SKRIPSI
Oleh:
Puji syukur kehadirat Allah SWT. dengan segala rahmat dan nikmat-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun laporan skripsi
ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari lembah kegelapan menuju
jalan yang terang benderang.
Skripsi dengan judul “Karakteristik Fisikokimia Ekstrak Propolis Dengan
Campuran Pelarut PEG 400, Air, Dan VCO Dari Lebah Trigona Sp. Asal
Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara” іnі dіmаkѕudkаn untuk
memenuhi sebagian ѕуаrаt-ѕуаrаt guna mencapai gelar Sarjana Farmasi dі
Universitas Halu Oleo.
Berbagai pihak telah banyak memberikan inspirasi, motivasi, dan bantuan
dalam mengatasi berbagai kesulitan dan tantangan dalam penyusunan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada orang tua penulis ibunda Hasnawati dan ayahanda Alm.
Muhammad Azahari, juga kepada kakak tercinta Hangga Dewangga Haritz
Azahari dan Rakhmiyati Saputri atas segala doa, restu, semangat, bimbingan,
arahan, nasehat yang memberikan kedamaian hati serta ketabahan, dalam
mendidik, membesarkan dan menitipkan harapan besar untuk penulis. Serta
keluarga terdekat yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada
penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya.
Ucapan terima kasih yang terdalam juga penulis sampaikan kepada Ibu Hj.
Fery Indradewi Armadany, S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Wa
Ode Sitti Zubaydah, S.Si., M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan dan membimbing
penulis selama mengikuti perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian hasil
penelitian ini.
iv
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis
haturkan kepada :
1. Rektor Universitas Halu Oleo
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.
3. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.
4. Ketua Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.
5. Hj. Fery Indradewi Armadany, S.Si., M.Si., Apt. selaku Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan di bidang akademik.
6. Kepala Laboratorium Farmasi yang telah memberikan izin penggunaan
laboratorium serta seluruh laboran Fakultas Farmasi UHO.
7. Bapak Dr. rer.nat. H. Ahmad Zaeni, M.Si., bapak Sabarudin, S. Farm., M.Si.,
Apt., dan bapak Sudarman Rahman, S.Pd., M.Sc. selaku Dewan Penguji yang
telah banyak memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir.
8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Farmasi atas segala ilmu yang telah diajarkan
kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi UHO.
9. Bapak dan Ibu staf di lingkungan Fakultas Farmasi UHO atas segala fasilitas
dan pelayanan yang diberikan kepada penulis dalam menyusun tugas akhir.
10. Keluarga besar penulis, doa dan dukungan kalian selalu menjadi berkat
tersendiri bagi penulis..
11. Teman-teman seperjuangan “BEWIS” Fredy Talebong, Iin Fauziah, Green
Gloria Sansekerti C.HDF, Ijah Aniza Amir, Indah Amalia Lestari, Lathifah
Syarifah, Lenny Febryani, Nisa Aryanti, Karlinda, Mela Amalia, dan Irma
Oktaviani Tekaka terima kasih untuk semua bantuan dan telah menemani
penulis selama ini dengan canda tawa, dan kekompakannya
12. Sahabat-sahabat penulis Annisa, Yayang, Mutiara, Ulfa, Gian, Dinda, Satria
dan Ardi yang telah banyak memberi masukan dan mendengarkan keluh kesah
penulis.
13. Teman-teman sepenilitian “PROPOLIS LOVERS” terima kasih untuk semua
bantuan, kerja sama dan dukungannya.
v
14. Teman-teman Kelas C 2015 (Kece), teman-teman angkatan 2015 (PULV15)
dan kelas farmasi industri dan teknologi formulasi yang kompak dengan kerja
sama yang baik dan selalu memberikan dukungan serta semangat kepada
penulis.
15. Seluruh pihak yang telah membantu melancarkan penelitian dan penulisan ini
yang tidak tersebutkan namanya ucapan terima kasih tidak terhingga dari
penulis.
Semoga Allah SWT berkenan membalas segala bantuan yang telah
diberikan dengan karunia dan nikmat yang tak terhingga. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Olеh kаrеnа іtu, реnulіѕ
mеnghаrарkаn segala bеntuk saran serta mаѕukаn bahkan krіtіk yang membangun
dаrі bеrbаgаі ріhаk. Sеmоgа skripsi іnі dapat bermanfaat bаgі раrа реmbаса dаn
ѕеmuа ріhаk khuѕuѕnуа dalam bidang Farmasi.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
3.7 Prosedur Penelitian ..................................................................................................... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 34
4.1 Preparasi sampel ......................................................................................................... 34
4.2 Ekstraksi sampel ......................................................................................................... 34
4.3 Karakterisasi Fisikokimia ........................................................................................... 36
BAB V. PENUTUP.......................................................................................................... 44
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 44
5.2 Saran ........................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 45
LAMPIRAN..................................................................................................................... 50
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
AA Asam Amino
cP Centi Poise
eV Elektronvolt
GC-MS Gas Chromatography-Mass Spectometry
kg Kilogram
KG Kromatografi Gas
mg Miligram
mm Milimeter
mL Mililiter
m/z Massa/muatan
PEG Polietilen glikol
pH Power of hydrogen
rpm Rotasi per menit
VCO Virgin Coconut Oil
μL Mikroliter
% Persen
o
C Derajat Celsius
xii
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA EKSTRAK PROPOLIS DENGAN
CAMPURAN PELARUT PEG 400, AIR, DAN VCO DARI LEBAH Trigona
Sp. ASAL KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
ABSTRAK
Propolis adalah zat alami yang dikumpulkan oleh lebah madu dari
berbagai getah, tunas pepohonan dan tanaman yang kemudian dicampur dengan
air liur lebah untuk melindungi sarangnya dari gangguan binatang lain. Telah
banyak penelitian ilmiah yang mengungkap manfaat propolis baik untuk
meningkatkan fungsi biologis maupun untuk pengobatan. Propolis memiliki
karakteristik dan kandungan kimia yang berbeda tergantung pada wilayah dan
cara ekstraksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
fisikokimia ekstrak propolis berdasarkan sifat organoleptik, pH, kadar abu, kadar
air, kadar lilin, viskositas, dan identifikasi komponen senyawa kimia
menggunakan instrumen GC-MS. Karakteristik fisikokimia esktrak propolis
menunjukkan data organoleptik dengan warna coklat kehitaman, bau khas
propolis, dan rasa pahit sepat, memiliki nilai pH 5,74, nilai viskositas 99,806 cP,
kadar abu sebesar 0,12%, kadar air 12,7%, dan kadar lilin sebesar 7%. Serta telah
diidentifikasi enam komponen senyawa yang terkandung didalamnya yaitu
1,2,3,4-Butanatetrol, 2-metoksi-3-(2-propenil)-fenol, Isoeugenol, Trietilen glikol,
Pentaetilen glikol monometil eter, 1,4,7,10,13,16,19-Heptaoksa-2-
sikloheneikosanon.
xiii
PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS OF PROPOLIS EXTRACT
WITH MIXTURES OF PEG 400 SOLUTIONS, WATER, AND VCO AS
SOLVENT FROM Trigona Sp. BEE ORIGIN OF SOUTH KONAWE,
SOUTH EAST SULAWESI
ABSTRACT
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1
dari 300 konstituen diidentifikasi dalam sampel yang berbeda dan yang baru
masih diakui selama karakterisasi kimia dari jenis propolis baru. Proporsi dari
berbagai zat yang ada dalam propolis tergantung pada tempat dan waktu
pengumpulannya (Wagh, 2013).
Propolis telah digunakan secara luas dalam pengobatan tradisional selama
bertahun-tahun, dan ada bukti substansial yang menunjukkan bahwa propolis
memiliki sifat antiseptik, antijamur, antibakteri, antiviral, anti-inflamasi dan
antioksidan. Propolis saat ini termasuk obat tanpa resep untuk gejala demam
(infeksi saluran pernapasan atas, flu biasa, infeksi mirip flu) serta sediaan
dermatologis yang berguna dalam penyembuhan luka, pengobatan luka bakar,
jerawat, herpes simpleks dan genitalis, dan neurodermatitis. Selain itu, propolis
digunakan dalam obat kumur dan pasta gigi untuk mencegah karies dan
mengobati gingivitis dan stomatitis (Pietta G dan Pietta, 2002).
Untuk menerapkan sifat propolis ini pada ilmu pengobatan manusia dan
hewan yang pertama-tama harus dilakukan adalah menstandardisasikan-nya
(Bankova dkk., 2000). Salah satu langkah dalam standarisasi bahan herbal adalah
dengan melakukan karakterisasi fisikokimia (Kumari, 2016). Karakterisasi sifat
fisikokimia saat ini mencapai minat yang kuat di bidang penelitian farmasi dan
sekarang menjadi metode standar. Salah satu tantangan utama adalah
mengembangkan bahan aktif farmasi menjadi obat, yang menggabungkan
aktivitas biologis dengan profil fisikokimia yang sesuai (Vogel dkk., 2013).
Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter,
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait
paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia,
biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter
standar umum dan parameter standar spesifik. Pengertian standardisasi juga
berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk
ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg) dan ditetapkan
terlebih dahulu (Ditjen POM, 2000).
2
Beberapa tahun terakhir analisis beberapa sampel propolis dari beberapa
wilayah menghasilkan komposisi kimia yang begitu berbeda. Sejumlah penelitian
yang dilakukan oleh gabungan dari ahli fitokimia dan farmakologi dalam
beberapa tahun terakhir menghasilkan gagasan bahwa sampel propolis yang
berasal dari wilayah yang berbeda dapat memiliki kandungan kimia dan aktivitas
biologis yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena untuk memproduksi
propolis, lebah menggunakan bahan yang dihasilkan dari berbagai proses botani di
berbagai bagian tanaman. Yaitu zat aktif yang disekresikan oleh tanaman serta zat
yang berasal dari eksudat tanaman seperti bahan lipofilik pada daun dan daun
tunas, getah, resin, latek, dll. (Bankova, 2005).
Karena strukturnya yang kompleks, propolis tidak dapat secara langsung
digunakan. Propolis secara komersial diekstraksi dengan pelarut yang cocok.
Pelarut yang paling sering digunakan diantaranya adalah air, metanol, etanol,
kloroform, diklorometan, dan aseton. Penentu komposisi propolis selain lokasi
geografisnya yaitu adalah metode yang digunakan dalam ekstraksinya. Maka dari
itu pelarut harus dipilih dengan hati-hati (Wagh, 2013). Teknik yang paling
populer untuk produksi ekstrak propolis adalah ekstraksi etanol. Metode ini cocok
untuk mendapatkan ekstrak propolis rendah lilin yang kaya akan senyawa aktif
biologis. Meskipun ekstraksi dengan etanol adalah metode yang sederhana dan
efektif, ia memiliki kelemahan seperti rasa residu yang kuat, keterbatasan aplikasi
dalam kosmetik dan industri farmasi misalnya, dalam ekstrak obat etanol tidak
cocok untuk pengobatan beberapa penyakit dalam oftalmologi,
otorhinolaryngologi, pediatri, atau dalam kasus-kasus intoleransi alkohol. Tetapi
beberapa data menunjukkan jumlah senyawa fenol dalam ekstrak air adalah 10
kali lipat lebih rendah dari pada ekstrak etanol dan kelarutan zat aktif biologis
dalam ekstrak minyak propolis sama buruknya dengan ekstrak air. Oleh karena
itu, penting untuk menemukan kosolven yang meningkatkan kelarutan zat-zat ini
dalam air. Menurut berbagai penulis, pengembangan sediaan propolis berdasarkan
teknik ekstraksi nonetanol yang efektif sangat diinginkan. Estrak dengan pelarut
non etanol dalam hal ini PEG memungkinkan ekstraksi senyawa aktif yang lebih
3
efektif dari propolis, dibandingkan dengan ekstrak yang hanya mengandung air
atau minyak (Kubiliene dkk., 2015).
Setahun terakhir budidaya lebah madu trigona di wilayah Sulawesi
Tenggara mulai berkembang, khususnya di wilayah Konawe Selatan. Produksi
dan produktifitas peternak mulai meningkat serta pemasaran sudah mulai
dilakukan tetapi masih hanya terbatas pada madu. Fakta ini disebabkan oleh
berkurangnya informasi ilmiah tentang kualitas produk lebah nasional lainnya,
terutama propolis, berbeda dengan jumlah informasi internasional. Propolis adalah
campuran zat alami yang sangat kompleks dan kualitasnya tergantung pada
tanaman yang tersedia di sekitar sarang, juga pada geografi dan kondisi iklim.
Propolis terutama disusun oleh senyawa fenolik, yang bertanggung jawab untuk
banyak sifat biologis. Produk metabolisme sekunder tumbuhan, bercampur dalam
propolis sebagai hasil interaksi dengan lebah madu. Dengan demikian, untuk
meningkatkan permintaan produk ini dan untuk meningkatkan produksi dan nilai
komersialnya, penting untuk melakukan karakterisasi fisikokimia untuk dapat
dilakukan uji aplikasi potensinya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan uji
karakteristik fisikokimia ekstrak propolis dengan campuran pelarut PEG, air dan
VCO dari lebah Trigona Sp. asal Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagi peneliti dapat menambah pengalaman, pengetahuan dan keahlian
mengenai metode dan proses uji karakteristik fisikokimia ekstrak propolis
dengan campuran pelarut PEG, air dan VCO dari lebah Trigona Sp. asal
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
b. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi penelitian lebih mengenai
kandungan dari ekstrak propolis dengan campuran pelarut PEG, air dan VCO
dari lebah Trigona Sp. asal Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
c. Bagi institusi, mewujudkan peran Universitas Halu Oleo dalam mengkaji
permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait potensi propolis Sulawesi
Tenggara.
d. Bagi masyarakat, memberikan informasi ilmiah tentang propolis dari lebah
Trigona Sp. sehingga dapat dilihat potensinya untuk mengatasi beberapa
permasalahan kesehatan yang ada.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
6
spesies Trigona sp., ada beberapa jenis Trigona di Indonesia diantaranya T.
laeviceps, T. apikalis, T. minangkabau, T. itama, dan sebagainya, sedangkan
penyebaran Trigona di Indonesia sangat beraneka ragam, di Sumatra ada sekitar
31 jenis, di Kalimantan ada 40 jenis, di jawa 14 jenis, Sulawesi ada tiga jenis.
Setiap koloninya terdiri atas 300 – 80.000 ribu ekor (Siregar dkk., 2011). Jumlah
madu yang dihasilkan jenis Trigona lebih sedikit dibandingkan lebah penghasil
madu jenis Apis dan lebih sulit dipanen dari sarangnya, namun jumlah
propolisnya lebih banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain (Singh, 1962) .
2.2 Propolis
a. Definisi
Propolis dalam bahasa Yunani berasal dari kata pro yang berarti
pertahanan, dan polis yang berarti kota, sehingga makna dari propolis yaitu
pertahanan kota. Kota merujuk pada sarang lebah, karena itu lebah menggunakan
propolis (lem lebah) sebagai perlindungan dari hewan lain yang membahayakan
sarang Apis trigona. Propolis juga memiliki fungsi untuk melindungi sarang lebah
Apis trigona dari mikroorganisme yang berbahaya bagi koloninya (Bankova dkk.,
2000).
