Anda di halaman 1dari 27

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL

MAKALAH JAGUNG

1.
2.
3.
4.

Oleh :
Kelompo C
Yogi Dwi Anggoro (141710101049)
Isnitzia Bellia Indiana (141710101064)
Denny Devandya
(141710101073)
Hamid Tri Maujudin (141710101100)
THP-A

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
2016

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketahanan

pangan merupakan

kondisi terpenuhinya

kebutuhan rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik jumlah maupun
mutunya,aman, merata, dan terjangkau. Pangan merupakan salah satu dari tiga
kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Demi mewujudkan ketahanan pangan
yang baik, maka perlu dirancang beberapa program. Salah satunya memajukan
pangan lokal.
Pangan lokal merupakan suatu produk yang berbahan baku dan diproduksi
di dalamnegeri. Pangan lokal bisa menjadi identitas dari suatu daerah
tersebut.Pangan lokal saat ini kurang populer karena masyarakat Indonesia masih
sangat bergantung pada bahan baku beras. Sedangkan seiring dengan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Tetapi lahan yang digunakan
untuk menumbuhkan bahan baku berupa beras semakin menurun. Berarti
kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras tidak terpenuhi dengan baik.
Kemampuan produksi bahan pangan domistik tidak dapat mengikuti
peningkatan kebutuhan, maka pada waktu yang akan datang Indonesia akan
tergantung impor, yang berarti ketahanan pangan nasinal akan semakin rentan
karena

akan

semakin

ketergantungan

oada

kebijakan

ekonominegara

lain.Sehingga perlu dilakukan diversifikasi pangan atau penganekaragaman


pangan pada pangan lokal. Diversifikasi pangan dimaksudkan untuk merubah
kebutuhan masayarakat satu bahan pokok, yakni beras. Selain itu peningkatan
diversifikaisi pangan, ketahanan pangan negeri ini akan semakin baik.
Potensi pangan lokal di Indonesia sangatlah banyak, misalnya jagung.
Jagung merupakan salah satu potensi pangan terbesar kedua yang ada di
Indonesia. Namun jagung sangat kurang diminati karena teknologi pengolahannya
masih sangat kurang. Namun, sebeneranya jagung, dapat diolah menjadi beberapa
produk pangan misalnya jenang jagung,mie jagung,susu jangung. Sehingga perlu

dilakukan diversifikasi pangan lokal, agar ketahanan pangan Indonesia semakin


baik. Selain itu juga untuk kemandirian bangsa Indonesia.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui karakteristik jagung.
2. Untuk mengetahui kandungan kimia pada jagung.
3. Untuk mengetahui factor - faktor yang mempengaruhi penuruan mutu
pascapanen jagung.
4. Untuk menegathui macam - macam turunan pangan komoditi jagung.
5. Untuk mengetahui teknologi pengolahan mie jagung.

BAB 2. ISI

2.1 Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman bijibijian
dari keluarga rumputrumputan (Graminae). Berasal dari Amerika yang tersebar
ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar
abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia.
Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.
Menurut sejarahnya, tanaman jagung berasal dari Amerika dan merupakan
tanaman sereal yang paling penting di benua tersebut (Anonima, 2007).

Sistematika tanaman jagung adalah, sebagai berikut:


Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi

:Angiospermae

Sub Divisio

: Angiospermae (berbiji tertutup)

kelas

:Monocotyledoneae,

Ordo

: Poales,

Famili

:Poaceae

Genus

:Zea.

Jenis jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji.


a) Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:
1

Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah

Kertas, Abimanyu dan Arjuna.


Berumursedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP
1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metrodan Pandu.

Berumurpanjang: lebihdari 120 hari, contoh: KaniaPutih, Bastar, Kuning,


BimadanHarapan.

b) Menurut bentuk biji, dibagi menjadi 7 golongan:


1
2
3
4
5

Dent Corn
Flint Corn
Sweet Corn
Pop Corn
Flour Corn
Menurut (Darrah et al., 2003), jagung dapat dikelompokkan berdasarkan

bentuk bijinya (kernel), ada 6 tipe utama jagung, yaitu dent, flint, flour, sweet,
pop, dan pod corns.Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya corneous, horny
endospermpada bagian sisi dan belakang kernel, serta pada bagian tengah inti
jagungmenjulur hingga mahkota endospermanya lunak dan bertepung. Jagung
jenisflint memiliki bentuk yang tebal, keras, dengan lapisan horny endosperm
disekeliling granula tengah, kecil, dan halus. Jagung jenis flour merupakansalah
satu jagung yang sangat tua dimana hampir seluruh endospermanyaberisi pati
yang lunak dan mudah dibuat tepung (Darrah et al., 2003). Jagung
Jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi yang mengandung sedikit
pati dengan endosperma berwarna bening. Jagung ini biasanya dikonsumsi
sebagaicampuran sayuran. Jagung jenis pop memiliki kernel kecil dan keras
seperti jenis flint dengan kandungan pati yang lebih sedikit. Sedangkan jagung
jenis pod merupakan jagung hias dengan kernel tertutup dan pada umumnya
jagung jenis ini tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991).
Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanamdi
Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti
jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer- 2 (setengah
mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara
dan setengah mutiara, jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent
corn), dan jagung manis (sweet corn) juga terdapat di Indonesia.
2.2 Komposisi Jagung
Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji
jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati dan

mayoritas terdapat pada bagian endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86%
pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan
amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan
amilopektin sekitar 70-75%.
Gula dalam biji jagung terdapat dalam bentuk monosakarida (Dglukosa dan
D-fruktosa), disakarida dan trisakarida, serta gula alkohol. Sukrosa merupakan
disakarida terbanyak dalam biji jagung (2-3 mg per endosperma). Sedangkan
maltosa, trisakarida, dan oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit. Adapun
phytate (hexaphosphoric ester dari myoinositol) diketahui sebagai satu-satunya
gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate ditemukan di
dalam skutelum dan 10%-nya terdapat di dalam aleuron (Boyer dan Shannon,
2003).
Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung
bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin
(zein), dan glutelin. Albumin dan globulin terkonsentrasi pada sel aleuron,
pericarp, dan lembaga. Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan pada
endosperma.
Protein yang terdapat pada biji jagung yaitu prolamin (zein), glutein,
albumin dan globulin. Prolamin merupakan protein yang larut dalam etanol 70
80%, glutein larut dalam basa dan asam encer, albumin larut dalam garam encer
dan globulin larut dalam air. Protein zein kekurangan asam amino triptofan, lisin,
treonin, valin dan asam amino bersulfur. Sedangkan albumin, globulin dan glutein
jagung mempunyai komposisi asam amino yang cukup baik (kadar lisin tinggi)
(Koswara, 2009).
Menurut Lawton dan Wilson (2003), sekitar 76-83% lipid dalam biji jagung
terdapat di bagian lembaga. Kandungan lipid tersebut terutama adalah
triasilgliserols (TAGs), yaitu sekitar 95%. Selain itu, biji jagung juga mengandung
fosfolipid, glikolipid, hidrokarbon, fitosterol (sterol dan stanol), asam lemak
bebas, karotenoid (vitamin A), tocol (vitamin E), dan waxes yang jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan TAG. Asam lemak yang terkandung

Biji jagung juga mengandung beberapa vitamin seperti kolin (567 mg/kg),
niasin (28 mg/kg), asam pantotenat (6,6 mg/kg), piridoksin (5,3 mg/kg), tiamin
(3,8 mg/kg), riboflavin (1,4 mg/kg), asam folat (0,3 mg/kg),biotin (0,08 mg/kg),
serta vitamin A (_-karoten) dan vitamin E (_-tokoferol) masing-masing sebesar
2,5 mg/kg dan 30 IU/kg (Watson, 2003).
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah:
Tabel 1. Kandungan Gizi Jagung
No
Kandungan Kimia
Jumlah
1.
Kalori
355 kalori
2.
Protein
9,2 g
3.
Lemak
3,9 g
4.
Karbohidrat
73,7 g
5.
Kalsium
10 mg
6.
Fosfor
256 mg
7.
Ferrum
2,4 mg
8.
Vitamin A
510 SI
9.
Vitamin B1
0,38 mg
10. Air
12 g
(Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia)
Pada pembuatan mie jagung komponen yang paling berperan yaitu
karbohidrat. Jagung sangat banyak mengandung karbohidrat, menurut Direktorat
Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia karbohidrat pada jagung yaitu
73,7 gram yang sebagian besar adalah pati. Pati pada jagung terdiri dari dua
polimer glucan, yaitu amilosa dan amilopektin. Secara umum, pati jagung
mengandung amilosa sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75%. Hal ini
berarti pada jagung tedapat kandungan amilopektin yang sangat tinggi.
Amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada
rantai utama adalah ikatan -1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada titik cabang
adalah ikatan -1,6-glikosidik (Young, 1984). Amilopektin mempunyai ukuran
molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang mencapai 10 7-109 (Colonna
dan Buleon, 1992) dan derajat polimerisasi 3 x 10 5- 3 x 106 (Zobel, 1988). Adapun
karakteristik amilopektin, adalah sebagai berikut:
1
2
3

Molekul polisakarida
Rantai cabang
Amilopektin dapat membentuk struktur double heliks

4
5
6

Ukuran molekul lebih besar dan terbuka


Mudah tergelatinisasi
Mudah dicerna

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pasca Panen


Produk hortikultura yang telah dipanen dari induk tanamannya masih
melakukan aktivitas metabolisme namun aktivitas metabolismenya tidaklah sama
dengan pada waktu produk tersebut masih melekat pada induknya. Berbagai
macam stress atau gangguan dialaminya mulai dari saat panen, penanganan
pascapanen, distribusi dan pemasaran, ritel dan saat ditangan konsumen sebelum
siap dikonsumsi atau diolah. Stress terjadi karena kondisi hidupnya tidak pada
kondisi normal saat di lapangan. Kondisi stress diakibatkan oleh perlakuanperlakuan pascapanennya seperti kondisi suhu, atmosfer, sinar serta perlakuanperlakuan fisik diluar batas kehidupan normalnya. Stress adalah gangguan,
hambatan atau percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang tidak
menyenangkan atau suatu keadaan negatif. Hal ini akan menyebabkan beberapa
kerusakan anatara lain:
1. Kerusakan Biologi
Kerusakan biologis pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran
disebabkan oleh adanya

respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan faktor

morfologis atau anatomis, serta suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan
patologis atau kerusakan fisik.
Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih
cepat rusak. Pengurangan laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan
kebutuhan energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang
umur ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan
teknik pelapisan (coating), penyimpanan suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir
ruang penyimpan.
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju
transpirasidipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomis, rasio permukaan

terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH,
pergerakan

udara

dan

tekanan

atmosfir).

Transpirasi

yang

berlebihan

menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu),


nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan
pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir.(Ir. I Made S. Utama,
MS.,PhD., Forum Konsultasi Teknologi)
Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai
hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan. Keberadaan
etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh sebab itu
untuk tujuan pengawetan senyawa ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang
penyimpan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada
produk, atau mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon.
2.

KerusakanPatologisdanKerusakanFisik
Kerusakan produk nabati dapat terjadi karena aktivitas bakteri atau jamur,

dan akibat serangan mikroorganisme ini timbul kerusakan fisik dan fisiologis.
Sebaliknyapun akibat kerusakan fisik karena penanganan yang tidak benar bisa
juga memicu pertumbuhan mikroorganisme.

a.
b.
c.
d.
e.

a.
b.
c.
d.
e.

Kerusakan sayur padaumumnya, sebagaiberikut:


Kehilangan air ( 3-8% )
Sayur menjadi layu
Timbulnya noda noda warna karena spora
Menjadi lunak karena berair, dikarenakan bakteri
Timbulnya bau alkohol atau rasa asam karena disebabkan oleh pertumbuha

n kamiratau bakteri asam laktat


Penyebab kerusakan pada sayur
Karena adanya mikroorganisme yang mengganggu
Adanya penguapan air yang berlebih
Aktivitas respirasi
Bakteri dan jamur
Faktor biologis dan lingkungan

2.4 Rancangan Proses Bahan Pangan Lokal


2.4.1 Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh
dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Secara umum, terdapat

dua metode pembuatan tepung jagung yaitu metode basah dan metode kering.
Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam dalam air selama 4
jam lalu dicuci, ditiriskan dan diproses menjadi tepung menggunakan mesin
penepung. Sedangkan pada metode kering, biji jagung yang telah disosoh
ditepungkan, artinya tanpa perendaman (Suarni, 2009).
Pada prinsipnya, penggilingan biji jagung adalah proses pemisahan
perikarp, endosperma dan lembaga, kemudian dilanjutkan dengan proses
pengecilan ukuran. Perikarp harus dipisahkan pada proses pembuatan tepung
karena kandungan seratnya yang cukup tinggi sehingga dapat membuat tepung
bertekstur kasar. Pada pembuatan tepung, dilakukan pemisahan lembaga karena
tanpa pemisahan lembaga tepung akan mudah mengalami ketengikan. Tip cap
juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Pada
pembuatan tepung, endosperma merupakan bagian yang digiling menjadi tepung
(Suarni et al., 2001).
Tepung jagung memiliki kandungan lemak dan kandungan amilosa yang
tinggi sehingga sulit untuk mengikat air selama proses pemasakan. Kandungan
lemak pada tepung jagung menyebabkan terhalangnya kontak antara air dengan
protein dalam jagung. Sedangkan kandungan amilosa pada jagung memiliki
struktur yang kompak sehingga sulit untuk ditembus oleh air. Rendahnya tingkat
kemampuan mengikat air inilah yang menyebabkan kemampuan granula pati
untuk menggelembung pada gelatinisasi menjadi rendah (Alam, 2010). Tepung
jagung juga memiliki mutu yang bervariasi, tergantung dari jenis jagungnya. Oleh
karena itu, ditentukan kriteria mutu tepung jagung berdasarkan SNI yang
disajikan pada Tabel 2 agar aplikasi dari tepung jagung tersebut memiliki kualitas
yang baik.
Tepung jagung memiliki beberapa keunggulan/kelebihan antara lain :
1

Tepung jagung penggunaannya menjadi lebih luas sebagai bahan baku dalam

2
3
4

pembuatan berbagai macam produk pangan


Umur simpan lebih lama dan penyimpanan tepung cenderung lebih mudah
Mudah difortifikasi dan disuplementasi jika dalam bentuk tepung
Lebih mudah bercampur dengan bahan pangan lain (komposit).

Tabel 2. Standart Nasional Indonesia Tepung Jagung


Kriteria uji
Bau

Satuan
-

Persyaratan
Normal

Rasa

Normal

Warna

Normal

Benda asing

Tidakboleh

Serangga

Tidakboleh

Pati lain selainjagung

Tidakboleh

Lolos 80 mesh

Minimum 70

Lolos 60 mesh

Maksimum 99

Air

% (b/b)

Maksimum 10

Abu

% (b/b)

Maksimum 1,50

Silikat

% (b/b)

Maksimum 0,10

Seratkasar

% (b/b)

Maksimum 1,50

Derajatasam

ml N NaOH/100 g

Maksimum 4

Timbal

mg/kg

Maksimum 1

Tembaga

mg/kg

Maksimum 10

Seng

mg/kg

Maksimum 40

Raksa

mg/kg

Maksimum 0,05

Cemaranarsen

mg/kg

Maksimum 0,50

Angkalempeng total

koloni/g

Maksimum 5 x 106

E.coli

APM/g

Maksimum 10

Kapang
koloni/g
Sumber : Badan Standar Nasional (1993)

Maksimum 104

Kehalusan

2.4.2 Mie Jagung


Mie jagung merupakan mie yang dibuat dengan bahan baku tepung jagung
atau pati jagung dengan ditambahkan bahan-bahan lain. Mie jagung dapat dibuat
dalam bentuk mie instan, mie kering, ataupun mie basah. Menurut Juniawati
(2003), pembuatan mie jagung instan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu

pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pembentukan lembaran,


pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan. Sedangkan pembuatan mie
basah dilakukan melalui tahapan pencampuran bahan, pengukusan, pembentukan
lembaran, pencetakan, perebusan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran
dengan minyak (Rianto, 2006).
Proses pengolahan mie jagung berbeda dengan proses pegolahan mie terigu
karena 60% protein endosperma jagung terdiri dari zein yang tidak dapat
membentuk massa yang elastic-cohessive bila hanya ditambahkan air dan diuleni
tanpa proses pemanasan, seperti halnya gliadin dan glutelin pada gandum (Soraya,
2006), oleh karena itu pada pembuatan mie jagung dilakukan proses pengukusan.
Proses pengukusan pada pembuatan mie jagung bertujuan untuk menggelatinisasi
sebagian pati (sekitar 70%) sehingga dapat berperan sebagai pengikat adonan.
Lama dan waktu pengukusan bervariasi tergantung dari jumlah adonan yang
dimasak. Namun, tingkat gelatinisasi atau pemasakan diharapkan hampir sama
(Juniawati, 2003).
Mie jagung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk
pangan lainnya. Mie jagung instan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi
yaitu sekitar 360 kalori/kemasan bila dibandingkan dengan nasi yang
mengandung 178 kalori, singkong yang mengandung 146 kalori, dan ubi jalar
yang mengandung 123 kalori. Namun, nilai gizi mie jagung masih lebih rendah
dibandingkan dengan mie terigu instan yang memiliki kandungan gizi sebesar 471
kalori. Tingginya nilai gizi pada mie jagung instan menunjukkan bahwa mie
jagung instan dapat dijadikan pangan alternatif pengganti nasi. Selain memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi, mie jagung instan memiliki kandungan lemak
yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mie instan terigu. Mie jagung instan
juga tidak mengunakan pewarna tambahan seperti halnya pada mie terigu instan
karena warna kuning pada mie jagung instan berasal dari pigmen alami yang
terkandung dalam jagung, yaitu karoten, lutein, dan zeaxanthin (Juniawati, 2003).
Kurniawati (2006) telah membuat mie jagung berbahan baku pati jagung
dan Corn Gluten Meal (CGM). Corn Gluten Meal (CGM) adalah produk

sampingan utama dari penggilingan basah jagung. Mie yang dihasilkan memiliki
masih memiliki karakteristik elongasi yang kurang baik, sehingga ditambahkan
pati kacang hijau sebanyak 5 % untuk memperbaiki karakteristik tersebut, selain
itu dilakukan juga penambahan CMC ke dalam formulasi untuk menurunkan nilai
KPAP. Bahan tambahan lain yang juga digunakan adalah garam dan baking
powder. Hasil analisis menunjukkan bahwa mie basah yang dihasilkan memiliki
kadar air sebesar 63,71 %, kadar abu sebesar 0,41 %, kadar protein sebesar 7, 14
%, kadar lemak sebesar 4,49 %, serta kadar karbohidrat sebesar 87,99 %
Arvie (2009) membuat mie jagung berbahan pati jagung yang dimodifikasi
dengan cara fermentasi spontan selama 1, 3, 5, dan 7 hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lama fermentasi spontan berpengaruh terhadap sifat
organoleptik mie jagung basah yang dihasilkan. Sifat organoleptik tersebut
meliputi elastisitas, elongasi, warna, dan penerimaan keseluruhan. Mie jagung
yang dihasilkan memiliki kadar air antara 71,685-75,720 %, kadar abu antara
0,035-0,067 %, kadar protein antara 0,995-1,315 %, kadar lemak antara 0,0250,105 %, dan kadar karbohidrat antara 23,225-26,879 %. Mie yang dibuat dari
pati fermentasi selama 7 hari memiliki tingkat hidrolisis oleh enzim -amilase
sebesar 51,49 %, elongasi sebesar 15,12 %, dan kekuatan tarik sebesar 11,41 gF,
sedangkan mie dari pati yang difermentasi selama 5 hari memiliki nilai elongasi
sebesar 16,9 %, kekuatan tarik 12,004 gF dan nilai KPAP terendah yaitu 1,7 %.
2.4.3 Teknologi Pengolahan Mie Jagung
Mie jagung merupakan mie yang dibuat dengan bahan baku tepung jagung
atau pati jagung dengan ditambahkan bahan-bahan lain. Tepung jagung diproses
dengan cara penggilingan jagung. Tahap-tahap penepungan jagung adalah sebagai
berikut. Proses penepungan jagung diawali dengan tahap pembersihan untuk
membersihkan biji jagung dari kotoran dan kontaminan asing. Selanjutnya, biji
jagung direndam dalam air yang telah ditambahkan SO2 dengan konsentrasi
tertentu (0,12-0,2%) selama 22-50 jam (umumnya 30-36 jam) pada suhu 52oC.
Selama perendaman, air akan berdifusi ke dalam biji jagung sehingga kadar air
meningkat dari 15% menjadi 45%. Penggunaan SO2 sangat penting karena SO2

sebagai agen pereduksi mampu memecah ikatan disulfida pada matriks protein
yang membungkus granula pati sehingga dapat membebaskan granula pati
tersebut. Selain itu, SO2 juga mampu menciptakan kondisi yang menguntungkan
bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Asam laktat yang dihasilkan bakteri
tersebut dapat meningkatkan pelunakkan biji,melarutkan protein endosperma, dan
melemahkan dinding sel endosperma.Asam laktat juga membantu pemisahan pati
dan meningkatkan jumlah pati yang dihasilkan (Johnson dan May, 2003).
Tahapan selanjutnya adalah penggilingan kasar biji jagung dan pemisahan
lembaga dengan menggunakan attrition mill dan separator lembaga (hydroclone).
Attrition mill terdiri dari dua jenis cakram (cakram statis dan cakram berputar)
yang dilengkapi dengan kenop (devils teeth) pada permukaannya untuk memecah
biji jagung sehingga lembaga dapat lepas tanpa harus menghancurkannya. Hasil
penggilingan kasar ini lalu dialirkan ke hydroclone sehingga lembaga dapat
dipisahkan. Setelah pemisahan lembaga, slurry kemudian disaring dengan
menggunakan pressure-fed screen untuk memisahkan serat dari pati dan gluten.
Slurry pati dan gluten yang disebut mill starch selanjutnya dialirkan menuju
separator pati. Pada tahapan ini, gluten dipisahkan dari pati berdasarkan
perbedaan berat jenisnya menggunakan disknozzle- type centrifuges (Johnson dan
May, 2003). Beberapa protein dan kontaminan lain yang masih terdapat di dalam
pati akan diproses lebih lanjut pada tahap pemurnian pati.
Menurut Johnson dan May (2003), pati hasil sentrifuse masih mengandung
3-5% protein dan sejumlah kecil kontaminan terlarut/tak larut. Pati kasar tersebut
lalu dicuci dengan air menggunakan hydroclone. Pati hasil pencucian harus
mengandung <0,30% total protein dan 0,01% protein terlarut. Slurry pati murni
dari penggilingan basah selanjutnya langsung dikeringkan atau diberi perlakuan
dengan beberapa senyawa kimia seperti bleachingagents atau asam untuk
memodifikasi karakteristik pati tersebut. Residu kimia kemudian dicuci dari pati
dengan menggunakan nozzle-type centrifuges atau penyaring vakum yang
dilengkapi dengan spray.
Setelah jagung ditepungkan, baru diproses menjadi mie jagung.Proses
pembuatan mie dari jagung memiliki beberapa tahap yakni pencampuran bahan,

