Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN KADAR KADAR (Serum Glutamic Pyruvic Transminase)


PADA PASIEN GANGGUAN JIWA YANG MENDAPAT
TERAPI ANTIPSIKOTIK DI RUMAH SAKIT
KHUSUS DAERAH DADI
MAKASSAR

BAHRUL ULUM
16 3145 453 152

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Bahrul Ulum


NIM : 16 3145 453 152
Program Studi : DIII Teknologi Laboratorium Medis
Judul Poposal : Gambaran Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transminase
Pada Pasien Gangguan Jiwa Yang Mendapat Terapi
Antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi
Makassar

Disetujui oleh :

Penguji

Thaslifa, S.Si., M.Sc.


NIDN. 09 150582 04

Mengetahui :
Ketua Prodi

Resi Agestia Waji S.Si.,M.Si


NIDN.09 020883 03

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal yang berjudul “Gambaran Kadar Serum Glutamic

Pyruvic Transminase pada Pasien Gangguan Jiwa yang Mendapat Terapi

Antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI Makassar” sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Teknologi Laboratorium

Medis Universitas Megarezky Makassar.

Proses penyusunan proposal telah melewati perjalanan panjang dalam

penyusunan tentunya tidak lepas dari bantuan moril dan material dari pihak

lain. Rasa terimaksih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta ayahanda Syarifuddin dan ibunda Muhaiyah yang selalu

memberikan dukungan, motivasi, doa dan restu serta selalu memberikan yang

terbaik untuk anaknya.

Proposal ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak, untuk itu

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : .

1. Bapak Dr.H.Alimuddin,SH.,MH.,M.Kn., selaku Pembina Yayasan

Pendidikan Islam Mega Rezky.

ii
iii

2. Ibu Hj.Suryani,SH.,MH., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Mega

Rezky.

3. Bapak Prof.Dr.dr.Ali Aspar Mappahya, Sp.PD, Sp.JP(K)., selaku Rektor

Universitas Mega Rezky Makassar.

4. Ibu Prof. Dr. Dra. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi, Teknologi, Rumah Sakit dan Informatika.

5. Ibu Resi Agestia Waji S.Si.,M.Si., selaku Ketua Program Studi DIII

Teknologi Laboratorium Medis.

6. Ibu Rosdiana Mus, S.Si., M.Biomed, selaku Pembimbing Utama penulis

yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing, mengajar

dan mengarahkan penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini.

7. Ibu Sulfiani, S.Si., M.Pd, selaku Pembimbing Kedua penulis atas waktu

dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam

proses penyusunan proposal penelitian ini.

8. Ibu Thaslifa, S.Si., M.Sc. Selaku penguji utama yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk menguji.

Tiada manusia yang sempurna, begitu pula dengan penyusunan proposal

ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekeliruan yang dilakukan akibat

kesalahan penulis sebagai manusia biasa. Oleh karena itu penulis


iv

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

penyusunan proposal di masa yang akan datang.

Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan informasi bagi

masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan

ilmu pengetahuan bagi kita semua terutama kepada penulis dan pembaca.

Semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan dan menjadikan segala yang kita

lakukan dan kerjakan sebagai amal ibadah.

Amiin

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Makassar, …….…….2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1

A. Latar Belakang....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................... 6

A. Teori gangguan jiwa.............................................................. 6

1. Pengetian gangguan jiwa................................................... 6

2. Etiologic gangguan jiwa.................................................... 7

3. Proses terjadinya gangguan jiwa....................................... 8

4. Tanda dan gejala gangguan jiwa....................................... 9

5. Jenis gangguan jiwa........................................................... 10

6. Penanganan gangguan jiwa............................................... 11

B. Teori serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT)............ 13

1. Pengertian SGPT............................................................... 13

2. Patofisiologi SGPT............................................................ 13

3. Hubungan kadar SGPT pada pasien gangguan jiwa......... 14

v
vi

C. Keangka Teori........................................................................ 14

D. Kerangka konsep penelitian .................................................. 16

BAB III METODE PENELITIAN................................................. 17

A. Jenis Penelitian....................................................................... 17

B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 17


C. Fokus penelitian..................................................................... 17
D. Populasi dan Sampel.............................................................. 18
E. Variabel / Fokus Penelitian.................................................... 19
F. Defenisi Operasional.............................................................. 20
G. Instrument / alur kerja penelitian........................................... 21
H. Alur kerja penelitian............................................................... 21
I. Pengumpulan Data................................................................. 25
J. Analisa Data........................................................................... 25
K. Etika Penelitian...................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 26

LAMPIRAN ..................................................................................... 28
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan berubahnya karakteristik seseorang dari

perubahan perilaku atau psikologis yang umumnya diukur dari beberapa

konsep norma yang dihubungkan dengan penyakit, menimbulkan respon

yang terbatas dengan lingkungannya. Seseorang yang mengalami gangguan

jiwa biasanya akan mengalami tanda-tanda yang jelas seperti kesulitan dan

gelisah pada saat tidur, tidak bisa konsentrasi, sering khawatir, mudah

khawatir. (Kemenkes RI, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO, 2015), sekitar 450 juta

jiwa di dunia menderita gangguan jiwa. World Health Organization (WHO)

menyatakan 1 dari 4 orang di dunia menderita masalah mental dan

menyebutkan bahwa gangguan jiwa merupakan masalah yang serius.

Sedangkan menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (RISKESDAS,

2013), terdapat 4,6% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat

dan 11,6% mengalami gangguan jiwa emosional. Berdasarkan data yang

diberikan oleh pihak Rumah Sakit Khusus Daerah DADI Makassar, jumlah

pesien gangguan jiwa yang dirawat di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI

Makassar pada tahun 2020 tercatat ada 150 pasien.

Terapi kejiwaan bertujuan untuk mengembalikan fungsi normal

pasien dan mencegah kekambuhan penyakit. Penyembuhan gangguan jiwa

1
2

ini tidak cukup hanya dengan membuat penderitannya gembira, tapi juga

dibutuhkan terapi obat dalam jangka waktu yang relatif lama, berbulan-

bulan bahkan sampai bertahun-tahun. Pengobatan yang diberikan ada dua

macam yaitu terapi menggunakan antipsikotik tipikal dan atipikal

tergantung tingkat keparahan yang dialami oleh penderita. (Shinta, 2013).

Antipsikotik tipikal adalah obat untuk mengatasi gangguan psikosis,

yang kerap terjadi pada penderita gangguan jiwa. Obat ini disebut juga

sebagai antipsikotik konvensional, yang menjadi antipsikotik generasi

pertama. Antipsikotik mulai dikembangkan pada tahun 1950-an.

Sedangkan, antipsikotik atipikal adalah obat yang juga digunakan untuk

memulihkan gangguan psikotik. Antipsikotik atipikal merupakan golongan

antipsikotik yang lebih baru dan dikembangkan sekitar tahun 1990-an.

Golongan ini disebut sebagai antipsikotik generasi kedua. Antipsikotik

atipikal juga dapat memengaruhi serotonin, yaitu neurotransmiter lain di

otak. (Putra, 2019)

Sebagian besar antipsikotik harus melewati proses metabolisme

lengkap di hati agar dapat diekskresi melalui ginjal. Salah satu fungsi hati

yaitu menetralkan racun dari makanan dan minuman termasuk obat yang

masuk kedalam tubuh. Dalam hal ini, hati tidak tidah menghilangkan racun

dalam tubuh secara menyeluruh, namun dapat meminimalisir racun yang

masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, kemungkinan besar pemberian

terapi obat antipsikotik jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada

sel
3

hati. Dua macam enzim yang sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati

termasuk dalam golongan aminotransferase, yakni enzim yang

mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversible antara asam

amino dan asam alfa-keto. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum

glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT) adalah reaksi antara

aspartate dan alfaketoglutamat. Alanin aminotransfersase (ALT) atau

serum glutamate piruvat transaminase (SGPT) merupakan reaksi antara

alanin dan asam alfaketoglutamat. Pada penyakit hati kadar enzim GOT

dan GPT dalam serum cenderung berubah sejajar. Jika sel hati mengalami

kerusakan, enzim-enzim itu yang dalam keadaan normal berada di dalam

sel akan masuk ke dalam peredaran darah. (Cahyaningtias, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Cahyaningtyas, dkk.,

2017) diperoleh hasil bahwa terdapat efek samping yang dialami pasien

gangguan jiwa yang diberikan terapi antipsikotik, salah satunya yaitu

peningkatan kadar enzim hati (SGOT dan SGPT). Hal ini dipengaruhi oleh

zat kimia yang tekandung dalam antipsikotik, sehingga menimbulkan

kebocoran membran plasma dan meningkatkan kada enzim SGOT dan

SGPT dalam darah (Robin, 2012). Peningkatan enzim ini dapat

menyebabkan risiko terjadinya penyakit hati, sehingga perlu dilakukan

skrining kadar SGOT dan SGPT pada pasien gangguan jiwa yang mendapat

terapi antipsikotik serta mengetahui lama penggunaan terapi antipsikotik

guna mencegah terjadinya kerusakan fungsi sel-sel hati. (Cahyaningtias,

dkk., 2017).
4

Gangguan jiwa biasanya terjadi pada masa akhir remaja atau awal

dewasa, jarang terjadi sebelum remaja atau setelah umur 40 tahun . Pada

pria gangguan jiwa terjadi antara usia 15-25 tahun, jarang pada usia diatas

30 tahun. 25 Sedangkan pada wanita antara 25-35 tahun . Pada sekitar tiga

dari empat kasus, tanda-tanda pertama dari gangguan jiwa tampak pada usia

25 tahun. (Ikawati, Z., 2011).

Menurut penelitian (Suwarny, 2018) yang dilakukan di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara, yang menyatakan bahwa jumlah pasien

dengan umur 30-40 tahun berjumlah 19 orang (63%), umur 41-50 tahun

berjumlah 9 orang dan umur lebih dari 50 tahun berjumlah 2 orang (7%).

Pemeriksaan SGPT lebih spesifik untuk mengetahui kelainan hati

karena jumlah SGPT lebih banyal dibandingkan dengan SGOT. Dari uraian

tesebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran

Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transminase pada Pasien Gangguan Jiwa

yang Mendapat Terapi Antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI

Makassar”.
5

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran kadar Serum Glutamic Pyruvic Transminase

pada pasien gangguan jiwa yang mendapat terapi antipsikotik di Rumah Sakit

Khusus Daerah DADI Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran kadar Serum Glutamic Pyruvic

Transminase pada pasien gangguan jiwa yang mendapat terapi antipsikotik di

Rumah Sakit Khusus Daerah DADI Makassar.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Akademis

Menambah kepustakaan bagi institusi dan diharapkan menjadi

referensi untuk penelitian selanjutnya. Serta meningkatkan keterampilan,

memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai kadar Serum

Glutamic Pyruvic Transminase pada pasien gangguan jiwa yang mendapat

terapi antipsikotik

2. Manfaat Praproposals

Melalui data penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat mengenai gambaran kadar Serum Glutamic Pyruvic

Transminase pada pasien gangguan jiwa yang mendapat terapi

antipsikotik.
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori gangguan jiwa

1. Pengertian gangguan jiwa

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan ketidak sesuaian antara

pikiran dan perasaan penderitanya. Gangguan jiwa sering digunakan

untuk menggambarkan psikiatrik mayor, yaitu terdapat perubahan

kognitif, peasaan dan perilaku. Orang yang mengalami gangguan jiwa

memiliki kemampuan yang terpelihara dan kesadaran yang jernih

walaupun mengalami penurunan kognitif akan tetapi kemampuan kognitif

akan berkembang seiring pengobatan. (Suwarny, 2018).

Gangguan jiwa merupakan gangguan yang terjadi pada fungsi otak.

Menurut (Yosep, 2014), bahwa gangguan jiwa meruapan sesuatu hal yang

melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tesebut meliputi perubahan

struktur fungsi otak, perubahan kimia otak dan faktor genetik.

Istilah gangguan jiwa masih sering digunakan hingga saat ini,

bahkan maknanya mengalami perluasan. Gangguan jiwa adalah salah satu

penyakit dimana individu mengalami penurunan atau ketidakmampuan

berkomunikasi, efektifitas yang tidak wajar atau tumpul, halusinasi,

mengalami kerusakan aktifitas sehari-hai serta gangguan kognitif. (Keliat,

2011). reaksi psikotik yang dialami pasien gangguan jiwa adalah

pengunduran diri dari kehidupan sosial, berkurangnya efekfitas disertai

6
7

dengan tingkah laku yang negatif atau gangguan emosional. (Stuart &

Sandra, 2013).

2. Etiologi gangguan jiwa

Menurut (Townsend, 2013), menyatakan bahwa penyebab

terjadinya gangguan jiwa adalah sebagai berikut :

a. Faktor genetik

Dalam hal ini ada banyak gen yang beranggung jawab terhadap

penyakit ini. Semakin dekat hubungan antara orang yang terdiagnosa

menderita gangguan jiwa dengan keluarga mereka maka semakin besar

kecenderungan pada gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa memiliki

kerusakan pada jalur saraf di otak. Neutrotransmitter yang dapat

berpengaruh pada penderita gangguan jiwa yaitu norepinefrin dan

serotonin..

b. Ketidaknormalan otak

Penderita gangguan jiwa umumnya mengalami pengecilan jaringan

otak sekitar 5% lebih kecil dari volume total pada orang normal. Organ

yang mengalami pengurangan volume yaitu pada korteks cerebral.

