Anda di halaman 1dari 80

STUDI PEMBUATAN MIE

KERINGDENGANPENAMBAHANPASTA UBI JALAR


(Ipomoea batatas),PASTA KACANG TUNGGAKDAN
PASTA TEMPE KACANG TUNGGAK (Vigna
unguiculata, L)
Oleh

WIRDAYANTI
G 611 08265

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2012

STUDI PEMBUATAN MIE


KERINGDENGANPENAMBAHAN PASTA UBI JALAR
(Ipomoea batatas),PASTA KACANG TUNGGAKDAN
PASTA TEMPE KACANG TUNGGAK (Vigna
unguiculata, L)

Oleh

WIRDAYANTI
G 611 08265

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

: STUDI
PEMBUATAN
MIE
KERING
DENGAN
PENAMBAHAN PASTA UBI JALAR (Ipomoea batatas),
PASTA KACANG TUNGGAK DAN PASTA TEMPE
KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata L)
Nama
: WIRDAYANTI
Stambuk
: G 611 08265
Program Studi : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Disetujui
1. Tim Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc


Pembimbing I

Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA


Pembimbing II

Mengetahui

2. Ketua Jurusan

3. Ketua Panitia
Ujian Sarjana

Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS


NIP. 19570923 198312 2 001

Prof. Dr. Ir. Elly Ishak M.Sc


NIP. 19430717 196903 2 001

Tanggal Lulus : 27 Juli2012


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam maka
tiada lain yang patut penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan
hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc dan Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA selaku
dosen pembimbing, atas arahan, bimbingan, dan masukan rencana
penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai.
2. Kedua Orang Tua yang tercinta Ayahanda Bakri dan Ibunda
Nurhainiyang telah membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap
langkahku dengan doa dan kasih sayangnya yang tulus. serta
saudara-saudaraku Siti Hardiyanti, Zulkifli, dan Nurfadilahtunnisa

yang selalu memberikan doa, perhatian, kasih sayang dan kesabaran


luar biasa kepada penulis.
3. Tersayang penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu
dosen

Teknologi

Pertanian

Fak.

Pertanian

beserta

staff

atas

bantuannya mendidik penulis selama berstatus mahasiswa.


4. Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada orang-orang
yang hadir bagai mata air sejuk. Yang slalu hadir lewat canda tawa dan
dukungan. Bocah (A. Rina Indah, A. Nina Sasmita, A. Reski Ariyani,
Husnaeni, dan Rachmi Hatta) atas doa, dukungan, perhatian,
pengertian dan semangatnya selama ini kepada penulis. Buat A.
Marina thanks atas bantuan dan semangatnya selama penulis
melakukan penelitianhingga selesai. Buat teman seperjuangan dari
asistensi

proposal

hingga

ujian

meja

Nesha

dan

Dian

atas

kerjasamanya dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Dan


terima kasih buat Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan Teknologi
Pertanian terima kasih atas pengalaman dan pengetahuannya.
Khususnya Angkatan 08 Love U so much.
5. Terkasih penulis ucapkan terima kasih kepada kakandaGunawan GS
yang telah mengajarkan banyak hal dan menjadi penyemangat buat
penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan tetapi disadari bahwa kesalahan merupakan
motivasi dan langkah untuk menuju keberhasilan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan


mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan semoga laporan
akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amien.
Wassalam
Makassar, Juli2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Wirdayanti yang biasa dipanggil wiewie, lahir di
Ujung Pandang

tepatnya

pada tanggal 23

Desember 1990. Penulis dilahirkan dari pasangan


Bakri dan Nurhaini dan merupakan anak pertama
dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah :


1.TK Hertasning Malino (1995)
2.SD Inpres Tetebatu Gowa (1996 2002).
3.SMP Negeri 1Pallangga (2002 2005).
4.SMA Negeri 1 Sungguminasa (2005 2008).
5.
Pada tahun 2008 penulis diterima diperguruan tinggi negeri
Universitas Hasanuddin melalui jalur UMB pada Program Strata Satu (S1)
dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin Makassar (2008 2012).
Selama menjalani studi pernah menjadi fungsionaris lembaga intra
kampus, yaitu: pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi pertanian periode
2009/2010, Asisten praktikum Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak pada prodi

ilmu

dan

teknologi

pangan

jurusan

teknologi

pertanian

universitas

hasanuddin.

Wirdayanti (G 611 08 265). Studi Pembuatan Mie Kering dengan


PenambahanPasta Ubi Jalar(Ipomoea batatas),Pasta Kacang Tunggak
Dan Pasta Tempe Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L). Dibawah
Bimbingan Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc dan Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA.
RINGKASAN
Mie merupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau
tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan lainnya.Karena kandungan gizi ubi jalar dan kacang tunggak
cukup tinggi sehingga baik dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dan
subtitusi untuk produk mie. Penelitian ini bertujuan untuk mencari
perbandingan bahan dasar pembentuk mie yang optimal agar diperoleh mie
dan kandungan gizi yang lebih baik dari produk mie umum yang ada, serta
dapat diterima oleh konsumen. Analisa yang dilakukan yaitu kadar air, kadar
abu, kadar protein, daya rehidrasi dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa
dan elastisitas). Adapun perbandingan tepung yang tepat dalam pembuatan
mie kering yaitu tepung terigu 55%, tepung tapioka 15%, ubi jalar kukus 20%
dan kacang tunggak (tempe) 10% dengan perlakuan blanching tanpa
natrium bisulfit dan blanching dengan penambahan natrium metabisulfit pada
ubi jalar, kacang tunggak dan tempe kacang tunggak. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktorial. Hasil
analisa sidik ragam pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan ubi
jalar kukus, kacang tunggak, dan tempe kacang tunggak dengan perlakuan
blanching tanpa natrium metabisulfit dan blancing dengan penambahan
natrium metabisulfit berpengaruh nyata pada kadar air, kadar abu dan kadar
protein tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap daya rehidrasi. Hasil uji
organoleptik dengan metode hedonik terhadap warna, aroma, rasa dan
elastisitas dengan penambahan ubi jalar kukus dan kacang tunggak yang
diblanching tanpa natrium metabisulfit lebih disukai panelis.
Kata kunci: mie kering, ubi jalar, kacang tunggak dan tempe kacang tunggak.

Wirdayanti (G 611 08 265). The Study of Making Dry Noodles by


Addition Sweet Potato Paste (Ipomoea Batatas), Cowpea Paste and
Soybean Cowpea Paste (Vigna unguiculata, L)".Advisor by Prof. Dr. Ir.
Elly Ishak, M.Sc, and Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA.
ABSTRACT
Noodle is a kind of food product which is made from wheat flour or
another powder as the main ingredients, with or without additional of another
extra nutrient. Because of the high nutrition of potato and cowpea,they can
be used as additive or subtitute material for noodle production.This research
aims to find the comparison of raw material in noodle production in order to
obtain noodle with a better nutrients, than the existing noodle products, and
can be accepted by consumers. The analysis was conducted in term of water
content, ash content, protein content, the rehydration and organoleptic tests
(color, aroma, taste and elasticity). The better ratio of flour in the manufacture
of dry noodles are wheat flour 55%, 15% tapioca flour, steamed sweet potato
20% and cowpea (soybean) 10%with blanching treatment with and without
sodium metabisulfite. This study uses a completely randomized design
(CRD) with2 factors.The result of analysis of variance in this study showed
that the addition of steamed sweet potato, cowpea, soybean cowpea with
blanching treatment with and without sodium metabisulfite, gives significant
effect on moisture content, ash content and protein levels but did not
significantly affect the rehydration. Based on the organoleptic test, panelists
preffered the noodle which was treated by blanching without sodium
metabisulfite in terms of colour, aroma,taste, and elasticity.
Key words: dry noodles, sweet potato, cowpea, soybean cowpea.

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... ix
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
3
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. mie
..........................................................................................
4
B. Ubi Jalar.........................................................................................
7
C. Kacang Tunggak............................................................................
10
D. Tempe Kacang Tunggak ..............................................................
11
E. Tepung Terigu ...........................................................................
14
F. Tepung Tapioka
.......................................................................
16
G. Natrium Metabisulfit ......................................................................
20
H. Bahan Tambahan...........................................................................
21
I. Metode Pembuatan Mie.................................................................
25
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat .......................................................................
29
B. Alat dan Bahan ............................................................................
29
C. Prosedur Penelitian .....................................................................
29
D. Perlakuan Penelitian...................................................................
31
E. Prosedur Analisa .........................................................................
32
F. Pengolahan Data .........................................................................
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kadar Air ......................................................................................
39
B. Kadar Abu.....................................................................................

41

C. Kadar Protein ..............................................................................

43

D. Daya Rehidradasi ........................................................................


E. Uji Organoleptik............................................................................

45
47

V.

1 Warna.......................................................................................

47

2 Aroma ......................................................................................

49

3 Rasa ........................................................................................

50

4 Elastisitas ................................................................................

51

PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................

53

B. Saran .........................................................................................

53

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

54

DAFTAR TABEL

NO

JUDUL

HALAMAN

1. Komposisi gizi mie per 100g bahan.................................................6


2. Standar mutu mie kering..................................................................7
3. Komposisi Kimia Ubi jalar................................................................ 9
4. Perbandingan komposisi kimia ubijalr putih dan ubi jalar kuning ...

5. Komposisi zat gizi pada kacang tunggak, kacang hijau, gude dan
kedelai .............................................................................................

11

6. Komposisi tepung terigu per 100 gr bahan ....................................

15

7. Komposisi zat gizi per 100 gr tapioka.............................................

19

8. Standar mutu tapioka .....................................................................

19

DAFTAR GAMBAR

NO

JUDUL

HALAMAN

1. Diagram Alir pembuatan ubi jalar......................................................35


2. Diagram Alir pembuatan kacang tunggak..........................................36
3. Diagram Alir pembuatan tempe kacang tunggak..............................37
4. Diagram Alir pembuatan mie kering.................................................. 38
5. Hasil Analisa kadar air mie kering...................................................... 40
6. Hasil Analisa kadar abu mie kering.................................................... 42

7. Hasil Analisa kadar protein mie kering............................................... 44


8. Hasil Analisa daya rehidrasi mie kering............................................. 46
9. Hasil Uji Hedonik Terhadap Warna mie kering................................... 48
10. Hasil uji hedonik terhadap aroma mie kering .................................... 49
11. Hasil uji hedonik terhadap rasa mie kering........................................ 50
12. Hasil uji hedonik terhadap elastisitas mie kering .............................. 52

DAFTAR LAMPIRAN

NO

JUDUL

HALAMAN

1. Lampiran 01. Kadar air mie kering....................................................58


a. Hasil Pengukuran kadar air.........................................................58
b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Tehadap Kadar Air Mie
Kering..........................................................................................58
c. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ Pengaruh Bahan Dasar Mie
terhadap kadar air mie kering.................................................... 58
d. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ pengaruh blanching terhadap
kadar air mie kering..................................................................... 59
e. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ pengaruh Interaksi bahan dasar

mie dan dan perlakuan blanching terhadap kadar air mie........ 59


2. Lampiran 02. Kadar abu mie kering..................................................60
a. Hasil Pengukuran kadar abu.......................................................60
b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Tehadap Kadar Abu Mie
Kering..........................................................................................60
c. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ Pengaruh Bahan Dasar Mie
terhadap kadar abu mie kering.................................................. 60
d. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ pengaruh blanching terhadap
kadar abu mie kering.................................................................. 61
e. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ pengaruh Interaksi bahan dasar
mie dan dan perlakuan blanching terhadap kadar abu mie...... 61
3. Lampiran 03. Kadar protein mie kering.............................................62
a. Hasil Pengukuran kadar protein.................................................62
b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Tehadap Kadar protein Mie
Kering..........................................................................................62
c. Tabel Hasil Uji Lanjutan BNJ Pengaruh Bahan Dasar Mie
terhadap kadar protein mie kering............................................. 62
4. Lampiran 04. Daya rehidrasi mie kering...........................................63
a. Hasil Pengukuran daya rehidrasi................................................63
b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Tehadap daya rehidrasi Mie
Kering..........................................................................................63
5. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna mie kering............................ 64
6. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma mie kering............................ 65
7. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa mie kering.............................. 66
8. Hasil Uji Organoleptik terhadap Tekstur mie kering........................... 67
9. Gambar Bahan Baku.........................................................................68
10. Gambar Mie Kering...........................................................................68

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mie merupakan produk pasta atau ekstrusi. Menurut Astawan
(2008),miemerupakan produk pangan yang dibuat dari adonan terigu atau
tepunglainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan
bahan tambahanlainnya. Dalam upaya diversifikasi pangan, mie dapat
dikategorikan sebagaisalah satu komoditi pangan substitusi karena dapat
berfungsi sebagai bahanpangan pokok. Menurut Juniawati (2003), mie
merupakan produk pangan yangsering dikonsumsi oleh sebagian besar
konsumen baik sebagai sarapanmaupun sebagai makanan selingan.
Produk mie yang telah dikenal oleh masyarakat yaitu mie basah, mie
mentah, mie kering dan mie instan. Produk-produk mie saat ini telah
mengalami perkembangan dengan variasi campuran antara terigu sebagai

bahan baku utama dengan bahan-bahan lain seperti umbi-umbian,


kacang-kacangan dan sayur-sayuran yang tentu saja dapat meningkatkan
kandungan gizi mie tersebut.
Pemanfaatan umbi-umbian

dankacang-kacangan

di

Indonesia

sebagai bahan campuran pada pembuatan mie masih sangat rendah. Hal
ini terlihat dari konsumsi masyarakat yang luas terhadap umbi-umbian
tetapi hanya untuk diolah dalam bentuk yang sederhana saja seperti
direbus, digoreng, dan lain sebagainya.
Salah satu jenis umbi-umbian dan kacang-kacangan dan olahannya
(tempe) yang dapat divariasikan pada pembuatan mie yaitu ubi jalar dan
kacang tunggak.Ubi jalar dan kacang tunggak memiliki prospek yang
sangat besar sebagai bahan baku industri pangan.Kandungan kimia ubi
jalar cukub baik untuk dijadikan bahan pangan. Sebagai bahan pangan
sumber energi, tiap 100 g ubi jalar mampu menyediakan energi sebesar
123 kalori. Ubi jalar selain menyediakan energi yang tinggi yang sebagian
besar dalam bentuk karbohidrat, juga mempunyai kandungan karoten,
asam askorbat, niacin, riboflavin, thiamin dan mineral yang tinggi.
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga
Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup tinggi (25%).
Selama ini ubi jalar dan kacang tunggak sebagian besar digunakan untuk
bahan sayuran dan makanan seperti kue, gorengan, dan jajanan lainnya
(Anonim, 2011b).
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai (Susanto dan
Suneto, 1994). Selain dari kacang kedelai, tempe dapat pula dibuat dari
kacang tunggak.Nilai nutrisi tempe kacang tunggak cukup tinggi. Tiap 100
g tempe mengandung 33 g protein, 2 g lemak,53 g karbohidrat, 3 g serat,

dan 1 g abu. Dari karakteristik sensori, tempe kacang tunggak berbeda


dengan tempe kedelai. tempe kacang tunggak mengandung p-caumaric
acid(Senyawa fenilpropanoid)dan asam ferulat yang diduga memiliki
aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Menurut Ardiansyah, asam ferulat
pada tempe mampu menurunkan tekanan darah dan kandunganglukosa
darah. Senyawa fenilpropanoid lainnya, yaitu p-caumaric acid mampu
melemahkan zatnitrosamin, salah satu penyebab kanker yang mungkin
terdapat dalam makanan.

Hampir diseluruh wilayah Indonesia, ubi jalar dan kacang tunggak


dapat tumbuh dengan baik, sehingga bahan baku ubi jalar dan kacang
tunggak mudah ditemui. Ubijalar yang digunakan pada penelititian ini
berasal dari daerah Gowa dan kacang tunggak berasal dari daerah
Soppeng.

Karena

kandungan

gizi

(vitamin,

mineral,

protein

dan

karbohidrat) ubi jalar dan kacang tunggak cukup tinggi sehingga baik
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dan subtitusi untuk produk mie.
B. Rumusan Masalah
Penambahan ubi jalar yang telah dikukus, kacang tunggak dan
olahannya (tempe) sebagai bahan tambahan gizi dan subtitusi untuk mie
belum diketahui, sehingga pada pembuatan mie yang akan dikeringkan
(mie kering)perlu diketahui perbandingan (persentase) yang tepat untuk
menghasilkan mie yang baik (tekstur: Kekenyalan, tidak mudah putus;
Warna yang menarik) jugamemiliki kandungan gizi yang lebih baik dari
produk mie umum yang ada, serta dapat diterima oleh konsumen.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbandinganbahan dasar
pembentuk mie yang optimal agar diperoleh mie yang baik (tekstur:
Kekenyalan, tidak mudah putus; Warna yang menarik) juga memiliki
kandungan gizi yang lebih baik dari produk mie umum yang ada, serta
dapat diterima oleh konsumen.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai informasi bagi mahasiswa
dan masyarakat mengenai pemanfaatan ubi jalar dan kacang tunggak
sebagai bahan tambahan dan subtitusi pada produk mie.
II. TINJAUAN PUSATAKA
A. Mie
Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah
atau segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk
Intermediate moisture food (makanan semi basah), yaitu suatu makanan
yang mempunyai kadar air tidak terlalutinggi dan juga tidak terlalu rendah
antara 15-55% dengan kisaran aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).
Menurut Astawan (2008), apabila ditinjau dari bahan utamanya yaitu
tepung terigu mie bukan merupakan makanan asli indonesia. Hampir
seluruh dunia mengenal produk mie, walaupun nama, bentuk, bahan
penyusun dan cara pembuatan berbeda. Dalam bahasa Inggris mie
dikenal dengan nama noodle, dalam bahasa Jepang disebut ramen, udon
dan kisimen, sedangkan dalam bahasa Itali dikenal sebagai spaghetti. Mie
adalah salah satu jenis produk pasta yang ditemukan pertama kali oleh
bangsa Tionghoa dengan membuatnya dari beras dan tepung kacangkacangan. Mie disajikan dalam berbagai produk yaitu mie basah, mie
kering dan mie instan. Beberapa mie tersebut mempunyai sifat berbeda
tergantung dari proses pembuatan dan bahan tambahan yang digunakan.

Mie kering berasal dari mie mentah yang dikeringkan dengan kadar
air sekitar 10%. Pengeringan dilakukan pada suhu 35-40C dengan
kelembaban 70-75% selama 5 jam. Mie instan atau mie siap hidang
dibuat dari untaian mie (mie mentah) yang selanjutnya dikukus dan
dikeringkan. Proses pengukusan dan pengeringan, akan memodifikasi pati
sehingga dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah
direhidrasi. Proses pengukusan dilakukan pada suhu 100 C selama 1-5
menit. Tahapan proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan cara penggorengan atau dengan cara pengeringan
menggunakan hembusan udara panas. Proses penggorengan dilakukan
pada suhu penggorengan 140-160C selama 1-2 menit. Produk akhir
yang dihasilkan memiliki kadar minyak 1520% dan kadar air 2 5%. Jika
proses pengeringan dilakukan dengan udara panas, maka digunakan
suhu 7090C selama 30-40 menit. Produk yang dihasilkan memiliki kadar
minyak 3% dengan kadar air 8 12% (Anonim, 2008).
Defenisi mie kering berdasarkan SNI 01-2974-1992 adalah produk
makanan kering yang terbuat dari terigu atau gandum dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan dengan bentuk khas berupa mie. Produk mie umumnya
digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang
relatif tinggi.
Mie yang dibuat tanpa penambahan STPP, CMC, atau gliserin,
tingkat kekenyalan (elastis, tidak mudah putus) kurang sehingga agak
lengket. Keawetannya pada suhu kamar hanya bertahan 12 jam sudah
agak berbau asam dan mulai berlendir (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna


kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat
mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak
banyak padatan yang hilang.Semua ini termasuk sifat fisik mie yang
sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan
Marsono, 1999).
Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bias dibuat tanpa
mesin. Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang
cukup lama. Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting
dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di Negara asalnya, mie
diyakini sebagai lambang panjang umur.Uniknya agar harapan umur
panjang bisa terkabul, konon mie harus harus dimakan tanpa memotong
helaiannya yang panjang.Jadi, cukup digulung dengan garpu atau sumpit
(Pratitasari, 2007).
Komposisi Kimia Mie
Nilai gizi kandungan mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik
karena selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein.
Mutu atau resep yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai
gizinyapun sangat bervariasi (Judoadmijojo,1985).
Tabel 1. Komposisi Gizi Mie per 100 gr Bahan
Zat Gizi
Mie Basah
Mie Kering
Energi (kal)
86
337
Protein (g)
0,6
7,9
Lemak (g)
3,3
11,8
Karbohidrat (g)
14,0
50,0
Kalsium (mg)
14,0
49,0
Fosfor (mg)
13,0
47,0

Besi (mg)
0,8
2,8
Vitamin A (SI)
0
0
Vitamin B1 (mg)
0
0,01
Vitamin C (mg)
0
0
Air (mg)
80,0
28,6
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Menurut SNI 01-2974-1992 syarat mutu mie kering dapat dilihat pada
tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Standar mutu Mie Kering


No
Kriteria uji
Satuan

Persyaratan
Mutu I

2
3
4
5

7
8

Keadaan :
1.1 bau
1.2 warna
1.3 rasa
air, % b/b
abu, % b/b
protein (Nx6,25), % b/b
bahan
tambahan
makanan:
5.1 boraks
5.2 pewarna

Cemaran logam
6.1 timbal (Pb), mg/kg
6.2 tembaga (Cu),
mg/kg
6.3 seng (Zn), mg/kg
6.4 raksa (Hg), mg/kg
arsen (As)

Normal
Normal
Normal
Maks. 8
Maks. 3
Min 11

Mutu II
Normal
Normal
Normal
Maks. 10
Maks. 3
Min 8

Tidak boleh Tidak boleh


ada sesuai ada
dengan
SNI.0222-M
dan
peraturan
Men.
Kes.No.722/
Men.Kes/Per
/
IX/88
Maks. 1,0
Maks. 1,0
Maks. 10,0
Maks. 10,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0
Maks.0,05
Maks.0,05
Maks.0,5
Maks.0,5

Cemaran mikroba
8.1 angka lempeng, total
8.2 E.coli
8.3 Kapang

Koloni/g
APM/g
Koloni/g

Maks.1,0x10
Maks.1,0x10

Maks.10
Maks.10x104

Maks.10
Maks.10x104
Sumber: Data SNI 01-2974-1992 tentang standar mutu Mie kering

B. Ubi Jalar (Ipomea batatas L)


Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis
tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang
membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika,
umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting.
Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat
sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena
keindahan daunnya (Anonim, 2011a).
Menurut Juanda dan Bambang (2000), ubi jalar dibedakan atas
beberapa golongan berdasarkan warna umbinya, yaitu sebagai berikut:
1. Ubi jalar putih yaitu jenis ubi yang memiliki daging umbi yang berwarna
putih misal varietas tembakur putih, tembakur ungu, solo dan jago
2. Ubi jalar kuning yaitu ubi yang memiliki daging umbi yang berwarna
kuning misal varietas cicallo, sari, kidul, dan mendut
3. Ubi jalar orange yaitu jenis umbi yang memiliki daging umbi yang
berwarna orange misal varietas puertorico, dan prambanan
4. Ubi jalar ungu yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi yang
berwarna ungu muda sampai ungu tua.
Ubi jalar yang putih sangat baik diolah menjadi tepung karena daging
umbinya yang lebih berwarna cerah dibanding ubi jalar lainnya.Selain itu
ubi jalar berpotensi sebagai sumber karbohidrat, mineral dan vitamin.Ubi
jalar mengandung vitamin A, vitamin C dan energi yang tinggi tetapi miskin
protein. Pada tabel 3 akan disajikan komposisi kimia ubi jalar.

Tabel 3. Komposisi Kimia Ubi Jalar


Senyawa
Komposis
i
Kadar air (%)
72,84
Pati (%)
24,28
Protein (%)
1,65
Gula Reduksi (%)
0,85
Mineral (%)
0,95
Asam askorbat (mg/100g) 22,7
K (mg/100g)
204,0
S (mg/100g)
23,0
Ca (mg/100g)
22,0
Mg (mg/100g)
10,0
Na (mg/100g)
13,0
Fe (mg/100g)
0,59
Mn (mg/100g)
0,355
Vitamin A (mg/100g)
20063,0
Energi (kj/100)
441,0
Sumber: Kotecha dan kadam, 1988
Keistimewaan ubi jalar dalam hal kandungan gizi terletak pada
kandungan -karoten yang cukup tinggi dibanding dengan tanaman
pangan lainnya.Kandungan -karoten ubi jalar mengandung 1100 UI
dengan demikian ubi jalar sangat baik untuk mencegah penyakit
mata.Namun tidak semua ubi jalar mengandung -karoten yang tinggi,
tetapi hanya varietas ubi jalar yang warna dagingnya berwarna kuning,
jingga dan putih. Menurut Juanda dan Bambang (2000), membagi
komposisi ubi jalar antara lain:

Tabel 4. Perbandingan Komposisi Kimia Ubi Jalar Putih dan Ubi Jalar
Kuning
Komposisi
Ubi Jalar Putih
Ubi Jalar Kuning
Air (%)
64,60
76,59
Abu (%)
0,98
0,92
Pati (%)
28,19
28
Protein (%)
2,07
1,19
Gula (%)
0,38
0,43
Serat kasar (%)
2,16
5,24
- karoten (ppm)
51,20
174,21
Sumber: Juanda dan Bambang (2000).
Steinbaeur dan Kushman (1971) mengatakan bahwa ubi jalar
merupakan bahan pangan dengan gizi yang cukup tinggi karena
merupakan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat. Selain itu
ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral yang dibutuhkan
oleh tubuh, seperti kalsium dan zat besi serta vitamin A dan C.
Ubi jalar tidak mempunyai komponen gluten yaitu suatu massa yang
kohesif dan viskositas yang dapat meregang secara elastis. Gluten
merupakan komponen terpenting dalam tepung terigu yang berupa protein
glutenin dan gliadin yang telah beraksi dengan air sehingga membentuk
massa yang elastis dan ekstensibel. Protein gliadin merupakan fraksi
massa yang dapat larut dalam air sedangkan protein gluten bersifat
lengket dan tidak larut dalam air. Menurut Somaatmadja (1985), sifat
elastis gluten pada adonan menyebabkan mie tidak mudah putus pada
proses pencetakan dan gelatinisasi.
C. Kacang Tunggak
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, L) termasuk dalam keluarga
Leguminosa. Bijinya mempunyai kandungan protein cukup besar yaitu
sekitar 25%.Tanaman ini diperkirakan berasal dari Afrika Barat. Di
samping toleran terhadap kekeringan kacang tunggak juga mampu

mengikat nitrogen dari udara. Daun dan polongnya yang masih muda
cukup nikmat bila dikonsumsi sebagai sayuran (Anonim, 2011b).
Mengingat secara umum konsumsi protein penduduk Indonesia
adalah kurang, maka sangat perlu meningkatkan produksi pangan sumber
protein yangmurah, baik hewani maupun nabati.Jenis kacang-kacangan
yang terdapat diIndonesia cukup potensial untuk dikembangkan menjadi
produk yang bergizi, aman dan sesuai dengan selera masyarakat.
Misalnya produk atau olahan biji kacang tunggak, biji turi, koro benguk
(Handayani, 1994).
Kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau dan gude.
Bahkan, kadar vitamin B1 yang relatif lebih tinggi dari pada kacang hijau.
Tabel 5. Komposisi zat gizi pada kacang tunggak, kacang
kedelai
Komposisi Zat
Kacang
Kacang
Gude
Gizi
tunggak
hijau
1. Protein (g)
22,9
22,2
20,7
2. Lemak (g)
1,4
1,2
1,4
3. Karbohidrat (g) 6,6
62,9
62,0
4. Kalsium (mg)
77,0
125,0
125,0
5. Fosfor (mg)
449,0
32,0
275,0
6. Besi (mg)
6,5
6,7
4,0
7. Vitamin (SI)
30,0
157,0
150,0
8. Vitamin B (mg) 0,9
0,6
0,5
9. Vitamin C (mg) 2,0
6,0
5,0
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1979)

hijau, gude dan


Kedelai
34,9
18,1
34,8
227
585
8,0
110
1,07
0

D. Tempe Kacang Tunggak


Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah
cukup terkenal di Indonesia sebagai makanan sehari-hari dan merupakan
makanan tradisional (Susanto dan Suneto, 1994). Tempe sering dianggap
sebagai bahan makanan masyarakat golongan menengah ke bawah
sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe sebagai salah
satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara

pasti bagi kesehatan, tempe sebagai salah satu menu makanannya.


Namun setelah diketahui manfaatnya secara pasti bagi kesehatan, tempe
mulai banyak dicari dan digemari masyarakat (Suprapti, 2003).
Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing
dengan protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu
tempe kaya akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu
kaya asam amino metionin dan miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan
tempe sebagai sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi
mie campuran tepung singkong-terigu tanpa peningkatan harga yang
cukup berarti (Astawan, 2008).
Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang
telah dipotong-potong, diblansir (100

C, 10 menit), lalu dikeringkan

dengan oven (55oC, 24 jam), setelah kering, digiling dan diayak dengan
ayakan berukuran 30-40 mesh (Astawan, 2008).
Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain
tanpa mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan.
Selain itu tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein
utama dalam makanan tambahan anak sepihan yang siap untuk dimasak
(Sarwono, 2005).
Hasil

penelitian

Balai

Besar

Penelitiandan

Pengembangan

PascapanenPertanian (BB Pascapanen)menunjukkan, kacang tunggak


dapatdiolah

menjadi

tempe

tanpaharus

disubstitusi

dengan

kedelai.Membuat tempe kacang tunggakhampir sama dengan tempe


kedelai,yang berbeda hanya cara mengupaskulit biji. Kulit biji kacang
tunggaklebih sulit dikupas disbanding kulit biji kedelai karena lebih
tebal.Namun, hal itu dapat diatasi denganmengupasnya secara kering.

Sebelumdiolah menjadi tempe, kulitkacang tunggak kering dikupasdengan


mesin pengupas abrasifseperti yang digunakan pada industrisusu kedelai.
Cara ini dapat menyingkatproses pembuatan tempekarena kacang tidak
perlu direndamselama 24 jam dan tanpa direbusuntuk mengupas kulit
seperti padakedelai.Kacang tunggak mengandungkarbohidrat cukup
tinggi, sehinggajika direbus cepat menjadi lunak,hanya membutuhkan
waktu sekitar10 menit. Selain itu, dengan dosisragi 1% dari bobot kacang,
prosesfermentasi berlangsung sekitar 24jam lebih singkat dari kacang
kedelai (Balai Besar Pascapanen, 2008).
Nilai nutrisi tempe kacang tunggakcukup tinggi. Tiap 100 g
tempemengandung 33 g protein, 2 g lemak,53 g karbohidrat, 3 g serat,
dan

abu.

berbedadengan

Dari

karakteristik

tempe

sensori,tempe

kedelai.

kacang

tunggak

Namun,berdasarkan

uji

preferensi,umumnya para responden cukupmenyukai tempe kacang


tunggak.Tempe kacang tunggak dapat diolahmenjadi berbagai produk,
sepertinugget

tempe,

keripik

tempe,dan

tempe

bacem.

Dengan

demikian,tempe ini diharapkan disukaioleh berbagai kalangan dan


tingkatanusia.Lalu
Ternyatatempe

bagaimana

kacang

tunggak

dengan

kandungannutrisi

mengandungp-caumaric

lainnya.
acid

dan

asamferulat yang diduga memiliki aktivitasantioksidan yang cukup


kuat.Namun hal ini perlu dibuktikan lebihlanjut. Menurut Ardiansyah,
asamferulat

pada

tempe

mampu

menurunkantekanan

darah

kandunganglukosa darah. Senyawa fenilpropanoidlainnya, yaitu

dan
p-

caumaricacid mampu melemahkan zat nitrosamin,salah satu penyebab

kankeryang mungkin terdapat dalam makanan (Balai Besar Pascapanen,


2008).

Hal-hal yang berpengaruh terhadap pembuatan tempe yaitu


penggunaan bahan baku dan campuran sangat menentukan kadar
protein, lemak, karbohidrat, dan serat yang terkandung pada tempe.
Semakin banyak bahan campuran yang ditambahkan semakin rendah
kadar proteinnya. Cara pemasakan ( perebusan / pengukusan )
mempengaruhi

kehilangan

protein

selama

proses

pembuatannya.

Semakin lama pengukusan semakin banyak protein yang hilang. Antara


pengukusan dan perebusan tidak jauh berbeda dalam kehilangan
proteinnya.

Dengan

cara

pengukusan

akan

lebih

cepat

kering

dibandingkan dengan perebusan. Inokulum yang digunakan sangat


mempengaruhi rasa. Hal ini karena pengaruh strain kapang dalam
inokulum yang berbeda-beda satu sama lain. Kenampakan tempe putih /
agak kuning dipengaruhi oleh jenis kedelai, bahan campuran, inokulum,
dan juga selama proses pembuatannya juga meliputi cara perendaman,
pengupasan kulit, pemasakan, inokulasi, pengukusan, serta inkubasi
(Harli, 2004).
E. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung
terigu

diperoleh

dari

gandum

(Triticum

vulgare)

yang

digiling.

Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya


membentuk glutein pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan
tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu

yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein
8-12%, kadar abu 0,025-0,60% dan glutein basah 24-36% (Astawan,
2008).
Tepung gandum merupakan produk serealiayang mengandung
protein yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila
dibandingkan dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras
yang ditanam di musim dingin mengandung 14% protein (Kent, 1975).
Tabel6. Komposisi Tepung Terigu dalam 100 gr bahan
Komposisi
Jumlah
Bdd (%)
100
Energi (kal)
375
Air (g)
12,0
Protein (g)
8,9
Lemak (g)
1,3
Karbohidrat (g)
77,3
Mineral (g)
0,5
Kalsium (g)
16
Phosphor (mg)
10,6
Besi (mg)
1,2
Vitamin B1 (mg)
1,2
Vitamin C (mg)
0
Sumber: Nio, (1992)
Bila

ingin

mendapatkan

mutu

mie

yang

lebih

baik

dapat

menggunakan terigu jenis hard flourdengan kadar gluten yang lebih tinggi.
Namun, harga mie yang dihasilkan akan mejadi lebih mahal (Widyaningsih
dan Murtini, 2006).
Menurut Astawan (2008) berdasarkan kandungan glutein (protein),
tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan atas 3 macam
yaitu:
Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya
12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mie
berkualitas tinggi. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra
Kembar.

Medium hard flour. terigu ini mengandung protein sebesar 9,5-11%.


Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macammacam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang

segitiga biru.
Soft flour.

terigu

ini

mengandung

protein

sebesar

7-8,5%.

Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit.


Contohnya terigu dengan merk dagang kunci biru.
Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan
mie terdiri dari campuran dua jenis terigu hard flour dan medium hard
flour. Pencampuran kedua jenis tepung tersebut dimaksudkan untuk
mendapatkan konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan
menghasilkan tekstur, konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang
bersangkutan (Astawan, 2008).
F. Tepung Tapioka
Tapioka kaya karbohidrat dan energi. Tapung ini juga tidak
mengandung

gluten,

sehingga

aman

bagi

yang

alergi.

Karena

mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel


kanker. Secara awam, tapioka sering disebut sebagai tepung. Walaupun
sama-sama berasal dari singkong, sesungguhnya tapioka sangat berbeda
dengan tepung singkong. Tapioka bersifat larut di dalam air, sedangkan
tepung singkong tidak larut. Tapioka biasanya digunakan sebagai bahan
pengental kuah ataupun sebagai bahan pengisi pada kue-kue kering
(Anonim, 2011c).
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri
makanan untuk mengikat air dalam adonan. Salah satu bahan yang
digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah

untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat


pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas
produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari adonan
(Azwar, 1995).
Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari
umbi singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan
denganampasnya.Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian
yang mengendap tersebutselanjutnya dikeringkan dan digiling hingga
diperoleh butiran-butiran pati halusberwarna putih, yang disebut tapioka
(Anonim, 2011c).
Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstrak ubi kayu
melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati
dan pengeringan. Pati terdiri dari dua komponen yang dapat dipisahkan
yaitu amilosa dan amilopketin. Perbandingan amilosa dan amilopektin
secara umum adalah 20% dan 70% dari jumlah pati total. Kedua jenis pati
ini mudah dibedakan berdasarkan reaksinya terhadap iodium, yaitu
amilosa berwarnabiru dan amilopektin berwarna kemerahan. Kadar pati
pada ubi kayu yaitu 65,5-74,1% (Astawan, 2008).
Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan
bahan pengikat dalam industri pangan, seperti dalam pembuatan puding,
sup, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi,
dan lain sebagainya. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan baku
pewarna putih alami pada industri pangan dan industri tekstil. Umumnya
tapioka digunakan sebagai pengental pada tumisan karena efeknya
bening dan kental saat dipanaskan. Tepung sagu juga dapat digunakan

untuk mengentalkan, hanya saja warna yang di hasilkan sedikit keruh.


