Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Praktikum Mikrobiologi Lanjut yang dibimbing
oleh Prof. Dr. Dra.Utami Sri Hastuti, M.Pd
Oleh
Kelompok 4
Kelas/Off: B/A
Ilda Sartifa Sari (140341863057)
Irani Lailatu Badria (140341863067)
Ghazia Kusumawati C. (14034186 3040)
1
Mekanisme kerja antibakteri adalah sebagai berikut : a. Kerusakan pada dinding sel.
Bakteri memiliki lapisan luar yang disebut dinding sel yang dapat mempertahankan bentuk
bakteri dan melindungi membran protoplasma dibawahnya. b. Perubahan permeabilitas sel.
Beberapa antibiotik mampu merusak atau memperlemah fungsi ini yaitu memelihara integritas
komponenkomponen seluler. c. Perubahan molekul protein dan asam nukleat. Suatu antibakteri
dapat mengubah keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan asamasam nukleat sehingga
merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi. d. Penghambatan kerja enzim. Setiap enzim yang ada
di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat Penghambatan
ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel (Pelczar dan Chan, 1988).
Berdasarkan daya kerjanya, senyawa antibakteri dibagi menjadi dua sifat, yaitu :
1. Zat yang hanya bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dengan tidak membunuhnya.
2. Zat yang dapat membunuh bakteri (Bacteriosidal) (Dwidjoseputro, 2003).
Diantara banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas antibiotik in vitro, hal-hal tersebut
dibawah ini perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi hasil-hasil pengujian.
a. pH lingkungan
b. Komponen-komponen medium
c. Stabilitas obat
d. Takaran inakalum
e. Lamanya inkubasi
f. Aktifitas metabolisme mikroorganisme (Irianto, 2006).
Jeruk purut (Citrus hystrix DC) merupakan tanaman yang telah dikenal masyarakat
memiliki banyak kegunaan. Hampir setiap bagian dari jeruk perut dapat dimanfaatkan mulai
dari daun, kulit buah dan rantingnya. Umumnya jeruk purut digunakan sebagai sebagai flavour
alami pada berbagai produk makanan dan minuman. Flavour yang dihasilkan jeruk purut
berasal dari minyak atsiri yang dikandungnya. Minyak atsiri jeruk purut telah diketahui
memiliki kemampuan antibakteri karena kandungan senyawa yang dimilikinya (Agusta, 2000).
Beberapa peneliti telah menguji aktivitas antibakteri jeruk purut terhadap banyak
bakteri. Chowdhury et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak metanol buah jeruk purut dan
beberapa fraksinya mempunyai aktivitas antibakteri dengan tingkat sedang sampai kuat
terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Ekstrak etil asetat dan minyak atsiri
kulit buah jeruk purut lebih poten terhadap S. aureus dibanding E. coli (Chanthaphon et al.,
2008). Penelitian yang dilakukan oleh Nanasombat dan Lohasupthawee (2005) menunjukkan
bahwa ekstrak etanol dan minyak atsiri daun dan kulit buah jeruk purut mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap beberapa spesies Salmonella dan enterobakteri.Hasil penelitian
2
Luangnarumitchai et al. (2007) mengindikasikan bahwa minyak atsiri kulit buah dan daun
jeruk purut mampu menghambat pertumbuhan 5 strain Propionibacterium acne. Penelitian ini
bertujuan untuk mengukur aktivitas antibakteri minyak atsiri daun jeruk purut terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan menentukan golongan senyawa dalam
minyak atsiri yang mempunyai aktivitas antibakteri. Buah jeruk purut mengandung setidaknya
21 macam kumarin, 4 di antaranya adalah bergamottin, N-(iminoetil)-L-ornithine (LNIO),
oksipeucedanin, 5-[(6′,7′-dihidroksi3′, 7′-dimetil-2-oktenil) oksi psoralen. Kumarin adalah
senyawa metabolik sekunder berupa minyak atsiri yang terbentuk dari turunan glukosa non
atsiri saat penuaan atau pelukaan (Joko, 2010).
Jeruk nipis (Citrus aurantifolia S.) merupakan salah satu tanaman toga yang di gunakan
pada masyarakat, baik untuk bumbu masakan maupun untuk obat-obatan dari bagian perasan
air buah jeruk nipisnya. Untuk obat, jeruk nipis digunakan sebagai penambah nafsu makan,
penurun panas (antipireutik), diare, menguruskan badan, antiinflamasi, dan antibakteri
(Haryanto, 2006)
Jeruk nipis juga mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat, seperti
asam sitrat, asam amino (triftopan dan lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, flandren, lemon
kamfer, kadinen, gerani-asetat, linali-asetat, aktiladehid, nonildehid), damar, glikosida, asam
situn, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C (Karina, 2012)
Efek air perasan buah jeruk nipis sebagai antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Eschericia colli, Streptococcus haemolyticus, dan Staphylococcus aureus. Salah satu bakteri
yaitu Staphylococcus aureus, merupakan bakteri jenis gram positif yang diperkirakan 20-75%
ditemukan pada saluran pernapasan atas, muka, tangan, rambut dan vagina. Infeksi bakteri ini
dapat menimbulkan penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis,
tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut, dan pembentukan abses. Diantara organ yang
sering diserang oleh bakteri Staphylococcus aureus adalah kulit yang mengalami luka dan
dapat menyebar ke orang lain yang juga mengalami luka (Mursito, 2006;Usman, 1993).
3
- Tabung reaksi - Biakan bakteri S. Aureus dalam
- Beaker Glass medium nutrien cair
- Corong kaca - Kasa dan kapas
- Inkubator - Tisu
- Mikropipiet - Label
- Mortar - Paper disk
- Laminar air Flow - Jeruk purut dan jeruk nipis
- Bor gabus steril
- Lampu spirtus
- Penggaris
- Spidol
- Korek api
D. PROSEDUR PENELITIAN
4
E. DATA PENGAMATAN
No Nama Bahan Spesies Zona Penghambat Pertumbuhan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
1 Sari Jeruk Purut E. Coli 1,2 cm 1,3 cm 1 cm
S. Aureus 1,7 cm 1,5 cm 1,7 cm
2. Sari Jeruk Nipis E. Coli 1,2 cm 1,3 cm 1,3 cm
S. Aureus 1,5 cm 1,3 cm 1,4 cm
F. ANALISIS DATA
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh angka-angka seperti pada
tabel. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan yaitu (Diameter Zona Hambat – Diameter
lubang sumuran). Masing-masing sumuran kecil tersebut berukuran 0.6 cm. Sari jeruk purut
merupakan tanaman berkhasiat obat yang lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan
mikroba khusunya S. aureus terbukti dari perolehan angka yang dihasilkan yaitu pada ulangan
1 (1,7 cm), ulangan 2 (1,5 cm) dan ulangan 3 (1,7cm) maka nilai rata-ratanya yaitu 1,63 cm
yang mana jika dibandingkan dengan sari jeruk nipis dalam menghambat pertumbuhan S.
aureus masih lebih efektif sari jerut purut. Hal tersebut terbukti dengan hasil perolehan nilai S.
aureus dengan menggunakan jeruk nipis yang mana ulangan 1 (1,5 cm), ulangan 2 (1,3 cm),
dan ulangan 3 (1,4 cm) dan nilai rata-ratanya yaitu 1, 5 cm. beda keefektifan diantara keduanya
yaitu 0, 13 cm.
Hasil untuk E.coli sedikit berbeda yang mana pada E.coli lebih efektif sari jeruk nipis
dengan perolehan nilai yaitu ulangan 1 (1,2 cm), ulangan 2 (1,3 cm) dan ulangan 3 (1,3 cm)
diperoleh rata-rata yaitu 1,26 cm jika dibandingkan dengan nilai sari jeruk purut yang memiliki
rata-rata 1.16 cm, sari jeruk purut lebih efektif sekitar 0.1 cm terhadap pertumbuhan bakteri
E.coli. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa anti mikroba yang paling efektif untuk E.coli
adalah sari jeruk nipis dan anti mikroba paling efektif untuk S.aureus yaitu sari jeruk purut.
G. PEMBAHASAN
Aktivitas antibakteri dapat dikatakan positif apabila terbentuk zona hambat berupa zona
bening disekeliling lubang sumuran. Bagian yang dihitung dengan jangka sorong ataupun
penggaris adalah diameter dari zona hambat yang terbentuk. Jeruk nipis merupakan salah satu
tanaman obat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan E.coli dan S.aureus.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh daya hambat jeruk nipis terhadap bakteri E.coli
sebesar 1,26 cm, sedangkan pada S.aureus sebesar 1,5 cm. Adanya zona hambat pada hasil
5
pengematan membuktikan bahwa jeruk nipis efektif membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli dan S.aureus. Berdasarkan hasil pengematan bahwa yang paling
efektif pada jeruk nipis yaitu yang menggunakah biakan E.coli. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Razak (2013) mengatakan bahwa air perasan buah jeruk nipis mengandung daya
antibakteri yang kuat sehingga dalam waktu yang singkat air persen jeruk nipis dapat
menghambat pertumbuhan bakteri secara kuat dan optimak. Keasaman pada buiah jeruk nipis
disebabkan oleh kandungan asam organik berupa asam sitrat dengan konsentrasi yang tinggi
untuk menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Selain itu, penghambatan bakteri E.coli, dan
S. aureus disebabkan oleh senyawa kimia yang berasal dari jeruk nipis.
Sesuai dengan hasil penelitian Rukmana (2003), air perasan jeruk nipis memiliki
kandungan senyawa saponin dan flavonoid. Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri
adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau
kebocoran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler (Lauma, 2015).
Saponin mamou menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi
dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein
dan enzim dari dalam sel.
Buah jeruk nipis juga mengandung fenol yang bersifat sebagai bakterisidal yang
mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri E.coli dan S.aureus. kemampuan bakteresidal
dari fenol adalah dengan denaturasi protein serta merusak membran sitoplasma sel.
Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi
permeabilitas selektif, fungsi pengengkutan aktif, dan pengendalian susunan protein sel bakteri
terganggu. Gangguan integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya makromelekul, dan ion dari
sel. Sel bakteri kehilangan bentuknya sehingga lisis.
Walaupun buah jeruk nipis mampu menghambat pertumbuhan E.coli dan S.aureus,
namun zona hambat yang dihasilkan berbeda. Zona lambat bakteri S.aureus lebih besar dari
pada zona hambat E.coli. Perbedaan sensitivitas bakteri terhadap minyak atsiri daun jeruk
purut mungkin disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel antara bakteri Gram positif
dan bakteri Gram negatif. Dinding sel gram negatif lebih banyak mengandung
lipopolisakarida, sehingga kandungan lipid bakteri tersebut tinggi, berbeda halnya dengan
bakteri gram positif dimana dinding sel tersusun atas lapisan peptidogligan yang banyak dan
sedikit lipopolisakrida. Dengan demikian dinding sel bakteri gram positif lebih bersifat
polarkepolaran senyawa inilah yang mengakibatkan senyawa lebih mudah menembus dinding
6
sel bakteri S.aureus karena struktur dinding sel bakteri ini berlapis tunggal dan tersusun atas
peptidogligan (protein dan gula) serta lipid dengan kadar rendah (1-4%), sehingga ekstrak
etanol lebih mudah menembus dinding sel bakteri ini. Dinding sel bakteri E.coli lebih sulit
ditembus senyawa yang bersifat polar karena struktur dinding sel bakteri ini berlapis tiga yang
tersusun atas peptidogligan dan lipid dengan kadar yang tinggi (11-22%) (Rahadrjo,2012).
Hasil uji aktivitas antibakteri yang kedua yaitu pada sari buah jeruk purut yang
menunjukkan bahwa minyak atsiri daun jeruk purut mampu menghambat pertumbuhan
dan membunuh S. aureus dan E. coli. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap S. aureus
dan E. coli mengindikasikan bahwa Kedua bakteri uji mempunyai sensitivitas yang berbeda
terhadap minyak atsiri daun jeruk purut. E. coli lebih mudah dihambat dan dibunuh oleh
minyak atsiri daun jeruk purut dibandingkan S. aureus. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
pengukuran zona hambat yang terbentuk. Rata-rata zona hambat yang terbentuk dari sari buah
jeruk perut menggunakann biakan E.coli adalah 1,16 cm sedangkan rata-rata zona hambat yang
terbentuk dengan menggunakan biakan S.aureus adalah 1,63 cm. Berdasarkan pengukuran
zona hambat bahwa yang lebih efektif itu menggunakan biakan S.aureus, hal ini dikarenakan
sari buah jeruk purut terdapat kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam buah jeruk purut
yang dapat merusak dinding sel sehingga bakteri terhambat. Flavanoid yang bersifat antibakteri
dapat merusak integritas dinding sel sehingga dapat menghambat atau membunuh bakteri
(Putra, 2017). Selain itu buah jeru purut mengan dung 21 macam kumari. Kumarin adalah
senyawa metabolik sekunder berupa minyak atsiri yang terbentuk dari turunan glukosa non
atsiri saat penuan atau pelukaan, serta daging buah juga mengandung saponin dan flavanoid.
Dengan demikian daun buah jeruk purut memiliki efek farmakologis sebagai antiseptik dan
mengandung antioksidan sangat tinggi (Joko, 2010).
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan setelah 1x 24 jam dapat ditarik
kesimpulan bahwa zona hambat yang efektif pada sari jeruk purut menggunakan biakan
S.aureus sebesar 1,63 cm. Sedangkan pada sari jeruk nipis yang paling efektif menggunakan
biakan S.aureus juga sebesar 1,5 cm.
7
I. DISKUSI
1. Adakah zona hambat yang terbentuk di sekeliling lubang sumuran? Jika ada mengapa?
Jawaban:
Ada, zona hambat yang terdapat disekitar sumuran disebabkan karena kandungan senyawa
antimikroba yang terdapat pada sari jeruk purut dan sari jeruk nipis. Jeuk purut dan jeruk
nipis mengandung beberapa senyawa seperti asam sitrat, asam amino, minyak atsiri, damar,
glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C (Lauma et
al, 2015). Sedangkan jeruk purut mengandung terpinen-4 (13.0%), pinene (10.9%),
terpineol (7.6%), 1.8-cineole (6.4%), citronellol (6.0%) dan limonene (4.7%) (Hebert,
2014). Masing-masing dari senyawa tersebut mempengaruhi pertumbuhan atau
penghambatan mikroba yang berbeda-beda. Ekstrak buah jeruk nipis lebih berpotensi
menghambat E. coli dan ekstrak buah jeruk purut lebih efektif menghambat pertumbuhan
S. aureus.
2. Adakah perbedaan ukuran diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi sari
jeruk ? Jelaskan!
Jawaban: Ada, diameter zona hambat pada masing-masing pengulangan yang dilakukan
berbeda. Dapat dilihat pada tabel berikut
No Nama Bahan Spesies Zona Penghambat Pertumbuhan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
1 Sari Jeruk Purut E. Coli 1,2 cm 1,3 cm 1 cm
S. Aureus 1,7 cm 1,5 cm 1,7 cm
2. Sari Jeruk Nipis E. Coli 1,2 cm 1,3 cm 1,3 cm
S. Aureus 1,5 cm 1,3 cm 1,4 cm
3. Adakah perbedaan ukuran diameter zone hambat pertumbuhan bakteri E.coli antara masing-
masing varietas buah jeruk?