7
Propolis diambil oleh lebah pekerja dari getah pohon dan wax, kemudian
dikumpulkan di dalam sarangnya. Proses pembentukkan propolis dimulai dari saat
lebah memasukkan getah dan nektar pada tanaman ke dalam mulut yang
kemudian bercampur dengan saliva lebah yang mengandung wax atau lilin,
sehingga terjadi percampuran antara zat resin dari getah pohon dengan saliva
lebah atau beeswax (Fokt dkk., 2010).
Produksi propolis dari setiap lebah sangat bervariasi, beberapa lebah yang
menghasilkan sedikit propolis, antara lain yaitu spesies Mellifera, Dorsata, dan
Cerana. Sedangkan lebah yang memproduksi propolis dalam jumlah banyak yaitu
spesies Trigona (Weiss, 2002).
b. Kandungan Propolis
Propolis adalah campuran kompleks yang terdiri dari lilin lebah, resin dan
balsam tanaman, minyak esensial, serbuk sari dan beberapa senyawa organik dan
mineral (Fokt dkk., 2010). Secara umum, propolis mentah tersusun dari sekitar
50% resin, 30% lilin, 10% minyak esensial, 5% polen, dan 5% dari berbagai
senyawa organik. Lebih dari 300 konstituen diidentifikasi dalam sampel yang
berbeda dan yang baru masih diakui selama karakterisasi kimia dari jenis propolis
baru. Proporsi dari berbagai zat yang ada dalam propolis tergantung pada tempat
dan waktu pengumpulannya (Wagh, 2013) serta sumber tumbuhan yang terdapat
di sekitar sarang (Bankova dkk., 2000).
8
Tabel 2.1 Senyawa Utama Propolis (Alfahdawi, 2017).
Golongan Komponen Grup Komponen
Resin 20-55% flavanoid, asam fenolat dan
ester
Lilin dan asam lemak 20-35% kebanyakan dari lilin lebah
tapi banyak juga dari tanaman
9
Tabel 2.2 Tipe propolis menurut tumbuhan asal dan komposisi kimianya
(Bankova, 2005).
Tipe propolis Asal geografis Asal tanaman Zat aktif utama
Propolis poplar Eropa, Amerika Populus spp. dari Flavon, falavanon,
Utara, daerah non bagian Aigeiros, asam sinamat, dan
tropis Asia yang paling sering esternya.
P. nigra L., Betula Flavon dan
verrucosa Ehrh. flavonol (tidak
sama pada propolis
poplar)
c. Manfaat Propolis
Telah banyak penelitian ilmiah yang mengungkap manfaat propolis baik
untuk meningkatkan fungsi biologis maupun dalam pengobatan. Beberapa
penelitian telah membuktikan efek farmakologi propolis diantaranya sebagai
antibakteri, antijamur, antivirus, antiinflmasi, hepatoprotektif, antioksidan,
imunostimulan, antiulcer, antiaging, antidiabetes, dan masih banyak lagi
(Bogdanov, 2017).
10
perusahaan pembeli propolis mentah memiliki kriteria tersendiri dalam penentuan
mutu propolis. Termasuk soal harganya. Namun, untuk memperoleh propolis
mentah yang murni dari Trigona sangat sulit karena tercampur dengan bahan
lainnya (Mahani dkk., 2011).
2.3 Ekstrak
a. Definisi
Menurut buku Farmakope Indonesia Edisi 4, disebutkan bahwa ekstrak
adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas (Ditjen POM,
2000).
b. Pengelompokan ekstrak
Pengelompokan ekstrak berdasarkan sifatnya, yaitu :
1) Ekstrak encer (extractum tenue). Sediaan ekstrak encer ini memiliki
konsistensi madu dan mudah dituang.
2) Ekstrak kental (extractum spissum). Sediaan ekstrak kental ini memiliki
konsistensi liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan
airnya berjumlah sampai 30 %.
3) Ekstrak kering (extractum siccum). Sediaan ekstrak kering ini memiliki
konsistensi kering dan mudah digosokkan dengan kandungan lembab tidak
lebih dari 5 %.
4) Ekstrak cair (extractum fluidum). Pada ekstrak cair memiliki konsistensi cair
dan mudah dituang (Voight, 1995).
11
c. Metode ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), ekstraksi adalah proses
penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia, sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Beberapa metode yang banyak
digunakan untuk ekstraksi bahan alam antara lain:
1) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan. Prosedurnya dilakukan dengan
merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup. Pengadukan
dilakukan dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi. Kelemahan dari maserasi
adalah prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Ekstraksi secara
menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang dapat
berpotensi hilangnya metabolit. Beberapa senyawa juga tidak terekstraksi secara
efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar (27oC). Ekstraksi secara maserasi
dilakukan pada suhu kamar (27oC), sehingga tidak menyebabkan degradasi
metabolit yang tidak tahan panas (Depkes RI, 2006).
2) Perkolasi
Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan
selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk
ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar (Depkes RI, 2006).
3) Soxhlet
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip
pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan
terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan
melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan
12
yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping
soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang
menghasilkan ekstrak yang baik (Depkes RI, 2006).
4) Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali
diekstraksi selama 4 jam (Depkes RI, 2006).
5) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada suhu
yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada suhu 40-
50oC (Depkes RI, 2006).
6) Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96- 98oC) selama
waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2006).
7) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan suhu sampai titik
didih air, yaitu pada suhu 90-100oC selama 30 menit (Depkes RI, 2006).
d. Penguapan
Ekstrak cair yang memiliki konsistensi cair dan kandungan pelarutnya
yang masih tinggi dapat diubah menjadi bentuk ekstrak kental. Proses pengentalan
ini dapat dilakukan melalui penguapan dengan menggunakan alat Vacuum Rotary
13
Evaporator. Cara kerjanya yaitu perputaran labu dalam sebuah pemanas pada
temperatur dan kecepatan putar tertentu, akan menguapkan cairan yang
terkandung dalam ekstrak. Pembesaran permukaan penguapan menyebabkan
penguapan berlangsung dalam waktu lebih singkat. Pengaturan dalamnya
pencelupan ke dalam penangas air, suhu penangas, hampa udara dan suhu
pendingin membuat kondisi optimal dapat terpenuhi sehingga proses pengentalan
ekstrak dapat berlangsung cepat (Voight, 1995).
e. Ekstraksi propolis
Propolis dalam bentuk mentah (raw propolis) belum bisa dimanfaatkan
khasiatnya karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen aktifnya
harus dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Hingga kini belum ada
standarisasi tentang konsentrasi, metode ekstraksi, dan jenis pelarut yang akan
dipakai. Cara ekstraksi yang paling umum adalah menggunakan pelarut organik.
(Mahani dkk., 2011).
a) Pelarut polar
Pelarut polar yang melimpah di alam adalah air. Jika pelarut jenis ini
digunakan, komponen aktif yang terekstrak juga bersifat polar. Namun ekstraksi
menggunakan air membutuhkan suhu tinggi karena propolis tidak larut air pada
suhu kamar. Suhu ekstraksi menggunakan air sekitar 90-120oC.
Keuntungan ekstraksi ini murah dan bisa menggunakan peralatan
sederhana. Namun, memiliki beberapa kelemahan, antara lain komponen aktif
yang terlarut bersifat polar. Padahal komponen polar pada propolis relatif
14
memiliki aktivitas/khasiat lebih rendah. Selain itu suhu tinggi melebihi 70oC akan
merusak propolis.
15
Teknik yang paling populer untuk produksi ekstrak propolis adalah
ekstraksi etanol. Metode ini cocok untuk mendapatkan ekstrak propolis rendah
lilin yang kaya akan senyawa aktif biologis. Meskipun ekstraksi dengan etanol
adalah metode yang sederhana dan efektif, ia memiliki kelemahan seperti rasa
residu yang kuat, keterbatasan aplikasi dalam kosmetik dan industri farmasi:
misalnya, dalam ekstrak obat etanol tidak cocok untuk pengobatan beberapa
penyakit dalam oftalmologi, otorhinolaryngologi, pediatri, atau dalam kasus-kasus
intoleransi alkohol. Menurut berbagai penulis, pengembangan sediaan propolis
berdasarkan teknik ekstraksi nonetanol yang efektif sangat diinginkan. Estrak
dengan pelarut non etanol dalam hal ini PEG memungkinkan ekstraksi senyawa
aktif yang lebih efektif dari propolis, dibandingkan dengan ekstrak yang hanya
mengandung air atau minyak (Kubiliene dkk., 2015). Pelarut yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan campuran dari tiga pelarut yang mewakili pelarut
polar (air), pelarut non polar (VCO), dan PEG 400 sebagai kosolven.
2) Uraian pelarut
a. Air suling
Air merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa. Rumus molekul air adalah H2O dan berat molekulnya 18,02
g/mol (Ditjen POM, 1979).
Air banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, pelarut untuk
proses formulasi dan pembuatan produk-produk farmasi dan reagen untuk
analisis. Nilai air spesifik digunakan untuk aplikasi tertentu dalam konsentrasi
hingga 100% (Rowe dkk., 2009).
Air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia, seperti
garam-garam, asam, beberapa jenis gas, dan banyak molekul organik sehingga air
disebut pelarut universal. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase
cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar (Hanafiah, 2007).
16
b. VCO (Virgin Coconut Oil)
VCO adalah minyak yang dihasilkan dari buah kelapa segar. Dalam
prosesnya pemanfaatan santan kelapa yang telah diparut kemudian diproses lebih
lanjut, VCO dapat dihasilkan tidak hanya menggunakan proses panas yang tinggi,
banyak alternatif lain yang dapat digunakan dalam pembuatan minyak kelapa ini.
VCO juga memiliki sejumlah sifat fisik yang menguntungkan. Di antaranya,
memiliki kestabilan secara kimia, bisa disimpan dalam jangka panjang dan tidak
cepat tengik, serta tahan terhadap panas. Komponen utama dari VCO adalah
asam lemak jenuh dan memiliki ikatan ganda dalam jumlah kecil, VCO relatif
tahan terhadap panas, cahaya dan oksigen. Dalam perkembangannya VCO telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi, kosmetik, dan pangan (Hapsari, 2007).
c. PEG 400
Polietilen glikol adalah polimer yang dapat dirumuskan oleh formula
HOCH2(CH2OCH2)nCH2OH. Nilai n dapat berkisar dari 1 sampai nilai yang
sangat besar, karena itu berat molekul dari PEG ini dapat berkisar antara 150-
10.000. Senyawa yang memiliki berat molekul dari 150-700 berbentuk cairan,
dimana senyawa yang berat molekulnya 1.000-10.000 berbentuk padatan.
(Grosser and Gmitter, 2011).
Polietilen glikol 400 adalah polietilen glikol H(O-CH2-CH2)n OH dimana
harga n antara 8,2 dan 9,1. Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak
berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik. Larut dalam air, dalam etanol (95%)
P, dalam aseton P, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, praktis
tidak larut dalam eter P dan dalam hidrokarbon alifatik. Bobot molekul rata-rata
380-420. Sangat higroskopis walaupun higroskopis turun dengan meningkatnya
bobot molekul, titik beku 4-8ºC (Depkes RI, 1979).
Ekstraksi propolis dengan glikol hampir sama dengan metode ekstraksi
dengan alkohol. Kekurangan dari teknik ekstraksi ini adalah membutuhkan suhu
yang lebih tinggi saat melakukan proses penguapan pelarut, yang tentunya
membuat komponen propolis di dalam propolis mudah menguap, sedangkan
17
kelebihan dari ekstraksi menggunakan pelarut glikol dapat melarutkan seluruh zat
aktif dalam propolis (Suranto, 2010).
a. Organoleptik
Propolis pada pendekatan pertama dapat dievaluasi dengan sensorisnya
(konsistensi, bau, rasa, dan warna) (Bogdanov, S. 2011). Syarat dari propolis
dengan kualitas tinggi yaitu, propolis harus bebas dari kontaminan, mengandung
persentase lilin yang rendah, serta bahan-bahan yang tidak larut air, kadar abu,
dan tumbuhan asal harus diketahui untuk menentukan senyawa aktif dan harus
mengandung senyawa aktif biologis yang tinggi (Bankova. 2000).
Parameter fisik propolis menurut Ali dkk. (2012) dan López dkk., (2014)
dapat diteliti dengan pengamatan langsung, termasuk penampilan atau tekstur, bau
dan warna. Variabel lingkungan tergantung pada di mana posisi geografis sarang
lebah dan flora dominan di peternakan lebah.
18
b. Derajat Keasaman (pH)
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki
nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa
sedangkan nilai pH< 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi.
Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang
berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya
rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indicator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu
larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda
pengukuran pH, elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi. Istilah pH
berasal dari "p", lambang matematika dari negatif logaritma, dan "H", lambang
kimia untuk unsur Hidrogen. Definisi yang formal tentang pH adalah negative
logaritma dari aktivitas ion Hidrogen. pH adalah singkatan dari power of
Hydrogen.
pH = -log [H+]
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk pengolahan
sesuatu zat, baik di industri maupun kehidupan sehari-hari. Pada industri kimia,
keasaman merupakan variabel yang menentukan, mulai dari pengolahan bahan
baku, menentukan kualitas produksi yamg diharapkan sampai pengendalian
limbah industri agar dapat mencegah pencemaran pada lingkungan (Alaydrus dan
Cordova, 2012). pH merupakan tingkat keasaman yang akan mempengaruhi daya
tahan suatu produk. Dapat dikatakan bahwa kadar asam yang tinggi (pH yang
rendah) disertai dengan total padatan terlarut yang tinggi merupakan teknik
pengawetan pada produk. Pada pH rendah (kurang dari 4,6) mikroorganisme
berbahaya seperti Clostridium botulinum akan sulit untuk tumbuh dan
berkembang (Buckle, 2013).
19
c. Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan- bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu (Zahro, 2013). Kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam
anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalya garam-garam asam
mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam
bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat (Sudarmadji, 1989).
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan
air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. kadar abu yang terukur merupakan
bahan-bahann anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan
bahan-bahan organik terbakar (Winarno, 1992).
d. Kadar Air
Kadar air (moisture) adalah bagian yang hilang jika dipanaskan pada
kondisi uji tertentu. Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi
kualitas dan daya simpan dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar
air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam
makanan dapat dilakukan dengan dengan beberapa metode, yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode
khusus (Anonim, 2003).
e. Kadar lilin
Berdasarkan data ilmiah, kandungan lilin yang terkandung dalam propolis
sangat bervariasi berkisar antara 5 sampai 50%. Komponen lilin dalam propolis
20
diklaim sebagian besar terdiri dari lilin lebah. Persentase lilin dalam propolis
tergantung pada fungsinya yang digunakan lebah. Misalnya propolis yang
digunakan untuk mengisi celah dan lubang pada sarang memiliki kandungan lilin
yang tinggi. Untuk penggunaan terapeutik propolis, bahan aktif biologis, yaitu,
flavonoid, ester aromatik, dan asam, karena polaritasnya, diekstraksi dari propolis
dengan pelarut organik polar, biasanya etanol atau campuran etanol dan air.
