan yang diberikan berbagai
pihak sehingga laporan resmi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Prof. Dr. Ing. Suherman, S.T., M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Kimia
UNDIP.
3. Prof. Dr. T. Aji Prasetyaningrum, S.T., M.Si. selaku penanggung jawab
Laboratorium Proses Kimia Universitas Diponegoro.
4. Prof. Dr. Ir. Luqman Buchori, S. T., M. T., IPM. selaku dosen pengampu materi
Hidrodinamika Reaktor.
5. Ibu Nurfiningsih selaku Laboran Laboratorium Proses Kimia Universitas
Diponegoro.
6. Aurelia Livia Hidayat selaku Koordinator Asisten Laboratorium Proses Kimia
Universitas Diponegoro.
7. Anugraheni Karisma Purnomo Putri dan Reykhan Lucky Bagaskara selaku
asisten laboratorium pengampu materi Hidrodinamika Reaktor.
8. Segenap asisten Laboratorium Proses Kimia Universitas Diponegoro.
9. Teman-teman yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Demikian laporan resmi ini telah kami susun, semoga laporan resmi ini dapat
memberikan manfaat dan menambah ilmu bagi penulis maupun pembaca. Dalam
penyusunan laporan resmi ini pasti masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
harus diperbaiki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan.

Semarang, September 2023

v
Penyusun

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................ii
RINGKASAN.............................................................................................................iii
PRAKATA..................................................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan..........................................................................................1
1.3 Manfaat Percobaan........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Reaktor Kolom Gelembung dan Air Lift.......................................................3
2.2 Hidrodinamika Reaktor.................................................................................4
2.3 Perpindahan Massa.......................................................................................6
2.4 Kegunaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri.......................................9
BAB III METODE PRAKTIKUM..........................................................................10
3.1 Rancangan Percobaan.................................................................................10
3.1.1 Rancangan Praktikum........................................................................10

3.1.2 Penetapan Variabel............................................................................11

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan................................................................11


3.2.1 Bahan.................................................................................................11

3.2.2 Alat.....................................................................................................11

3.3 Gambar Rangkaian Alat..............................................................................11


3.4 Prosedur Praktikum.....................................................................................12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................14
4.1 Pengaruh Tinggi Cairan terhadap Hold-Up Gas.........................................14
4.2 Pengaruh Tinggi Cairan terhadap Laju Sirkulasi........................................16
4.3 Pengaruh Tinggi Cairan terhadap Nilai KLa................................................18
4.4 Hubungan Waktu Tinggal Na2SO3 terhadap Nilai KLa................................19
BAB V PENUTUP.....................................................................................................21
5.1 Kesimpulan.................................................................................................21
5.2 Saran............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

vii
LAPORAN SEMENTARA.....................................................................................A-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN.................................................................B-1
LEMBAR PERHITUNGAN..................................................................................C-1
REFERENSI............................................................................................................D-1
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN ANALISA RESIKO........................................E-1
LEMBAR ASISTENSI............................................................................................F-1

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas..............................................14


Tabel 4.2 Pengaruh tinggi cairaan terhadap laju sirkulasi...........................................16
Tabel 4.3 Data KLa rata-rata.........................................................................................18
Tabel 4.4 Pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa...................................19

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe reaktor air-lift...................................................................................3


Gambar 3.1 Skema rancangan praktikum..................................................................10
Gambar 3.2 Rangkaian alat hidrodinamika reaktor...................................................11
Gambar 4.1 Grafik hubungan tinggi cairan terhadap hold-up gas.............................14
Gambar 4.2 Grafik hubungan tinggi cairan terhadap laju sirkulasi...........................16
Gambar 4.3 Grafik pengaruh laju alir terhadap nilai KLa...........................................18
Gambar 4.4 Grafik pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa....................19

x
DAFTAR LAMPIRAN

LAPORAN SEMENTARA.....................................................................................A-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN..................................................................B-1
LEMBAR PERHITUNGAN...................................................................................C-1
REFRENSI...............................................................................................................D-1
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN ANALISA RESIKO.........................................E-1
LEMBAR ASISTENSI ...........................................................................................F-1

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk proses
kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor dapat
diklasifikasikan atas dasar cara operasi, geometrinya, dan fase reaksinya.
Berdasarkan cara operasinya dikenal reaktor batch, semi batch, dan kontinyu.
Jika ditinjau dari geometrinya dibedakan menjadi reaktor tangki berpengaduk,
reaktor kolom, dan reaktor fluidisasi. Sedangkan, bila ditinjau berdasarkan fase
reaksi yang terjadi di dalamnya, reaktor diklasifikasikan menjadi reaktor
homogen dan reaktor heterogen.
Reaktor heterogen adalah reaktor yang digunakan untuk mereaksikan
komponen yang terdiri dari minimal 2 fase, seperti fase gas-cair. Reaktor yang
digunakan untuk kontak fase gas-cair, diantaranya dikenal reaktor kolom
gelembung (bubble column reaktor) dan reaktor air-lift. Reaktor jenis ini
banyak digunakan pada proses industri kimia dengan reaksi yang sangat lambat,
proses produksi yang menggunakan mikroba (bioreaktor) dan juga pada unit
pengolahan limbah secara biologis menggunakan lumpur aktif.
Pada perancangan reaktor pengetahuan kinetika reaksi harus dipelajari
secara komprehensif dengan peristiwa-peristiwa perpindahan massa, panas dan
momentum untuk mengoptimalkan kinerja reaktor. Fenomena hidrodinamika
yang meliputi hold up gas dan cairan, laju sirkulasi merupakan faktor yang
penting yang berkaitan dengan laju perpindahan massa. Pada percobaan ini akan
mempelajari hidrodinamika pada reaktor air-lift, terutama berkaitan dengan
pengaruh laju alir udara, viskositas, dan densitas terhadap hold up, laju sirkulasi
dan koefisien perpindahan massa gas-cair pada sistem sequantial batch.

1.2 Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas (ε).
2. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap laju sirkulasi (VL).
3. Menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap koefisien transfer massa gas-
cair (KLa).
4. Menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa.

1
1.3 Manfaat Percobaan
1. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas
(ε).
2. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap laju sirkulasi
(VL).
3. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh tinggi cairan terhadap koefisien
transfer massa gas-cair (KLa).
4. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap KLa

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaktor Kolom Gelembung dan Air Lift


