Anda di halaman 1dari 98

UJI PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH CAIR

PETERNAKAN SAPI TERHADAP KESUBURAN


TANAH DAN PERTUMBUHAN KOMODITAS
TANAMAN KOPI (Coffea canephora)
(STUDI KASUS PADA PT. GREENFIELDS INDONESIA)

SKRIPSI

Oleh
PUTIH CAHYANING ATI
NIM 145100901111029

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
UJI PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH CAIR
PETERNAKAN SAPI TERHADAP KESUBURAN
TANAH DAN PERTUMBUHAN KOMODITAS
TANAMAN KOPI (Coffea canephora)
(STUDI KASUS PADA PT. GREENFIELDS INDONESIA)

Oleh
PUTIH CAHYANING ATI
NIM 145100901111029

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Teknik

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Putih


Cahyaning Ati dilahirkan di Gresik pada
tanggal 16 Agustus 1996 dari ayah yang
bernama H. Sun’an dan Ibu Hj. Zaituni.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK
Dharmawanita Tiremenggal pada tahun
2002, kemudian menyelesaikan
pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di MI Al-
Islami Tiremenggal pada tahun 2008,
kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Tingkat Pertama di SMPN 1
Sidayu dengan tahun kelulusan 2011, dan menyelesaikan
Seklah Menengah Atas di SMAN 1 Sidayu pada tahun 2014.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas , penulis
melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Brawijaya pada
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian
(2014-2018).
Semasa pendidikannya penulis aktif berorganisasi ditingkat
kampus diantaranya, Bendahar II Keluarga Mahasiswa Teknik
Lingkungan (KMTL) Periode 2014/2015 dan Bendahara Umum
Keluarga Mahasiswa Teknik Lingkungan (KMTL) Periode
2016/2017. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstra
kampus yaitu sebagai Sekeretaris Ikatan Alumni SMANSI
periode 2015/2016. Selain itu penulis juga aktif di berbagai
kepanitiaan diantaranya sebagai Bendahara KONGRES IMTLI
2016, Staff Perlengkapan Aksi Peduli Lingkungan IMTLI
Regional 4 2015, dan Staff Perlengkapan Green Evolution 2015.

v
Alhamdulillah dan terimakasih
atas segala karunia yang Telah Allah berikan,
Hingga sebuah karya tulis ini mampu
terselesaikam dengan baik.

Ku persembahkan karya tulis ini kepada kedua


orangtua yang selalu mengiringi langkahku
dengan kasih dan doa. Karena Doa, Motivasi
dan Ketulusan mempu menembus ruang tanpa
batas.

“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna)


kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mendapat hikmah itu
Sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan
yang banyak.
Dan tiadalah yang menerima peringatan
melainkan orang- orang yang berakal”.
(Q.S. Al-Baqarah: 269)

Kepada teman-teman terbaikku terimakasih juga


atas kehadiran dan kesediaan yang kalian berikan
untukku. Hidupku terlalu berat untuk
mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan
bantuan Tuhan dan orang lain. Tak ada tempat
terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama
sahabat-sahabat terbaik

vi
vii
viii
PUTIH CAHYANING ATI. NIM: 145100901111029. Uji Pengaruh
Pemberian Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap
Kesuburan Tanah dan Pertumbuhan Komoditas Tanaman
Kopi (Coffea canephora) (Studi Kasus Pada PT. Greenfields
Indonesia). Skripsi. Pembimbing: Dr. Ir. J Bambang Rahadi
W, MS dan Akhmad Adi Sulianto, STP, M. Eng.

RINGKASAN
Limbah cair peternakan memiliki kandungan bahan organik
yang tinggi, terutama limbah cair peternakan sapi. Limbah
peternakan sapi yang dihasilkan adalah berupa feses, urin, dan air
cucian kandang sapi. Limbah tersebut apabila tidak dimanfaatkan
akan menimbulkan dampak bagi lingkungan, menjadi sumber
penyakit, dapat memacu peningkatan gas metan dan juga
gangguan pada estetika dan kenyamanan. PT. Greenfields
Indonesia mengembangkan usaha di Kecamatan Wlingi-Blitar
dengan mendirikan peternakan sapi. Aktivitas dari peternakan sapi
tersebut tentu menghasilkan limbah cair dari kandang sapi.
Penelitian ini akan menguji pengaruh pemberian limbah cair
peternakan sapi terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan
tanaman kopi (Coffea canephora). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen lapang menggunakan RAK
(Rancangan Acak Kelompok) dengan perlakuan 0x (kontrol),
pemberian 1x, dan pemberian 2x. Selanjutnya untuk kelompok
yaitu petak 1, petak 2, dan petak 3. Kemudian dilakukan analisis
data dengan menggunakan uji ANOVA taraf kepercayaan 5%
dilakukan dengan program IBM SPSS Statistic 22, dan dilanjutkan
dengan uji lanjut Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah cair peternakan
sapi memberikan pengaruh yang kurang signifikan terhadap
kesuburan tanah. Komponen pertumbuhan tanaman kopi untuk
parameter tinggi tanaman menunjukkan peningkatan ditiap
minggunya. Untuk laju pertumbuhan tinggi tanaman kopi
cenderung menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
perlakuan pemberian 2x limbah cair. Parameter diameter tanaman
kopi memberikan pengaruh yang kurang signifikan antar
perlakuan. Tetapi dari minggu ke-2 hingga minggu ke-12
mengalami peningkatan. Sedangkan untuk laju pertumbuhan
ix
diameter kanopi menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan
baik pada perlakuan pemberian 1x maupun 2x. Parameter wiwilan
tanaman kopi meningkat pada pemberian 1x dan 2x. Pemberian
limbah cair peternakan sapi terhadap parameter ground cover
tanaman kopi memberikan pengaruh yang kurang signifikan antar
perlakuan. Begitupun juga dengan laju ground cover menunjukkan
perubahan laju yang fluktuatif.

Kata Kunci: Limbah Cair Peternakan Sapi, Komoditas Tanaman


Kopi, Kesuburan Tanah, Komponen Pertumbuhan

x
PUTIH CAHYANING ATI. NIM: 145100901111029 The Effect of
Liquid Manure to The Fertility of Soil and Coffea Plants
(Coffea canephora) (Case Study: PT. Greenfields Indonesia).
Final Assignment. Tutors: Dr. Ir. J Bambang Rahadi W, MS
dan Akhmad Adi Sulianto, STP, M. Eng.

SUMMARY
Liquid livestock waste has high organic consist of, especially
liquid waste from cow farms. The wastes are feces, urine, and
water used in cleaning the environment. Those wastes will have
negative impacts if not handled properly such as will cause
diseases, increasement in metane gases, and aestetic problems.
Green Fields Indonesia has developed cow barn devision in
Wlingi, Blitar by raising a cow barn. The activities of the barn
produces liquid wastes.this research will test the effect of cow barn
liquid waste on soil’s fertility at coffe plant (Coffe canephora). The
method used in this research was field experiment using
Randomized Block Design with three treatment for land application
these are 0 (control), 1, and 2 times application. The treatment was
conducted in three replication using different area. Data were then
analyzed using ANOVA test IBM SPSS Statictic 22 Program with
5% and continued with Tukey further test.
The result showed that cow barn liquid wastes gave less
significant effect to soil fertility. The plant for height parameter
showed an increase in each weekThe growth rate tend to show a
significant effect on. The diameter of plants canopy give less
significant effect between treatments, but on week 2 to week 12
had been increased. While the growth rate of canopy’s diameter
showed a significant influence both on treatment which had been
given one (1x) and two (2x) times application. The parameter of
“Wiwilan” coffe plants increased in one (1x) and two (2x) times
application. The treatment of cow barn liquid waste give less
significant effect to the ground cover parameter of coffe plants
between treatments. Likewise also with the ground cover rate
shows a fluctuating rate change.

Keywords: Liquid Waste Cattle Farm, Coffea Plants Commodity,


Soil Fertility, Growth Component
xi
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang atas segala rahmat dan hidayah- Nya, hingga
penyusun kegiatan penelitian untuk tugas akhir. Tugas Akhir ini
berjudul “Uji Pengaruh Pemberian Limbah Cair Peternakan
Sapi Terhadap Kesuburan Tanah dan Pertumbuhan
Komoditas Tanaman Kopi (Coffea canephora) (Studi Kasus
pada PT. Greenfields Indonesia)”. Penyusunan tugas akhir ini
merupakan salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana
Teknik di Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Keteknikan
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terim kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua, kakak, serta keluarga yang senantiasa
memberikan dukungan, semangat dan doa
2. Bapak Dr. Ir. J Bambang Rahadi W., MS selaku dosen
pembimbing satu yang telah memberikan arahan, bimbingan,
ilmu pengetahuan, wawasan dan saran selama proses
penyusunan tugas akhir
3. Bapak Dr. Eng. Akhmad Adi Sulianto, STP, M. Eng. selaku
dosen pembimbing dua yang telah memberikan arahan,
bimbingan, ilmu pengetahuan, wawasan dan saran selama
proses penyusunan tugas akhir
4. Ibu Dr. Eng. Evi Kurniati. STP. MT selaku dosen penguji atas
segala saran dan masukannya.
5. Ibu La Choviya H.,STP.MP.Ph.D selaku ketua jurusan
Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya.
6. Mikailla, Fauzan, Widya, Vida, Ayin, Faisal, Nisa, Yufli yang
senantiasa membantu selama pelaksanaan penelitian tugas
akhir sampai penyusunan laporan tugas akhir ini, juga telah
menjadi pendengar yang baik atas keluh kesah yang
disampaikan oleh penyusun.
7. Obby, Zulvi, Mbak Aulia, Mbak Wulan, Mas isnu, Mas Fadil,
Alfian, Anggit, Bagja, Icad, Saras, Dea, Fara, Suci, Ihsan,
Nanda, Lazu, dan Dicky, atas dukungan, semangat, tenaga,
dan waktu yang telah diberikan selama penelitian berlangsung.

xii
8. Keluarga Teknik Lingkungan Angkatan 2014 dan keluarga BPH
Adhibrata KMTL yang telah memberikan semangat dan doa
kepada penyusun
Penulis menyadari adanya keterbatasan pengetahuan,
referensi an pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan
masukan demi lebih baiknya penulisan tugas akhir ini. Akhirnya
harapan penyusun semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
penyusun maupun pihak lain yang membutuhkan.

Malang, Mei 2018

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

Teks Halaman
Cover .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ....................................................................... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................ viii
RINGKASAN ............................................................................. ix
SUMMARY ................................................................................ xi
KATA PENGANTAR ................................................................ xii
DAFTAR ISI ............................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 4
1.5 Batasan Masalah .................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 7


2.1 PT. Greenfields Indonesia ..................................................... 7
2.2 Kesuburan Tanah .................................................................. 8
2.3 Tanaman Kopi ..................................................................... 12
2.3.1 Asal Usul Tanaman Kopi .................................................. 12
2.3.2 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi ......................... 12
2.3.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi ......................................... 13
2.3.5 Budidaya Tanaman Kopi .................................................. 14
2.4 Limbah Peternakan Sapi ..................................................... 17
2.4.1 Karakteristik Limbah Sapi................................................. 17
2.4.2 Feses Sapi ....................................................................... 18
2.4.3 Urin Sapi .......................................................................... 18
2.5 Pupuk Organik .................................................................... 19
2.6 Penelitian Terdahulu ........................................................... 20
xiv
BAB III METODE PENELITIAN ................................................ 23
3.1 Tempat Penelitian dan Waktu ............................................. 23
3.2 Alat dan Bahan.................................................................... 24
3.2.1 Alat Penelitian .................................................................. 24
3.2.2 Bahan Penelitian .............................................................. 25
3.3 Metode Penelitian ............................................................... 25
3.4 Rancangan Penelitian ......................................................... 25
3.5 Tahapan Penelitian ............................................................. 27
3.5.1 Persiapan Tanah .............................................................. 29
3.5.2 Pengambilan Sampel Air Limbah ..................................... 31
3.5.3 Pemberian Air Limbah Peternakan Sapi Perah pada
Tanah .............................................................................. 32
3.5.4 Pemeliharaan dan Pegamatan pada Tanaman Kopi ........ 33
3.5.5 Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Sampel Tanah 36
3.6 Analisis Data ....................................................................... 37
3.7 Timeline Penelitian .............................................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 39


4.1 Kandungan Limbah Cair Peternakan Sapi PT. Greenfields
Indonesia ........................................................................... 39
4.2 Kandungan Tanah Awal ...................................................... 43
4.3 Pengaruh Limbah Peternakan Sapi Terhadap Tanah .......... 45
4.4 Iklim .................................................................................... 55
4.5 Kondisi Lahan Tanaman Kopi ............................................. 57
4.6 Pengaruh Limbah Cair Terhadap Tanaman Kopi ................ 59
4.6.1 Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap Tinggi
Tanaman Kopi ................................................................. 59
4.6.2.Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap Diameter
Kanopi Tanaman Kopi ..................................................... 62
4.6.3.Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap
Pertumbuhan Wwilan Tanaman Kopi ............................... 64
4.6.4.Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap Ground
Cover Tanaman Kopi ....................................................... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 71


5.1 Kesimpulan ......................................................................... 71
5.2 Saran .................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 73
LAMPIRAN ............................................................................... 81
xv
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Hara dan Air pada Pupuk Organik
Hewan .................................................................. 18
Tabel 2.2 Kandungan Unsur Hara Urin Berbagai Jenis Ternak . 19
Tabel 2.3 Standar Kualitas Unsur Makro Pupuk........................ 20
Tabel 3.1 Data Pengamatan Rancanngan Acak Kelompok ....... 26
Tabel 3.2 Sidik Ragam Anova................................................... 27
Tabel 3.3 Timeline Penelitian .................................................... 38
Tabel 4.1 Hasil Analisis Limbah Cair Peternakan Sapi.............. 39
Tabel 4.2 Kandungan Tanah Awal ............................................ 44
Tabel 4.3 Perbandingan Kandungan Limbah Cair dengan
Kandungan Tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan
............................................................................. 47
Tabel 4.4 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Tanah .. 55
Tabel 4.5 Data Iklim Wilayah Wlingi .......................................... 56
Tabel 4.6 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Tinggi
Tanaman Kopi ...................................................... 59
Tabel 4.7 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Laju
Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kopi ..................... 61
Tabel 4.8 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Diameter
Kanopi Tanaman Kopi .......................................... 63
Tabel 4.9 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Laju
Diameter Kanopi Tanaman Kopi ........................... 64
Tabel 4.10 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Jumlah
Wiwilan Tanaman Kopi ......................................... 65
Tabel 4.11 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Grund
Cover Tanaman Kopi............................................ 67
Tabel 4.12 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Laju
Grund Cover Tanaman Kopi ................................. 68

xvi
DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ................................................... 23
Gambar 3.2 Diagram Alir Tahapan Penelitian ........................... 28
Gambar 3.3 Ilustrasi Petak Tampak Atas.................................. 30
Gambar 3.4 Ilustrasi Grid untuk Cover ...................................... 30
Gambar 3.5 Ilustrasi Parit Tampak Atas ................................... 31
Gambar 3.6 Ilustrasi Parit Tampak Samping ............................ 31
Gambar 3.7 Waktu Pemberian Pupuk Cair Peternakan Sapi dan
Pengamatan ......................................................... 33
Gambar 3.8 Pengukuran Tinggi Tanaman dan Diameter Kanopi
Tanaman .............................................................. 35
Gambar 3.9 Tunas Air (wiwilan) ................................................ 35
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap
Tinggi Tanaman Kopi .......................................... 60
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap
Diameter Kanopi Tanaman Kopi .......................... 63
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap
Jumlah Wiwilan Tanaman Kopi............................ 66
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap
Ground Cover Tanaman Kopi .............................. 68