Tapioka tidak cocok digunakan untuk gorengan karena menyerap minyak
dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain sebagai pengental,
tapioka juga digunakan untuk pengenyal padabakso, pengganti sagu pada
pempek palembang, juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga yang
membuat cendol berbahan baku tapioka. Bila kita jalan-jalan kemal, sering
kali kita menemukan penjual minuman bubble drink yang sebenarnya
terbuat dari tepung tapioka (Anonim, 2011c).
Pati ubi kayu atau tapioka adalah hasil ekstraksi dari ubi kayu yang
banyak digunakan untuk industri. Kandungan pati dalam ubi kayu berkisar
antara 19-21%. Proses pemisahan pati bervariasi mulai dari industri
rumah atau pengrajin sampai dengan skala industri besar (Fardiaz, 1986).
Pati terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa yang larut dalam air panas
serta mempunyai struktur lurus dengan ikatan 1,4-D glukosa, dan fraksi
kedua adalah amilopektin yang tidak larut dalam air panas serta memiliki
cabang dengan ikatan 1,4 dan 1,6 D glukosa sebanyak 4-5 % dari
keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Winarno, 2004).
Menurut Anonim (2011c), Kandungan gizi tapioka per 100 gram
dapat di lihat pada tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Zat gizi per 100 g Tapioka.
Zat Gizi
kadar
Energy (kkal)
358
Protein (g)
0,19
Lemak Total (g)
0,02
Karbohidrat (g)
88,69
Serat pangan (g)
0,9
Kalsium (mg)
20
Besi (mg)
1,58
Magnesium (mg)
1
Fosfor (mg)
7

Kalium (mg)
11
Natrium (mg)
1
Seng (mg)
0,12
Tembaga (mg)
0,02
Mangan (mg)
0,11
Selenium (mg)
0,8
Asam folat (g)
4
Sumber: http://www.nutritionanalyser.com
Syarat-syarat mutu tepung tapioka menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Standar Mutu Tepung Tapioka
No
Persyaratan
Satuan
.
1.
Kadar air
% b/b
2.
Kadar abu
% b/b
3. Serat dan benda asing
% b/b
4.
Derajat putuh
%
5.
Kekentalan
Engler
6.
Derajat asam
ml 1N NaOH/100g
7.
Timbal
mg/kg
8.
Tembaga
mg/kg
9.
Seng
mg/kg
10.
Raksa
mg/kg
11.
Arsen
mg/kg
12.
Angka lempeng total
Koloni/g
13.
E.Coli
Koloni/g
14.
Kapang
Koloni/g
Sumber : Rampengan, dkk., 1985.

Jumlah
Maks.15
Maks 0.6
Maks 0.6
Min 94.5
Min 3-4
Maks 3
Maks 1
Maks 10
Maks 40
Maks 0.05
Maks 0.5
Maks 1000.000
Maks 10
Maks 1000.000

Nilai energi dan karbohidrat tapioka tidak kalah dari nasi atau olahan
tepungterigu. Konsumsi 100 gram makanan olahan tapioka setara dengan
100 gram nasiatau roti. Karena itu, kurang tepat mengonsumsi makanan
olahan tapioka sebagaicamilan (Anonim, 2011c).
G. Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Sodium metabisulfit atau Natrium metabisulfit merupakan salah satu
pengawet makanananorganik. Senyawa yang memiliki penampakan
kristal atau bubuk berwarna putih ini bersifat mudah larut dalam air dan

sedikit larut dalam alkohol. Sodium metabisulfit memiliki berat molekul


190,12. Densitas kamba senyawa ini adalah 1,2-1,3 kg/l dan titik leburnya
150 C. Padatan sodium metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan
tampak berwarna kuning pucat hingga jernih (Anonim, 2011d).
Seperti umumnya buah-buahan mengalami pencokelatan setelah
dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk
reaksi pencoklatan akibat pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan
tersebut (browning enzymatic). Pencokelatan karena enzim merupakan
reaksi antara oksigen dan suatu senyawa

phenol yang dikatalisis

polyphenol oksidase (Widowati, 2005)


Menurut Tjahyadi (2000), penanggulangan reaksi enzimatik dan non
enzimatik pada kentang, dapat dicegah dengan dilakukan blansing dalam
larutan natrium metabisulfit selama 1 menit pada suhu 80-85 oC. Proses
blansing dengan larutan natrium metabisulfit selain dapat menonaktifkan
enzim yang menyebabkan pencoklatan, juga akan membuat penampakan
dari irisan kentang menjadi lebih baik, dimana blansing dapat membuat
sel membran bahan menjadi lebih permeabel yang akan membantu dalam
proses pengeringan.
Menurut Buckle et al., (1987), dalam konsentrasi tinggi, penggunaan
sulfit akan ditolak karena akan berpengaruh kepada rasa dari bahan
makanan, dimana sulfit akan bergabung dengan komponen aldehida dan
keton dari beberapa bahan pangan.
Batas maksimum penggunaan Na-metabisulfit yang dapat digunakan
dalam pengolahan bahan makanan menurut Departemen Kesehatan RI

adalah 2 g/kg berat bahan. FDA menyarankan maksimum penggunaan


sulfit pada level konsentrasi 2000 ppm (Desrosier, 1988).
H. Bahan Tambahan pada Pembuatan Mie
1. Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan
mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak
muda terputus-putus.Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan
saos mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya
saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan
menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2008).
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur
terdapat

lechitin.Selain

sebagai

pengemulsi,

lechitin

juga

dapat

mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan


adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang
seragam (Astawan, 2008).
Membuat mie sebenarnya sangat mudah, cepat, praktis dengan
bahan yang sederhana.Ditambahkan kuning telur juga lebih baik, namun
airnya harus dikurangi. Karena kuning telur kadar airnya sekitar 50 ml.
maka air yang akan digunakan sebaiknya dikurangi agar campurannya
pas (Anonim, 2007).
2. Garam
Garam dapur selain untuk memberi rasa, juga memperkuat tekstur
mie, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, serta untuk mengikat
air. Garam dapur akan menghambat aktivitas enzim amylase sehingga

mie tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan


(Astawan, 2008).
Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan lembaran
adonan dan mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam pembuatan mie
pada umumnya ditambahkan 2-3% garam ke dalam adonan mie. Jumlah
ini

merupakan

control

terhadap

-amilase

jika

aktivitas

rendah

(Widyaningsih dan Murtini, 2006).


3. Air
Air berfungsi sebagai media rekasi antara gluten dengan karbohidrat,
larutan garam dan membentuk sifat kenyal gluten.Air yang digunakan
sebaiknya memiliki pH 6-9.Makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan
tidak mudah patah karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya
pH.Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan
sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa (Astawan, 2008).
Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 23-38% dari
campuran bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38% adonan akan
menjadi sangat lengket dan jika kurang 28% adonan akan menjadi sangat
rapuh sehingga sulit dicetak (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi
antara glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat
kenyal dari glutein (Soenaryo, 1985).
4. CMC (Carboxylmetil Cellulose)
Carboxymethyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang
baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator,

pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat


meratakan penyebaran antibiotic. Pada pembuatan es krim CMC akan
memperbaiki tekstur dan Kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus
(Winarno, 2004).
Sebagai

pengemulsi,

CMC

sangat

baik

untuk

memperbaiki

penampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental,


CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap
dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz,1986).
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan
yang tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik
dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau
bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan
dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Suryani, et al.,
2002).
Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC
dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air,
mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang
ditambahkan untuk pembuatan mie antara 0,5-1% dari berat tepung
terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang
terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
5. Sodium Karbonat (Soda abu)
Sodium karbonat atau soda abu merupakan campuran dari natrium
karbonat dan kalium karbonat (perbandingan1:1). Berfungsi untuk
mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas

mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal


(Astawan, 2008).
Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada
proses pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang
dibuat dari air rendaman abu merang padi. Pada air qi ini tinggi
kandungan mineralnya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bahan pengembang seperti amonium karbonat atau ammonium
bikarbonat juga digunakan. Tapi garam-garam ini terurai pada suhu tinggi.
Garam KHCO3 jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan sedikit
menimbulkan rasa pahit (Winarno, 2004).

Soenaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam


fosfat telah sejak dulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie.
Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan
kehalusan tekstur (Na2CO3).
I. Metode Pembuatan Mie
Oh, et al., (1983) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan segar
meliputi pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan
pemotongan.
1. Pencampuran
Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu
dengan larutan alkali kedalam suatu alat yang disebut mixerdan diaduk
secara otomatis. Tujuannya agar tepung terigu terhidrasi (menyerap air)
sehingga bercampur dengan merata. Penambahan air menyababkan

serat-serat gluten mengembang karena gluten menyerap air (Ubaidillah,


2000).
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali
minyak kacang. Pencampuran dapat dengan tangan atau mixer sampai
membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal
dengan tangan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan


air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan
dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat
adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang
ditambahkan, waktu pengadukan dan temperature (Soenaryo, 1985).
Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air
yang ditambahkan, lama pengadukan, dan suhu adonan. Air yang
ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika
penambahan air lebih dari 38%, adonan akan menjadi basah dan lengket.
Bila penambahan air kurang dari 28% menyebabkan adonan menjadi
keras, rapuh dan sulit untuk dibentuk menjadi lembaran (Astawan, 2008).
2. Pengadukan
Proses pengadukan menyebabkan serat glutein sering tertarik
tersusun berselang dan terbungkus dalam pati sehingga diperoleh adonan
yang lunak dan elastis. Adonan yang baik dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya jumlah air yang ditambahkan tergantung dari jenis

tepung terigunya, sekitar 28-38%. Semakin lama penyimpanan terigu


semakin sedikit air yang ditambahkan. Jika jumlahnya melebihi batas
38%, biasanya adonan menjadi basah dan menyulitakan dalam proses
selanjutnya. Jika kurang adonan menjadi rapuh. Keadaan mutu adonan
juga dipengaruhi oleh kelembapan suhu sekelilingnya (Ubaidillah, 2000).
Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya
dicampur dan diaduk dalam mixerberkapasitas 125 kg selama 2 menit.
Selanjutnya, ditambahkan larutan pengembang dan larutan telur untuk
jenis mie kering tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang
dicirikan dengan struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis,
tidak lengket, dan tidak mudah terberai, lunak serta lembut (Astawan,
2008).
3. Pengepresan
Setelah mendapat adonan yang diinginkan, maka adonan tersebut
dimasukkan kedalam mesin pres (roll press). Dalam roll press serat gluten
yang tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan tekanan
diantara roller. Pengepresan ini dilakukan secara berulang-ulang melalui
pengaturan tekanan roller. Mula-mula tekanan ringan sampai tekanan
berat sehingga diperoleh lembaran adonan dengan keetebalan tertentu
yaitu tekstur yang diinginkan (Ubaidillah, 2000).
Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan
(feeder) masuk kedalam mesin roll press yang akan mengubah adonan
menjadi lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik keatu
arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya kehalusan dan elastisitas mie. Tujuan tersebut dicapai

dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang diantara dua rol logam.


Jarak antara rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran
yang diinginkan (Astawan, 2008).
4. Penyisiran (Slitting)
Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk
kedalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita
dengan selera konsumen (Ubaidillah, 2000).
Lembaran tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (Stiller)
yang berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang
bergelombang. Kerapatan gelombang ini dapat ditentukan dengan
mengatur kecepatan net stiller atau net steam (Astawan, 2008).
Proses pembentukan/pemotongan mie dilakukan dengan alat
pencetak mie (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan
oleh listrik. Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat
pencetak sehingga terbentuk mie yang panjang (Widianingsih dan Murtini,
2006).
5. Pengukusan (Steaming)
Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie
dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan
koagulasi gluten. Menurut Astawan, (2008) gelatinisasi ini dapat
menyebabkan:
-

Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi

penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie


Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie
Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih muda dimasak
sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan
cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%

Untaian mie diangkut oleh retainer secara perlahan-lahan melalui


terowongan (tunnel) yang penuh dengan uap air selama 80-90 detik
dengan menggunakan uap bertekanan 0,5-1 atm. Pengukusan ini
bertujuan agar mie menjadi matang (Ubaidillah, 2000).

