Anda di halaman 1dari 78

HUBUNGAN TINGKAT KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PERAWAT DENGAN PERILAKU KOOPERATIF ANAK


USIA PRASEKOLAH YANG MENGALAMI
HOSPITALISASI DI BANGSAL ANGGREK
RSUD KOTA SALATIGA

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :
Hendri Arifin
NIM. ST 14028

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

i
HUBUNGAN TINGKAT KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PERAWAT DENGAN PERILAKU KOOPERATIF ANAK
USIA PRASEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI
DIBANGSAL ANGGREK
RSUD KOTA SALATIGA

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :
Hendri Arifin
NIM. ST 14028

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

ii
iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan tingkat komunikasi terapeutik

perawat dengan perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami

hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga untuk memenuhi tugas

akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan pada

STIKes Kusuma Husada Surakarta.

Pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini terutama disampaikan kepada :

1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma

Husada Surakarta.

2. Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku pembimbing I yang

banyak memberi saran dan petunjuk dalam pembuatan skripsi ini.

4. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, sebagai pembimbing II

yang banyak memberi saran dan petunjuk dalam pembuatan skripsi ini.

5. Kepada kedua orang tua penulis, Bapak dan Ibu yang telah mengajarkan

kepada penulis akan arti sebuah perjuangan dalam hidup.

vi
6. Istriku tercinta, Kriestanti Widayat atas dukungan kedewasaan, kesabaran

serta kesetiaan yang telah di tunjukkan selama ini.

7. Anak-anakku yang tersayang, Hanif, Thoriq dan Ilham, atas tawa riang

dan tangis yang telah kalian berikan dalam lembar kehidupan ini.

8. Ibu Kasmirah, S.Kep, Kepala Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga yang

telah bersedia membantu agar skripsi ini dapat segera selesai.

9. Kepada responden dan opponen yang telah membantu dalam pelaksanaan

ujian proposal skripsi sehingga skripsi bisa lancar.

10. Sahabat seperjuanganku, kelompok III. semoga kesabaran, ketekunan serta

keyakinan kita tidak sia-sia.

11. Seluruh Dosen dan Staf STIKes Kusuma Husada Surakarta

12. Seluruh rekan se-angkatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Yang telah

memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

penyusunan riset keperawatan ini.

Semoga ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan

berkat-Nya kepada semua yang telah membantu peneliti dalam mewujudkan

skripsi ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu segala pendapat saran dan kritikan yang sifatnya

membangun sangat peneliti harapkan. Mudah-mudahan penelitian dapat

bermanfaat untuk peneliti sendiri dan pembaca pada umumnya.

vii
Surakarta,12 Pebruari 2016

Peneliti

Hendri Arifin

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix

DAFTAR SINGKATAN. .......................................................................... x

ABSTRAK................................................................................................ xi

ABSTRACT ............................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori ........................................................................... 9

ix
2.2 Keaslian Penelitian .................................................................. 26

2.3 Kerangka Teori........................................................................ 27

2.4 Kerangka Konsep .................................................................... 28

2.5 Hipotesis Penelitian ................................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................... 29

3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling ................................... 29

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 31

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ............. 32

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ............................ 33

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data....................................... 39

3.7 Etika Penelitian ...................................................................... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 44

4.2 Pembahasan ............................................................................ 48

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 55

5.2 Saran ...................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

2.2. Keaslian Penelitian ........................................................................ 26

3.1. Variabel,Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ...................... 32

3.2. Kisi- kisi Tingkat Komunikasi Perawat ........................................... 33

3.3 Kisi- kisi Kuesioner Perilaku Kooperatif Anak................................ 34

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur, jenis kelamin

dan tingkat pendidikan .................................................................... 45

4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Komunikasi Terapeutik Perawat ........ 46

4.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Kooperatif anak usia prasekolah........ 46

4.4 Hasil uji kendalls Tau Hubungan ................................................... 47

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Gambar Halaman

1 Kerangka Teori ......................................................................... 27

2 Kerangka Konsep ....................................................................... 28

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan

Lampiran

1 Lembar Pengajuan Judul Skripsi

2 Lembar Oponen

3 Lembar Audien

4 Lembar Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan

5 Lembar Permohonan Ijin Studi Pendahuluan

6 Lembar Keterangan Ijin Studi pendahuluan

7 Lembar Permohonan Ijin Validitas Reabilitas

8 Lembar Keterangan Uji Validitas Reabilitas

9 Kuesioner Sebelum Uji Validitas Reabilitas

10 Lembar Informed Consent Uji Validitas Reabilitas

11 Hasil Uji Validitas Reabilitas dan Lembar uji validitas ahli

12 Lembar Pengajuan Ijin Penelitian

13 Lembar permohonan Ijin Penelitian

14 Lembar Rekomendasi Ijin Penelitian Kesbangpol Salatiga

15 Lembar Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian

16 Lembar Informed Consent Penelitian

17 Lembar Kuesioner Tingkat Komunikasi Perawat

18 Lembar Kuesioner Perilaku Kooperatif Anak

19 Lembar Uji Normalitas

xiii
20 Lembar Data Responden

21 Lembar Data Jawaban Kuesioner Responden

22 Lembar Hasil Uji Univariat

23 Hasil Uji Bivariat

24 Lembar Konsultasi

25 Foto Penelitian

26 Jadwal Penelitian

xiv
DAFTAR SINGKATAN

Nomor Daftar Singkatan


1 RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
2 WHO World Health Organization
3 ADL Activity Daily Living
4 RS Rumah Sakit
5 H0 Hipotesis nol
6 Ha Hipotesis alternatif
7 STIKES Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

xv
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016

HENDRI ARIFIN

Hubungan antara Tingkat Komunikasi Terapeutik Perawat dengan


Perilaku Kooperatif Anak Usia Prasekolah yang Mengalami
Hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga

Abstrak

Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan hal yang perlu mendapatkan


perhatian dari perawat karena komunikasi terapeutik akan sangat membantu
mengatasi masalah psikologis anak usia prasekolah yang mengalami stres dan
kecemasan akibat hospitalisasi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
komunikasi dengan anak adalah melihat umur, tumbuh kembang anak dan hal ini
masih belum mendapat perhatian sehingga kerja sama antara anak dengan perawat
belum mencapai hasil yang maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah
Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku
kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek
RSUD Kota Salatiga
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini adalah penunggu pasien yaitu orang tua pasien anak
di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Analisis data
dengan jumlah sampling 51 orang menggunakan uji kendalls tau.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat komunikasi
terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang
mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga dengan p-
Value (0,000) dan r: 0,668.

Kata Kunci : Komunikasi Terapeutik, Perilaku Kooperatif Anak, Hospitalisasi


Daftar pustaka : 28 (2005- 2015)

xvi
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

Hendri Arifin

The Relationship between Nurses Therapeutic Communication Level and


Cooperative Behavior of Preschool Children Hospitalized
in Anggrek Ward at Salatiga Regional Public Hospital

Abstract

The use of therapeutic communication needs to be taken into account by


nurses since therapeutic communication is very beneficial for helping preschool
children cope with psychological problems, especially stress and anxiety, during
hospitalization. Some of the things to be considered in communicating with
children are their age and development; and the lack of attention to these manners
leads to minimum cooperation between children and nurse. This study aims at
investigating the relationship between nurses therapeutic communication level
and cooperative behavior of preschool children hospitalized in Anggrek ward at
Salatiga Regional Public Hospital.
This research is an analytical survey with cross sectional approach. The
samples were the accompanying persons or parents of patients in Anggrek Ward
at Salatiga Regional Public Hospital meeting the inclusion and exclusion criteria.
The samples were 51 persons taken using purposive sampling technique. The data
were analyzed using Kendalls Tau test.
The research results demonstrate a relationship between nurses therapeutic
communication level and cooperative behavior of preschool children hospitalized
in Anggrek ward at Salatiga Regional Public Hospital with p-value of 0.000 and
r=0.668.

Keywords : Therapeutic communication, childrens cooperative behavior,


hospitalization
Bibliography : 28 (2005- 2015)

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahapan tumbuh kembang yang paling memerlukan perhatian adalah pada

masa anak- anak karena keberhasilan tumbuh kembang pada masa- masa

awal akan menentukan masa depan untuk masa selanjutnya. Tahapan tumbuh

kembang anak berbeda dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu.

Perkembangan anak dimulai dari periode prenatal sampai dengan periode

kanak- kanak akhir (Wong, 2008). Pertumbuhan anak pada masa prasekolah

yaitu pertumbuhan gigi susu sudah lengkap, anak kelihatan lebih langsing,

pertumbuhan fisik sudah relatif pelan. Perkembangan anak prasekolah terdiri

dari kognitif misal bermain dan berimajinasi, motorik seperti bisa naik turun

tangga sendiri dan berdiri dengan satu kaki serta melompat, bahasa dimana

anak banyak bertanya serta perkembangan sosial tentang mengenal jenis

kelamin (Nursalam, 2005).

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman yang tidak

menyenangkan dan anak akan berhadapan dengan situasi dan lingkungan

yang baru serta melakukan kontak dengan orang asing selain keluarga.

Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang

berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah

(Supartini, 2004).