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman
Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Terdahulu (literatur) ............. 81
Lampiran 2 Hasil Analisis Uji Limbah Cair Peternakan Sapi ..... 83
Lampiran 3 Hasil Analisis Sampel Tanah untuk Tiap Perlakuan
pada 3 Petak .......................................................... 84
Lampiran 4 Prosedur Uji Sampel Tanah .................................. 87
Lampiran 5 Kriteria Peneilaian Hasil Analisis Tanah .............. 111
Lampiran 6 Data Curah Hujan................................................ 112
Lampiran 7 Data Kelembaban Udara dan Penyinaran Matahari
............................................................................. 113
Lampiran 8 Anova Kandungan Tanah .................................... 114
Lampiran 9 Anova Tinggi Tanaman Kopi ............................... 125
Lampiran 10 Anova Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kopi 132
Lampiran 11 Anova Diameter Kanopi Tanaman Kopi ............. 138
Lampiran 12 Anova Laju Pertumbuhan Diameter Kanopi Tana-
man Kopi .......................................................... 145
Lampiran 13 Anova Wiwilan Tanaman Kopi ........................... 151
Lampiran 14 Anova Ground Cover Tanaman Kopi ................ 157
Lampiran 15 Anova Laju Ground Cover Tanaman Kopi ......... 163
Lampiran 16 Dokumentasi ..................................................... 170

xviii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tahun 1980 – 2016 populasi sapi perah Indonesia
cenderung meningkat dengan pertumbuhan sebesar 5,26%.
Selama lima tahun terakhir dari tahun 2011 hingga 2015
populasi sapi perah turun dengan rata-rata sebesar 1,14%,
dimana penurunan tersebut terjadi pada tahun 2013. Pada
tahun 2011, peningkatan populasi sapi perah meningkat cukup
tajam, yaitu 22,27% atau 108,76 ribu ekor lebih banyak dari
tahun sebelumnya. Pada periode berikutnya pertumbuhan
populasi sapi perah masih meningkat, kecuali tahun 2013 terjadi
penurunan populasi sapi perah sebesar 150 ribu ekor.
Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya meningkat cukup
tajam, hingga pada tahun 2016 meningkat sebesar 125 ribu
ekor (Agustina, 2016).
Peningkatan jumlah sapi tersebut tentunya juga
menyebabkan peningkatan pada limbah yang dihasilkan.
Limbah merupakan bahan organik atau anorganik yang tidak
termanfaatkan lagi, sehingga dapat menimbulkan masalah
serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Limbah
yang dihasilkan dapat berupa limbah padat maupun limbah cair.
Adanya limbah tersebut, agar tidak mencemari lingkungan maka
diperlukan teknik pengolahan limbah dan pemanfaatan limbah
itu sendiri. Limbah cair peternakan memiliki kandungan organik,
nilai COD dan BOD yang tinggi, terutama limbah cair
peternakan sapi. Limbah peternakan sapi yang dihasilkan
adalah berupa feses dan urin. Limbah tersebut apabila tidak
dimanfaatkan akan menimbulkan dampak bagi lingkungan,
menjadi sumber penyakit, dapat memacu peningkatan gas
metan dan juga gangguan pada estetika dan kenyamanan.
Untuk satu ekor sapi dengan bobot 450 Kg dapat menghasilkan
feses dan urin lebih kurang 25 kg/ekor. Sektor peternakan
merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global
sekitar 18% lebih besar dari sumbangan sektor transportasi
dunia yang menyumbang sekitar 13,1%. Selain itu juga sektor
peternakan dunia juga menyumbang 37% gas metan dan 65%
dinitrogen oksida. Daur ulang limbah ternak mempunyai
1
peranan penting dalam mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan (Artiana, 2016).
Dampak dari pencemaran limbah peternakan sapi dapat
diminimalisir jika dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan
dengan baik. Pengelolaan suatu limbah yang baik dan tepat
oleh perusahaan, selain dapat menangani dan meminimalisir
pencemaran limbah juga dapat menambah pendapatan bagi
perusahaan peternakan sapi itu sendiri. Jadi limbah peternakan
tidak hanya menjadi beban bagi usaha peternakan sapi tetapi
menjadi hasil ikutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah
satu alternatif pemanfaatannya melalui pengelolaan dan
pemanfaatan limbah peternakan secara optimal untuk dijadikan
sebagai pupuk organik.
Pengolahan limbah peternakan sebagai bahan baku pupuk
harus dilakukan sesuai dengan kaidah alamiah, yaitu melalui
proses biokonversi. Biokonversi merupakan konversi dari suatu
limbah menjadi produk yang bermanfaat. Dari hasil uji coba
diperoleh informasi bahwa 1 kg bahan kering limbah
peternakan, yang terdiri atas gabungan feses, urin dan sisa
pakan menghasilkan 0,7 kg pupuk organik padat ”kascing”
(vermi compost), 3 liter pupuk organik cair (POC) dan 0,5 kg
biomassa cacing tanah. Pada tanaman sayuran jenis sawi putih
(pecay), penggunaan 1,5 ton ”kascing” dan 20 l POC
meningkatkan hasil kurang lebih 35% (Sudiarto, 2008).
PT. Greenfields Indonesia merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang peternakan dan pengolahan susu untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. PT.
Greenfields Indonesia sudah berdiri sejak tahun 1997 di
Kabupaten Malang, tetapi saat ini telah mengembangkan
usahanya dengan mendirikan pabrik di Ngadirenggo,
Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Kondisi di sekitar area
pabrik berbeda dengan kondisi pabrik di Kabupaten Malang.
Area sekitar pabrik yang berada di Kecamatan Wlingi
berbatasan dengan lahan yang dibudidayakan untuk tanaman
kopi. Aktivitas PT. Greenfields Indonesia menghasilkan limbah
padat dan cair. Limbah padat yang dihasilkan oleh PT.
Greenfields Indonesia dapat dikelola sendiri, sedangkan untuk
limbah cair dibuang di saluran air yang selanjutnya mengaliri
2
lahan warga sekitar sehingga dimanfaatkan sebagai pupuk cair.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 1 tahun 2010
tentang Tata Laksana Pengendalian Air, Lampiran V tentang
Pedoman Tata Cara Perizinan menyebutkan bahwa setiap
usaha dan/atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah
untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari
bupati/walikota, oleh karena itu PT. Greenfields Indonesia wajib
memiliki izin tertulis untuk mengalirkan limbah cairnya ke lahan
warga sekitar. Pemanfaatan air limbah pada tanah yang pada
umumnya dijadikan sebagai pupuk untuk kegiatan pertanian
tentu memiliki potensi dampak dari kegiatan pemanfaatan
tersebut, diantaranya yaitu dapat menyebabkan pencemaran air
karena runoff, pencemaran terhadap air tanah, dan/atau
pencemaran tanah. Oleh karena itu, setiap permohonan
perizinan lingkungan yang berkaitan dengan pemanfaatan air
limbah pada tanah dinilai mempunyai prioritas tinggi. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 juga mengatur
tentang pembaruan izin memanfaatkan air limbah ke tanah
untuk aplikasi pada tanah, untuk melakukan peninjauan
dokumen izin yang telah diterbitkan paling sedikit 5 (lima) tahun
sekali.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
limbah cair peternakan sapi di PT. Greenfields Indonesia
terhadap kualitas dan pertumbuhan komoditas tanaman kopi
(Coffea canephora). Penelitian tersebut diharapkan menjadi
salah satu upaya untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah
dan tanaman kopi (Coffea canephora) yang telah dialiri oleh
limbah cair peternakan sapi, sehingga dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya dalam menangani limbah cair
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh pemberian limbah cair peternakan
terhadap kesuburan tanah?
3
2. Bagaimana pengaruh pemberian limbah cair peternakan
terhadap pertumbuhan komoditas kopi (Coffea canephora)?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji pengaruh pemberian limbah cair peternakan sapi
terhadap kesuburan tanah
2. Mengkaji pengaruh pemberian limbah cair peternakan sapi
terhadap pertumbuhan komoditas kopi (Coffea canephora)

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Khusus
1. Sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi pencemaran
limbah cair peternakan sapi pada tanah dan tanaman.
2. Memberikan pengetahuan tentang pengaruh pemberian
limbah cair peternakan sapi pada tanah.
3. Memberikan pengetahuan tentang pengaruh pemberian
limbah cair peternakan sapi pada tanaman kopi (Coffea
canephora).

1.4.2 Manfaat Umum


1. Bagi mahasiswa, menambah wawasan dan pemahaman
dalam pengolahan tanah yang tercemar limbah cair
peternakan sapi.
2 Bagi akademisi, dapat dijadikan sebagai bahan referensi
untuk penelitian ilmiah lainnya yang masih berhubungan
dengan limbah cair peternakan sapi.
3 Bagi masyarakat, memberikan informasi pada masyarakat
bahwa tanaman kopi (Coffea canephora) dapat
dibudidayakan dengan limbah cair peternakan sapi sebagai
pupuk alami.

4
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini sebagai
berikut.
1. Limbah yang digunakan pada penelitian yaitu limbah cair
peternakan sapi.
2. Penelitian ini dilakukan dalam skala lapang.
3. Penelitian ini hanya membahas kandungan limbah cair
peternakan sapi yang terdapat pada tanah dan tanaman
kopi (Coffea canephora).
4. Parameter yang diamati yaitu komponen tanah dan
komponen pertumbuhan tanaman kopi (Coffea canephora).
5. Tanah tercemar limbah cair peternakan sapi didapat
dengan menambahkan limbah cair peternakan sapi.
6. Penelitian ini tidak meneliti mikroba tanah yang dapat
mereduksi limbah cair peternakan sapi.

5
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PT. Greenfields Indonesia


PT. Greenfields Indonesia berlokasi di Desa Babadan,
Dusun maduarjo, Kecamatan Ngajum, Malang Jawa Timur.
PT. Greenfields Indonesia dengan jarak dari kota malang ± 40
km berada pada ketinggian 1.200 meter diatas permukaan laut,
dengan suhu udara rata-rata 16-20ºC. Curah hujan dilokasi
cukup tinggi yaitu sekitar 2997 mm/tahun dengan kelembapan
sebesar 45%. Letak perusahaan dari pemukiman pendudukan 2
Km. Wilayah perusahan ditutupin dengan pagar tembok setinggi
2,5m dan diberi kawat duri pada ujung pagar. Pintu masuk
utama terbuat dari pagar besi dan ketinggian 2m dan pintu
masuk ke perusahan di tutupin dengan pagar besi otomatis
ketinggian 1,5m. Tanggal 14 Maret 1997, PT Greenfields
Indonesia dilahirkan oleh sekelompok usahawan Australia dan
Indonesia yang memiliki latar belakang, keahlian dan
pengalaman kuat di bidang agribisnis. Perusahaan dimulai
dengan mengembangkan tanah peternakan di Desa Babadan,
Gunung Kawi, Jawa Timur, suatu tempat dengan lingkungan
yang sangat ideal untuk sapi-sapi perah khusus yang
didatangkan dari Australia dengan tujuan agar produksi susu
tinggi. Bulan April 1999 dimulailah konstruksi fasilitas
pengolahan susu yang kemudian mulai beroperasi pada bulan
Juni 2000. Susu yang dihasilkan oleh peternakan ini merupakan
susu dengan mutu sangat tinggi serta memenuhi syarat terketat
dunia dalam mikrobiologi. PT Greenfields Indonesia
memproduksi susu pasteurisasi dan susu UHT dalam beberapa
jenis, rasa, dan ukuran kemasang yang berbeda. Peternakan
Greenfields memiliki lebih dari 4.000 ekor sapi Holstein yang
menghasilkan sekitar 20 juta liter susu murni setiap tahunnya
(Nugroho, 2017).
PT. Greenfields Indonesia mengembangkan usahanya
melalui pendirian pabrik/ peternakan sapi di Desa Ngadirenggo,
Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Kapasitas peternakan di
pabrik PT. Greenfields adalah sebanyak 10.000 ekor sapi.
Kondisi di sekitar pabrik di area ini berbeda dengan kondisi
pabrik di Kabupaten Malang. Area sekitar pabrik yang berada di
7
Kecamatan Wlingi berbatasan dengan lahan yang
dibudidayakan untuk tanaman teh (milik PTPN XI), kopi (milik
pihak swasta) dan rumput gajah (milik PT. Greenfields).

2.2 Kesuburan Tanah


Kualitas tanah merupakan kapasitas dari suatu tanah dalam
suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan
manusia atau ekosistem alami dalam waktu yang lama. Fungsi
tersebut merupakan kemampuannya untuk mempertahankan
pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan serta hewan,
mempertahankan kualitas udara dan air atau mempertahankan
kualitas lingkungan. Tanah berkualitas akan menumbuhkan
tanaman yang baik dan sehat (Plaster, 2003).
Prasetyo (2011) menyatakan bahwa kualitas tanah adalah
kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas
ekosistem dalam mendukung produktivitas biologi,
mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan
kesehatan makhluk hidup. Secara umum, terdapat tiga makna
pokok dari definisi kualitas tanah yaitu produksi berkelanjutan,
artinya seberapa tinggi kemampuan tanah dalam meningkatkan
produksi dan tahan terhadap bahaya erosi. Makna ke dua yaitu
peningkatan mutu lingkungan, artinya tanah diharapkan mampu
dalam mengurangi pencemaran air, tanah, udara, penyakit dan
kerusakan lingkungan sekitarnya. Makna ke tiga adalah untuk
kesehatan makhluk hidup.
Kualitas tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk
menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau
ekosistem, untuk menopang produktivitas biologi,
mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan
kesehatan tanaman, manusia, dan hewan (Soil Science Society
of America, 1994 dalam Winarso, 2005). Kualitas tanah dapat
diukur berdasarkan indikator-indikator kualitas tanah,
pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks
kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang
dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas
tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat
yang menunjukkan kapasitas dari fungsi tanah tersebut
(Partoyo, 2005).
8
Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal
kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok
dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat
dalam lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan suatu
spesies tanaman. Manajemen hara yang baik untuk produksi
tanaman adalah didasarkan pada pengetahuan tentang hara
yang dibutuhkan tanaman dan ketersediaan hara di dalam
tanah. Perawatan manajemen hara dapat didasarkan pada
jumlah hara yang terambil dari dalam tanah oleh tanaman saat
panen. Agar produksi tanaman dapat berhasil dan berkelanjutan
dalam waktu yang lama, tanah harus mengandung sejumlah
hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman, terutama nitrogen,
fosfor, dan kalium (Akbar, 2016).
Tingkat kesuburan tanah ditentykan oleh sifat-sifat
tanah, diantaranya yaitu sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi.
Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan
diteliti dengan warna tanah, tekstur tanah, kepadatan tanah,dan
lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat dasar tanah yang
memiliki derajat keasaman tanah atau pH yang berbeda-beda,
pemupukan yang dilakukan oleh manusia dan kandungan
organik serta mineral di dalam tanah itu sendiri. Sifat kimia
tanah berperan besar dalam menentukan sifat dasar inilah
kemudian dapat diteliti bagaimana memperlakukan dan
pembubidayaan tanah (Lubis, 2012).
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau
alkalin. Hal tersebut didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH-
dalam larutan tanah. Reaksi tanah yang menunjukkan sifat
kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai berdasarkan
konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Di Indonesia
pada umumnya tanah bereaksi masam dengan pH berkisar
antara 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering
telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan
tentang kebutuhan kapur, respon tanah terhadap pemupukan,
proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses
pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang
sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-
9
tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir
(Hardjowigeno 2007). Pada tanah dengan nilai KTK relatif
rendah, proses penjerapan unsur hara oleh koloid tanah tidak
berlangsung intensif, dan akibatnya unsur-unsur hara tersebut
akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di
tanah (infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak
tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Nilai KTK pada tapak
terganggu umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan
pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai KTK tanah tersebut
dapat disebabkan karena menurunnya kandungan bahan
organik tanah sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah
(Utami, 2009).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam menentukan
keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini dikarenakan
bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika
maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik
dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. Bahan organik tanah
sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik
dalam ekosistem tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat
mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan 16 biologi tanah yang
dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya
pemadatan tanah (Utami, 2009).
Unsur Nitrogen penting bagi tanaman dan dapat
disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Nitrogen
umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+
walaupun urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh
tanaman karena urea secara cepat dapat diserap melalui
epidermis daun. Pemberian N yang banyak akan menyebabkan
pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna
daun menjadi hiijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang
umur tanaman dan memperlambat proses pematangan karena
tidak seimbang dengan unsur lainnya seperti P, K dan S
(Nainggolan, 2009).
Di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor
organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya
10
terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan
organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih
sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 - 0,5 %. Tanah-tanah
tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami
P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa
memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat
defisiensi P (Hanafiah, 2007).
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial
sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan
dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat
oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai
endapan-endapan sekunder dan tercuci. Mineral Ca, Mg, dan K
bersaing untuk memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur
berada pada jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain,
maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap. Di
dalam tanah kalsium berada dalam bentuk anorganik, namun
dalam jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan
materi organik dalam humus (Utami, 2009).
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil.
Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan
magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada
daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah,
2007). Selain itu, masnesium merupakan pembawa posfat
terutama dalam pembentukan biji berkadar minyak tinggi yang
mengandung lesitin (Agustina, 2004).
Kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-
proses fisiolgis tanaman, seperti : (1) metabolisme karbohidrat,
pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme
nitrogen dan sintesa protein, (3) mengawasi dan mengatur
aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-asam
organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) mengaktifkan
berbagai enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan
meristematik, dan (7) mengatur pergerakan stomata dan hal-hal
yang berhubungan dengan air (Hardjowigeno, 2007).

11
2.3 Tanaman Kopi
2.3.1 Asal Usul Tanaman Kopi
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang
berasal dari Benua Afrika, tepatnya dari negara Ethiopia pada
abad ke-9. Suku Ethiopia memasukan biji kopi sebagai
makanan mereka yang dikombinasikan dengan
makananmakanan popok lainnya, seperti daging dan ikan.
Tanaman ini mulai diperkenalkan di dunia pada abad ke-17 di
India. Selanjutnya, tanaman kopi menyebar ke Benua Eropa
oleh seorang yang berkebangsaan Belanda dan terus
dilanjutkan ke negara lain termasuk ke wilayah jajahannya yaitu
Indonesia. Penyebaran tanaman kopi di Indonesia sudah terjadi
sejak tahun 1700-an, khususnya di Pulau Jawa. Selain di Pulau
Jawa, penyebaran tanaman kopi juga dilakukan di Pulau
Sumatera dan Sulawesi setelah percobaan penanaman kopi di
Pulau Jawa berhasil. Jenis kopi yang pertama kali
dibudidayakan di Indonesia adalah kopi jenis arabika. Akan
tetapi, ketika timbul serangan penyakit karat daun pada tahun
1869 di Srilangka, pemerintah Belanda mendatangkan jenis kopi
baru, yaitu liberika. Kopi liberika dipilih karena memiliki
keunggulan tahan terhadap serangan penyakit karat daun yang
disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix. Akan tetapi, kopi
jenis ini menghasilkan produktivitas yang rendah dibandingkan
kopi arabika. Hal ini menyebakan pemerintahan Belanda
mendatangkan jenis kopi baru yaitu kopi jenis robusta. Kopi
jenis ini lebih tahan terhadap serangan penyakit karat daun dan
memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan kopi jenis
liberika. Pada tahun 1920-an, pemerintah mendirikan Balai
Penelitian Tanaman Kopi di Pulau Jawa yang bertugas
mengembangkan dan meneliti kopi jenis arabika dan robusta.
Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi, kopi jenis
robusta dan arabika yang asli telah mengalami penyilangan-
penyilangan dan menghasilkan beberapa hibrida atau Genotipe
unggul (Panggabean 2011).

