Anda di halaman 1dari 20

2022

TUGAS MANDIRI KAPITA SELEKTA DAN


PENYAKIT TROPIS : PENYAKIT TROPIS
YANG MENYEBABKAN APLIKASI DALAM
FARMAKOLOGI OBAT HERBAL/SIMPLESIA
“DAUN SUKUN UNTUK PENGOBATAN LIVER
(HEPATITIS) DAN ANTI HIPERGLIKEMI”

DOSEN PEMBIMBING:

Ida Bagus Rai Wiadnya, S.Si.,M.Si

Di Susun Oleh :
Ayu Nurislami Wulandari, A.Md.,Kes
Alih Jenjang D-IV TLM / Nim : P07134122001A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI ALIH JENJANG D-IV ANALIS KESEHATAN
2022
“DAUN SUKUN UNTUK PENGOBATAN
LIVER (HEPATITIS) DAN ANTI
HIPERGLIKEMI”

Menurut World Health Organization, penyakit hati atau hepatitis merupakan salah satu

penyebab kematian terbesar di dunia. Sekitar 1,4 juta orang di dunia meninggal setiap

tahunnya. Sedangkan di Indonesia, penderita penyakit hepatitis terus meningkat. Berdasarkan

data Riset Kesehatan Dasar, penderita hepatitis mencapai 1,2%, hasil ini dua kali lipat lebih

tinggi jika dibandingkan dengan data pada tahun 2007 yang hanya 0,6%.

Penyakit hati atau hepatitis dapat disembuhkan dengan berbagai cara, seperti dengan

melakukan trasplantasi hati, mengonsumsi obat-obatan sintesis, atau obat-obatan dari bahan

alami. Namun, pengobatan penyakit hepatitis dengan obat-obatan sintesis yang dilakukan

secara terus-menerus dapat memberikan efek samping yang berbahaya, seperti terjadi

peningkatan gangguan pada fungsi hati.

Maka dari itu, pengobatan dengan menggunakan bahan alami yang memiliki efek

kuratif pada kerusakan fungsi hati dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat dan juga para

penderita penyakit hati atau hepatitis. Daun sukun sering digunakan oleh masyarakat untuk

pengobatan pada penyakit radang sendi, reumatik, hipertensi, sariawan, liver, sakit gigi,

hepatitis, dan ginjal. Menurut penelitian Agustina Varia Suryaningsih Basompe mahasiswa
Ilmu Gizi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana pada

"Potential of Breadfruit Leaf Extract (Artocarpus altilis) As Functional Beverage for Patients

with Hepatitis" yang dipublish oleh Jurnal Sains dan Kesehatan, ini karena daun sukun

mengandung banyak senyawa aktif seperti saponim, asam hidrosianat, polifenol, asetilcolin,

ribovlavin, fenol, dan senyawa tanin.

Selain itu daun sukun juga mengandung quercetin, champorol, dan antroindonesianin

yang merupakan kelompok senyawa flavonoid sehingga sangat berguna bagi penyembuhan

penyakit hepatitis karena memiliki efek preventif dan kuratif terhadap kerusakan hati yang

diakibatkan oleh radikal bebas. Dari hasil pengujian total flavonoid pada sirup daun sukun,

bahwa kandungan total flavonoid tertinggi terdapat pada sirup daun sukun PM 90 yang

mengandung 263 mg flavonoid dalam sehari. Sirup daun sukun direkomendasikan sebagai

pangan fungsional bagi penderita penyakit hepatitis karena berguna untuk memenuhi

kebutuhan antioksidan bagi tubuh.

Seperti yang telah di jelaskan di atas, daun sukun memiiki manfaat yang diguanakan

untuk mengatasi penyakit hepatitis. Dengan meracik daun sukun sebagai bahan alami obat

tradisional, salah satu manfaatnya yakni untuk mengatasi penyakit hepatitis. Ada dua cara

meracik daun sukun sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional :

1. Cara Pertama

1) Siapkan daun sukun yang sudah berwarna kuning, empu, kunyit putih, kunyit

kuning, 600 ml air dan gula aren serta garam secukupnya.

2) Cuci bersih semua bahan yang telah disiapkan kemudian potong hingga menjadi

potongan yang kecil.

3) Rebus 600 ml air dan masukkan seluruh bahan yang sudah disiapkan kecuali gula

aren dan garam.