Korteks ini merupakan bagian dari otak yang berguna untuk

mengendalikan fungsi kognitif dan emosional, sehinga pada penderita

gangguan jiwa akan mengalami gangguan fungsi tersebut. (Townsend,

2013).
8

3. Proses terjadinya gangguan jiwa

Menurut (Yosep, 2014), menjelaskan bahwa otak manusia terdapat

milyaran jaringan sel. Jaringan sel akan membawa pesan dari ujung

jaringan sel ke ujung jaringan sel lainnya yang dilepaskan oleh

neurostransmiter. Penderita gangguan jiwa mengalami kerusakan pada

komunikasinya. Sinyal-sinyal pesepsi datang kemudian dikirim lagi

dengan sempurna tanpa adanya gangguan sehingga menghasilkan suatu

perasaan, pemikiran dan akhirrnya melakukan tindakan sesuai

kebutuhan saat itu. Pada penderita gangguan jiwa, sinyal-sinyal yang

dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil merespon

sambungan yang dituju.

Gangguan jiwa terjadi secara bertahap dimana keluaga atau

penderita tidak menyadari ada sesuat yang patologis dalam waktu yang

lama. Kerusakan yang perlahan ini akhirnya dapat menyebabkan

penyakit gangguan jiwa yang parah. Gejala yang muncul secara

bertahap ini disebut gangguan jiwa akut yaitu gangguan yang terjadi

secara singkat dan kuat seperti, halusinasi, delusi dan kegagalan

berpikir.

Gangguan jiwa juga dapat terjadi secara tiba-tiba. Perubahan

perilaku bisa terjadi dalam bebeapa hari atau minggu. Serangan secara

mendadak dapat memicu terjadinya periode akut secara cepat. (Yosep,

2014).
10
9

4. Tanda dan gejala gangguan jiwa

Perjalanan penyakit penderita gangguan jiwa tebagi dalam tiga fase :

a. Fase premodal

Fase ini biasanya muncul gejala yang non spesifik, yang

jangka waktunya bisa mingguan, bulanan bahkan lebih dari satu

tahun. Gejalanya seperti, penurunan fungsi sosial, fungsi perawatan

diri, fungsi pekejaan dan waktu luang. Perubahan ini akan

mengganggu individu dan dapat meresahkan keluarga dan teman,

semakin lama fase premodal akan semakin buruk prognosisnya.

b. Fase aproposalf

Gejala yang muncul pada fase ini adalah inkoherensi,

halusinasi disertai gangguan efeproposalfitas. Kebanyakan dari

penderita gangguan jiwa datang berobat pada fase ini karna

mendengar suara yang orang lain tidak mendengarnya. Namun

gejala tesebut hilang spontan suatu saat atau terus bertahan. Fase

aproposalf akan diikuti oleh fase residual.

c. Fase residual

Fase ini sama dengan fase premodal tetapi gejalanya sudah

berkurang. Penderita gangguan jiwa akan mengalami gangguan

kognitif, gangguan berbicara spontan, konsentrasi dan hubungan

sosial. Oleh karena itu, penderita gangguan jiwa tidak hanya

mengalami gejala yang tejadi pada ketiga fase diatas, tetapi

mengalami gangguan kognitif juga. (Nasir, 2011).


10

5. Jenis gangguan jiwa

Menurut (Nasir, 2011), jenis-jenis gangguan jiwa sebagai berikut :

a. Gangguan jiwa simpleks merupakan salah satu dari jenis gangguan

jiwa yang sering muncul pada masa pubertas. Gejala utama yang

tejadi adalah kedangkalan emosi dan kemunduran minat untuk

bersosial. Gangguan jiwa simpleks ini muncul secara pelahan , pada

tahap petama penderita kurang memerhatikan keluarganya atau

menarik diri dari pergaulan.

b. Gangguan jiwa hebfrenik biasanya muncul pada masa remaja antara

15-25 tahun. Gejala yang muncul adalah gangguan kemauan,

depersonalisasi dan gangguan proses berpikir. Gangguan

psikomotor dan halusinasi sering muncul pada penyakit hebefrenik.

c. Gangguuan jiwa katatonik meupakan suatu penyakit akut yang

sering muncul pada usia 15-30 tahun yang di sebabkan oleh stes

emosional. Pada pendeita gangguan jiwa katatoik akan ditemukan

gaduh, gelisah atau stupor katatorik.

d. Gangguan jiwa paranoid menimbulkan gejala seperti waham dan

halusinasi. Penderita gangguan jiwa paranoid juga akan mengalami

gangguan proses berpikir, gangguan efek emosi dan kemauan.

e. Gangguan jiwa akut dapat muncul dan pasien seperti dalam mimpi.

Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan dunia luar maupun

dirinya sendiri berubah, semuanya seeakan mempunyai suatu arti

khusus baginya.
11

f. Gangguan jiwa siual merupakan kondisi penderita akan mengalami

gejala primernya namun tidak ditemukan adanya gejala sekunder.

Gejala ini akan muncul setelah bebeapa kali terkena gangguan jiwa.

g. Gangguan jiwa skizoafeproposalf akan muncul gejala depresi. Jenis

ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin

juga timbul serangan.

6. Penanganan gangguan jiwa

Menurut (Shinta, 2013), penanganan pada pasien gangguan jiwa

dapat berupa terapi biologis dan terapi psikososial sebagai berikut :

a. Terapi biologis

Penangan terapi biologis terdiri dari dua bagian terapi yaitu

dengan menggunakan terapi elektrokonvulsif dan obat antipsikotik.

Pada akhir 1930-an, terapi elektrokonvulsif (ECT) diperkenalkan

sebagai penanganan untuk penderita gangguan jiwa. Namun, masih

menjadi perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa

alasan. Terapi ECT ini telah digunakan diberbagai rumah sakit jiwa

untuk penanganan pada penderita gangguan jiwa. Kekurangan dari

ECT adalah pasien seringkali mengalami kondisi tidak bangun lagi

setelah listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidak

sadaran sementara, bahkan bisa menyebabkan penderita mengalami

hilangnya ingatan setelah itu. Dengan tingginya intensitas

kekejangan otot yang dapat menimbulkan serangan pada otak yang

dapat mengakibatkan berbagai cacat fisik.


12

Terapi dengan menggunakan obat antipsikotik bisa untuk

mengurangi gejala yang dialami penderita gangguan jiwa. Obat

yang sering dipakai adalah chlopromazine (thorazine) dan

fluphenazine decanoate (prolixin). Obat ini tergolong kedalam jenis

obat phenothiazines, reserpine, dan haloperidol. Obat ini

merupakan obat penenang. Obat antipsikotik ini bisa memberikan

efek berupa kelelahan dan rasa kantuk, namun tidak mengakbatkan

tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi.

b. Terapi psikososial

Pada terapi psikososial terdapat dua bagian yaitu terapi

kelompok dan terapi keluarga. Terapi kelompok merupakan salah

satu jenis terapi yang sering digunakan untuk pasien gangguan jiwa.

Terapi ini merupakan terapi yang mengumpulkan beberapa pasien

yang saling berkomunikasi satu sama lain yang diatur oleh

fasilitator dan moderator. Pasien yang mejalani terapi akan saling

memberikan feedback pikiran dan perasaan yang dialami. Pasien

akan diposisikan pada situasi sosial yang mendorong pasien tersebut

untuk berkomunikasi, sehingga dapat menambah pengalaman

peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

Terapi keluarga merupakan suatu bentuk terapi khusus dari

terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk pasien yang telah

keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.


12

Keluarga harus menghindari ungkapan emosi yang dapat

mengakibatkan
13

kekambuhan pada penderita. Keluarga akan diajarkan cara untuk

mengekspresikan perasaan positif maupun perasaan negatif secara

jelas agar dapat digunakan untuk memecahkan masalah secara

bersama-sama. (Puspitasari, 2012).

B. Teori serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT)

1. Pengertian SGPT

serum glutamic pyruvic transaminase merupakan kepanjangan

dari (SGPT). Laboratorium sering juga memakai istilah ALT (alanin

aminotansferase). Pemeriksaan SGPT dianggap jauh lebih spesifik untuk

menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. Kadar SGPT meninggi pada

kerusakan liver kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai

SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan anda 2-3 kali lebih

besar dari nilai normal. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi

daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada

proses kronis didapat sebaliknya. (Adawiyah, 2016).

2. Patofisiologi SGPT

Kadar serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) yang berada

sedikit diatas nomal tidak selalu menunjukan sesorang sedang sakit. Bisa

saja peningkatan itu terjadi bukan akibat gangguan pada liver. Kadar

Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) juga gampang naik turun.