Jawaban: Ada perbedaan ukuran diameter zone hambat pertumbuhan bakteri E. coli antara
varietas buah jeruk. Pada ekstrak buah jeruk nipis ukuran diameter zone hambatnya yaitu
1,26 cm untuk E. coli, sedangkan pada ekstrak buah jeruk purut ukuran diameter zone
hambatnya yaitu 1,16 cm untuk S.aureus. Jadi, ekstrak buah jeruk nipis berpotensi
menghambat pertumbuhan E. coli dan ekstrak buah jeruk purut berpotensi menghambat
S.aureus.
8
4. Mengapa bakteri yang diuji harus dibiakkan lebih dahulu dalam medium cair selama 1 x 24
jam?
Jawaban: Agar tingkat perkembangbiakannya mencapai tahap maksimal atau fase lag.
sehingga perlu diinkubasi selama 1x24 jam dalam medium cair.
DAFTAR RUJUKAN
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB.
Bonang, G. 1992. Mikrobiologi Utuk Profesi Kesehatan Edisi Ke-2. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Brook GF., Butel JS., Carrol KC., Morse SA., Jawetz, Melnick, &Adelberg’s. Medical
Microbiology 24th Ed. USA: Mc Graw Hill.
Buah Jeruk Purut (Citrus hytrix) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In-
Vitro. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 6 No. 1
Chanthaphon, S., Chanthachum, S., dan Hongpattarakere, T., 2008, Antimicrobial activities of
essential oils and crude extracts from tropical Citrus spp. against food-related
microorganisms, Songklanakarin J. Sci. Technol., 30 (Suppl.1), 125-131.
Chowdhury, A., Alam, M.A., Rahman, M.S., Hossain, M.A., dan Rashid, M.A. 2009.
Antimicrobial, Antioxidant and Cytotoxic Activities of Citrus hystrix DC. Fruits, Dhaka
Univ. J. Pharm. Sci., 8 (2): 177-180.
Haryanto, S. 2006 . Sehat dan Bugar Secara Alami. Jakarta: Penebar Plus.
Irianto. 2006. Biologi Interaktif. Jakarta: Ganeca Exact.
Jawetz, E., Melnick, J. L., dan Adelberg, E. A. 1996. Mikrobiologi Kedoteran, Edisi
XX, diterjemahkan oleh Nugroho, E. dan Maulani R. F., 18-21. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia S.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus Secara In Vitro. Jurnal kesehatan Andalas.
Joko S. 2010. Bertani Jeruk Purut. Yogyakarta:Pustaka Baru press
Joko S. 2010. Bertani jeruk purut. Yogyakarta:Pustaka baru press.
Karina, A. 2012. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis.Surabaya: Stomata.
Lauma, S.W. dkk. 2015. Uji Efektivitas Perasan Air Jeruk NipisTerhadap Petumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 4, No 4 November
2015 ISSN 230-2493. Fakultas Kedokteran: Universitas Sam Ratulangi.
Luangnarumitchai, S., Lamlertthon, S., dan Tiyaboonchai, W. 2007. Antimicrobial Activity of
Essential Oils Against Five Strains of Propionibacterium acnes. Mahidol University
Journal of Pharmaceutical Sciences, 34 (1-4), 60-64.
Lutfi, Ahmad. 2004.Kimia Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
9
Mursito, B. 2006. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta: Penebar Swadya.
Pelczar. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (U I Press).
Putra, R.E.D., Heriyannis H., dan Vonny N.S.W. 2017. Uji Daya Hambat Perasan
Razak, A., Aziz, D., dan Gusti, R. 2013. Uji Daya Hambar Air Perasan Buah
Rukmana, R. 2003. Jeruk Nipis, Prospek Agribisnis, Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta:
Kanisius
Salmonella Dan Escherichia coli Pada Dada Karkas Ayam Broiler. IJAS. Vol. 2. No. 3
Usman, C. W. 1993. Kokus Positif Gram. Dalam (Staff Pengajar FKUI) Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran, edisi revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
10