4) Tunggu rebusan hingga mendidih dan hanya tersisa 200 ml saja.


5) Saring air rebusan campuran bahan tersebut dalam gelas dan tunggu hingga dapat

diminum.

6) Tambahkan gula aren dan garam untuk menjagadaya tahan tubuh dan menurunkan

tekanan darah.

7) Minum secara rutin sebanyak 1 gelas setiap hari

2. Cara Kedua

1) Ambil daun sukun yang sudah berwarna kuning tua yang jatuh dari pohon kemudian

cuci bersih.

2) Rajang daun sukun tersebut menjadi potongan kecil.

3) Rebus rajangan daun sukun kuning tersebut dalam air sekitar 1600ml.

4) Rebus mendidih hingga menjadi sekitar 400 ml.

5) Saring air rebusan daun sukun tersebut dalam gelas.

6) Setelah mendingin air rebusan tersebut dapat diminum, agar mendapatkan hasil

yang efektif, dapat diminum sebanyak 3 kali dalam sehari sesudah makan

1.1 Daun Sukun (Artocarpus altilis)

1.1.1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Mracheobionata

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Hamamelididae

Ordo : Rosolales

Family : Moraceae

Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis

(Nayem, et al., 2013)

Gambar 1. Daun sukun (Artocarpus altilis)

1.1.2 Morfologi

Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman yang berasal dari papua dan filipina.

Sejak 3000 tahun yang lalu sukun pertama kali di budidayakan di daerah pasifik

bagian barat dan kemudian menyebar ke daerah tropis, dan menyebar ke daerah

polinesia di mana telah di budidayakan secara luas di daerah penduduk pulau pasifik

(Deivanai and Bhore, 2010). Dan sekarang sukun banyak tumbuh di berbagai negera

di dunia seperti diseluruh Asia selatan, Asia tenggara, Laut pasifik, Karibia, Amerika

tengah dan Afrika (Morton, & Julia F., 1987).

Sukun merupakan tanaman yang memiliki tekstur buah seperti roti yang baru

dipanggang dan memiliki rasa yang mirip dengan kentang (Tropical plant researc,

education and conservation, 2017) (Board of trustees of the royal botanical gardens

UK, 2017). Di beberapa negara sukun banyak dimanfaatkan salah satunya sebagai

obat-obatan di negara-negara seperti trinidat dan bahama. Dimana bagianbagian

tanaman suku memiliki khasiat sebagai obat sariawan, infeksi kulit, pegal linu, diare,

tekanan darah rendah dan asma. Daun sukun dapat dijadikan obat tetes telinga, selain

itu juga serbuk dari daun sukun dapat digunakan sebagai obat mengatasi

pembengkakan pada limfa (Shanmugapriya, K et al., 2001).


1.1.3 Metode Analisis Kandungan Senyawa Pada Daun Sukun (Artocarpus Altilis)

Sebelum dilakukannya analisis kandungan fitokimia pada daun sukun yang

pertama dilakukan adalah ekstraksi. Adapun dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi

dengan cara meserasi menggunakan daun sukun sebanyak 500 mg yang direndam

selama 24 jam mengguanak pelarut etanol 70 % yang diaduk selama 6 jam sekali.

Setelah itu dipisahkan menggunakan kertas saring untuk memperoleh hasil

ekstraksinya. Prosesnya di ulang selama tiga kali dengan menggunakan pelarut yang

sama yang kemudian hasil ekstraksi digunakan untuk mengalisis kandungan

fitokimia dan antihiperglikemia dari daun sukun. Hasil ekstraksi kemudian

dikentalkan menggunakan rotary evaporator (Dwita, et al., 2018). Pada penelitian

selanjutnya Daun sukun ekstraksi secara terpisah antara daun sukun hijau dan kuning

menggunakan pelarut etanol 70 % ( 1:10) pada suhu kamar 25º. Hasil ekstraksi di

kentalkan menggunakan rotary evaporator.

Penelitian yang dilakukan (Rante, et al., 2019) dilakukan proses ekstraksi daun

sukun hijau 600 gram dan kuning 300 gram yang diekstraksi menggunakan n-heksan

dengan cara meserasi selama 3x24 jam yang kemudian disaring menggunakan filter

Vakum Bucner yang kemudian diuapkan menggukan rotary evaporator. Residu dari

hasil ekstraksi menggunakan n-heksan di ekstraksi kembali menggunakan etanol

70%. Dilakukan ekstraksi dengan metode meserasi dengan menggunakan pelarut etil

asetat selama 24 jam. Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali menggunakan pelarut

yang baru untuk mendapatkan ekstrak yang banyak. Kemudian hasil ekstraksi

dikeringkan untuk mendapatkan ekstrak kering ( Kusuma, et al., 2018). Dari

sebagian besar artikel yang dianalisis proses ekstraksi dilakukan dengan cara

meserasi menggunakan pelarut etanol 70%, n-heksan, dan etil asetat.


1.1.4 Kandungan Fitokimia Sukun
Daun sukun (Artocarpus altilis) memiliki khasiat untuk menyembuhkan

berbagai macam penyakit. Hal tersebut tidak luput karena didalam daun sukun

memiliki berbagai macam senyawa kimia salah satunya flavanoid. Flavanoid

merupakan senyawa yang ditemukan di buah-buahan dan sayur-sayuran (Cristobal

& Donald, 2000). Daun sukun (Artocarpus altilis) memiliki kandungan triterpen,

flavanoid, stilbenes yang memiliki khasiat sebagai antioksidan, antihiperglikemik

dan antimikroba (Djabir, et al., 2021). Penelitian yang dilakukan oleh (Tandi, et al.,

2017) ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) menunjukkan bahwa daun

sukun mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, flavanoid,

saponin, tanin dan polifenol.

1.1.5 Analisis Antihiperglikemia Dan Khasiat Untuk Liver (Pada Penyakit Hepatitis)

Pada Daun Sukun

Beberapa artikel yang diperoleh menunjukkan bahwa daun sukun memang

memiliki aktvitas sebagai antihiperglikemia. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

(Dwita, 2017). Dilakukan pengujian ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) untuk

mengetahui kandungan fitokimia yang terdapat didalamnya. Ekstraksi dari daun

sukun tersebut dianalisis dengan menggunakan instrumen LC-MS untuk mengetahui

senyawa yang memiliki aktivitas antidiabetes, dimana pada penelitian ini diperoleh

senyawa kimia yang memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemia adalah flavanoid.

Meskipun dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa daun

sukun memiliki aktivitas yang kurang kuat dibandingkan dengan acarbose denagan

potensial 0, 27. Flavanoid sendiri memiliki peranan sebagai inhibitor α-amilase.

Dimana enzim tersebut berperan dalam menghidrolisis pati dan memutus ikatan 1-4
glikosidik yang ada di bagian dalam rantai amilosa atau amilopektin. α-amilase

berperan dalam proses pemecahan pati menjadi maltotriosa dan maltosa yang terjadi

secara acak. Hasil akhir dari kerja enzim ini adalah menghasilkan pembentukan

glukosa dan maltosa yang terjadi secara tidak acak ( Tiwari, et al., 2015).

Pada artikel kedua dilakukan pengujian infus daun sukun yang diberikan pada

tikus putih yang telah di induksi aloksan yang dibagi sebanyak lima kelompok yang

masing-masing diberikan perlakuan yang sama. Sebelum dilakukan pemberian daun

sukun, terlebih dahulu dilakukan uji skrining fitokimia untuk mengetahui komponen

metabolit sekunder yang terkandung di dalam daun sukun. Dimana dalam penelitian

ini menunjukkan kandungan metabolit sekunder yang terdapat didalam daun sukun

yaitu, flavanoid, saponin, dan tanin. Selanjutnya dilakukan pengujian antidiabetes

pada daun sukun yang dilakukan secara in vivo pada hewan uji dengan dibentuk lima

kelompok. Dimana kelompok satu sampai lima diberikan Na-CMC 1% b/v,

Glibenclamide 0,65 mg/Kg BB, daun sukun infus 300 mg/Kg BB, 400 mg/Kg BB,

500 mg/Kg BB. Dari pengujian tersebut menunjukkan infus daun sukun dapat

menurunkan kadar glukosa darah. Dari ketiga simplisia tersebut yang dapat

menurunkan kadar glukosa darah lebih baik dari metformin yaitu pada kadar 400

mg/Kg BB ( Simanjuntak, et al., 2020).

Pada artikel ketiga menggunakan daun sukun yang direbus yang kemudian

diberikan kepada mencit putih jantan yang telah diinduksi glukosa. Pada penelitian

ini juga di bagi menjadi lima kelompok. Dimana pada kelompok pertama diberikan

Na – CMC 1 %, kelompok kedua diberikan glibenclamide 0,45 mg/Kg BB,

kelompok tiga dan empat diberikan rebusan daun sukun sebanyak 300 mg/Kg BB

dan 600 mg/Kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar

glukosa darah dari pemberian air rebusan daun sukun yang ditandai dengan adanya
penurunan yang signifikan setiap menitnya ( menit ke 0, 10, 20, 40, 90, 120) ( K

Sani, et al., 2017). Pada artikel ke empat menggunakan daun sebanyak 5% yang

diberikan kepada tikus yang telah di induksi aloxan serat diberi makan dengan diet

yang diformulasikan selama empat minggu. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini

yaitu pemberian serbuk daun sukun memiliki aktivitas antihiperglikemia sebanding

dengan metformin, karena daun sukun dapat menghambat aktivitas α-amilase, α-

glukosidase, dan meningkatkan G6PD pada tikus tersebut (Olobunmi, et al., 2019).

Pada artikel ke lima dilakukan pembuatan ekstrak daun sukun dengan menggunakan

daun sukun kuning dan hijau. Yang dilakukan dengan metode messerasi ganda

menggunakan pelarut n-heksan dan etanol 70 %. Dilakukan identifikasi fitokimia

dari sampel tersebut, sehingga dapat diketahui bahwa daun sukun mengandung

senyawa kimia berupa alkaloid, flavanoid, dan triterpen/steroid. Pada penelitian ini

menunjukkan hasil pemberian ekstrak daun sukun kuning dan hijau yang memiliki

akitivitas penghambat terbaik yaitu dengan nilai IC50 masing-masing 9,07 dan 11,

01 ( Rante, et al., 2019). Pada jurnal ke enam dilakukan penelitian dengan

menggunakan ekstrak daun sukun yang dibagi menjadi beberapa kelompok dimana

kelompok pertama di terdiri dari kelompok kontrol, dimana kontrol diberikan Na-

CMC, kontrol positif yang terdiri dari metformin dan simvastatin. Kelompok kedua

diberikan ektrak daun sukun dengan masing-masing kadar 100 mg/Kg BB, 200

mg/Kg BB, dan 400 mg/Kg BB.

Sebelum dilakukan pengujian aktivitas antihiperglikemia dari daun sukun,

dilakukan pengujian kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam daun sukun.

Dimana kandungan kimia yang terdapat didalam daun sukun yaitu alkaloid,

flavanoid, saponin, tanin, dan polifenol. Dan hasil penelitian menunjukkan

kemampuan daun sukun dalam menurunkan kadar glukosa darah, kolesterol, serta
memperbaiki pulau langerhans tikus putih jantan yang mengalami

hiperkolesterolimia. Selain itu juga ekstrak etanol daun sukun yang paling efektif

menurunkan kadar glukosa darah dan kolestrol pada tikus yang mengalami

hiperkolestrolimia yaitu dosis 200 mg/Kg BB. Sedangkan dosis yang paling efektif

dalam memperbaiki pulau langerhans pada tikus putih jantan yang mengalami

hiperkolestrolimia yaitu 400 m/Kg BB (Tandi, et al., 2017).

Pada artikel ke tujuh dilakukan penelitian penentuan kadar flavanoid pada daun

sukun. Yang pertama dilakukan yaitu pembuatan ekstrak kering daun sukun yag

kemudian dilakukan analisis menggunakan spektofotometri dengan panjang

gelombang 435 nm, sehingga diperoleh kadar flavanoid pada daun sukun yaitu

29,442 ± 1,20 mg QE/g (Kusuma, et al, 2018).

Pada artikel ke delapan dilakukan pengujian aktivitas antihiperglikemia pada

ekstraksi daun sukun kuning dan hijau. Sebelum itu dilakukan pengujian kadar

kandungan flavanoid dari daun sukun kuning dan hijau. Dimana setelah itu

dilakukan pengujian aktivitas antihipeglikemia dari masing-masing daun yang

dibandingkan dengan tikus yang diberikan pengobatan plasebo dan pemberian

insulin 6UI/200g. Dari pengujian menunjukkan bahwa semua dosis yang diberikan

tampaknya meringankan atrofi dan memperbaiki pulau langerhans pada tikus yang

diinduksi aloxan. Hanya saja dosis terbaik yang memiliki aktivitas yang sebanding

dengan pemberian insulin yaitu dosis 400 mg/Kg BB ( Djabir, et al., 2021).

Pada artikel ke sembilan dilakukan pengujian ekstrak daun sukun untuk

mengetahui kandungan fitokimianya. Hasil pengujian menunjukkan daun sukun

mengandung senyawa flavanoid, tanin, saponin dan alkaloid. Adapun kadar

flavanoid pada daun sukun menggunakan pelarut etanol dan metanol yaitu 0, 5554

% dan 0, 3727 % dari berat total sampel. Selain itu juga dilakukan pengujian
terhadap aktivitas daun sukun untuk menurunkan kadar glukosa darah. Dimana

hasilnya menunjukkan kadar glukosa menurun 50 % pada konsenterasi 36,114 ppm

dengan ekstrak daun sukun dengan pelarut etanol dan konsenterasi 39, 448 ppm

dengan ekstrak daun sukun menggunakan pelarut metanol. Terdapat hubungan yang

signifikan terhadap kadar flavanoid denggan penurunan kadar glukosa darah.

Semakin tingginya kadar flavanoid yang terkandung semakin tinggi pula aktivitas

antihiperglikemia pada daun sukun (Wardatun, et al., 2016). Pada artikel selanjutnya

dilakukan pengujian kandungan nutrisi, fitokimia serta yang terdapat didalam daun

sukun. Terutama kandungan fenolik dan flavanoid, dimana hasilnya menunjukkan

jumlah kadar total flavanoid dan fenolik tertinggi yaitu 4, 22 ± 0,01 dan 9,76 ± 0,86

pada suhu 100º C infusa daun sukun (Azli, et al., 2016).

Mengapa pentingnya diketahui kadar fenolik total dan flavanoid didalam daun

sukun. Hal itu dikarenakan senyawa kimia berupa fenol dan flavanoid memiliki

aktivitas sebagai antihiperglikemia, jadi semakin tinggi kandungan flavanoidnya

semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai antihiperglikemia. Pada artikel yang

terakhir menunjukkan hasil pengujian ekstrak daun sukun yang dibagi menjadi

empat kelompok yang diinduksi aloksan. Dari semua kelompok tersebut, daun sukun

dengan dosis 400 mg/Kg merupakan dosis terbaik yang dapat menurunkan kadar

glukosa darah serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan pada pankreas,

bahkan lebih baik dari metformin (Dossa, et al., 2018).

1.1.6 Mekanisme Kerja Daun Sukun (Artocarpus Altilis) Sebagai Antihiperglikemia

Dan Untuk Pengobatan Hepatitis

Ekstrak Artocarpus altilis mengandung inhibitor senyawa karbohidrat, seperti

enzim α-amilase, α-Glukosidase, dan sukrase yang dapat menghambat penyerapan


glukosa di usus sehingga glukosa darah dalam plasma postprandial tidak

meningkat/normoglikemia (Fakhrudin et al.,2015). Flavanoid merupakan senyawa

yang tersusun dari 15 atom karbon, terdiri dari rantai propana (C-3) yang terikat pada

2 cincin benzena (C-6).

Flavanoid adalah senyawa polar karena memiliki gugus hidroksil yang tidak

tersubtitusi. Oleh karena itu, pelarut polar seperti air, etanol, metanol, etil asetat atau

campuran pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstrak flavanoid dari berbagai

jaringan tanaman. Flavanoid tersedia di alam sebagai glikosida, yang merupakan

kombinasi glukosa dan alkohol yang terikat pada ikatan glikosidik. Flavanoid

ditemukan dalam bentuk mono-, di-, atau trigliserida. Gugus hidroksil dalam

flavanoid oleh glukosa. Flavanoid dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu

flavanoid, isoflavanoid, dan neoflavanoid. Beberapa penelitian juga menyebutkan

bahwa senyawa flavanoid berperan sebagai agen antidiabetes (Leng et al., 2018).

Berdasarkan penelitian (Lukacinova., et al 2018) menjukkan bahwa senyawa

flavanol dan flavon merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai antidiabetes.

Studi epidemiologi dilakukan oleh Marotti dan Piccaglia (2002) menjelaskan bahwa

senyawa flavanoid, termasuk quarcetin, memiliki kemampuan untuk meningkatkan

fungsi pankreas dengan diabetes tipe 2. Pada tahun 2009 (jo.,et al 2009)

membuktikan bahwa quarcetin memiliki kemampuan untuk menghambat α-

Glukosidase, hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa quarcetin memiliki hasil

yang signifikan dalam menghambat α-Glukosidase dibandingkan dengan acarbose

yang selama ini digunakan dalam obat antidiabetes. Sedangkan daun Artocarpus

altilis merupakan salah satu herbal alami yang dapat digunakan sebagai obat

antihiperglikemik (Chaudhary & Tyagi, 2018).


Aktivitas antidiabetes ditentukan dari kemampuan menurunkan kadar gula

darah, dengan mekanisme penghambatan enzim pemetabolisme karbohidrat, protein

transporter glukosa, regenerasi sel β pankreas, penghambatan PTB (protein tirosin

phosphate) 1B, penghambatan aktivasi reseptor PPARγ (peroxisome proliferator-

activated receptors) dan peningkatan level insulin (Kaur et al., 2018). Pemberian

ekstrak daun sukun dengan dosis 400 mg/kg BB mampu melindungi dan mengurangi

efek kerusakan pankreas tikus yang diinduksi aloksan-nikotinamid. Aktivitas

tersebut lebih baik dibandingkan obat diabetes metformin 100 mg/kgBB (Sari, et al.,

2020).

Efek perlindungan terhadap pankreas diduga terkait dengan kemampuan

menghambat radical oxygen species (Criddle, 2016). Senyawa yang diisolasi dari

fraksi etil asetat daun sukun menunjukkan efek antidiabetes, yaitu (1-(2,4-

dihidroksifenil)-3-[8-hidroksi-2-metil-2-(4-metil3-pentenil)-2H-1-benzopiran-5-

yl]-1-propanon (AC-31), 2-geranil-2',3,4,4'- tetrahidroksi dihidrokalkon (AC-51), 8-

geranil-4',5,7- trihidroksiflavon (AC-33) dan siklokommunol (AA-3).

Senyawa AC-31 merupakan senyawa antidiabetes yang paling poten

dibandingkan dengan AC-51, AC-33 dan siklokommunol dengan nilai IC50 masing-

masing sebesar 15,73; 24,41; 49,49; dan 72,20 μg/mL. Senyawa AC-31

menghambat enzim α-glukosidase secara tidak kompetitif dalam studi kinetik

metode Lineweaver-Burk (Lotulung et al., 2014). Ekstrak n-heksana, kloroform, etil

asetat, metanol, dan etanol daun sukun mengandung alkaloid (Haryoto & Widowati,

2018). Penelitian tentang skrining senyawa kandungan dalam daun sukun sudah

banyak dilakukan (Haryoto & Widowati, 2018).

Senyawa terpenoid dalam daun sukun adalah β sitosterol, sikloeukalenol, 2,4-

metilensikloartenon, squalene, poliprenol, lutein, dan sikloartenol (Erwin, 2015).


Senyawa tersebut diisolasi dari ekstrak dan fraksi non polar dari daun sukun

(Pimenta do Nascimento et al., 2020). β sitosterol telah terbukti dapat menormalkan

gula darah pada penderita diabetes tipe II dengan meransang pelepasan insulin yaitu

dengan kehadiran konsenterasi glukosa non stimulasi, dan menghambat glukosa-6-

fosfatase. Di dalam hati, enzim glukosa-6 fosfatase adalah jalur utama untuk

konversi karbohidrat menjadi gula darah. Glukosa-6-fosfatase dephosphorylates

glukosa-6-fosfat menghasilkan D-glukosa bebas. D-glukosa bebas masuk kedalam

darah sehingga meningkatkan kadar gula darah. Mengurangi kadar glukosa darah

dengan down-regulasi glukosa-6- fosfatase dapat membantu memperlambat diabetes

yang disebabkan usia tua (Bargess, 1995).

1.2. Hepatitis

Hepatitis B Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA, suatu prototip virus

yang termasuk keluarga Hepadnaviridae (Boedina, 2013). Hepatits B menyerang

semua umur, gender, dan ras di seluruh dunia (Widoyono, 2011). Hepatits B dapat

menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis

hati atau kanker hati.

1.2.1. Etiologi Hepatits

Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang berukuran

sekitar 42 nm. Virus ini mempunyai lapisan luar (selaput) yang berfungsi

sebagai antigen HBsAg. Virus mempunyai bagian inti dengan partikel inti

HBcAg dan HBeAg (Widoyono, 2011). Masa inkubasi berkisar antara 15-

180 hari dengan rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Perubahan dalam

tubuh penderita akibaat infeksi virus Hepatitis B terus berkembang. Dari

infeksi akut berubah menjadi kronis, sesuai dengan umur penderita. Makin
tua umur, makin besar kemungkinan menjadi kronis kemudian berlanjut

menjadi pengkerutan jaringan hati yang disebut dengan sirosis. Bila umur

masih berlanjut keadaan itu akan berubah menjadi karsinoma hepatoseluler

(Yatim, 2007)

Gambar 2. Struktur Virus Hepatitis

1.2.2. Penularan Hepatitis

Penularan secara parenteral terjadi melalui suntikan, tranfusi darah,

operasi, tusuk jarum, rajah kulit (tato), dan hubungan seksual, serta melalui

transmisi vertikal dari ibu ke anak. Masa inkubasinya sekitar 75 hari.

Penanda HBsAg telah diindentifikasi pada hampir setiap cairan dari orang

yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal,

asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan ini (terutama semen dan salive)

telah diketahui infeksius (Thedja, 2012).

Jalur penularan infeksi VHB di indoensia yang terbanyak adalah secara

parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) meternal-neonatal atau

horizontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual,
iatrogenic, penggunaan jarum suntik). Virus Hepatitis B dapat didekteksi

pada semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi

pada serum.

1.2.3. Patofisiologi Hepatitis

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus

Hepatitis B mula-mula melekat pada resptor spesifik di membram sel hepar

kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus

melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.

Selajutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat

VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes

dan berintergrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB

memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus

Hepatitis B dilepaskan ke peradangan darah, terjadi mekanisme kerusakan

hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap

infeksi.

Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,

terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan

kerusakan hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan

factor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus,

makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat

kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler

terhadap epitope protein VHB, terutama HBsAg yang ditansfer ke

permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restriced

CD8+ cell mengenali fragmen peptide VHB setelah mengalami proses


intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major

Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan

penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+.

1.3. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah kadar gula darah yang tinggi dengan nilai lebih dari

normal dikarenakan tubuh tidak memproduksi insulin atau insulin tidak bekerja

dengan baik (Hess-Fischl, 2016). Pada keadaan normal, glukosa diperlukan sebagai

stimulator sel β pancreas dalam meproduksi insulin. Kadar glukosa darah yang

meningkat akan ditangkap oleh sel β melalui glucose transporter 2 (GLUT2).

Glukosa akan mengalami fosforilase menjadi glukosa-6 fosfat (G6P) dengan

bantuan enzim penting, yaitu glukokinase. Glukosa 6 fosfat kemudian akan

mengalami glikolisis dan akhirnya akan menjadi asam piruvat. Dalam proses

glikolisis ini akan dihasilkan 6-8 ATP.

Penambahan ATP akan menyebabkan menutupnya kanal kalium. Dengan

demikian kalium akan tertumpuk dalam sel dan terjadi depolarisasi membran sel

pankreas, sehingga kanal kalsium terbuka dan kalsium akan masuk ke dalam sel.

Dengan meningkatnya kalsium intrasel, akan terjadi translokasi granul insulin ke

membran dan insulin akan dilepaskan ke dalam darah.

1.2.1 Patofisiologi Hiperglikemia

Penyerapan glukosa ke dalam sel diawali dengan penangkapan insulin oleh

insulin receptor substrat-1 (IRS-1) yang kemudian memberikan sinyal pada GLUT

4 untuk memindahkan glukosa dari luar ke dalam sel. Keadaan hiperglikemia

kronis menyebabkan terjadinya glucose toxicity yang berakibat pada penurunan

ambilan glukosa di membrane sel otot oleh karena terjadinya gangguan translokasi
pada GLUT 4, penurunan aktifitas IRS-1 sehingga terjadi resistensi pada insulin.

Hal ini menyebabkan glukosa plasma akan meningkat. Resistensi insulin awalnya

dapat ditoleransi dengan peningkatan sekresi insulin yang apabila terjadi terus

menerus akan menyebabkan kelelahan pada sel beta pancreas yang mengakibatkan

destruksinya sel beta sehingga berdampak pada penurunan sekresi insulin.


DAFTAR PUSTAKA

American Asosiation Diabetes (ADA). Standars of Medical Care in Diabetes, Diabetes


Care.2020,43:S1-S2.https://doi.org/10.2337/dc20-SINT

Anyawu, Anthony Chinedu, Salako Olenrewajo, Alani, Adeyami Olufunmi Olaide.


Effect of The Ethanolic Leaf Ekstract of Moriga Oliefera on insulin Resistence in
ST2 Induced Diabetic Rats: Journal of Plant Science. 2014. Vol 2 : 5-12 Bustan.
Manajemen Pengndalian Penyakit tidak Menular. Jakarta: Rineka cipta. 2015

Gustina. N. M. R. A. Aktivitas Ekstrak Fraksi Pelarut dan Senyawa αGlukosidase


sebagai Antidiabetes: Bogor. Instotut Pertanian Bogor. 2012

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, (1985).


Ladeska, Vera., Dwita Lusi Putri., & Febrina, Shela. (2017). Potensi Ekstrak Etanol
70% Daun Sukun (Artocarpus Altilis) Terhadap Penurunan Glukosa Darah pada
Tikus Hiperglikemia dan Hiperlipidemia. ISBN : 978- 602-50854-0-6: 56-61. IDF.
International Diabetes Federatio (9 th ed). Belgium: International Diabetes
federation. 2019

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia: Jakarta. 2014

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia: Jakarta. 2016

Kemenkes RI. Infodatin 2019. Jakarta: Kemenkes RI. 2019

Lotulung, P.D. N., T. Mozef, C. Risdian and A. Darmawan. In Vitro Antidiabetic activies
of extract and isolate flavonoid compound from Artocarpus altilis (Parkinson)
Fosberg. Indonesian J. Chem., 14: 7-11. 2014

Misdianarly. Diabetes Mellitus, Mengenali Gejala, Menanggulangi, Mencegah


Komplikasi: Jakarta. Pustaka Obor. 2006

Moeton JF. Breadfruit. In: Fruits of Warms Climates: Miami (FL), Florida Fair Book s.
1987
Saeedi P, Petersohn I, Salpea P, Malanda B, Karuranga S, Urwin N, et al. Global and
regional diabetes prevalence estimates for 2019 and projections for 2030 and
2045: Results from the International Diabetes Federation Diabetes Atlas, 9th
edition. Diabetes Res Clin Pract. 2019;157:107843

Saraswaty, V., Risdian, C., Lelono, R.A.A, & Mozef, T. Influence of Ethanol
Concentration and Temperature on Antioxidant and Antibacterial Activity from
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg Leaves: Oxidants and Anntioxidants in
Medical Science. 2015

Sediarso, Hadi., Punaryo, dan Nurul., Amalia. Efek antidiabetes dan identifikasi
Senyawa Dominan dalam Fraksi Kloroform Herba Ciplukan (Physali angulata L):
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka. Jakarta. 2008
Shanmugapriya, K., Saravna, P.S., Payal, H., Mohammed, S. P., & Bennai, W. A
comperative study of antiicrobial potential and phytochemical analysis of
artocarpus heterophyllus and Manikara Zapota seed extract: J Pharm Res

Tandi, Joni., Rizky, Moh., Mariani, rio., dan Alan,Fajar. Uji Efek Efek Ekstrak Etanol
Daun Sukun (Artocarpus altilis) (Parkinson Ex F. A. Zorn) terhadap Penurunan
Kadaer Glukosa Darah, Kolesterol Total, dan Gambaran Histopatologi Pankreas
Tikus Jantan (Rattus novergicus) Hiperkolestrolemia – Diabetes. Jurnal Sains dan
Kesehatan. 2017. https://doi.org/10.25026/jsk.v1i8.73

Anda mungkin juga menyukai