Mungkin saja saat diperiksa, kadarnya sedang tinggi. Namun setelah itu,

dia kembali normal. Pada orang lain, mungkin saat diperiksa, kadarnya
14

sedang normal, padahal biasanya justru tinggi. Karena itu, satu kali

pemeriksaan saja sebenarnya belum bisa dijadikan dalil untuk membuat

kesimpulan. (Stuard, 2012).

Mayoritas dari enzim ini ditemukan pada hati, apabila terjadi

gangguan kerusakan, cedera pada hati maka enzim ini akan dikeluarkan ke

dalam darah sehingga kadar SGPT dalam darah akan meningkat, oleh

karena itu kadar SGPT yang tinggi dalam darah dapat menandakan adanya

kerusakan hati (Josef, P., Henrisken, 2012).

3. Hubungan kadar SGPT pada pasien gangguan jiwa

Gangguan jiwa meupakan salah satu penyakit yang butuh waktu

pengobatan dalam jangka waktu yang relatif lama. Penggunaa obat dalam

waktu yang lama biasana bepengaruh pada hati. Tingkat kerusakan hati

biasanya dilihat dengan parameter biokimia hati. Kerusakan hati seperti

gangguan fungsi hati, ditandai dengan meningkatnya kadar SGOT-SGPT

dalam darah. (Adawiyah, 2016).

C. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, akan dilakukan penelitian mengenai kadar SGPT

pada pasien gangguan jiwa dengan menggunakan alat Cobas c 111.

Sehubungan dengan tujuan penelitian, kerangka teori ini dapat digambarkan

secara sistematis seperti gambar di bawah ini :


15

Gangguan jiwa

Antipsikotik

Gangguan fungsi
hati

SGOT SGPT

Kadar SGPT

Tinggi Rendah

Variabel diteliti :

Variabel tidak diteliti :


16

D. Kerangka Konsep Penelitian

ANTIPSIKOTIK

Serum Glutamic
Pyruvic Transminase
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan desain

cross sectional study yaitu suatu penelitian dimana variabel terikat (dependen)

dan variabel bebas (independen) dilakukan dan diukur dalam waktu yang

bersamaan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar Serum Glutamic

Pyruvic Transminase pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Khusus

Daerah DADI Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilaksanakan di Rumah Sakit Khusus

Daerah DADI Makassar dan pemeriksaan kadar Serum Glutamic Pyruvic

Transminase dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit Khusus Daerah

DADI Makassar.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan September 2021

C. Fokus penelitian

Fokus dari penelitian ini yaitu pemeriksaan kadar Serum Glutamic

Pyruvic Transminase pada pasien gangguan jiwa yang mendapat terapi

antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI Makassar.

17
18

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gangguan jiwa

yang mendapat terapi antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI

Makassar dengan jumlah populasi sebanyak 150 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien gangguan jiwa yang

mendapat terapi antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI

Makassar yang memenuhi kriteria inklusi.

a. Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain:

1) Usia 20-40 tahun

2) Pasien rawat inap di Rumah Sakit Khusus Daerah DADI Makassar

3) Pasien yang mendapat terapi antipsikotik tipikal maupun atipikal

minimal 3 bulan

4) Besedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani

Informed Consent
19

b. Kriteria Eksklusi

1) Sampel lisis

2) Sampel lipemik

3) Sampel ikterik

4) Tidak bersedia menjadi subjek

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 20-30% dari jumlah

pasien gangguan jiwa yang mendapat terapi antipsikotik di Rumah Sakit

Khusus Daerah DADI Makassar. Menurut (Arikunto, 2012), jika populasi

dalam penelitian lebih dari 100 subjek, maka dapat diambil antara 20-30%

dari jumlah subjek tersebut.

n = 20% x N

n = 20% x 150

n = 30

Keterangan :

n = banyaknya sampel

N = populasi sampel

E. Variabel Penelitian

A. Variabel bebas : Antipsikotik

B. Variabel terikat : Kadar SGPT


20

F. Defenisi Operasional

a. Gangguan jiwa merupakan berubahnya karakteristik seseorang dari

perubahan perilaku atau psikologis yang umumnya diukur dari beberapa

konsep norma yang dihubungkan dengan penyakit, menimbulkan respon

yang terbatas dengan lingkungannya.

b. Antipsikotik merupakan jenis penanganan gangguan jiwa dengan

menggunakan obat penenang yang di berikan untuk mengurangi gejala

yang dialami oleh penderita gangguan jiwa.

c. Pemeriksaan SGPT adalah pemeriksaan kadar Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase (SGPT) penderita gangguan jiwa pada laki-laki dan

perempuan yang yang mendapat terapi antipsikotik dan dirawat di Rumah

Sakit Khusus Daerah DADI Makassar.

Kriteria objektif :

1. Kadar SGPT normal : apabila pada penderita gangguan jiwa yang

dirawat di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) DADI Makassar

telah diberi penangan seperti pemberian terapi obat antipsikotik oleh

petugas rumah sakit.

Nilai rujukan : Pria : 0-40 U/l Wanita : 0-35 U/l

2. Kadar SGPT tinggi : apabila pada penderita gangguan jiwa yang

sudah menjalani terapi antipsikotik dan mengalami efek samping,

maka akan terjadi kerusakan pada hati yang dapat meningkatkan

kadar SGPT.

Nilai rujukan : Pria >40 U/l Wanita >35 U/l


21

G. Instrument kerja penelitian

1. Instrument penelitian

a. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spuit, tourniquet

centrifuge, tabung Vacutainer tutup merah, rak tabung, cobas c 111.

b. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu serum dari darah

vena yang diambil dari pasien gangguan jiwa.

H. Alur kerja penelitian.

1. Pra Analitik

a. Persiapan Pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus

b. Persiapan Sampel : setelah sampel dimasukkan kedalam tabung,

tabung didiamkan terlebih dahulu selam 15 menit kemudian, di

centrifuge selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm untuk

mendapatkan serum tanpa campuran bahan lain.

2. Analitik

a. Pemeriksaan SGPT dengan full otomatik

b. Metode : Kinetik IFCC

c. Prinsip : Alanine aminotransferase (ALT) mengkatalisis transminase

dari Lalanine dan a- kataglutarate membentuk I – glutamate pyruvate,


22

pyruvate yang terbentuk direduksi menjadi laktat oleh enzym laktat

dehidrogenase (LDH) dan (NADH) teroksidasi menjadi NAD.

d. Cara kerja alat Cobas C111

1. Sebelum memulai operasional alat periksa :

a. Tempat penampungan aquadest (Reservoar) isi jika kurang

b. Tempat penampungan limbah (waste) > kosongkan

2. Tekan tombol power ke posisi 1, tunggu beberapa saat

3. Pilih umum :

a. Tekan log on, ketik (L) lalu tekan (√)

b. Ketik pasword (1 2 3 4), lalu tekan (√)

4. Pada menu umum , tekan persiapan

a. Pada layar tampak status container > tekan tombol air untuk

memastikan bahwa container di isi penuh.

b. Tekan tombol limbah untuk memastikan bahwa botol limbah

telah di kosongkan

c. Tekan tanda (>>) untuk melakukan perawatan harian

d. Pilih Deproteinize probe

e. Tekan (►), ikuti petunjuk layar bila telah selesai Tekan (X).

5. Persiapan Reagen :

a. Pilih gambar (botol reagen) pada menu UMUM

b. Tekan tanda (↑ ↓) pada layar

c. Buka penutup utama , lalu masukkan cakram reagen pastikan

tanda panah mengarah kedepan


23

d. Tutup penutup utama , alat akan membaca reagen yang tersedia

dalam cakram.

e. Mengecek kebutuhan kuvet

f. Pilh gambar kuvet pada menu UMUM .

g. Tekan segmen kuvet yang berwarnah merah , lalu buka penutup

mata

h. Keluarkan kuvet, lalu masukkan segmen kuvet yang baru

i. Tekan tanda (↓ ↑) konfirmasi penggantian

j. Tutup penutup utama , lalu tekan tanda ( X ) kembali menu

UMUM

6. Masukkan order sampel

a. Tekan menu tempat kerja , lalu oilih order, lalu tekan tanda (+)

pada layar, tekan tanda ( A-Z) untuk memilih huruf

b. Ketik nama pasien, lalu tekan tanda (√)

c. Pilih test yang diminta, lalu tekan tanda (√)

d. Letakkan sampel di posisi yang kosong pada sampel area

e. Tekan tanda (!) untuk memulai pekerjaan

7. Memonitor kerja alat

a. Pada menu UMUM, perhatikan tombol sampel tube, tekan

tombol unit melihat informasi pada sampel

b. Perhatikan tombol reagen dan kuvet, jika berwarnah kuning

berarti ada reagen/kuvet yang hampir habis, ganti setelah segera


24

setelah alat standby, lalu lakukan kalibrasi, terhadap reagen

yang baru diganti.

8. Prosedur pergantian reagen

a. Tekan tombol reagen pada menu UTAMA, lalu tekan reagen

yang berwarnah merah

b. Tekan tanda ( ↑ ) untuk mengeluarkan reagen yang habis (ikuti

petunjuk pada monitor)

c. Tekan tanda (↓ ), scan berkode pada botol , lalu masukkan

kecakram reagen .

d. Tekan (√) untuk konfirmasi, selanjutnya kalibrasi reagen yang

baru diganti

9. Mengakhiri pekerjaan

a. Mengeluarkan cakram reagen , pada menu UMUM pilih tombl

reagen, lalu tanda (↑↓) .

b. Buka penutup utama , lalu keluarkan cakram reagen

c. Letakkan cakram reagen pada tempatnya, lalu tutup penutup

utama

d. Simpan cakram reagen pada lemari es

e. Pada menu UMUM , tekan lab (untuk log of system) kemudian

masukkan pasword (1 2 3 4) , lalu pilih shut down

f. Tekan o pada tombol power


25

C. Pasca analitik

Hasil Interprestasi :

Normal : SGPT Pria <42 U/I Wanita < 32 U/I

I. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung pada subjek

penelitian dan dilakukan pemeriksaan kadar SGPT dengan menggunakan

metode Kinetik IFCC

J. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan analisa deskriptif yaitu dalam bentuk

tabel dan narasi.

K. Etika Penelitian

1. Informed Consent

Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan pada

subjek pada subjek penelitian. Subjek diberi tahu tentang maksud dan

tujuan penelitian. Jika subjek bersedia menjadi responden , kemudian

menandatangani lembar persetujuan

2. Anonymity

Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data. Cukup menulis nomor responden atau inisial saja untuk

menjamin kerahasiaan identitas.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden akan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, S. (2016). Gambaran Kadar SGOT dan SGPT Pada Pasien Napsa Di

RS Ernaldi Bahar. STIKES Abdi Nusa Palembang.

Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyaningtias. (2013). Hubungan Lama Protein Antipsikotik dengan Kadar

SGOT dan SGPT Pada Pasien Gangguan jiwa di RSJ Prof. H.B Sa’anim

Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.

Cahyaningtyas, dkk. (2017). Hubungan Lama Terapi Antipsikotik dengan Kadar

SGOT dan SGPT pada Pasien Gangguan jiwa di RSJ Prof. HB Sa’anin,

Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas.

Ikawati, Z. (2011). Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta:

Bursa Ilmu.

Josef, P., Henrisken, M. D. (2012). Disordered Self In The Schizophrenia

Spectrum. A Clinical And Research Prespective.

Keliat, B. A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic

Course. Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2014). Buku Pedoman Umum : TPKJM ( Tim Pembina, Pengarah,

dan Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Kemenkes RI.

Nasir, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Puspitasari. (2012). Peran Dukungan Keluarga Pada Penderita Gangguan jiwa.

Jakarta: EGC.

26
27

Putra, A. (2019). Antipsikotik Tipikal dan Antipsikotik Atipikal untuk Gangguan

Mental. Www.sehatq.com. https://www.sehatq.com/artikel/antipsikotik-

tipikal-dan-atipikal-untuk-pengobatan-psikosis

RISKESDAS. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Robin, S. et al. (2012). Different models of hepatotoxicity and related liver

diseases.

Shinta, D. . (2013). No Title. dr Dyah Ayu Shinta Lesmanawati 2009–2011.

Stuard, L. (2012). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis:

Mosby YearB.

Stuart & Sandra, J. (2013). Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Suwarny. (2018). Pengaruh Pemberian Obat TerhadapTingginya Kadar Enzim

Serum SGOT dan SGPT Pada Pasien Gangguan Jiwa di RSJ Provinsi

Sulawesi Tenggara. Jurnal MediLab Mandala Waluya Kendari.

Townsend, M. (2013). Psychiatric Mental Health Nursing Concept Of Care.

Philadelpia: Robert G. Morton.

WHO. (2015). World Health Statistics.

Yosep, I. (2014). Keperawatan Jiwa. Bandung: Relika Aditama.


28

LAMPIRAN

INFORMED CONCENT

Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Penelitian

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama/inisial :

Umur :

Jenis Kelamin :

Menyatakan bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden

penelitian yang akan dilakukan oleh Bahrul Ulum Mahasiswa Program Studi

DIII Teknologi Laboratorium Medis Universitas Megarezky Makassar.

Demikian pernyataan ini saya tanda tangani untuk dapat dipergunakan

seperlunya.

Makassar,…………… 2021

Responden

Anda mungkin juga menyukai