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan MaretMei 2012, bertempat
di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu, Jurusan Teknologi
Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, baskom,
baki, alat pengukus, sendok, talenan, grinder, blender, timbangan analitik,
blower, panci, oven,gelas ukur, termometer, cawan, labu takar, desikator,
kejhedal, tanur, Erlenmeyer dan lain-lain.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar,
tepung tapioka, tepung terigu, kacang tunggak, garam, telur ayam,
natrium meta bisulfit, sodium karbonat, CMC, ragi tempe, minyak goreng,
H2SO4, HCL, NaOHdan lain-lain.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pasta ubi jalar
Ubi jalar sebanyak 500 gr dikupas, lalu dicuci dan kemudian diiris
tipis. Selanjutnya irisan ubi jalar diberi perlakuan yaitu: B 0= diblanching
tanpa larutan natrium metabisulfit pada suhu 100 oC selama 15 menit, B1=

diblanching dengan larutan Natrium Metabisulfit 0,2% (1 liter air dan 1 gr


Na2S2O5)pada suhu 100oC selama 15 menit. Kemudian ditiriskan lalu
dikukus dengan suhu 100oC selama 30 menit. Setelah dikukus dilakukan
penghalusan sehingga menghasilkan kukusan ubi jalar yang halus.
b. Pasta Kacang Tunggak
Kacang tunggak sebanyak 200 gr disortasi dengan membuang
kacang yang telah rusak dan berwarna lain. Kacang yang telah disortasi
direbus hingga mendidih. Setelah itu kacang tunggak setelah itu dibuang
kulit arinya lalu dicuci bersih. Kemudian dibagi 2 perlakuan yaitu: B0=
diblanching tanpa larutan natrium metabisulfitpada suhu 100 oC selama 15
menit, B1= diblanching dengan larutan Natrium Meta bisulfit 0,2% (1 liter
air dan 1 gr Na2S2O5)pada suhu 100oC selama 15 menit. Kemudian
diblender. Setelah itu di saring untuk mendapatkan kacang tunggak yang
halus.
c. Pasta Tempe dari kacang Tunggak
Kacang tunggak 200 gr disortasi dengan membuang kacang yang
telah rusak dan berwarna lain. Kacang yang telah disortasi direbus
hingga mendidih. Setelah mendidih kacang tunggak direndam selama
24 jam untuk menurunkan pH. Kacang yang telah direndam dikupas
kulitnya setelah itu Kemudian dibagi 2 perlakuan yaitu: B0= diblanching
tanpa larutan natrium metabisulfitpada suhu 100 oC selama 15 menit, B1=
diblanching dengan larutan Natrium Meta bisulfit 0,2% (1 liter air dan 1 gr
Na2S2O5)pada suhu 100oC selama 15 menit. kemudian dikukus. Setelah
dikukus kacang tunggak ditiriskan dan didiamkan hingga dingin. Setelah
dingin kacang tunggak ditaburi ragi tempe sebanyak 1 gr lalu diaduk
hingga merata. Setelah itu, dikemas dan disimpan beberapa hari hingga

menjadi tempe.Setelah menjadi tempe, tempe kacang tunggak dikukus.


Kemudian diblender hingga menghasilkan tempe yang telah halus.
d. Proses Pembuatan Mie
- Pencampuran tepung terigu, tepung tapioka, ubi jalar kukus dan kacang
tunggak dengan formulasi 55:15:20:10dengan perlakuan total 250 gr.
A1= tepung terigu+tapioka+ubi jalar kukus+pasta kacang tunggak
A2= tepung terigu+tapioka+ubi jalar kukus+pasta tempe kacang tunggak
- Penambahan bahan tambahan: Garam dapur 1,3%, sodium karbonat
-

0,3%, CMC 0,025%,telur 20 ml dan air 25 ml.


Semua bahan diatas di aduk selama 20 menit. Lalu didiamkan selama 15

menit agar adonan homogen.


Pembentukan lembaran adonan tersebut diatas dengan alat pembuat mie.
Pembentukan lembaran mie dilakukan berulang sampai lembaran baik

(tidak mudah robek) untuk dipotong atau dicetak.


- Pengukusan dengan suhu 100oC selama 12 menit.
- Pemotongan lembaran dengan menggunakan pencetak mie.
- Penegeringan dengan menggunakan blower suhu 65 0C selama 3 jam
- Dilakukan analisa kimia dan fisik terhadap mie.
D. Perlakuan Penelitian
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah:
A

B0

B1

A1B0
A2B0

A1B1
A2B1

B
A1
A2

Keterangan:
A: Perbandingan tepung yang digunakan 55%:15%:20%:10%
A1 = tepung terigu+ tapioca +kukusan ubi jalar+pasta kacang tunggak
A2 = tepung terigu+ tapioca +kukusan ubi jalar+pasta tempe kacang
tunggak
B:Perlakuan blanching pada suhu 100 oC, 15 menit terhadap Ubi jalar,
kacang tunggak, dan Tempe

B0 = tanpa Natrium metabisulfit


B1 = dengan Natrium metabisulfit 0,2% pada suhu 100 oC, 15 menit.
A. Prosedur Analisa
1 Analisa Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1997)
Cawan petri yang telah dicuci bersih dikeringkan dalam oven selama
15 menit lalu didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang beratnya.
Bahan sampel ditimbang sebanyak 2 gr dengan menggunakan wadah
cawan petri yang telah diketahui baratnya dan diovenkan pada suhu 1001050C selama 3 jam. Selanjutnya bahan yang didinginkan didalam
eksikator, lalu bahan tersebut ditimbang. Bahan kemudian dipanaskan
kembali dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam
eksikator lalu ditimbang. Perlakuan diulang hingga diperoleh berat konstan
(selisih penimbangan berturut-turut 0,2 mg). kadar air (KA) dihitung
dengan menggunakan rumus:
berat awalberat akhir
kadar air=
x 100
berat awal

2 Analisa kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)


Kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung
dalam suatu bahan. Bahan ditimbang sebanyak 2 gr lalu dimasukkan
kedalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipijarkan
kedalam muffle dengan suhu 600 0C sampai diperoleh abu berwarna
keputih-putihan. Selanjutnya dimasukkan kedalam eksikator setelah dingin
ditimbang
kadar abu=

berat bahanberat bahan setelah diabukan


x 100
berat bahan

3 Analisa Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997)

10 gram bahan diencerkan dalam labu takar 100 ml hingga tanda


tera. Selanjutnya diambil 10 ml larutan dan dimasukkan kedalam labu
kjedahl 500 ml dan ditambah10 ml asam sulfat pekat. Sampel kemudian
dididihkan sampai jernih. Setelah dingin dinding labu dicuci dengan
aquadest dan kembali didihkan selama 30 menit. Setelah ditambahkan
140 ml NaOH 30% dan 3 ml larutan asam borat kemudian dilakukan
destilasi. Destilat ditampung sebanyak 100 ml dalam Erlenmeyer yang
berisi 25 ml asam borat dan beberapa tetes indikator metal merah. Hasil
penampungan selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,02 N hingga berubah
warna menjadi abu-abu.
Nitrogen=

ml HCl x N HCl x 14,008


x 100
Berat Bahan

% Protein = % Nitrogen x Faktor kenversi

4 Daya Rehidrasi
Kecepatan rehidrasi diketahui berdasarkan waktu yang diperlukan
mie kering untuk menjadi basah kembali setelah perebusan. Proses
pengeringan dengan metode oven selama 100 detik dengan suhu 150 oC.
Mie kering ditimbang sebanyak 50 gr, kemudian mie dimasukkan kedalam
air mendidih dan dicatat waktunya yang dibutuhkan sampai menjadi
kembali seperti mie basah (sebelum dioven).
5 Uji Organoleptik (Rampengan dkk., 1985)

Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan


atau kelayakan suatu bahan agar dapat diterima oleh konsumen.
Pengujian ini meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur yang dilakukan oleh
15 panelis. Panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan
tingkat kesukaannya dengan skor digunakan adalah:
1 = Sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = agak suka
4 = suka
5 = sangat suka
B. Pegolahan Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan rancangan
acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan 2 kali pengulangan kemudian
data yang diperoleh disusun dan diolah dengan menggunakan teknis
analisis sidik ragam. Kemudian dilanjutkan dengan uji BNJ (beda nyata
jujur) apabila hasilnya berbeda nyata.
Skema Pembuatan Mie Kering
Ubi Jalar

pengupasan

Pengirisan dan penimbangan bahan

Blanching :
B0 = blanching tanpa natrium metabisulfit(suhu
100 oC, 15 menit)
B1 = blanching dengan natrium metabisulfit0,2%
(suhu 100 oC,15 menit)

pengukusan (100oC, 30 menit)

penghalusan

Pasta ubi jalar

Gambar 1. Diagram alir pembuatan pasta ubi jalar dengan pengukusan

Kacang Tunggak 200 gr

Perebusan

Pengupasan kulit

blanching:
B0 = blanching tanpa Natrium metabisulfit(suhu
100 oC,15 menit)
B1= blanching dengan natrium metabisulfit0,2%
(suhu 100 oC ,15 menit)

blender (+air 15 ml)

Pasta Kacang tunggak

Gambar 2. Diagram Alir pembuatan Pasta Kacang Tunggak

Kacang tunggak 200 g

perebusan hingga mendidih

Perendaman 24 jam (untuk menurunkan pH)

Pengupasan kulit

Blanching:
B0 = blanching tanpa Natrium metabisulfit(suhu 100 oC,15 menit)
B1 = blanching dengan Natrium metabisulfit0,2% (suhu 100 oC, 15 menit)

Pengukusan 20 menit

penirisan

Pemberian ragi tempe 1 g dan diaduk rata

Pembungkusan dan didiamkan pada suhu ruang 24 jam

Tempe kacang tunggak

pengukusan15 menit

Diblender (+air 15 ml)

Pasta Tempe Kacang tunggak

Gambar 3. Diagram Alir pembuatan pasta Tempe Kacang Tunggak

A1B0 = Tepung terigu 55%+ Tepung


tapioka 15%+Ubi jalar kukus
20%+pasta kacang tunggak
10% (Blancing tanpa natrium
metebisulfit)
A2B0=

A1B1= Tepung terigu 55%+ Tepung


tapioka 15%+Ubi jalar kukus
20%+pasta tempe kacang
tunggak 10% (Blancing dengan
natrium metebisulfit)

Tepung terigu 55%+ Tepung


tapioka 15%+Ubi jalar kukus
20%+pasta kacang tunggak
10% (Blancing tanpa natrium
metebisulfit)

A2B1= Tepung terigu 55%+ Tepung


tapioka 15%+Ubi jalar kukus
20%+pasta tempe kacang
tunggak
10%
(Blancing
dengan natrium metebisulfit)

Pencampuran Bahan

Pengadukan
selama 20 menit

Air 25 ml, telur 20


ml, CMC 0,025%,
garam
1,3%,
sodium karbonat
0,3%

Pembentukan Lembaran

Pengukusan 100oC, 12 menit


Analisa fisik dan
kimia:
- Analisa kadar air,
- Analisa kadar abu
- analisa
kadar
protein,
- daya rehidrasi,
- uji organoleptik

Pemotongan/pencetakan mie

Pengeringan 60oC, 3 Jam

Mie Kering

Gambar 4. Diagram Pembuatan Mie Kering

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN


Berikut ini merupakan hasil penelitian pada pembuatan mie kering
dengan perlakuan penambahan ubi jalar kukus,lumatan kacang tunggak
dan lumatan tempe kacang tunggak yang juga diberi perlakuan blanching
tanpa natrium metabisulfit dan diblanching dengan natrium metabisulfit 0,2
%. Parameter yang diamati antara lain, sifat kimia: analisa kadar air,
analisa kadar abu dan analisa kadar protein. Sifat fisik: daya rehidrasi.
Sifat organoleptik dengan uji sensorik secara hedonik meliputi warna,
aroma, rasa dan elastisitas mie kering.

A. Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalambahan makanan karena
dapat

mempengaruhikenampakan,

tekstur

serta

cita

rasa

makanan(Sudarmadji dkk, 1997).


Kadar air yang dihasilkan pada mie kering dengan kombinasi tepung
terigu, tepung tapioka, ubi jalar kukus, kacang tunggak (pasta) dan
kombinasi tepung terigu, tepung tapioka, ubi jalar kukus, tempe kacang
tunggak (pasta) berkisar antara 10 % - 11% pada penambahan ubi jalar
kukus dan pasta kacang tunggak yang diblanching tanpa natrium
metabisulfit memiliki kadar air 10 % dan yang diblanching dengan natrium
metabisulfit memiliki kadar air 7,56%. Sementara itu kadar air mie yang
terbuat dari penambahan ubi jalar kukus dan pasta tempe kacang tunggak
yang diblanching tanpa natrium metabisulfit memiliki kadar air 11,02% dan
yang diblanching dengan natrium metabisulfit memiliki kadar air 9,78%.
12
10

11.02
10

8
6
Kadar Air (%)
Blanching tanpa Natrium metabisulfit
4

9.78
7.56

Blanching dengan Natrium metabisulfit

2
0

Ubi Jalar Kukus + Ubi


pasta
Jalar
Kacang
KukusTunggak
+ pasta Tempe Kacang Tunggak

Perbandingan Bahan

Gambar 5. Hasil analisa Kadar Air Mie kering


Hasil analisa sidik ragam kadar air mie kering (Lampiran 1)
dipengaruhi sangat nyata oleh penambahan pasta ubi jalar,pasta kacang
tunggak dan pasta tempe kacang tunggak yang diblanching tanpa dan

dengan penambahan natrium metabisulfit pada taraf 5% dan 1%.