2.3.2 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi


Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo
(2012) adalah sebagai berikut:
12
Kigdom : Plantae
Subkigdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea sp. [Cofffea arabica L., Coffea
canephora, Coffea liberica, Coffea excelsa]
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar yang
berkeping dua (dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang.
Perakaran ini hanya dimiliki jika tanaman kopi berasal dari bibit
semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya
berasal dari bibit semai. Sebaliknya, tanaman kopi yang berasal
dari bibit setek, cangkok atau okulasi yang batang bawahnya
berasal dari bibit setek tidak memiliki akar tunggang, sehingga
relatif mudah rebah.
Tanaman kopi memiliki lima jenis cabang yaitu cabang
primer, sekunder, reproduktif, cabang balik, dan cabang kipas.
Daun tanaman kopi hampir memiliki perwatakan yang sama
dengan tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam
budidayanya memerlukan tanaman naungan. Bagian pinggir
daun kopi bergelombang dan tumbuh pada cabang, batang,
serta ranting. Letak daun pada cabang plagiotrop terletak pada
satu bidang, sedangkan pada cabang orthrotrop letak daun
berselang seling. Tanaman kopi mulai berbunga setelah
berumur sekitar dua tahun. Bunga tanaman ini tersusun dalam
kelompok yang tumbuh pada buku-buku cabang tanaman dan
memiliki mahkota yang berwarna putih serta kelopak yang
berwarna hijau (Panggabean 2011).

2.3.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi


Tanaman kopi memerlukan tinggi tempat dari permukaan
laut dan temperatur yang berbeda-beda. Jenis Arabika tumbuh
optimal pada 1000-1700 m di atas permukaan laut dengan suhu
16-20ºC. Jenis Robusta mengendaki ketinggian tempat pada
13
500-1000 m di atas permukaan laut tetapi yang baik sekitar 800
m di atas permukaan laut dengan suhu udara 20ºC. Curah
hujan yang dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun
1000-2000 mm, optimal 2000-3000 mm. Kopi robusta
menghendaki musim kemarau 3-4 bulan, tetapi pada waktu
kemarau harus masih ada hujan. Musim kering dikehendaki
maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat, sedangkan
masa kering sesudah berbunga lebat sedapat mungkin tidak
melebihi dua minggu. Pohon kopi tidak tahan terhadap angin
yang kencang, lebih-lebih dimusim kemarau, karena angin ini
akan mempertinggi penguapan air di permukaan tanah dan juga
dapat mematahkan pohon pelindung. Untuk mengurangi hal-hal
tersebut di tepi-tepi kebun ditanam pohon penahan angin
(Zenda, 2012).
Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika yaitu, tinggi pohon
mencapai 3 meter, cabang primernya rata-rata mencapai 123
cm, sedangkan ruas cabangnya pendek. Batangnya tegak,
bulat, percabangan monopodial, permukaan batang kasar,
warna batangnya kuning keabu-abuan. Kopi arabika juga
memiliki kelemahan yaitu, rentan terhadap penyakit karat daun
oleh jamur HV (Hemiliea vastatrix), oleh karena itu sejak muncul
kopi robusta yang tahan terhadap penyakit HV, dominasi kopi
arabika mulai tergantikan. Sedangkan untuk kopi robusta
resisten terhadap penyakit karat daun yang disebabkan oleh
jamur HV (Hemiliea vastatrix) dan memerlukan syarat tumbuh
dan pemeliharaan yang ringan, sedangkan produksinya lebih
tinggi. Ciri-ciri dari tanaman kopi robusta yaitu tinggi pohon
mencapai 5 meter, sedangkan ruas cabangnya pendek.
Batangnya berkayu, keras, tegak, putih ke abu-abuan. Seduhan
kopi robusta memiliki rasa seperti cokelat dan aroma yang khas,
warna bervariasi sesuai dengan cara pengolahan (Aditya,
2015).

2.3.4 Budidaya Tanaman Kopi


Kebutuhan pokok lainnya selain keadaan iklim dan tanah
dapat terpenuhi serta pemilihan bibit yang baik (unggul), suatu
hal yang juga penting adalah pemeliharan seperti pemupukan,

14
pemangkasan, pohon peneduh/penaung, dan peberantasan
hama dan penyakit.
1. Pemupukan
Adanya panenan yang terus menerus telah menghabiskan
persediaan hara tanaman di dalam tanah, selain itu akan terjadi
hilangnya hara tanaman karena pencucian dan fiksasi. Hara
tanaman yang hilang dan terambil tidak sedikit jumlahnya, maka
perlu adanya pengganti hara dalam bentuk pupuk. Pemupukan
yang mudah diperoleh dan dekat adalah pemberian mulsa dan
ditambah dengan pupuk organik yang lain seperti pupuk
kandang, kompos, serta sisa-sisa pemangkasan daun-daun
yang membusuk (AAK, 1988).
Pemupukan perlu mengingat umur dan jenis tanaman, jarak
tanam, tanaman tersebut ada pelindungnya atau tidak , tanah,
iklim, dan jenis pupuk. Kebutuhan pupuk juga dapat berbeda-
beda antar lokasi. Secara umum pupuk yang dibutuhkan
tanaman kopi ada 2 jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk an-
organik. Diutamakan pemberian pupuk organik berupa kompos,
pupuk kandang atau limbah kebun lainnya yang telah
dikomposkan. Pupuk diberikan setahun dua kali, yaitu pada
awal dan pada akhir musim hujan. Pada daerah basah (curah
hujan tinggi), pemupukan sebaiknya dilakukan lebih dari dua kali
untuk memperkecil resiko hilangnya pupuk karena pelindian
(tercuci air). Cara pemberian pupuk yaitu sebagai berikut :
pupuk diletakkan secara alur melingkar 75 cm dari batang
pokok, dengan kedalaman 2-5 cm (PERMENTAN, 2014).
2. Pemangkasan
Pada perkebunan kopi yang baik harus selalu diadakan
pemangkasan, baik mengenai tanaman poko maupun pohon
pelindung. Pemangkasan dimaksudkan untuk memberi
keleluasaan masuknya cahaya kepada tanaman kopi secara
merata guna merangsang pembentukan bunga, memperlancar
udara sehingga proses penyerbukan bisa berlangsung secara
intensif, menghindarkan kelembapan, serta membuang cabang
tua yang kurang produktif atau terkena hama sehingga zat hara
dapat disalurkan kepada cabang-cabang muda yang lebih
produktif. Ada berbagai macam pemangkasan antara lain (AAK,
1988):
15
a. Pangkasan bentuk
b. Pangkasan pemeliharaan
c. Pangkasan peremajaan (rejuvenisasi)
3. Pohon Peneduh/Pelindung/Penaung
Penanaman pohon pelindung dapat berpengaruh pada
umur tanaman akan lebih panjang dan masa produksinya pun
akan lebih panjang pula, menghindari adanya over produksi
sehingga yang mati awal akan lebih sedikit, kepekaan serangan
hama penyakit lebih berkurang, guguran dan pangkasan daun
akan mengasilkan mulch. Pohon pelindung yang tetap, harus
sesuai dengan tanaman pokok dan tidak boleh menghisap
terlalu banyak air zat makanan. Mereka harus tahan lama dan
berakar dalam dan kuat. Cabang-cabangnya harus lebar dan
cukup tinggi diatas kopi, sehingga keadaannya tidak terlalu
teduh dan cabangnya tidak boleh mudah patah. Pohon
pelindung yang sering dipergunakan di dalam perkebunan ialah
jenis-jenis (AAK, 1988):
a. Dadap (Eurythrina lithosperma)
Pohon yang pertama-tama dipergunakan di perkebunan.
Pohon tersebut tumbuhnya cepat, bentuk dari naungannya
merata, daunnya banyak, tahan pemangkasan berat, dan kalau
dipangkas cepat tumbuh dan mudah ditanam dengan stek.
b. Sengon Laut (Albizzia falcata)
Pohon sengon laut sebagai pohon pelindung harus sudah
ditanam jauh sebelum penanaman pohon kopi. Sebab tanaman
itu menjadi rimbun dan memenuhi syarat sebagai pelindung
setelah ditanam beberapa tahun.
c. Lamtoro (Leucaena glauca)
Hampir semua perkebunan kopi menggunakan pohon
pelindung lamtoro, meskipun daunnya sedikit. Tetapi lamtoro
memiliki kelemahan yaitu mudah diserang hama seperti kutu
loncat, sehingga banyak biaya pemeliharaan.
4. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Di beberapa perkebunan kopi banyak dikenal gangguan-
gangguan tanaman kopi yang sangat merugikan. Gangguan-
gangguan tersebut kebanyakan disebabkan oleh hama dan
penyakit, juga disebabkan keadaan sekeliling, yang pada

16
umumnya menyerang pada akar batang, ranting, bunga, buah,
dan daun (AAK, 1988).

2.4 Limbah Peternakan Sapi


Limbah ternak sebagai faktor negatif dari usaha peternakan
adalah fenomena yang tidak dapat dihilangkan dengan mudah.
Selain memperoleh keuntungan dalam hal bisnis, usaha
peternakan juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
dan kesehatan masyarakat. Limbah yang langsung dibuang ke
lingkungan tanpa diolah akan mengkontaminasi udara, air dan
tanah sehingga menyebabkan polusi. Beberapa gas yang
dihasilkan dari limbah ternak antara lain ammonium, hydrogen
sulfida, CO2 dan CH4. Gas - gas tersebut selain merupakan gas
efek rumah kaca (Green House Gas) juga menimbulkan bau tak
sedap dan mengganggu kesehatan manusia. Pada tanah,
limbah ternak dapat melemahkan daya dukung tanah sehingga
menyebabkan polusi tanah. Sedangkan pada air,
mikroorganisme patogenik (penyebab penyakit) yang berasal
dari limbah ternak akan mencemari lingkungan perairan.
Eksternalitas negatif yang timbul dari pengembangan
peternakan sapi perah bersumber dari kotoran sapi perah yang
dapat mengeluarkan gas methan bahan pencemar udara,
kotoran ternak sebagai sumber mikroorganisme yang
mengganggu kesehatan lingkungan dan bau yang dapat
mengganggu kenyamanan manusia (Widyastuti, 2013).

2.4.1 Karakteristik Limbah Sapi


Karakteristik limbah sapi perah digunakan dalam
merancang sistem pengolahan limbah yang meliputi sifat
fisik, kimia dan biologi. Secara fisik karakteristik limbah
peternakan dapat diketahui berdasarkan bentuk (padat, semi
padat dan cair), tekstur (kekompakan) dan jumlah (kg per unit
ternak) yang dihasilkan. Secara kimiawi sifat limbah ditentukan
oleh komposisi zat kimia yang terkandung dan tingkat
keasaman (pH). Secara biologis sifat limbah ditentukan oleh
jenis dan populasi mikroflora-fauna yang terkandung di
dalamnya, yang biasanya dicerminkan oleh jenis dan populasi
yang terdapat di dalam sistem pencernaan hewan ternak yang
17
menghasilkan limbah tersebut. Karakteristik limbah sapi perah
dipengaruhi oleh unit produksi, kandang, umur dan spesies,
ukuran ternak, dan bedding material. Pengaruh kandang yang
berlantai keras akan membuat limbah terakumulasi di atas lantai
dan kemudian menjadi lembab, dan bila kandang beratap,
kelembaban limbah akan dipengaruhi oleh kemiringan lantai
ventilasi, temperatur dan kelembaban udara (Hermayasari,
2013).

2.4.2 Feses Sapi


Feses ternak sebagai limbah ternak banyak
mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat
(P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O). Meskipun jumlahnya tidak
banyak, dalam limbah ini juga terkandung unsur hara mikro
diantaranya Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu),
Mangan (Mn), dan Boron (Bo). Banyaknya kandungan unsur
makro pada feses ternak membuat penggunaannya hanya
dilakukan pada saat pemupukan dasar saja. Hal ini erat
kaitannya dengan jumlah unsur makro yang dibutuhkan
tanaman yang tidak boleh melebihi rasio. Di bawah ini
kandungan hara dan air pada pupuk organik dari hewan ternak
(Hariatik, 2014),
Tabel. 2.1 Kandungan Hara dan Air pada Pupuk Organik
Hewan Ternak
Jenis Kadar Zat Hara dan Air
Ternak Nitrogen Phosfor Kalium Air
Sapi 0,40 0,20 0,10 85
Ayam 1,00 0,80 0,40 55
Sumber: Hartatik, 2014.

2.4.3 Urin Sapi


Menurut Masroni (2016), urin merupakan salah satu
limbah cair yang dapat ditemukan di tempat pemeliharaan
hewan. Urin yang dihasilkan ternak dipengaruhi oleh makanan,
aktivitas ternak, suhu eksternal, konsumsi air, musim dan lain
sebagainya. Banyaknya feses dan urin yang dihasilkan adalah
sebesar 10% dari berat ternak. Rasio feses dan urin yang
dihasilkan ternak adalah babi 1,2 :1 (55% feses, 45% urin), sapi
18
potong 2,4 :1 (71% feses, 29% urin), domba 1:1 (50% feses, 50
% urin), dan sapi perah 2,2 :1 (69% feses, 31% urin). Urin yang
dihasilkan ternak sebagai hasil metabolisme mempunyai nilai
yang sangat bermanfaat yaitu (a) kadar N dan K yang sangat
tinggi, (b) urin mudah di serap tanaman dan (c) urin
mengandung hormone pertumbuhan tanaman. Urine ternak
dapat dijumpai dalam jumlah besar selain kotoran dari
ternak.Urine dihasilkan oleh ginjal yang merupakan sisa hasil
perombakan nitrogen dan sisa-sisa bahan dari tubuh yaitu urea,
asam uric dan creatinine hasil metabolisme protein. Urine juga
berasal dari perombakan senyawa-senyawa sulfur dan fosfat
dalam tubuh. Kandungan unsur hara urin berbagai jenis ternak
dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 2.2 Kandungan Unsur Hara Urin Berbagai Jenis Ternak
Kadar Bahan
Ternak N P2O5 K2O CaO
Air Organik
Sapi 92 4,8 1,21 0,01 1,35 1,35
Kerbau 81 - 0,6 Sedikit 1,61 Sedikit
Kambing 86,3 9,3 1,47 0,05 1,96 0,16
Babi 96,6 1,5 0,28 0,1 0,99 0,02
Kuda 89,6 8,0 1,29 0,01 1,39 0,45
Sumber: Hartatik dan Widowati (2006)

2.5 Pupuk Organik


Menurut Hadisuwito (2012), pupuk merupakan bahan yang
ditambahkan kedalam tanah untuk menyediakan unsur hara
yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Penggolongan pupuk
umumnya didasarkan pada sumber bahan yang digunakan, cara
aplikasi, bentuk dan kandungan unsur haranya. Pupuk organik
adalah sebagaian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan
organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah
melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
digunakan menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan
bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-
Organik atau bahan organik dari pada kadar haranya. Nilai C-
Organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk organik
(Simanungkalit, 2006).