1
2

Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress pada

semua tingkat usia. Anak- anak, terutama selama tahun- tahun awal sangat

rentan terhadap krisis penyakit. Hospitalisasi karena stres dapat terjadi akibat

perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan serta anak

memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan

stressor. Hasil penelitian Agustin (2013) menemukan bahwa anak yang

dirawat di rumah sakit mengalami stres dan kecemasan disebabkan anak

berhadapan dengan lingkungan baru dan melihat alat- alat medis, takut pada

perawat dan dokter yang berbaju putih, tidak mau ditinggal orang tuanya serta

tidak bisa bebas bermain disebabkan harus istirahat di tempat tidur.

Stres utama dari masa bayi pertengahan sampai usia prasekolah adalah

kecemasan akibat perpisahan disebut juga depresi anaklitik. Manifestasi

cemas akibat perpisahan pada anak kecil dimulai dari fase protes, fase putus

asa dan fase pelepasan. Pada fase protes ditandai dengan anak menangis,

berteriak, mencari orang tua dengan mata, memegang erat orang tua,

menghindar dan menolak kontak dengan orang lain. Fase selanjutnya adalah

fase putus asa ditunjukkan dengan tidak aktif, menarik diri dari orang lain,

depresi/ sedih, tidak tertarik dengan lingkungan, tidak komunikatif, menolak

untuk makan, minum dan bergerak. Fase terakhir adalah fase pelepasan,

perilaku yang diobservasi adalah peningkatan minat terhadap lingkungan

sekitar, berinteraksi dengan orang asing, membentuk hubungan baru namun

dangkal (Wong, 2008).


3

Dampak dari hospitalisasi dan kecemasan yang dialami anak berisiko

dapat mengganggu tumbuh kembang anak dan proses penyembuhan pada

anak. Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai sebuah

pengalaman yang menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di rumah

sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan harus banyak

beristirahat (Samiasih, 2007). Reaksi anak usia prasekolah yang mengalami

stres akibat hospitalisasi berupa menolak makan, menangis, tidak bisa

istirahat tidur, sering kali marah dan takut ketika akan dilakukan tindakan di

rumah sakit serta tidak kooperatif dengan petugas kesehatan (Supartini,

2004).

Mengurangi stres pada anak yang dirawat di rumah sakit ada banyak cara

yaitu dengan aktivitas ekspresif kreatif misal bermain dengan puzzle,

menggambar dan mewarnai yang akan meningkatkan hubungan orang tua-

anak (Rooming in ), memberi kesempatan pendidikan/ informasi pada anak

dan orang tua (dengan komunikasi terapeutik perawat ) serta memfasilitasi

sosialisasi misalnya dengan pemilihan teman sekamar yang sesuai

(Wong, 2008).

Upaya independen yang dapat dilakukan perawat untuk mengurangi

kecemasan dan stres serta meningkatkan perilaku kooperatif/ patuh pada anak

yang mengalami hospitalisasi salah satunya dengan komunikasi khususnya

komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan cara untuk

membina hubungan terapeutik antara perawat dengan klien. Keuntungan

komunikasi terapeutik antara lain masalah psikologis anak usia prasekolah


4

dapat dikurangi seperti kecemasan, ketakutan, perubahan perilaku. Melalui

komunikasi terapeutik akan terjalin rasa percaya, rasa kasih sayang dan

selanjutnya anak akan memiliki suatu penghargaan pada dirinya. Oleh karena

itu tenaga keperawatan perlu menerapkan komunikasi terapeutik dalam

memberikan asuhan keperawatan untuk dapat meminimalkan kecemasan dan

stres pada anak serta meningkatkan perilaku kepatuhan/ kooperatif pada anak

saat hospitalisasi (Nurjannah, 2010 ).

Menurut Mc Cherty dan Kozak di dunia, hampir 4.000.000 anak dalam

satu tahun mengalami hospitalisasi (Lumiu, 2013). Berdasarkan data

Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di Amerika, sebanyak 6,5 juta

anak/ tahun yang menjalani perawatan di rumah sakit dengan usia kurang dari

17 tahun (Roberts, 2010). Dan diperkirakan 35 per 100 anak di Indonesia

menjalani stres hospitalisasi (Purwandari, 2009). Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Kota Salatiga di Bangsal

Anggrek pada Bulan Januari- Mei 2015, anak yang di rawat adalah 696

orang, dengan perincian anak usia toddler sebanyak 227 anak, usia

prasekolah sebanyak 314 anak, usia sekolah sebanyak 155 anak, diperkirakan

85 % dari jumlah tersebut mengalami kecemasan dan stress hospitalisasi dan

pada Bulan Juli 2015 tercatat sebanyak 59 anak usia prasekolah yang dirawat,

berarti kemungkinan ada sekitar 50 anak yang mengalami stres dan

kecemasan akibat hospitalisasi pada bulan Juli 2015 saja.

Banyaknya kasus kecemasan dan stres hospitalisasi pada anak di

Indonesia, menurut hasil penelitian Yuli utami (2014 ), hal ini dikarenakan
5

banyak faktor antara lain yaitu lingkungan rumah sakit, berpisah dengan

orang yang sangat berarti, kurangnya informasi, hilangnya kebebasan dan

kemandirian, pengalaman kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan serta perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit. Hal yang

telah dilakukan untuk mengurangi stres akibat hospitalisasi adalah dengan

meminimalkan pengaruh perpisahan dengan rooming in ketika anak dirawat,

meminimalkan cedera fisik dan terapi bermain, tetapi memaksimalkan

komunikasi yang dilakukan oleh perawat terutama komunikasi terapeutik

belum banyak dilakukan untuk mengurangi efek stres akibat hospitalisasi .

Hasil studi pendahuluan bahwa ditemukan 3 dari 10 orang perawat shif

jaga di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga belum melakukan komunikasi

terapeutik yang baik kepada anak yang mengalami hospitalisasi terutama

sebelum melakukan prosedur tindakan kepada anak, sebagai contoh perawat

tidak berjabat tangan ketika bertemu dengan anak maupun keluarga pasien,

perawat seringkali tidak membuat kontrak sebelumnya dengan pasien

maupun keluarganya dan perawat tidak dengan secara jujur memberikan

informasi yang sebenarnya tentang kondisi anak/ informasi tentang kondisi

anak ada yang ditutup- tutupi.

Untuk itu, perlunya dukungan dari semua pihak khususnya rumah sakit

dalam meningkatkan kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan

pasien, diharapkan dengan makin baiknya komunikasi terapeutik perawat

juga akan berdampak pada baiknya kerjasama dengan para pasien. Dengan
6

meningkatnya kerjasama ini akan membantu kelancaran kesembuhan pasien,

terlebih lagi pada pasien yang masih kecil atau anak-anak.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Hubungan tingkat komunikasi terapeutik perawat dengan

perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di

Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga .

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah sebagai berikut Apakah ada hubungan tingkat

komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif pada anak usia

prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota

Salatiga ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat

dengan perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami

hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mendeskripsikan karakteristik responden di Bangsal Anggrek

RSUD kota Salatiga.

2. Mendeskripsikan tingkat komunikasi terapeutik perawat di

Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga.

3. Mendeskripsikan perilaku kooperatif yang terjadi pada anak usia

prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek

RSUD Kota Salatiga.


7

4. Menganalisa hubungan tingkat komunikasi terapeutik perawat

dengan perilaku kooperatif anak usia pra sekolah yang mengalami

hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga.

1.4 . Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi rumah sakit

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit tentang hubungan tingkat

komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif anak usia

prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD

Kota Salatiga sehingga manajemen RSUD Kota Salatiga dapat

mengadakan kegiatan untuk menurunkan dampak hospitalisasi pada anak

misalnya dengan terapi bermain dan sebagainya sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang optimal

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam Program

Belajar Mengajar (PBM) di kelas tentang keperawatan anak prasekolah

yang mengalami hospitalisasi

3. Bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian-

penelitian selanjutnya tentang faktor- faktor lain untuk meningkatkan

perilaku kooperatif anak misalnya dengan permainan kreatif, orientasi

ruangan kepada anak, rooming in dengan orang tua dan lain- lain

4. Bagi peneliti

Hasil dari penelitian sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan


8

tentang penelitian di bangsal anak terutama dalam komunikasi terapeutik

dengan perilaku kooperatif anak prasekolah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Komunikasi Terapeutik

2.1.1.1 Definisi

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat untuk

membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi

gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan

dengan orang lain (Nurhasanah, 2009).

Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal

dimana perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar

bersama serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang

negatif (Supartini, 2004).

2.1.1.2 Tujuan

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan

pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan

diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran

dan penghargaan diri

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak

superfisial dan saling bergantung dengan orang lain dan

mandiri

9
10

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan

kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan

integritas diri (Nurhasanah, 2010 ).

