Anda di halaman 1dari 84

JOBSHEET

LABORATORIUM
PENGOLAHAN LIMBAH

PEMBIMBING :
LASIRE, ST., M.Si
FAJAR HR., ST., M.Eng
Dr. Mahyati, S.T.,,M.Si
RAHMIAH SJAFRUDDIN, S.T.,M.Eng

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR 2020

i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

Mata Kuliah : Laboratorium Pengolahan Limbah

Kode Mata Kuliah : TK 33209

Penyusun : Rahmiah Sjafruddin, S.T.,M.Eng


NIP 19760205 200604 2 001

Jobsheet ini telah diperiksa dan disetujui untuk digunakan sebagai bahan kuliah
bagi mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang

Makassar, Desember 2020

Menyetujui :

Kepala Unit P3AI, Ketua Jurusan Teknik Kimia

Andi Gunawan Herman Bangngalino


19700312 200501 1004 19610831 199003 1 002

Mengetahui/Menyetujui :
Pembantu Direktur I,

Ahmad Zubair Sultan


19740423 199903 1 002

ii
TATA TERTIB
PESERTA PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH

1. Setiap mahasiswa harus hadir tepat pada waktu yang


telah ditentukan, apabila terlambat lebih dari 5 (lima)
menit dari waktu tersebut, maka mahasiswa tersebut
tidak diperkenankan mengikuti praktikum pada hari itu.
2. Selama mengikuti praktikum, mahasiswa harus memakai
jas praktikum (berwarna putih) yang bersih sehingga
tidak mengganggu peserta yang lain.
3. Setiap mahasiswa diwajibkan membuat laporan
praktikum, yaitu laporan sementara (yang ditanda dosen
pembimbing praktikum) dan sebelum mengikuti
praktikum berikutnya, peserta harus mengumpulkan
laporan resmi (lengkap). Jika tidak mengumpulkan maka
mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti praktikum
pada hari itu.
4. Setiap mahasiswa harus menjaga kebersihan
laboratorium, bekerja dengan tertib, tenang, dan teratur.
Selama mengikuti praktikum, mahasiswa harus bersikap
sopan, baik dalam berpakaian (tidak boleh memakai
sandal ataupun kaos oblong), cara berbicara maupun cara

iii
bergaul supaya sopan. Apabila mahasiswa tidak sopan
dan membuat kegaduhan, mereka dapat dikeluarkan dari
laboratorium dan tidak diperkenankan untuk
melanjutkan praktikum pada hari itu. Kegiatan praktikum
dinyatakan gagal.
5. Setiap mahasiswa harus mengembalikan botol bahan-
bahan kimia yang tertutup rapat ditempat semula.
6. Setiap mahasiswa harus mengembalikan alat-alat yang
telah dipakai dalam keadaan bersih dan kering, serta
mengembalikan ke tempat semula.
7. Bagi mereaka yang tidak mengikuti praktikum pada hari
yang telah terjadwal, dinyatakan inhal (menunda
praktikum) dengan memenuhi persyaratan yang ada.
8. Inhal tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali kecuali mereka
yang sakit dan harus diopname di rumah sakit. Lebih dari
2 kali dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang tahun
berikutnya.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, serta hanya dengan rahmat
dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan Jobsheet Praktikum Pengolahan
Limbah ini. Mata kuliah Praktikum Pengolahan Limbah sifatnya sebagai mata
ajaran pelengkap, namun kegiatan praktikum Pengolahan Limbah merupakan
bagian tak terpisahkan dari mata kuliah Ilmu dan Teknologi Lingkungan dan
Pengolahan limbah yang diberikan pada semester I dan III di Jurusan Teknik
Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP). Di samping itu juga, untuk
menjaga kesinambungan aspek-aspek teoretis dan ketrampilan praktis (termasuk
pengetahuan terhadap metode analisis limbah cair dan pengolahan limbah padat
dan cair) dalam pemahaman ilmu lingkungan, diperlukan suatu kegiatan
praktikum dengan arah dan sistematika yang lebih jelas, praktis namun
komprehensif.
Namun demikian, penulis tetap menyadari adanya beberapa kekurangan
ataupun kekeliriuan dalam penyusunan Jobsheet ini, sehingga dengan senang hati
kami dapat menerima kritik dan saran yang berguna. Akhirnya kami
mengharapkan semoga Jobsheet ini bermanfaat bagi para pembaca.

Makassar, Oktober 2020


Penyusun;

Rahmiah Sjafruddin, S.T.,M.Eng

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
LEMBAR INDENTITAS dan PENGESAHAN .............................................. ii
TATA TERTIB ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
GARIS-GARIS BESAR RANCANGAN PENGAJARAN (GBRP) ................. vii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... viii

Judul percobaan : Analisis Zat Padat (Metode Gravimetri) ...................... 1

Judul Percobaan : Analisis Cod (Chemical Oxygen


Demand) Dengan Metode Refluks Terbuka ................................................ 10

Judul percobaan : Proses AERASI ............................................................. 18

Judul Percobaan : Pelunakan Air Sadah Dengan Zeolit Aktif ................... 24

Judul Percobaan : Koagulasi Dengan Jar Test .......................................... 31

Judul Percobaan : Analisis Nitrat .............................................................. 45

Judul Percobaan : Penentuan Biochemical Oxygen Demand (BOD) ......... 53

Judul Percobaan : Pengomposan ................................................................ 60

Judul Percobaan : Analisis Nitrit ............................................................... 69

vi
GARIS-GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP)
LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH

JUDUL MATA KULIAH : LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH


NOMOR KODE/SKS : KK 503323/3 SKS (3 x 50 x 14/semester).
DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Praktikum Pengolahan Limbah sifatnya sebagai mata kuliah pelengkap dan aplikasi, yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari mata kuliah Ilmu dan Teknologi Lingkungan dan Pengolahan limbah yang diberikan pada semester I dan III di Jurusan Teknik
Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP). Mata kuliah Praktikum Pengolahan Limbah terdiri dari beberapa pokok bahasan salah satunya adalah
praktikum Lab. Pengolahan limbah memuat tentang analisis secara fisik, kimia, dan biologi serta simulasi pengolahan limbah. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan
mempelajari tentang analsis zat padat, analisis COD, analisis dengan klor aktif, proses aerasi, penyaringan pasir lambat, koagulasi, pelunakan air sadah dengan zeolit,
analisis sampah, analisis BOD, dan proses pembuatan pupuk kompos serta aplikasi langsung dengan melakukan kunjungan ke industri (proses pengolahan limbah
industri).

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini, maka mahasiswa diharapkan dapat melakukan pengolahan dan pengujian parameter
terhadap suatu limbah cair dan padat diantaranya :
1. Menganalisa zat padat yang meliputi : Total padatan solid (TS), Total Suspended solids (TSS), Total dissolved solid (TDS), zat organik dan
anorganik terkandung dalam limbah atau padatan yang tidak mudah menguap dan yang mudah menguap
2. Menganalisis kebutuhan oxygen kimia (COD) suatu limbah
3. Menganalisis kebutuhan oxygen biologi (BOD) suatu limbah
4. Menentukan pengaruh penambahan tawas dan/atau kapur terhadap kandungan parameter limbah cair (Koagulasi)
5. Mampu menentukan kadar Nitrat dalam limbah cair
6. Mampu menetukan kadar oksigen terlarut dengan menggunakan proses aerasi
7. Mampu menetukan penurunan kadar kesadahan total ( Ca dan Mg) dengan menggunakan zeolit (adsorpsi)
8. Mampu menentukan kadar nitrit dalam air limbah
9. Mampu memproduksi pupuk organic secara Bokashi dari limbah pasar, khususnya sisa sayuran
10. Menganalisis metode pengolahan limbah cair di industry (kunjungan industri) pengolahan limbah

v
DAFTAR PUSTAKA

1. Alaerts, G., Ir., DR., Santika, S.S., Ir., Msc., 1987, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional, Surabaya.

2. Arya, W. W, 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi Yogyakarta

3. American Public Health Association, American Water Works Association and Water Pollution Control Federation, Standard Methods For The
Examination of Water and Wastewater, pp. 404-406, American Public Health Association, Washington.

4. Dr. Rukaesih Achmad, M.Si.,2004, ―Kimia Lingkungan, Penerbit Andi‖, Yogyakarta.

5. Effendi, H., 2003., Telaah Kualitas Air, bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan., Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

6. Laboratorium Analisis Instrumental (ANINS), ―Petunjuk Praktikum MTPPL‖, Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

7. Tjokrokusumo, KRT., 1995, Pengantar Konsep Teknologi Bersih, STTL, Yogyakarta.

vi
ANALISIS ZAT PADAT
(Metode Gravimetri)

Pendahuluan
Zat padat terdiri dari padatan tersuspesi, terlarut, padatan menguap, dan
padatan terikat merupakan parameter yang termasuk ke dalam sifat fisika air.
Pengujian parameter-parameter tersebut dilakukan secara gravimetric, padatan
terlarut dalam air atau air limbah memberikan pengaruh yang merugikan terhadap
mutu air. Konsentrasi yang tinggi dalam air secara umum dapat menurunkan nilai
estetika dan pemanfaatan air. Analisis konsentrasi padatan dalam air menjadi
penting dalam pengawasan keberhasilan pengolahan air untuk berbagai jenis
pemanfaatanya
I. Tujuan
Mampu menentukan jumlah zat padat (solid) total dalam air, baik yang
tersuspensi (TSS) maupun yang terlarut (TDS)
Mampu menentukan zat organik dan anorganik, baik zat tersuspensi dan
terlarut dalam limbah cair
II. Perinsip Kerja
- Preparasi sampel
- Preparasi cawan crus dan kertas saring
- Pemanasan sampel di oven dan furnace
III. ALat dan Bahan
Bahan :
- Air limbah
- Aquades
Alat :
- Kertas saring
- Pompa vakum
- Sentrifus
- Oven
- Furnace
- Neraca analitik

1
- Cawan crus
- Desikator
- Pipet ukur 5 mL, 2 mL
- bola isap
- Gelas kimia 100 mL, 250 mL
- Gegep besi
IV. Teori
Parameter zat padat di dalam suatu limbah merupakan tinjauan sifat fisika
di mana sifat dapat dideteksi secara visual dan dapat ditetapkan dengan cara
pengukuran secara fisis seperti kekeruhan, salinitas, daya hantar listrik
(konduktivitas), bau, suhu, lumpur dan lain-lain. Kekeruhan air menunjukkan
bahwa dalam air banyak partikel yang larut, terendap, melayang dan terapung
yang terdiri dari berbagai persenyawaan. Partikel ini berupa peruraian dari zat
organik, jasad renik, lumpur dan tanah liat. Adanya partikel tersebut membatasi
cahaya sinar matahari masuk dalam air sehingga menghalangi reaksi foto sintesa.
Di antara partikel ini ada yang bersifat membawa kesuburan bagi tanaman air
tertentu. Berbeda halnya dengan kadar salinitas yang menunjukkan kadar garam
dalam air. Semakin tinggi kadar garam air semakin asin dan penggunaannya pun
terbatas. Tingkat konduktifitas air diukur dengan daya air untuk mengantarkan
arus listrik. Tingginya konduktifitas air menyatakan bahwa terdapat ion yang
cukup baik menghantarkan listrik terutama ion logam. Padatan yang terdapat
dalam air limbah yaitu bahan yang tersisa apabila limbah disaring atau diuapkan.
Padatan ini terdiri padatan terlarut, mengendap dan tercampur. Jenis parameter
pencemar secara fisis dalam kapasitas tertentu mengakibatkan perubahan badan
penerima. Adanya perubahan itu maka fungsi penggunaan air tidak sesuai lagi
dengan peruntukannya. Keruh, berbau, berwarna, rasa asin dari lain-lain adalah
indikasi yang menyatakan perubahan kualitas badan penerima. Apabila kondisi
pencemaran ini tidak mengalami perubahan, berarti daya dukung lingkungan tidak
mampu menetralisasi parameter pencemar tersebut. Adapun parameter pencemar
secara fisika adalah :

2
• Kekeruhan (turbiditas)

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan


organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri. Turbiditas merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai
seberapa jauh cahaya mampu menembus air, dimana cahaya yang menembus air
akan mengalami ―pemantulan‖ oleh bahan-bahan tersuspensi dan bahan koloidal.
Satuannya adalah Jackson Turbidity Unit (JTU), dimana 1 JTU sama dengan
turbiditas yang disebabkan oleh 1 mg/l SiO 2 dalam air. Dalam danau atau
perairan lainnya yang relatif tenang, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan
koloidan dan bahan-bahan hakus yang terdispersi dalam air. Dalam sungai yang
mengalir , turbiditas terutama disebabkan oleh bahan-bahan kasar yang
terdispersi. Walaupun kekeruhan itu sendiri bukan pulutan, sifat ini disebabkan
oleh adanya bahan tersusupensi (bahan organik, mikroorganisme dan partikel-
partikel cemaran lain). Kekeruhan merupakan sifat optic dari contoh yang
menyebabkan sinar tersebar dan atau diserap. Sifat ini diukur dengan turbidimeter
lilin. Pengukuran ini bukan indikasi bahan tersuspensi yang tepat yang biasanya
ditetapkan secara gravimetri, karena metode yang terakhir berdasarkan berat
partikel sedangkan kekeruhan berdasarkan sifat-sifat optic. Turbiditas penting
bagi kualitas air permukaan, terutama berkenaan dengan pertimbangan estetika,
daya filter, dan disinfeksi. Pada umumnya kalau turbiditas meningkat, nilai
estetika menurun, filtrasi air lebih sulit dan mahal, dan efektivitas desinfeksi
berkurang. Turbiditas dalam perairan mungkin terjadi karena material alamiah,
atau akibat aktivitas proyek, pembuangan limbah, dan operasi pengerukan.
- Zat Padat
Zat pada (solid) adalah suatu material yang tersisi (residu) jika suatu cairan
diuapkan pada temperatur 103 – 105oC. Residu hasil penguapan dapat berupa
senyawa organik dan atau anorganik baik dalam bentuk tersuspensi maupun
terlarut dalam air. Adapun parameter padatan di dalam limabh cair yang dapat
diukur adalah total solid (TS), total suspended solid (TSS), total dissolved solid
(TDS), volatile total solid (VTS), volatile suspended solid (VSS), volatile
dissolved solid (VDS).

3
- Total solid (TS)
Total padatan (Total solid) adalah semua bahan yang terdapat di dalam
sampel limbah cair setelah dipanaskan pada temperatur 103 – 105oC selama
kurang lebih 1 jam dan dilanjutkan dengan pemanasan sampai diperoleh bobot
konstan (air teruapkan). Total solid terdiri dari bahan padatan tersuspensi, total
padatan terlarut.
• Suspended Solid (SS)
Kandungan suspended solid (SS) menimbulkan bau busuk, juga dapat
meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. SS dapat menghalangi penetrasi
sinar matahari kedalam air. SS adalah padatan yang terkandung dalam air dan
bukan merupakan larutan, bahan ini dibedakan dari padatan terlarut dengan jalan
uji filtrasi laboratorium. Satuannya adalah mg/l. SS terdiri atas komponen
settleable, floating dan non-soluble (suspensi koloidal). SS lazimnya mengandung
senyawa organik dan anorganik. Satu ciri dari SS adalah berkaitan dengan
karakteristik turbiditas. SS sangat penting karena pengaruhnya terhadap kualitas
estetika, filtrasi (penjernihan) dan desinfeksi; dan potensial dampaknya terhadap
ekosistem akuatik. Pada umumnya air yang mengandung banyak SS kurang
bagus ditinjau dari sudut pandang estetika, lebih sulit dan mahal untuk
menjernihkannya, dan memerlukan lebih banyak bahan kimia untuk dis-
infeksinya. Suspended Solid yang berlebihan dapat membahayakan ikan dan
jasad akuatik lainnya melalui penyelimutan insang, reduksi radiasi matahari, dan
selanjutnya akan berpengaruh pada rantai makanan alami.
• Total Dissolved Solid (TDS)
Total dissolved solid (TDS) disebut juga Total Padatan Terlarut yaitu
ukuran zat terlarut baik organik maupun anorganik yang terkandung di dalam suatu
cairan.) TDS dipisahkan dari Suspended Solid melalui teknik filtrasi laboratorium.
TDS (Total Dissolved Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik zat organik maupun
zat anorganik, misalnya garam) yang terdapat pada sebuah limbah cair. Total
padatan terlarut adalah bahan-bahan yang terlarut dalam air yang tidak tersaring
dengan kertas sarig milliopore dengan ukuran pori 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari
senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan

4
garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa
ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh, air buangan sering
mengandung molekul sabun, detergen, dan surfaktan yang larut air, misalnya pada
air buangan rumah tangga dan industri pencucian. Total padatan terlarut (Total
Dissolved Solid) adalah bahn-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid
(diameter < 10-6 mm sampai dengan < 10-3 mm) yang berupa senyawa kimia dan
bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm.
Satuannya adalah mg/liter atau ppm (part per million). Total padatan terlarut (TDS)
juga dapat diartikan sebagai bahan dalam contoh air yang lolos melalui saringan
membran yang berpori 2,0 m atau lebih kecil dan dipanaskan 180°C selama 1 jam
(dapat bobot konstan). Kandungan yang terkandung dapat berupa agregat dari
karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat dan garam-garam lainnya dari Ca,
Mg, Na, K, dan senyawa organik lainnya.
• Total Suspended Solid (TSS)

Kandungan Total suspended solid (TSS) menimbulkan bau busuk, juga


dapat meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. TSS dapat menghalangi
penetrasi sinar matahari kedalam air. TSS adalah padatan yang terkandung dalam
air dan bukan merupakan larutan, bahan ini dibedakan dari padatan terlarut
dengan jalan uji filtrasi laboratorium. Satuannya adalah mg/l atau part per million
(ppm). TSS terdiri atas komponen settleable, floating dan non-soluble (suspensi
koloidal). TSS lazimnya mengandung senyawa organik dan anorganik. Satu ciri
dari TSS adalah berkaitan dengan karakteristik kekeruhan (turbiditas). TSS sangat
penting karena pengaruhnya terhadap kualitas estetika, filtrasi (penjernihan) dan
desinfeksi; dan potensial dampaknya terhadap ekosistem akuatik. Pada umumnya
air yang mengandung banyak TSS kurang bagus ditinjau dari sudut pandang
estetika, lebih sulit dan mahal untuk menjernihkannya, dan memerlukan lebih
banyak bahan kimia untuk dis-infeksinya. Total Suspended Solid yang berlebihan
dapat membahayakan ikan dan jasad akuatik lainnya melalui penyelimutan
insang, reduksi radiasi matahari, dan selanjutnya akan berpengaruh pada rantai
makanan alami. Total padatan tersuspensi dengan partikel-partikel ukuran kecil
membutuhkan waktu yang lama untuk proses pengendapannya. Proses

5
pengendapan partikel-partikel kecil biasanya dengan penambahan bahan koagulan
di dalam limbah cair.
• Padatan terendap.
Padatan terendapkan adalah padatan dalam limbah cair yang mengendap
pada dasar dalam waktu 1 jam. Padatan ini ini biasanya diukur dalam kerucut
Imhooff berskala dan dilaporkan sebagai ml padatan terendap per liter .Padatan
terendap merupakan indikator jumlah padatan limbah yang akan mengendap
dalam alat penjernihan dan kolam pengendapan. Teknik penetapan endapan ini
mudah dilakukan dan berguna bila akan merancang sistem penanganan.
V. Prosedur Kerja
Pengujian Total Solid (TS)
- Bersihkan cawan crus, kemudian panaskan di dalam oven pada temperature
105oC selama 1 jam.
- Dinginkan cawan crus kosong di dalam desikator selama 15 menit, kemudian
timbang, catat berat cawan kosong (a g)
- Masukkan 5 mL sampel air (sedikit demi sedikit) ke dalam cawan porselin dan
timbang berat cawan dan sampel air.
- Panaskan cawan porselin yang berisi sampel di dalam oven dengan temperature
105oC, selama 1 jam, kemudian dinginkan di dalam desikator selama 15 menit
dan timbang (b g)
- Ulangi proses pemanasan, pendingnan dan penimbangan sampai dapat berat
konstan (c g).
- Hitung kadar Total Solid (TS) dalam satuan mg/L
𝑏−𝑐 𝑥 106
- TS (mg/L) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿 )

Pengujian volatile total solid (VTS),


- Pijarkan cawan crus yang berisi padatan total solid (TS) di dalam furnace pada
suhu 550oC selama 1,5 jam. Setelah itu matikan furnace biarkan sampel tetap
di dalam furnace hingga dingin (suhu sekitar 100 – 150oC).
- Dinginkan sampel di dalam desikator selama 15 menit.
- Timbang segera dengan neraca analitik.

6
Pengujian Total Suspended Solids (TSS)
Persiapan Cawan crus dan kertas saring
- Jika padatan terlarut yang akan ditetapkan, maka pijarkan cawan crus yang
telah bersih pada suhu 105oC selama ± 1 jam di dalam oven.
- Dinginkan cawan crus dalam desikator selama 15 menit
- Timbang segera sebelum digunakan
- Cawan crus siap digunakan.
- Lakukan pemanasan untuk kertas saring di dalam oven, dan timbang
- Panaskan cawan crus kosong dan kertas saring 0,45 μm ke dalam oven 105 o C
selama 1 jam, kemudian dinginkan di dalam desikator selama 15 menit setelah
dingin timbang cawan crus dan kertas saring (d g).
- Siapkan kertas saring yang sudah diketahui beratnya.
- Basahi dengan sedikit air suling supaya diam pada tempatnya
- Ambil 5 mL sampel limbah cair lalu disentrifus selama 15 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
- Setelah disentrifus, limbah cair disaring dengan kertas saring berdiameter 0,45
μm. Padatan yang mengendap diambil dan dimasukkan pada cawan yang
telah ditimbang, kemudian timbang cawan dan sampel (e gr), kemudian
panaskan di dalam oven 105oC selama 1jam
- Setelah 1 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, lalu
ditimbang (f-1 gr)
- Ulangi proses pemanasan, pendinginan dan penimbangan sampai mendapatkan
berat konstan. (f-2 g; f-3 g ……. fk = berat konstan)
- Hitung Nilai TSS (mg/L) dengan persamaan
𝑓𝑘 −𝑑 𝑥 106
TSS (mg/L) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿)

Pengujian volatile suspended solid (VSS),


- Pijarkan cawan crus yang berisi padatan total suspended solid (TSS) di dalam
furnace pada suhu 550oC selama 30 menit s/d 1 jam. Setelah itu matikan
furnace biarkan sampel tetap di dalam furnace hingga dingin (suhu sekitar 100
– 150oC).

7
- Dinginkan sampel di dalam desikator selama 15 menit.
- Timbang segera dengan neraca analitik.
- Hitung Nilai VSS
Total Padatan Terlarut (TDS)
- Panaskan cawan crus kosong ke dalam oven 105oC selama 1 jam, kemudian
dinginkan di dalam desikator selama 15 menit, setelah dingin timbang (g gr).
- Ambil 50 mL sampel limbah cair lalu disentrifus selama 15 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
- Setelah disentrifuse, limbah cair disaring dengan kertas saring berdiameter
0,45 μm. Kemudian cairan (filtrat) 5 ml diambil dan dimasukkan pada cawan
yang telah ditimbang dan panaskan ke dalan oven 180 oC selama 24 jam
- Didingikan dalam desikator kemudian ditimbang (h gr)
- Hitung nilai TDS
𝑕−𝑔 𝑥 10−6
TDS (mg/L) =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿 )

Pengujian volatile Dissolved solid (VDS),


- Pijarkan cawan crus yang berisi padatan total dissolved solid (TDS) di dalam
furnace pada suhu 550oC selama 30 menit s/d 1 jam. Setelah itu matikan
furnace biarkan sampel tetap di dalam furnace hingga dingin (suhu sekitar 100
– 150oC).
- Dinginkan sampel di dalam desikator selama 15 menit.
- Timbang segera dengan neraca analitik.
- Hitung nilai VDS
VI. Data Pengamatan
Berat B. cawan + B. Cawan + sampel B. Cawan +
Volum
Cawan sampel kering (105oC & sampel
sampel
kosong basah 180oC) (550oC)

8
VII. Daftar Pustaka
1. Standar Nasional Indonesia, 2002., SNI 06-2413-2002.,‖Metode
Pengujian Kadar Padatan dalam Air‖., Badan Standarisasi
Nasional (BSN)
2. Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi
Kelima. Jilid 1 dan 2. Jakarta : PT. Kalaman Media Pusaka.
3. Petunjuk Pemeriksaan Air Minum/ Air Bersih , Depkes RI, Jakarta 1993.

9
ANALISIS COD (Chemical Oxygen Demand) DENGAN METODE
REFLUKS TERBUKA

I. Tujuan Percobaan

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan nilai COD dari air sampel
dengan metode refluks terbuka menggunakan oksidator kalium dikromat.

II. Prinsip Kerja

- Preparasi sampel (mengencerkan)


- Proses Refluks
- Analisis sampel (metode titrasi)

III. Landasan Teori

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah


jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organic dalam
suatu sampel dengan menggunakan bahan kimia. Dalam hal ini, bahan buangan
organik akan dioksidasi oleh Kalium dikhromat menjadi gas CO2 dan H2O serta
sejumlah ion Chrom. Kalium dichromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxydizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan
mengikuti reaksi berikut ini :

CaHbOc + Cr2O7 2- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak


sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan
organik diperkirakan ada unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka
perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut.
Chlorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium bichromat
sesuai dengan reaksi berikut ini :

6Cl-+ Cr2O7 2- + 14H+ 3Cl2 + 2 Cr3+ + 7H2O

10
Apabila dalam larutan sampel terdapat Chlorida, maka oksigen yang
diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat
diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion
Chlor menjadi merkuri chlorida mengikuti reaksi berikut ini :

Hg2+ + 2Cl- HgCl2

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik


sebelum reaksi oksidasi adalah hijau. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan
berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bichromat yang
dipakai pada reaksi tersebut diatas. Makin banyak kalium bichromat yang dipakai
pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti
bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik.
Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat
ditentukan.
Nilai COD digunakan sebagai alat ukur pencemaran dalam limbah cair.
Nilai COD dalam suatu sampel (limbah cair) dapat dihitung dengan persamaan :
( A  B) x N x 8000
COD, mg/L =
Volume sampel

Dimana :

A = Volume ferrous ammonium sulfat (FAS) yang digunakan untuk titrasi


blanko (mL)
B = Volume ferrous ammonium sulfat (FAS) yang digunakan untuk titrasi
sampel (mL)
N = Normalitas ferrous ammonium sulfat (FAS) (N)
8000 = Berat ekuivalen oksigen x 1000 mL/L
Ada hubungan antara nilai COD dan BOD dari suatu sampel. Jika
dibandingkan dengan BOD, nilai COD selalu lebih tinggi karena hampir seluruh
material organik dapat dioksidasi oleh oksidator kimia yang kuat. Sedangkan

11
pada proses pengukuran BOD tidak semua senyawa organik dapat dioksidasi
secara biologis. Umumnya senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak
dapat dioksidasi dengan mudah.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antara
COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Pada tabel 1 berikut tercantum
perbandingan angka tersebut untuk beberapa jenis air.
Tabel 1. Perbandingan Angka BODs/COD untuk Beberapa Jenis Air.

Jenis air BODs / COD

Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60


Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60
Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis 0,20
Air sungai 0,10

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang seharusnya, misalnya


untuk air buangan penduduk (domestik) kurang dari 0,2 menunujukan adanya zat-
zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme. Tidak semua zat-zat organik dalam
air buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau
BOD. Tabel 2 dibawah ini menunjukan zat organik / inorganik yang tidak atau
dapat dioksidasikan melalui tes COD dan BOD.
Tabel 2. Jenis Zat-Zat yang Tidak atau Dapat Dioksidasi Melalui Tes COD
dan BOD
Dapat dioksidasi
dengan uji
Jenis Bahan Buangan
COD BOD

Zat organik yang biodegradable (protein, gula, karbohidrat dsb) ya ya


Serat sintetik, Selulosa, dsb ya -

Non-biodegradable (NO2-, Fe2+, S2-, Mn3+, dsb) ya -


N bebas, contoh NH4 - ya

Hidrokarbon rantai dan aromatik ya -

12
Theoretical Oxygen Demand (ThOD) atau Kebutuhan Oksigen Teoritis
adalah kebutuhan oksigen untuk mengoksidasikan zat organik dalam air yang
dihitung secara teoritis. Jumlah oksigen tersebut dihitung bila komposisi zat
organik terlarut telah diketahui dan dianggap semua C, H, dan N habis teroksidasi
menjadi CO2, H2O dan NO3-.
2.2 Metode Analisa COD
Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur COD, yaitu:
a. metode refluk terbuka
b. metode titrimetri
c. metode kolorimetri
Metode refluks terbuka cocok untuk kebanyakan limbah di mana ukuran
sampel yang banyak lebih disukai. Metode refluks tertutup (titrimetri dan
kolorimetri) lebih ekonomis dalam penggunaan reagen garam logam, tetapi
membutuhkan homogenisasi dari sampel yang berisi padatan tersuspensi untuk
mendapatkan hasil yang reprodusibel.
2.3 Keuntungan dan Kekurangan Tes COD
a. Keuntungan tes COD dibandimgkan dengan tes BOD.
 Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa
BODs memerlukan 5 hari.
 Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutukan
pengenceran sampel sedang pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan
pengenceran.
 Ketelitian dan ketetapan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih
tinggi dari tes BOD.
 Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD,
tidak menjadi soal pada tes COD.
b. Kekurangan
Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi
oksidasi kimia yang meniru oksidasi biologis, sehingga merupakan suatu
pendekatan saja. Karena hal tersebut diatas maka tes COD tidak dapat

13
membedakan antara zat-zat yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang
teroksidasi secara biologis.
III. Pelaksanaan Percobaan
3.1 Alat-Alat yang Diperlukan
 Dua buah alat refluks, terdiri dari gelas erlenmeyer 250 mL dan kondensor
 Batu didih
 Pemanas listrik
 Hot plate
 Magnetik stirrer
 Buret 50 mL dan Corong biasa
 Penghisap dan Corong pisah
 Pipet volume 15 mL dan 25 mL
 Pipet volume 10 mL dan 5 mL
 Pipet ukur 25 mL dan 10 mL
 Labu takar 100 mL
 Dua buah erlenmeyer 250 mL
 Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
 Botol semprot 1 buah
 Gelas alroji dan spatula
 Pipet tetes
 Neraca analitik
3.2 Bahan-Bahan yang Diperlukan
 Larutan standar K2Cr2O7 0,25 N (kalium dikromat standar 0,04167 M)
Ditimbang 12,259 gr K2Cr2O7 kemudian dikeringkan pada suhu 150oC
selama 2 jam dan dilarutkan dalam air sulin 1000 mL. Larutan ini setara
dengan 6 x 0,04167 M atau 0,25 N
 Reagen campuran asam sulfat (H2SO4) dan perak sulfat (Ag2SO4)
Tambahkan Ag2SO4 ke dalam larutan H2SO4 dengan rasio 5,5 gr
Ag2SO4/kgH2SO4 kemudian didiamkan selama 1-2 hari dan dikocok.
 Larutan H2SO4 95% (pekat)

14
 Indikator fenantrolin ferro sulfat (feroin) (C12H8N2) 3FeSO4
Larutan sebanyak 1,485 gr 1,10-phenanthroline monohydrate dan 695 mg
FeSO4.7H2O ke dalam 100 mL air suling yang dapat digunakan sebagai
larutan indicator untuk titrasi.
 Larutan standar ferro amonium sulfat (FAS) 0,25 N
Melarutkan 98 gr Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling lalu
ditambahkan 20 mL H2SO4 pekat, didinginkan dan diencerkan sampai
1000 mL. Larutan standar ini ini setiap kali dikalibrasi dengan larutan
K2Cr2O7. Pada 25 mL larutan standar K2Cr2O7 diencerkan sampai 100 mL
kemudian ditambahkan 30 mL H2SO4 pekat dan didinginkan. Larutan
FeSO4.7H2O dititrasi dengan indicator 3 – 5 tetes feroin.

[Volume x N ] K 2Cr2O7
M (FAS) =
Volume FAS yang digunakan dalam titrasi , mL

 Kristal atau bubuk HgSO4.


 Air suling (aquades)
 Sampel
3.3 Gambar ALat Refluks

Keterangan gambar :
1. Dongkrat
2. Hot plate
3. Erlenmeyer
4 4. Kondensor refluks
5 5. Selang air masuk dan keluar
3 6. Pendingin

1
6

3.4 Cara Kerja


1. Dipipet 10 mL sampel dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.

15
2. Dipipet 10 ml aquades (blanko) dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 250
ml.
3. Ditambahkan 0,1 g HgSO4 dan beberapa pecahan gelas sebagai batu didih ke
dalam masing-masing erlenmeyer.
4. Ditambahkan 25 mL larutan K2Cr2O7 0,25 N kemudian dikocok sampai
merata.
5. Ditambahkan 30 mL reagen campuran asam sulfat dan perak sulfat (20 ml
sebelum dipanaskan dan 10 mL setelah mendidih) secara pelan-pelan ke
dalam masing-masing erlenmeyer.
6. Dipasang masing-masing erlenmeyer pada pemanas dan kemudian dialirkan
air pendingin.
7. Setelah sampel mendidih, maka ditambahkan reagen campuran asam sulfat
dan perak sulfat yang tersisa (10 mL) melalui bagian atas kondensor.
8. Menutup bagian atas kondensor untuk mencegah material luar masuk dalam
campuran refluks dan merefluks selama 2 jam.
9. Mendinginkan dan mencuci kondensor dengan air suling sampai volume
sampel 150 mL.
10. Melepaskan kondensor refluks dan didinginkan pada temperatur kamar.
11. Menambahkan 2 mL larutan asam sulfat pekat ke dalam masing-masing
erlenmeyer.
12. Dititrasi kelebihan K2Cr2O7 0,25 N dengan FAS 0,25 N yang telah
distandarisasi menggunakan 2 – 3 tetes indikator feroin. Dihentikan titrasi
ketika larutan memperlihatkan perubahan warna dari hijau kebiruan menjadi
coklat kemerahan untuk pertama kali. Warna hijau kebiruan mungkin
muncul kembali, sehingga tunggu sampai warnanya stabil.
IV. Data Percobaan
1. Standarisasi larutan FAS 0,25 N
Volume FAS 0,25 N (simplo) : ………. mL
Volume FAS 0,25 N (duplo) : ………. mL
2. Perlakuan sampel
Volume sampel = …… ml

16
Faktor Pengenceran (pf) =……
3. Titrasi sampel dan blanko
Volume FAS 0,25 N untuk blanko : ……….. mL
Volume FAS 0,25 N untuk sampel : ……….. mL
3. Catatan Pengamatan
I. Waktu pemanasan refluks = 2 jam.
Setelah pemanasan : warna sampel ………….
: berwarna blanko………..
II. Perubahan warna larutan yang dititrasi oleh FAS 0,25 N :
 Larutan Blanko : …………………………
 Larutan sampel : ………………………….
VI. Pertanyaan
1. Buatkan diagram alir proses prosedur kerja pada percobaan penentuan nilai
COD?
2. Nilai COD merupakan salah satu parameter kimia suatu badan air dikatakan
tidak tercemar atau tercemar, jelaskan mengapa demikian?
3. Jelaskan fungsi penambahan reagen-reagen pada penentuan nilai COD,
Hg2SO4, K2Cr2O7, Ag2SO4
VII. Daftar Pustaka
Alaerts, G., dan Santika, S.S., 1987, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional,
Surabaya.
America Public Healt Association, American Water Work Association and Water
Pollution Control Federation, Standar Methods For The Examination Of
Water And Waste Water, p.p. 533-538, American Public Healt
Association, Washington.
Laboratorium Analisis Instrumental (ANINS), Modul Praktikum
MTPPL,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suharto, A, 2011.,Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.,Penerbit
ANDI Yogyakarta.
Yuliansyah, T.A., 2003, Panduan Praktikum Analisis Lingkungan (Analisis COD
Dalam Air ).

17
PENGELOLAHAN LIMBAH CAIR AYAM
POTONG DENGAN PROSES AERASI

I. Tujuan Pratikum
Untuk mengetahui pengaruh waktu tinggal terhadap kadar oksigen terlarut
(OT,mg 02 / liter) pada pengelolahan limbah cair secara aerasi
II. Perincian Kerja
- Melakukan analisa oksigen terlarut (OT) influent
- Proses pengelolahan limbah cair secara aerasi / penambah oksigen
- Melakukan analisa oksigen terlarut (OT) influent
III. Alat Dan Bahan
1. Alat :
1. Gelas kimia 500 ML , 250 ML , 100 ML
2. Elenmeyer asah 250 ML + tutup
3. Elenmeyer asah 100 ML + tutup
4. Elenmeyer biasa
5. Pipet ukur 25 ML
6. Pipet seukuran 2 ML , 5 ML ,1 ML
7. Pompa
8. Buret 50 ML
9. Corong kaca
10. Bola isap
11. Labu semprot
12. Klem & Statif
13. Pipet tetes
14. Spatula
15. Baskom
16. Sarung tangan
17. Labu ukur 100 ML
2. Bahan :
1. Sampel limbah cair ayam potong

18
2. Larutan mangan sulfat (MnSO4)
3. Larutan alkali – lodida Azida
4. Larutan asam sulfat pekat
5. Larutan kanji (amilum) 0,5%
6. Larutan natrium tiosulfat (NA2S2O3) 0,1 M
7. Aquadet

IV. Dasar Teori


Pencemaran lingkungan merupakan bagian integral dari pembangunan yang
mau tidak mau harus dihadapi. Karena permasalahan berantai yang ditimbulkan
akan dapat mrugikan masyarakat , secara umum pengelolahan limbah cair
khususnya limbah cair ayam potong , perlu dipertimbangkan upaya – upaya
pengambilan bahan – bahan pencemar secara mudah , cepat , dan mempunyai
efisiensi proses tinggi. Dalam hal ini dilakukan dengan proses aerasi. Sebagai
alternatif pemecahan persoalan terhadap limbah cair ayam potong yang memiliki
kandungan padatan tersuspensi yang berkoloid dilakukan pemisahan secara flotasi
dengan penambahan keagulan dan flokulan pada proses fisis sebelum proses
biologis . Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam limbah cair
merupakan tujuan pengelolahan limbah cair. Penambahan oksigen adalah salah
satu usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut , sehingga konsentrasi zat
pencemar akan berkurang atau bahkan dapat hilang sama sekali. Zat yang diambil
berupa gas,cairan , ion,koloid atau bahkan bahan tercampur. Pada praktek
terdapat 2 cara untuk menambahkan oksigen ke dalam limbah cair , yaitu :
1. Memasukkan udara ke dalam limbah cair
Proses memasukkan udara atau oksigen mumi ke dalam limbah cair
melalui benda porous/nozzle , pompa dan pengadukan. Apabila nozzle
diletakkan di tengah – tengah maka akan meningkatkan kecepatan
berkontaknya gelembung udara tersebut dengan air limbah , sehingga proses
pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena itu , biasanya nozzle
ini diletakkan di dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari
udara luar yang di pompakan ke dalam air limbah oleh pomba tekan .

19
2. Memasukkan air limbah keatas untuk bekontak dengan oksigen untuk
penjelasannya :
Memasukkan air limbah keatas untuk kontak dengan oksigen cara
mengontakkan limbah cair dengan oksigen melalui pemutaran baling – baling
yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini , limbah
cair akan terangkat keatas dengan terangkatnya air limbah akan mengadakan
kontak langsung dengan udara sekitarnya.
Pengelolahan limbah secara biologi
Pengelolahan limbah secara biologis diarahkan untuk menurunkan atau
menyisihkan substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan
memanfaaatkan aktivitas jasad renik sehingga limbah memenuhi standar mutu
dan aman dibuang ke perairan umum. Proses pengelolahan limbah air buangan
secara biologis dapat berlangsung dalam 3 lingkungannya utama , yaitu:
a) Lingkungan aerob, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) di
dalam air cukup banyak sehingga oksigen bukan merupakan faktor
pembatas.
b) Lingkungan anaksik, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) di
dalam air ada dalam konsentrasi rendah.
c) Lingkungan anaerob, yaitu merupakan kebalikan dari lingkungan aerob,
yaitu tidak terdapat oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya
proses metabolism aerob.
Mikrorganisme dalam pengelolahan limbah cair memegang peranan yang
sangat penting dalam proses berlangsungnya pengolahan limbah air
buangan secara biologis. Mikrorganisme atau mikroba adalah substansi
bersel satu yang membentuk koloni atau kelompok dimana satu sama lain
di dalam kolom tersebut berinteraksi dan dalam pertumbuhan memerlukan
energi karbon dan nurtien. Mikrorganisme tersebut antara lain : bakteri ,
jamur, alga, dan protozoa.
Pengelolahan biologis secara aerob
~Mekanisme proses aerob Didalam proses pengolahan limbah cair organik
secara biologis aerobic, senyawa kompleks organik akan terurai oleh

20
aktivitas mikrorganisme aerob. Mikroorganisme aerob tersebut di dalam
aktivitasnya memerlukan oksigen atau udara untuk memecah senyawa
organic yang kompleks menjadi O2 dan air serta ammonium , selanjutnya
ammonium akan diubah menjadi nitrat dan H 2S akan dioksidasi menjadi
sulfat. Secara sederhana reaksi penguraian secara aerobic senyawa organic
dapat di gambarkan sebagai berikut :
Senyawa polutan organik ----------------> CO2 + H2O + NH4 + Biomassa
Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada proses aerob lebih
rendah, sehingga prosesnya ditempatkan sesudah proses anaerob. Pada
proses aerob, bak pengolahan dari proses anaerob yang masih mengandung
zat organic dan nutrisi berubah menjadi sel bakteri dalam kondisi yg cukup
oksigen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme proses aerob :
a). Temperatur
Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolisme dari populasi
mikroorganisme. Tetapi juga mempengaruhi beberapa factor seperti kecepatan
cinsfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk
mikroorganisme dalam proses aerob tidak berbeda dengan proses aerob
b). Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan factor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme beberapa
bakteri dapat hidup pada pH di atas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH
optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5 – 7,5 .
c) Waktu cukup tinggal Hidrolisis
Waktu tinggal untuk hidrolisis adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam
reactor atau lamanya proses pengolahan limbah tersebut. Semakin lama waktu
tinggal, maka penyisihan yang akan terjadi akan semakin besar. Sedangkan waktu
tinggal pada reactor aerob sangat bervariasi dan berhari hari.
d). Nutrien
Disamping kebutuhan karbon dan energi, mikroorgnisme juga membutuhkan
nutrien untuk sintesa sel dan juga pertumbuhan.kebutuhan nutrien tersebut
dinyatakan dalam perbandingan antara karbon dan nitrogen serta fosfor yang

21
merupakan nutrien organic utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk
BOD:N:P

V. Produser Kerja
A. Pengolahan Limbah
1. Ambil 20 mL sampel sebelum diolah (ifluent) untuk dianalisis oksigen
terlarut (OT) dan masukkan di dalam Erlenmeyer asah 100 ml
2. Masukan limbah cucian ayam (sampel) sebanyak 2 – 5 L ke dalam
wadah secara perlahan-lahan.
3. Alirkan udara ke dalam limbah cair dengan menyalakan pompa atau
aerator
4. Pipet 25 ml sampel untuk dianalisa oksigen terlarutnya (OT) proses
analisis dilakukan dengan variasi waktu 0; 15; 30; 45; dan 60 menit
(interval waktu 15 menit).
B. Analisa oksigen terlarut (OT) mg O 2/liter
1. Memipet 5 ml sampel limbah cair, kemudian memasukkan ke dalam labu
takar 100 ml dan diencerkan dengan menggunakan aquadest sampai tanda
batas homogenkan.
2. Saring sampel yang sudah diencerkan.
3. Pipet 25 mL sampel hasil pengenceran ke dalam Erlenmeyer 100 ml
4. Tambahkan 2 mL larutan MnSO4 ( penambahan dibawah permukaan
cairan ) ke dalam elenmeyer asah yang berisi sampel
5. Menambahkan 2 mL larutan alkali – lodida Azida. Botol ditutup kembali
dengan hati – hati untuk mencegah terperangkapnya udara dari luar,
kemudian dikocok dengan membolak – balikkan botol beberapa kali
6. Diamkan selama 10 menit agar terjadi endapan, bila proses pengendapan
sudah sempurna, maka bagian larutan yg jernih dikeluarkan / dipisahkan
dari elenmeyer 100 mL ke dalam elenmeyer 250 mL.
7. Menambahkan 2 mL larutan H2SO4 pekat ke dalam elenmeyer yg berisi
sisa larutan yang mengendap kemudian elenmeyer ditutup kembali

22
8. Menggoyangkan elenmeyer dengan hati – hati sehingga semua endapan
melarut
9. Menyarukan kembali antara larutan jernih dan risa endapan yang telah
larut kedalam elenmeyer 250 mL
10. Menghomogenkan larutan sampel kemudian ditrasi dengan larutan
natrium tiosulfat 0,025 N hingga terjadi warna cokelat muda
11. Tambahkan indicator kanji sebanyak 3 tetes ( timbul warna biru ) lalu
titrasi kembali dengan larutan namun tiosulfat sampai warna biru tersebut
hilang. Pertama kali ( setelah beberapa menit akan timbul warna biru)
12. Catat volume peniter (natrium Tio sulfat).
13. Menghitung kadar oksigen terlarut (OT) mg 02/ liter

23
PELUNAKAN AIR SADAH DENGAN ZEOLIT AKTIF

I. Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum ini, adalah agar praktikan mampu
- Menjelaskan proses pengolahan limbah cair dengan menggunakan zeolit
aktif untuk pelunakan air sadah.
- Menentukan pengaruh (komposisi zeolit, atau/dan, waktu kontak, atau/dan
ukuran zeolit) terhadap penurunan kesadahan limbah cair sebelum diolah
dan setelah melalui pengolahan.
*Variasi dapat dipilih sesuai dengan kondisi.
II. Prinsip Kerja
- Pengaktifan zeolit alam dengan pemanasan
- Melakukan analisis kesadahan limbah cair sebelum diolah
- Melakukan proses pengolahan limbah cair dengan zeolit aktif
- Melakukan analisis kesadahan limbah cair setelah diolah
III. Alat dan Bahan
Alat :
- Erlenmeyer 250 mL, 100 mL 6 + 6 buah
- Gelas kimia 100 mL, 600 mL 1 + 1 buah
- Gelas ukur 10 mL 1 buah
- Spatula
- Buret
- Statif dan klem
- Pipet ukur 10 mL 1 buah
- Pipet volum 5 mL 1 buah
- Bola isap
- Corong kaca
- Labu semprot
- Kertas saring
- Magnetic stirrer
- Hot plate

24
- Neraca analitik
- Oven
Bahan :
- Zeolit aktif (panaskan dengan suhu 400oC selama 4 jam)
- EDTA 0,01 M
Larutan baku dinatrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (Na2EDTA
2H2O = C10H14N2 Na2O8.2H2O) 0,01 M
Larutkan 3,723 g Na2EDTA dihidrat dengan air suling di dalam labu ukur
1000 mL,
tepatkan sampai tanda tera.
- Buffer amoniak
- Indikator erichrom black T (EBT)
1) Timbang 200 mg EBT dan 100 g kristal NaCl, kemudian dicampur.

2) Gerus campuran tersebut hingga mempunyai ukuran 40 mesh sampai


dengan 50
mesh.
3) Simpan dalam botol yang tertutup rapat.
- Air limbah sadah (sampel)
IV. Dasar Teori
Kesadahan adalah istilah yang digunakan pada air yang mengandung kation
penyebab kesadahan diantaranya adalah ion-ion Fe, Sr, Mn, Ca, dan Mg namun
penyebab utama kesadahan pada umumnya adalah kalsium (Ca) dan magnesium
(Mg). Kalsium di dalam air disebabkan karena persenyawaan dengan bikarbonat,
sulfat, klorida dan nitrat. Ion Magnesium kemungkinan terdapat di dalam air
dengan pensenywaan dengan bikarbonat, sulfat dan klorida. Tingkat kesadahan air
ditentukan dari kadar CaCO3 (mg/L) di dalam air, di mana tingkatannya adalah :
CaCO3 = 0 – 75 mg/L dianggap lunak (soft); CaCO3 = 75 – 150 mg/L dianggap
Sedang (moderately hard); CaCO3 = 150 – 300 mg/L dianggap tinggi (hard); dan
CaCO3 > 300 mg/L dianggap Tinggi sekali (very hard).
Kesadahan air dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kesadahan
sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara

25
disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) dari
kalsium dan magnesium. Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan proses
pemanasan atau dengan pembubuhan kapur tohor dan penggunaan bahan
penjerab. Sementara untuk kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam
khlorida (Cl-) dan sulfat (SO42-) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan tetap
diistilahkan juga sebagai kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan
dengan cara pemanasan tetapi dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion.
Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan cara pemanasan. Jika air yang
mengandung garam-garam Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 dipanaskan maka akan
terjadi senyawa CaCO3 dan MgCO3 yang mempunyai sifat kelarutan yang kecil di
dalam air sehingga dapat diendapkan. Proses penghilangan kesadahan dengan
cara pemanasan secara sederhana dapat ditulis reaksi sebagai berikut :

Dipanaskan
2 Ca(HCO3)2 2 CaCO3 + H2O + 2 CO2

Dipanaskan
2 Mg(HCO3)2 2 MgCO3 + H2O + 2 CO2
Proses analisis kesadahan dapat menggunakan garam dinatrium etilen
diamin tetra asetat (EDTA) yang akan bereaksi dengan kation logam tertentu
membentuk senyawa kompleks kelat yang larut. Pada pH 10,0 + 0,1, ion-ion
kalsium dan magnesium dalam contoh uji akan bereaksi dengan indikator
Eriochrome Black T (EBT), dan membentuk larutan berwarna merah keunguan.
Jika Na2EDTA ditambahkan sebagai titran, maka ion-ion kalsium dan magnesium
akan membentuk senyawa kompleks, molekul indikator terlepas kembali, dan
pada titik akhir titrasi larutan akan berubah warna dari merah keunguan menjadi
biru. Dari cara ini akan didapat kesadahan total (Ca + Mg). Kalsium dapat
ditentukan secara langsung dengan EDTA bila pH contoh uji dibuat cukup tinggi
(12-13), sehingga magnesium akan mengendap sebagai magnesium hidroksida
dan pada titik akhir titrasi indikator Eriochrome Black T (EBT) hanya akan
bereaksi dengan kalsium saja membentuk larutan berwarna biru. Dari cara ini
akan didapat kadar kalsium dalam air (Ca). Dari kedua cara tersebut dapat
dihitung kadar magnesium dengan cara mengurangkan hasil kesadahan total

26
dengan kadar kalsium yang diperoleh, yang dihitung sebagai CaCO 3. Adapu
persamaannya adalah :
Penentuan kadar kesadahan total sampel, dengan persamaan :
𝑀.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝐵𝐸.𝐶𝑎𝐶𝑂3
CaCO3 (mg/L) = 𝑉𝐶𝑢 (𝑚𝐿)

Penentuan kadar kalsium sampel, dengan persamaan :


𝑀.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝐵𝐸.𝐶𝑎
Kadar Kalsium (mg Ca/L) =
𝑉𝐶𝑢 (𝑚𝐿)

Penentuan kadar magnesium sampel uji dengan persamaan :


𝑀.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑎 −[𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑏 ] 𝑥 𝐵𝐸.𝑀𝑔
Kadar Magnesium (mg Mg/L) = 𝑉𝐶𝑢 (𝑚𝐿)

Pertukaran Ion Dengan Zeolit


Zeolit digunakan sebagai adsorben karena memiliki struktur kristal alumina
silika dengan rongga-rongga yang berisi ion-ion logam Proses aktivasi zeolit
dapat dilakukan dengan metode secara fisika dan kimia. Aktivasi secara fisika
dapat dilakukan dengan cara memperkecil ukuran untuk memperluas permukaan
dan pemanasan pada suhu tinggi. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan
penambahan asam yang mengakibatkan terjadinya pertukaran kation dengan H+
(Lestari 2010). Proses pertukaran ion sering digunakan karena metode ini sangat
sederhana, tidak menghasilkan limbah buangan padat dan dapat dilakukan proses
regenerasi dengan cara aktivasi (Marsidi 2001).
Keunggulan menggunakan zeolit sebagai bahan untuk pelunakan air sadah, antara
lain :
- Mempunyai sistem yang kompak sehingga mudah dioperasikan
- Dapat dibuat kontinyu
- Presentasi pengurangan kesadahan relatif besar.
Namun demikian ada juga beberapa kekurangan dalam menggunakan zeolit pada
pelunakan air yaitu :
- Tidak dapat digunakan pada air yang mengandung kekeruhan air lebih dari
10mg/l
- Efisiensi zeolit akan berkurang apabila air mengandung unsur-unsur sebagai
berikut : minyak, H2S, mengandung ion Fe2+ atau Mn2+ lebih dari 2 mg/L dan
mengandung sodium yang tinggi.

27
- Tidak dapat dioperasikan pada air yang mempunyai kesadahan lebih dari 800
mg/l.
Proses pengolahan Air sadah dengan sistim kontinyu dapat dilakukan
dengan mengalirkan air sadah melalui kolom zeolit dan akan mengalami
pertukaran ion-ion, ion Ca dan ion Mg dalam air sadah ditukar dengan ion Na
dalam zeolit. Hal tersebut berlangsung terus sampai suatu saat ion Na dalam zeolit
sudah habis ditukar dengan ion Ca dan Mg dari dalam air, pada keadaan ini zeolit
tersebut dinamakan telah jenuh yang berarti zeolit tidak mampu lagi melakukan
pertukaran ion. Agar dapat kembali aktif, zeolit yang telah jenuh harus di
regenerasi dengan cara mengalirkan larutan garam dapur (NaCl 10-25 %) ke
dalam unggun zeolit yang telah jenuh tersebut. Pada proses regenerasi ini akan
terjadi pertukaran ion Na dari dalam larutan air garam, masuk ke dalam zeolit
untuk menggantikan ion Ca dan Mg dari dalam zeolit.

V. Prosedur Kerja
Pengolahan Limbah Cair dengan Zeolit
1. Siapkan 5 buah Erlenmeyer 250 mL
2. Timbang zeolit aktif dengan komposisi 1 g, 2 g, 3 g, 4 g dan 5 g. kemudian
berturut-turut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
3. Ambil 120 mL limbah cair sampel uji awal dan masukkan ke dalam
Erlenmeyer untuk dianalisis parameter kesadahan total dan kadar kalsium
(limbah sebelum diolah).
4. Masukkan 150 mL limbah cair ke dalam Erlenmeyer 250 mL yang berisi
zeolit aktif, kemudian aduk sampel selama 60 menit dengan magnetic
stirrer dan/atau manual.
5. Diamkan sampel selama 30 menit, kemudian lakukan penyaringan sampel
dengan menggunakan kertas saring.
Prosedur Analisis
Standarisasi Larutan Na2EDTA ±0,01 M
1) Pipet 10,0 mL larutan standar CaCO3 0,01 M, masukkan ke dalam labu
Erlenmeyer

28
250 mL
2) Tambah 40 mL air suling dan 1 mL larutan penyangga pH 10 ± 0,1
3) Tambahkan seujung spatula 30 mg sampai dengan 50 mh indikator EBT
4) Titrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari
merah keunguan menjadi biru.
5) Catat volume larutan Na2EDTA yang digunakan.
6) Ulangi titrasi tersebut 3 kali, kemudian volume Na2 EDTA yang digunakan
dirata-ratakan
(perbedaan volume atau RSD).
7) Hitung molaritas larutan baku Na2EDTA dengan menggunakan rumus
sebagai
berikut:
𝑀𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 𝑉.𝐶𝑎𝐶𝑂3
M EDTA (mol/L) = 𝑉𝐸𝐷𝑇𝐴 (𝑚𝐿 )

Keterangan :
M EDTA adalah molaritas larutan baku Na2EDTA (mol/L);
V EDTA adalah volume rata-rata larutan baku Na2EDTA (mL);
V CaCO3 adalah volume rata-rata larutan CaCO3 yang digunakan (mL);
M CaCO3 adalah molaritas larutan CaCO3 yang digunakan (mol/L).

Analisis Kesadahan total


Lakukan analisis kesadahan total untuk sampel uji awal dan sampel uji hasil
pengolahan dengan langkah sebagai berikut :
a) Ambil 25 mL contoh uji secara duplo, masukkan ke dalam labu erlenmeyer
250 mL,
encerkan dengan air suling sampai volume 50 mL.
b) Tambahkan 1mL sampai dengan 2 mL larutan penyangga (buffer) pH 10 +
0,1 (ukur pH)
c) Tambahkan seujung spatula 30 mg sampai dengan 50 mg indikator EBT
(warna merah anggur)
d) Lakukan titrasi dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M secara perlahan
sampai terjadi

29
perubahan warna merah keunguan menjadi biru.
e) Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
f) Apabila larutan Na2 EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih dari 15 mL,
encerkan
contoh uji dengan air suling dan ulangi langkah.a). s/d.e).
g) Ulangi titrasi tersebut 2 kali, kemudian rata-ratakan volume Na2EDTA yang
digunakan.
h). Hitung kadar kesadahan total sampel?
𝑀 .𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝐵𝐸.𝐶𝑎𝐶𝑂3
CaCO3 (mg/L) =
𝑉𝐶𝑢 (𝑚𝐿 )

Analisis Kalsium
a) Ambil 25 mL contoh uji air secara duplo, masukkan ke dalam labu
erlenmeyer 250 mL
dan encerkan dengan air suling sampai volume 50 mL.
b) Tambahkan 2 mL larutan NaOH 1 N (secukupnya) sampai dicapai pH 12
sampai dengan
pH 13.
c) Apabila contoh uji keruh, tambahkan 1 mL sampai dengan 2 mL larutan KCN
10%.
d) Tambahkan seujung spatula atau setara dengan 30 mg sampai dengan 50 mg
indikator
mureksid.
e) Lakukan titrasi dengan larutan baku Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi
perubahan warna
merah muda menjadi ungu.
f) Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
Hitung kadar kalsium sampel?
𝑀 .𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝐵𝐸.𝐶𝑎
Kadar Kalsium (mg Ca/L) =
𝑉𝐶𝑢 (𝑚𝐿)

Hitung kadar magnesium


𝑀.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑎 −[𝑉.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑏 ] 𝑥 𝐵𝐸.𝑀𝑔
Kadar Magnesium (mg Mg/L) =
𝑉𝐶𝑢 (𝑚𝐿)

Keterangan :

30
VC.u. : Volume larutan contoh uji (mL);
VEDTA (a) : Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kesadahan
total (mL);
M EDTA : Molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mol/L);
VEDTA (b) : Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kalsium
(mL).
VI. Data Pengamatan
Data penentuan kesadahan total

No. Variabel Volume sampel Volume sampel Volume EDTA 0,01 M


zeolit (gram) olah (mL) analisis (mL) (mL)

Data penentuan Kadar kalsium


No. Variabel Volume sampel Volume sampel Volume EDTA 0,01 M
zeolit (gram) olah (mL) analisis (mL) (mL)

Daftar Pustaka

1. Badan Standarisasi Nasional SNI 06-6989-12-2004., 2004., Air dan Air


Limbah, Cara Uji Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium
(Mg) dengan Metode Titrimetri. Jakarta.
2. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Universitas
Indonesia
3. Suharto, A., 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Penerbit
ANDI. Yogyakarta

31
KOAGULASI DENGAN JAR TEST

I. TUJUAN
1. Pada percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh
waktu pengadukan dan/atau konsentrasi koagulan terhadap parameter
kekeruhan (turbiditas, NTU), kadar padatan tersuspensi (TSS) mg/L pada
sampel cair dengan proses koagulasi dengan menggunakan jar test.
2. Pada percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh pH
dan/atau jenis koagulan (PAC, atau Kapur, dan/atau Tawas) terhadap
parameter kekeruhan (turbiditas, NTU), kadar padatan tersuspensi (TSS)
mg/L pada sampel cair dengan proses koagulasi dengan menggunakan jar
test.
*catatan : Pilih salah satu variabel
II. PRINSIP KERJA
1. Menentukan karakteristik sampel awal berupa derajat keasaman (pH),
kekeruhan (turbiditas, NTU) dengan alat turbidimeter, kadar padatan
tersuspensi (TSS) mg/L dengan pemanasan.
2. Menetukan variable proses koagulasi
3. Menentukan karakteristik sampel setelah pengolahan berupa derajat
keasaman (pH), kekeruhan (turbiditas, NTU) dengan alat turbidimeter,
kadar padatan tersuspensi (TSS) mg/L dengan pemanasan.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
- Gelas Kimia 1 L 5 buah
- Gelas kimia 250 mL 2 buah
- Erlenmeyer 5 mL 6 buah
- Pipet ukur 25 mL 1 buah
- Pipet ukur 10 mL 1 buah
- Bola isap dan labu semprot
- Spatula

32
- Neraca analitik
- Indikator pH universal
- JAR TEST

-
Bahan :
- Sampel cair (air sungai, danau dll)
- Koagulan (PAC, atau Alum )
- Aquabides
IV. TEORI
proses koagulasi adalah suatu proses pengendapan partikel-partikel dengan
menambahkan bahan kimia dalam air. Manfaat dari penambahan bahan kimia ini
adalah agar proses pengendapan dapat berjalan dengan cepat sehingga partikel
yang terdapat dalam air dapat terendapkan. dengan sempurna. Kotoran- kotor an
yan g kecil akan membu tuh kan waktu yan g lama untu k men gendap. Maka un tu k
memper cepat proses p en gendap an, kotor an- kotoran yan g kecil d igumpalkan agar
menjad i butir an-butir an yan g b esar den gan d itambah zat pen ggump al (coagu lant).
Caran ya ad alah d en gan memasu kkan ke pre-mix tan k den gan pen gadu kan (d iadu k
dengan cepat) dan d itambah coagu lant dan kapor it.
Tabel 4.1. Klasifikasi partikel suspensi dalam air
No Material Diameter partikel Material Diameter partikel
(mm) (mm)
1 krikil kasar 2 up ward Lumpur 0,05- 0,011
2 krikil halus 2-1 Lumpur halus 0,01 – 0,005
3 pasir kasar 1,0 -0,5 Tanah liat halus 0,01 – 0,001
4 pasir sedang 0,5 – 0,25 Tanah liat koloid 0,0010 – 0,001
5 pasir halus 0,25 – 0,1 bakteri Lebih halus 10-4 - 0,001
6 pasir sangat halus 0,1 – 0,05

33
Faktor – faktor yang mempengaruhi sedimentasi
a. Ukuran, bentuk dan berat partikel.
b. Viscositas dan temperatur air
c. Surface over flow (meluapnya permukaan)
d. Luas permukaan
e. kecepatan aliaran
f. pengaturan inlet dan outlet
g. waktu diam (detention time)
h. tinggi tangki pengendapan yang efektif.
Penambahan bahan kimia pada limbah menyebabkan pengendapan partikel
dan partikel koloidal dalam larutan yang akhirnya dapat mereduksi kebutuhan
oksigen dalam limbah. Jumlah partikel yang dapat diendapkan pada limbah sangat
tergantung pada bahan dan jenis bahan kimia yang ditambahkan, pH larutan dan
jenis komponen yang terdapat dalam limbah tersebut.
Pengendapan kimia ini merupakan salah satu proses penanganan limbah
intermediet yaitu yang dilakukan antara penanganan primer dan penanganan
sekunder. Pengendapan kimia lebih banyak digunakan untuk penanganan limbah
yang berasal dari indstri dibandingkan dengan limbah yang berasal dari rumah
tangga.
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum
(aluminium sulfat/Al2(SO4)3), feri sulfat (Fe2(SO4)3), feri klorida (FeCl3) dan
kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan membentuk
aluminium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloidal.
Kapur akan bereaksi dengan bikarbonat dan membentuk kalsium karbonat yang
akan mengendap. Kalsium karbonat yang tidak larut akan terbentuk pada pH di
atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk meningkatkan daya endap dari feri
hidroksida yang akan membentuk endapan dalam limbah dan meningkatkan laju
sedimentasi dari partikel lainnya yang ada dalam limbah tersebut. Sedimentasi
merupakan proses untuk memisahkan partikel-partikel yang mengendap ataupun
yang berbentuk gumpalan dengan bagian yang larut atau cairannya.

34
Jumlah bahan kimia yang tepat untuk suatu jenis limbah dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu pH, alkalinitas, kadar padatan, konsentrasi fosfat dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan akan koagulan. Penggunaan bahan
kimia untuk pengendapan sangat bervariasi tergantung dari jenis limbahnya yaitu
misalnya untuk limbah air pencucian di peternakan dibuthkan alum sebanyak 500
mg/L dan diikuti oleh sedimentasi selama 1 jam.
Proses koagulasi dan flokulasi adalah proses pengolahan air keruh menjadi
air minum dengan cara kimia dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk
menghilangkan kekeruhan air. Koagulan berfungsi untuk mengikat partikel atau
kotoran yang terkandung di dalam air yang dilanjutkan dengan flokulan yang
menjadikan partikel-partikel yang telah berikatan menjadi gumpalan yang
mempunyai ukuran lebih besar sehingga akan lebih mudah mengendap (Suharto,
2011). Dalam proses koagulasi-flokulasi yang biasa dan sudah sering digunakan
sebagai koagulan dan flokulan adalah alum (tawas), sodium aluminat, ferri sulfat,
dan Polyalumunium Chlorida (PAC). Proses Koagulasi merupakan proses
destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan
koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia
secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan
terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang
diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta absorpsi ion-ion dari larutan
sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat
mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut
dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi
antara lain adalah:
1. Pengurangan potensial elektrostatis hingga suatu titik dimana gaya van der
walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil
bergabung serta membentuk flok;
2. Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup reaktif pada
koloid;
3. Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap.
Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi adalah:

35
- Jenis bahan kimia koagulan yang dipakai;
- Dosis pembubuhan bahan kimia;
- Pengadukan dari bahan kimia.
- Derajat keasaman air proses
Jenis bahan koagulan yang umum dipakai, antara lain:
- Koagulan garam logam
Contoh: alumunium sulfat Al3(SO4)2.14 H2O; feri khlorida (FeCl3); fero
khlorida (FeCl2); feri sulfat Fe2(SO4)3
- Koagulan polimer kationik
Contoh: alumunium formulasi khlorida, AFC; poli alumunium khlorida, PAC.
Proses jar test
Jar test berfungsi untuk menganalisis endapan / sedimen yang terdispersi dalam
air sungai atau limbah. Umum diaplikasikan di pengolahan air limbah, yaitu
mempraktekkan proses koagulasi dan flokulasi yang dapat memisahkan partikel
dengan air. dengan kata lain sebagai simulasi penentu berapa banyak bahan
koagulan, intensitas putaran dan waktu untuk memisahkan partikel dengan air.
Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya
koagulan tersebut berupa PAC (Poly Alumunium Chloride,. koagulan sintetis
seperti aluminium sulfat (alum, Al2(SO4)3) dan kalsium hipoklorit dan garam
FeCl3 atau poly-elektrolit organis.
Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok,
dimana flok ini membantu mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang
tumbuh yang akhirnya bersama-sama mengendap.
Sumber pencemar fisik dalam limbah cair
Pencemar fisik pada limbah cair misalnya warna, bau, dan total padatan.
Senyawa padatan dalam limbah cair dibedakan menurut :
- Padatan tersuspensi terdiri atas padatan mengendap dan padatan tak
mengendap dan selanjutnya padatan ini terdiri atas senyawa organik dan
anorganik. Padatan tersuspensi dengan ukuran partikel padatan lebih besar 10 -2
mm.

36
- Padatan berupa senyawa koloid dalam limbah cair terdiri atas senyawa organik
dan senyawa anorganik. Senyawa koloid dengan ukuran partikel padatan
antara 10-6 sampai 10-3 mm.
- Padatan terlarut dalam limbah cair yang terdiri atas senyawa organik dan
anorganik. Padatan terlarut dengan ukuran partikel padatan antara 10 -6 sampai
10-8 mm.
Ada beberapa parameter pencemaran limbah cair secara fisika adalah
Kekeruhan (turbiditas)
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik
yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri. Turbiditas merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai
seberapa jauh cahaya mampu menembus air, dimana cahaya yang menembus air
akan mengalami ―pemantulan‖ oleh bahan-bahan tersuspensi dan bahan koloidal.
Satuannya adalah Jackson Turbidity Unit (JTU), dimana 1 JTU sama dengan
turbiditas yang disebabkan oleh 1 mg/l SiO 2 dalam air. Dalam danau atau
perairan lainnya yang relatif tenang, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan
koloidan dan bahan-bahan hakus yang terdispersi dalam air. Dalam sungai yang
mengalir , turbiditas terutama disebabkan oleh bahan-bahan kasar yang
terdispersi. Walaupun kekeruhan itu sendiri bukan pulutan, sifat ini disebabkan
oleh adanya bahan tersusupensi (bahan organik, mikroorganisme dan partikel-
partikel cemaran lain). Kekeruhan merupakan sifat optic dari contoh yang
menyebabkan sinar tersebar dan atau diserap. Sifat ini diukur dengan turbidimeter
lilin. Pengukuran ini bukan indikasi bahan tersuspensi yang tepat yang biasanya
ditetapkan secara gravimetri, karena metode yang terakhir berdasarkan berat
partikel sedangkan kekeruhan berdasarkan sifat-sifat optic. Turbiditas penting
bagi kualitas air permukaan, terutama berkenaan dengan pertimbangan estetika,
daya filter, dan disinfeksi. Pada umumnya kalau turbiditas meningkat, nilai
estetika menurun, filtrasi air lebih sulit dan mahal, dan efektivitas desinfeksi
berkurang. Turbiditas dalam perairan mungkin terjadi karena material alamiah,
atau akibat aktivitas proyek, pembuangan limbah, dan operasi pengerukan.

37
Padatan total, terlarut, dan tersuspensi
Padatan Total (Total Solid atau TS) adalah bahan yang tersisa setelah air
sampel mengalami penguapan dan pengeringan pada suhu tertentu (105 oC)
(APHA, 1976 dalam Effendi, H.,2003). Residu dianggap sebagai kandungan total
bahan terlarut dan tersuspensi dalam air.
Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solids atau TSS) adalah
bahan-bahan tersuspensi (diameter ˃ 1 μm) yang tertahan pada saringan
millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus
serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi
tanah yang terbawa ke badan air.
Padatan Terlarut Total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-
bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter < 10-6 mm – 10-3 mm)
yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan –bahan lain, yang tidak tersaring
pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. TDS biasanya disebabkan oleh bahan
anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di dalam badan air.
Berdasarkan sifat volatilitas (penguapan) pada suhu 550 – 600oC, padatan
tersuspensi dan terlarut dibedakan menjadi volatile solids dan non volatile atau
fixed solids. Volatil Solid (VS) dan non volatile solid (Abu), di mana volatile solid
adalah bahan organik yang teroksidasi pada pemanasan dengan suhu 550 – 600oC,
sedangkan non volatile solids adalah fraksi bahan anorganik yang tertinggal
sebagai abu pada suhu tersebut.
V. PROSEDUR KERJA
A. Langkah Kerja Proses Koagulasi :
1) Diambil contoh air limbah kira-kira 5 liter;
2) Ambil sampel awal sebanyak 25 ml dan memasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 ml (analisis turbiditas awal dan/atau TSS).
3) Diukur pH dan kekeruhan awal dan/atau TSS dari air limbah;
3) Sediakan 5 buah gelas kimia 1 liter dan masing-masing diisi dengan 500
ml air limbah;.
4) Meletakkan masing-masing gelas kimia yang berisi sampel pada alat
flokulator jar test.

38
5) Aduk pada kecepatan 140 RPM selama 10 menit;
6) Masukkan koagulan (PAC atau Tawas dan/atau kapur) dengan
konsentrasi 2 ppm, 5 ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm ke dalam masing-
masing gelas kimia proses, dan pengadukan tetap dilanjutkan. (Variasi
Konsentrasi koagulan).
7) Pengadukan dilanjutkan sampai kecepatan 40 RPM selama 15 menit
8) Diamkan selama 15 - 30 menit;
9) Ambil sampel air limbah yang sudah diolah.
10) Ukur pH, kekeruhan (metode pemanasan dan/atau alat turbidimeter) dan
parameter lainnya sesuai kriteria baku mutunya.
B. Analisis Turbiditas :
Prosedur Kalibrasi Turbidimeter 2100 AN
1. Modul filter EPA dimasukkan jika pengukuran dilakukan sesuai dengan
standar EPA. (filter harus dibersihkan sebelum kalibrasi dilakukan, atau
paling tidak setiap 3 bulan sekali, dengan menggunakan pembersih kaca,
lensa, atau isopropyl alcohol)
2. Tekan tombol CAL/Zero.
Lampu LED pada tampilan (Display) akan berkedip-kedip dalam bentuk
00.
3. Pilih botol Stablacal berlabel ˂ 0,1 NTU.
Pastikan sel bersih dan olesi permukaannya dengan minyak silicon.
Masukkan ke dalam sel holder dan tutup.
Tekan ENTER.
Alat akan mulai menampilkan hitungan ―down count‖ dari 60 sampai 0,
dan kemudian melakukan pengukuran. Alat akan secara otomatis meminta
standar berikutnya, tampilan menunjukkan angka 20,00 NTU, dan nomor
standar ditunjukkan pada tampilan. Keluarkan botol standar ˂ 0,1 NTU
dari tempat sel.
4. Pilih botol Stablacal berlabel ˂ 20,00 NTU
Pastikan sel bersih dan olesi permukaannya dengan minyak silicon.
Masukkan ke dalam sel holder dan tutup.

39
Tekan ENTER.
Alat menampilkan hitungan ―down count‖ , tunggu sampai alat
menampilkan standar berikutnya. Keluarkan botol dari sel holder.
5. Pilih botol Stablacal berlabel 200,00 NTU
Pastikan sel bersih dan olesi permukaannya dengan minyak silicon.
Masukkan ke dalam sel holder dan tutup sel holder.
Tekan ENTER.
Alat menampilkan hitungan ―down count‖ , tunggu sampai alat
menampilkan standar berikutnya. Keluarkan botol dari sel holder.
6. Pilih botol Stablacal berlabel 1000,00 NTU
Pastikan sel bersih dan olesi permukaannya dengan minyak silicon.
Masukkan ke dalam sel holder dan tutup sel holder.
Tekan ENTER.
Alat menampilkan hitungan ―down count‖ , tunggu sampai alat
menampilkan standar berikutnya. Keluarkan botol dari sel holder.
7. Pilih botol Stablacal berlabel 4000,00 NTU
Pastikan sel bersih dan olesi permukaannya dengan minyak silicon.
Masukkan ke dalam sel holder dan tutup sel holder.
Tekan ENTER.
Alat menampilkan hitungan ―down count‖ , tunggu sampai alat
menampilkan standar berikutnya. Keluarkan botol dari sel holder.
8. Pilih botol Stablacal berlabel 7500,00 NTU
Pastikan sel bersih dan olesi permukaannya dengan minyak silicon.
Masukkan ke dalam sel holder dan tutup sel holder.
Tekan ENTER.
Alat menampilkan hitungan ―down count‖ , tunggu sampai alat
menampilkan standar berikutnya. Keluarkan botol dari sel holder.
9. Tekan CAL/Zero.
Alat akan melakukan pengukuran sesuai dengan data kalibrasi yang baru,
simpan kalibrasi yang baru dan kembali ke mode pengkuran.
Catatan :

40
- Jika listrik padam sementara kalibrasi berlangsung maka data kalibrasi akan
hilang dan alat akan beroperasi sesuai data kalibrasi yang sudah ada
sebelumnya.
- Jika ERRO1 atau ERRO2 muncul ditampilan, berarti ada kesalahan selama
kalbrasi. Kalibrasi harus diulangi tekan ENTER.
Prosedur Pengukuran Turbiditas
1. Melakukan analisis turbiditas untuk air sampel awal (sebelum
pengolahan) dan sampel akhir (setelah pengolahan).
2. Pilih Signal Averaging on dan Ratio on
3. Pilih printer dan interval printer jika ada printer.
4. Tekan tombol flow. Lampu akan menunjukkan pront STAT atau DYN.
5. Pilih STAT.
6. Tentukan fill Time. Display menunjukkan MM-SS FIL (atau akan muncul
nilai fill time jika sudah ada yang telah memprogramnya sebelumnya)>
Tekan ENTER untuk menerima nilai yang ditampilkan, atau gunakan
tombol panah ke kanan untuk memilih digit yang dikehendaki, kemudian
tombol panah ke atas atau ke bawah untuk mengedit fill time. Tekan
ENTER untuk fill time baru.
7. Tentukan waktu pengukuran. Tampilkan menunjukkan MM-SS MEA
(nilai waktu pengukuran jika sudah ditetapkan sebelumnya).
Tekan ENTER untuk menerima yang sudah ada, atau gunakan tombol
panah ke kanan untuk menentukan digit dikehendaki, kemudian tombol
panah ke atas atau ke bawah untuk mengedit waktu pengukuran. Tekan
ENTER, setelah ENTER di tekan Flow Valve tertutp, dan turbidimeter
merampungkan pengukuran sesuai dengan measurement time yang
diprogramkan.
8. Hasil pengukuran dikunci pada tampilan dan diteruskan ke printer yang
terpasang (dan/atau melalui output ke extrernal printer atau computer jika
ada yang terpasang), pada akhir measurement time. Lampu FLOW
berkedip-kedip.
Catatan :

41
Hasil pengukuran tetap terkunci pada display sampai tombol FLOW
ditekan untuk keluar dari mode FLOW atau Tombol ENTER ditekan
untuk melakukan pengukuran selanjutnya (fill time tidak deprogram
ulang).
9. Tekan ENTER untuk mengulangi pengukuran tanpa mengubah fill time.
Insrument mengulangi pengukuran sampel. Flow Valve terbuka selama
measurement time deprogramkan. Hasil pengukuran terkunci pada
display, dan diteruskan ke printer atau computer yang aktif.
Catatan :
Untuk mengulangi pengukuran (termasuk pemprograman Fill Time),
tekan tombol FLOW untuk keluar mode FLOW. Tekan tombol FLOW
lagi untuk memasukkan mode Flow kembali, dan Tekan ENTER untuk
menerima Fill Time dan measurement time yang telah disetting
sebelumnya.
10. Tekan FLOW untuk keluar mode FLOW. Lampu indicator FLOW
mati/keluar, dan display alat aktif kembali.
11. Untuk mendorong system FLOW-CELL sampel, tekan dan tahan katup
pengatur menghidupkan Flow Valve Module pada posisi Momentary
Open sampai sistemnya bersih.
Hasil pembacaan dilayar dicatat.
C. Pengujian Total Suspended Solids (TSS) Dan Total Disolvet Solid (TDS)
Pengujian Total Suspended Solids (TSS)
- Panaskan cawan crus kosong dan kertas saring 0,45 μm ke dalam oven 105o C
selama 1 jam, kemudian dinginkan di dalam desikator setelah dingin timbang
(a gr)
- Ambil 5 mL sampel limbah cair lalu disentrifus selama 15 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
- Setelah disentrifus, limbah cair disaring dengan kertas saring berdiameter 0,45
μm. Padatan yang mengendap diambil dan dimasukkan pada cawan yang
telah ditimbang, kemudian timbang cawan dan sampel (b gr), kemudian
panaskan di dalam oven 105oC selama 24 jam

42
- Setelah 24 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang (c
gr)
- Hitung Nilai TSS (mg/L) dengan persamaan
𝑏−𝑎 𝑥 106
TSS (mg/L) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿 )

Total Padatan Terlarut (TDS)


- Panaskan cawan crus kosong ke dalam oven 105oC selama 1 jam, kemudian
dinginkan di dalam desikator selama 15 menit, setelah dingin timbang (a gr).
- Ambil 50 mL sampel limbah cair lalu disentrifus selama 15 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
- Setelah disentrifuse, limbah cair disaring dengan kertas saring berdiameter
0,45 μm. Kemudian cairan (filtrat) 5 ml diambil dan dimasukkan pada cawan
yang telah ditimbang dan panaskan ke dalan oven 105oC selama 24 jam
- Didingikan dalam desikator kemudian ditimbang (c gr)
- Hitung nilai TDS
𝑐−𝑎 𝑥 10−6
TDS (mg/L) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿 )

1. Data Percobaan
Data Turbiditas
Sampel Turbiditas (NTU)
Awal (sebelum proses)

Akhir (setelah proses)

Data Padatan Tersuspensi


Penimbangan Cawan crus (gram) TS VS TSS VSS
Volume sampel ( ml)
Berat cawan kosong ( a gr)
Berat cawan kosong + sampel (b gr)
Berat cawan kosong + sampel hasil

43
pemanasan di oven (105oC) sampai bobot
konstan
Berat cawan kosong + sampel hasil
pemanasan di furnace (600oC) 2 jam

2. Pertanyaan
1. Jelaskan tujuan dilakukan analisis zat padat dan untuk apa dilakukan ?
2. Jelaskan dampak yang ditimbulkan apabila suatu badan air mengandung zat
padat yang tinggi.
3. Jelaskan pengertian TS, VS, TSS, TDS?

3. Daftar Pustaka
1. Effendi, H., 2003., Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
2. Sugiharto, 1987., Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Penerbit UI-Press.,
Jakarta
3. Suharto, A., 2011., Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.,
Penerbit ANDI Yogyakarta.

44
PENGUJIAN NITRAT (NO3-) DALAM AIR
DENGAN METODE BRUCINE

1. Tujuan Percobaan

Menentukan konsentrasi nitrat dalam sampel air dengan metode Brucine

secara Spektrofotometri.

2. Dasar teori
Nitrogen sebagai sumber nitrat terbanyak terdapat di udara, yaitu sebesar
78% volume udara. Ada tiga gudang nitrogen di alam, diantaranya udara, senyawa
anorganik (nitrat, nitrit, amoniak), dan senyawa organic (protein, asam urea).
Hanya sedikit organisme yang dapat langsung memanfaatkan nitrogen udara.
Tumbuhan dapat menghisap nitrogen dalam bentuk nitrat.
Pengubahan dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat dilakukan
secara biologis maupun kimia. Transformasi ini disebut fiksasi (pengikatan)
nitrogen. Halilintar mengakibatkan fiksasi kimia nitrogen. Ledakan petir yang
melalui udara memberikan cukup energy untuk menyatukan nitrogen dan oksigen
membentuk nitrogen dioksida, NO 2. Gas ini bereaksi dengan air membentuk asam
nitrat, NO3.
Penentuan nitrat merupakan hal yang sangat penting dalam kaitannya
dengan pengolahan air limbah dan sampah industri. Nitrat dari merkuri dan
bismut menghasilkan garam basa setelah diolah dengan air dimana garam-garam
ini larut dalam asam nitrat encer. Nitrat mewakili produk akhir dari
pengoksidasian zat yang bersifat nitrogen. Jadi jumlah nitrat itu menunjukkan
lajunya pembenahan menuju oksidasi lengkap.
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairnan dan merupakan
nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat mudah larut
dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrat dari merkurium dan bismut
menghasilkan garam basa setelah diolah dengan air; garam-garam ini larut dalam

45
asam nitrat encer. Nitrat mewakili produk akhir dari pengoksidasian zat yang
bersifat nitrogen. Jadi jumlah nitrat itu menunjukkan lajunya pembenahan menuju
oksidasi lengkap. Oleh karena itu penentuan-penentuan nitrogen nitrat merupakan
hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan pengolahan air limbah dan
sampah industri. Air limbah yang diolah secara efisien memperlihatkan kadar
nitrat yang tinggi.
Senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen (misalnya berbagai
lemak, protein) akan mengalami dekomposisi (peruraian) biologis dengan
mekanisme yang cukup kompleks. Oleh mikroba-mikroba yang ada, senyawa
nitrogen ada yang langsung digunakan untuk proses sintesa sel-sel atau dilepaskan
kembali dan terurai (diuraikan oleh bakteri yang sesuai) menjadi N bebas (dalam
bentuk N2).
Ada dua proses penting dalam peruraian senyawa-senyawa nitrogen
menjadi gas-gas N2, N2O dll, yaitu: nitrifikasi dan denitrifikasi.
Nitrifikasi
Yaitu proses oksidasi biologis NH 3 menjadi nitrat, dengan nitrit sebagai hasil
antara. Reaksi ini dapat terjadi bersamaan dengan BOD-removal. Meskipun
demikian, reaksi nitrifikasi jauh lebih lambat dibandingkan dengan BOD-removal
(bio-oksidasi senyawa organik).
Dimana mikrorganisme yang terlibat antara lain :
Nitrosomonas:
2NH4+ + 3O2  2NO2- + 4H+ + 2H2O
(pembentukan nitrit)  reaksi berjalan lambat, sehingga menjadi pengontrol
kecepatan nitrifikasi keseluruhan.
Nitrobacter:
2NO2-+ O2  2NO3- (pembentukan nitrat)
Proses nitrifikasi pada umumnya akan meningkatkan keasaman limbah (karena
munculnya nitrit dan nitrat). Untuk menjaga pH, maka perlu dimasukkan larutan
alkali (biasanya dalam bentuk larutan Ca(OH)2/lime solution). Selain itu proses
nitrifikasi juga sangat sensitif terhadap perubahan pH. pH optimal  6 – 7,5,
dengan DO (dissolved oxygen/oksigen terlarut) level berlebihan ( 2-3 mg/l).

46
Proses nitrifikasi dapat terganggu dengan adanya senyawa-senyawa organik yang
lain. Proses reaksi nitrifikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter
diantaranya : Temperatur : 5 – 45oC, tetapi akan berjalan optimum pada suhu: 25
– 35oC. Keperluan O2 untuk nitrifikasi  4,33 g O2/g NH3-N teroksidasi,
sedangkan keperluan larutan alkali  7,14 g alkali/g NH3-N teroksidasi.
Kandungan nitrat dapat mempengaruhi suatu populasi tertentu dalam
penggunaan air yang khusus. Jika kandungan nitrat di dalam air mencapai 45 mg/l
maka berbahaya untuk diminum. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organism
akuatik. Konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi akan
menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen, terutama pada bayi yang
berumur kurang dari lima bulan. Di samping itu, air minum dengan kadar nitrat
yang tinggi apabila diminum maka akan terjadi perubahan di dalam perut menjadi
nitrit. Keracunan nitrit akan mengakibatkan wajah membiru dan kematian.
Ion nitrat bereaksi dengan brucine dalam larutan asam sulfat pekat pada
temperature 1000C membentuk kompleks berwarna kuning. Warna ini tidak
mengikuti persamaan Beer-Lambert. Namun demikian, plot absorbansi vs
konsentrasi menghasilkan kurva yang smooth. Warna tersebut diukur pada
panjang gelombang 410 nm. Konsnetrasi yang dapat diaplikasikan untuk metode
ini adalah 0,1-2 mg NO3-N/L. Laju pembentukan warna dipengaruhi oleh
temperatur dan intensitas. Bahan organik yang larut dalam air akan menyebabkan
warna pada larutan H2SO4 pekat dan harus dikompensasikan dengan penambahan
semua reagen kecuali Brucine.

3. Daftar alat dan bahan

3.1 Alat-alat yang Digunakan


1. Labu takar 50 ml 5 buah
2. Pipet volume 2 ml, 5 ml, dan 10 ml
3. Pipet ukur 1 ml
4. Pipet tetes
5. Penghisap
6. Gelas ukur 50 ml

47
7. Gelas Kimia 100 ml
8. Gelas kimia 1000 ml
9. Spektrofotometer US-Vis dengan panjang gelombang 410 nm
10. Botol semprot
11. Kuvet 1 pasang
12. Pipet mikro
3.2 Bahan-bahan yang diperlukan :
1. Larutan H2SO4 pekat
2. Larutan standar nitrat NO32-
3. Larutan brucine
4. Aquades
5. Sampel

4. Gambar alat

Spektrofotometer Kuvet Larutan Standar

5. Langkah kerja
5.1 Pembuatan kurva kalibrasi
a. Menyiapkan larutan standar nitrat 10 mg/L NO 3—N dan diambil masing-
masing dengan pipet volume sebanyak 1; 2; 5; dan 10 mL lalu masukkan
dalam labu takar 50 mL.
b. Menambahkan masing-masing 5 mL aquades, lalu tambahkan 0,5 mL
larutan brucine, kemudian samakan volume masing-masing larutan
menjadi 15 ml dengan aquades.

48
c. Menambahkan 10 mL larutan H2SO4 pekat. Dinginkan selama ± 10 menit
dalam ruang gelap.
d. Menambahkan masing-masing 10 mL aquades, kemudian dibiarkan dingin
selama 20-30 menit dalam ruang gelap.
e. Diencerkan dengan aquades sampai volumenya menjadi 50 mL.
f. Dibaca absorbansi masing—masing larutan dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 410 nm. (melakukan kalibrasi alat terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan blanko). Kemudian membuat kurva
kalibrasinya.
g. Hitunglah konsentrasi larutan standar?
h. Buatlah kurva kalibrasi (kurva larutan standar) hubungan antara
konsentrasi terhadap nilai absorbansi larutan standar?

5.2 Prosedur Perlakuan Sampel dan Blanko


a. Diambil 5 mL sampel dan masukkan ke dalam labu takar 50 mL,
kemudian ditambahkan 5 mL air suling.
b. Ditambahkan 0, 5 mL larutan brucine kemudian ditambahkan aquades
hingga volumenya 15 ml
c. Ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat, kemudian didinginkan selama ± 10
menit dalam ruang gelap.
d. Ditambahkan 10 mL aquades, kemudian biarkan dingin selama 20-30
menit dalam ruang gelap.
e. Diencerkan dengan aquades sampai volumenya menjadi 50 mL.
f. Dibuat larutan blanko dengan 5 mL aquades, perlakukan sama seperti
sampel di atas sampai volume akhirnya 50 mL.
i. Dibaca absorbansi masing—masing larutan dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 410 nm. (melakukan kalibrasi alat terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan blanko). Kemudian membuat kurva
kalibrasinya.
j. Tentukan nilai kandungan nitrat pada sampel?

49
6. Keselamatan kerja

1. MSDS Asam Sulfat Pekat (H2SO4, 98%) (Lembar Data Keselamatan


Bahan)

Identifikasi Bahaya :
• Cairan pengoksidasi : Kategori 1 (syimbol bahaya)
• Korosif terhadap logam : Kategori 1 (symbol korosif awas)
• Toksisitas Akut : Oral, inhalation, dermal
• Korosi / Iritasi pada kulit
• Iritasi serius pada mata
• Sensitifitas terhadap pernafasan
• Mutagenitas Sel
• Karsinogenisitas
• Target organ spesifik (paparan berulang)
Pernyataan bahaya
• Sangat korosif
• Berbahaya apabila terhirup
• Berbahaya apabila kontak dengan kulit
• Apabila kontak dengan kulit akan menyebabkan luka bakar
• Dapat menyebabkan iritasi pernafasan
• Paparan kronis dapat menyebabkan bahaya pada paru–paru dan
kemungkinan menyebabkan kanker.
• Sangat beracun
• Berbahaya pada lingkungan akuatik
Pernyataan kehati-hatian
• Sebaiknya tidak berkontak langsung dengan kulit dan mata
• Jangan dihirup

50
• Jauhkan dari matahari dan panas
• Sebaiknya menggunakan perlindungan untuk alat pernafasan
• Harap menggunakan pelindung mata ( kacamata ), masker, pelindung
untuk wajah
• Jaga tempat penyimpanan dalam keadaan tertutup rapat
• Setelah menggunakan zat tersebut harap mencuci tangan
• Selama menggunakan produk ini jangan makan, minum dan merokok
• Di laboratorium, penggambilan larutan dilakukan di lemari asam
• Zat ini berbahaya bagi lingkungan, terutama apabila berkontak dengan
ikan
Pertolongan pertama :
• Terhirup, segera berobat. Bilas dengan air secepatnya. Apabila sulit
untuk bernafas segera beri oksigen. Jangan menggunakan pernafasan
dari mulut ke mulut.
• Tertelan. Tidak perlu dimuntahkan. Apabila korban dalam keadaan sadar
berikan 2-4 gela susu atau air. Segera bawa ke dokter.
• Terkena Kulit : Apabila terkena kulit atau rambut segera basuh dengan
sabun dan air selama 15 menit, kemudian cari pengobatan.
• Terkena mata : Apabila terkena mata basuh dengan air kurang lebih
selama 30 menit, jangan biarkan korban mengusap dan merapatkan
mata.
7. Data untuk percobaan di laboratorium

Tabel 1 : Larutan standar Nitrat …….. mg/L

No Volume awal Vol. Vol Asam Volume Absorbansi


Brucine Sulfat pekat total
1 Blanko ……… ml ……… mL ……… mL …………..
2 Larutan standar
1,0 mL ……… ml ……… mL ……… mL …………..
2,0 mL ……… ml ……… mL ……… mL …………..
5,0 mL ……… ml ……… mL ……… mL …………..
10,0 mL ……… ml ……… mL ……… mL …………..
3 Sampel (I).....mL ……… ml ……… mL ……… mL …………..
Sampel (II).... mL ……… ml ……… mL ……… mL …………..

51
8. Soal atau pertanyaan
1. Jelaskan dampak yang ditimbulkan jika kandungan nitrat dalam suatu
badan air melewati ambang batas yang diizinkan?
2. Sebutkan sumber-sumber aktivitas yang berpotensi sebagai pemasok nitrat
ke badan air?
3. Tuliskan reaksi kimia proses perubahan bentuk nitrogen selama proses
nitrifikasi?
4. Berapa kadar nitrat yang secara umum terdapat pada perairan alami dan
berapa nilai nitrat yang diperbolehkan pada badan air?

9. Daftar Pustaka

Alaerts, G., Santika, S.S., 1987, ―Metode Penelitian Air‖, Usaha Nasional,
Surabaya.

Dr. Rukaesih Achmad, M.Si.,2004, ―Kimia Lingkungan, Penerbit Andi‖,


Yogyakarta.

Effendi, H., 2003., Telaah Kualitas Air, bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan., Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Analisis Instrumental (ANINS), ―Petunjuk Praktikum MTPPL‖,


Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

52
PENENTUAN BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)

I. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan BOD 5 dari air sampel dengan
temperatur inkubasi 20oC.

II. Prinsip Kerja


- Preparasi sampel
- Analisis DO0
- Inkuabsi selama 5 hari
- Analisis DO5
III. Alat dan Bahan Percobaan
Alat yang digunakan :
- Seperangkat Dissove Oxygen (DO meter) beserta magnetik stirer
- 4 buah Botol inkubasi 250 ml
- Inkubator BOD temperatur (20 – 21)°C
- 4 buah Labu ukur 500 ml
- 1 buah gelas beker 2000 ml
- Gelas Kimia 500 ml
- Buret
- Corong
- Gelas Kimia 200 ml
- Pengaduk Manual
- Pipet Tetes
- Labu Ukur 50 ml
Bahan-bahan yang diperlukan :

- Larutan buffer
- Aquades
- Sampel
- Pengecer

53
Gambar Alat BOD

Gambar 1. Metode penetapan nilai BOD dalam limbah cair

Gambar 1. Botol kedap udara kapsitas 300 mL berisi cuplikan


limbah cair diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari

IV. Landasan Teori


BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik
yang ada di dalam limbah cair pada suhu 20oC selama waktu inkubasi 5 hari.
Parameter BOD digunakan untuk mengetahui karakteristik senyawa kimia organik
dalam limbah cair. Oksidasi biologi diperlukan untuk mengurangi senyawa kimia
organik dalam limbah cair. Pada kondisi suhu optimal, kecukupan nutrien,
kecukupan oksigen terlarut, nilai pH optimal, maka mikroba dapat tumbuh
dan berkembang biak secara maksimal dengan menggunakan substrat senyawa
kimia organik dalam limbah cair. Proses penguraian bahan buangan organik oleh
bakteri aerobik adalah sebagai berikut.

54
CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → nCO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + cNH3 + E

bakteri aerobik

Reaksi kimia menunjukkan bahwa konversi mikroba terhadap senyawa


berbahaya dalam air limbah diubah menjadi gas CO 2 dan air serta bahan seluler
dan energi. Jika senyawa organik dan anorganik terdapat dalam air limbah, maka
diperlukan sejumlah mikroba yang cukup besar.

Reaksi tersebut di atas memerlukan waktu yang cukup lama kira-kira 10


hari. Dalam waktu 2 hari mungkin reaksi telah mencapai 50%, dan dalam waktu 5
hari mencapai sekitar 75%.
Dengan adanya macam-macam air dengan jumlah mikroorganisme yang
berbeda-beda maka diperlukan perlakuan tersendiri dalam analisis BODnya.
Misalnya pada air yang tercemar oleh limbah antiseptik, diperlukan penambahan
mikroorganisme yang dapat beradaptasi dengan limbah tersebut atau dikurangi
jumlah antiseptiknya sampai batas yang diinginkan. Pada air yang mengandung
banyak limbah organik, diperlukan penambahan bakteri benih supaya degradasi
bahan organik tersebut dapat maksimal. Bakteri benih harus diberikan waktu
penyesuaian beberapa hari melalui kontak dengan air buangan tersebut sebelum
dapat digunakan sebagai benih pada analisis BOD.
Prinsip Analisis
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan
oksigen di dalam air. Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba
menunjukkan adanya senyawa organik dalam limbah cair. Jika nilai BOD tinggi
berarti konsentrasi oksigen terlarut dalam limbah cair kecil di bawah ambang
batas yang diizinkan sehingga ikan akan mati.
Nilai BOD untuk limbah industri sangat bervariasi mulai 100-10.000 ppm,
untuk itu sebelum dibuang ke lingkungan seperti sungai, danau, dan laut harus
dilakukan pengenceran untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen
terlarut. Apabila oksigen terlarut di dalam air menurun, dapat mengganggu

55
kehidupan hewan dan tanaman air. Air yang mempunyai nilai BOD sampai 3 ppm
masih dianggap cukup murni.
Nilai BOD digunakan untuk memonitor kualitas air dan biodegradasi
senyawa organik dalam limbah cair. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa botol
kedap udara kapasitas 300 mL A berisi cuplikan limbah cair yang akan ditetapkan
nilai BOD. Pada botol kedap udara kapasitas 300 mL Blimbah cair diaerasi
dengan udara dan diukur konsentrasi oksigen terlarut. Botol C berisi limbah cair
kemudian diinkubasi pada suhu 20oC selama waktu inkubasi 5 hari dan sesudah 5
hari inkubasi, diukur nilai BOD-nya. Nilai BOD5 digunakan untuk
membandingkan kekuatan limbah cair. Analisis nilai BOD dilakukan jika
cuplikan limbah cair yang akan diukur nilai BOD paling lama 2 jam sesudah
pengambilan cuplikan limbah cair. Botol kedap udara yang diletakkan di dalam
waterbath thermostat ditaruh dalam ruang gelap untuk menghindari terjadinya
oksigen terlarut dari peristiwa fotosintesis.
Metode pengukuran BOD adalah dengan menempatkan sampel dalam
botol jenuh udara dan menginkubasi botol tersebut dalam kondisi tertentu dalam
beberapa waktu. Oksigen terlarut/dissolve oxygen (DO) diukur pada awal dan
akhir waktu inkubasi. BOD dihitung dari perbedaan antara DO awal dan akhir
tersebut. Perhitungan nilai BOD dapat diselesaikan dengan persamaan :
( D1  D2 )
BOD5, mg/L =
P

Jika diencerkan dengan air maka diperlukan bibit :

( D1  D2 )  ( B1  B2 ) f
BOD5, mg/L =
P

Di mana :
D1 : oksigen terlarut cuplikan, mg/L
D2 : oksigen terlarut cuplikan, mg/L sesudah 5 hari inkubasi pada suhu 20oC
P : Fraksi volumetric cuplikan yang digunakan
B1 : oksigen terlarut biakan sebelum inkubasi, mg/L
B2 : oksigen terlarut biakan sesudah inkubasi, mg/L

56
f : Rasio biakan dalam cuplikan terhadap biakan kontrol
1. Cara Kerja
1. Pembuatan Blanko dan Seed Control :
Blanko :
- 300 mL larutan pengencer (pada suhu 20oC) di masukkan ke dalam gelas
kimia 500 ml,
- Memasang di atas magnetik stirrer dan putar selama 2-5 menit dan
kemudian diukur nilai DO awalnya (DO 0) dengan DO meter
- mencatat DO awal blanko
- Larutan blanko dimasukkan ke dalam botol BOD secara hati-hati (jangan
ada gelembung udara) sampai penuh, kemudian diinkubasi pada suhu 20 oC
dalam inkubator BOD selama 5 hari.
Seed Control :
- DO awal seed control sama dengan blanko
- Larutan seed control dimasukkan ke dalam botol BOD sampai ¼ secara
hati-hati (jangan ada gelembung udara) tambahkan larutan BOD seed
sebanyak 2 ml, kemudian tuangkan lagi larutan seed control sampai botol
BOD penuh, kemudian diinkubasi pada suhu 20oC dalam inkubator BOD
selama 5 hari.
2. Perlakuan Sampel :
- Mengambil sampel masing-masing 3 ml, 6 ml, 9 ml, dan 12 ml , kemudian
memasukkan ke dalam masing-masing labu takar 250 ml, encerkan sampai
tanda batas dengan larutan pengecer. Pindahkan secara hati-hati larutan
sampel ke dalam gelas kimia 500 ml dan tambahkan masing-masing 50 ml
larutan pengecer (volume total larutan sampel 300 mL).
- Memasang di atas magnetik stirrer dan putar selama 2-5 menit dan
kemudian diukur nilai DO awalnya (DO 0) dengan DO meter
- Mencatat DO awal sampel
- Larutan sampel dimasukkan ke dalam botol BOD sampai ¼ secara hati-hati
(jangan ada gelembung udara) tambahkan larutan BOD seed sebanyak 2 ml,

57
kemudian tuangkan lagi larutan sampel sampai botol BOD penuh, kemudian
diinkubasi pada suhu 20oC dalam inkubator BOD selama 5 hari.
2. Data percobaan
Berdasarkan hasil percobaan maka diperoleh data pada Tabel 1, sebagai
berikut:
Tabel 1. Harga DO awal (DO0) dan DO akhir (DO5), dan BOD5 pada larutan
sampel, seet control dan blanko
No. Sampel Vol. Awal Vol. Akhir DO T (oC) DO5 T (oC)
(mL) (mL) (mg/L)
(mg/L)

1. Blanko ........ ........ ........ ........ ........ ........

2. Seed Control ........ ........ ........ ........ ........ ........

3. BOD 1 ........ ........ ........ ........ ........ ........

4. BOD 2 ........ ........ ........ ........ ........ ........

5. BOD 3 ........ ........ ........ ........ ........ ........

6 BOD 4 ........ ........ ........ ........ ........ ........

3. Perhitungan
Untuk menentukan BOD dari sampel pada percobaan ini memakai rumus
sebagai berikut :

BOD205 , mg/L = [((DO0 – DO5) – (B0 – B5) f)] x DF .......(1)

Dimana :

DO0 = Nilai DO awal pada sampel sesaat setelah dipreparasi (mg/L)

DO5 = Nilai DOakhir pada sampel setelah 5 hari inkubasi pada suhu 20 oC (mg/L)

B0 = Nilai DO awal pada larutan seed control sebelum inkubasi

58
B5 = Nilai DO akhir pada larutan seed control setelah inkubasi

DF = faktor pengenceran = 300 mL / volume sampel yang dipakai (mL)

f = Rasio dari seed di dalam sampel dengan seed di dalam seed control

4. Pertanyaan
1. Jelaskan, mengapa nilai BOD dapat digunakan sebagai parameter suatu
badan air dikatakan tercemar?
2. Jelaskan prinsip analisis BOD?
3. Nilai BOD merupakan gambaran kandungan zat organik di dalam badan
air, jelaskan mengapa demikian?
5. Daftar Pustaka
1. Petunjuk Praktikum MTPPL, Laboratorium Analisis Instrumental
(ANINS), Jurusan Teknik Kimia, fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
2. Salmin, 2005, Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi
(BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas
Perairan, Oseana Volum XXX, Surabaya.
3. Suharto, 2011., Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.,Penerbit
ANDI., Yogyakarta.

59
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK (PENGOMPOSAN )

Pendahuluan

I. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini yaitu :
- Mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan sampah organik
(pengomposan) secara aerob menjadi pupuk organik (kompos).
- Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh komposisi bahan pengomposan
(perbandingan sampah pasar dengan kompos kotoran ternak) terhadap
kualitas kompos yakni parameter (pH, kadar air, kadar abu, pospor (P)*.
(Catatan* : perbandingan data semua kelompok)
II. Prinsip Kerja
- Pre treatmen sampah (mencacah)
- Pengomposon (7 – 14 hari)
- Analisis pupuk organik (pH, Kadar Air, Kadar Abu, Pospor)
III. Pelaksanaan Praktikum
Praktikum dilakukan di laboratorium pengolahan limbah, dengan waktu
pertemuan selama 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan proses
pengomposan dan pertemuan kedua dilakukan proses analisis kompos yang
dihasilkan. Parameter yang dianalisis diantaranya pH (indicator universal pH),
kadar air, kadar abu (Pemanasan) dan kadar pospat (spektrofotometer)

IV. DASAR TEORI


Kompos adalah pupuk organik (alami) yang dapat dibuat dari sampah
organik atau bahan hijauan dan/atau kotoran ternak yang diproses secara
biologis dengan bantuan organisme pengurai (activator) untuk mempercepat
proses pembusukan. Proses penguraian dapat berlangsung secara aerob (dengan
udara) maupun anaerob (tanpa bantuan udara). Proses aerob adalah proses dimana
mikroba menggunakan oksigen untuk menguraikan bahan organik. Sedangkan
proses penguraian yang terjadi tanpa menggunakan oksigen disebut dengan proses
anaerob. Pada proses anaerob bahan ditumpuk dan disungkup dengan penutup

60
(dapat menggunakan karpet atau karung goni) agar tidak ada kontaminasi udara
saat proses berlangsung. Keuntungan proses ini adalah memacu kinerja mikroba
lebih optimal sehingga dapat mempercepat peningkatan suhu pada proses
pengomposan. Untuk wilayah yang tidak memiliki lahan luas, pengomposan yang
cocok dengan menggunakan metode pengomposan fermentasi dan aerasi. Metode
ini merupakan cara intensifikasi pengomposan dan menghasilkan kompos yang
lebih terbebas dari bakteri-bakteri yang merugikan. Proses ini organisme pengurai
mengambil sumber makanan dari sampah atau bahan organik yang diolah lalu
mengeluarkan sisa metabolisme berupa karbon dioksida (CO 2), serta panas yang
mengeluarkan uap air (H2O). Oleh karena itu, kinerja organisme pengurai dapat
dipantau dengan pengamatan temperatur (suhu), tekstur, struktur dan perubahan
warna serta bau. Peningkatan suhu, tekstur dan struktur tidak lengket dan remah
serta warna manjadi gelap mengkilat menandakan adanya kegiatan organisme
pengurai yang berjalan dengan baik dan bau menyengat kompos yang semakin
hari semakin hilang. Keunggulan kompos adalah kandungan unsur hara makro
maupun mikronya yang lengkap. Unsur hara makro yang terkandung dalam
kompos antara lain N, P, K, Ca, Mg, dan S, sedangkan kandungan unsur mikronya
antara lain Fe, Mn, Zn, Cl, Cu, Mo, Na dan B .
Proses Pengomposan
Pengomposan dapat terjadi secara alamiah maupun dengan bantuan manusia.
Pengomposan secara alamiah yaitu dengan cara penumpukan sampah di alam,
sedangkan pengomposan dengan bantuan manusia yaitu dengan cara
menggunakan teknologi modern maupun dengan menggunakan bahan
bioaktivator dan menciptakan kondisi ideal sehingga proses pengomposan dapat
terjadi secara optimal dan menghasilkan kompos berkualitas tinggi. Untuk dapat
membuat kompos dengan kualitas baik, diperlukan pemahaman proses
pengomposan yang baik pula. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap awal
proses, oksigen dan senyawasenyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik yang kemudian akan digantikan oleh bakteri
termofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat, kemudian akan

61
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga o mencapai
70 C. Suhu akan tetap tinggi selama fase pematangan. Mikroba mesofilik
kemudian tergantikan oleh mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu
tinggi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif, mikroba-
mikroba yang ada di dalam kompos + akan menguraikan bahan organik menjadi
NH , CO , uap air dan panas 3 2 melalui sistem metabolisme dengan bantuan
oksigen. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti
tanah. Pada fase ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan
komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume
maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-50% dari bobot
awal tergantung kadar air awal.
Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Setiap organisme pengurai bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan
bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka organisme pengurai
tersebut akan bekerja giat untuk menguraikan sampah organik. Secara umum,
faktor yang paling mempengaruhi proses pengomposan adalah karakteristik bahan
yang dikomposkan, bioaktivator yang digunakan, serta metode pengomposan
yang diaplikasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
diantaranya :
1. Rasio C/N
2. Porositas
3. Kelembaban
4. Suhu
5. Ukuran Partikel
6. Aerasi
7. Kadar pH
Mutu dan Standarisasi Kompos
Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut :
1) C/N rasio mempunyai nilai 10-20
2) Suhu sesuai dengan suhu air tanah

62
3) Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
4) Berbau tanah
Pengolahan kompos untuk meningkatkan kualitas kompos antara lain dapat
dilakukan dengan cara: pengeringan, penghalusan, pembuatan granul, dan
pengemasan. Kompos dengan kualitas tinggi sesuai dengan kriteria tabel SNI
dibawah ini:
V. Metode Praktikum
I. Bahan dan Alat :
Bahan :
Bahan pengomposan :
1. Limbah padat organik (sisa sayuran, sampah buah-buahan)
2. Aktivator (kompos kotoran ternak)
3. EM4 atau starter buatan
4. Molase atau larutan gula
5. Pupuk urea
6. Air
Bahan Analisis :
1. Larutan HCL pekat
2. Larutan HNO3 pekat
3. Larutan ammonium molibdat
4. Larutan SnCl2
5. Larutan induk pospor (P2O5) 50 ppm
6. urea
Alat pengomposan :
1. Media pengomposan (Komposter )
2. Alat pencacah/pisau, gunting
3. Timbangan
4. Baskom
5. Pengaduk kayu
6. Sprayer 1 L
7. Gelas ukur 100 ml

63
8. Gelas kimia 1L
9. Sarung tangan
10. Masker
Alat analisis :
11. Termometer
12. pH indicator universal
13. Cawan gwort
14. Neraca analitik
15. Oven
16. Furnace
17. Kuvet
18. Spektrofotometer

Spektrofotometer Kuvet Larutan Standar

II. Prosedur Kerja


1. Membuat starter dari biakan EM4, dengan mengambil 50 ml EM4 dan
memasukkan kedalam labu takar 500 ml dan menambahkan molase 5%
dan urea 0,5% kemudian menambahkan aquades sampai tanda batas.
2. Menyiapkan bahan sampah organik dari sisa sayuran atau sampah buah-
buahan
3. Sampah organik dicacah atau dikecilkan ukurannya dengan
menggunakan pisau atau gunting.
4. Menimbang sampah organik (SO) dan bahan aktivator kompos kotoran
ternak (KT) dengan menggunakan baskom dengan perbandingan ( 100%
sampah organik (SO), dan/atau 90% (SO) : 10% (KT); dan/atau 80%

64
(SO) : 20% (KT); 70% (SO) : 30% (KT); dan/atau 50% (SO) : 50% (KT)
dengan berat total bahan pengomposan 5 kg.
5. Melakukan proses pencampuran sampah organik (SO) dan kotoran ternak
(KT) di dalam baskom kemudian menyemprotkan laruran starter dari
biakan EM4 yang sudah dibuat. Campuran bahan pengomposan
diharapkan tercampur secara merata dengan kelembaban bahan mencapai
kurang lebih 50%.
Pada proses pencampuran diharapkan mahasiswa menggunakan masker
dan kaos tangan.
6. Memasukkan campuran bahan ke dalam komposter
7. Pengomposan dilakukan selama 7 hari, dengan melakukan pengadukan
setiap hari selama 3 hari.
8. Mengukur suhu setiap hari dengan menggunakan thermometer
(pegukuran dilakukan pada 3 titik).
9. Lakukan pengamatan secara fisik yakni warna, tekstur, dan bau sebelum
dan sesudah pengomposan.
10. Kompos diambil setelah 7 hari proses pengomposan untuk dilakukan uji
parameter berupa pH, kadar air, kadar abu, dan pospor.
III. Proses Analisis
1. pH
- Mengambil 2 gr kompos dan dimasukkan ke dalam gelas kimia,
kemudian tambahkan air sampai lembab.
- Celupkan indicator pH universal ke dalam gelas kimia yang berisi
kompos.
- Catat pH kompos.
2. Kadar air dan Kadar Abu
- Panaskan cawan porsalin kosong di dalam oven dengan suhu 105 oC
selama 30 menit, dinginkan dalam desikator (±15 menit) dan timbang.
Catat berat cawan porselin kosong (CK kosong).
- Masukkan 2 gr sampel kompos ke dalam cawan poselin (CK) dan catat
berapa berat sampel sebelum dipanaskan (CK + sampel).

65
- Masukkan cawan (CK + sampel) ke dalam oven dan panaskan pada suhu
105oC selama 1 jam.
- Setelah 1 jam, dinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian
timbang sampel (berat CK + Sampel, 105oC). Ulangi pemanasan dan
penimbangan sampai dapat berat konstan, (Catat berat cawan + sampel).
- Masukkan cawan (CK + sampel, 105oC) untuk melanjutkan pemanasan
di furnace dengan mensetting suhu furnace 550oC, selama 2 jam.
- Matikan furnace dan tunggu sampai suhu furnace ±150oC, kemudian
ambil sampel dan dinginkan di desikator selama 15 menit.
- Timbang sampel (abu) dan catat berat (CK + sampel, 550oC).
- Hitung kadar air dan kadar abu sampel kompos.

Perhitungan :

Penentuan nilai Kadar air (%) :


(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑘 𝑕𝑖𝑟 ,105℃
- Kadar air, % = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙

Penentuan nilai VS (%) :


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 105℃−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑘 𝑕𝑖𝑟 550℃
- VS (% , bk/bk) = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 105℃

- Kadar Abu = 100% - Kadar VS (%)


3. Pospor
1. Timbang 2,000 g contoh kompos (ukuran <2 mm), dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 25 mL.
2. Tambahkan 10 ml HCl pekat dan 5 mL larutan HNO 3 pekat lalu kocok
dengan stirer selama 5 jam. Masukan ke dalam tabung reaksi dan
dibiarkan semalam atau disentrifuse.
3. Pipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh (larutan kompos) ke dalam tabung
reaksi.
4. Tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok.
5. Pipet 5 ml ekstrak contoh encer dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 2 ml ammonium molibdat dan 5 tetes SnCl2 dan

66
dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
6. Buat deret standar pospat dengan mengencerkan larutan induk pospat 50
ppm.
7. Buat deret standar pospat dengan konsentrasi mulai dari 0,5 ppm, 1 ppm,
2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm. (deret standar disesuaikan dengan
sampel)
8. Deret standar pospat dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan encerkan
sampai tanda batas.
9. Pipet masing-masing 5 ml larutan standar masukkan ke dalam
Erlenmeyer, kemudian tambahkan 2 ml ammonium molibdat dan 5 tetes
SnCl2.
10. Blanko dengan memipet 5 ml aquades ditambah 2 ml amonium molibdat
dan 5 tetes SnCl2.
11. Ukur absorbansi larutan standar dan blanko dengan alat spektrofotometer
pada panjang gelombang 693 nm.
12. Catat absorbansi sampel, blanko dan larutan standar.
13. Hitung konsentrasi pospat (P2O5)
Kadar P potensial mg P2O5 (100 g)-1
= ppm kurva x (ml ekstrak/1.000 ml) x (100 g/g contoh) x fp x (142/90) x
fk
= ppm kurva x 10/1.000 x 100/2 x 20 x 142/90 x fk
= ppm kurva x 10 x 142/190 x fk
Catatan :
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara
kadar deret standar
dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
fp = faktor pengenceran (20)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P 2O5

67
VI. PENGAMATAN DATA
1. Data Pengomposan
Berat Camp. Komposisi campuran Parameter awal
Bahan (SO : Bahan SO : KT
KT) (SO) (KT) pH Suhu (oC)

2. Data Analisis Kadar air dan Kadar abu


No. Sampel Cawan Kosong CK + sampel CK + Sampel CK + Sampel
(CK) (suhu ruang, (Suhu 105oC) (suhu 550oC),
o
C) I II III 2 jam

3. Data Pospor
Analisis pospat dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang
693 nm.
Sampel Berat Sampel Pengenceran Absorbansi

Sampel (abu)
Konsentrasi Volume
standar

Larutan Standar :

Blanko - -

VII.EVALUASI
1. Tuliskan faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan
2. Jelaskan bagaimana pengaruh komposisi substrat terhadap parameter
kompos yang dihasilkan
3. Jelaskan fungsi penambahan EM4 pada proses pengomposan
4. Selain EM4 adakah bahan activator lain yang dapat digunakan, sebutkan?
5. Jelaskan ciri-cir kompos yang sudah matang?

68
PENGUJIAN KADAR NITRIT (NO2) DALAM AIR
METODE N.E.D SPEKTROFOTOMETRI

2. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar Nitrit (NO2) dalam air dengan metode N.E.D secara
spektrofotometri.

10. Dasar teori


Di perairan alami, nitrit (NO 2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan
keberadaan oksigen. Nitrit itu tidak tetap dan dapat merosot menjadi amoniak
atau dioksidasikan menjadi nitrat, kehadiran mereka pada umumnya menunjukkan
bahwa perubahan sedang berlangsung. Nitrit merupakan bentuk peralihan
(intermediate) antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas
nitrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi berlangsung pada kondisi anaerob. Proses
denitrifikasi ditunjukkan dalam persamaan reaksi :
NO3- + H+ ½ (H2O + N2) + 5/4 O2
Pengujian terhadap nitrit menunjukkan jumlah zat nitrogen yang hanya
sebagian saja mengalami oksidasi. Dengan demikian nitrit merupakan suatu
tingkat peralihan dalam proses perubahan zat organik ke dalam bentuk yang tetap.
Oleh karena itu, nitrit tidak dapat ditemukan dalam air limbah baru kecuali dalam
jumlah yang sangat kecil sekali, akan tetapi dalam air limbah nitrit dapat saja
lebih unggul.
Nitrit ditentukan melalui pembentukan senyawa azo yang berwarna ungu
kemerahan yang terjadi pada pH 2,0 sampai 2,5 oleh kopling asam sulfanilic
diazotized dengan N-(1-naphthyl)-ethylenediamine dihidrochloride (NED
dihydrochloride). Metode ini digunakan untuk contoh air yang tidak berwarna dan
sesuai untuk penentuan konsentrasi NO 2 minimal 1 μg NO2-N/L. Sistim warna
tersebut mengikuti hukum Beer sampai 180 μg N/L dengan jejak cahaya 1 cm
pada 543 nm. Konsentrasi NO 2- yang lebih tinggi pada sampel dapat ditentukan
dengan sistem pengenceran. Untuk keperluan air minum, WHO

69
merekomendasikan ambang batas nitrit yang diijinkan adalah 1 mg/l (Moore,
1991). Begitu pula rekomendasi dari daftar persyaratan kualitas air minum
menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990
Tanggal 3 September 1990 (Arya, 2004). Pada manusia dan hewan , nitrit bersifat
lebih toksik (racun) dari pada nitrat, Garam-garam nitrit digunakan sebagai
penghambat terjadinya proses korosi pada industri

11. Daftar alat dan bahan


3.1 Alat-alat yang Diperlukan :
- Spektrofotometer UV-Vis
- Kuvet
- Hot plate
- Magnetik stirrer
- Labu takar 50 ml
- Pipet volume 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml, 50 ml
- Pipet mikro 100-1000 μL dan pipet tip
- Buret 50 ml
- Beker glass 100 ml, 1000 ml
- Corong
- Pipet tetes
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
a. Aquades
b. Larutan H2SO4 pekat
c. Larutan Stock Nitrit 250 mg/L NO2-N
d. Larutan Intermediet Nitrit 50 mg/L NO2-N
e. Larutan Standar Nitrit 500 μg/L NO2-N
f. Reagen Sulfanilamid
g. Larutan N-(1-naphthyl)-ethylenediamine dihidrochloride (NED)
dihydrochloride
h. Larutan standar Natrium Oksalat (Na2C2O4) 0,05 N
i. Larutan standar Kalium Permanganat (KMnO 4) 0,05 N

70
12. Gambar rangkaian alat/percobaan/gambar kerja

Spektrofotometer Kuvet Larutan Standar

13. Langkah kerja


5.1 Pembuatan larutan standar
- Menyiapkan 4 buah labu takar 50 ml yang sudah dibersihkan
- Mengambil dengan teliti menggunakan pipet volume larutan standar nitrit
500 μg/L NO2-N dengan volume berturut-turut 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml,
kemudian memasukkan ke dalam masing-masing labu takar 50 ml.
- Mengencerkan semua larutan standar dan sampel hingga volume 50 ml
dengan aquades.
- Menambahkan 1 ml reagen sulfanilamid menggunakan pipet mikro ke
dalam larutan standar, kemudian dikocok hingga homogen dan
didiamkan selama 5 – 8 menit.
- Menambahkan 1 ml reagen NED menggunakan pipet mikro ke dalam
larutan standar, kemudian dikocok hingga homogen dan didiamkan selama
10 menit.
- Mengukur nilai absorbansi masing-masing larutan dengan alat
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 543 nm. Kalibrasi zero
dilakukan dengan menggunakan larutan blanko.
- Mencatat hasil pengukuran nilai absorbansi untuk masing-masing larutan.
- Hitunglah konsentrasi larutan standar?
- Buatlah kurva kalibrasi (kurva larutan standar) hubungan antara
konsentrasi terhadap nilai absorbansi larutan standar?

71
5.2 Pembuatan larutan Blanko dan Sampel
a. Membuat larutan blanko dengan langsung memasukkan 50 ml aquades ke
dalam labu takar 50 ml.
b. Mengambil dengan teliti secara duplo (dua kali) menggunakan pipet
volume untuk sampel yang akan diuji sebanyak 5 ml, kemudian
memasukkan ke dalam masing-masing labu takar 50 ml.
c. Menambahkan masing-masing 1 mL reagen sulfanilamid, lalu
dihomogenkan dan dibiarkan 5 – 8 menit.
d. Menambahkan 1 mL reagen NED, kemudian dihoomogenkan dan biarkan
10 menit (tidak lebih dari 2 jam).
e. Dibaca absorbansi masing—masing larutan dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 543 nm. (melakukan kalibrasi alat terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan blanko).
5.3 Standarisasi Larutan Stock Nitrit Menggunakan Titran KMnO 4 ± 0,05 N
- Mengambil dengan teliti menggunakan pipet volume 50 ml larutan standar
KMnO4 0,05 N, kemudian memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
- Menambahkan 5 ml larutan H2SO4 pekat (di lemari asam), kemudian
menambahkan 50 ml larutan stock nitrit menggunakan pipet volume.
- Menghilangkan warna permanganat dengan menambahkan 15 ml larutan
standar Na2C2O4 0,05 N dengan menggunakan pipet volume.
- Mengaduk dan memanaskan larutan dengan menggunakan hot plate
magnetik stirrer sampai suhu larutan mencapai 70 – 80oC.
- Melakukan titrasi kelebihan Na2C2O4 0,05 N dengan larutan KMnO 4 0,05
N sampai titik akhir tercapai (larutan berwarna pink)
- Menghitung kandungan NO2-N dari larutan stock dengan persamaan
berikut :
mg [(V 1 x N1)  (V2 x N 2 )] x 7
, NO2  N 
mL Volume Stock

di mana :
V1 = Total volume standar KMnO4 yang dipakai (mL)

72
N1 = Normalitas standar KMnO4 (N)
V2 = Total volume standar Na2C2O4 (mL)
N2 = Normalitas larutan standar Na2C2O4 (N)
V.stock = Volume larutan stock NaNO2 yang diambil (mL)
Masing-masing 1 mL KMnO4 0,05 N yang dihabiskan oleh larutan NaNO 2
berhubungan dengan 350 μg NO2-N.
5.4 Standarisasi Larutan Kalium Permanganat (KMnO 4) ± 0,05 N
- Mengambil secara duplo (dua kali) 15 ml larutan Na2C2O4 0,05 N dengan
menggunakan pipet volume, lalu memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
- Menambahkan 5 ml larutan H 2SO4 pekat.
- Mengaduk dan memanaskan larutan di atas hot plate magnetik stirer sampai
suhu 70-80oC
- Titrasi larutan dengan menggunakan larutan KMnO 4 sampai warna menjadi
pink.
- Mencatat volume larutan KMnO 4 yang digunakan.
- Menghitung konsentrasi larutan KMnO 4 dengan persamaan :
V2 x N 2
N .KMnO4 
V1
di mana :
V1 = Volume titran KMnO4 (mL)
N2 = Normalitas larutan Na2C2O4 (N)
V2 = Volume larutan Na2C2O4 yang diambil (mL)

73
14. Keselamatan kerja

2. MSDS Asam Sulfat Pekat (H2SO4, 98%) (Lembar Data Keselamatan


Bahan)

Identifikasi Bahaya :
• Cairan pengoksidasi : Kategori 1 (syimbol bahaya)
• Korosif terhadap logam : Kategori 1 (symbol korosif awas)
• Toksisitas Akut : Oral, inhalation, dermal
• Korosi / Iritasi pada kulit
• Iritasi serius pada mata
• Sensitifitas terhadap pernafasan
• Mutagenitas Sel
• Karsinogenisitas
• Target organ spesifik (paparan berulang)
Pernyataan kehati-hatian
• Sebaiknya tidak berkontak langsung dengan kulit dan mata
• Jangan dihirup
• Jauhkan dari matahari dan panas
• Sebaiknya menggunakan perlindungan untuk alat pernafasan
• Harap menggunakan pelindung mata ( kacamata ), masker, pelindung
untuk wajah
• Jaga tempat penyimpanan dalam keadaan tertutup rapat
• Setelah menggunakan zat tersebut harap mencuci tangan
• Selama menggunakan produk ini jangan makan, minum dan merokok
• Di laboratorium, penggambilan larutan dilakukan di lemari asam
• Zat ini berbahaya bagi lingkungan, terutama apabila berkontak dengan
ikan

74
Pertolongan pertama :
• Terhirup, segera berobat. Bilas dengan air secepatnya. Apabila sulit
untuk bernafas segera beri oksigen. Jangan menggunakan pernafasan
dari mulut ke mulut.
• Tertelan. Tidak perlu dimuntahkan. Apabila korban dalam keadaan sadar
berikan 2-4 gela susu atau air. Segera bawa ke dokter.
• Terkena Kulit : Apabila terkena kulit atau rambut segera basuh dengan
sabun dan air selama 15 menit, kemudian cari pengobatan.
• Terkena mata : Apabila terkena mata basuh dengan air kurang lebih
selama 30 menit, jangan biarkan korban mengusap dan merapatkan
mata.

15. Data untuk percobaan di laboratorium

Tabel 1 : Larutan standar Nitrit ……………. µg/L atau ……… mg/L

No Volume awal Vol. Reagen Vol Reagen Volume Absorbansi


Sulfanilamid NED total

1 Blanko 50 mL ………… ml ………mL …… mL …………

2 Larutan standar
1,0 mL ………… ml ……… mL …… mL …………

2,0 mL ………… ml ………mL …… mL ………...


5,0 mL ………… ml ……… mL ……. mL ………...

10,0 mL ………… ml ……… mL …… mL ………..

3 Sampel 5 mL ……...... Ml …… mL …… mL …………

Sample 5 ml ………… ml …… ml …… ml …………

75
16. Soal atau pertanyaan

1. Jelaskan dampak yang ditimbulkan jika kandungan nitrit dalam suatu


badan air melewati ambang batas yang diizinkan?
2. Sebutkan sumber-sumber aktivitas yang berpotensi sebagai pemasok nitrit
ke badan air?
3. Tuliskan reaksi kimia proses denitrifikasi dalam badan air?
4. Berapa kadar nitrit yang secara umum terdapat pada perairan alami dan
berapa nilai nitrit yang diperbolehkan pada badan air?

17. Daftar Pustaka

Alaerts, G., Ir., DR., Santika, S.S., Ir., Msc., 1987, Metode Penelitian Air,
Usaha Nasional, Surabaya.

Arya, W. W, 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi


Yogyakarta

American Public Health Association, American Water Works Association and


Water Pollution Control Federation, Standard Methods For The
Examination of Water and Wastewater, pp. 404-406, American Public
Health Association, Washington.

Dr. Rukaesih Achmad, M.Si.,2004, ―Kimia Lingkungan, Penerbit Andi‖,


Yogyakarta.

Effendi, H., 2003., Telaah Kualitas Air, bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan., Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Analisis Instrumental (ANINS), ―Petunjuk Praktikum MTPPL‖,


Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tjokrokusumo, KRT., 1995, Pengantar Konsep Teknologi Bersih, STTL,


Yogyakarta.

76

Anda mungkin juga menyukai