Namun, keberadaan sejumlah besar lilin lebah non-polar dapat dengan mudah
menyebabkan pembentukan emulsi yang tidak diinginkan. Ini adalah batasan
penting karena dapat menghambat isolasi senyawa-senyawa ini dari propolis
melalui etanol (Hogendoorn dkk., 2013).
f. Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Viskositas (kekentalan) berasal dari kata Viscous. Suatu bahan apabila
dipanaskan sebelum menjadi cair terlebih dahulu menjadi Viscous yaitu menjadi
lunak dan dapat mengalir pelan – pelan. Viskositas dapat dianggap sebagai
gerakan di bagian dalam (internal) suatu fluida (Elert, 2011).
Gaya tarik antar molekul yang besar dalam cairan menghasilkan viskositas
yang tinggi. Kekentalan (viskositas) merupakan sifat cairan yang berhubungan
erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir
cepat, sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Cairan yang mengalir cepat
seperti air, alkohol dan bensin mempunyai viskositas kecil. Sedangkan cairan
yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak castor dan madu mempunyai
viskositas besar (Kartini, 2010).
Tingkat kekentalan suatu fluida dinyatakan oleh koefisien kekentalan
fluida tersebut. Koefisien viskositas didefinisikan sebagai hambatan pada aliran
cairan. Koefisien viskositas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
Poiseuille :
21
=
……………………………………………………………………….(2.1)
t ialah waktu yang diperlukan cairan bervolume V, yang mengalir melalui pipa
kapiler dengan panjang l dan jari – jari r. Tekanan P merupakan perbedaan
tekanan aliran kedua ujung pipa viskometer dan besarnya diasumsikan sebanding
dengan berat cairan, dan η (eta) adalah nilai viskositas cairan, satuan viskositas
yang biasa digunakan adalah Poise (P), dimana harga 1 Poise = 1/10 .
22
Pengukuran viskositas yang tepat dengan cara seperti persamaan (1) sulit
dicapai. Hal ini disebabkan harga r dan l sukar ditentukan secara tepat. Kesalahan
pengukuran terutama r, sangat besar pengaruhnya karena harga ini dipangkatkan
empat. Untuk menghindari kesalahan tersebut dalam prakteknya digunakan suatu
cairan pembanding. Cairan yang paling sering digunakan adalah aquadest. Untuk
dua cairan yang berbeda dengan pengukuran alat yang sama, diperoleh hubungan:
= =
……………………………………………………(2.2)
Karena tekanan berbanding lurus dengan rapatan cairan (ρ), maka berlaku:
……………………………………………………………………..……(2.3)
Jadi, bila dan cairan pembanding diketahui, maka dengan mengukur waktu yang
diperlukan kedua cairan untuk mengalir melalui alat yang sama dapat ditentukan
cairan yang sudah diketahui rapatannya. Terdapat tabel yang menyatakan
hubungan antara nilai viskositas aquadest dengan suhu (Bird, 1993).
Berdasarkan Tabel 2.3, maka suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah
suhu kamar yaitu 20℃. Sehingga nilai viskositas pembanding yang digunakan
23
adalah 1,0019 centi Poise. Dan nilai viskositas ini digunakan sebagai viskositas
pembanding dalam penghitungan nilai viskositas ekstrak propolis.
24
termostatik, sistem deteksi dan pencatat (detector dan recorder) serta komputer
yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data (Gandjar & Rohman, 2007).
c. Kolom pada KG
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di
dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen
sentral pada KG. Jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas (packing column) dan
kolom kapiler (capillary column).
Kolom kemas (packing column) terbuat dari gelas atau logam tahan karat
atau dari tembaga dan alumunium. Panjang jenis kolom ini adalah 1-5 meter
dengan diameter dalam 1-4 mm. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin
bertambah halusnya partikel fase diam ini. ukuran partikel fase diam biasanya
berkisar antara 60-80 mesh (250-170 μm) Sedangkan kolom kapiler (capillary
25
column) berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga pada bagian
dalam kolom yang menyerupai pipa (tube). Oleh karena itu, sering disebut “open
tubular columns”. Banyak macam bahan kimia yang digunakan sebagai fase diam
antara lain : squalen, dietilglikol suksinat, OV-17 (phenyl methyl silicone oil).
Semakin tipis lapisan penyalut sebagai fase diam, maka semakin tinggi suhu
operasionalnya.
d. Detektor pada KG
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi
sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah
diantara fase diam dan fase gerak. Jenis-jenis detektor yang sering digunakan
antara lain : detektor hantar panas, detektor ionisasi nyala, detektor tangkap
elektron, detektor nitrogen-fosfor, detektor fotometri nyala, detektor konduktivitas
elektrolitik, detektor foto-ionisasi, dan detektor spektrofotometer massa.
e. Komputer
KG modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat
lunaknya (software) untuk digitalisasi sinyal detektor dan mempunyai beberapa
fungsi antara lain, memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen,
menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan
grafik berwarna, merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan
dengan statistik, dan menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa
tertentu.
Spektrometri Massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa
diperoleh dengan dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang
26
bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan
(Fessenden & Fessenden, 1992).
Prinsip kerja KG-SM yaitu cuplikan disuntikkan ke dalam injektor. Aliran
gas dari gas pengangkut akan membawa cuplikan yang telah teruapkan masuk ke
dalam kolom. Kolom akan memisahkan komponen-komponen dari cuplikan.
Komponen-komponen tersebut akan terelusi sesuai dengan urutan semakin
membesarnya koefisien partisi, selanjutnya masuk ke dalam spektrometri massa.
Pada spektrometri massa komponen cuplikan ditembaki dengan berkas
elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi dan
dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil. Lepasnya elektron dari
molekul/komponen-komponen menghasilkan radikal kation. Ion-ion molekul, ion-
ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh ion pembelokan dalam
medan magnet yang berubah sesuai dengan massa dan muatannya. Perubahan
tersebut menimbulkan arus ion yang kemudian dicatat sebagai spektra massa
(Sastrohamidjojo, 1985).
27
2.6 Kerangka Konsep
Data Organoleptik,
kadar abu, kadar air, Menggunakan alat GC-MS
kadar lilin, titik leleh
dan pH.
28
BAB III. METODE PENELITIAN
29
3.5 Variabel
Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat.
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak propolis dengan campuran
pelarut PEG 400, air, dan VCO.
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah karakteristik fisikokimia dan
identifikasi kandungan kimia ekstrak propolis yang dihasilkan.
b. Preparasi sampel
Preparasi sampel meliputi sortasi, pengeringan, dan penghalusan. Sampel
propolis terlebih dahulu dipisahkan dari komponen sarang lebah, kemudian
dimasukkan dalam wadah plastik dan disimpan dalam lemari pendingin.
30
Selanjutnya, propolis kasar dihaluskan menggunakan blender hingga didapatkan
preparat dalam bentuk butiran yang lebih kecil kemudian ditambahkan ke dalam
pelarut.
c. Ekstraksi sampel
Sampel propolis diekstraksi menggunakan metode digesti, sebanyak 50g
sampel propolis ditambahkan ke 500 mL pelarut (PEG 400 90 mL, VCO 275 mL
dan air ad 500 mL) v/v. Sampel kemudian dimaserasi dengan shaker inkubator
pada suhu 40°C selama 7 hari. Ekstrak kemudian disaring menggunakan kertas
saring whatman no.41, setelah itu residu diekstrak kembali selama 7 hari tetapi
pelarut disaring setiap hari. Ekstrak cair yang didapatkan dipekatkan
menggunakan rotary vacuum evaporator. Kemudian rendemen ekstrak dihitung.
!" #" $ %& ! ' ℎ )$*
% = 100%
Bobot sampel awal )g*
d. Karakterisasi fisikokimia
1) Uji Organoleptik
Penentuan organoleptik ekstrak dilakukan dengan menggunakan
pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuannya untuk
pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin (Ditjen POM, 2000).
2) Uji pH
Penentuan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sudah
dikalibrasi. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan
kertas tissue. Kemudian elektroda dicelupkan dalam ekstrak, sampai alat
menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter
merupakan harga pH dari ekstrak propolis (Rawlins, 2003).
31
Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara
2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 % (Ditjen POM, 2000).
:;
% 9" "! :%! = 100%
A
Ket: A=Bobot sampel sebelum dipanaskan (g)
B=Bobot sampel setelah dipanaskan
32
!" '%'%
% 9" "! '%'% = 100%
berat sampel
6) Uji Viskositas
Sebanyak 10 mL sampel dimasukkan ke dalam viskometer ostwald,
kemudian dihisap dengan pompa sampai di atas tanda a. Cairan dibiarkan
mengalir ke bawah dan waktu yang diperlukan dari a ke b dicatat menggunakan
stopwatch. Waktu yang dbutuhkan untuk ekstrak mengalir diukur dengan
stopwatch. Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu ruang 20-32 oC (Sutiah
dkk, 2008). Viskositas kemudian dihitung menggunakan rumus :
1 ρ
=
2 ρ
Keterangan :
1 = viskositas sampel
1 = viskositas cairan pembanding
ρ1 dan ρ2 = berat jenis cairan
t1 dan t2 = waktu aliran
33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
34
etanol dalam hal ini PEG memungkinkan ekstraksi senyawa aktif yang lebih
efektif dari propolis, dibandingkan dengan ekstrak yang hanya mengandung air
atau minyak. (Kubiliene dkk. 2015). Selain itu, Untuk penggunaan terapeutik
propolis, bahan aktif biologis, yaitu, flavonoid, ester aromatik, dan asam, karena
polaritasnya, diekstraksi dari propolis dengan pelarut organik polar, biasanya
etanol atau campuran etanol dan air. Namun, keberadaan sejumlah besar lilin
lebah non-polar dapat dengan mudah menyebabkan pembentukan emulsi yang
tidak diinginkan. Ini adalah batasan penting karena dapat menghambat isolasi
senyawa-senyawa ini dari propolis melalui etanol (Hogendoorn, 2013). Zat-zat
yang terkandung di dalam propolis memiliki kepolaran yang beragam, tergantung
dari asal getah tanaman yang diambil oleh lebah penghasil propolis tersebut. Oleh
karena itu digunakan campuran pelarut air, VCO, dan PEG 400 dengan kepolaran
berbeda-beda untuk menarik semua komponen senyawa yang ada dalam propolis
secara maksimal.
Sampel propolis yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 50 g
kemudian dimasukkan ke dalam 500 mL campuran pelarut air, VCO, dan PEG
400 dengan perbandingan PEG 400 90 mL, VCO 275 mL dan air ad 500 mL.
Perbandingan pelarut yang digunakan mengacu pada Kubliene dkk., (2015).
Sampel propolis yang sudah dicampur dengan pelarut kemudian diekstraksi
selama 14 hari menggunakan shaker incubator dengan suhu 40oC. Pergantian
pelarut dilakukan satu kali setelah 7 hari pertama dan dilakukan 7x24 jam selama
7 hari berikutnya. Ekstraksi pada 7 hari pertama bertujuan untuk membuka sel-sel
propolis agar pelarut lebih mudah masuk dan menarik senyawa-senyawa aktif dari
propolis, sementara untuk 7 hari berikutnya dengan pergantian pelarut setiap hari
bertujuan untuk memaksimalkan penarikan komponen senyawa aktif yang masih
tersisa dalam sampel propolis. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari
sampel dengan penyaringan.
Hasil ekstraksi kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat dan residu.
Filtrat yang diperoleh kemudian digabungkan dan dipekatkan menggunakan
rotary vacuum evaporator pada suhu 60ºC sehingga diperoleh ekstrak kental.
Ekstrak kemudian dipekatkan menggunakan water bath pada suhu 40°C hingga
35
diperoleh ekstrak kental dengan endapan padat sebanyak gram dengan nilai
rendamen 11,17% (Lampiran 1).
1) Warna
Warna ekstrak propolis yang dihasilkan adalah coklat. Menurut Krell
(2006), propolis berwarna kuning sampai coklat tua, tergantung asal resinnya,
namun menurut Coggshall and Morse (1984) dalam Krell (1996), terdapat juga
propolis yang transparan. Warna coklat pada ekstrak propolis disebabkan oleh
kandungan senyawa flavonoid dan kuinon di dalamnya (Harbone, 1987). Semakin
banyak kandungan flavonoid dan kuinon dalam ekstrak propolis, maka akan
semakin coklat warnanya. Warna ekstrak propolis dengan pelarut PEG, VCO, dan
air yang dihasilkan memiliki warna coklat kehitaman.
36
2) Aroma
Propolis mengandung zat aromatik, zat wangi, dan berbagai mineral (Pusat
Perlebahan Apiari Pramuka, 2003). Ekstrak propolis yang dihasilkan memiliki
aroma yang sama yaitu aroma khas propolis. Sama seperti warna, aroma khas
propolis juga sangat tergantung dengan getah tanaman yang diambil oleh lebah.
Aroma khas propolis dipengaruhi oleh kandungan minyak esensialnya. Aroma
ekstrak propolis berasal dari minyak esensial atau zat aromatik yang ikut
terekstrak. Menurut Petri dkk. (1988) dalam Krell (1996), terdapat 10% senyawa
volatil dalam propolis. Sedangkan menurut Bogdanov (2012), propolis
mengandung minyak esensial sebanyak 3% - 5% dengan komponen penyusunnya
yaitu mono- dan siskuiterpen. Berdasarkan penelitian Oliveira, dkk. (2010),
minyak esensial pada propolis terdiri dari 7,96% monoterpen dan 37,58%
siskuiterpen. Aroma propolis juga diduga karena adanya resin dari getah pohon
yang diambil oleh lebah. Semakin banyak kandungan minyak esensial akan
memperkuat aroma khas propolis.
3) Rasa
Rasa ekstrak propolis pada semua perlakuan memiliki rasa pahit. Menurut
Lotfy (2006), propolis memiliki rasa yang pahit dan kurang menyenagkan. Rasa
pahit yang timbul pada ekstrak propolis yang dihasilkan diduga karena senyawa-
senyawa penyusunnya seperti flavonoid, alkaloid dan tanin. Senyawa flavonoid,
alkaloid, triterpenoid, dan tanin merupakan senyawa yang menyebabkan
timbulnya rasa pahit dan sepat (Harbone, 1987).
b. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter digital yang telah
dikalibrasi. Penetapan nilai pH bertujuan untuk mengetahui keasaman ekstrak
propolis. Menurut Alaydrus (2012), keasaman merupakan variabel yang
menentukan mulai dari pengolahan bahan baku, menentukan kualitas produksi
yang diharapkan sampai pengendalian limbah agar dapat mencegah pencemaran
pada lingkungan. Nilai pH yang dihasilkan ekstrak propolis adalah 5,74. Nilai pH
37
yang rendah disebabkan oleh kadar asam yang tinggi dalam ekstrak. Belum ada
standar mutu nilai pH untuk propolis yang sudah ditetapkan, tetapi nilai pH
ekstrak propolis yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan besar dengan
penelitian yang dilakukan Dias dkk, (2012), Gonsales (2005), dan Thikonov,
(1977) dengan rentang pH sekitar 5,40-6,20.
38
disebabkan karena banyak faktor diantaranya karena perbedaan tempat asal
propolis diperoleh (Falcao, 2013), selain itu faktor pelarut yang digunakan salah
satunya yaitu air juga turut mempengaruhi kadar air dikarenakan titik didih pelarut
yang tinggi sehingga pelarut tidak teruap seluruhnya.
f. Uji Viskositas
Uji viskositas ekstrak dilakukan menggunakan alat viskometer ostwald.