Sedangkan pada uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) memperlihatkan
bahwa penambahan pasta ubi jalar, pasta kacang tunggak dan pasta
tempe kacang tunggak dengan perlakuan blanching tanpa dan dengan
penambahan natrium metabisulfit tidak berbeda nyata terhadap mie kering
yang dihasilkan.
Hasil analisa kadar air menunjukkan bahwa jumlah kadar air tertinggi
terdapat pada perlakuan blanching dengan natrium metabisulfit. Hal ini
dikarenakansemakin lama bahan direndam dalam larutan natrium
metabisulfit, maka kadar air yang dihasilkan semakin rendah. Menurut
Winarno (2004), bahwa keterikatan air dalam bahan bebeda-beda, bahkan
ada yang tidak terikat. Kandungan air dalam bahan pangan dapat
dibedakan atas air bebas dan air terikat yang terdapat dalam jaringan
tenun bahan.
Selain itu, persentase kadar air dengan penambahan ubi jalar kukus
dan tempe kacang tunggak lebih tinggi dibanding penambahan ubi jalar
kukus dan kacang tunggak karena kadar air awal tempe kacang tunggak
(80%) yang telah jadi pasta lebih tinggi dibanding pasta kacang tunggak
(75%) dan kadar air ubi jalar kukus (77%) sehingga pada saat proses
pengeringan dengan suhu dan waktu yang sama mie kering dengan
penambahan ubi jalar kukus dan tempe kacang tunggak memiliki
kandungan kadar air air yang lebih tinggi.
Menurut

SNI

01-2974-1992,

kadar

air

mie

kering

dengan

penggorengan maksimal 10% (b/b), sedangkan yang menggunakan


proses pengeringan lain maksimal 14,5% (b/b). Hasil ini menunjukkan
bahwa kadar air mie kering yang dihasilkan masih dalam batasan SNI.

B. Kadar Abu
Kadar abu yang dihasilkan pada mie kering dengan kombinasi
tepung terigu, tepung tapioka, pasta ubi jalar, pasta kacang tunggak dan
kombinasi tepung terigu, tepung tapioka, pasta ubi jalar, pasta tempe
kacang tunggak berkisar antara 2,5% pada penambahan ubi jalar kukus
dan pasta kacang tunggak yang diblanching tanpa natrium metabisulfit
memiliki kadar abu

2,59% dan yang diblanching dengan natrium

metabisulfit memiliki kadar abu 2,69%. Sementara itu kadar abu mie yang
terbuat dari penambahanpasta ubi jalar dan pasta tempe kacang tunggak
yang diblanching tanpa natrium metabisulfit memiliki kadar abu 2,58% dan
yang diblanching dengan natrium metabisulfit memiliki kadar abu 2,65%.
2.7

2.69

2.68
2.66

2.65

2.64
2.62
Kadar Abu (%)
2.6
2.59
Blanching tanpa Natrium metabisulfit
2.58

Blanching dengan Natrium


2.58 metabisulfit

2.56
2.54
2.52

Ubi Jalar Kukus + pasta Kacang Tunggak

Perbandingan Bahan

Gambar 6. Hasil Analisa Kadar Abu Mie Kering


Hasil analisa sidik ragam kadar abumie kering (Lampiran 2)
dipengaruhi sangat nyata oleh penambahan pata ubi jalar, pasta kacang
tunggak dan pasta tempe kacang tunggak yang diblanching tanpa dan
dengan penambahan natrium metabisulfit pada taraf 5% dan 1% dan

berbeda nyata pada taraf 1%. Sedangkan pada uji lanjutan beda nyata
jujur (BNJ) memperlihatkan bahwa penambahan pasta ubi jalar, pasta
kacang tunggak dan pasta tempe kacang tunggak dengan perlakuan
blanching tanpa dan dengan penambahan natrium metabisulfit tidak
berbeda nyata terhadap mie kering yang dihasilkan.
Hasil analisa kadar abu tertinggi terdapat

pada

perlakuan

penambahan ubi jalar kukus dan kacang tunggak. Hal ini dikarenakan
kandungan mineral ubi jalar (393 mg)dan kandungan mineral yang
terdapat pada kacang tunggak lebih banyak jika dibandingkan dengan
tempe kacang tunggak yang telah mengalami penurunan selama proses
pengolahan hingga menjadi tempe. Kadar abu berasal dari unsur mineral
dan komposisi kimia yang tidak teruapkan selama proses pengabuan.
Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan,
biasanya ditentukan dengan cara pengabuan atau pembakaran (Pangloli
dan Royaningsih, 1998).
Blanching dengan natrium metabisulfit 0,2 % selama 30 menit
memiliki kadar abu lebih tinggi dibanding blanching tanpa natrium
metabisulfit karena proses blanching dengan perendaman natrium
metabisulfit danpengeringan akan meningkatkan kadar abu. Menurut
Apandi (1984), bahwa perlakuan pengeringan dengan sulfur dioksida
(SO2) yang biasa digunakan dalam pengeringan merusak thiamin, yang
tidak rusak oleh pengeringan adalah karoten, riboflavin, niasin dan asam
folat; juga Ca dan Fe tidak hilang.
Penambahan ubi jalar kukus, kacang tunggak, dan kacang tunggak
tidak mempengaruhi kadar abu secaranyata, dimana hal ini sudah sesuai

dengan standar SNI, yaitu kadar abu untuk mie kering berkisar antara 1
3%.
C. Kadar Protein
Protein merupakan zat makanan yang amatpenting bagi tubuh
karena zat ini selain berfungsisebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsisebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno,2004).
Kadar protein yang dihasilkan pada mie kering dengan kombinasi
tepung terigu, tepung tapioka, pasta ubi jalar, pasta kacang tunggak dan
kombinasi tepung terigu, tepung tapioka, pasta ubi jalar, pasta tempe
kacang tunggak berkisar antara 12 -14% pada penambahan ubi jalar
kukus dan pasta kacang tunggak yang diblanching tanpa natrium
metabisulfit memiliki kadar protein 14,05% dan yang diblanching dengan
natrium metabisulfit memiliki kadar protein 13,74%. Sementara itu kadar
protein mie kering yang terbuat dari penambahan ubi jalar kukus dan
tempe kacang tunggak yang diblanching tanpa natrium metabisulfit
memiliki kadar protein 13,03% dan yang diblanching dengan natrium
metabisulfit memiliki kadar protein 13,15%.
14.2

14.05

14
13.8

13.74

13.6
13.4
Kadar Protein (%)
13.2
Blanching tanpa Natrium metabisulfit
13

13.15
13.03 metabisulfit
Blanching dengan Natrium

12.8
12.6
12.4

Ubi Jalar Kukus + pasta Kacang Tunggak

Perbandingan Bahan

Gambar 7. Hasil Analisa Kadar Protein Mie Kering


Hasil analisa sidik ragam kadar protein mie kering (Lampiran 3)
dipengaruhi

nyata oleh penambahan pasta ubi jalar, pasta kacang

tunggak dan pasta tempe kacang tunggak yang diblanching tanpa dan
dengan penambahan natrium metabisulfit pada taraf 5%.Sedangkan pada
uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) memperlihatkan bahwa penambahan
pasta ubi jalar, pasta kacang tunggak dan pasta tempe kacang tunggak
dengan perlakuan blanching tanpa dan dengan penambahan natrium
metabisulfit tidakberbeda nyata terhadap mie kering yang dihasilkan.
Hasil analisa kadar protein menunjukkan bahwa jumlah kadar protein
yang tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan pasta ubi jalar dan
pasta kacang tunggak dan diblanching tanpa penambahan natrium
metabisulfit. Hal ini dikarenakan kandungan protein tertinggi terdapat pada
kacang tunggak dibanding olahannya tempe. Menurut Anonim (2011b)
kacang tunggak mengandung protein 25%. Pada saat diolah menjadi
tempe

terjadi

proses

perendaman

dan

pemasakan

yang

dapat

mempengaruhi hilangnya protein, selama perendaman protein turun


sebanyak 1,4%. Hal ini sesuai dengan pendapat Harli (2004), bahwa cara
pemasakan (perebusan/ pengukusan)mempengaruhi kehilangan protein
selama proses pembuatannya. Semakin lama pengukusan semakin
banyak protein yang hilang. Antara pengukusan dan perebusan tidak jauh
berbeda dalam kehilangan proteinnya. Dengan cara pengukusan akan
lebih cepat kering dibandingkan dengan perebusan.
D. Daya Rehidrasi

Waktu optimum rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan mie untuk


kembali mengabsorpsi air sehingga teksturnya menjadi kenyal dan elastis
seperti sebelum dikeringkan.
Daya rehidrasi yang dihasilkan pada mie kering dengan kombinasi
tepung terigu, tepung tapioka, pasta ubi jalar, pasta kacang tunggak dan
kombinasi tepung terigu, tepung tapioka, pasta ubi jalar, pasta tempe
kacang tunggak berkisar antara 8 menit pada penambahan pasta ubi jalar
dan pasta kacang tunggak yang diblanching tanpa natrium metabisulfit
memiliki daya rehidrasi 8menit 5 detik dan yang diblanching dengan
natrium metabisulfit memiliki daya rehidrasi8 menit. Sementara itu daya
rehidrasi mie kering yang terbuat dari penambahan ubi jalar kukus dan
tempe kacang tunggak yang diblanching tanpa natrium metabisulfit
memiliki daya rehidrasi8 menit 10 detikdan yang diblanching dengan
natrium metabisulfit memiliki daya rehidrasi8 menit.
8.12
8.1

8.1

8.08
8.06 8.05
Blanching tanpa Natrium metabisulfit
8.04
Daya Rehidradasi (Menit)
8.02
8
8

7.98
Blanching dengan Natrium metabisulfit
7.96
7.94
Ubi Jalar Kukus + pasta Kacang Tunggak
Perbandingan Bahan

Gambar 8. Hasil Analisa WaktuDaya Rehidrasi Mie Kering

Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan bahwa penambahan pasta


ubi jalar, pasta kacang tunggak dan pasta tempe kacang tunggak yang
diblanching tanpa dan dengan penambahan natrium metabisulfit

tidak

berpengaruh nyata terhadap daya rehidrasimie kering (Lampiran 4) pada


taraf 5% dan 1%.
Hasil pengukuran waktu rehidrasi optimum menunjukkan bahwa
penambahan bahan tambahan menyebabkan waktu rehidrasi menjadi
lebih lama. Daya serap air berhubungan dengan kecepatan rehidrasi.
Semakin tinggi daya serap air maka rehidrasi akan semakin singkat begitu
juga sebaliknya (Budiyah, 2004). Daya serap air mie terigu lebih tinggi
dibanding daya serap air mie dengan penambahan ubi jalar kukus,kacang
tunggakdantempekacang tunggak.Karena terigu mengandung protein
dalam bentuk gluten sehingga sifatnya mudah dicampur, daya serap
airnya tinggi dan elastis. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988),
bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu,
maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang
plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur
spons bila dipanggang.Dan terbentuknya pori-pori pada mie yang akan
membuat mie mudah menyerap air pada saat pemasakan sehingga mie
terigu memerlukan waktu rehidrasi yang lebih singkat dibandingkan mie
dengan penambahan ubi jalar, kacang tunggak, dan tempe kacang
tunggak.
E. Uji Organoleptik
1 Warna

Warna produk pangan sangat menentukan penerimaan atau


penolakan konsumen terhadap produk tersebut. Menurut Winarno (2004),
penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa

faktor

diantaranya

citarasa,warna,

tekstur,

dan

nilai

gizinya.Penambahan bahan tambahan seperti pasta ubi jalar, pasta


kacang tunggak dan pasta tempe kacang tunggak serta diberikannya
perlakuan

blanching

dengan

menggunakan

natrium

metabisulfit

diharapkan dapat menambah kesukaan konsumen terhadap mie kering


yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik tehadap
warna yang dihasilkan dengan campuranpasta ubi jalar dan pasta kacang
tunggak serta pasta ubi jalar dan pasta tempe kacang tunggak yang
diblancing tanpa natrium metabisulfit dan diblanching dengan natrium
metabisulfit memiliki skore berkisar antara 3-3,5 yang berarti panelis agak
menyukai warna mie kering yang dihasilkan
3.6
3.5

3.53
3.46

3.4
3.3
3.2
WARNA (SKALA 1-5)
3.06
3.1
3
Blanching Tanpa Natrium Metabisulfit 3Blanching dengan Natrium
Metabisulfit
2.9
2.8
2.7
Ubi Jalar Kukus + Pasta Kacang Tunggak
Perbandingan Bahan

Gambar 9. Hasil uji hedonik terhadap warna mie kering

Tingkat kesukaan panelis terhadap warna mie yang dihasilkan yaitu


tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan jumlah perbandingan tepung dan
bahan tambahan yang digunakan sama sehingga warna yang dihasilkan
pada mie kering ini hampir sama.Hal ini menyebabkan panelis susah
untuk membedakan warna

mie yang dihasilkan. Warna mie yang

diblanching dengan natrium metabisulfit lebih terang dibanding mie yang


diblanching tanpa natrium metabisulfit. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tjahyadi (2000), bahwa proses blansing dengan larutan natrium
metabisulfit selain dapat menonaktifkan enzim yang menyebabkan
pencoklatan, juga akan membuat penampakan menjadi lebih baik.
Penelitian mie kering dengan penambahan ubi jalar, kacang tunggak
dan tempe kacang tunggak ini tidak menggunakan pewarna sehingga
warna mie yang dihasilkan pucat. Menurut Setianingrum dan Marsono
(1999), bahwa mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan
warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat
mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak
banyak padatan yang hilang.Semua ini termasuk sifat fisik mie yang
sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen.
2 Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang
tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung
ketika makanan masuk kedalam mulut (Winarno, 2004).