19
Pupuk cair organik adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak
padat mudah sekali larut pada tanah dan membawa unsur-
unsur penting untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik cair
mempunyai banyak kelebihan diantaranya, pupuk tersebut
mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme jarang
terdapat dalam pupuk organik padat dalam bentuk kering.
Selain kelebihan tersebut, pupuk organik cair dapat secara
cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam
pencucian hara, dan mampu menyediakan hara yang cepat.
Dibandingkan dengan pupuk anorganik cair, pupuk organik cair
umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun
digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk organik cair juga
memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan
kepermukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman
(Safitri, 2015).
Standar kualitas unsur makro pupuk organik berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian No.28/ SNI/ Permentan/ OT.140/ 2/
2009 dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.3 Standar Kualitas Unsur Makro Pupuk
Persyaratan
Parameter Satuan Teknis Keterangan
C-Organik % >=4 Kandungan C-Organik
Jika > 2% diduga sudah kimia
N, P, K % <2
anorganik
Salmonella harus negatif
Patogen cfu/g <10
karena tingkat bahayanya
Mikroba
cfu/g - Tingkat keaktifan bakteri
Fungsional
pH yang terlalu asam/basa
pH - 4-8
tidak untuk tanah
Sumber: PERMENTAN (2011)

2.6 Penelitian Terdahulu Tanaman Kopi


Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Lampung Utara
dengan ketinggian tempat 250 mdpl. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk urea SP36,
dan KCl terhadap komponen pertumbuhan, hasil, dan kualitas
biji empat klon kopi Robusta. Kombinasi dosis pupuk pupuknya
yaitu (P1) = 30:20:20 g/pohon; (P2) = 40:30:30 g/pohon; (P3) =
20
50:40:40 g/pohon; dan (P4) = 60:50:50 g/pohon. Hasil penelitian
menunjukkan keempat klon kopi Robusta (BP 42, BP 409, BP
936, dan BP 939) yang ditanam pada tanah PMK, KP. Cahaya
Negeri, Lampung Utara, memiliki respons yang sama terhadap
kombinasi dosis pupuk urea, SP36, dan KCl. Untuk keempat
klon tersebut, dosis pupuk urea, SP36, dan KCl masing-masing
sebanyak 50, 40, dan 40 g/pohon merupakan dosis optimal dan
cukup efisien bagi pertumbuhan dan hasil buah sampai umur
2,5 tahun. Namun demikian, dosis tersebut masih belum mampu
untuk meningkatkan kualitas biji kopi. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui semakin banyak jumlah pupuk urea,
SP36, dan KCl yang diberikan dengan proporsinya masing-
masing maka komponen pertumbuhan tanaman kopi cenderung
semakin meningkat. Namun demikian, dosis pupuk dengan
perlakuan P3 pengaruhnya tidak berbeda nyata dengan dosis
maksimum (perlakuan P4) tetapi lebih baik dibandingkan
dengan dosis minimum (perlakuan P1). Oleh karena itu,
didasarkan pada hasil analisis ini maka dapat dikemukakan
dosis pemupukan yang optimal dan cukup efisien untuk
komponen pertumbuhan keempat klon kopi Robusta yang
ditanam di tanah PMK, KP. Cahaya Negeri, Lampung Utara,
adalah dosis perlakuan P3 (Rusli, 2015). Tabel Hasil penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada penelitian yang didapatkan dari literatur lain mengenai
pertumbuhan tanaman kopi terhadap pemberian pupuk organik
berupa kulit kopi. Perlakuan diberikan dengan pemberian dosis
yang berbeda yaitu 3 ton/ha, 6 ton/ha dan tidak diberikan sama
sekali atau kontrol. Parameter yang diamati adalah sifat fisik
tanah, kandungan bahan organik tanah, besar erosi dan aliran
permukaan, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, dan
kandungan hara N, P, K, Ca, Mg di tanah tererosi dan daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk parameter diatas
pertumbuhan optimal terjadi pada pemberian pupuk dengan
dosis 3 ton/ha. Meskipun perlakuan tidak menunjukkan tidak
berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman kopi yang sudah
berumur 8 bulan sejak tanam. Hal ini dapat disebabkan oleh
keadaan tanah yang masih cukup kandungan haranya sehingga
respon tanaman akan relatif baik dan bertumbuhannya relatif
21
sama (Bernas, 2009). Hasil parameter pertumbuhan tanaman
dapat dilihat pada Lampiran 1.

22
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di lahan pertanian sekitar
perusahaan PT. Greenfields Indonesia Desa Ngadirenggo,
Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Secara Geografis lokasi
penelitian berada pada titik koordinat 7°59'26.659" (LS)
112°24'28.377" (BT). Penelitian dilakukan dalam skala lapang
selama lima bulan yaitu mulai dari bulan Januari 2017 sampai
Mei 2018 meliputi survei, persiapan tanaman, pengambilan
sampel, dan pengamatan pertumbuhan tanaman. Berikut adalah
letak lokasi studi yang menggambarkan lahan pada Desa
Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar pada
Gambar 3.1 berikut.

Sumber: Google Earth


Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

Pengujian sampel limbah cair yang digunakan sebagai


penambah unsur hara tanaman dilakukan di Laboratorium
Perum Jasa Tirta II (PJT II). Pengujian parameter tanah
dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian
23
Universitas Brawijaya. Pengujian parameter pertumbuhan
tanaman dilakukan di lahan pertanian warga, Wlingi-Blitar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tentang
“Uji Pengaruh Limbah Peternakan Sapi Terhadap Kesuburan
Tanah dan Pertumbuhan Komoditas Kopi (Coffea canephora)
yang Dialiri Limbah” agar dapat berjalan dengan lancar meliputi:
3.2.1 Alat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa peralatan
penunjang yang dibutuhkan, diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Tali Rafia digunakan untuk batas plot lahan
2. Tali Nilon digunakan untuk batas ground cover
3. Paku digunakan untuk batas ground cover
4. Meteran digunakan untuk mengukur tinggi dan dan
diameter kanopi tanaman
5. Jerigen digunakan sebagai wadah limbah cair
6. Gelas Ukur digunakan untuk mengukur volume limbah
7. Botol Sampel digunakan sebagai wadah sampel limbah
untuk diuji
8. Patok Tanaman sebagai penanda tanaman yang akan
dilakukan pengamatan
9. Plastik Klip digunakan sebagai tempat sampel tanah
10. Coolbox digunakan untuk menyimpan sampel tanah dan air
limbah sebelum diuji
11. Cangkul/sekop dugunakan untuk menyiangi tanah tanaman
kopi dan membuat parit sebelum dialiri limbah
12. Soil Meter 4 in 1 digunakan untuk mengukur kadar pH atau
tingkat keasaman/ kebasaan tanah, suhu tanah,
kelembapan tanah, dan intensitas cahaya di areal lahan
penelitian
13. Sarung Tangan digunakan untuk melindungi tangan dari
paparan air limbah peternakan
14. Masker digunakan sebagai alat pelindung diri
15. Alat Tulis dan Label digunakan untuk memberikan
keterangan pada bahan perlakuan
16. Kamera digunakan sebagai alat dokumentasi

24
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada saat penelitian adalah:
1. Tanaman Kopi yang telah berumur 2-3 tahun sebagai objek
penelitian
2. Limbah Cair Peternakan digunakan untuk menambah unsur
hara pada tanah
3. Sampel Tanah sebagai objek penelitian

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen. Metode ini merupakan sebuah bentuk penelitian
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Metode
eksperimen pada penelitian ini digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan pemberian pupuk cair limbah peternakan
sapi. Penelitian eksperimen ini memiliki minimal satu variabel
yang dimanipulasi yaitu dalam perbedaan intensitas pemberian
pupuk cair. Pengaruh perlakuan tersebut dikaitkan terhadap
kesuburan tanah dan tanaman kopi sebagai kelompok yang
dikenakan perlakuan.

3.4 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan
acak kelompok. Rancangan ini merupakan rancangan acak
yang dilakukan dengan mengelompokkan satuan percobaan ke
dalam grup-grup yang homogen yang dinamakan kelompok dan
kemudian menentukan perlakuan secara acak di dalam masing-
masing kelompok. Tujuan pengelompokan satuan-satuan
percobaan tersebut adalah untuk membuat keragaman satuan-
satuan percobaan di dalam masing-masing kelompok sekecil
mungkin sedangkan perbedaan antar kelompok sebesar
mungkin. Pada penelitian ini akan digunakan tiga perlakuan
pemberian air limbah yaitu sebagia berikut:
K : kontrol atau tidak diberikan pemberian air limbah
1x : 1 kali pemberian
2x : 2 kali pemberian

25
Data pengamatan yang akan diperoleh dapat dilihat pada Tabel
3.1
Tabel 3.1 Data Pengamatan Rancangan Acak Kelompok
Petak (U)
Perlakuan
U1 U2 U3
K KU1 KU2 KU3
1x 1xU1 1xU2 1xU3
2x 2xU1 2xU2 2xU3

Data pengamatan dengan rancangan acak kelompok akan


digunakan dalam perhitungan-perhitungan sebagai berikut:
1. Model RAK:
Yij = µ + Ti + Bj + €ij
Keterangan:
Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
Ti = pengaruh perlakuan ke-i
Bj = pengaruh blok ke-j
€ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j.
2. Hipotesis yang diuji:
H0 : T1 = T2 = T3 = …….= Ti = 0
H1 : paling sedikit ada sepasang Ti yang tidak sama
atau
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = …. = µj
H1 : paling sedikit ada sepasang µi yang tidak sama atau µi ≠
µi *
3. Tabel Sidik Ragam (ANOVA)
Tabel ANOVA yang akan digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3.2.

26
Tabel 3.2 Sidik Ragam (ANOVA)
SK Db JK KT

Ulangan j-1 JK U JKU/(dbU)


Perlakuan i-1 JK P JKP/(dbP)
Galat ij - (i+j) + 1 JK G JKG/(dbG)
Total ij-1 JKT
4. Kriteria uji:
Untuk menerima hipotesis tersebut digunakan kriteria uji:
Fhitung = KT Perlakuan dibandingkan dengan Ftabel*
KT Galat
Jika F0,05 < Fhitung < F0,01, maka terima H1 pada taraf nyata
5%
Fhitung > F0,01, maka terima H1 pada taraf nyata 1%
Fhitung < F0,05 maka terima H0
5. Analisis sidik ragam (ANOVA)
Analisa sidik ragam merupakan suatu metode untuk
menguraikan keragaman total data menjadi komponen-
komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman. Untuk
menerima hipotesis digunakan uji statistik F karena untuk
mengukur apakah semua variabel independen dalam penelitian
ini secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap
variabel dependen. Dalam pengujian ini menggunakan derajat
(Alpha) 5% dan 1%. Apabila hasil uji F hitung lebih besar sama
dengan F Tabel (0,05) namun F hitung lebih kecil sama dengan
F Tabel (0,01) maka perlakuan berpengaruh nyata, atau apabila
F hitung lebih besar sama dengan F Tabel (0,01) maka
perlakuan berpengaruh sangat nyata. Namun apabila F hitung
lebih kecil sama dengan F tabel (0,05) maka perlakuan tidak
berpengaruh nyata.

3.5 Tahapan Penelitian


Kegiatan penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi
permasalahan yang muncul dalam dunia lingkungan, kemudian
dilakukan proses studi pustaka untuk mendapatkan data
pendukung dalam melakukan proses pemecahan masalah

27
hingga kegiatan penelitian. Secara umum tahapan penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahapan Penelitian


28
Akhir proses kegiatan telah didapatkan hasil penelitian yang
bisa memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait. Penelitian ini
akan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

3.5.1 Persiapan Tanah


Tahapan ini, pertama yang dilakukan adalah membuat
plot tanah yang dijadikan sebagai objek penelitian. Dilakukan
pembagian plot sebanyak 3 plot, dimana dalam 1 plot terdiri dari
3 petak dan 1 petak berisi 5 tanaman untuk dilakukan
pengamatan, sehingga dalam 1 plot terdiri dari 15 tanaman. Jadi
terdapat sampel tanaman kopi dalam 3 plot sebanyak 45 buah.
Tanaman kopi yang dipilih merupakan tanaman kopi yang
memiliki umur ± 2,5 tahun. Kondisi tanaman kopi yang
digunakan untuk penelitian memiliki ketinggian rata-rata 100-
200 cm. Kemudian memberikan label atau kode pada tanaman
kopi yang akan diberikan perlakuan K (tidak diberikan
perlakuan), 1x, dan 2x pemberian limbah cair. Masing-masing
plot diberikan perlakuan yang berbeda-beda. Plot 1 (2x) dengan
pemberian limbah 2x, plot 2 (1x) dengan pemberian limbah 1x
dan plot 3 (K) tanpa pemberian limbah
Tanaman kopi yang telah diplot dan diberikan kode,
selanjutnya dilakukan penyiangan dengan mencabut gulma-
gulma yang terdapat di sekitar tanaman kopi, agar dapat
mempermudah dalam pemberian pupuk dan pemasangan grid
untuk pengamatan ground cover. Sebelum limbah dialirkan
pada masing-masing tanaman kopi, terlebih dahulu dibuat parit
melingkari tanaman kopi dengan jarak parit dari batang (jari-jari)
parit sebesar 40 cm, karena tanaman kopi tidak dapat kontak
langsung dengan limbah karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kopi itu sendiri. Selanjutnya dibuat grid
pada masing-masing tanaman dengan menggunakan tali nilon
dan paku. Grid tersebut berguna sebagai alat untuk membantu
dalam melakukan pengamatan ground cover. Masing-masing
tanaman terdiri dari 25 kotak (dalam 1 grid) di luasan tanah
tanaman kopi 1 m2, jadi detiap grid berukuran 20 cm x 20 cm.
Berikut merupakan gambaran mengenai plot tanaman kopi,
parit, dan grid dalam penelitian ini (Gambar 3.3)
29
U1

U2

U3

Gambar 3.3 Ilustrasi Petak Tampak Atas

Gambar 3.4 Ilustrasi Grid untuk Ground Cover


30
Gambar 3.5 Ilustrasi Parit Tampak Atas

Gambar 3.6 Ilustrasi Parit Tampak Samping

3.5.2 Pengambilan Sampel Air Limbah


Pengambilan sampel air limbah dilakukan untuk menguji
kadar kandungan air limbah tersebut. Pengambilan limbah cair
dilakukan pada kolam penampungan (lagoon) yang tersedia di
perusahaan PT. Greenfields Indonesia. Kemudian limbah dari
kolam penampungan (lagoon) akan dipindahkan ke dalam
jirigen-jirigen dan dibawa menuju lokasi penelitian (lahan
tanaman kopi) untuk diberikan terhadap masing-masing
perlakuan. Selanjutnya dilakukan sampling untuk dilakukan uji
kadar kandungan air limbah peternakan yang akan diuji di
Laboratorium Perum Jasa Tirta II (PJT II). Parameter-parameter
yang diuji sebagai berikut: pH, KMNO4, Natrium (Na), Kalium
31
(K), Magnesium (Mg), Total Kjedahl Nitrogen, Coli Tinja,
Phospor, dan C-Organik. Seluruh parameter tersebut akan
dikaitkan terhadap kandungan tanah dan komponen tumbuh
tanaman serta komponen hasil tanaman.

3.5.3 Pemberian Air Limbah Peternakan Sapi Perah pada


Tanah
Tanaman kopi dibuat tidak kontak langsung dengan
limbah cair, sehingga dibuat parit-parit diantara petak, dimana
telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Selanjutnya limbah
yang telah ditampung pada jirigen-jirigen kemudian digunakan
sebagai pemupukan pada tanaman kopi. Limbah pada jirigen
tersebut kemudian dialirkan ke masing-masing petak sebanyak
10 L/m2, sehingga dengan parit yang memiliki lebar 25 cm maka
tiap tanaman diberikan limbah cair sebesar 3,1 liter. Pengaliran
pupuk tersebut dilakukan secara manual, yaitu dengan
menggunakan gelas ukur dan diberikan pada masing-masing
tanaman kopi. Setelah diberikan air limbah/ pupuk, kemudian
tanah berparit yang telah diberikan air limbah diberikan penutup
untuk menghindari jika terjadi air hujan dan pupuk tidak dapat
bekerja optimal sehingga dapat mempengaruhi tanaman.
Pemberian pupuk tersebut, pertama dilakukan pada 30
tanaman, yaitu 15 tanaman dengan perlakuan 2x pemberian
(2x) dan 15 tanaman dengan perlakuan 1x pemberian (1x).
Selanjutnya dengan rentang 2 minggu, pupuk diberikan kembali
pada perlakuan 2x pemberian (2x).