Tujuan komunikasi terapeutik menurut Effendy, (2002) adalah

sebagai berikut :

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan

penghormatan diri

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak

superfisial dan saling bergantung dengan orang lain

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan

kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan

integritas diri identitas personal termasuk status, peran dan

jenis kelamin

5. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi

beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan

untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada

hal yang diperlukan

6. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil

tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan

egonya

7. Mempengaruhi orang lain, lingkungan dan dirinya sendiri.


11

2.1.1.3 Prinsip dasar komunikasi terapeutik

Menurut Nurhasanah, (2009) adalah:

1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik

saling menguntungkan didasarkan pada prinsip Humanity

of nurse and client

2. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal De

Vito yaitu keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap

positif dan kesetaraan

3. Kualitas hubungan perawat klien ditentukan oleh

bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia

(Human )

4. Perawat menggunakan dirinya dengan tehnik pendekatan

yang khusus untuk memberikan pengertian dan merubah

perilaku klien

5. Perawat harus menghargai keunikan klien

6. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri

pemberi maupun penerima pesan

7. Trust harus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi

masalah dan alternatif problem solving

8. Trust adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

2.1.1.4 Karakteristik komunikasi terapeutik

Menurut Nurjannah (2005), karakteristik yang harus

dimiliki perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik


12

adalah sebagai berikut:

1. Kesejatian

Smith dalam Nurjannah (2005), menyebutkan bahwa

kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang

gambaran diri kita yang sebenarnya. Perawat menyadari

tentang nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap

keadaan pasien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa

ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang

dipunyai pasien. Perawat tidak menolak segala bentuk

perasaan negatif yang dimiliki pasien.

2. Empati

Smith dalam Nurjannah (2005), Empati adalah

kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain dan

bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain

tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa

emosi kita larut dalam emosi orang lain.

3. Respek atau hormat

Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah (2005), Respek

mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan

kepedulian atau perhatian, rasa suka dan menghargai pasien.

Perawat menghargai pasien sebagai orang yang bernilai dan

menerima pasien tanpa syarat.


13

4. Konkret

Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan

bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan pasien

mengenai perasaan, pengalaman dan tingkah lakunya.

Fungsi dari dimensi ini adalah dapat mempertahankan

respon perawat terhadap perasaan pasien, penjelasan dengan

akurat tentang masalah dan mendorong pasien memikirkan

masalah yang spesifik (Stuart dan Sundeen dalam

Nurjannah, 2005).

2.1.1.5 Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

Menurut Potter dan Perry dalam Nurjannah (2005), proses

komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu :

1. Perkembangan/ usia

Agar dapat berkomunikasi dengan efektif dengan pasien,

perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik

dari sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut.

Cara komunikasi pasien anak-anak, remaja, dewasa sangat

berbeda, untuk itu perawat diharapkan bisa berkomunikasi

dengan lancar.

2. Emosi

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu

kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat

mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan


14

pasien. Perawat perlu mengkaji emosi pasien dan

keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan

keperawatan yang tepat.

3. Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang

berbeda. Mulai usia 3 tahun seorang wanita bisa bermain

dengan teman baiknya dan menggunakan bahasa untuk

mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta

membangun dan mendukung keintiman. Laki-laki dilain

pihak, menggunakan bahasa untuk mendapatkan

kemandirian bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan

yang tinggi.

4. Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan

antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang

perawat dengan perawat lain, perawat dengan pasien akan

berbeda.

5. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi

yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang

tepat akan menimbulkan keracuan, ketegangan serta ketidak

nyamanan.
15

6. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu

menyediakan rasa aman dan kontrol.

2.1.1.6 Syarat dasar komunikasi terapeutik

Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi efektif yang

terapeutik (Stuart dan Sundeen, dalam Nurhasanah, 2010),

yaitu :

1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga

diri pemberi maupun penerima pesan.

2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus

dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran ,

informasi maupun masukan.

2.1.1.7 Sikap Perawat dalam komunikasi terapeutik

Sikap merupakan komunikasi non verbal yang dilakukan

melalui pergerakan tubuh (Nurjannah, 2005), sikap ini terdiri

dari :

1. Ekspresi muka (posisi mulut, alis, mata dan senyuman)

Perawat sangat perlu melakukan validasi persepsi dari

ekspresi muka yang ada pada pasien sehingga perawat

tidak salah mempersepsikan apa yang diobservasi dari

klien.

2. Gesture ( gerak, isyarat dan sikap)

Egan cit. Keliat dalam Nurjannah (2005), menerangkan


16

sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik

sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik.

3. Gerakan tubuh dan postur

Membungkuk kearah pasien merupakan posisi yang

menunjukkan keinginan untuk mengatakan keinginan

untuk tetap berkomunikasi.

4. Gerak mata

Rosdahl dalam Nurjannah (2005), gerak atau kontak

mata diartikan sebagai melihat langsung ke mata orang

lain. Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai

pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap

berkomunikasi.

2.1.1.8 Tahap komunikasi terapeutik

Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi),

perawat mempunyai 4 tahap.

Keempat tahap tersebut menurut Stuart dan Sundeen dalam

Nurjannah (2005) adalah :

1. Tahap prainteraksi

Merupakan tahap dimana perawat belum bertemu

dengan pasien. Tugas perawat dalam tahap ini adalah :

a. Mendapatkan informasi tentang pasien ( dari medical

record atau sumber lainnya)

b. Mencari literatur yang berkaitan dengan masalah yang


17

dialami pasien

c. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri

d. Menganalisa ketakutan dan kelemahan profesional diri

e. Membuat rencana pertemuan dengan pasien

2. Tahap orientasi atau perkenalan

Tugas perawat pada tahap ini adalah :

a. Merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu

dengan klien.

b. Membangun iklim percaya, memahami penerimaan dan

komunikasi terbuka

c. Memformulasikan kontrak dengan pasien

3. Tahap Kerja

Merupakan tahap dimana pasien memulai kegiatan.

Tugas perawat pada saat ini adalah melaksanakan kegiatan

yang telah direncanakan pada tahap prainteraksi yaitu :

a. Mengeksplorasi stressor yang sesuai atau relevan

b. Mendorong perkembangan kesadaran pasien dan

penggunaan mekanisme koping kontruktif

c. Atasi penolakan perilaku adaptif

4. Tahap Terminasi

Merupakan tahap dimana perawat akan menghentikan

interaksinya dengan klien, tahap ini merupakan terminasi

sementara ataupun terminasi akhir.


18

a. Menyediakan fasilitas perpisahan dan bicarakan proses

terapi dan pencapaian tujuan

b. saling mengeksplorasi perasaan penolakan kehilangan,

sedih, marah dan perilaku lain.

2.1.2 Perilaku Kooperatif/ Kepatuhan

2.1.2.1 Definisi

Sikap kooperatif adalah tingkat individu dalam melihat

dirinya sendiri sebagai bagian dari anggota masyarakat. Individu

yang bersikap kooperatif ditunjukkan dengan sikap empati,

toleransi, penuh kasih sayang, saling mendukung/ supportif,

serta mempunyai prinsip yang kuat (Videbeck, 2008).

2.1.2.2 Klasifikasi Skala Perilaku menurut Frankl

Menurut Frankl et al. dalam Muthu& Sivakumar (2009),

membagi skala perilaku menjadi 4 yaitu skala 1-4 yang biasanya

juga dipakai dalam sikap kooperatif anak sesuai dengan kriteria

berikut:

1. Skala 1: Sikap sangat negatif

Perilaku anak menunjukan gambaran yaitu anak menolak

perawatan, meronta-ronta dan membantah, menangis keras

dan terus-menerus, menarik atau mengisolasi diri dan terakhir

anak amat ketakutan.

2. Skala 2: Sikap negatif

Anak akan menunjukkan perilaku tindakan negatif minor,


19

anak tidak mau menerima perawatan , mencoba bertahan,

menyimpan rasa takut, gugup dan menangis dan juga tidak

kooperatif.

3. Skala 3: Sikap positif

Pada skala ini anak akan berhati-hati dalam menerima

perawatan, sedikit segan untuk bertanya, tidak menolak

petunjuk perawat, cukup bersedia bekerjasama dengan

perawat dan terakhir anak menerima perawatan.

4. Skala 4: Sikap sangat positif

Sikap yang terlihat adalah anak bersikap baik dengan

perawat, menerima perawatan, tidak ada tanda-tanda takut,

tertarik dengan tindakan dan prosedur yang dilakukan, anak

banyak bertanya dan yang terakhir membuat kontak verbal

yang baik dengan perawat.

2.1.2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap sikap kooperatif anak :

1. Usia

Anak usia prasekolah mempersepsikan hospitalisasi

sebagai suatu hukuman sehingga anak akan merasa malu,

merasa bersalah dan takut. Tindakan dan prosedur dirumah

sakit dianggap mengancam integritas tubuhnya. Hal ini

menimbulkan reaksi agresif dengan marah, berontak, tidak

mau bekerjasama dengan perawat dan ketergantungan

dengan orangtua (Supartini, 2004). Hasil penelitian


20

Handayani dan Puspitasari (2009) menunjukkan

peningkatan sikap kooperatif yang paling tinggi pada anak

usia 4 sampai 5 tahun.

2. Jenis kelamin

Hasil penelitian Handayani dan Puspitasari (2009),

menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih mengalami

peningkatan sikap kooperatif dibandingkan laki-laki.

3. Pengalaman dirawat di rumah sakit.

Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak

menyenangkan selama dirawat di rumah sakit sebelumnya,

maka akan menyebabkan anak menjadi takut dan trauma

sehingga anak tidak kooperatif dengan perawat dan dokter.

Begitu juga sebaiknya apabila anak dirumah sakit

mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan,

maka anak akan lebih kooperatif kepada perawat dan dokter

(Supartini, 2004).

2.1.3 Anak prasekolah


2.1.3.1 Pengertian

Menurut Potter dan Perry (2009), bahwa anak usia prasekolah

berada pada usia 3 sampai 5 tahun. Pengertian yang berbeda

menurut Wong (2008), tentang anak usia prasekolah adalah usia

perkembangan yang dimulai pada usia 3 sampai 6 tahun. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan usia perkembangan 3

sampai 5 tahun.
21

2.1.3.2 Tumbuh kembang anak usia prasekolah

Pertumbuhan anak pada masa prasekolah yaitu pertumbuhan

gigi susu sudah lengkap, anak kelihatan lebih langsing,

pertumbuhan fisik juga relatif pelan sedangkan

perkembangannya terdiri dari perkembangan kognitif meliputi

bermain imajinasi, perkembangan motoriknya anak sudah bisa

naik turun tangga sendiri, berdiri dengan satu kaki dan

melompat sedangkan pada perkembangan bahasa, anak banyak

bertanya serta perkembangan sosial pada anak yaitu mengenal

jenis kelamin (Nursalam, 2005). Pada masa prasekolah usia

anak 3- 6 tahun, anak mulai belajar hidup mandiri, anak belajar

mengembangkan kemampuan dalam menyusun bahasa,

berinteraksi dengan orang lain sebagai kehidupan sosial anak.

Pada masa ini berkembang rasa ingin tahu (curious) dan daya

imaginasinya, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala

sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya.

2.1.4 Hospitalisasi

2.1.4.1 Pengertian

Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu

proses dimana karena alasan tertentu atau darurat mengharuskan

anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi perawatan sampai

pemulangannya kembali ke rumah. Hospitalisasi adalah bentuk

stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut


22

dirawat di rumah sakit (Wong, 2008). Menurut WHO,

hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam, ketika

anak menjalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi dapat

menimbulkan perasaan tidak aman. (Yuli utami, 2014).

2.1.4.2 Faktor yang menimbulkan stres hospitalisasi pada anak

1. Faktor lingkungan rumah sakit

Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang

menakutkan dilihat dari sudut pandang anak-anak. Suasana

rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing,

berbagai macam bunyi yang digunakan dan bau yang khas,

dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak

ataupun orang tua.(Norton-Westwood, 2012).

2. Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti

Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda

yang familiar digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa

dilakukan serta berpisah dengan anggota keluarga lainnya.

(Pelander& Leino-Kilpi, 2010).

3. Faktor kurangnya informasi yang didapat anak dan orang

tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi.

Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi

merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang.

Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal

yang rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan


23

(Gordon dkk, 2010).

4. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian

Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang

dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain

sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian

anak yang sedang dalam taraf perkembangan (Price& Gwin,

2005).

5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan

Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah

sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah

sebaliknya (Pelander & Leino-Kilpi, 2010).

6. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit

Khususnya perawat, mengingat anak masih memiliki

keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa dan

komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama ketika

berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien anak yang

menjadi sebuah tantangan dan dibutuhkan sensitifitas yang

tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan pasien

dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat

dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah

laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan

respon pengobatan (Pena & Juan, 2011).


24

2.1.4.3 Faktor yang mempengaruhi stres hospitalisasi, yaitu :

1. Cemas karena perpisahan

Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3

tahap, yaitu :

a. Tahap protes ( Phase of Protest )

Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,

menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan

tingkah laku agresif seperti menendang, menggigit,

memukul, mencubit, mencoba untuk membuat orang

tuanya tetap tinggal dan menolak perhatian orang lain.

b. Tahap putus asa ( Phase of Despair )

Pada tahap ini anak tampak tegang, tangisnya

berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain,

tidak nafsu makan, menarik diri, tidak mampu

berkomunikasi, sedih, apatis dan regresi ( mengompol atau

menghisap jari).

c. Tahap keintiman kembali ( Phase of Detachment )

Pada tahap ini secara samar samar anak menerima

perpisahan, mulai tertarik dengan apa yang ada

disekitarnya, membina hubungan dangkal dengan orang

lain dan anak mulai kelihatan gembira. Fase ini terjadi

setelah perpisahan yang lama dengan orang tua (Wong,

2009).
25

2. Kehilangan kendali

Anak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan

otonominya. Terlihat pada perilaku mereka dalam hal

kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan

interpersonal, melakukan aktivitas harian (Activity of Daily

Living ADL) dan anak berkomunikasi (Nursalam, 2008).

3. Luka pada tubuh dan rasa sakit

Reaksi anak terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu

masih bayi, namun jumlah variabel yang mempengaruhi

responnya lebih kompleks dan bermacam - macam. Anak

akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menyeringaikan

wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir,

membuka mata dengan lebar atau melakukan tindakan yang

agresif seperti menggigit, menendang, memukul atau berlari

keluar (Nursalam, 2008).

2.1.4.4 Akibat stres Hospitalisasi pada anak

Stres hospitalisasi akibat sakit biasanya membuat anak

kurang mampu untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan

sehingga akibatnya mereka bereaksi dalam banyak tingkah

laku walaupun bentuknya lebih halus dibandingkan dengan

anak yang lebih muda. Reaksi yang sering muncul akibat

perpisahan pada anak usia pra sekolah antara lain, menolak

makan, kesulitan tidur, menangis, menanyakan kapan orang


26

tuanya datang dan mengasingkan diri dari yang lain. Mereka

terkadang juga akan mengekspresikan kemarahannya dengan

merusak permainannya. Memukul anak lain atau menolak

kooperatif selama aktifitas perawatan diri yang rutin (Agustin,

2013).

2.2 Keaslian Penelitian

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

No Nama peneliti Judul Metode Hasil

1. Nuraqidah, Hubungan Analitik Ada hubungan antara


Maria H Bakri, komunikasi korelasi komunikasi terapeutik
Sri Rahayu terapeutik dengan perawat dengan tingkat
(2012) perawat rancangan kooperatif anak usia pra
dengan tingkat cross sekolah di Ruang rawat
kooperatif anak sectional inap Bangsal Anggrek
usia prasekolah study RSUD Panembahan
saat pemasangan Senopati Bantul karena
infus di Bangsal nilai signifikan 0,014
Anggrek RSUD lebih kecil dari nilai
Panembahan signifikan 0,05 atau
Senopati Bantul (0,014 < 0,05)
2. Dwi andik Pengaruh Peneliti Ada pengaruh penerapan
santoso, Sri penerapan menggunakan komunikasi terapeutik
Haryani S, komunikasi metode perawat terhadap perilaku
Wulandari terapeutik pra- kooperatif anak usia
Meikawati ( perawat terhadap eksperimen toddler dengan nilai
2013 ) perilaku (pre- p=0,000 (<0,05),
kooperatif anak experiment
usia toddler di design)
rsud tugurejo dengan
semarang rancangan
one group pre
and
post design
27

2.3 Kerangka Teori

Faktor Penyebab Stres pada anak

Faktor lingkungan RS
Faktor berpisah dengan orang tua
Faktor kurangnya informasi
Faktor hilangnya kebebasan dan kemandirian
Faktor pengalaman yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan
Faktor perilaku/ interaksi dengan petugas RS

Cara mengurangi stres hospitalisasi


Hospitalisasi pada anak Aktivitas ekspresif kreatif misal
bermain dengan puzzle,
menggambar , mewarnai
Rooming in
Akibat Stres Hospitalisasi
Pendidikan/ informasi
Komunikasi terapeutik perawat
Menolak makan
Orientasi ruangan kepada anak
Kesulitan tidur
Menangis
Menanyakan kapan orang
tuanya datang
Mengasingkan diri dari yang Perilaku kooperatif anak
lain. mengekspresikan
kemarahannya dengan Kurang
merusak permainannya Cukup
Memukul anak lain Baik
Menolak kooperatif selama
aktifi tas perawatan diri yang
rutin

Gambar 2.1
Kerangka Teori
(Wong, 2008; Supartini , 2004 )
28

2.4 Kerangka Konseptual

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat komunikasi Perilaku kooperatif


Terapeutik Perawat pada anak

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara

dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2003 ).

Hipotesis adalah pada penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat komunikasi

terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif anak

usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di

Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga.

H1/Ha : Ada hubungan antara tingkat komunikasi terapeutik

perawat dengan perilaku kooperatif anak usia

prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Bangsal

Anggrek RSUD Kota Salatiga


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional yaitu

penelitian yang digunakan untuk menggambarkan dan menganalisis

hubungan antara variabel indepeden (tingkat komunikasi terapeutik perawat )

dengan variabel dependen (perilaku kooperatif anak prasekolah). Desain

penelitian menggunakan studi potong lintang (cross sectional study) yang

menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan

variabel dependen hanya sekali, pada saat pengukuran (Nursalam, 2003).