3.8

3.73

3.7
3.6
3.5
AROMA (SKALA 1-5)

3.46

3.46

3.4

3.26 dengan Natrium metabisulfit


Blanching tanpa Natrium Metabisulfit 3.3
Blanching
3.2
3.1
3
Ubi Jalar Kukus + Pasta Kacang Tunggak
Perbandingan Bahan

Gambar 10. Hasil uji hedonik terhadap aroma mie kering


Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik terhadap aroma mie
kering yang dihasilkan dengan campuran pasta ubi jalar dan pasta tempe
kacang tunggak yang di blanching dengan natrium metabisulfit memiliki
skor 3,73 yang berarti mie disukai panelis sedangkan yang diblanching
dengan natrium metabisulfit memiliki skor 3,46 (agak disukai panelis).
Sedangkan campuran pasta ubi jalar dan pasta kacang tunggak yang
diblanching dengan natrium metabisulfit memiliki skor 3,46 (agak disukai)
dan yang diblanching tanpa natrium metabisulfit skornya 3,26 (agak
disukai panelis). Hal ini dikarenakan aroma khas tempe pada mie kering
yang dihasilkan lebih terasa dibanding aroma kacang tunggak.
3 Rasa
Hasil uji organoleptik terhadap rasa bertujuan untuk mengetahui
tingkat respon dari panelis mengenai kesukaannya terhadap mie yang
dihasilkan pada masing-masing perlakuan. Hasil uji organoleptik terhadap
rasa mie kering yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

3.7
3.6

3.6
3.46

3.5
3.4
3.3

3.26

RASA (SKALA 1-5)

3.2
3.13
Blanching tanpa Natrium metabisulfit Blanching dengan Natrium metabisulfit
3.1
3
2.9
2.8
Ubi Jalar Kukus + Pasta Kacang Tunggak
Perbandingan Bahan

Gambar 11. Hasil uji hedonik terhadap rasa mie kering


Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik terhadap rasa mie
kering yang dihasilkan dengan campuran pasta ubi jalar dan pasta tempe
kacang tunggak yang di blanching dengan natrium metabisulfit memiliki
skor 3,26 yang berarti agak disukai panelis sedangkan yang diblanching
dengan natrium metabisulfit memiliki skor 3,46 yang berarti agak disukai
panelis. Sedangkan campuran pasta ubi jalar dan pasta kacang tunggak
yang diblanching dengan natrium metabisulfit memiliki skor 3,13 (agak
disukai) dan yang diblanching tanpa natrium metabisulfit skornya 3,6
(disukai panelis). Tingkat kesukaan panelis berbeda-beda apalagi
perbandingan jumlah tepung dan bahan tambahan yang digunakan pada
pembuatan mie kering sama. Hal inisesuai dengan pendapat Soekarto
(1985), bahwa rasa merupakanfaktor yang penting dalam memutuskan
bagi konsumen untukmenerima atau menolak suatu makanan. Meskipun
parameter lainnilainya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai, maka
produkakan ditolak.

4 Elastisitas
Hasil uji organoleptik dengan metode hedonik terhadap tekstur mie
kering yang dihasilkan dengan campuran pasta ubi jalar dan pasta tempe
kacang tunggak yang di blanching dengan natrium metabisulfit memiliki
skor 2,6 yang berarti agak disukai panelis sedangkan yang diblanching
dengan natrium metabisulfit memiliki skor 2,73 (agak disukai panelis).
Sedangkan campuran pasta ubi jalar danpasta kacang tunggak yang
diblanching dengan natrium metabisulfit memiliki skor 2,9 (agak disukai)
dan yang diblanching tanpa natrium metabisulfit 3,33 (agak disukai
panelis).
3.5
3

3.33
2.93

2.73
2.6

2.5
2
ELASTISITAS (SKALA 1-5)
blanching tanpa Natrium metabisulfit

1.5
blanching dengan Natrium metabisulfit
1
0.5

0
Ubi Jalar Kukus + Pasta Kacang Tunggak
Perbandingan Bahan

Gambar 12. Hasil uji hedonik terhadap elastisitas mie kering


Tingkat kesukaan panelis terhadap elastisitas mie yang dihasilkan
yaitu tidak jauh berbeda. Panelis agak menyukai semua perlakuan hal ini
dikarenakan adanya penambahan atau subtitusi ubi jalar kukus, kacang
tunggak, dan tempe kacang tunggak yang menjadikan kandungan kadar
gluten yang ada pada terigu semakin berkurang dengan berkurangnya
jumlah tepung terigu yang disubtitusi tersebut. Menurut Astawan (2008),

tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten pada saat


terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie yang
dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan
mie. Jika penggunaan terigu tersebut dikurangi dan diganti dengan
penambahan ubi jalar kukus, kacang tunggak dan tempe kacang tunggak
maka mengakibatkan mie yang dihasilkan mudah putus dan menurunkan
penilaian panelis terhadap elastisitas mie.
V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penambahan ubi jalar kukus dan pasta kacang tunggak yang
diblanching tanpa dan dan dengan natrium metabisulfit memiliki
kandungan gizi (protein) lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penambahan ubi jalar kukus dan pasta tempe kacang tunggak yang
2.

diblanching tanpa dan dengan natrium metabisulfit.


Mie yang dihasilkan dari penambahan ubi jalar kukus, kacang tunggak
dan tempe kacang tunggak yang diberi perlakuan blanching tanpa
natrium metabisulfit dan blanching dengan natrium metabisulfit
berpengaruh nyata terhadap Kadar air, kadar abu dan kadar protein
pada taraf 5% dan 1%, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap daya

rehidrasi mie kering.


B. Saran
Perlu dicoba bahan tambahan ubi jalar dan kacang tunggak yang
sudah diblanching dan dikukus kemudian dikeringkan untuk dijadikan
tepung. Tepung tersebut akan sangat efisien bila digunakan sebagai
bahan tambahan mie yang bergizi dibanding cara pembuatan mie yang
dilakukan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,

2007. Kenali Produk-Produk Ini


Basah.http://www.Republika.co.id. Akses
2011, Makassar.

Dengan Baik; Mie


Tanggal 25 September

______,

2008. Mie. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1792974-mie/.


Akses Tanggal 25 September 2011, Makassar.

______, 2011a. Ubi Jalar. http://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar. Akses


Tanggal 25 September 2011, Makassar.
______,

2011b.
Potensi
Kacang
Tunggak.
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/398/. Akses Tanggal 25
September 2011, Makassar.

______,

2011c.
Tepung
http://www.scribd.com/doc/24470702/Tepung-Tapioka.
Tanggal 25 September 2011, Makassar.

______,

2011d.
Sodium
Metabisulfit.http://id.wikipedia.org/wiki/Sodium_metabisulfit.
AksesTanggal 25 September 2011, Makassar.

Tapioka.
Akses

Apandi, M., 1984. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni, Bandung.


Astawan,M., 2008. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Azwar, 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah. Skripsi,
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 2008.
Tanpa Kedelai Tetap Bisa Makan Tempe. Bogor
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton, 1987. Ilmu Pangan.
UIpress. Jakarta.
Budiyah, 2004. Pemanfaatan Pati dan Protein Jagung (Corn Gluten Meal)
dalam Pembuatan Mie Jagung Instan. Skripsi, Departemen
Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor.
Departemen Kesehatan RI., 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI


Pers.
Fardiaz, S., 1986. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Handayani, S.1994. Pangan dan Gizi.Surakarta: UNS.
Hildayati,

Rahma. 2005. Pengaruh Lama Perendaman Natrium


metabisulfit dan lama Pengeringan Terhadap Mutu Tepung
Sukun. Skripsi Departemen Teknologi Pertanian Universitas
Sumatera Utara.

Harli, Muhammad. 2004. Intisari Kado Tempe Buat Mama. PT. Gramedia:
Jakarta
Juanda, Dede., dan bambang Cahyono., 2000. Ubi Jalar, Budidaya dan
Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Juniawati, 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instan
Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi Departemen
Teknologi Pangan Dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Judoadmijojo, M., 1985. Pengolahan dan Pengawetan Pangan,
Pendidikan dan Latihan Tenaga Penyuluh Lapangan Spesialis
Industri Kecil Pengolahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.
Kent, N., 1975. Technology of Cereals. Pergamon Press Oxford, New York.
Kotecha, PM., and S.S. Kadam. 1998. Sweet Potato, in Handbook of
Vegetable Science and Technology (Salunkhe, D.K and S.S
Kadam eds). MarcelDekker Inc. New York.
Oh, N.H., D.A.Seib, C.W. Deyoe, and A.B. Ward.1985. The Surface
Firmness of Cooked Noodles from Soft and Hard Wheat Flours.
Cereal Chemistry.
Pangloli, Philipus dan Sri Royaningsih, 1988. Pembuatan Mie Basah
(boiled Noodle) Dari Campuran Terigu Dan Tepung Sagu.
Seminar Penelitian Pascapanen Pertanian: Prosiding, Bogor.
Pratitasari, 2007. Mengenal Mie, Yuk!!. Kompas, 25 Februari 2007.
Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-Dasar
Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts on Intermediate


MoistureFoods.I dalam Davies, K., G.G. Birch and K.J.
Parker.Intermediate Moisture Food.Applied Science Publ, Ltd,
London.
Sarwono, B. 2005. Membuat Tempe Oncom. Jakarta: Penebar Swadaya
Setianingrum, A.W. dan Marsono, 1999.Pengkayaan Vitamin A dan Vitamin
E dalam Pembuatan Mie Instan MenggunakanMinyak Sawit
Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari !998-2001, Jakarta.
SNI, 1992. Mie Kering. Departemen Perindustrian, Jakarta.
Soekarto, Soewarno. 1985. Panilaian Organoleptik. Jakarta: Bharata Kata
Aksara Soekarto, Soewarno. 1985. Panilaian Organoleptik. Jakarta:
Bharata Kata Aksara
Soenaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan
Teknologi Pangandan Gizi. IPB, Bogor.
Somaatmadja,
D.,
1985.
Pengolahan
DepartemenPerindustrian. BI HP, Bogor.

Teknologi

Pangan.

Steinbaeur, L.E. dan L.J. Kushman. 1971. Sweet Potato Culture and
Disease, Agriculture Hand Book No. 388 United State
Departement of Agriculture. Washington DD.C.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur
Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta
Suprapti, L. 2003. Pembuatan Tempe. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali, 2002. Teknologi Emulsi. IPB-Press,
Bogor.
Susanto, T. Dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.
Bina Ilmu. Surabaya.
Tjahyadi, N. 2000. Bertanam Cabai. Kanisius. Yogyakarta.
Ubaidillah, M., 2000. Penambahan Pengental pada Mie. Karya Ilmiah, FMIPA, USU, Medan.
Widyaningsih, T.B. dan E.S. Murtini, 2006.Alternatif Pengganti Formalin
Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Widowati, S., 2005. Buah Roti, Pangan Alternatif Pendamping


beras.http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/05/cakrawala/peneli
tian.htm, AksesTanggal 25 September 2011, Makassar.
Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

LAMPIRAN
Lampiran 01. Kadar Air Mie Kering (Basis Kering)
Lampiran 01a. Hasil Pengukuran Kadar Air
Bahan
Perlakua
dasar
n
ulangan
mie
Blanching ulangan 1
2
total
rata2
b0
9.96
10.04
20
10
a1
15.1
b1
7.57
7.55
2
7.56
22.0
b0
11.01
11.02
3 11.015
a2
19.5
b1
9.85
9.71
6
9.78
76.7
total
38.39
38.32
1 38.36
19.1
rata2
9.60
9.58
8
9.59
Sumber: Data Sekunder Penelitian Mie Kering, 2012

Keterangan:
A1 = pasta ubi jalar + pasta kacang tunggak
A2 = pasta ubi jalar+ pasta tempe kacang tunggak
B0 = blanching tanpa natrium metabisulfit
B1 = blanching dengan natrium metabisulfit 0,2%
Lampiran 01b. Tabel Analisis Sidik Ragam Terhadap
Kering
Sumber
keragaman
JK
DB
KT
F hit.
Bahan dasar mie
5.23
1 5.233 1,579.657**
Perlakuan
blanching
6.75
1 6.753 2,038.585**
Interaksi
0.73
1 0.726
219.174**
galat
0.01
4 0.003

Kadar Air Mie

F 5%
F 1%
7.709 21.198
7.709 21.198
7.709 21.198

Total
12.72
7
** : sangat berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Koefisien keragaman =
0,57%.
Lampiran 01c. Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh Bahan
dasar mie terhadap kadar air mie kering
Bahan dasar mie
BNJ 5%
BNJ 1%
pasta Ubi Jalar + pasta kacang
tunggak
a
A
pasta Ubi jalar + pasta tempe
b
B

kacang tunggak
Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.

Lampiran 01d. Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh blanching
terhadap kadar air mie kering
Perlakuan Blanching
BNJ 5%
BNJ 1%
Tanpa Na2S2O5
b
B
dengan Na2S2O5
a
A
Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.
Lampiran 01e. Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh interaksi
bahan dasar mie dan perlakuan blanching terhadap
kadar air mie kering
Bahan dasar mie
Perlakuan blanching
BNJ 5%
BNJ 1%
pasta Ubi jalar +
Tanpa Na2S2O5
b
B
pasta kacang
tunggak
Dengan Na2S2O5
a
A
pasta Ubi jalar +
c
C
pasta tempe Kacang Tanpa Na2S2O5
tungak
Dengan Na2S2O5
b
B
Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.

Lampiran 02. Kadar Abu Mie Kering


Lampiran 02a. Hasil Pengukuran Kadar Abu
Perlakua
Bahan
n
dasar mie blanching
ulangan 1
ulangan 2
b0
2.59
2.58
a1
b1
2.68
2.69
b0
2.57
2.59
a2
b1
2.63
2.62
total
10.47
10.48
rata2
2.62
2.62

total
5.17
5.37
5.16
5.25
20.95
5.24

rata2
2.585
2.685
2.58
2.625
10.48
2.62

Sumber: Data Sekunder Penelitian Mie Kering, 2012

Keterangan:
A1 = pasta ubi jalar+ pasta kacang tunggak
A2 = pasta ubi jalar + pasta tempe kacang tunggak
B0 = blanching tanpa natrium metabisulfit
B1 = blanching dengan natrium metabisulfit 0,2%
Lampiran 02b.Tabel analisis sidik ragam kadar abu Mie Kering
Sumber
keragaman
JK
DB
KT
F hit.
F 5%
Bahan dasar
mie
0.0021125
1 0.0021125 24.14** 7.709
0.010512 120.14*
Perlakuan
blanching
0.0105125
1
5
* 7.709
0.001512
Interaksi
0.0015125
1
5
17.28* 7.709
galat
0.00035
4 0.000087

F 1%
21.19
8
21.19
8
21.19
8

Total
0.0144875
7
** : sangat berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Koefisien keragaman =
0,35%.
* : berbeda nyata pada taraf 5%. Koefisien keragaman = 0,35%.
Lampiran 02c.Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh bahan dasar
mie terhadap kadar abu Mie Kering
Bahan dasar mie
BNJ 5%
BNJ 1%
pasta Ubi Jalar + pasta kacang tunggak
a
A
pasta Ubi Jalar + pasta tempe kacang
tunggak
a
A

Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.

Lampiran 02d. Uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh blanching
terhadap kadar abu Mie Kering
Blanching
BNJ 5% BNJ 1%
Tanpa Na2S2O5
a
A
Dengan Na2S2O5
a
A
Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.
Lampiran 02e. Tabel uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) pengaruh
interaksi bahan dasar mie dan perlakuan blanching
terhadap kadar abu Mie Kering
Bahan dasar mie
Perlakuan blanching
BNJ 5%
Tanpa Na2S2O5
a
pasta Ubi jalar + pasta
kacang tunggak
dengan Na2S2O5
b
Tanpa Na2S2O5
a
pasta Ubi jalar + pasta
tempe kacang tunggak
dengan Na2S2O5
ab
Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.

Lampiran 03. Kadar Protein Mie Kering


Lampiran 03a. Hasil Pengukuran Kadar Protein
Bahan
Perlakua
dasar
n
mie
blanching ulangan 1 ulangan 2
total
rata2
b0
14.47
13.62 28.09 14.045
a1
b1
13.72
13.75 27.47 13.735
b0
13.31
12.99
26.3 13.15
a2
b1
13.15
12.91 26.06 13.03
total
54.65
53.27 107.92 53.96
rata2
13.66
13.32 26.98 13.49
Sumber: Data Sekunder Penelitian Mie Kering, 2012

Keterangan:
A1 = pasta ubi jalar + pasta kacang tunggak
A2 = pasta ubi jalar + pasta tempe kacang tunggak
B0 = blanching tanpa natrium metabisulfit
B1 = blanching dengan natrium metabisulfit 0,2%
Lampiran 03b. Tabel analisis sidik ragam terhadap kadar protein mie
kering
Sumber
keragaman
JK
DB
KT
F hit.
F 5% F 1%
11.591
21.19
Bahan dasar
mie
1.28
1
1.28
* 7.709
8
0.0924
21.19
Perlakuan
blanching
5
1 0.09245
0.837 7.709
8
0.0180
21.19
Interaksi
5
1 0.01805
0.163 7.709
8
0.11042
galat
0.4417
4
5
Total
1.8322
7
* : berbeda nyata pada taraf 5%. Koefisien keragaman = 2,45%.
Lampiran 03c. uji lanjutan beda nyata jujur pengaruh bahan dasar mie
terhadap kadar protein mie Kering
Bahan dasar mie
BNJ 5%
pasta ubi jalar + pasta kacang tunggak
a
pasta ubi jalar + pastatempe kacang tunggak
a

Ket : perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak
nyata.

Lampiran 04. Daya rehidrasi Mie Kering


Lampiran 04a. Hasil Pengukuran Daya Rehidrasi
Perlakua
Bahan
n
dasar mie blanching ulangan 1 ulangan 2
total
b0
7.7
7.6
15.3
a1
b1
7.5
7.7
15.2
b0
7.5
7.9
15.4
a2
b1
7.5
7.7
15.2
total
30.20
30.90
61.10
rata2
7.55
7.73
15.28

rata2
7.65
7.6
7.7
7.6
30.55
7.64

Sumber: Data Sekunder Penelitian Mie Kering, 2012

Keterangan:
A1 = pasta ubi jalar + pasta kacang tunggak
A2 = pasta ubi jalar + pasta tempe kacang tunggak
B0 = blanching tanpa natrium metabisulfit
B1 = blanching dengan natrium metabisulfit 0,2%
Lampiran 04b. Tabel analisis sidik ragam terhadap daya rehidrasi mie
kering
Sumber
keragaman
JK
DB
KT
F hit.
F 5%
F 1%
Bahan dasar
mie
0.00125
1 0.00125
0.04 7.709 21.198
Perlakuan
blanching
0.01125
1
0.01125
0.36 7.709 21.198
Interaksi
0.00125
1 0.00125
0.04 7.709 21.198
galat
0.125
4 0.03125
Total
0.13875
7
Ket: tidak berbeda nyata pada taraf 5%..

Lampiran 05. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna Mie Kering


Sampel
Panel
ratatotal
A2B
is
rata
A1B0
A1B1
A2B1
0
1
3
2
2
2
9
2,25
2
3
4
3
3
13
3,25
3
3
4
2
3
12
3
4
2
4
4
2
12
3
5
3
2
2
2
9
2,25
6
4
4
4
4
16
4
7
4
3
2
3
12
3
8
4
5
3
3
15
3,75
9
4
4
2
3
13
3,25
10
5
4
4
3
16
4
11
4
4
4
3
15
3,75
12
4
4
3
3
14
3,5
13
3
4
3
5
15
3,75
14
4
3
4
3
14
3,5
15
2
2
3
4
11
2,75
total
52
53
45
46
196
49
Rata- 3,4666 3,5333
3,0666 13,066 3,2666
rata
67
33
3
67
67
67
Keterangan:
A1B0 = pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching Tanpa Natrium
metabisulfit)
A1B1= pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching dengan Natrium
metabisulfit)
A2B0 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching Tanpa
Natrium metabisulfit)
A2B1 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching dengan
Natrium metabisulfit)
Skor:
5 = sangat suka
4 = suka

3 = agak suka
2 = agak tidak suka
1 = tidak suka

Lampiran 06. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma Mie Kering


Sampel
Pane
ratatotal
lis
rata
A1B0
A1B1
A2B0
A2B1
1
3
3
2
3
11
2,75
2
3
3
4
3
13
3,25
3
4
2
5
3
14
3,5
4
4
3
2
3
12
3
5
3
3
4
3
13
3,25
6
4
4
3
3
14
3,5
7
4
3
4
4
15
3,75
8
4
4
2
3
13
3,25
9
3
4
5
4
16
4
10
3
4
5
4
16
4
11
2
4
5
4
15
3,75
12
4
3
4
4
15
3,75
13
2
4
4
4
14
3,5
14
4
4
3
4
15
3,75
15
2
4
4
3
13
3,25
total
49
52
56
52
209
52,25
Rata- 3,2666 3,4666 3,7333 3,4666 13,933 3,4833
rata
67
67
33
67
33
33
Keterangan:
A1B0 = pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching Tanpa Natrium
metabisulfit)
A1B1= pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching dengan Natrium
metabisulfit)
A2B0 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching Tanpa
Natrium metabisulfit)
A2B1 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching dengan
Natrium metabisulfit)
Skor:
5 = sangat suka
4 = suka

3 = agak suka
2 = agak tidak suka
1 = tidak suka

Lampiran 07. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa Mie Kering


Sampel
Panel
ratatotal
A1B
is
rata
A1B1
A2B0
A2B1
0
1
3
3
3
3
12
3
2
3
3
4
3
13
3,25
3
4
2
2
2
10
2,5
4
3
2
3
4
12
3
5
3
4
3
2
12
3
6
2
3
2
3
10
2,5
7
5
4
3
4
16
4
8
4
3
4
4
15
3,75
9
4
3
3
4
14
3,5
10
4
4
5
4
17
4,25
11
4
3
3
3
13
3,25
12
4
4
4
4
16
4
13
3
4
3
4
14
3,5
14
4
3
4
4
15
3,75
15
4
2
3
4
13
3,25
total
54
47
49
52
202
50,5
Rata3,1333 3,2666 3,4666 13,466 3,3666
rata
3,6
33
67
67
67
67
Keterangan:
A1B0 = pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching Tanpa Natrium
metabisulfit)
A1B1= pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching dengan Natrium
metabisulfit)
A2B0 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching Tanpa
Natrium metabisulfit)
A2B1 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching dengan
Natrium metabisulfit)
Skor:
5 = sangat suka
4 = suka

3 = agak suka
2 = agak tidak suka
1 = tidak suka

Lampiran 08. Hasil Uji Organoleptik terhadap Elastisitas Mie Kering


ratatotal
Sampel
rata
Paneli
s
A2B
A1B0
A1B1
A2B1
0
1
3
2
3
1
9
2,25
2
4
2
2
2
10
2,5
3
3
2
3
1
9
2,25
4
3
2
2
3
10
2,5
5
2
4
2
2
10
2,5
6
2
3
2
3
10
2,5
7
5
4
4
3
16
4
8
4
2
2
2
10
2,5
9
3
2
2
3
10
2,5
10
3
4
5
5
17
4,25
11
5
3
2
2
12
3
12
3
4
3
4
14
3,5
13
3
4
2
2
11
2,75
14
3
4
3
4
14
3,5
15
4
2
2
4
12
3
total
50
44
39
41
174
43,5
Rata- 3,33333 2,93333
2,73333
rata
3
3
2,6
3
11,6
2,9
Keterangan:
A1B0 = pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching Tanpa Natrium
metabisulfit)
A1B1= pasta ubi jalar + pasta Kacang tunggak (Blanching dengan Natrium
metabisulfit)
A2B0 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching Tanpa
Natrium metabisulfit)
A2B1 = pasta ubi jalar + pasta Tempe Kacang tunggak (Blanching dengan
Natrium metabisulfit)
Skor:
5 = sangat suka

4 = suka
3 = agak suka
2 = agak tidak suka
1 = tidak suka

Lampiran 09. Gambar Bahan Baku pembuatan Mie Kering

Lampiran 10. Gambar Mie kering

Anda mungkin juga menyukai