Reaktor adalah suatu alat tempat terjadinya suatu reaksi kimia untuk
mengubah suatu bahan menjadi bahan lain yang mempunyai nilai ekonomis
lebih tinggi. Reaktor air-lift adalah reaktor yang berbentuk kolom dengan
sirkulasi aliran. Kolom berisi cairan atau slurry yang terbagi menjadi 2 bagian
yaitu riser dan downcomer. Riser adalah bagian kolom yang selalu
disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke atas. Sedangkan downcomer adalah
daerah yang tidak disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke bawah. Pada zona
downcomer atau riser memungkinkan terdapat plate penyaringan pada dinding,
terdapat satu atau dua buah baffle. Jadi banyak sekali kemungkinan bentuk
reaktor dengan keuntungan penggunaan dan tujuan yang berbeda-beda
(Widayat, 2004).
Secara umum, reaktor air-lift dikelompokkan menjadi 2, yaitu reaktor air-
lift dengan internal loop dan eksternal loop (Christi, 1989; William, 2002).
Reaktor air-lift dengan internal loop merupakan kolom bergelembung yang
dibagi menjadi 2 bagian, riser dan downcomer dengan internal baffle dimana
bagian atas dan bawah riser dan downcomer terhubung. Reaktor air-lift dengan
eksternal loop merupakan kolom bergelembung dimana riser dan downcomer
merupakan 2 tabung yang terpisah dan dihubungkan secara horizontal antara
bagian atas dan bawah reaktor. Selain itu, reaktor air-lift juga dikelompokkan
berdasarkan sparger yang dipakai, yaitu statis dan dinamis. Pada reaktor air-lift
dengan sparger dinamis, sparger ditempatkan pada riser dan atau downcomer
yang dapat diubah-ubah letaknya (Christi, 1989; William, 2002).
Secara teoritis, reaktor air-lift digunakan untuk beberapa proses kontak
gas cairan atau slurry. Reaktor ini sering digunakan untuk beberapa fermentasi
aerob, pengolahan limbah, dan operasi-operasi sejenis.

Gambar 2.1 Tipe reaktor air-lift

3
Keuntungan penggunaan reaktor air-lift dibanding reaktor konvensional
lainnya, diantaranya:
1. Perancangannya sederhana, tanpa ada bagian yang bergerak.
2. Aliran dan pengadukan mudah dikendalikan.
3. Waktu tinggal dalam reaktor seragam.
4. Kontak area lebih luas dengan input yang rendah.
5. Meningkatkan perpindahan massa.
6. Memungkinkan tangki yang besar sehingga meningkatkan produk
Kelemahan reaktor air-lift antara lain:
1. Biaya investasi awal mahal terutama skala besar.
2. Membutuhkan tekanan tinggi untuk skala proses yang besar.
3. Efisiensi kompresi gas rendah.
4. Pemisahan gas dan cairan tidak efisien karena timbul busa (foaming)
Dalam aplikasi reaktor air-lift terdapat 2 hal yang mendasari mekanisme
kerja dari reaktor tersebut, yaitu hidrodinamika dan transfer gas-cair.

2.2 Hidrodinamika Reaktor


Di dalam perancangan bioreaktor, faktor yang sangat berpengaruh adalah
hidrodinamika reaktor, transfer massa gas-cair, rheologi proses, dan morfologi
produktifitas organisme. Hidrodinamika reaktor mempelajari perubahan
dinamika cairan dalam reaktor sebagai akibat laju alir yang masuk reaktor dan
karakterisik cairannya. Hidrodinamika reaktor meliputi hold up gas (fraksi gas
saat penghamburan) dan laju sirkulasi cairan. Kecepatan sirkulasi cairan
dikontrol oleh hold up gas, sedangkan hold up gas dipengaruhi oleh kecepatan
kenaikan gelembung. Sirkulasi juga mempengaruhi turbulensi, koefisien
perpindahan massa dan panas serta tenaga yang dihasilkan.
Hold up gas atau fraksi kekosongan gas adalah fraksi volume fase gas
pada dispersi gas-cair atau slurry. Hold up gas keseluruhan (ε).

ε= … (1)
V L −V ε
dimana : ε = hold up gas
Vε = volume gas (cc/s)
VL = volume cairan (cc/s)
Hold up gas digunakan untuk menentukan waktu tinggal gas dalam
cairan. Hold up gas dan ukuran gelembung mempengaruhi luas permukaan gas
cair yang diperlukan untuk perpindahan massa. Hold up gas tergantung pada
kecepatan kenaikan gelembung, luas gelembung, dan pola aliran. Inverted

4
manometer adalah manometer yang digunakan untuk mengetahui beda tinggi
cairan akibat aliran gas, yang selanjutnya dipakai pada perhitungan hold up gas
(ε) pada riser dan downcomer. Besarnya hold up gas pada riser dan downcomer
dapat dihitung dengan persamaan :
ρL ∆h
ε= × …(2)
ρL −ρ ε z
ρL ∆ hr
ε r= × … (3)
ρ L− ρg z
ρL ∆ hd
ε d= × … (4)
ρ L− ρg z
dimana :
ε = hold up gas
εr = hold up gas riser
εd = hold up gas downcomer
ρL = densitas cairan (gr/cc)
ρg = densitas gas (gr/cc)
Δhr = perbedaan tinggi manometer riser (cm)
Δhd = perbedaan tinggi manometer downcomer (cm)
z = perbedaan antara taps tekanan
Hold up gas total dalam reaktor dapat dihitung dari keadaan tinggi
dispersi pada saat aliran gas masuk reaktor sudah mencapai keadaan tunak
(steady state). Persamaan untuk menghitung hold up gas total adalah sebagai
berikut :
h0−h i
ε= … (5)
h0
dimana : ε = hold up gas
h0 = tinggi campuran gas setelah kondisi tunak (cm)
hi = tinggi cairan mula-mula dalam reaktor (cm)
Hubungan antara hold up gas riser (εr) dan donwcomer (εd) dapat
dinyatakan dengan persamaan 6 :
A r . εr + A d . εd
ε= … (6)
A r + Ad
dimana : Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
Sirkulasi cairan dalam reaktor air-lift disebabkan oleh perbedaan hold up
gas riser dan downcomer. Sirkulasi fluida ini dapat dilihat dari perubahan
fluida, yaitu naiknya aliran fluida pada riser dan menurunnya aliran pada

5
downcomer. Besarnya laju sirkulasi cairan pada downcomer (Uld) ditunjukkan
oleh persamaan 7 dan laju sirkulasi cairan pada riser ditunjukan oleh persamaan
8:

LC
U ld = … (7)
tC
dimana :
Uld = laju sirkulasi cairan pada downcomer (cm/s)
LC = panjang lintasan dalam reaktor (cm)
tC = waktu (s)
Dikarenakan tinggi dan volumetric aliran liquid pada riser dan
downcomer sama, maka hubungan antara laju aliran cairan pada riser dan
downcomer yaitu:
U lr . A r=U ld . A d … (8)
dimana : Ulr = laju sirkulasi cairan riser (cm/s)
Uld = laju sirkulasi cairan downcomer (cm/s)
Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
Waktu tinggal tld dan tlr dari sirkulasi liquid pada downcomer dan riser
tergantung pada hold up gas seperti ditunjukan pada persamaan berikut:
t lr A d 1−ε r
= … (9)
t ld A r 1−ε d
dimana:
tlr = waktu tinggal sirkulasi liquid pada riser (s)
tld = waktu tinggal sirkulasi liquid pada downcomer (s)
Ar = luas bidang zona riser (cm2)
Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)
εr = hold up gas riser
εd = hold up gas downcomer

2.3 Perpindahan Massa


Perpindahan massa antar fase gas-cair terjadi karena adanya beda
konsentrasi antara kedua fase. Perpindahan massa yang terjadi yaitu oksigen
dari fase gas ke fase cair. Kecepatan perpindahan massa ini dapat ditentukan
dengan koefisien perpindahan massa.

6
Koefisien perpindahan massa volumetric (KLa) adalah kecepatan spesifik
dari perpindahan massa (gas teradsobsi per unit waktu, per unit luas kontak, per
beda konsentrasi). KLa tergantung pada sifat fisik dari sistem dan dinamika
fluida. Terdapat 2 istilah tentang koefisien transfer massa volumetric, yaitu:
1. Koefisien transfer massa KLa, dimana tergantung pada sifat fisik dari
cairan dan dinamika fluida yang dekat dengan permukaan cairan.
2. Luas dari gelembung per unit volum dari reaktor.

3. Ketergantungan KLa pada energi masuk adalah kecil, dimana luas kontak
adalah fungsi dari sifat fisik design geometri dan hidrodinamika.
Luas kontak adalah parameter gelembung yang tidak bisa ditetapkan. Di
sisi lain koefisien transfer massa pada kenyataannya merupakan faktor yang
proporsional antara fluks massa dan substrat (atau bahan kimia yang ditransfer),
Ns, dan gradien yang mempengaruhi fenomena beda konsentrasi. Hal ini dapat
dirumuskan dengan persamaan 10:
N = K La ( C1−C 2 ) …(10)
dimana: N = fluks massa
KLa = koefisien transfer massa gas-cair (1/detik)
C1 = konsentrasi O2 masuk (gr/L)
C2 = konsentrasi O2 keluar (gr/L)
Untuk perpindahan massa oksigen ke dalam cairan dapat dirumuskan
sebagai kinetika proses, seperti di dalam persamaan 11:
dC
=K La ( C 1−C 2) … (11)
dt
dimana: C = konsentrasi udara (gr/L)
Koefisien perpindahan gas-cair merupakan fungsi dari laju alir udara atau
kecepatan superfitial gas, viskositas, dan luas area riser, dan
downcomer/geometric alat.
Pengukuran konstanta perpindahan massa gas-cair dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
1. Metode OTR-Cd
Dasar dari metode ini adalah persamaan perpindahan massa (persamaan
11) semua variabel kecuali K0A dapat terukur. Ini berarti bahwa dapat
digunakan dalam sistem kebutuhan oksigen, konsentrasi oksigen dari fase
Ggas yang masuk dan meninggalkan bioreaktor dapat dianalisa.
2. Metode Dinamik
Metode ini berdasarkan pengukuran C0i dari cairan, deoksigenasi

7
sebagai fungsi waktu, setelah aliran udara masuk. Deoksigenasi dapat
diperoleh dengan mengalirkan oksigen melalui cairan atau menghentikan
aliran udara, dalam hal ini kebutuhan oksigen dalam fermentasi.
3. Metode Serapan Kimia
Metode ini berdasarkan reaksi kimia dari absorbsi gas (O 2, CO2) dengan
penambahan bahan kimia pada fase cair (Na2SO3, KOH). Reaksi ini sering
digunakan pada reaksi bagian dimana konsentrasi bulk cairan dalam
komponen gas = 0 dan absorpsi dapat mempertinggi perpindahan kimia.
4. Metode Kimia OTR-C0i
Metode ini pada dasarnya sama dengan metode OTR-Cd. Namun,
seperti diketahui beberapa sulfit secara terus-menerus ditambahkan pada
cairan selama kondisi reaksi tetap dijaga pada daerah dimana nilai C 0i dapat
diketahui. C0i dapat diukur dari penambahan sulfit. Juga reaksi konsumsi
oksigen yang lain dapat digunakan.
5. Metode Sulfit
Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi natrium sulfit. Mekanisme
reaksi yang terjadi:
Reaksi dalam reaktor:
Na2SO3 + 0,5 O2 NaSO4 + Na2SO3 (sisa)
Reaksi saat Analisa
Na2SO3 (sisa) + KI + KIO3  Na2SO4 + 2KIO2 + I2 (sisa)
I2 (sisa) + 2Na2S2O3  Na2S4O6 + 2NaI
Mol Na2SO3 mula-mula (a)
N Na2 SO3
= × V reaktor
eq
Mol I2 excess (b)
N KI
= ×V KI
eq
Mol Na2SO3 sisa (c)
1 N Na2 S2 O3
=b- ( ×V Na2 S2 O3)
2 eq
Mol O2 yang bereaksi (d)
1
= ×(a−c)
2
O2 yang masuk reaktor (e)
d × BM O2
=
t × 60
Koefisien transfer massa gas-cair (KLa)

8
e
KLa =
0,008
Nilai konstanta 0,008 pada persamaan KLa diperoleh dari persamaan
volumetric O2 transfer coefficient sebagai berikut:
n O2
KLa ¿
∆C
Dimana:
nO2 = Fluks perpindahan massa O2
∆C = Concentration driving force kedua fase

Reaksi:
0,5 O2 + SO32- SO42-
Massa Na2SO3 yang dibutuhkan untuk 1 gram O2:
1mol O 2 1mol Na2 S O3 126 g Na2 S O3 126 g Na2 S O3
x x =7,875
32 g O2 0 , 5 mol O2 mol Na2 S O3 mol Na2 S O3
7,875 g Na2 S O3 g Na2 S O3 g Na2 S O3
DC= = 0,0078 = 0,008
L L L
Jadi, nilai KLa adalah:
n O2 e
KLa = =
∆ C 0,008

2.4 Kegunaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri


Berikut ini beberapa proses yang dasar dalam perancangan dan
operasinya menggunakan prinsip hidrodinamika reaktor:
1. Bubble Column Reaktor
Contoh aplikasi bubble column reactor antara lain:
a. Absorbsi polutan dengan zat tertentu (misal CO2 dengan KOH)
b. Untuk bioreaktor
2. Air-lift Reaktor
Contoh aplikasi air-lift reaktor antara lain:
a. Proses produksi laktase (enzim lignin analitik yang dapat mendegradasi
lignin) dengan mikroba
b. Proses produksi glukan (polisakarida yang tersusun dari monomer
glukosa dengan ikatan 1,3 yang digunakan sebagai bahan baku obat
kanker dan tumor) menggunakan mikroba
c. Water treatment pada pengolahan air minum
d. Pengolaham limbah biologis

9
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Rancangan Percobaan


3.1.1 Rancangan Praktikum

Menentukan hold up pada Mengisi reaktor sampai ketinggian


riser dan downcomer tertentu

Melarutkan Na2SO3 dalam reaktor

Melihat ketinggian inverted manometer

Menghidupkan kompresor dan mengatur laju alir gas

Melihat ketinggian inverted manometer setelah kompresor dihidupkan

Mengambil sampel untuk titrasi, dan menghitung densitas

Menghitung besar hold up gas

Menentukan konstanta
Mengambil 10 mL sampel, menambahkan 5 mL KI
perpindahan massa gas-cair

Sampel dititrasi dengan Na2S2O3.5H2O 0,1 N hingga terjadi perubahan


warna menjadi kuning kemudian putih keruh (setelah diteteskan amilum)
10
Titrasi dilakukan setiap 5 menit hingga didapatkan volume titran konstan

Menentukan kecepatan
Memasukkan zat warna pada downcomer
sirkulasi

Menghitung waktu yang dibutuhkan cairan untuk mencapai lintasan


yang digunakan dan menghitung besarnya kecepatan sirkulasi

Gambar 3.5 Skema rancangan praktikum


3.1.2 Penetapan Variabel
Variabel tetap : konsentrasi Na2SO3 0,0061 N dan laju alir 7 L/s
Variabel berubah : tinggi cairan dalam reaktor (86 cm, 85 cm, 92 cm)

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan
1. Na2S2O3.5H2O 0,1 N
2. KI 0,1 N
3. Na2SO3
4. Larutan amilum
5. Zat warna
6. Aquadest

3.2.2 Alat
1. Buret, statif, klem
2. Gelas arloji
3. Beaker glass
4. Rotameter
5. Erlenmeyer
6. Inverted manometer
7. Gelas ukur
8. Sparger
9. Pipet tetes
10. Tangki cairan
11. Kompresor
12. Reaktor
13. Sendok reagen
14. Picnometer

11
3.3 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.6 Rangkaian alat hidrodinamika reaktor


Keterangan:
A. Kompresor
B. Sparger
C. Rotameter daerah riser
D. Pompa
E. Tangki penampung cairan
F. Reaktor
G. Inverted manometer
H. Inverted manometer

3.4 Prosedur Praktikum


1. Menentukan hold-up pada riser dan downcomer
a. Mengisi reaktor dengan air dan menghidupkan pompa, setelah reaktor
terisi air 86 cm, 85 cm, dan 92 cm maka pompa dimatikan.
b. Menambahkan Na2SO3 0,0061 N ke dalam reaktor, ditunggu 5 menit agar
larutan Na2SO3 larut dalam air.
c. Melihat ketinggian inverted manometer.
d. Hidupkan kompresor kemudian melihat ketinggian inverted manometer
setelah kompresor dihidupkan.
e. Ambil sampel untuk titrasi dan menghitung densitasnya.
f. Menghitung besarnya hold-up gas.
g. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk variabel operasi laju alir gas,
waktu tinggal Na2SO3, atau ketinggian cairan pada reaktor yang lain.
2. Menentukan konstanta perpindahan massa gas-cair
a. Mengambil sampel sebanyak 10 ml.
b. Menambahkan KI sebanyak 5 ml ke dalam sampel.
c. Menitrasi dengan Na2SO3.5H2O 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari coklat tua menjadi kuning jernih.

12
d. Menambahkan 3 tetes amilum.
e. Menitrasi sampel kembali dengan larutan Na2SO3.5H2O 0,1 N.
f. TAT didapat setelah warna putih keruh.
g. Mencatat kebutuhan titran.
h. Ulangi sampai volume titran tiap 5 menit konstan.
3. Menentukan kecepatan sirkulasi
a. Merangkai alat yang digunakan.
b. Mengisi reaktor dengan air dan Na2SO3 0,0061 N.
c. Menghidupkan kompresor.
d. Memasukkan zat warna pada reaktor downcomer.
e. Mengukur waktu yang dibutuhkan oleh cairan dengan indikator zat warna
tertentu untuk mencapai lintasan yang telah digunakan.
f. Menghitung besarnya kecepatan sirkulasi.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Tinggi Cairan terhadap Hold-Up Gas


Berdasarkan praktikum hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan, diperoleh
data pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas sebagai berikut.
Tabel 4.1 Pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas
Variabe Tinggi cairan ρ larutan
ɛ riser ɛ downcomer ɛ campuran
l ke (cm) (g/mL)
1 86 0,9704 0,0237 0,0092 0,0179
2 85 0,9928 0,0187 0,0067 0,0139
3 92 0,9868 0,0208 0,0049 0,0144

0.025

0.02
Hold up Gas

0.015

0.01 ɛr
ɛd
0.005 ɛ
0
84 85 86 87 88 89 90 91 92

Gambar 4.1 Grafik hubungan tinggi cairan terhadap hold-up gas


Berdasarkan gambar dan tabel diatas, dapat diketahui hubungan antara tinggi
cairan pada variabel 1, 2, dan 3 terhadap hold up gas. Ketinggian cairan dalam
reaktor pada variabel 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 86 cm, 85 cm, dan 92 cm.
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai hold up gas riser dan
campuran pada variabel 2 mengalami penururnan dan pada variabel 3
mengalami kenaikan, sedangkan pada downcomer ketiga variabel mengalami
kenaikan nilai seiring bertambahnya tinggi cairan dalam reaktor. Nilai hold-up
gas riser berturut-turut adalah 0,0237; 0,0187; dan 0,0208. Nilai hold-up gas
downcomer berturut-turut adalah 0,0092; 0,0067; dan 0,0049. Nilai hold-up gas
campuran berturut-turut adalah. 0,0179; 0,0139; dan 0,0144. Berdasarkan
gambar dan tabel juga, dapat diketahui bahwa nilai ɛ downcomer lebih kecil
dari nilai ɛ riser dan ɛ campuran.
Nilai hold-up gas pada tabel dihitung menggunakan perhitungan dari
persamaan:

14
ρL ∆ hr
Ɛr = ×
ρL −ρ g z
ρL ∆ hd
Ɛd = ×
ρL −ρ g z
A r εr + A d ε d
Ɛ=
Ar+ Ad
dimana:
ε r = Hold up gas riser
ε d = Hold up gas downcomer
ε = Hold up gas total
Ar = Luas permukaan riser
Ad = Luas permukaan downcomer
∆ hr= Perbedaan tinggi manometer riser
∆ hd = Perbedaan tinggi manometer downcomer
z = Perbedaan antara taps tekanan (tinggi reaktor – sparger)
Dari persamaan diatas, dapat diketahui bahwa nilai hold up gas dipengaruhi
oleh perbedaan tinggi pada inverted manometer. Perubahan tinggi tersebut,
disebabkan karena masuknya gas ke dalam reaktor. Gas tersebut berasal dari
kompresor dan masuk melalui sparger yang terdapat pada bagian riser sehingga
terjadi perbedaaan tekanan yang menyebabkan adanya perbedaan ketinggian
pada inverted manometer. Pada saat praktikum dilakukan, perbedaan tinggi bisa
didapat setelah kompresor dinyalakan. Ketika sampai permukaan, cairan
gelembung akan terlepas ke udara tanpa melalui downcomer, sehingga nilai
∆ hr > ∆ hd .
Hold up gas memiliki hubungan dengan beberapa faktor, seperti viskositas,
volume reaktor, laju alir, dan waktu tinggal. Hubungan antara waktu tinggal
dan hold up gas dinyatakan dalam persamaan berikut:
tlr Ad 1−εr
=
tld Ar 1−εd
Dimana, tlr merupakan waktu tinggal pada riser, dan tld adalah waktu tinggal pada
downcomer. Semakin bertambahna volume, maka waktu tinggal juga semakin
meningkat (Hidayat, 2015). Dalam hal ini, volume dipengaruhi juga oleh tinggi
reaktor, dimana semakin tinggi reaktor, maka volume cairan pun semakin
meningkat sehingga waktu tinggal juga akan meningkat. Dari persamaan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara waktu tinggal dengan hold up
gas memiliki hubungan berbanding terbalik sehingga apabila waktu tinggal
meningkat, maka hold up gas akan menurun. Namun, waktu tinggal

15
berhubungan lurus dengan tinggi cairan, sehingga semakin tinggi cairan maka
hold up gas akan semakin menurun.
Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan, dapat diketahui bahwa data hasil
praktikum pada variabel tidak sesuai dengan teori yang ada. Menurut Sasaki., et
al (2016), kenaikan tinggi cairan akan menurunkan hold up gas pada ketinggian
yang kecil, sedangkan tinggi cairan tidak berhubungan dengan hold up gas pada
ketinggian yang besar. Hal ini terjadi karena gelembung terbentuk ketika z
berkisar pada 400mm, pada daerah ini ukuran gelembung lebih besar dibanding
pada daerah z > 400mm. Rasio dari panjang daerah akhir (h akhir) dengan
daerah awal (h awal) meningkat seiring dengan meningkatnya tinggi cairan.
Jadi total hold up gas mendekati hold up gas pada daerah terakhir ketika tinggi
cairan meningkat sehingga tinggi cairan tidak berhubungan dengan data hold up
gas pada ketinggian yang lebih dari 2200 mm.

4.2 Pengaruh Tinggi Cairan terhadap Laju Sirkulasi


Berdasarkan praktikum hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,
diperoleh data pengaruh tinggi cairan terhadap laju sirkulasi sebagai berikut.
Tabel 4.2 Pengaruh tinggi cairaan terhadap laju sirkulasi

Variabel ke Tinggi Cairan (cm) (cm/s


(cm/s)

1 86 7,9365 11,9048
2 85 12,8205 19,2308
3 92 4,7619 7,1429

16
20
18
Laju Sirkulasi (cm/s) 16
14
12
10
Uld
8
Ulr
6
4
2
0
84 85 86 87 88 89 90 91 92 93

Gambar 4.2 Grafik hubungan tinggi cairan terhadap laju sirkulasi


Berdasarkam gambar di atas, dapat diketahui hubungan antara tinggi
cairan terhadap laju sirkulasi. Tinggi cairan pada reaktor berturut-turut adalah
86 cm, 85 cm, dan 92 cm dengan laju sirkulasi riser berturut-turut adalah
7,9365 cm/s, 12,8205 cm/s, dan 4,7619 cm/s serta laju sirkulasi downcomer
adalah 11,9048 cm/s, 19,2308 cm/s, dan 7,1429cm/s. Dari hasil tersebut terlihat
bahwa laju sirkulasi riser dan downcomer mengalami penurunan seiring
bertambahnya tinggi cairan dan nilai ULd lebih besar dari ULr.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Drandev et al. (2016),
didapatkan persamaan sebagai berikut.
Lr Ld
t c= +
U Lr U Ld
Dengan tc = waktu sirkulasi
Lr = tinggi riser
Ld = tinggi downcomer
ULr = laju sirkulasi riser
ULd = laju sirkulasi downcomer
Berdasarkan persamaan tersebut, diketahui bahwa hubungan antara waktu sirkulasi
berbanding lurus dengan tinggi riser dan downcomer serta berbanding terbalik
dengan nilai laju sirkulasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi riser
dan downcomer yang digunakan, semakin kecil nilai laju sikulasi yang
didapatkan (Drandev et al., 2016). Pada praktikum ini, didapatkan hasil
semakin tinggi cairan di dalam reaktor, semakin kecil nilai laju sirkulasinya.

17
Selain itu, dari percobaan tersebut juga didapatkan juga persamaan
sebagai berikut.
U Lr
V Lr =
1−ɛ r
V Lr A d (1−ɛ d )
=
V Ld A r (1−ɛ r )
Dengan : VLr = kecepatan cairan dalam riser
VLd = kecepatan cairan dalam downcomer
Ad = luas area downcomer
Ar = luas area riser
Berdasarkan persamaan tersebut, diketahui bahwa nilai laju sirkulasi berbanding
lurus dengan kecepatan cairan dan berbanding terbalik dengan luas area.
Sehingga semakin besar luas areanya, semakin kecil laju sirkulasi yang didapat
(Drandev et al., 2016). Pada praktikum ini, luas area riser adalah 120 cm2
sementara luas area downcomer adalah 80 cm2 sehingga nilai ULr lebih kecil
dibandingkan nilai ULd.
Dari teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan sudah
sesuai dengan teori yang ada. Seiring dengan bertambahnya tinggi cairan dalam
reaktor, nilai laju sirkulasi yang didapatkan semakin kecil. Nilai laju sirkulasi
riser lebih kecil dibandingkan nilai laju sirkulasi downcomer dikarenakan luas
area riser yang lebih besar dibandingkan luas area downcomer.

4.3 Pengaruh Tinggi Cairan terhadap Nilai KLa


Berdasarkan praktikum hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,
diperoleh data pengaruh tinggi cairan terhadap nilai KLa sebagai berikut.
Tabel 4.3 Data KLa rata-rata
Variabel KLa rata-rata (L/s)
Variabel 1 (Tinggi Cairan 85 cm) 141,870
Variabel 2 (Tinggi Cairan 86 cm) 156,812
Variabel 3 (Tinggi Cairan 92 cm) 227,231

18
250

200

KLa Rata-Rata
150
(L/s)
100

50
Kla rata-rata
0
85 86 87 88 89 90 91 92
Tinggi Cairan (cm)
Gambar 4.3 Grafik pengaruh laju alir terhadap nilai KLa
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui hubungan antara tinggi cairan
dengan koefisien perpindahan massa gas-cair. Pada tinggi cairan 86 cm KLa
rata-rata yang didapatkan adalah 141,870 L/s, pada tinggi cairan 85 cm KLa rata-
rata yang didapatkan adalah 156,812 L/s, sedangkan pada tinggi cairan 92 cm
KLa rata-rata yang didapatkan adalah 227,231 L/s. Dimana semakin tinggi
cairan yang digunakan dalam percobaan, didapatkan KLa yang semakin besar.
Secara teori, laju sirkulasi semakin meningkat seiring bertambahnya
tinggi cairan dispersi. Semakin tinggi laju sirkulasi cairan, maka nilai konstanta
perpindahan massa gas-cair (KLa) akan semakin tinggi pula. Meningkatnya laju
sirkulasi cairan menyebabkan meningkatnya luas area kontak efektif diantara
fase gas dan cairan pada sistem dispersi sehingga transer massa semakin besar
(Widayat et al., 2011). Sehingga semakin tinggi cairan maka tumbukan
antarpartikel gas dan cair lebih banyak dan cairan bereaksi lebih banyak dengan
gas oksigen dan transfer massa oksigen ke dalam cairan lebih besar.
Berdasarkan teori diatas, percobaan yang dilakukan pada variabel 2 dan
variabel 3 telah sesuai dengan teori yang ada. Semakin tinggi cairan, maka nilai
koefisien transfer massa gas-cair (KLa) akan semakin besar. Semakin tinggi
cairan maka volume cairan akan semakin besar dan mengakibatkan densitas
semakin kecil dengan konsentrasi larutan yang sama, sehingga tumbukan
antarpartikel Na2SO3 dengan oksigen akan semakin banyak dan laju
perpindahan oksigen dari fase gas ke fase cair akan semakin besar. Akan tetapi
pada variabel 1 tidak sesuai teori. Hal itu dikarenakan, pada percobaan variabel
1 terjadinya reaksi samping antara natrium sulfit dengan gas O 2 membentuk
natrium sulfat sehingga menyebabkan viskositas cairan meningkat dan
memperlambat laju sirkulasi.

19
4.4 Hubungan Waktu Tinggal Na2SO3 terhadap Nilai KLa
Berdasarkan praktikum hidrodinamika reaktor yang telah dilakukan,
diperoleh, data pengaruh waktu tinggal Na2SO3 dengan KLa sebagai berikut :
Tabel 4.4 Pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa
Waktu Tinggal (menit) Kla
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3
5 347,4167 343,3667 371,8333
10 173,7167 171,6833 185,9167
15 115,8333 114,4722 123,9444
20 86,8583 85,8542
25 69,4867 68,6833
30 57,9056

400
350
300
250 variabel 1 (86 cm)
Kla

200 variabel 2 (85 cm)


150 variabel 3 (92 cm)
100
50
0
0 5 10 15 20 25 30

Gambar 4.4 Grafik pengaruh waktu tinggal Na2SO3 terhadap nilai KLa
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui hubungan antara waktu
tinggal Na2SO3 dengan perpindahan massa gas-cair. Dimana semakin lama
waktu tinggal Na2SO3 maka semakin kecil nilai KLa nya. Pada waktu menit ke-5
pada variabel 1, 2, dan 3 berturut-turut nilai K La adalah 347,4167; 343,3667 ;
dan 371,8333. Pada menit ke-10 berturut turut nilai K La adalah 173,7167;
171,6833; dan 185,9167. Pada menit ke-15 berturut-turut nilai K La adalah
115,8333; 114,4722; dan 123,9444. Pada menit ke-20 pada variabel 1 dan 2
nilai KLa adalah 86,8583 dan 85,8542. Pada menit ke-25 pada variabel 1 dan 2
nilai KLa adalah 69,4867 dan 68,6833. Pada menit ke-30 pada variabel 1 nilai
KLa adalah 57,9056.
Waktu tinggal berpengaruh, karena semakin lama waktu tinggal maka
larutan tersebut juga bertambah jenuh dan mengakibatkan koefisien
perpindahan massa juga menurun. semakin lama waktu tinggal maka jumlah

20
Na2SO3 yang bereaksi dengan O2 semakin berkurang dikarenakan reaktan
yang semakin jenuh oleh gas. Besarnya nilai KLa berbanding lurus dengan mol
O2 yang masuk reaktor, sedangkan waktu berbanding terbalik dengan mol O2
yang bereaksi. Menurut Haryani dan Widayat (2011), dengan besarnya
konsentrasi oksigen yang semakin banyak maka semakin banyak pula oksigen
yang mampu dipindahkan ke dalam larutan, sehingga nilai KLa akan semakin
besar pula. Namun hanya terjadi perubahan yang sangat kecil atau dapat
dikatakan bahwa perubahaannya tidak signifikan dalam tiap perbedaan tinggi
cairan dalam reaktor. Hal itu dikarenakan nilai KLa tidak ada kaitannya secara
langsung dengan tinggi cairan dalam reaktor.
Berdasarkan teori diatas, dapat dilihat bahwa data hasil praktikum telah
sesuai dengan teori yang ada dimana semakin lama waktu tinggal Na 2SO3 maka
nilai KLa yang didapat semakin kecil.

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Nilai hold-up gas akan semakin menurun seiring meningkatnya tinggi
cairan. Namun, pada percobaan kali ini, variabel 1 tidak sesuai dengan teori
yang ada, dimana nilai hold up gas semakin tinggi seiring dengan
meningkatnya tinggi cairan. Hal ini terjadi karena pada ketinggian besar,
tinggi tidak berpengaruh pada hold up gas.
2. Nilai laju sirkulasi akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya
tinggi cairan dalam reaktor karena tinggi reaktor berbanding terbalik
dengan laju sirkulasi. Nilai laju sirkulasi riser lebih kecil dari downcomer
karena luas area riser lebih besar dari downcomer.
3. Semakin tinggi cairan akan mengakibatkan densitas semakin kecil sehingga
tumbukan antarpartikel Na2SO3 dengan oksigen akan semakin banyak dan
laju perpindahan oksigen dari fase gas ke fase cair akan semakin besar
sehingga nilai KLa akan semakin besar. Namun, pada variabel 1 tidak sesuai
teori karena terjadi reaksi samping antara natrium sulfit dengan gas O 2
membentuk natrium sulfat.
4. Semakin lama waktu tinggal Na2SO3 maka nilai KLa yang didapat semakin
kecil karena semakin lama waktu tinggal maka jumlah Na2SO3 yang
bereaksi dengan O2 semakin berkurang sehingga larutan tersebut
bertambah jenuh dan mengakibatkan nilai KLa menurun.
5.2 Saran
1. Titrasi dilakukan secara teliti hingga mencapai TAT.
2. Menggunakan zat pewarna secukupnya, bewarna terang dan larut dalam air
agar memudahkan untuk mengukur laju sirkulasi.
3. Saat pembuatan dan penyimpanan amilum harus pada tempat yang gelap.

22
DAFTAR PUSTAKA

Christi, M. Y., 1989, Air-lift Bioreactor, El Sevier Applied Science, London.


Christi, Y, Fu, Wengen and Young, M.M., 1994, Relationship Between Riser and
Downcomer Gas Hold-Up In Internal-Loop Airlift Reactors Without Gas-
Liquid Separator, The Chemical Engineering Journal, 57 (1995), pp. B7-B13,
Canada.
Drandev, S., Penev, K. I., dan Karamanev, D. (2016). Study of the hydrodynamics
and mass transfer in a rectangular air-lift bioreactor. Chemical Engineering
Science, 146, 180-188.
Haryani dan Widayat, 2011, Pengaruh Viskositas dan Laju Alir terhadap
Hidrodinamika dan Perpindahan Massa dalam Proses Produksi Asam Sitrat
dengan Bioreaktor Air-Lift dan Kapang Aspergillus Niger, Reaktor, 13(3), pp.
194 - 200.
Hidayat, Rendi, Adrianto Ahmad, dan Sri Rezeki Muria. 2015. Pengaruh Laju Alir
Substrat Terhadap Konsentrasi Sel pada Fermentasi Reject Nanas Menjadi
Bioetanol Secara Kontinu. JOM FTEKNIK 2(1).
Popovic, M.K. and Robinson, C.W., 1989, Mass Transfer Stuy of External Loop
Airlift and a Buble Column. AICheJ, 35(3), pp. 393-405
Sasaki, S., Uchida, K., Hayashi, K., & Tomiyama, A. (2017). Effects of column
diameter and liquid height on gas holdup in air-water bubble columns.
Experimental Thermal and Fluid Science, 82, 359-366.
Widayat, 2004, Pengaruh Laju Alir dan Viskositas Terhadap Perpindahan Massa
Gas-Cair Fluida Non Newtonian Dalam Reaktor Air Lift Rectangular,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, 21-22 Juli 2004,
Semarang, ISSN : 1411-4216, I-9-1 s.d. I-9-4
Widayat, Abdullah, Soetrisnanto, D., & Hadi, M. (2011). Perpindahan Massa Gas-
Cair dalam Proses Fermentasi Asam Sitrat dengan Bioreaktor Bergelembung.
Jurnal Momentum, 7 (2), 14-17.
William, J. A., 2002, Keys To Bioreactor Selections, Chem. Eng.

23
(ini buat lapsem yak)

A-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN

1. Data Praktikum
Luas area riser : 120 cm2
Luas area downcomer : 80 cm2
ρg : 0,00141 g/mL
BM Na2S2O3.5H2O : 248 g/mol
BM Na2SO3 : 126 g/mol
Tinggi sparger : 10 cm
Tinggi cairan dalam reaktor (h) : 86 cm, 85 cm, 92 cm
N Na2S2O3.5H2O : 0,1 N
N Na2SO3 : 0,0061 N
Volume Na2S2O3.5H2O : 250 mL
2. Kebutuhan Reagen
 Kebutuhan Na2SO3
a. Variabel 1 (h = 86 cm)
V =( Ar + A d )×hi
2 2
¿( 120 cm +80 cm )× 86 cm
3
¿ 17.200 cm =17.200 mL
gr 1000
N= × × valensi
BM V (mL)
gr 1000
0,0061 N= × ×2
126 g/mol 17200 mL
gr=6 ,61 gram
b. Variabel 2 (h = 85 cm)
V =( Ar + A d ) ×hi
2 2
¿(120 cm +80 cm )× 85 cm
3
¿ 17.000 cm =17.000 mL
gr 1000
N= × × valensi
BM V (mL)
gr 1000
0,0061 N= × ×2
126 g/mol 17000 mL
gr=6 ,53 gram
c. Variabel 3 (h = 92 cm)
V =( Ar + A d )×hi
2 2
¿( 120 cm +80 cm )× 92 cm
3
¿ 18.400 cm =18.400 mL

B-1
gr 1000
N= × × valensi
BM V (mL)
gr 1000
0,0061 N= × ×2
126 g/mol 18400 mL
gr=7 , 07 gram
 Kebutuhan Na2S2O3.5H2O
gr 1000
N= × × valensi
BM V (mL)
gr 1000
0,1N= × ×2
248 g /mol 250 mL
gr=3 , 1 gram

B-2
LEMBAR PERHITUNGAN

A. Menghitung Hold Up Gas


1. Variabel 1 (Tinggi cairan 86 cm)
∆hr = 1,8 cm
∆hd = 0,7 cm
z = tinggi cairan – tinggi sparger
= 86 cm – 10 cm
= 76 cm
ρL ∆hr
εr = ×
ρL- ρg z
0,9704 g/ml 1 ,8 cm
¿ ×
0,9704 g/ml−0,00141 g/ml 76 cm
¿ 0,0237
ρL ∆hd
εr = ×
ρL- ρg z
0,9704 g/ml 0 , 7 cm
¿ ×
0,9704 g/ml−0,00141 g/ml 76 cm
¿ 0,0092
A r . εr + A d . εd
ε =
Ar+ Ad
2 2
120 cm .0,0237 + 80 cm .0,0092
= 2 2
120 cm + 80 cm
¿ 0,0179
2. Variabel 2 (Tinggi cairan 85 cm)
∆hr = 1,4 cm
∆hd = 0,5 cm
z = tinggi cairan – tinggi sparger
= 85 cm – 10 cm
= 75 cm
ρL ∆hr
εr = ×
ρL- ρg z
0,9928 g /ml 1 , 4 cm
¿ ×
0,9928 g /ml−0,00141 g /ml 75 cm
¿ 0,0187

C-1
ρL ∆hd
εr = ×
ρL- ρg z
0,9928 g /ml 0 ,5 cm
¿ ×
0,9928 g /ml−0,00141 g /ml 75 cm
¿ 0,0067
A r . εr + A d . εd
ε =
A r + Ad
2 2
120 cm .0,0 187 + 80 cm .0,00 67
= 2 2
120 cm + 80 cm
¿ 0,0139
3. Variabel 3 (Tinggi cairan 92 cm)
∆hr = 1,7 cm
∆hd = 0,4 cm
z = tinggi cairan – tinggi sparger
= 92 cm – 10 cm
= 82 cm
ρL ∆hr
εr = ×
ρL- ρg z
0,9868 g /ml 1 , 7 cm
¿ ×
0,9868 g /ml−0,00141 g /ml 82 cm
¿ 0,0208
ρL ∆hd
εr = ×
ρL- ρg z
0,9868 g /ml 0 , 4 cm
¿ ×
0,9868 g /ml−0,00141 g /ml 82 cm
¿ 0,0049
A r . εr + A d . εd
ε =
A r + Ad
2 2
120 cm .0,02 08 + 80 cm .0,00 49
= 2 2
120 cm + 80 cm
¿ 0,0144

ρL
Variabel ∆hr (cm) ∆hd (cm) εr εd ε
(g/mL)

1 0,9704 1,8 0,7 0,0237 0,0092 0,0179


2 0,9928 1,4 0,5 0,0187 0,0067 0,0139
3 0,9868 1,7 0,4 0,0208 0,0049 0,0144

C-2
B. Menghitung Laju Sirkulasi
1. Variabel 1 (Tinggi cairan 86 cm)
Lc
UL d =
tc
25 cm
=
2,1 s
-1
=11,9048 cm. s
UL d × Ad
UL r =
Ar
2
11,9048 cm/s × 80 cm
= 2
120 cm
-1
=7,9365 cm.s
2. Variabel 2 (Tinggi cairan 85 cm)
Lc
UL d =
tc
25 cm
=
1,3 s
-1
=19,2308 cm.s
UL d × Ad
UL r =
Ar
2
19,2308 cm/s × 80 cm
= 2
120 cm
-1
=12,8205 cm.s
3. Variabel 3 (Tinggi cairan 92 cm)
Lc
UL d =
tc
25 cm
=
3,5 s
-1
=7,1429 cm.s
UL d × Ad
UL r =
Ar
2
7,1429 cm/s × 80 cm
= 2
120 cm
-1
=4,7619 cm.s
cm cm
Variabel (cm.s-1) Lc (cm) Tc (s) Uld ( ) Ulr ( )
s s
1 25 2,1 11,9048 7,9365
2 25 1,3 19,2308 12,8205
3 25 3,5 7,1429 4,7619

C-3
C. Menghitung Koefisien Transfer Massa (KLa)
Mol Na2SO3 awal (a) N Na 2 S2 O3
= × Vreaktor
eq
Mol I2 excess (b) N KI
= ×V K I
eq
Mol Na2SO3 sisa (c)
¿ b− (
1 N Na2 S2 O3
2 eq
× V Na2 S2 O3 )
Mol O2 yang bereaksi (d) 1
¿ × ( a−c )
2
O2 yang masuk reaktor (e) d × BM O2
¿
t × 60
Koefisien transfer massa gas cair (KLa) e
¿
0,008

1. Variabel 1 (Tinggi cairan 86 cm)


Mol O2
Mol O2
Volume Mol Mol I2 Mol yang
Waktu yang
titran Na2SO3 excess Na2SO3 masuk KLa
(menit) bereaksi
(mL) mula (a) (b) sisa (c) reaktor
(d)
(e)
5 6,1 52,46 0,5 0,3475 26,0563 2,7793 347,4167
10 6,2 52,46 0,5 0,3450 26,0575 1,3897 173,7167
15 6,6 52,46 0,5 0,3350 26,0625 0,9267 115,8333
20 6,2 52,46 0,5 0,3450 26,0575 0,6949 86,8583
25 6,2 52,46 0,5 0,3450 26,0575 0,5559 69,4867
30 6,2 52,46 0,5 0,3450 26,0575 0,4632 57,9056

2. Variabel 2 (Tinggi cairan 85 cm)


Mol O2
Mol O2
Volume Mol Mol I2 Mol yang
Waktu yang
titran Na2SO3 excess Na2SO3 masuk KLa
(menit) bereaksi
(mL) mula (a) (b) sisa (c) reaktor
(d)
(e)
5 6,2 51,85 0,5 0,3450 25,7525 2,7469 343,3667
10 6,2 51,85 0,5 0,3450 25,7525 1,3735 171,6833
15 6,5 51,85 0,5 0,3375 25,7563 0,9158 114,4722
20 6,5 51,85 0,5 0,3375 25,7563 0,6868 85,8542

C-4
25 6,5 51,85 0,5 0,3375 25,7563 0,5495 68,6833

3. Variabel 3 (Tinggi cairan 92 cm)


Mol O2
Mol Mol O2
Volume Mol I2 Mol yang
Waktu Na2SO3 yang
titran excess Na2SO3 masuk KLa
(menit) mula bereaksi
(mL) (b) sisa (c) reaktor
(a) (d)
(e)
5 6,2 56,12 0,5 0,3450 27,8875 2,9747 371,8333
10 6,2 56,12 0,5 0,3450 27,8875 1,4873 185,9167
15 6,2 56,12 0,5 0,3450 27,8875 0,9916 123,9444

C-5
REFERENSI

D-1
D-2
D-3
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN ANALISA RESIKO
MATERI : HIDRODINAMIKA REAKTOR

IDENTIFIKASI BAHAYA (IB)


A Mekanik D Lingkungan E Bahan kimia G Bahaya lainnya
A1 Penanganan Manual √ D1 Kebisingan √ E1 Racun √ G1 Gas terkompresi √
A2 Bagian yang bergerak √ D2 Getaran √ E2 Iritan √ G2 Radiasi pengion
A3 Bagian yang berputar √ D3 Penerangan E3 Korosif √ G3 Radiasi UV
A4 Pemotongan D4 Kelembaban E4 Karsinogenik G4 Kelelahan
B Biologi D5 Temperatur E5 Mudah terbakar G5 Ruang sempit
B1 Bakteri D6 Bahaya perjalanan E6 Mudah meledak G6 Penuh sesak
B2 Virus D7 Permukaan yang licin √ E7 Cryogenics G7 Termometer
B3 Jamur D8 Limbah padat F Peralatan
C Listrik D9 Kualitas udara F1 Bejana tekan
C1 Voltase tinggi D10 Pekerjaan soliter F2 Peralatan panas
C2 Listrik statis √ D11 Percikan/tetesan/banjir √ F3 Laser
C3 Kabel √ D12 Tumpukan serbuk F4 Pembuluh kaca

E-1
DETAIL RESIKO
Resiko
Tindakan Pengendalian
IB (setelah tindakan pengendalian) Identifikasi Resiko Tindakan Pertolongan Pertama
Untuk Meminimalisir Resiko
Tinggi Sedang Rendah Minimal
1. PREPARASI / TAHAP AWAL

- Menghentikan sumber
tumpahan
- Reagen tumpah saat sedang
- Menjauh dari tumpahan reagen
menimbang
- Membersihkan tumpahan reagen
- Reagen tumpah saat Menggunakan alat pelindung
- Apabila terhirup, pergi ke
pemasukkan titran ke dalam diri (APD) lengkap seperti jas
tempat dengan udara segar
√ buret lab, sarung tangan lateks,
- Apabila terkena kulit dan mata,
- Reagen tumpah saat sedang kacamata pelindung, masker
bilaslah dengan air yang banyak
mengukur densitas dengan dan menggunakan sepatu.
- Apabila tertelan, minum air
piknometer
putih sebanyak 2 gelas
- Terkena paparan reagen
- Melepaskan pakaian yang
terkontaminasi reagen

- Air tumpah pada saat


- Melakukan pengisian air
pengisian ke ember - Menjauh dari tumpahan air
dengan hati – hati
penampungan sehingga dapat - Membersihkan tumpahan air
√ - Membuka keran secara
menyebabkan terpeleset - Apabila terluka, bersihkan dan
perlahan agar air mengalir
- Air tumpah pada saat obati dengan P3K
dengan kecepatan rendah
pengisian ke reaktor sehingga

E-2
dapat menyebabkan
terpeleset

E-3
- Menaiki kursi dengan hati –
hati
- Terjatuh pada saat
- Memastikan kursi yang
pemasukkan reagen Apabila terluka, bersihkan dan
√ akan digunakan kokoh dan
- Terjatuh pada saat obati dengan P3K
tidak rapuh
pengambilan sampel
- Meminta bantuan orang lain
untuk memegangi kursi
- Mematikan sumber arus listrik
- Dorong tubuh korban dengan
benda isolator
- Memastikan kabel dan
- Saat menyalakan pompa - Cari pertolongan medis jika
colokan sumber listrik tidak
√ terdapat resiko tersengat terdapat luka bakar
basah ataupun terkelupas
listrik atau pompa terbakar - Gunakan APAR apabila terjadi
- Memakai APD lengkap
kebakaran pada pompa

2. PERCOBAAN UTAMA
√ - Saat menyalakan kompresor - Memastikan kabel dan - Mematikan sumber arus listrik
terdapat resiko tersengat colokan sumber listrik tidak - Dorong tubuh korban dengan
listrik/korslet atau kompresor basah ataupun terkelupas benda isolator
terbakar - Memakai APD lengkap - Cari pertolongan medis jika
- Saat menyalakan kompor - Menggunakan ear plug terdapat luka bakar
listrik terdapat resiko - Gunakan APAR apabila terjadi
tersengat listrik kebakaran pada pompa
- Kebisingan akibat suara - Mematikan sumber kebisingan

E-4
kompresor - Mengistirahatkan telinga
- Menaiki kursi dengan hati –
hati
- Terjatuh pada saat
- Memastikan kursi yang
pemasukkan zat warna Apabila terluka, bersihkan dan
√ akan digunakan kokoh dan
- Terjatuh pada saat obati dengan P3K
tidak rapuh
pengambilan sampel
- Meminta bantuan orang lain
untuk memegangi kursi
3. ANALISA / TAHAP AKHIR
Menggunakan alat pelindung
- Apabila terkena kulit dan mata,
diri (APD) lengkap seperti jas
- Terkena tetesan titran saat bilaslah dengan air yang banyak
√ lab, sarung tangan lateks,
melakukan titrasi - Apabila tertelan, minum air
kacamata pelindung, masker
putih sebanyak 2 gelas
dan menggunakan sepatu.
- Terjadi tumpahan air pada Melakukan pembukaan valve - Menjauh dari tumpahan air
saat proses drainase yang sesuai prosedur agar air yang - Membersihkan tumpahan air

dapat mengakibatkan keluar maksimal dan langsung - Apabila terluka, bersihkan dan
terpeleset ke tempat pembuangan obati dengan P3K

E-5
LEMBAR ASISTENSI

DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
1 16-09-2023 Pengumpulan P0 Laporan

F-1

Anda mungkin juga menyukai