pengukusan pertama, penyatuan adonan, pencetakan mie, pengukusan kedua,


pendinginan, dan penggorengan.
1. Pencampuran Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie instan dari jagung untuk setiap 1
kg jagung terdiri dari 80% air, 6 % telur, dangaram 1,3%. Penambahan air dengan
jumlah yang cukup tinggi dilakukan karena kandungan tepung jagung berbeda
dengan tepung terigu. Tepung terigu mengandung protein berupa gluten yang
dapat mengikat air. Berbeda dengan tepung jagung yang tidak mempunyai gluten
yang dapat mengikat air, jagung hanya mengandung protein dikelompokkan
menjadi empat golongan, yaitu albumin, globulin, glutelin, dan prolamin.
Penambahan air 80 % akan menyebabkan sebagian adonan tergelatinisasi yang
dibutuhkan dalam pembuatan lempengan mie. Penambahan air juga berfungsi
melarutkan garam agar merata pada semua bahan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anonymous (2008), bahwa air berfungsi sebagai media reaksi antara
gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten.
Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Makin banyak air yang
diserap, mie menjadi tidak mudah patah.Pada proses pembuatan mie instan
diperlukan garam sebagai pemberi rasa.
Penambahan garam secara berlebih akan mempengaruhi rasa. Hal ini sesuai
dengan pendapat Anonymous (2008), bahwa garam berperan dalam memberi rasa,
memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta
mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase
sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
Telur yang ditambahkan dalam pembuatan mie instan menggunakan 60 gram
untuk setiap kilogram jagung. Walaupun yang diperoleh sebelumnya bahwa
dengan penambahan telur yang berlebih maka akan mengurangi jumlah air yang
digunakan. Telur akan menambah daya liat adonan. Selain itu penambahan telur
berfungsi untuk mencegah penyerapan minyak yang berlebih dan kekeruhan mie
pada

saat

pemasakan

kembali.

Kuning

telur

berfungsi

pula

untuk

mengembangkan adonan dan mempercepat hidrasi air. Hal ini sesuai dengan
pendapat Astawan (2001), bahwa penambahan telur pada pembuatan mie basah

adalah untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih
liat sehingga tidak mudah putus-putus. Penambahan kuning telur berfungsi untuk
mengembangkan adonan dan akan memberikan warna seragam. Hal ini sesuai
dengan pendapat Anonymous (2008), bahwa putih telur akan menghasilkan suatu
lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif
untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mie
sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik,
dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran bahan:
a. Formulasi bahan.
b. Homogenisasi bahan.
c. Bahan yang digunakan.

2. Pengukusan I
Pengkukusan pertama pada pembuatan mie instan dari jagung dilakukan
selama 10 menit, suhu 1000c dalam bentuk adonan dan berfungsi untuk
gelatinisasi awal. Geletinisasi yang terjadi tidak sempurna, hanya terjadi pada
bagian luar adonan. Gelatinisasi sempurna pada adonan akan mempengaruhi
pencetakan mie, dimana akan diihasilkan uantaian mie yang melekat satu sama
lain.Pada pengkukusan pertama terjadi gelatinisasi awal dilakukan untuk
mengikat air agar adonan dapat menyatu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengkukusan:
a. Banyaknya air, sesuai takaran
b. Suhu yang digunakan
3. pembuatan lembaran,pencetakan dan pemotongan mie.

Pembuatan lembaran mie dilakukan pada penggilingan sederhana yang banyak


digunakan dalam rumah tangga.

Penggilingan dilakukan beberapa kali untuk

mendapatkan suatu lembaran mie. Untuk penggilingan pada adonan mie jagung
tidak akan diperoleh langsung lembaran seperti halnya ketika membuat adonan
mie dari tepung terigu. Satu lembaran mie dapat diperoleh dengan penggilingan
10 kali hingga 20 kali. Mula-mula akan dihasilkan adonan yang terpisah-pisah,
dari adonan yang terpisah tersebut disatukan kemudian digiling kembali. Hal ini
dilakukan sampai diperoleh lembaran mie yang menyatu dan tidak nampak bintikbintik tepung. Kemudian dicetak dalam bentuk untaian mie, atau dipotong sampai
panjang 5-10 cm.
Terbentuknya lembaran mie bertahap dari yang kecil hingga membentuk suatu
lembaran. Hal ini diakibatkan karena hanya sebagian dari adonan yang
tergelatinisasi. Lama penggilingan untuk pembuatan lembaran mie jagung
tergantung dari jumlah jagung pulut yang ditambahkan. Semakin banyak jagung
pulut yang ditambahkan makin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh
lembaran mie, begitupun sebaliknya. Kondisi ini disebabkan karena jagung pulut
banyak mengandung amilopektin sehingga daya lekatnya lebih tinggi (sesuai
dengan pendapat Haryanto dan Philipus, 1992), bahwa kandungan amilopektin
sangat berperan dalam menentukan lekat tidaknya bahan. Sebagai contoh
kandungan amilopektin yang tinggi pada beras akan menyebabkan beras menjadi
lebih lekat dari beras yang amilopektinnya kurang. Apabila kadar amilosanya
tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air
lebih banyak atau higroskopis.
4. Pengkukusan II
Tahap selanjutnya adalah pengukusan II, selama 10 menit dengan suhu 100 0c,
untuk gelatinisasi secara sempurna minimal 90%. Gelatinisasi dilakukan untuk
memperoleh mie yang tidak mudah putus karena adanya penyerapan air sehingga
mie menjadi kenyal.

Gelatinisasi ini juga berperan untuk memperoleh mie

menjadi instan, karena semakin tinggi derajat gelatinisasi maka mie yang akan

diperoleh semakin instan. Sesuai dengan pendapat Anonymous (2007), bahwa


semakin tinggi derajat gelatinisasi, mi akan semakin baik dan semakin instan. Mie
normal (yang matang dalam tiga menit), derajat gelatinisasi yang dibutuhkan
minimal 80% dan untuk mie seduh (cup noodle) dibutuhkan derajat gelatinisasi
minimal 90%.
Semakin tinggi derajat geletinisasinya, selain menjadi lebih instan, mi juga
akan mengalami menjadi semakin kokoh (tidak mudah patah). Sesuai dengan
pendapat Anonymous (2008), bahwa setelah pembentukan mie dilakukan proses
pengukusan.

Gelatinisasi pati dan koagulasi gluten terjadi pada proses

pengukusanb sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan


menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan
hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Sebelum
dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras
dan kuat.
Pengangkatan mie dari alat pengukus harus segera mungkin dilakukan setelah
waktu pengukusan telah usai untuk didinginkan. Hal tersebut dilakukan agar uap
air dalam wadah tidak jatuh pada mie dan uap air yang terdapat pada loyang
pengukus yang dihasilkan karena panas tidak meresap masuk kedalam mie.
Apabila hal itu terjadi, mie yang akan dihasilkan mempunyai tekstur yang tidak
baik dan dapat mengakibatkan mie menjadi hancur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengkukusan:
a. Banyaknya air
b. Suhu yang digunakan
c. Lama waktu yang digunakan
2.4.4 Metodologi Pembuatan Mie
Bahan:

1. Tepung jagung 750 gram


2. Tepung terigu 250 gram
3. Garam 1 gram
4. Air 150 ml
5. Baking powder 1 gram
6. Telur 2

Alat:
1. Neraca analitik
2. Mixer
3. Ekstruder
4. Pengkukus
5. Pisau
6. Kompor

Tepung Jagung 500 g

7. Baskom

Tepung Jagung dan tepung terigu (250 g: 250 g)

8. Colour reader
Skema Kerja:
Pencampuran bahan (mixing)
Garam ,baking powder,air,telur

Pengkukusan I, selama 10 menit

Pembentukan lembaran,pencetakan dan pemotongan

Pengkukusan II

Mie jagung basah

2.5 Membuat Skema Pemanfaatan Komoditi


Olahan
langsung

Bakar, rebus, binte, barobbo, bubur jagung,


lauk pauk, susu, es krim, puding

Jagung

Produk
antara

Pipilan
kering

Tepung
jagung
Pasta
jagung

marning , emping jagung, dan pop


corn, pakan ternak, campuran kopi
bubuk, dan sebagainya

mie, roti, emping/ stik, biskuit,


tortilla, pudding, nasi jagung,
kerupuk jagung
Sirup jagung dan dodol

2.6 Kelompok Industri Pangan Berbasis Jagung


No
1.

Bentuk Bahan Baku


Jagung utuh

Industri Pengguna
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j

Ind penggilingan jagung


Ind pembuatan tepung jagung
Ind berbagai macam keripik
Ind pembuatan es krim jagung
Ind sirup jagung
Ind jagung bakar
Ind bubur jagung
Ind pudding jagung
Ind minyak jagung
Ind susu jagung

2.

Pipilan jagung kering

4.

Pasta Jagung

5.

Tepung jagung

a
b
c
d
e
f
g
h
i
a
b
c
a
b
c
d
e
f
g
h

Ind pengolahan marning


Ind pengolahan emping
Ind pakan ternak
Ind. Pop corn
Ind bir
Ind farmasi
Ind dextrin
Ind textil
Ind campuran kopi bubuk
Ind dodol
Industri gula
Industri sirup
ind pelumatan buah dan sayur
Ind penggilingan tepung
Ind roti
Ind mie jagung
Ind cake
Ind biskuit jagung
Ind bihun jagung
Ind kerupuk jagung

Jenis Makanan Tradisional Berbasis Jagung


No
1

Jenis
Makanan

Bahan
Baku

Asinan
jagung

Gambar

Cara Pengolahan

Daerah Asal

Jagung
segar

Dibakar

Bogor

Jagung
segar

Direbus

Gorontalo

bakar

Binte

Barobbo

Jagung
segar

Dicampur ke
bubur

Bugis

Dadar
jagung

Jagung
segar

Digoreng

Jawa timur

Puding
Jagung

Labu
Kuning
Segar

Dicampur dengan
puding

Yogjakarta

Marning
Jagung

Pipilan
Kering

Digoreng

Bulukumba

Emping
Jagung

Pipilan
Kering

Digoreng

Kupang

Mie
jagung

Tepung
Jagung

Dikukus

Kalimantan
Selatan

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan,bahwa:
1. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman bijibijian dari
keluarga

rumputrumputan

(Graminae).

Jagung

dapat

digolongkan

berdasarkan umur dan bentuk biji.


2. Didalam jagung terdapat kandungan karbohidrat yang cukup tinggi,terutama
pati. Pati pada jagung umumnya terdiri dari dua polimer glucan, yaitu
amilosa dan amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa
sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75%.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan mutu pasca panen yaitu secara
fisik,kimia,biologi,nutrisi.
4. Terdapat beberapa turunan pangan komoditi jagung antara lain, mie
jagung,jenang jagung,popcorn,tepung jagung dan lain sebagainya.
5. Jagung dapat diolah menjadi mie jagung dengan tahap pengolahan,
pencampuran bahan,pengkukusan I,pencetakan dan pengkukusan II.

DAFTAR PUSTAKA

Alam. 2010. Potensi Jagung di Indonesia. http://alambenzosnesia.blogspot.com.


Diakses tanggal 21 April 2012. Bandar Lampung.
Anonim b.

2007.

Expert

in

Food

Product

Development.

http://www.intota.com/viewbio.asp?bioID=603568&perID=108041&strQue
ry=pilot+plant+scale%2Dup. [7 Mei 2008]
Anonima. 2007. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [12 Juni 2008].
Arvie, Y. 2009. Kajian Sifat Organoleptik dan Reologi Mie Pati Jagung. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 53-54.
Astawan, M. 2005. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Nasional Indonesia. Syarat Mutu
Tepung Jagung. SNI 01-3727-1993. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia)

Boyer, C.D., and J.C. Shannon. 2003. Carbohydrates of the kernel. In: White PJ.,
Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. 2nd Ed. Minnesota:
American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA.
289 312.
Darrah, L. L., M. D. McMullen, dan M. S. Zuber. 2003. Breeding, Genetics, and
Seed Corn Production. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson
(eds.). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American
Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.
Haryanto, B, dan P. Philipus. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius.
Yogyakarta.
Johnson, L. A. 1991. Corn: Production, Procesing, and Utilization. Di
dalam: Lorenz, K. J. dan K. Kulp (eds.). Handbook of Cereal Science
and Technology. Marcell Dekker Inc., New York.
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan
Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan
Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kruger, J. E. 1996. Cereal Processing Technology. Owes G (ed.). 2001.
Woodhead Publishing Limited, England.
Kurniawati, R. D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal
Pembuatan Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten
Meal (CGM). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lawton J.W., and C.M. Wilson. 2003. Proteins of the kernel. In: White PJ.,
Johnson LA., editor. Corn: Chemistry and Technology. Ed ke-2. Minnesota:
American Association Of Cereal Chemists Inc. St. Paul, Minnesota, USA.

313 354. Watson, S. A. 2003. Description, Development, Structure, and


Composition of the Corn Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A.
Johnson (eds.). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American
Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.
Laztity, R. 1996. The Chemistry of Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc.,
Boca Raton, Florida.
Rianto, B. F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan
Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soraya, A. 2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan
Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi Kuning Kering Panen.
(Skripsi). IPB. Bogor. 94-98.
Suarni, O. Komalasari, dan Suardi. 2001. Karakteristik tepung jagung beberapa
varietas/galur. Prosiding Seminar Regional BPTP, Palu. hal. 157-163.
Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung (edisi revisi). Cetakan
ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai