Oleh :
Kelompok 6
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1. Apa saja kandungan gizi didalam jruek drien Aceh Barat Daya?
1.2 Tujuan
1. Menegtahui adanya zat gizi dalam jruek drien Aceh Barat Daya
2. Mengetahui sejarah jruk drien yang berasal dari Aceh Barat Daya
3. Dapat mengetahui cara pengolahan jruk drien khas daerah Aceh Barat
Daya
\
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Jruek drien atau asam durian yang sering dikenal didaerah Aceh Selatan dan
Aceh Barat . merupakan bumbu atau tambahan masakan yang sering digunakan.
Pengolahan durian ini sendiri menjadi asam drien masih dilakukan secara spontan
, yaitu tanpa mengontrol mikroorganisme yang tumbuh. Daging durian yang telah
dipisahkan dengan kulitnya lalu ditambahkan dengan garam dan di simpan di
dalam lemari es. Kunyit juga menjadi bahan tambahan dalam pengolahan asam
drien ini.
Jruk drien juga ada di daerah lain dengan nama lain Tempoyak.Tempoyak
populer di Sumatera (terutama Jambi, Palembang, dan Lampung), Kalimantan,
dan Malaysia. Menurut catatan sejarah, tempoyak tertulis dalam Hikayat Abdullah
bin Abdulkadir Munsyi sejak tahun 1836 sebagai salah satu makanan kegemaran
masyarakat Terengganu, Malaysia.
Durian fermentasi atau tempoyak digunakan sebagai bumbu masakan di
beberapa daerah beretnis Melayu seperti Lampung, Jambi, Sumatera Selatan,
Sumatera Barat (juga dikenal sebagai durian asam), Aceh (disebut Pekasam) dan
Kalimantan Barat. Nama tempoyak merupakan nama yang paling banyak
digunakan di masyarakat beretnis Melayu. Untuk menghasilkan tempoyak, buah
durian difermentasi dengan penambahan garam yang melibatkan mikroorganisme
bakteri asam laktat (Irwandi dan Che-Man, 1996; Morton, 1987; Battcock dan Ali,
1998; Gandjar, 2000; Yuliana, 2004).
B. Fungsi
Jruk drien digunakan sebagai bumbu atau tambahan pada masakan yang
sering digunakan pada masakan di daerah Aceh Barat.
C. Budaya Daerah
D. Cara Pembuatan
1. Fermentasi Durian
Fermentasi merupakan suatu perlakuan yang diberikan pada suatu hasil
pertanian dengan tujuan peningkatan mutu atau dengan tujuan pengawetan.
Perlakuan fermentasi yang diberikan pada durian ini merupakan jenis
fermentasi asam laktat. Namun, kata fermentasi mungkin tidak terlalu dikenal
pada mesyarakat. Di daerah pantai barat aceh, kata fermentasi durian ini
menjadi tempoyak lebih dikenal dengan kata “peu jruk drien”. Fermentasi
yang dilakukan pada kalangan masyarakat tradisional masih menggunakan
cara fermentasi spontan, yaitu fermentasi tanpa melakukan penambahan ragi
ataupun kultur murni lainya. Di kalangan masyarakat tradisional jruek drien
dapat dihasilkan hanya dengan menambahkan garam pada daging buah durian
yang telah dipisahkan dengan bijinya.
Penambahan garam menyebabkan penarikan air dan bahan bahan
bergizi dari jaringan bahan yang difermentasi, yang kemudian akan digunakan
sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri yang terlibat dalam fermentasi.
Fermentasi daging durian menjadi tempoyak dapat dilakukan secara spontan
dan atau dengan penambahan kultur atau ragi. Umumnya pembuatan
tempoyak di masyarakat dilakukan secara tradisional dan sifatnya spontan
tanpa penambahan inokulum atau kultur murni(Yuliana, 2007).
Pada jriuek drien yang diberi inokulum, sejak awal fermentasi bakteri yang
terlibat adalah Pediococcus acidilactici. Tempoyak yang tidak diberi inoculum
memiliki mikroba selain Bakteri Asam Laktat (BAL) seperti khamir, jamur, dan
bakteri lainnya.
2. Mekanisme pembuatan jruek drien
1. Kesimpulan
Jruek drien merupakan produk dari hasil fermentasi durian dengan
proses fermentasi asam laktat karena yang bekerja pada proses fermentasi
ini adalah jenis bakteri asam laktat. Fermentasi yang biasanya dilakukan
adalah secara spontan, yaitu tanpa penambahan ragi ataupun kultur murni
lainnya. Pembuatan tempoyak berbeda di setiap daerah dan nemanyapun
sangat beraneka ragam. Fermentasi durian sangat bermanfaat selain
sebagai bumbu masakan juga berguna untuk tindakan pada saat panen
raya.
DAFTAR PUSTAKA
Morton, 1987. Morton, J. 1987. Durian. In Morton, J.F. (editor). 1987. Fruit of
Warms Climates. Miami, Florida. P. 287-291
Battcock, M.,. Ali, S.A. 1998. Fermented Fruit and Vegetables. A global.
Perspective. FAO. Agricultural Services Bulletin No. 134. Rome. Italy.
P.90.
Gandjar, I. 2000. Fermentations of the Far East in Robinson, RK., Batt, CA and
Patel, P.D.(editor). 2000. Encyclopedia of Food Microbiology, Vol 2.
Academic Press, New York. London. P. 767-773.