32
1x 2x
M. ke-0 M. ke-2 M. ke-4 M. ke-6 Mgg ke-8 M. ke-10 M. ke-12

Gambar 3.4 Waktu Pemberian Pupuk Cair Peternakan Sapi dan


Pengamatan
Keterangan :
: Rentang Waktu Penelitian
: Pengamatan Tanaman Kopi (setiap 2 minggu)
: Pemberian Pupuk Cair Peternakan Sapi 1x dan
2x

3.5.4 Pemeliharaan dan Pengamatan pada Tanaman Kopi


Pemeliharaan yang diberikan pada tanaman kopi salah
satunya yaitu dengan pemupukan yang bertujuan untuk
memperbaiki kondisi dan daya tahan tanaman terhadap
perubahan lingkungan yang ekstrim, meningkatkan produksi
dan mutu hasil, dan mempertahankan stabilitas produksi yang
tinggi. Umumnya pemupukan tanaman kopi diberikan setahun
dua kali, yaitu pada awal dan pada akhir musim hujan. Daerah
basah (curah hujan tinggi), pemupukan sebaiknya dilakukan
lebih dari dua kali untuk memperkecil resiko hilangnya pupuk
karena tercuci air (Permentan, 2014). Penelitian ini, tanaman
kopi diberikan pupuk pada saat penanaman bibit yang telah
berumur ±1 tahun sebanyak 2 kg pupuk kandang atau setara
dengan 1 ember kecil. Selanjutnya diberikan pupuk tambahan
dengan menggunakan limbah cair peternakan sapi sesuai
dengan perlakuan yaitu 1x pemberian dan 2x pemberian.
Pemeliharaan selain dengan pemupukan yaitu
pemangkasan pada pohon atau tanaman penaung tanaman
kopi. Pohon penaung yang terdapat di lokasi penelitian
merupakan tanaman lamtoro (Leucaena glauca) Pohon
penaung tersebut berfungsi untuk melindungi tanaman kopi dari
teriknya matahari. Tanaman tanpa pelindung menyebabkan
hasilnya cepat menurun, selain itu disebabkan karena tanaman
kopi tidak tahan dengan matahari juga dapat mengakibatkan

33
pertumbuhan generatif kurang baik, demikian pula pembungaan
dan pembuahannya, dapat dengan cepat kekurangan bahan
organis karena lapisan humusnya cepat sekali lenyap akibat
kena teriknya matahari langsung dan curah hujan terus menerus
pada lapisan tanah atas.
Pengamatan penelitian dilakukan terhadap dampak
pengaplikasian limbah cair peternakan sapi terhadap parameter
pertumbuhan tanaman kopi dan kesuburan tanah. Pengamatan
dengan parameter pertumbuhan tanaman kopi dilakukan tiap 2
minggu sekali selama 12 minggu, dikarenakan komoditi yang
diamati merupakan tanaman jenis tanaman tahunan. Komponen
pertumbuhan tanaman untuk komoditi uji tanaman kopi diamati
secara non-destruktif. Pengamatan secara non-destruktif
tersebut meliputi:
1) Tinggi tanaman, diukur dari atas permukaan tanah sampai
daun tertinggi tanaman, dapat dilihat pada Gambar 3.5
2) Diameter kanopi, diukur dari daun terluar hingga daun
terluar lainnya, dapat dilihat pada Gambar 3.5
3) Ground cover dengan menghitung jumlah kotak (grid) yang
tidak terkena paparan sinar matahari dalam kotak tersebut.
Dilakukan pengukuran mulai jam 10.00-12.00 WIB dimana
saat matahari berada diatas/ditengah. Selanjutnya dihitung
untuk mendapatkan persentase ground cover
menggunakan rumus:

4) Wiwilan, dihitung jumlah wiwilan atau tunas air yang tumbuh


pada tanaman kopi yang diamati, dapat dilihat pada
Gambar 3.6

34
Gambar 3.5 Pengukuran Tinggi Tanaman dan Diameter Kanopi
Tanaman

Sumber: Kementerian Pertanian, 2015


Gambar 3.6 Tunas Air (Wiwilan)

Pengamatan untuk ground cover dilakukan dengan cara


menghitung jumlah grid (kotak) yang terkena sinar matahari.
35
Maka dari itu, agar pengamatan dapat dilakukan secara optimal,
pengamatan dilakukan pada tengah hari atau siang hari, karena
pada saat itu matahari bersinar secara sempurna. Sedangkan
untuk kesuburan tanah dilakukan pengamatan setelah
pemberian limbah cair dengan selisih 1 minggu setelah
pemberian. Pengamatan pada komponen kesuburan tanah
sebagai dampak aplikasi limbah cair peternakan sapi yang
diamati meliputi: (1) Tekstur tanah; (2) Persentase fraksi tanah;
(3) Jumlah basa dan kejenuhan basa; (4) pH; (5) Kandungan C-
organik; (6) Bahan organik; (7) Kandungan nitrogen; (8) C/N
ratio (nisbah yang menunjukan kemudahan bahan organik untuk
terdekomposisi); (9) Kandungan fosfor (P); (10) Kalium (K); (11)
Natrium (Na); (12) Kalsium (Ca); (13) Magnesium (Mg); dan (14)
Kapasitas tukar kation (KTK). Sampel pengamatan diambil
secara komposit pada petak lahan uji yang menerima perlakuan
pemberian limbah cair yang berbeda.

3.5.5 Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Sampel


Tanah
Pengambilan sampel tanah selain dilakukan sebelum
diberikan perlakuan juga melakukan pengambilan sampel tanah
setelah diberikan perlakuan 1x pemberian limbah cair
peternakan sapi dan 2x pemberian limbah cair peternakan sapi.
Pada penelitian ini terdapat 3 plot dan masing-masing plot terdiri
dari 3 petak. Pengambilan sampel tanah tersebut dilakukan
pada masing-masing petak, sehingga jumlah sampel tanah yang
diambil yaitu sebanyak 3 sampel tanah di pengaliran 0x, 3
sampel tanah pada pengaliran 1x, dan 3 sampel tanah pada
pengaliran 2x. Sampel tanah diambil hingga kedalaman 15 cm
sebanyak 1 kg tiap petak, kemudian diletakkan ke dalam plastik
klip dan disimpan pada coolbox untuk menjaga kondisi sampel
tersebut dari pengaruh lingkungan luar sebelum dilakukan
pengujian.
Pengujian dan analisis sampel tanah dilakukan di
Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Begitupun juga untuk pengeringan sampel tanah
sebelum diuji, juga dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah.

36
Sampel tanah tersebut diuji terhadap 14 parameter yang telah
disebutkan pada sub bab sebelumnya.

3.5.6 Analisis Data


Analisa data dilakukan setelah diketahui kandungan air
limbah cair peternakan sapi terhadap tanah setelah diberikan
beberapa perlakuan. Adapun beberapa tahap yang dilakukan
yaitu menghitung rata-rata kadar air limbah pada masing-
masing perlakuan, dengan menggunakan program Microsoft
Excel 2007 untuk mendapatkan data dosis limbah cair. Uji
ANOVA dengan taraf kepercayaan 5% dilakukan dengan
program IBM SPSS Statistic 20, jika hasilnya berpengaruh nyata
maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dengan taraf 5%.
Uji perbandingan berganda Tukey atau HSD (Honestly
Significant Difference) atau BNJ (Beda Nyata Jujur) digunakan
untuk mencari nilai pembanding dalam menentukan sepasang
nilai tengah seluruh rata-rata perlakuan setelah uji analisa
ragam (ANOVA). Data yang muncul setelah uji lanjut Tukey
berupa rata-rata perlakuan atau kelompok dengan notasi huruf.

3.5.7 Timeline Penelitian


Berikut adalah jadwal selama penelitian berlangsung.

37
Tabel 3.3 Timeline Penelitian
Tanggal Kegiatan
22 Januari 2018 Survei lahan di Desa Ngadirenggo (perkebunan
di sekitar PT. Greenfield Indonesia
09 Februari 2018 Persiapan lahan (pembuatan ground cover dan
pebuatan parit) dan tanaman
Sampling limbah cair
14 Februari 2018 Perlakuan 1 (pemberian limbah cair peternakan
sapi ke-1)
Pengamatan tanaman kopi minggu ke-0
20 Februari 2018 Sampling tanah untuk kontrol dan telah diberikan
pemberian limbah ke-1
02 Maret 2018 Perlakuan 2 (pemberian limbah cair peternakan
sapi ke-2)
Pengamatan tanaman kopi minggu ke-2
09 Maret 2018 Sampling tanah untuk pemebrian limbah ke-2
16 Maret 2018 Pengamatan tanaman kopi minggu ke-4
30 Maret 2018 Pengamatan tanaman kopi minggu ke-6
13 April 2018 Pengamatan tanaman kopi minggu ke-8
27 April 2018 Pengamatan tanaman kopi minggu ke-10
12 Mei 2018 Pengamatan tanaman kopi minggu ke-12
13 Mei 2018 Pengolahan dan analisis data

38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kandungan Limbah Cair Peternakan Sapi PT.


Greenfields Indonesia
Limbah cair peternakan sapi yang dihasilkan oleh PT.
Greenfields Indonesia yang bertempat di Desa Ngadirenggo,
Wlingi, Blitar memiliki beberapa kandungan dan parameter yang
perlu dilakukan pengujian sampel atau dianalisis. Limbah cair
peternakan sapi yang akan dianalisis diperoleh dari outlet IPAL.
Hasil analisis uji sampel air limbah tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 2 dan pada Tabel 4.1 juga disebutkan beserta baku
mutu atau persyaratan teknis minimal pupuk organik cair
(PERMENTAN Nomor 70 Tahun 2011) dan baku mutu air
limbah bagi usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi
(PERMEN LH Nomor 11 Tahun 2009).
Tabel 4.1 Hasil Analisis Limbah Cair Peternakan Sapi
B.M
B.M Air
Hasil Pupuk
No Parameter Satuan Limbah
Analisa Organik
Peternakan
Cair
1 pH - 7,4 4-9 6-9
2 KMnO4 mg/L 6487 - -
3 Natrium mg/L tt*) - -
4 Kalium (K) mg/L 13,75 3-6 x 104 -
5 Magnesium mg/L 50,09 - -
(Mg)
6 Total mg/L 43,10 3-6 x 104 25
Kjehdahl
Nitrogen
7 Fosfor mg/L 1,439 3-6 x 104 -
8 Coli Tinja MPN/ml 1,7 Maks 102 -
9 C. Organik mg/L 1620 Min 6 x -
104
10 C/N Ratio - 37,58 - -
Keterangan: B.M: Baku Mutu; *) Tidak Terdeteksi
Hasil analisis limbah cair peternakan sapi untuk parameter
pH menunjukkan sebesar 7,4 yang masuk dalam kategori netral.
Nilai pH tersebut masih memenuhi baku mutu untuk pupuk
39
organik cair dan baku mutu untuk air limbah peternakan. Derajat
keasaman atau pH pupuk cair minimal harus netral. Derajat
keasaman pupuk sangat mempengaruhi penyerapan unsur-
unsur hara lain pada tanah seperti N, P dan K (Azzahrawani,
2010). Menurut Sufiriyanto (2012) menyatakan bahwa dengan
pH netral maka tanaman yang diberikan pupuk cair hasil dari
peternakan sapi akan tumbuh optimal dan apabila pH rendah
kurang dari 5 tanaman akan tumbuh kurang baik.
Parameter Kalium Permanganat atau disebut dengan
Potassium permanganate (KMnO4) dalam hasil uji sampel air
limbah menunjukkan nilai sebesar 6487 mg/L. Zat organik
dalam air limbah dapat diketahui dengan menentukan angka
permanganatnya, walaupun KMnO4 sebagai oksidator tidak
dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara
ini sangat praktis dan cepat pengerjaan atau prosesnya.
Penentuan bilangan permanganat ditujukan untuk menentukan
kandungan zat organik dalam air, dan di dalam pengolahan zat
organik akan menghasilkan efek rasa dan bau akibat dari
pembusukan biologi (Yusuf, 2012). Dan menurut Setianingsih
(2015), semakin tinggi nilai permanganat semakin tinggi pula
kandungan zat organik pada suatu sampel.
Hasil pengujian untuk kandungan kalium didapatkan
sebesar 13,75 mg/L. Nilai tersebut masih dalam batas baku
mutu pupuk organik cair yaitu sebesar 3-6 x104. Kalium
digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai
katalisator, dengan kehadiran bakteri dan aktifitasnya akan
sangat berpengaruh terhadap peningkatan kalium (Ni’am,
2015). Secara umum rataan kandungan kalium dari kotoran sapi
adalah 0,50% atau setara dengan 5x103, dengan kisaran
0,44%-0,53% (Indrawaty, 2016). Rendahnya unsur K harus
menjadi perhatian utama karena unsur ini merupakan hara
esensial yang diperlukan dalam jumlah banyak oleh tanaman
(Supriyadi, 2009).
Kandungan natrium yang rendah memberikan keuntungan,
meskipun kadang fungsinya pada tanaman tertentu dapat
menggantikan peran kalium atau meningkatkan ketersediaan

40
kalium, sehingga unsur ini juga dikenal dengan unsur
fungsional. Keberadaan unsur hara Na tidak saja berpengaruh
pada sifat kimia tanah tetapi juga pada sifat fisik tanah, terutama
dalam kemantapan struktur (Supriyadi, 2015). Hasil analisis
limbah cair peternakan untuk kandungan natrium ini tidak
terdeteksi, dan natrium ini bukan termasuk unsur hara yang
esensial.
Kandungan Magnesium dibutuhkan dalam aktivasi enzim-
enzim dan sebagai atom pusat dari molekul klorofil.
Pengaplikasian Nitrogen (N) dan Kalium (K) tanpa pemberian
Mg dapat menyebabkan defisiensi Magnesium (khlorosis).
Pemberian pupuk dengan kandungan Magnesium juga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman
(Achmad, 2016). Sedangkan hasil uji sampel limbah cair
peternakan sapi menunjukkan kandungan Magnesiumnya
sebesar 50,09 mg/L, dan baku mutu untuk parameter
Magnesium tidak tercantum.
Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial yang
keberadaannya mutlak ada untuk kelangsungan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Nitrogen dibutuhkan tanaman
dalam jumlah banyak sehingga disebut unsur hara makro
(Fitriyanto, 2015). Unsur hara nitrogen (N) terutama berfungsi
untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan,
terutama batang, cabang dan daun. Pembentukan hijau daun
juga berkaitan erat dengan unsur nitrogen. Selain itu unsur ini
berpengaruh dalam pembentukan protein, lemak dan berbagai
persenyawaan organik lainya (Liza, 2011). Hasil uji limbah cair
kotoran sapi menunjukkan kandungan nitrogen sebesar 43,10
mg/L. Hasil uji tersebut masih berada diatas standar baku mutu
dan berada dibawah persyaratan teknis minimal pupuk cair
organik.
Fosfor (P) adalah unsur hara essensial bagi tanaman, tidak
ada unsur lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam
tanaman. Kandungan fosfor berkaitan dengan kandungan N
dalam substrat, semakin besar nitrogen yang dikandung maka
multiplikasi mikroorganisme yang merombak fosfor akan

41
meningkat, sehingga kandungan fosfor dalam pupuk cair juga
meningkat. Kisaran P dalam limbah industri peternakan adalah
1,1% sampai 4,6% dari total solid (Hidayati, 2011). Hasil uji
sampel limbah cair peternakan sapi menunjukkan fosfor sebesar
1,439 mg/l. Nilai tersebut masih jauh dari batas baku mutu
pupuk organik cair.
Parameter Coli Tinja pada limbah cair peternakan sapi
setelah dilakukan analisis memiliki kandungan sebesar 1,7
MPN/mL. Nilai tersebut masih dalam batas baku mutu pupuk
organik cair yaitu maks 102. Escherichia coli atau coli tinja
sebagai salah satu bakteri indikator adanya pencemaran pada
air. Escherichia coli (E. coli) merupakan salah satu kelompok
terbesar dari bakteri Coliform dan umum ditemukan di dalam
kotoran ternak termasuk sapi (Suardana, 2016). Penelitian
menunjukkan rata-rata jumlah bakteri yang terdapat pada
limbah peternakan sapi sebesar 18 MPN/mL (Waluyo, 2016).
Apabila dibanddingkan dengan kandungan bakteri coli tinja
pada sampel limbah cair peternakan sapi lebih rendahdan
masih jauh dari nilai baku mutu.
Semakin tinggi kandungan C-Organik suatu tanah, maka
semakin tinggi pula kandungan bahan organiknya. Bahan
organik tanah berpengaruh terhadap sifat fisik, biologi dan kimia
tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah
yang sangat baik, selain itu berperan sebagai sumber hara bagi
tanaman dan sumber energi bagi organisme tanah (Wicaksono,
2015). Hasil uji sampel menunjukkan, bahwa kandungan C-
Organik pada sampel limbah cair peternakan sapi sebesar 1620
mg/L. Hal tersebut masih sangat jauh dari baku mutu yang
ditetapkan yaitu minimal 60.000 mg/L, sehingga semakin
banyak pupuk organik yang diberikan, maka akan membantu
meningkatkan kandungan C-Organik pada tanah yang
selanjutnya dapat berperan penting dalam menyediakan unsur
hara bagi tanaman.
Menurut Aldiatma (2016), menyatakan bahwa pengukuran
rasio C/N dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan

42
nilai Total C-Organik dan Nitrogen Total yang diperoleh dari
data hasil analisis, dapat ditunjukkan pada rumus.

Sehingga didapatkan nilai C/N Ratio untuk limbah cair


peternakan sapi sebesar 37,58.

4.2 Kandungan Tanah Awal


Kandungan tanah awal merupakan kandungan baik fisik
maupun kimia tanah yang belum diberikan perlakuan dengan
diberikan limbah cair peternakan sapi. Untuk mengetahui
kandungan tanah awal sebelum diberikan perlakuan, harus
dilakukan analisis tanah terlebih dahulu yang dilakukan di
Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Prosedur analisis sampel tanahnya sendiri dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Hasil uji sampel tanah awal yang telah dilakukan dapat
dilihat pada Lampiran 3. Hasil uji menunjukkan bahwa pada
tanah pada lahan kopi di Desa Ngadirenggo, Wlingi, memiliki pH
masam. Kandungan C-Organik pada tanah tergolong tinggi dan
untuk kandungan N.Total dan magnesium tergolong sedang.
Lahan penelitian ini memiliki kandungan kalium, natrium,
kalsium, dan C/N rendah, sedangkan untuk kandungan phospor
dan kejenuhan basa tergolong sangat rendah. Kandungan KTK
pada lahan penelitian ini tergolong sangat tinggi. Selanjutnya
untuk sifat fisik tanahnya bertekstur lempung berdebu. Hasil uji
sampel tersebut kemudian dianalisa dengan digolongkan
berdasar kriteria penilaian sifat kimia tanah (Lampiran 5) tiap
parameternya seperti Tabel 4.2 di bawah ini.

43
Tabel 4.2 Kandungan Tanah Awal
Kriteria
Penilaian Sifat
No Parameter Satuan Hasil Analisa
Kimia Tanah
*)
1 pH H2O - 5,07 Masam
2 pH KCL - 4,63 -
3 C-Organik % 3,2 Tinggi
4 N.Total % 0,41 Sedang
5 C/N - 8 Rendah
6 P (Phospor) mg/Kg 1,47 Sangat
Rendah
7 K (Kalium) me/100 g 0,14 Rendah
8 Na (Natrium) me/100 g 0,18 Rendah
9 Ca (Kalsium) me/100 g 5,86 Rendah
10 Mg (Magnesium) me/100 g 1,57 Sedang
11 KTK me/100 g 41,04 Sangat Tinggi
12 Jumlah Basa me/100 g 7,75 -
13 Kejenuhan Basa % 19 Sangat
Rendah
14 Pasir % 29,67 -
15 Debu % 52,67 -
16 Liat % 17,67 -
17 Tekstur - Lempung -
Berdebu
Keterangan:*) Berdasarkan LPT (1983)
Kandungan bahan organik yang rendah dan pH yang
rendah dengan reaksi tanah ada yang masam sampai agak
masam (pH 4,6-5,5), kandungan bahan organik rendah dengan
ratio C/N tergolong rendah (5-10) dan kandungan P (phospor)
potensial rendah mengakibatkan tingkat kesuburan tanah juga
rendah. Untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam
tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik seperti
pupuk kandang. Pupuk kandang juga dapat meningkatkan C/N
tanah yang tergolong rendah. Bahan organik juga dapat
meningkatkan pH tanah yang masam sehingga permasalahan
yang ada pada tanah dapat teratasi (Sihite, 2016). Kalium
merupakan unsur hara yang esensial. Jika kalium rendah maka
dapat menyebabkan tanah tersebut miskin hara, sehingga hal
44
tersebut perlu dibantu dengan proses pemupukan. Selain itu
untuk kation-kation basa yang lain seperti Na dan Ca, apabila
nilainya rendah juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman
(Darlita, 2017).
Kapasitas Tukar Kation pada hasil uji menunjukkan hasil
yang sangat tinggi yaitu sebesar 41,04 me/100g. KTK sangat
erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan
KTK tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara dibandingkan
dengan KTK rendah. Makin Tinggi KTK tanah, makin tinggi
kemampuan tanah menyimpan hara (Prijono, 2012). KTK yang
tinggi pada tanah tersebut dapat dikarenakan adanya
kandungan C-Organik yang tinggi, yaitu sebesar 3,2%. Menurut
Novita (2013), nilai KTK juga dipengaruhi oleh bahan organik,
dimana makin tinggi bahan organik maka semakin tinggi nilai
KTK. Dan C-Organik merupakan komponen sebagian besar
penyusun bahan organik.
Kejenuhan basa pada hasil uji menunjukkan kriteria yang
sangat rendah. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan
tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan
kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju
pelepasan kation terjerab bagi tanaman tergantung pada tingkat
kejenuhan basa tanah. Kejenuhan basa tanah berkisar 50%-
80% tergolong mempunyai kesuburan sedang dan dikatakan
tidak subur jika kurang dari 50% (Siregar, 2010).

4.3 Pengaruh Limbah Peternakan Sapi Terhadap Tanah


Pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap tanah
dapat memberikan pengaruh terhadap tanah, yaitu dapat
menambah unsur hara bagi tanah. Peningkatan unsur hara
pada tanah tentu memberikan dampak positif bagi tanaman,
khususnya terhadap tanaman kopi. Untuk mengetahui
kandungan unsur hara pada tanah yaitu dengan menganalisis
kandungan tanah yang telah diberikan perlakuan dengan
pemberian limbah cair peternakan sapi. Pengambilan sampel
tanah untuk dianalisis yaitu satu minggu setelah tanah penelitian
diberikan perlakuan.

45
Pupuk dari limbah peternakan sapi memiliki kandungan
yang dapat menentukan kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, salah satunya adalah bahan organik.
Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat fisik, biologi
dan kimia tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap
agregat tanah yang sangat baik, selain itu berperan sebagai
sumber hara bagi tanaman dan sumber energi bagi organisme
tanah (Wicaksono, 2015). Semakin banyak pupuk yang
diberikan, maka semakin banyak pula bahan organik
ditambahkan, dan unsur hara pada tanah juga akan bertambah,
yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Tabel 4.3 menunjukkan perbandingan antara kandungan
limbah cair peternakan sapi, hasil pengujian tanah sebelum
diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan
pemberian pupuk limbah cair peternakan sapi baik 1x
pemberian maupun 2x pemberian. Sedangkan untuk hasil uji
kandungan tanah setelah diberikan pemberian limbah cair
sebanyak 1x dan 2x dapat dilihat pada Lampiran 3.

46
Tabel 4.3 Perbandingan Kandungan Limbah Cair dengan Kandungan Tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Kandungan Limbah Cair
Kandungan Tanah dan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah*)
Peternakan Sapi
No Parameter
Perlakuan Perlakuan Perlakuan
Satuan Hasil Satuan Penilaian Penilaian Penilaian
0x 1x 2x
1 pH H2O - 7,4 - 5,07 Masam 4,9 Masam 5,03 Masam
2 pH KCL - - - 4,63 - 4,57 4,6
3 C-Organik mg/L 1620 % 3,2 Tinggi 3,52 Tinggi 3,29 Tinggi
4 N.Total mg/L 43,10 % 0,41 Sedang 0,42 Sedang 0,36 Sedang
5 C/N - 37,58 - 8 Rendah 8,33 Rendah 9,44 Rendah
Sangat Sangat Sangat
6 P (Phospor) mg/L 1,439 me/kg 1,47 4,54 4,96
Rendah Rendah Rendah
7 K (Kalium) mg/L 13,75 me/100 g 0,14 Rendah 0,26 Sedang 0,72 Tinggi
8 Na (Natrium) mg/L tt**) me/100 g 0,18 Rendah 0,44 Sedang 0,7 Sedang
9 Ca (Kalsium) - - me/100 g 5,86 Rendah 5,75 Sedang 3,95 Rendah
10 Mg (Magnesium) mg/L 50,09 me/100 g 1,57 Sedang 1,49 Sedang 0,44 Rendah
11 KMnO4 mg/L 6487 - - - - - -
12 Coli Tinja MPN/ml 1,7 - - - - - -
Sangat Sangat
13 KTK - - me/100 g 41,04 45,37 31,72 Tinggi
Tinggi Tinggi
14 Jumlah Basa - - - 7,75 - 7,94 - 5,77 -
Sangat Sangat Sangat
15 Kejenuhan Basa - - % 19 17,33 18,67
Rendah Rendah Rendah
16 Pasir - - % 29,67 - 25,67 - 24 -
17 Debu - - % 52,67 - 41,33 - 62,33 -
18 Liat - - % 17,67 - 33 - -
Lempung
Lempung Lempung
19 Tekstur - - - - - Liat -
Berdebu Berliat
Berdebu
Keterangan: *) Berdasarkan LPT (1983); **) tt = Tidak Terdeteksi.

47
Adanya perubahan yang signifikan pada parameter pH baik
H2O maupun KCl setelah diberikan pupuk limbah cair
peternakan sapi terhadap lahan penelitian, dapat dilihat pada
Tabel 4.3. Lahan penelitian tersebut mengalami penurunan pH
(H2O dan KCl) setelah diberikan perlakuan pemberian limbah
cair 1x. pH H2O mengalamai penurunan sebesar 3,35%,
sedangkan untuk pH KCl mengalami penurunan sebesar 2,14%.
Kemudian mengalami penurunan pada perlakuan sesudah
diberikan perlakuan 2x jika dibandingkan dengan sebelum
diberikan limbah cair peternakan sapi (0x) yaitu sebesar 0,78%
untuk pH H2O, dan penurunan sebesar 1,5% untuk pH KCl.
Kandungan tanah tersebut setelah diberikan pupuk cair
tergolong bersifat masam. Menurut Soepardi (1983) hampir
semua pupuk majemuk (mengandung lebih dari 1 macam hara)
cenderung mencipatakan suasana masam dalam tanah. Hal
tersebut terutama disebabkan oleh pembawa nitrogen, terutama
yang mensuplai amonia atau yang menghasilkan amonia bila
ditambahkan dalam tanah.
Perubahan yang signifikan untuk parameter C-Organik
pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Pada
perlakuan pemberian limbah 1x, mengalami peningkatan yaitu
sebesar 9,1%. Perlakuan selanjutnya apabila dibandingkan
dengan sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi (0x)
mengalami peningkatan yaitu sebesar 2,73%. Tetapi
mengalamai penurunan dari sebelum diberikan limbah cair 1x.
Begitupun dengan parameter N. Total menunjukkan grafik
perubahan N. Total pada tiap-tiap perlakuan yaitu 0x, 1x, dan
2x. Setelah diberikan perlakuan pemberian limbah 1x, N. Total
pada tanah mengalami peningkatan sebesar 0,23%.
Selanjutnya setelah diberikan perlakuan pemberian limbah cair
2x mengalami penurunan sebesar 12,2% jika dibandingkan
dengan sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi. Menurut
Santoso (2011) turunnya bahan organik tanah sejalan dengan
turunnya N total tanah yang digunakan untuk pertumbuhan
tanaman, disamping juga akibat pelindian. Hal ini disebabkan
turunnya kadar N total yang telah digunakan untuk pertumbuhan

49
tanaman. Kandungan bahan organik tanah merupakan indeks
untuk menentukan kapasitas penyediaan N di tanah.
Peningkatan parameter perbandingan C/N tanah dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Perlakuan dengan pemberian limbah cair
1x mengalami peningkatan dari sebelumnya, yaitu sebesar
3,96%. Mengalami peningkatan kembali yang cukup tajam dari
sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi (0x) yaitu
sebesar 14,25% dengan setelah diberikan perlakuan pemberian
limbah cair 2x. Penambahan bahan organik dengan C/N ratio
yang tinggi pada tanah mungkin merangsang
perkembangbiakan mikroorganisme tanah, yang dapat
memfiksai hara tanah dalam tubuhnya sehingga menyebabkan
kandungan nitrogen dalam tanah agak berkurang (Safitri, 2015).
Peningkatan P (fosfor) tanah dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Perlakuan dengan pemberian limbah cair peternakan sapi 1x
meningkat tajam yaitu sebesar 67,62% dari sebelum diberikan
perlakuan atau kontrol. Kemudian meningkat kembali pada
perlakuan pemberian limbah 2x. Jika dibandingkan dengan
sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi meningkat tajam
yaitu sebesar 70,36%. Menurut Suyono (2010) dalam
penelitiannya, unsur P yang berasal dari pupuk kandang sapi
lebih terjaga ketersediaannya dalam tanah sehingga
kandungannya dalam tanaman meningkat seiring dengan
peningkatan dosis pemberiannya. Adanya peningkatan
kandungan P-berasal dari pupuk kandang sapi yang tidak
berbeda nyata dalam bulir/biji/buah tanaman diduga lebih
disebabkan oleh rendahnya kandungan P dalam pupuk kandang
sapi. Dan dalam kandungan limbah cair peternakan sapi setelah
dilakukan pengujian memang kandungan fosfor sangat rendah
yaitu 1,439 mg/L.
Peningkatan kandungan kalium tanah disetiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perlakuan dengan pemberian
limbah cair 1x mengalami peningkatan cukup tajam dari
sebelumnya, yaitu sebesar 46,15%. Mengalami peningkatan
kembali yang tajam dari sebelum diberikan limbah cair
peternakan sapi (0x) yaitu sebesar 80,55% dengan setelah

50
diberikan perlakuan pemberian limbah cair 2x. sesuai dengan
literatur, bahwa residu kandungan K dalam tanah makin tinggi
dengan makin tingginya status K tanah dan dosis pupuk K yang
diberikan (Sumarni, 2012).
Peningkatan kandungan natrium tanah disetiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perlakuan dengan pemberian
limbah cair 1x mengalami peningkatan cukup tajam dari
sebelumnya, yaitu sebesar 59,1%. Mengalami peningkatan
kembali yang tajam dari sebelum diberikan limbah cair
peternakan sapi (0x) yaitu sebesar 74,28% dengan setelah
diberikan perlakuan pemberian limbah cair 2x. Berdasarkan
penelitian oleh Zaitun (2010), kadar basa dapat ditukar seperti
natrium pada tanah yang diberi perlakuan dengan pupuk
organik cair lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang
menambahkan pupuk anorganik. Tingginya kadar basa dapat
ditukar (natrium) pada tanah yang diberi perlakuan dengan
pupuk organik cair dapat disebabkan karena semakin seringnya
pemberian pupuk organik cair.
Penurunan pada parameter kalsium tanah di tiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perlakuan dengan pemberian
limbah cair 1x mengalami penurunan dari sebelumnya, yaitu
sebesar 1,87%. Kemudian mengalami penurunan kembali dari
sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi (0x) yaitu
sebesar 32,6% dengan setelah diberikan perlakuan pemberian
limbah cair 2x. Begitupun juga pada parameter magnesium
tanah mengalami penurunan di tiap perlakuan yaitu 0x, 1x, dan
2x. Perlakuan dengan pemberian limbah cair 1x mengalami
penurunan dari sebelumnya, yaitu sebesar 3,8%. Kemudian
mengalami penurunan kembali yang tajam dari sebelum
diberikan limbah cair peternakan sapi (0x) yaitu sebesar 71,61%
dengan setelah diberikan perlakuan pemberian limbah cair 2x.
Parameter kalsium dan magnesium merupakan unsur yang
relatif mudah tercuci, besarnya laju pencucian dipengaruhi oleh
jumlah Magnesium dalam mineral tanah, laju pelapukan,
intensitas pelindian dan penyerapan oleh tanaman. Mg dan Ca
lebih mudah tercuci karena Mg dan Ca diikat lemah pada tapak‐

51
tapak jerapan. Magnesium dan kalsium di dalam tanah dapat
hilang bersama air perkolasi, diserap oleh tanaman maupun
organisme dalam tanah, diabsorpsi oleh partikel liat dan
diendapkan menjadi mineral sekunder. Kehilangan magnesium
dan kalsium dapat disebabkan oleh erosi, pencucian dan
diangkut oleh tanaman (Ariyanti, 2010).
Adanya perubahan Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada
tiap-tiap perlakuan yaitu 0x, 1x, dan 2x dapat dilihat pada Tabel
4.3. Setelah diberikan perlakuan pemberian limbah 1x, KTK
pada tanah mengalami peningkatan sebesar 9,54%.
Selanjutnya setelah diberikan perlakuan pemberian limbah cair
2x mengalami penurunan sebesar 22,71% jika dibandingkan
dengan sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi. KTK
dapat dipengaruhi bahan organik tanah, yakni peningkatan
bahan organik tanah dapat meningkatkan KTK dalam tanah
(Soepardi, 1983). Hasil pengujian bahan organik dalam C-
Organik mengalami kenaikan juga diikuti dengan kenaikan KTK
tanah, dan selanjutnya sama-sama mengalami penurunan.
Adanya perubahan kejenuhan basa pada tiap-tiap
perlakuan yaitu 0x, 1x, dan 2x dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Setelah diberikan perlakuan pemberian limbah 1x, jumalah basa
pada tanah mengalami peningkatan sebesar 2,4%. Selanjutnya
setelah diberikan perlakuan pemberian limbah cair 2x
mengalami penurunan sebesar 25,54% jika dibandingkan
dengan sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi (0x).
Perubahan persetase kejenuhan basa juga diikuti dengan
perubahan pH dalam tanah yang mendapat perlakuan dengan
pemberian pupuk organik. Persentase kejenuhan basa dan pH
terdapat korelasi yang nyata. Selain meningkatkan pH, tingginya
persentase kejenuhan basa juga diikuti dengan rendahnya
kadar Al dan H pada tanah dan pemupukan organik yang
dierikan telah mereduksi kadar Al dan H dalam tanah (Soepardi,
1983).
Adanya perubahan Jumlah basa tanah pada tiap-tiap
perlakuan yaitu 0x, 1x, dan 2x dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Setelah diberikan perlakuan pemberian limbah 1x, jumalah basa

52
pada tanah mengalami peningkatan sebesar 2,4%. Selanjutnya
setelah diberikan perlakuan pemberian limbah cair 2x
mengalami penurunan sebesar 25,54% jika dibandingkan
dengan sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi (0x).
Penurunan parameter pasir tanah ditiap perlakuan yaitu 0x,
1x, dan 2x dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perlakuan dengan
pemberian limbah cair 1x mengalami penurunan dari
sebelumnya, yaitu sebesar 13,48%. Kemudian mengalami
penurunan kembali dari sebelum diberikan limbah cair
peternakan sapi (0x) yaitu sebesar 19,11% dengan setelah
diberikan perlakuan pemberian limbah cair 2x, sedangkan pada
parameter debu tanah menunjukkan mengalami penurunan di
tiap perlakuan yaitu 0x, 1x, dan 2x. Perlakuan dengan
pemberian limbah cair 1x mengalami penurunan dari
sebelumnya, yaitu sebesar 21,53%. Kemudian mengalami
peningkatan dari sebelum diberikan limbah cair peternakan sapi
(0x) yaitu sebesar 18,34% dengan setelah diberikan perlakuan
pemberian limbah cair 2x. Selanjutnya pada parameter liat
tanah setelah diberikan perlakuan mengalami perubahan yang
signifikan. Perlakuan pemberian limbah cair peternakan 1x
mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar
46,45%. Selanjutnya mengalami peningkatan kembali apabila
dibandingkan dengan sebelum diberikan limbah cair (0x) yaitu
sebesar 25,35% setelah perlakuan pemberian limbah cair 2x.
Tetapi mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan
perlakuan 1x.
Berdasarkan Tabel 4.3 dan penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemberian limbah cair peternakan sapi
dengan perlakuan 1x pemberian dapat meningkatkan
kandungan C-Organik, N. Total, C/N, Phospor, Kalium, Natrium,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), Jumlah Basa, dan Liat.
Sedangkan untuk parameter yang lain seperti pH, Kalsium,
Magnesium, Kejenuhan Basa, Pasir, dan Debu dengan
perlakuan pemberian 1x mengalami penurunan. Pada
pemberian limbah cair peternakan sapi dengan perlakuan 2x
memberikan pengaruh terhadap penigkatan kandungan C-

53
Organik, C/N, Phospor, Kalium, Natrium, dan Debu. Sedangkan
untuk parameter sisanya yaitu pH, N.Total, Kalsium,
Magnesium, Kejenuhan Basa, Pasir, Kapasitas Tukar Kation
(KTK), Jumlah Basa, dan Liat mengalami penurunan dari
perlakuan pemberian limbah cair 2x. Hal ini dapat disebabkan
karena jarak waktu pemberian limbah cair yang pertama dan
kedua memiliki rentang yang cukup jauh, sehingga
menyebabkan hasil yang didapatkan perbedaan antar perlakuan
tidak signifikan, dikarenakan beberapa unsur hara yang ada
pada tanah yang telah dialiri sebelumnya sudah dimanfaatkan
untuk pertumbuhan oleh tanaman. Selanjutnya dilakukan uji
anova yang dapat dilihat pada Lampiran 8, dan untuk hasil
analisa dapat dilihat pada Tabel 4.4. Selain itu adanya curah
hujan yang cukup tinggi pada waktu pegaliran limbah
menyebabkan terjadinya proses pencucian unsur hara. Hal
tersebut juga disebutkan oleh Yamani (2012), bahwa
kandungan unsur hara N dan Mg dilokasi penelitian pada
umumnya rendah yang disebabkan terjadinya proses pencucian
unsur hara tersebut oleh karena curah hujan yang cukup tinggi
dan erosi yang terjadi.

54
Tabel 4.4 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Tanah
Kandungan Perlakuan
Unsur Hara Kontrol Pemberian Pemberian P-Value
1x 2x
Nitrogen (N) 0,417a 0,420a 0,363a 0,561
Phospor (P) 1,470a 4,543a 4,627a 0,327
Kalium (K) 0,083a 0,257a 0,717a 0,104
Kalsium (Ca) 5,860a 5,750a 3,950a 0,069
Magnesium 1,557a 1,490a 0,407a 0,084
(Mg)
Natrium (Na) 0,187a 0,443a 0,697a 0,293
C-Organik 3,193a 3,520a 3,283a 0,854
C/N Ratio 8a 8,333a 9,333a 0,444
pH 5,067b 4,9a 5,033b 0,016
KTK 41,043a 45,373a 31,720a 0,155
Kejenuhan 19a 17,333a 18,667a 0,826
Basa
Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-
val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara
yang berhubungan dengan kesuburan tanah seperti parameter
nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, natrium, C-
Organik, C/N ratio, KTK, dan kejenuhan basa pada perlakuan
tanpa pemberian limbah (kontrol), pemberian 1x, dan pemberian
2x memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Sedangkan
untuk parameter pH memberikan pengaruh yang berbeda nyata
antara pemberian limbah 1x dengan kontrol dan pemberian 2x.
Tetapi hasil uji menunjukkan jika dimasukkan ke dalam kriteria
penilaian sifat kimia tanah sama-sama tergolong masam.

4.4 Iklim
Pertumbuhan tanaman kopi tentu juga dipengaruhi oleh
faktor iklim seperti, suhu atau temperatur, curah hujan,
kelembaban udara dan penyinaran matahari yang dijadikan
penelitian. Faktor iklim berupa curah hujan, suhu, kelembaban
udara, dan penyinaran matahari di daerah Ngadirenggo, Wlingi,
55
Blitar data diperoleh dari Stasiun BMKG Karangploso yang
dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
Tabel 4.5 Data Iklim Wilayah Wlingi

Sumber: Stasiun BMKG Karangploso-Malang


Tabel 4.5 menunjukkan curah hujan selama bulan
Februari – Mei di lokasi penelitian yaitu Ngadirenggo Wlingi.
Pada bulan Februari, lahan tanaman kopi mendapatkan air yang
cukup banyak, kemudian curah hujan mengalami penurunan
dibulan Maret, tetapi selanjutnya megalami kenaikan kembali
pada bulan April dan menurun cukup tajam di bulan Mei dimana
sudah memasuki musim kemarau. Menurut AAK (1988) kopi
robusta menghendaki musim kemarau 3-4 bulan, tetapi pada
waktu kemarau harus masih ada hujan, sekurang-kurangnya
sekitar 80 mm tiap bulannya atau dengan frekuensi 2 atau 3
kali. Musim kering dikehendaki maksimal 1,5 bulan sebelum
masa berbunga lebat, sedangkan masa kering sesudah
berbunga lebat sedapat mungkin tidak melebihi dua minggu. Hal
tersebut sesuai dengan yang terjadi di lapangan, bahwa masih
mendapatkan kebutuhan air yang cukup untuk tanaman kopi,
dan tanaman kopi saat ini sudah melewati masa berbunga.
Data suhu udara maksimum dan minimum di wilayah
Wlingi, Blitar pada bulan Februari – Mei menunjukkan
perubahan yang signifikan disetiap bulannya. Pada tabel
tersebut juga menunjukkan suhu udara baik maksimum maupun
minimum di wilayah Wlingi masih tergolong cukup tinggi.
Dimana hal tersebut berbeda dengan syarat tumbuh dari
tanaman kopi, di Jawa tanaman kopi untuk jenis robusta
temperatur yang dikehendaki adalah 21-24oC. Tetapi data suhu
tersebut diambil pada Pos Bendungan Wlingi dengan ketinggian
56
174 mdpl, sedangkan ketinggian pada lahan tanaman kopi 890
mdpl. Oleh karena itu, diasumsikan setiap kenaikan ketinggian
sebesar 100 mdpl, suhu udara akan turun 1oC, sehingga
didapatkan suhu udara maksimal sebesar 24,04 oC dan suhu
minimum sebesar 22,64 oC.
Penurunan kelembaban udara pada bulan Februari –
Maret terjadi secara kontinyu, dapat dilihat pada Tabel 4.5,
selanjutnya megalami peningkatan di bulan Mei. Menurut AAK
(1988) tanaman kopi untuk jenis robusta dapat tumbuh dengan
optimal apabila berada pada kelembaban udara relatif antara 70
hingga 85 %. Hal tersebut sudah sesuai, hasil menunjukkan
bahwa kelembaban udara terendah yaitu sebesar 81% yang
terjadi di bulan April, dan kelembaban udara tertinggi sebesar
85% terjadi pada bulan Mei.
Penelitian ini menujukkan penyinaran matahari
mengalami peningkatan secara terus menerus kecuali pada
bulan Mei mengalami penurunan. Penyinaran matahari terendah
yaitu pada bulan Februari sebesar 50% dan tertinggi pada bulan
April yaitu 76%. Salah satu faktor keberhasilan produksi
tanaman kopi adalah penyinaran matahari pada tanaman kopi.
Tanaman kopi sangat erat hubungannya dengan pohon
pelindung, karena sebagai faktor pembatas untuk penyinaran
terhadap tanaman kopi. Menurut penelitian Sobari (2012), tinggi
bibit kopi di bawah penyinaran matahari 66% merupakan yang
terbaik. penyinaran matahari yang tinggi mengakibatkan
tanaman mengalami fotorespirasi, sehingga tanaman
kehilangan sebagian energi untuk pertumbuhannya. Dan hal
tersebut sesuai dilapangan, bahwa penyinaran matahari di
lokasi penelitian masih di bawah 66%, meskipun pada bulan
April 76%. Tetapi dapat diatasi dengan pohon pelindung.

4.5 Kondisi Lahan Tanaman Kopi


Lahan tanaman kopi yang dijadikan sebagai lokasi
penelitian yaitu berada di perkebunan warga di Desa
Ngadirenggo, Wlingi, Blitar, dimana penanggungjawab dari
lahan tanaman kopi tersebut adalah Bapak Mispan. Lahan ini

57
termasuk dalam area PT. Greenfields Indonesia, dimana limbah
cair peternakan sapi itu diperoleh, dan pada nantinya limbah
tersebut juga akan dipergunakan sebagai pupuk tanaman kopi
secara berkelanjutan. Lahan ini juga sebelumnya tidak pernah
dialiri limbah cair peternakan sama sekali.
Lahan tanaman kopi ini juga ditanam dengan tanaman
selain tanaman kopi, karena tanaman kopi tersebut bukan
tanaman pokok. Meskipun tanaman kopi yang berada dilokasi
penelitian bukan tanaman pokok, tetapi masih dilakukan
budidaya tanaman. Budidaya tanaman kopi tersebut dilakukan
dengan cara pemangkasan cabang orthotrop dan pemangkasan
pemeliharan dengan cara mewiwil (membersihkan wiwilan).
Pemangkasan cabang orthotrop dilakukan setiap cabang
mencapai tinggi 1 meter, sedang kan untuk mewiwil dilakukan
ketika wiwilan tersebut tumbuh dan memiliki tinggi ±10 cm.
Untuk pemupukan sendiri hanya dilakukan pada saat
penanaman bibit. Selain dilakukan pemangkasan pada cabang
tanaman kopi juga dilakukan pemeliharaan terhadap pohon
penaung dengan cara memangkas pohon penaung yang
tumbuh lebat. Pohon penaung yang digunakan pada lahan
penelitian ini yaitu Lamtoro yang mempunyai manfaat untuk
melindungi tanaman kopi dari sinar matahari dan angin.
Tanaman kopi tidak tahan terhadap angin yang kencang dan
intensitas cahaya yang tinggi karena dapat mempengaruhi hasil
produksi. Selain itu pohon penaung atau pelindung ini dapat
mencegah terjadinya kekurangan bahan organis akibat teriknya
matahari langsung dan curah hujan yang dapat menyebabbkan
lapisan humus cepat lenyap.
Tanaman kopi yang digunakan pada lahan ini
merupakan kopi jenis BP 308. Bibit BP 308 dipilih karena
merupakan bibit unggul yang tidak mudah terserang gulma dan
hama. Waktu panen pada perkebunan tanaman kopi ini yaitu
setiap bulan ke 7 atau 8 yaitu bulan Juli sampai dengan
Agustus. Sehingga saat ini tanaman kopi yang berada di lokasi
penelitian sudah berbuah.

58
4.6 Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap
Tanaman Kopi
Penelitian ini tanaman kopi yang akan diamati berumur 2-3
tahun. Parameter yang diamati dari pengaruh pemberian limbah
cair peternakan sapi terhadap pertumbuhan tanaman kopi
meliputi tinggi tanaman, laju pertumbuhan tinggi tanaman,
diameter kanopi, laju pertumbuhan diameter kanopi, jumlah
wiwilan, dan ground cover. Pengaruh dari pemberian limbah cair
peternakan sapi diamati selama 12 minggu setelah diberikan
perlakuan yaitu kontrol, pemberian 1x dan pemberian 2x, dan
pengamatan dilakukan tiap 2 minggu sekali.

4.6.1 Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap


Tinggi Tanaman Kopi
Penelitian pemberian limbah cair peternakan sapi
terhadap tinggi tanaman kopi dilakukan mulai minggu ke-0
hingga minggu ke-12. Pengamatan tinggi tanaman kopi
dilakukan pengukuran dengan diukur dari atas permukaan tanah
sampai daun tertinggi tanaman. Selanjutnya, setelah diketahui
nilai tinggi tanaman kopi, dilakukan analisa uji anova pada
setiap minggu dan setiap perlakuan (Lampiran 9). Hasil analisa
pengaruh pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap
tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Tinggi
Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
59
Tabel 4.6 menunjukkan pemberian limbah cair
peternakan sapi terhadap perubahan parameter tinggi tanaman
kopi memberikan pengaruh yang tidak signifikan pada tiap
perlakuan. Perubahan tinggi tanaman kopi per minggu dari
minggu ke-0 hingga minggu ke-12 untuk perlakuan pemberian
1x dan 2x relatif sama ditiap minggunya dan selalu mengalami
peningkatan disetiap minggunya. Sedangkan untuk kontrol juga
mengalami peningkatan tinggi tanaman meskipun tidak terlalu
besar di setiap minggunya. Selanjutnya untuk rerata tinggi
tanaman kopi pada setiap kelompok petak dari pengamatan
minggu ke-0 hingga minggu ke 12 juga tidak memberikan
pengaruh yang signifikan, dikarenakan antara petak 1, petak 2,
dan petak 3 tidak terdapat perbedaan kondisi lahan. Kenaikan
tinggi tanaman tiap minggunya akibat pengaruh pemberian
limbah cair peternakan sapi juga dapat dilihat pada grafik
(Gambar 4.1)

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap


Tinggi Tanaman Kopi
Pengaruh pemberian limbah cair peternakan sapi juga
dilakukan uji anova terhadap parameter laju pertumbuhan tinggi

60
tanaman (Lampiran 10). Hasil analisa uji anova parameter laju
pertumbuhan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Laju
Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap
parameter laju pertumbuhan tinggi tanaman kopi menunjukkan
adanya perubahan di setiap perlakuan, dan menunjukkan
bahwa pemberian limbah cair peternakan sapi berpengaruh
nyata antara perlakuan kontrol dengan pemberian 1x, dan
pemberian 2x. Pada minggu ke-2 menunjukkan bahwa
perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan pemberian
2x, sedangkan untuk perlakuan kontrol dengan pemberian 1x
dan pemberian 1x dengan 2x kurang berpengaruh. Begitupun
untuk pengamatan pada minggu ke-6 sama dengan
pengamatan di minggu ke-2. Pengamatan di minggu ke-8
hingga minggu ke-12 menunjukkan perlakuan kontrol
berpengaruh nyata terhadap perlakuan dengan pemberian 1x
dan 2x, sedangkan untuk perlakuan pemberian 1x dengan 2x
kurang berpengaruh. Pada tabel di atas juga menunjukkan laju
pertumbuhan untuk perlakuan kontrol berlangsung lambat jika
dibandingkan dengan perlakuan pemberian 1x dan 2x. Menurut
Hadisuwito (2012), di dalam pupuk organik cair terdapat unsur
nitrogen (N) yang berfungsi pada pertumbuhan vegetatif
tanaman. Akan tetapi pada tinggi tanaman kurang berpengaruh
nyata, hal ini diduga karena kandungan unsur N didalam tanah
sedang, sehingga respon terhadap penambahan unsur N
melalui pemupukan tidak terlihat. Suplai unsur N sangat

61
diperlukan pasalnya tanaman yang kekurangan unsur (N) akan
terus mengecil, bahkan secara cepat berubah menjadi kuning
karena N yang tersedia tidak cukup untuk membentuk protein
dan klorofil. Selanjutnya pada perlakuan pemberian 1x dan 2x
menunjukkan kurang berpengaruh nyata, tetapi pemberian 2x
menunjukkan peningkatan laju lebih tinggi dari pemberian 1x.
Menurut Rusli (2015) semakin banyak jumlah pupuk yang
diberikan maka komponen pertumbuhan tanaman kopi
cenderung semakin meningkat. Dan pada penelitian ini, jarak
pemberian pupuk cair peternakan sapi adalah selang 2 minggu,
dimana sesuai dengan peelitian Dewi (2015), bahwa selang
waktu pemupukan dua minggu memberikan hasil yang terbaik
terhadap parameter pertambahan tinggi tanaman.

4.6.2 Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap


Diameter Kanopi Tanaman Kopi
Diameter kanopi merupakan salah satu parameter yang
juga dilakukan pengukuran setelah diberikan perlakuan
pemberian air limbah peternakan sapi. Pengukuran diameter
kanopi yaitu dengan diukur dari daun (tajuk) terluar atau hingga
daun (tajuk) terluar lainnya. Selanjutnya, setelah diketahui nilai
diameter kanopi tanaman kopi, dilakukan analisa uji anova pada
setiap minggu dan setiap perlakuan (Lampiran 11). Hasil
analisa pengaruh pemberian limbah cair peternakan sapi
terhadap diameter kanopi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.8.

62
Tabel 4.8 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Diameter
Kanopi Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap
tanaman kopi menunjukkan untuk parameter diameter kanopi
mengalami kenaikan di setiap perlakuan meskipun kurang
signifikan. Setelah dilakukan uji Anova, sama halnya dengan
tinggi tanaman kopi, parameter diameter kanopi kurang
berpengaruh di setiap perlakuan dari minggu ke-0 hingga
minggu ke-12. Sedangkan untuk rerata diameter kanopi
tanaman kopi pada setiap kelompok petak dari pengamatan
minggu ke-0 hingga minggu ke 12 juga tidak memberikan
pengaruh yang signifikan, dikarenakan antara petak 1, petak 2,
dan petak 3 tidak terdapat perbedaan. Kenaikan diameter
kanopi tiap minggunya akibat pengaruh pemberian limbah cair
peternakan sapi juga dapat dilihat pada grafik (Gambar 4.2)

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap


Diameter Kanopi Tanaman Kopi
Parameter laju diameter kanopi juga dilakukan analisa
anova untuk mengetahui pengaruh dari pemberian limbah cair
peternakan sapi (Lampiran 12).

63
Tabel 4.9 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Laju
Pertumbuhan Diameter Kanopi Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Tabel 4.9 menujukkan laju pertumbuhan diameter kanopi
setelah diberikan perlakuan limbah cair peternakan sapi kurang
berpengaruh di setiap perlakuannya pada minggu ke-2 dan
minggu ke-4. Selanjutnya pada minggu ke-6 sampai minggu ke-
12 memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara kontrol
dengan pemberian 1x dan 2x. Diameter kanopi memberikan
pengaruh langsung yang kuat terhadap produksi kopi. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa semakin lebar diameter kanopi maka
daerah jangkauan akar untuk memperoleh unsur hara semakin
luas. Semakin banyak unsur yang didapat oleh akar akan
menyebabkan fotosintesis menjadi maksimal yang
mengakibatkan pembentukan bunga dan buah akan meningkat
(Purba, 2011).

4.6.3 Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap


Jumlah Wiwilan Tanaman Kopi
Wiwilan merupakan salah satu cabang dari tanaman kopi
yang bisa disebut dengan cabang air/tunas air/cabang orthotrop.
Wiwilan tumbuhnya tegak lurus atau vertikal. Cabang ini dapat
menggantikan kedudukan batang, bila batang itu dalam
keadaan patah atau dipangkas. Penelitian ini, dilakukan uji
anova (Lampiran 13) untuk mengetahui pengaruh tidaknya
perlakuan pemberian air limbah yaitu dengan menghitung

64
jumlah wiwilan yang tumbuh mulai dari minggu ke-0 hingga
minggu ke-12. Berikut adalah hasil analisis pengaruh pemberian
limbah cair peternakan sapi terhadap jumlah wiwilan.
Tabel 4.10 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Jumlah
Wiwilan Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Parameter jumlah wiwilan pada Tabel 4.10 menunjukkan
setelah diberikan perlakuan pemberian limbah peternakan sapi,
berpengaruh nyata antara perlakuan kontrol dengan pemberian
1x dan pemberian 2x. Sedangkan untuk pemberian 1x dengan
2x kurang berpengaruh nyata. Pada Gambar 4.3 juga
menunjukkan pertumbuhan wiwilan dari minggu ke-0 hingga
minggu ke-12 mengalami peningkatan. Sedangkan untuk rerata
pertumbuhan wiwilan tanaman kopi pada setiap kelompok petak
dari pengamatan minggu ke-0 hingga minggu ke 12 juga tidak
memberikan pengaruh yang signifikan, dikarenakan antara
petak 1, petak 2, dan petak 3 tidak terdapat perbedaan. Wiwilan
atau tunas air dapat digunakan sambung cabang tanaman kopi
yang bertujuan untuk menambah cabang-cabang produksi agar
produksi meningkat dari tahun ke tahun (Suharjo, 2012).

65
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap
Jumlah Wiwilan Tanaman Kopi

4.6.4 Pengaruh Limbah Cair Peternakan Sapi Terhadap


Ground Cover Tanaman Kopi
Ground cover atau tutupan kanopi merupakan penutup
tanah yang dapat memberikan perlindungan terhadap tanah dari
daya rusak air hujan ataupun sinar matahari terhadap agregat
tanah. Jika kondisi tutupan vegetasi di suatu daerah sangat
rapat, maka tanah mendapat perlindungan yang baik dari air
hujan maupun sinar matahari secara langsung (Marjuki, 2008).
Pengukuran ground cover dilakukan dengan cara menghitung
jumlah kotak (grid) yang tidak terkena paparan sinar matahari
dalam kotak tersebut. Selanjutnya dikonversi menjadi satuan
persen (%). Hasil analisa pengaruh pemberian limbah cair
peternakan sapi terhadap ground cover tanaman kopi dapat
dilihat pada Tabel 4.11.

66
Tabel 4.11 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Ground
Cover Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Pada penelitian ini, semakin besar nilai ground cover,
maka menunjukkan tanaman tersebut semakin rapat dan tanah
semakin tertutup. Setelah dilakukan uji anova, pemberian
perlakuan limbah cair peternakan sapi terhadap parameter
ground cover menunjukkan kurang berpengaruh, dapat dilihat
pada Lampiran 14. Tetapi dalam pengamatan dari minggu ke-2
hingga minggu ke-12 menunjukkan adanya kenaikan yang tidak
terlalu signifikan yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.

67
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap
Ground Cover Tanaman Kopi
Parameter untuk laju ground cover juga dilakukan
analisa untuk mengetahui pengaruh dari pemberian limbah cair
peternakan sapi.
Tabel 4.12 Pengaruh Perlakuan Limbah Cair Terhadap Laju
Ground Cover Tanaman Kopi

Keterangan: P-val didapatkan dari uji Anova menggunakan SPSS; p-


val <0,05 = berbeda nyata; Angka merupakan rata-rata 3 kelompok
petak; Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama
menyatakan berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 0,05.
Laju ground cover merupakan selisih antara ground
cover pada pengamatan sebelumnya dengan pengamatan
sesudahnya. Hasil analisa pada Tabel 4.12 menunjukkan pada
68
setiap perlakuan di tiap minggunya menunjukka laju yang
fluktuatif yaitu mengalami kenaikan maupun penurunan. Setelah
dilakukan uji anova menunjukkan pengaruh pemberian limbah
cair peternakan sapi terhadap tutupan kanopi atau ground cover
tidak berbeda nyata mulai dari minggu ke-2 hingga minggu ke-
12, dapat dilihat pada Lampiran 15.

69
HALAMAN SENGAJA DIKOSONGKAN

70
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Pemberian limbah cair peternakan sapi dengan perlakuan
tanpa pemberian (0x), pemberian limbah 1x, dan pemberian
limbah 2x, menunjukkan adanya peningkatan unsur hara
dalam tanah.
2. Pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap parameter
tinggi tanaman kopi memberikan pengaruh yang kurang
signifikan antar perlakuan. Tetapi dari minggu ke-2 hingga
minggu ke-12 mengalami peningkatan. Sedangkan untuk
laju pertumbuhan tinggi tanaman kopi cenderung
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perlakuan
pemberian 2x limbah cair, dan untuk pengaruh kelompok
tidak memberikan pengaruh, karena pada tiap petak tidak
memiliki perbedaan kondisi lahan.
3. Pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap parameter
diameter tanaman kopi memberikan pengaruh yang kurang
signifikan antar perlakuan. Tetapi dari minggu ke-2 hingga
minggu ke-12 mengalami peningkatan. Sedangkan untuk
laju pertumbuhan diameter kanopi menunjukkan pengaruh
yang cukup signifikan baik pada perlakuan pemberian 1x
maupun 2x.
4. Pengaruh pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap
wiwilan tanaman kopi meningkat pada pemberian 1x dan
2x. Rata-rata tumbuhnya wiwilan terbesar pada perlakuan
pemberian 2x yaitu pada minggu ke-12 sebesar 12,60.
5. Pemberian limbah cair peternakan sapi terhadap parameter
ground cover tanaman kopi memberikan pengaruh yang
kurang signifikan antar perlakuan. Tetapi dari minggu ke-2
hingga minggu ke-12 menunjukkan adanya peningkatan.
Sedangkan untuk laju ground cover tanaman kopi
menunjukkan laju yang fluktuatif.

71
5.2 Saran
Pada saat dilakukan penelitian, lebih baik tanaman-
tanaman disekitar objek penelitian dibersihkan secara berkala,
sehingga tidak mengganggu tanaman tersebut tumbuh.
Terutama untuk pohon penaung tanaman kopi sebaiknya
dilakukan perawatan, karena pohon penanung juga dapat
mempengaruhi tanaman kopi. Sebaiknya diberikan pupuk
tambahan selain limbah cair peternakan sapi, sehingga unsur
hara dalam tanah dapat bertambah dan membantu proses
pertumbuhan tanaman kopi, dan juga dilakukan analisis unsur
hara dari pupuk tambahan tersebut. Sebaiknya dilakukan
penambahan parameter penelitian jumlah cabang dan kualitas
biji tanaman kopi, dan penelitian dilakukan lebih dari 3 bulan.

72
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta: Kanisius.


Acmad,S.A dan Putra R.C. 2016. Respon Tanaman Karet di
Pembibitan Terhadap Pemberian Pupuk Majemuk
Magnesium Plus. Jurnal Penelitian Karet. 34(1). 49-60.
Adiatma, R.N. 2016. Karakteristik dan Analisis
Keuntungan Pupuk Organik Cair Biourine Sapi Bali
yang Diproduksi Menggunakan Mikroorganisme Lokal
(Mol) dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Aditya, I W. 2015. Kajian Kandungan Kafein Kopi Bubuk,
Nilai pH dan Karakteristik Aroma dan Rasa Seduhan
Kopi Jantan (Pea berry coffee) dan Betina (Flat beans
coffee) Jenis Arabika dan Robusta. Skripsi. Bali:
Universitas Udayana.
Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Agustina, T. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor
Peternakan Susu. Kementerian Pertanian: Pusat Data
dan Sistem Informasi Pertanian.
Akbar, A.F. 2016. Assessment Kesuburan Kimia Tanah
untuk Tujuan Pengelolaan Lahan Kering Sub DAS
Bengawan Solo Hulu. Skripsi. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Ariyanti, E., S, dan Suwarto. 2010. Kajian Status Hara Makro
Ca, Mg, dan S Tanah Sawah Kawasan Industri Daerah
Kabupaten Karanganyar. Jurnal Ilmu Tanah dan
Agroklimatologi. 7(1). 51-60.

73
Artiana , L.H, Sulaiman A, Hadie J. 2016. Pemanfaatan Limbah
Kotoran Sapi dan Jerami Kacang Tanah sebagai
Bokashi Cair Bagi Pertumbuhan Tanaman Sawi
(Brassica juncea L.). Jurnal Enviro Scienteae, Vol. 12,
No. 3, Hal. 168-180.
Azzahrawani, E. 2010. Kualitas Pupuk Cair Dari Limbah
Monosodium Glutamat (MSG) dengan Penambahan
Sumber Hara Organik Tepung Tulang dan Guano Yang
Difermentasi dan Tanpa Fermentasi dengan Isi Rumen
Sapi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bernas, S.M. Bako J.B dan Wijaya A. 2009. Efisiensi Pupuk
Organik dan Teras dalam Mengurangi Degradasi
Lahan dan Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi
Kopi Organik di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Sumatera Selatan: Balai Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia.
Darlita, R.R, Benny J, Rija S. 2017. Analisis Beberapa Sifat
Kimia Tanah Terhadap Peningkatan Produksi Kelapa
Sawit pada Tanah Pasir di Perkebunan Kelapa Sawit
Selangkun. Jurnal Agrikultura. 28(1). 15-20.
Dewi, K. 2015. Pemberian Pupuk Majemuk dan Selang
Waktu Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Bibit
Kakao (Theobroma cacao L.). Prosiding Seminar
Nasional Lahan Suboptimal. Palembang.
Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis.
Jakarta: Akademika Pressindo.

74
_____________, 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Hartatik, W dan Widowati L.R.,. 2006. Pupuk Kandang. Bogor:
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Hermayasari, A. 2013. Pengelolaan Limbah Peternakan
“Karakteristik Limbah Sapi Perah”. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Hidayati, Y.A. 2011. Kualitas Pupuk Cair Hasil Pengolahan
Feses Sapi Potong Menggunakan Saccharomyces
cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak. 11(2). 104-107.
Indrawaty, P.V. 2016. Pengaruh Penggunaan Urin sebagai
Sumber Nitrogen Terhadap Bentuk Fisik dan Unsur
Hara Kompos Feses Sapi. Jambi: Universitas Jambi.
Lithourgidis, A.S., T. M, N. Barbayiannis, and C.A. Dordas.
2007. Effect of Liquid Cattle Manure on Corn Yield,
Composition, and Soil Properties. Agron. J. 99:1041-
1047.
Liza. 2011. Pengaruh Pemupukan Urin Sapi Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor
L.). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta.
LPT (Lembaga Penelitian Tanah). 1983. Penuntun Analisa
Fisika Tanah. Lembaga Penelitian Tanah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Lubis, M.A.T.P. 2012. Evaluasi Sifat-Sifat Kimia Tanah yang
Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di PT
Smart Kebun Padang Halaban Kabupaten Labuhan
Batu Utara. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Marjuki, B. 2008. Penerapan Teknik Perolehan Data Tutupan
Kanopi (Canopy Cover) Menggunakan Pendekatan

75
Indeks Vegetasi dan Hubungannya dengan Tingkat
Erosi Tanah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Masroni, I. 2016. Pengaruh Starter “Stimulator Plus” dengan
Kadar Berbeda terhadap Penampilan Fisik dan
Kualitas Kimia Pupuk Organik Cair. Skripsi. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Nainggolan, G.D., Suwardi dan Darmawan. 2009. Pola
Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow
Release Fertilizer) Urea-Zeolit-Asam Humat. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Novita, D. 2013. Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia
Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilemo
(Litsea cubeba Pers). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nugroho, E.D. 2017. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah
PT Greenfields Indonesia Desa Babadan Kecamatan
Ngajum Kabupaten Malang Jawa Timur. Purwokerto:
Universitas Jenderal Soedirman.
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta (ID): Agro
Media Pustaka.
Partoyo. 2005. Analisis indeks kualitas tanah pertanian di
lahan pasir Pantai Samas Yogyakarta. Ilmu Pertanian,
12 (2): 140 – 15.
Plaster, E. 2003. Soil science and Management (4th ed). New
York: Thomson Learning,Inc.
Prasetyo, T. 2011. Penilaian Kualitas Tanah pada Produksi
Tanaman Sayuran dengan Metode Karbon Teroksidasi
KMnO4 (Potassium Permanganate). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Prijono, S. 2012. Dasar Ilmu Tanah. Malang: Universitas
Brawijaya.

76
Rahardjo, P. 2012. Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi
Arabika dan Robusta. Trias QD, editor. Jakarta(ID):
Penerbar Swadaya.
Republik Indonesia. 2009. PERMENTAN (Peraturan Menteri
Pertanian) No. 70 Tahun 2011 tentang Pupuk Organik,
Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Lembaran Negara
RI Tahun 2011, No. 140. Jakarta: Sekretariat Negara.
Rusli, S, dan Wardiana E. 2015. Pengaruh Pemupukan
terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Biji Empat
Klon Kopi Robusta di Tanah Podsolik Merah Kuning,
Lampung Utara. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar,
Vol. 2, No. 2, Hal. 107-112.
Safitri, M. 2015. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Cair
dari Limbah Kulit Buah Pisang Kepok terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea
Reptans Poir). Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Santoso, R.S. 2011. Hasil Padi Sawah yang Diaplikasi Pupuk
Organik. Jurnal Agrivigor. 10(3). 319-330.
Setianingsih, N. I. 2015. Pengolahan Air Limbah Kadar
Garam Tinggi dengan Sistem Lumpur Aktif. Semarang:
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri.
Yusuf, M.A. Pre-Treatment of Raw Water Using Fixed Bed
Reactor Technology. Tesis. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Sihite, E.A, Damanik, Mariani S. 2016. Perubahan Beberapa
Sifat Kimia Tanah, Serapan P dan Pertumbuhan
Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala
Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan
Beberapa Sumber P. Medan: Universitas Sumatera
Utara.

77
Simanungkalit dan Suriadikarta. 2006. Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Siregar, F.L.R.M. 2010. Kejenuhan Basa, Ketersediaan Hara
Bagi Pertumbuhan Tanaman Bangun-Bangun (Coleus
amboinicus Lour.) dan Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus) pada Tanah Gambut Asal Labuhan
Batu. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Sudiarto, B. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu
dan Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Sufiriyanto, Hastuti S, Prabowo D, Setyawati. 2012.
Opimalisasi Pupuk Cair Urine Sapi Bunting dan Slury
Biogas Metode Nanometer untuk Meningkatkan
Produktivitas Rumput Gajah. Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan
Kearifan Lokal Berkelanjutan II. Purwokerto.
Suharjo, E. 2012. Budidaya Kopi Robusta di PTPN IX
Persero. Tugas Akhir. Semarang.
Sumarni, N., Rosliani R, Basuki RS, dan Hilman Y. 2012.
Pengaruh Varietas, Status K-Tanah, dan Dosis Pupuk
Kalium terhadap Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan
Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah. Jurnal
Hortikultura. 22(3). 233-241.
Supriyadi, S. 2009. Status Unsur-Unsur Basa (CA2+, Mg2+, K+,
and Na+) di Lahan Kering Madura. Madura: Universitas
Trunojoyo.

78
Suwardana, I.W. 2016. Isolasi dan Identifikasi Escherichia
coli O157:H7 pada Feses Sapi di Kecamatan Petang,
Kabupaten Badung-Bali. Bali: Universitas Udayana.
Suyono, A.D., dan Citraresmini A. Komposisi Kandungan
Fosfor pada Tanaman Padi Sawah Berasal dari Pupuk
P dan Bahan Organik. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik.
12(3). 126-135.
Utami, N.H. 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat
Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga
Penutupan Lahan. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Waluyo, T., Erlin H, Wowon J. 2016. Deteksi Jumlah Bakteri
Coliform pada Proses Pembentukan Biogas Feses
Sapi Potong Reaktor Tipe Fixed-Dome. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Wicaksono, T. 2015. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah
pada Beberapa Cara Penggunaan Lahan di Desa Pal IX
Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Widyastuti, F.R. 2013. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha
Peternakan Sapi di Kawasan Usahatani Terpadu
Bangka Botanical Garden Pangkalpinang. Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro.
Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan
Kualitas Tanah. Yogyakarta: Gava Media.
Yamani, A. 2012. Analisis Kadar Hara Makro Tanah pada
Hutan Lindung Gunung Sebatung di Kabupaten
Kotabaru. Jurnal Hutan Tropis. Vol. 12(2). 181-187.
Zenda, S. 2012. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan
Kuantitatif Kopi Robusta (Coffea Canephora) pada

79
Kelompok Tani Binakarya Desa Pesawaran Indah
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.
Lampung: Universitas Lampung.

80

Anda mungkin juga menyukai