Uji viskositas dilakukan untuk menyatakan kekentalan ekstrak. Nilai viskositas
dari ekstrak propolis adalah 99,806 cP. Viskositas dan densitas termasuk
karakteristik fisik penting suatu zat larutan (Wilkes, 2017). Viskositas zat bukan
hanya parameter penting untuk kualitas, tetapi juga akan mempengaruhi
39
bagaimana perilaku yang akan diberikan kepada ekstrak jika akan dikomersialkan
(dibuat sediaan) selama produksi dan pemrosesan. Viskositas juga akan
mempengaruhi pertimbangan peralatan dan penanganan yang akan digunakan
(Kelstream, 2019). Ekstrak propolis yang memiliki viskositas yang tinggi
disebabkan gaya tarik antar molekulnya yang besar dalam cairan (ekstrak), juga
karena besarnya molekul terlarut dalam ekstrak. Selain itu pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi juga mempengaruhi besarnya viskositas ekstrak, karena pelarut
yang digunakan berupa PEG 400 dan minyak VCO yang memiliki viskositas
tinggi.
40
Tabel 4.2 Komposisi kimia, waktu tambat, kadar dan SI komponen ekstrak
propolis
Waktu
Kelimpahan SI
No Nama Komponen Tambat
(%) (%)
(menit)
1. 1,2,3,4-Butanatetrol 3,370 3,92 62
2. 2-metoksi-3-(2-propenil)-fenol 5,805 6,33 91
3. Isoeugenol 6,490 4,74 87
4. Trietilen glikol 6,970 15,22 78
5. Pentaetilen glikol monometil eter 15,280 16,26 76
6. Pentaetilen glikol monometil eter 21,295 14,85 62
7. 1,4,7,10,13,16,19-Heptaoksa-2- 26,915 9,48 77
sikloheneikosanon
8. 1,4,7,10,13,16,19-Heptaoksa-2- 32,400 29,20 80
sikloheneikosanon
41
Kandungan komponen propolis memiliki banyak manfaat kesehatan. Dari
Tabel 4.2 dapat diketahui komponen senyawa terdapat senyawa gula alkohol
butanatetrol atau dikenal dengan eritritol. Gula alkohol adalah bentuk karbohidrat
terhidrogenasi dimana gugus karbonil (aldehida atau keton, gula reduksi) telah
direduksi menjadi gugus hidroksil primer atau sekunder. Gula merupakan
senyawa yang tidak mudah menguap dan senyawa yang sangat polar karena
gugus-gugus OH yang terdapat didalamnya. BM yang rendah (122) dalam gula ini
yang biasanya menyebabkan gula tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik
menarik intermolekular antara gugus-gugus polar (Gandjar dan Rohman, 2007),
hal ini penyebab sedikitnya kadar yang terdeteksi. Eritritol adalah eksipien
nonkariogenik yang digunakan dalam berbagai sediaan farmasi, termasuk dalam
bentuk sediaan padat sebagai pengisi dan penyalut tablet, juga telah diuji ntuk
digunakan dalam dry powder inhaler. Eritritol juga digunakan dalam tablet hisap
bebas gula, dan permen karet (Rowe, 2009).
Senyawa aromatis fenol dan turunannya merupakan senyawa bersifat
antibakteri (Sarsono dkk., 2012). Senyawa isoeugenol juga ditemukan dalam
komponen ekstrak propolis. Isoeugenol adalah fenilpropanoid yang merupakan
isomer eugenol di mana substituen allil digantikan oleh kelompok prop-1-enyl.
Isoeugenol adalah cairan berminyak berwarna kuning pucat berasal dari minyak
esensial. Sangat sedikit larut dalam air dan larut dalam pelarut organik. Memiliki
aroma pedas dan rasa cengkeh. Turunan Eugenol atau turunan metoksifenol dalam
klasifikasi yang lebih luas digunakan dalam wewangian dan perasa. Isoeugenol
digunakan dalam memformulasikan penarik serangga dan penyerap UV,
analgesik, biocide dan antiseptik, selain itu digunakan dalam pembuatan
stabilisator dan antioksidan untuk plastik dan karet. (Atsumi dkk., 2005). Hasil
dari identifikasi komponen ekstrak propolis di atas juga ditemukan senyawa
Trietilen glikol dan Pentaetilen glikol monometil eter yang memiliki kadar paling
besar diantara senyawa-senyawa lain. Kedua senyawa ini berasal dari pelarut yang
digunakan yaitu polietilen glikol.
Senyawa resin hanya sedikit ditemukan dalam komponen ekstrak propolis
ini. Hal tersebut berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa propolis
42
mengandung kadar resin paling banyak (45% - 50%). Beberapa faktor yang
menyebabkan hal tersebut, yaitu:
kesalahan pada saat preparasi sampel, pemanasan yang dilakukan mungkin
menyebabkan sebagian senyawa volatil maupun flavonoid menguap (Gandjar
dan Rohman, 2007). Selain itu sampel juga tidak diderivatisai sehingga
banyak senyawa yang tidak terbaca pada GC-MS karena sulit menguap.
Alat GC-MS yang terbatas untuk menganalisa setiap senyawa karena
keterbatasan data library yang tersedia pada komputer GC-MS dan
kemungkinan dari sampel tersebut yang memang tidak mengandung senyawa
tersebut.
Pada identifikasi senyawa tidak ditemukan air dan senyawa anorganik
lainnya karena sampel sudah terlebih dahulu dipreparasi sebelum diinjeksikan ke
dalam GC-MS. Preparasi dilakukan untuk menghilangkan komponen-komponen
yang mengganggu seperti air dan senyawa anorganik. Kontaminan seperti udara
atau air dapat menyebabkan dekomposisi sampel dan kerusakan pada kolom serta
detektor. (Noegrohati, 1996).
Dari komponen senyawa kimia dari ekstrak propolis dalam Tabel 4.2,
dapat diketahui senyawa yang terkandung dalam propolis trigona sp. asal
kabupaten konsel dengan ekstraksi menggunakan campuran pelarut VCO, PEG,
dan air.
43
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, Ekstrak propolis lebah Trigona. sp
asal Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dengan ekstraksi
menggunakan campuran pelarut PEG 400, VCO, dan air diperoleh karakteristik
fisikokimia esktrak propolis memiliki warna coklat kehitaman, bau khas propolis,
dan rasa pahit sepat, memiliki nilai pH 5,74, nilai viskositas 99,806 cP, kadar abu
sebesar 0,12%, kadar air 12,7%, dan kadar lilin sebesar 7%. Serta diidentifikasi
enam komponen senyawa yang terkandung didalamnya yaitu 1,2,3,4-Butanatetrol,
2-metoksi-3-(2-propenil)-fenol, Isoeugenol, Trietilen glikol, Pentaetilen glikol
monometil eter, 1,4,7,10,13,16,19-Heptaoksa-2-sikloheneikosanon.
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah, perlu dilakukan pengidentifikasian
senyawa dengan metode lain agar lebih banyak senyawa yang dapat
teridentifikasi. Penelitian lebih lanjut mengenai uji aktivitas ekstrak propolis lebah
Trigona. sp asal kabupatan konawe selatan, Sulawesi Tenggara dengan ekstraksi
menggunakan campuran pelarut PEG 400, VCO, dan air, juga perlu dilakukan
terkait dengan senyawa-senyawa yang telah diidentifikasi memiliki berbagai
potensi di dalamnya.
44
Daftar Pustaka
Alaydrus MR dan Hendra C, 2012, Rancang Bangun Self Tuning PID Kontrol pH
Dengan Metode Pencarian Akar Persamaan Karakteristik, Jurnal Teknik
Pomits, 1 (1), 1-6.
Ali IHY, Awwad sh. D, 2012, Physical Properties and Chemical Analysis of Iraqi
Propolis, Tikrit Journal of Pure Science, 17 (2), 26-31.
Bankova V, dkk., 2019, Standard methods for Apis mellifera propolis research,
Journal of Apicultural Research, 58 (2), 1–49.
Bankova V, 2005a, Chemical diversity of propolis and the problem of
standardization, Journal of Ethnopharmacology, 1 (2), 114–117.
Bankova, V., Castro, S.L. Marcucci, M.C., 2000, Propolis: Recent Advances In
Chemistry and Plant Origin, Apidologie, 31, 3–15.
Buckle KA, Edwars RA, Fleet GH dan Wootton M. (Penerjemah Hari Punomo
dan Adiono), 2013, Ilmu Pangan, Universitas Indonesia, Jakarta.
45
microbiological characterization and antibacterial activity, Food and
Chemical Toxicology, 50, 4246–4253.
Ditjen POM, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Fessenden, RJ dan Fessenden, JS, 1992, Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Fokt H, Pereira A, dan Aguiar C, 2010, How do bees prevent hive infections? The
antimicrobial properties of propolis : In Current Research, Technology and
Education Topics in Applied Microbiology and Microbial Biotechnology,
2 nd ed, Formatex Research Center, 481-493.
Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gonsales GZ, Orsi RO, Fernandes JA, Rodrigues P, dan Funari SRC, 2005,
Antibacterial Activity of Propolis Collected in Different Regions of Brazil,
J. Venom. Anim. Toxins incl. Trop. Dis, 12(2), 276-284.
Grosser JW, dan Gmitter FG, 2011, Protoplast fusion for production of tetraploids
and triploids: Applications for scion and rootstock breeding in citrus, Plant
Cell, Tissue and Organ Culture, 343-357.
46
Harborne JB, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro
Penerbit ITB, Bandung.
Howe I, dan Williams DH, 1981, Mass spectrometry. Principles and applications.
Journal of Mass Spectrometry, 17(1),
Lotfy M, Badra G, Burham W, dan Alenzi FQ, 2006, Combined use of honey, bee
propolis and myrrh in healing a deep, infected wound inapatient with
diabetes mellitus, British Journal of Biomedical Science, 63 (4), 171-173.
Mahani, Karim RA. dan Nurjanah N, 2011, Keajaiban Propolis Trigona, Pustaka
Bunda, Jakarta.
Oliveira AC, Shinobu CS, Longhini R, Franco SL dan Svidzinski TI, 2006.
Antifungal activity of propolis extract against yeasts isolated from
onychomycosis lesions, Mem Inst Oswaldo Cruz, 101(5), 493-497.
47
Pietta PG, Gardana C, dan Pietta AM., 2002, Analytical Methods or Quality
Control Of Propolis, Fitoterapia, 1, 7-20.
Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2003, Lebah Madu: Cara Beternak &
Pemanfaatan, Penebar Swadaya, Jakarta.
Rowe RC, Sheskey PJ, dan Quinn ME, 2009 Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 6th Edition, Pharmaceutical Press, London.
Singh, S, 1962, Bee keeping in India, Indian Council Agricultural Research, New
Delhi.
Sutiah, Firdaus KS, dan Budi WS, 2008, Studi Kualitas Minyak Goreng dengan
Parameter Viskositas dan Indeks Bias, Berkala Fisika, 11(2), 53-58.
48
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, diterjemahkan
oleh Dr. Soendani Noerono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wagh, Vijai D., 2013, Propolis: A Wonder Bees Product and Its Pharmacological
Potentials. Advances in Pharmacological Science, Hindawi Publishing
Corporation.
Wardani, B. W., 2018, Panduan Singkat Budidaya & Breeding Lebah Trigona sp.,
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu,
NTB.
Weiss K., and C. H. Vergara., 2002, The Little Book of Bees, Copernicus Books
Germany.
Wilkes JO, 2017, Fluid Mechanics for Chemical Engineers, Third Edition,
Pearson, London.
Winarno, F.G., 1992, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.
Zahro, 2013, Analisis Mutu Pangan dan Hasil Pertanian, Universitas Jember,
Jawa Timur.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Laboratorium
50
Lampiran 2. Ekstraksi
1. Pembuatan ekstrak kental propolis
Propolis
= 11,17%
51
Lampiran 3. Karakterisasi Fisikokimia
a. Uji organoleptik
Ekstrak propolis
b. Penentuan nilai pH
Eksrak propolis
5,74
52
c. Penetapan Kadar air
Eksrak propolis
-
- Ditimbang 2 gram ekstrak propolis dalam wadah yang sudah
ditara dan dikonstankan
- Dikeringkan pada suhu 1050C Selama 3 jam dan di timbang
- Didinginkan dalam desikator (15-30 menit)
- Ditimbang
- Pengeringan dilanjutkan dan di timbang dengan jarak 1 jam
sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak
lebih dari 0,25%
12,76%
:;
% 9" "! :%! = 100%
A
Ket: A = Bobot sampel sebelum dipanaskan (gram)
B = Bobot sampel setelah dipanaskan
53
d. Penetapan Kadar Abu
Eksrak propolis
0,12%
:1 ; :0
% 9" "! : = = 100%
B
Ket: A1 = Bobot cawan+sampel setelah dipanaskan
A0 = Bobot cawan kosong
B = Bobot sampel awal
54
f. Analisis Kadar Lilin
Ekstrak
7%
!" '%'%
% 9" "! '%'% = 100%
Berat sampel
0,21 $!"
% 9" "! '%'% = 100%
3 gram
55
e. Penentuan viskositas
Ekstrak propolis
- Dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam viskometer ostwald
- Dihisap dengan bulb filler sampai di atas tanda a.
- Dilepas bulb filler hingga cairan mengalir ke bawah
- Dihitung waktu cairan mengalir dari garis a ke b
menggunakan stopwatch
- Dihitung nilai viskositas
99,806 cP
1 ρ
=
2 ρ
1 = viskositas sampel
1 = viskositas cairan pembanding (air) 1,0019 cP
ρ1 = berat jenis ekstrak 1,2417 gr/mL
ρ1 = berat jenis air 1,0786 g/cm
t1 = waktu aliran ekstrak 7441 detik
t2 = waktu aliran air 86 detik
2ρ
1=
ρ
$
1,0091 WX Y 1,2417 Z Y 7441 %
1= $
1,0786 Z Y 86 %
1 = 99,806 WX
56
Lampiran 4. Gambar kromatogram ekstrak propolis
57
Lampiran 5. Spektrum massa dari puncak waktu tambat 3,370 menit
58
Lampiran 7. Spektrum massa dari puncak waktu tambat 6,490 menit
59
Lampiran 9. Spektrum massa dari puncak waktu tambat 15,280 menit
Lampiran 10. Spektrum massa dari puncak waktu tambat 21,295 menit
60
Lampiran 11. Spektrum massa dari puncak waktu tambat 26,915 menit
Lampiran 12. Spektrum massa dari puncak waktu tambat 32,400 menit
61
Lampiran 13. Dokumentasi penelitian
a. Preparasi sampel
(d) (e)
Keterangan :
(a) = Pengambilan sampel
(b) = Sortasi awal/Sortasi basah
(c) = Sampel dihaluskan/diblender
(d) = Serbuk propolis
(e) = Dimasukkan ke dalam lemari pendingin
62
b. Ekstraksi
Keterangan :
(a) = Ditimbang sampel propolis
(b) = Propolis dengan campuran pelarut PEG 400, VCO, akuades
(c) = Proses maserasi dengan shaker
(d) = Proses penyaringan
(e) = Evaporasi hasil ekstrak penyaringan
(f) = Ekstrak kental propolis
63
c. Karakterisasi Fisikokimia
1) Uji Organoleptik
2) Pengukuran pH
64
3) Pengukuran kadar air
Penimbangan cawan+sampel
setelah pemanasan
65
Penimbangan cawan+sampel Hasil pemijaran sampel
setelah pemanasan
66
6) Pengukuran viskositas
67