Metode penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif anak usia

prasekolah yang mengalami hospitalisasi.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua

yang mempunyai anak usia 3-5 tahun yang sedang di rawat di Bangsal

Anggrek RSUD Kota Salatiga yaitu sebanyak 314 anak usia prasekolah

selama Bulan Januari- Mei 2015. Dan jumlah pasien anak usia

prasekolah yang dirawat selama Bulan Juli 2015 sebanyak 59 anak.

29
30

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah orang tua/ pendamping dengan anak usia prasekolah yang

dirawat di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga.

3.2.3 Tehnik sampling

Sampel penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling,

yaitu menetapkan sampel dengan berdasarkan tujuan tertentu. Menurut

Notoatmojo (2005), untuk populasi kecil lebih kecil dari 10.000 dapat

menggunakan formula yang lebih sederhana. Besar sampel yang

digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan Rumus Slovin

dalam Notoatmojo (2005) yaitu:

N
n:
1 + N (d 2 )

n: Besar sampel

N: Besar populasi = 59 anak

d: Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan = 0,05.

Sehingga besar sampel adalah:

n : 59

1+59(0,05)

n: 51,41 dibulatkan menjadi 51 responden

Penentuan sampel pada penelitian ini didasarkan pada kriteria

inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian


31

dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti

(Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

1. Orangtua yang bersedia menjadi subjek atau responden penelitian

siap menandatangani surat pernyataan penelitian

2. Orangtua yang dapat berkomunikasi dengan baik

3. Orangtua yang dapat membaca dan menulis.

Kriteria eksklusi merupakan menghilangkan/ mengeluarkan subyek

yang memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2008).

Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut:

1. Orang tua dengan anak yang mengalami gangguan mental

2. Orangtua dengan kondisi anak menempati Ruang Intensif karena

kondisi kegawat daruratan/ memiliki keterbatasan aktivitas karena

terpasang beberapa alat invasif.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga. Waktu

penelitian bulan September 2015 sampai dengan Desember 2015.


32

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi Skala
Variabel Alat ukur Hasil Ukur
Operasional
Independen Penilaian Kuesioner Hasil Ordinal
Tingkat orangtua pengukuran
komunikasi tentang tersebut
terapeutik tingkat menggunakan
perawat penyampaian 3 parameter
informasi yaitu :
dua arah 1.Kurang jika
yang nilai 11- 21
dilakukan 2.Cukup jika
perawat nilai 22- 32
dalam 3.Baik jika
membantu nilai 33- 44
pasien
beradaptasi
terhadap
stres dan
berhubungan
dengan orang
lain
Dependen Persepsi Kuesioner Hasil Ordinal
Perilaku orangtua pengukuran
kooperatif tentang menggunakan
pada anak perilaku 2 parameter
usia bekerja sama yaitu:
prasekolah pada anak 1.Kurang jika
usia nilai 12-23
prasekolah 2. Cukup jika
yang sedang nilai 24- 35
dirawat di 3. Baik jika
RSUD Kota nilai 36- 48
Salatiga
33

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan

3.5.1 Alat penelitian

3.5.1.1 Data Primer

Data variabel independen ( komunikasi terapeutik perawat),

diperoleh menggunakan kuesioner tertutup, dengan Skala

Likert meminta jawaban kepada responden.

3.5.1.2 Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang didapatkan dari suatu

lembaga atau instrumen (Arikunto, 2006). Data sekunder

dalam penelitian ini adalah data literatur yang terkait dengan

penelitian. Pengambilan subjek penelitian sebagai variabel

dependen di ambil dari rekam medik RSUD Kota Salatiga.

Tabel 3.2
Kisi-kisi kuesioner tingkat komunikasi terapeutik perawat

Pernyataan Nomor Soal Jumlah kisi

Positif (Favorable) 1,3,5,7,9,11 6

Negatif (Unfavorable) 2,4,6,10,14 5

Jumlah 11
34

Tabel 3.3
Kisi- kisi kuesioner perilaku kooperatif anak

Pernyataan Nomor Soal Jumlah kisi

Positif (Favorable) 3,5,7,9,11,13,15 7

Negatif (Unfavorable) 2,4,6,8,10 5

Jumlah 12

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket/

kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner dalam

penelitian ini menggunakan jenis kuesioner tertutup, yaitu kuesioner

yang jawabannya atau isinya sudah ditentukan , sehingga subyek tidak

diberikan respon- respon atau jawaban yang lain ( Sugiyono, 2013 ).

Alat kuesioner ini terdiri dari 2 bagian, yaitu :

1. Kuesioner A untuk mengetahui komunikasi terapeutik yang telah

dilakukan perawat yang terdiri dari 11 item pertanyaan dengan

Skala Likert dimana responden memilih jawaban yaitu SS: Sangat

Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat tidak Setuju

dengan bentuk pernyataan positif/ Favorable dan pernyatan

negatif/ Unfavorable. Untuk pernyataan Favorable benar nilainya 4

sampai dengan 1 yaitu jawaban SS: 4, S: 3 dan seterusnya,

sedangkan untuk Unfavorable nilainya kebalikannya yaitu 1- 4

yaitu SS: 1, S:2 dan seterusnya. Skor akhir dengan menjumlahkan


35

angka untuk tiap jawaban. Penilaian komunikasi perawat baik bila

rentang nilai 33- 44, cukup jika berada pada rentang 22- 32 dan

yang terakhir kurang jika nilai 11-21.

2. Kuesioner B untuk mengukur perilaku kooperatif anak juga

menggunakan kuesioner tertutup terdiri dari 12 item pertanyaan

dengan Skala Likert dengan menjawab SL: Selalu, SR: Sering, K:

Kadang- kadang dan TP: Tidak Pernah, dengan bentuk pernyataan

positif/ Favorable dan pernyataan negatif/ Unfavorable. Untuk

Pernyataan Favorable Selalu nilainya 4, Sering nilainya 3 dan

seterusnya sedangkan pernyataan Unfavorable Selalu nilainya 1,

Sering nilainya 2 dan seterusnya. Penilaiannya perilaku kooperatif

anak baik 36-48, cukup 24-35 dan perilaku anak kurang kooperatif

nilai pada 12-23.

3.5.2 Validitas dan Reabilitas

3.5.2.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur data.

Uji validitas dilakukan dengan melihat apakah alat ukur telah

memuat pernyataan atau pernyataan yang relevan dengan materi

yang akan diteliti. Uji validitas dilakukan dapat dilakukan

konsultasi dengan ahli (Judgement expert) yang mempunyai

kompetensi. Para ahli diminta pendapatnya mengenai relevansi

pernyataan instrumen yang telah disusun dengan menggunakan


36

index of content validity yang di jabarkan ke dalam empat

kategori (Rating Scale) yaitu angka 1 jika pernyataan tidak

relevan, angka 2 jika pernyataan tidak dapat dikaji relevansinya

dan merevisi item yang bersangkutan, angka 3 jika pernyataan

relevan tetapi membutuhkan sedikit revisi dan angka 4 jika

pernyataan sangat relevan. Instrumen dinyatakan valid jika

pernyataan diberi nilai 4 atau dengan merevisi yang nilainya 2

atau 3. Uji validitas dengan ahli dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 22 Oktober 2015 dengan Ibu Happy Indri Hapsari,

S.Kep.,Ns.,M.Kep dari STIkes Kusuma Husada Surakarta.

Setelah uji dengan ahli selesai, dilanjutkan oleh peneliti dengan

uji coba kuesioner yang akan dilakukan di RSP dr.Ario

Wirawan Salatiga pada Bulan September dengan 30 responden.

Untuk mengetahui validitas butir soal dalam penelitian ini,

peneliti menghitung koefisien validitas dengan pearson product

moment, rumus r hitung :

n(XY)-(X).(Y)
[n.X-(X)].[n.Y-(Y)]

Keterangan :
R hitung = Koefisien korelasi
Xi = Jumlah skor item
Yi = Jumlah skor total ( item )
N = Jumlah responden
37

Instrumen tes yang diuji cobakan dinyatakan valid jika

koefisien validitas atau r hitung lebih dari atau sama dengan r

tabel yaitu pada taraf signifikansi 5% (0,05), tetapi sebaliknya

bila koefisien validitas atau r hitung kurang dari r tabel maka

pernyataan tidak valid sehingga pertanyaan tersebut harus

dikeluarkan dari kuesioner. Dari 15 instrumen pertanyaan

tentang tingkat komunikasi terapeutik perawat yang diujikan

kepada 30 responden dengan menggunakan SPSS hasilnya

terdapat 11 pernyataan yang valid yaitu soal nomor

1,2,3,4,5,6,7,10,11,14 dan 15 dimana nilai r hitung antara 0,376

sampai dengan 0,733 sehingga r hitung> r tabel (0,361) dengan

taraf signifikan 5% dan ada 4 buah item pernyataan yang tidak

valid yaitu nomor 8,9,12 dan 13. Sedangkan dari 15 item

instrumen pertanyaan perilaku kooperatif anak prasekolah

terdapat 12 item pertanyaan yang valid yaitu nomor

2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,13 dan 15 dengan nilai r hitung 0,402

sampai dengan 0,632 sehingga r hitung> r tabel (0,361) serta ada

3 item pertanyaan yang tidak valid yaitu nomor 1,12 serta 14

3.5.2.2 Uji Reabilitas

Uji reliabilitas merupakan kemampuan data untuk

memberikan hasil yang sama sekalipun dilakukan pengukuran

secara berulang. Reliabilitas merupakan alat ukur yang penting

untuk menjamin pengumpulan data yang akurat (Assaf, 2003).


38

Untuk mencari reliabilitas angket digunakan Rumus Alpha

Croncbach , yaitu:

r11= k 1 - b

(k-1) 1

Keterangan :

r11 : realibilitas instrument

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

b : jumlah varians butir

1 : varians total

Jika hasil r hitung > r tabel maka item dikatakan signifikan dan

sebaliknya, jika r hitung < r tabel maka item dikatakan tidak

signifikan. Jika nilai koefisien > 0,7 maka instrumen dikatakan

reliabel (Arikunto, 2006). Kuesioner tingkat komunikasi terapeutik

perawat, hasil uji alpha crochbach adalah 0,729. Sedangkan

instrumen perilaku kooperatif anak didapatkan hasil nilai uji alpha

cronchbach 0,723 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen

tingkat komunikasi terapeutik perawat dan perilaku kooperatif anak

dinyatakan reliabel.

3.5.3 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian dari institusi kepada


39

Direktur RSUD Kota salatiga

2. Setelah mendapatkan surat persetujuan dari RSUD Kota Salatiga,

selanjutnya peneliti menentukan waktu penelitian

3. Peneliti bertemu dan meminta bantuan kepala Ruang Anggrek atau

perawat yang bertanggung jawab di tempat penelitian untuk

mengumpulkan data anak usia prasekolah yang mengalami

hospitalisasi. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon

responden yaitu orang tua anak yang sedang sakit dengan

menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian, kemudian orang tua anak

yang bersedia menjadi responden menandatangani informed consent

dan orang tua diberikan lembar kuesioner komunikasi terapeutik dan

kooperatif perawat

4. Saat responden mengisi kuesioner, peneliti berada di dekat

responden dengan tujuan jika ada pertanyaan peneliti bisa langsung

menjelaskan maksud pertanyaan tersebut

5. Setelah responden mengisi secara lengkap lembar kuesioner,

kemudian lembar tersebut di kumpulkan oleh peneliti untuk

dilakukan editing, coding, tabulasi dan entry data.

3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.6.2 Pengolahan data

Pengolahan data mempelajari jawaban dari seluruh pertanyaan yang

diajukan dalam kuisioner, perlu dilakukan proses editing, coding,

tabulasi dan entry data sehingga lebih memudahkan dalam pembacaan


40

data dan meningkatkan kredibilitas analisa (Efendi, 2012).

a) Editing data

Memastikan kelengkapan dan kejelasan setiap aspek yang diteliti,

yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap kuisioner untuk

memastikan bahwa kuisioner telah lengkap.

b) Coding data

Teknik coding ini digunakan untuk memudahkan dalam proses

analisis data. Penggunaan kode yang sudah ditetapkan atau

dirumuskan sebelumnya digunakan untuk mempermudah dalam

melakukan tabulasi dan analisis data. Untuk komunikasi perawat;

Baik diberi kode 3, Cukup diberi kode 2, Kurang 1 sedang untuk

Perilaku kooperatif anak; Baik diberi kode 3, Cukup diberi kode 2

dan Kurang diberi kode 1.

c) Tabulasi

Memasukan data kedalam diagram atau tabel-tabel sesuai dengan

kriteria agar lebih mudah dalam entry data.

d) Entry data

Data dari kuisioner diolah dengan menggunakan master table

SPSS 16.0 untuk mempermudah proses analisis data.

3.6.2 Analisa data

1. Analisis Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang menganalisa tiap variabel

dan hasil penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian


41

data di analisis menggunakan statistik deskriptif untuk disajikan

dalam bentuk tabulasi, mean, median, modus, standar deviasi,

minimum dan maksimum dengan cara memasukkan seluruh data

kemudian diolah secara statistik deskriptif untuk melaporkan hasil

dalam bentuk distribusi dari masing- masing variabel (Notoatmodjo,

2005). Analisa Univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik

responden (orang tua), tingkat komunikasi perawat dan perilaku

kooperatif anak yang disajikan dalam tabel distribusi frekwensi.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang di duga ada hubungan atau korelasi (Notoatmodjo,

2005). Analisa ini berfungsi untuk mengetahui hubungan antara

tingkat komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif

anak prasekolah . Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan uji kendalls tau. Korelasi kendalls tau () digunakan

untuk mencari hubungan dan menguji hipotesis antara dua variabel

atau lebih, apabila datanya berbentuk ordinal atau rangking. Teknik

ini digunakan untuk menganalisis sampel yang jumlah anggotanya

lebih dari 10 (Sugiyono, 2013).

Rumus uji kendalls tau:

A-B
=
N(N-1)
2
42

Keterangan :
: Koefisien korelasi kendalls tau yang
besarnya( -1<t<1 )
A : Jumlah rangking atas
B : Jumlah rangking bawah
N : Jumlah anggota sampel

Jika hasil diperoleh p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan

antara tingkat komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku

kooperatif anak dan apabila p value 0,05 berarti ada hubungan

antara tingkat komunikasi perawat dengan perilaku kooperatif anak

(Sugiyono, 2013).

3.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada

instansi tempat penelitian dalam hal ini RSUD Kota Salatiga. Setelah

mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika yang meliputi :

1. Informed Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian, bila

responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembaran tersebut diberikan kode.


43

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga dimulai

pada tanggal 10 September 2015 sampai dengan 10 Desember 2015 pada keluarga

pasien yang anggota keluarganya dirawat di Ruang Anggrek didapatkan sebanyak

51 responden berdasarkan kriteria sampel dan persyaratan dalam pemilihan

sampel.

Di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga jumlah tempat tidur ada 33 buah

terdiri dari klas IB 6 buah, IC ada 6 buah tempat tidur, klas II terdapat 8 buah

tempat tidur, klas III 6 tempat tidur serta ada 2 buah ruang khusus yaitu ruangan

isolasi terdapat 3 buah tempat tidur dan 4 tempat tidur ruang intensif dengan 2

orang dokter spesialis anak dan 1 orang dokter tamu spesialis anak dari Fakultas

Kedokteran Universitas Muhamaddiyah Yogyakarta yang datang tiap Hari Rabu

untuk visitasi pasien di Bangsal Anggrek serta 16 orang perawat yang terdiri atas

2 orang perawat ruangan lulusan sarjana keperawatan dan lainnya lulusan

akademi keperawatan.

44
45

4.1 ANALISA UNIVARIAT

4.1.1 Karakteristik responden

a. Berdasarkan umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan

Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur, jenis kelamin dan
tingkat pendidikan di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga
Tahun 2015 ( n=51)

No f ( frekwensi ) Persentase (%)


1. Umur
< 25 tahun 3 5,9
25- 45 tahun 47 92,1
45 keatas 1 2
Total 51 100
2. Jenis Kelamin
Laki- laki 15 29,4
Perempuan 36 70,6
Total 51 100
3. Tingkat Pendidikan
Lulus SD 7 13,7
Lulus SMP 17 33,4
Lulus SMA 23 45,1
Lulus PT( kuliah) 4 7,8
Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa mayoritas responden memiliki

umur < 25 tahun sebanyak 3 orang (5,9% ), umur 25- 45 tahun sebanyak

47 orang (92,1%) dan umur 45 keatas sebanyak 1 orang (2%). Berdasarkan

jenis kelamin responden, kelamin laki- laki sebanyak 15 orang (29,4%)

sedangkan kelamin perempuan sebanyak 36 orang (70,6%) sedangkan

distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagian besar

responden berpendidikan lulus SMA sebanyak 23 orang (45,1%),

responden yang lulus SMP sebanyak 17 orang (33,4%), responden yang


46

lulus SD dan lulus PT( Perguruan Tinggi) masing-masing 7 orang

(13,7%) dan 4 orang ( 7,8%).

b. Komunikasi terapeutik perawat

Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Tingkat Komunikasi Terapeutik Perawat di Bangsal
Anggrek RSUD Kota Salatiga
Tahun 2015 ( n=51)

Tingkat Komunikasi
f Persentase (%)
Terapeutik perawat
Baik 1 2
Cukup 37 72,5
Kurang 13 25,5
Total 51 100

Berdasarkan Tabel 4.2.diketahui bahwa mayoritas perawat

menggunakan komunikasi terapeutik cukup 37 orang (72,5%), perawat

dengan komunikasi terapeutik kurang 13 orang (25,5%) sedangkan

perawat dengan komunikasi terapeutik baik hanya 1 orang (2%).

c. Tingkat kooperatif anak usia prasekolah

Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Perilaku Kooperatif anak usia prasekolah di Bangsal
Anggrek RSUD Kota Salatiga
Tahun 2015 ( n=51)

Tingkat Perilaku
f Persentase (%)
Kooperatif
Baik - 0
Cukup 34 66,7
Kurang 17 33,3
Total 51 100
47

Berdasarkan Tabel 4.3.diketahui bahwa mayoritas anak memiliki

perilaku cukup kooperatif sebanyak 34 orang (66,7% ) dan anak dengan

tingkat kooperatif kurang 17 orang (33,3%).

4.2 ANALISA BIVARIAT

Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Kendalls Tau pada 51

responden ditampilkan di tabel 4.4.

Tabel 4.4.
Hasil uji kendalls Tau Hubungan ( n=51)

r P
Value
Tingkat komunikasi terapeutik perawat
0,668 0,000
Perilaku kooperatif anak

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari hasil analisis dengan menggunakan Uji

Kendalls Tau diperoleh nilai p-value sebesar 0.000 (<0,05), disimpulkan H0

ditolak dan menerima (Ha). Artinya ada hubungan antara tingkat komunikasi

terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif anak usia prasekolah di Bangsal

Anggrek RSUD Kota Salatiga. Arah hubungan yang terjadi bersifat positif kuat (r:

0,668) yang berarti semakin baik tingkat komunikasi terapeutik perawat semakin

baik pula perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi

di Bangsal anggrek RSUD Kota Salatiga.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Analisis Univariat

5.1.1. Umur, Jenis kelamin dan Pendidikan

Penelitian dari 51 responden berdasarkan umur diperoleh data bahwa

paling banyak pada 25-45 tahun atau 92,1%. Pendapat Santrock (2002)

diketahui pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut masa

tanggung ( akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai pribadi yang

benar- benar dewasa ( Maturity). Penampilan fisiknya benar-benar

matang sehingga siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa

lainnya, misalnya bekerja, menikah, dan mempunyai anak. Ia dapat

bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain

(termasuk keluarganya). Menurut pendapat Piaget (dalam Santrock,

2002),umur tersebut mampu memecahkan masalah yang kompleks

dengan kapasitas berpikir abstrak, logis dan rasional. Mengembangkan

karier untuk meraih puncak prestasi dalam pekerjaannya. Di dalam

kehidupan rumah tangga yang baru inilah, masing-masing pihak baik

laki-laki maupun wanita dewasa, memiliki peran ganda, yakni sebagai

individu yang bekerja di lembaga pekerjaan ataupun sebagai ayah atau

ibu bagi anak-anaknya. Seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,

sedangkan seorang wanita sebagai ibu rumah tangga, tanpa

48
49

meninggalkan tugas karier tempat mereka bekerja. Namun demikian,

tak sedikit seorang wanita mau meninggalkan kariernya untuk

menekuni tugas-tugas kehidupan sebagai ibu rumah tangga (domestic

tasks), agar dapat mengurus dan mendidik anak-anaknya dengan baik.

Sebagai anggota masyarakat, merekapun terlibat dalam aktivitas-

aktivitas sosial, misalnya dalam kegiatan pendidikan kesejahteraan

keluarga (PKK) dan pengurus RT/RW.

Berdasarkan dari jenis kelamin responden, jenis kelamin

perempuan sebanyak 36 orang (70,6%), mayoritas responden

perempuan dikarenakan kebanyakan responden yang juga penunggu

pasien adalah ibu pasien dan cenderung tidak bekerja dan hanya sebagai

ibu rumah tangga.Wong (2002) menyatakan bahwa ibu cenderung

menjadi pengasuh keluarga, ia biasanya meluangkan waktu lebih

banyak di rumah sakit dibandingkan ayah.

Dari 51 responden yang dilakukan penelitian berdasarkan

pendidikan, paling banyak adalah lulusan SMA/ SMK yaitu 23

responden (45,1%). Hal ini dikarenakan kebanyakan responden adalah

orang yang berdomisili di kota kecil dan pasien rawat inap di kelas II

dan III sehingga kebanyakan taraf pendidikan rata- rata orang tua

penunggu pasien (respondennya) adalah lulusan SMA/ SMK atau

sederajat. Dari hasil diatas peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan

mempengaruhi perilaku seseorang. Didukung oleh teori Alif (2010)

pendidikan dapat merubah perilaku seseorang tidak dapat dipungkiri


50

bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah pula

menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya, sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya

rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap

penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru dapat diperkenalkan.

5.1.2. Tingkat Komunikasi Terapeutik Perawat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari sebanyak 51

responden berdasarkan tingkat komunikasi perawat yang ada di Bangsal

Anggrek RSUD Kota Salatiga didapatkan sebagian besar perawat

memiliki tingkat komunikasi terapeutik cukup yaitu sebanyak 37

responden (72,5%).

Tingkat komunikasi terapeutik perawat RSUD Kota Salatiga

berdasarkan persepsi responden sebagian besar dalam kategori cukup,

artinya rata rata perawat memiliki pengetahuan yang sedang tentang

komunikasi terapeutik yang menyangkut tentang pengertian komunikasi

terapeutik, fase fase komunikasi, bentuk bentuk komunikasi, faktor

yang mempengaruhi proses komunikasi, fungsi komunikasi terapeutik,

tujuan komunikasi terapeutik, tahap tahap komunikasi terapeutik, dan

teknik komunikasi terapeutik pada anak usia pra sekolah. Hasil

penelitian Ilya Putri (2011) membuktikan bahwa kemampuan perawat

menerapkan keempat fase komunikasi terapeutik tersebut kepada pasien

anak masih rendah. Pada fase prainteraksi dan fase orientasi

kemampuan komunikasi perawat dalam menghadapi pasien anak berada


51

pada tingkat rendah yaitu 53,3%, pada fase kerja 46,7% dan fase

terminasi 50%. Sedangkan kemampuan perawat dalam menerapkan

teknik komunikasi terapeutik terhadap pasien anak berada pada

persentase 50% dan kemampuan perawat dalam melakukan komunikasi

dengan orang tua anak berada pada tingkat 48,3%. Hal ini dikarenakan

selama ini interaksi komunikasi antara perawat dan pasien serta

keluarga bisa dikatakan sangat minim, pada umumnya perawat hanya

masuk ke kamar pasien hanya untuk mengganti infus, merawat luka,

memberikan suntikan, memberikan obat dan menunggu apabila ada

panggilan bell ( Nurse Call) dari pasien dan keluarga pasien (Rahayu,

2007). Berdasarkan penelitian Hermawan tahun 2009, bahwa

kecenderungan perawat ada yang melakukan tahap- tahap komunikasi

terapeutik ada yang tidak, misalnya pada tahap prainteraksi atau

perkenalan, ada perawat yang tersenyum dan mengucapkan salam tetapi

ada yang tidak yang hal ini juga terjadi pada tahap- tahap lain yang

seharusnya dilakukan oleh perawat.

Upaya untuk mewujudkan komunikasi terapeutik perlu dukungan

dari semua pihak khususnya rumah sakit dalam meningkatkan

kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, diharapkan

dengan makin baiknya komunikasi terapeutik perawat juga akan

berdampak pada baiknya kerjasama dengan pasien dan keluarganya.

Meningkatnya kerjasama antara perawat, pasien dan keluarga akan


52

membantu kelancaran kesembuhan pasien, terlebih lagi pada pasien

yang masih kecil atau anak-anak usia pra sekolah (Nuraqidah, 2012).

Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan hal yang perlu

mendapatkan perhatian dari perawat karena komunikasi terapeutik akan

sangat membantu mengatasi masalah psikologis anak usia prasekolah.

Di samping itu, pada usia prasekolah perkembangan anak mulai

meningkat yang ditandai dengan rasa ingin tahu, sering bertanya,

inisiatif tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah merasa

kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi serta takut terhadap

ketidaktahuan (Berhman, 2002).

5.1.3. Perilaku kooperatif anak usia prasekolah

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari sebanyak 51

responden memiliki persepsi perilaku kooperatif anak prasekolah paling

banyak pada cukup kooperatif ada 34 anak (66,7%). Jadi bisa

disimpulkan bahwa perilaku anak usia prasekolah yang sedang

mengalami hospitalisasi adalah cukup, hal ini bisa dipahami karena

hospitalisasi adalah hal yang menakutkan pada anak. Menurut WHO,

hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam, ketika anak

menjalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi dapat

menimbulkan perasaan tidak aman (Yuli utami, 2014). Hal ini

disebabkan oleh faktor lingkungan rumah sakit, faktor berpisah dengan

orang yang sangat berarti, faktor kurangnya informasi yang didapat

anak dan orang tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi, faktor


53

kehilangan kebebasan dan kemandirian, faktor pengalaman yang

berkaitan dengan pelayanan kesehatan serta faktor perilaku atau

interaksi dengan petugas rumah sakit.

Sesuai dengan ciri-ciri dan prinsip tumbuh kembang anak antara lain

perkembangan menimbulkan perubahan yaitu perkembangan terjadi

bersamaan dengan pertumbuhan, setiap pertumbuhan disertai dengan

perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensi pada anak akan

menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. Pertumbuhan dan

perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya

yaitu setiap anak tidak bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum

ia melewati tahapan sebelumnya. Pertumbuhan dan perkembangan

mempunyai kecepatan yang berbeda yaitu sebagaimana pertumbuhan,

perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam

pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan

perkembangan pada masing-masing anak. Perkembangan berkorelasi

dengan pertumbuhan yaitu pada saat pertumbuhan berlangsung cepat,

perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya

nalar, asosiasi dan lain- lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah

berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya (Rahma,

2012).

Berdasarkan hasil penelitian menurut umur, yang mengalami

peningkatan perilaku kooperatif paling tinggi adalah anak usia 4 dan 5

tahun dibandingkan anak usia 3 tahun yang lebih rendah tingkat


54

kooperatifnya. Hal ini dikarenakan oleh setiap anak memiliki ciri-ciri

umum yang berbeda sesuai dengan tahap perkembangannya (disamping

ciri-ciri khusus sesuai dengan pribadinya) dan karena itu semua jenis

perlakuan (perawatan) yang diberikan menyesuaikan pada hal ini,

sehingga menghadapi dan merawat anak yang berusia 3 tahun berbeda

dengan anak usia 4 atau 5 tahun (Gunarsa, 2007).

5.2. Analisis Bivariat

Hubungan antara tingkat komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku

kooperatif anak usia prasekolah

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan ada hubungan

antara tingkat komunikasi terapeutik perawat dengan perilaku kooperatif

anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek

RSUD Kota Salatiga. Dari hasil analisis data yang didapat dengan

menggunakan Uji Kendalls Tau diperoleh nilai p-value sebesar 0.000

(<0,05) dan didapat hasil r: 0,668 (>0,05) dapat ditarik kesimpulan

bahwa p- value kurang dari 0,5 maka H0 ditolak dan menerima (Ha)

sehingga ada hubungan antara tingkat komunikasi terapeutik perawat

dengan perilaku kooperatif anak usia prasekolah di Bangsal Anggrek

RSUD Kota Salatiga dan arah hubungan yang terjadi bersifat positif kuat

(r > 0,5) yang berarti semakin baik tingkat komunikasi terapeutik

perawat semakin baik pula perilaku kooperatif anak usia prasekolah

yang mengalami hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga.


55

Hasil penelitian ini telah sejalan dengan penelitian Nuraqidah dkk

(2012) yang dilakukan dengan Uji Kendalls Tau juga didapatkan ada

hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat

kooperatif anak usia pra sekolah di ruang rawat inap Bangsal Anggrek

RSUD Panembahan Senopati Bantul karena nilai signifikannya 0,014

atau lebih kecil dari nilai signifikan 0,05 atau (0,014 < 0,05) dan arah

hubungan yang terjadi bersifat positif kuat r: 0,526 ( > 0,05) yang

kesimpulannya adalah ada hubungan yang signifikan antara komunikasi

terapeutik perawat dengan tingkat kooperatif anak usia prasekolah saat

pelaksanaan pemasangan infus.

Peran perawat dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada

anak sangat penting. Perawat perlu memahami konsep stres hospitalisasi

dan prinsip prinsip asuhan keperawatan melalui pendekatan proses

keperawatan. Oleh karena itu tenaga keperawatan perlu menerapkan

komunikasi terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan pendapat Nurjannah, (2010) yaitu untuk dapat meminimalkan

kecemasan dan stres pada anak serta meningkatkan perilaku kepatuhan/

kooperatif pada anak saat hospitalisasi (Nurjannah, 2010 ). Hal tersebut

pada dasarnya selaras dengan teori yang dinyatakan oleh (Supartini,

2004), Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal dimana

perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama serta

memperbaiki pengalaman emosional klien yang negatif.


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

6.1.1. Karakteristik responden yang dilakukan penelitian berdasarkan

umur adalah paling banyak berumur 25- 45 tahun, berdasarkan

jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin perempuan,berdasarkan

pendidikan responden paling banyak lulus SMA/ SMK.

6.1.2. Tingkat komunikasi perawat berdasarkan persepsi responden

masuk pada kategori cukup yaitu 72,5%.

6.1.3. Perilaku kooperatif anak berdasarkan persepsi responden setelah

dilakukan komunikasi terapeutik masuk pada kategori cukup

kooperatif yaitu 66,7%.

6.1.4. Ada hubungan antara tingkat komunikasi terapeutik perawat

dengan perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami

hospitalisasi di Bangsal Anggrek RSUD Kota Salatiga (p = 0,000).

Semakin baik tingkat komunikasi terapeutik perawat semakin baik

pula perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami

hospitalisasi di Bangsal anggrek RSUD Kota Salatiga (r =0,668).

56
57

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka dapat disarankan sebagai

berikut:

6.2.1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk mengadakan

kegiatan yang dapat menurunkan dampak hospitalisasi pada anak

misalnya dengan terapi bermain secara rutin misalnya hari kedua

perawatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

yang optimal.

6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat digunakan Sebagai bahan acuan dalam Program

Belajar Mengajar (PBM) di kelas tentang keperawatan anak prasekolah

yang mengalami hospitalisasi.

6.2.3. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian-

penelitian selanjutnya tentang faktor- faktor lain untuk meningkatkan

perilaku kooperatif anak misalnya dengan permainan kreatif, orientasi

ruangan kepada anak, rooming in dengan orang tua dan lain- lain.

6.2.4. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan

tentang penelitian di bangsal anak terutama dalam komunikasi

terapeutik dengan perilaku kooperatif anak prasekolah.


58

6.2.5. Bagi Perawat

Penelitian ini akan dapat menjadi salah satu pedoman untuk melakukan

pendekatan kepada anak terutama anak prasekolah sehingga

meningkatkan perilaku kooperatif anak yang mengalami hospitalisasi di

rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Wahyu Rima. ( 2013 ). Pengetahuan Perawat Terhadap respon


hospitalisasi Anak Usia Prasekolah. Jurnal KesMaDaSka. Volume 1.Nomor
1. Halaman 65-76
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta
Hidayat, A. Azimul. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
Hermawan, Hadi Andreas. (2009). Persepsi Pasien Tentang Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pada Pasien
di Unit Gawat Darurat RS. Mardi Rahayu Kudus. E-Journal
Keperawatan(e-Kp). Volume 2. Nomor 2. Halaman 2-11
Lumiu, Stella Angel. ( 2013). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Di Usia Pra Sekolah Di Irina E
BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp).
Volume 1. Nomor 1. Halaman 1-8
Muhlisin, Alif. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Muscari, M. E. (2005). Keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC
Muthu, M. S. & Sivakumar, N. (2009). Pediatric dentistry: Principle &
practice. New Delhi: Elsevier
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Nuraqidah, Bakri & H. Maria, Rahayu, Sri.( 2012) Hubungan Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kooperatif Anak Usia Pra Sekolah
Saat Pemasangan Infus Di Bangsal Anggrek RSUD Panembahan Senopati
Bantul. Skripsi. Tidak diterbitkan
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam,dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba
Medika
Nurhasanah, Nunung. ( 2009). Ilmu Komunikasi Dalam Konteks Keperawatan.
Jakarta: TIM
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep,proses, dan praktek. Jakarta: EGC
Rahayu, Sri. (2007). Harapan Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah
Sakit. Diunduh pada 22 April 2008 pukul 14.08 WIB
Rahma, Ni Putu Dewi Asri. (2009). Tingkat Kooperatif Anak Usia PraSekolah (3
5 Tahun) Melalui Terapi Bermain Selama Menjalani Perawatan di Rumah
Sakit Panti RapihYogyakarta.http://www.skripsistikes.wordpress.com.Jurnal
Kesehatan Surya Medika Yogyakarta
Redhian, Ilya Putri dkk. (2011) Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien
Anak dan Orangtua. Jurnal Ilmiah UNDIP. Volume 1. Nomor 2. Halaman
5-20
Santrock.( 2002). Life-Span Development ( Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2,
Jakarta: Erlangga
Supartini, (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Sugiyono, (2015). Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfa Beta
Utami, Yuli.( 2014 ). Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkembangan Anak.
Jurnal Ilmiah WIDYA. Volume 2. Nomor 2. Halaman 2- 20
Wong, W. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta : EGC
Samiasih, Amin. (2007). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan
Anak Usia Prasekolah Selama Tindakan Keperawatan di Ruang Lukman
Rumah Sakit Roemani Semarang. http://www.academia.edu/ 3585452
Handayani, R. D.& Puspitasari N.P.D. (2008). Pengaruh terapi bermain terhadap
tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada usia prasekolah (3-5
tahun) di RumahSakit Panti Rapih Yogyakarta.http://www.library.upnvj.ac.i
d/pdf/2s1keperawatan/08107
Norton-Westwood, D.(2012). The health-care environment through the eyes of
a childDoes it soothe or provoke anxiety?. International Journal of
Nursing Practice
Pelander, T., & H. Leino-Kilpi (2010) Empirical Studies; Childrens best and
worst experiences during hospitalization. Finland Scand J Caring Sci
Pena., A., L., N, & Juan, L., C. (2011). The experience of hospitalized children
regarding their interactions with nursing professionals.Enfermagem
Original Article
Price, D.,L, & J.F. Gwin, (2005). Thompsons Pediatric Nursing, an Introductory
Text (ed., 9th). Elsevier Inc, St Louis
Roberts, C., A. (2010). Unaccompanied Hospitalized Children: A Review of the
Literature and Incidence Study . Journal of Pediatric Nursing, Volume 25,
Page 470476.
Videbeck, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai