Anda di halaman 1dari 30

Tugas Paper Mata Kuliah Teknologi Pasca Panen

PENGARUH KONSENTRASI FLAVONOID PADA


EDIBLE COATING ALOE VERA TERHADAP UMUR
SIMPAN BUAH STAWBERRY

Disusun Oleh:

Kelompok : 04 (Empat)
Anggota : ‘Abid Dzakwan 1605101050052
Dinda Irhamni 1905101050025
Beutariena Putri Imamil 1905101050095
Kelas : Teknologi Pasca Panen 01
Hari/ Jam : Rabu, 16.20-18.00 WIB

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2022
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak


flavonoid dengan gel aloe vera sebagai edible coating terhadap umur simpan
buah strawberry dan untuk mengetahui kualitas buah strawberry setelah
penambahan ekstrak flavonoid pada edible coating aloe vera. Dalam penelitian
ini, ekstrak flavonoid diambil dari batang pisang yang diproses dengan cara
ekstraki maserasi. Untuk mendapatkan ekstrak flavonoid menggunakan proses
ekstraksi maserasi, batang pisang diiris kemudian direndam dengan larutan
etanol selama tiga hari dalam wadah gelap pada suhu kamar. Kemudian hasil
ektraksi dibagi menjadi beberapa kosentrasi yaitu 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml,
dan 25 ml. lalu, masing-masing konsesntrasi dimasukan kedalam gel aloe vera,
setelah edible coating gel aloe vera dengan tambahan ekstrak flavonoid yang
berbeda konsentrasinya telah selesai, masukkan buah strawberry kedalam
edible coating tersebut, selama 2 menit agar lapisan melapisi permukaan buah
strawberry secara merata. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
ekstrak flavonoid yang ditambahkan kedalam gel aloe vera dan dijadikan
coating untuk pelapis buah strawberry pada susut bobot yang baik pada
konsentrasi 25 ml dan untuk tekstur yang baik hingga hari ketujuh yaitu pada
edible coating tanpa flavonoid dan ekstrak flavonoid pada konsentrasi 5 ml dan
25 ml.

Kata kunci : Aloe Vera, Edible Coating, Flavonoid, Maserasi dan Strawberry
ABSTRACT

This study aims to determine the effect of flavonoid extract concentration with
aloe vera gel as an edible coating on the shelf life of strawberries and to
determine the quality of strawberries after adding flavonoid extracts to the aloe
vera edible coating. In this study, flavonoid extracts were taken from banana
stems which were processed by maceration extraction. To get the flavonoid
extract using a maceration extraction process, banana stems were sliced and
then immersed in ethanol solution for three days in a dark container at room
temperature. Then the extraction results were divided into several
concentrations, namely 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, and 25 ml. Then, each
concentration is put into the aloe vera gel, after the edible coating of the aloe
vera gel with the addition of flavonoid extracts of different concentrations has
been completed, put the strawberries into the edible coating, for 2 minutes so
that the layer coats the surface of the strawberries evenly. The results of the
study showed that the concentration of flavonoid extract added to aloe vera gel
and used as a coating for coating strawberries at a good weight loss at a
concentration of 25 ml and for a good texture until the seventh day, namely the
edible coating without flavonoid and flavonoid extract at a concentration of 5
ml and 25 ml.

Keywords: Aloe Vera, Edible Coating, Flavonoids, Maceration and Strawberry


DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 1
2.1. Botani Tanaman Stroberi................................................................. 1
2.2. Budidaya Tanaman Stroberi............................................................. 1
III. METODELOGI PELAKSANAAN ................................................. 1
4.1. Tempat dan Waktu........................................................................... 1
4.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 1
4.3. Prosedur Penelitian .......................................................................... 1
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 1
5.1. Hasil Pengamatan............................................................................ 1
5.2. Pembahasan .................................................................................... 1
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 1
6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 1
6.2. Saran ............................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 1
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Produk pertanian seperti beras, sayur, buah, dan biji-bijian merupakan
kebutuhan pokok untuk mencukupi keberlangsungan hidup manusia. Dengan
perkembangan zaman, kesadaran masyarakat semakin meningkat akan
kesehatan dan serta pentingnya nilai gizi yang terkandung dalam makanan yang
mereka konsumsi. Kesadaran masyarakat dalam pola hidup sehat menyebabkan
kebutuhan buah dan sayuran meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari
permintaan buah dan sayuran yang memiliki kualitas lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat baik import maupun eksport.

Beberapa pasar seperti supermarket dan hypermarket menuntut jika buah


dan sayur harus memiliki mutu yang tinggi yakni memiliki penampakan baik,
tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan. Kualitas buah dan sayur
tersebut dapat dipenuhi dengan adanya penanganan pascapanen yang baik, untuk
dapat meningkatkan kesegaran buah dan sayur tersebut dalam jangka waktu
yang cukup lama (Nazirwa, dkk., 2014).

Untuk mencegah terjadinya penurunan mutu dari bahan pangan,


penanganan pasca panen menjadi hal yang perlu diperhatikan. Peningkatan
penerimaan buah dipasaran ditentukan dengan kualitas dan kenampakan yang
baik Penanganan pascapanen adalah tahap kegiatan usaha tani sejak pemanenan
hingga siap dipasarkan atau dikonsumsi. Usaha yang dilakukan untuk mencegah
kerusakan pascapanen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju
respirasi antara lain dengan memberikan pelapis edible (edible coating) (Amrizal,
1991).

Edible coating merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat
dikonsumsi, yang diaplikasikan pada produk pangan secara langsung
(permukaan produk) yang memiliki fungsi sebagai berikut: 1) pelindung atau
penghalang berpindahnya massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat
terlarut); 2) merupakan barrier terhadap uap air dan pertukaran gas O2 dan CO2;
3) meningkatkan fungsi penanganan (mencegah kerusakan bahan akibat
penanganan mekanik); 4) pembawa zat aditif (zat antimikrobial dan antioksidan
pada bahan); 5), membantu mempertahankan integritas struktural; dan 6)
mencegah hilangnya senyawa-senyawa volatile. Edible coating dapat
melindungi produk segar dan dapat memberikan efek yang sama dengan
Modified Atmosphere Packaging (MAP) dengan menyesuaikan komposisi gas
internal.

Edible coating adalah pelapis makanan yang berguna untuk menahan


kelembapan pada produk agar tidak hilang. Selain itu, edible coating juga dapat
mempertahankan warna pigmen alami gizi dan digunakan sebagai pengawet
serta mempertahankan warna sehingga menjaga mutu produk. Umumnya, edible
coating menggunakan bahan dasar lidah buaya dengan komposisi yang dapat
disesuaikan agar mencapai titik perlindungan yang optimal pada suatu bahan.

Beberapa keuntungan dari edible coating terhadap buah-buahan segar,


antara lain adalah: 1) dapat menurunkan hawa permukaan bahan sehingga
kerusakan akibat mikroorganisme dapat dihindari; 2) dapat memperbaiki
struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilap; 3) dapat
mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah; 4) dapat
mengurangi kontak antara permukaan buah dengan oksigen bebas sehingga
menghindari terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan ketengikan
buah; 5) sifat asli produk seperti flavor dapat dipertahankan; dan 6) dapat
memperbaiki penampilan produk.

Edible coating dengan bahan dasar lidah buaya lebih aman dikarenakan
menggunakan bahan yang alami. Kandungan polisakarida yang terkandung
dalam gel lidah buaya dapat menghambat transfer gas CO2 dan O2, dan
mengandung banyak komponen yang dapat menghambat kerusakan produk
pascapanen yang berfungsi sebagai anti mikroba. Antimikroba dan anti-
inflammattory mampu menghambat kerusakan pada buah terkandung dalam
lidah buaya (Dweck and Reynold, 1999).

Aloe vera atau biasa dikenal dengan lidah buaya merupakan tanaman yang
memiliki berbagai manfaat salah satunya terletak pada bagian gel nya.
Kandungan polisakarida didalam gel Aloe vera tersebut mampu menghambat
transfer CO2 dan O2 pada produk pascapanen. Aloe vera atau yang biasa disebut
dengan lidah buaya merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah kering.
Lebih dari 350 spesies tanaman lidah buaya yang hingga saat ini dikenal, spesies
umum yang dibudidayakan secara komersil yaitu Curocao aloe atau Aloe
barbandesis. Perpindahan gas, uap air, dan bahan terlarut dari dan ke luar bahan,
mampu mempertahankan karakteristik bahan pangan yang segar (Krochta et al.,
1994).

Terdapat tiga kelompok besar komponen penyusun edible yaitu


hidrokoloid, lipid, dan komposit. Hidrokoloid terbagi atas karbohidrat seperti
turunan selulosa, alginat, pektin, pati, polisakarida lain, dan protein. Adapun
bahan baku tambahan yaitu antimikroba, antioksidan, flavor, pewarna, dan
pemlastis (plasticizer) (Krochta et al., 1994).

Lidah buaya merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai
edible coating dikarenakan mengandung polisakarida yaitu glukomannan
(Furnawanthi, 2002). Polisakarida merupakan jenis polimer berantai panjang
yang dapat menghasilkan larutan yang cukup kental jika dilarutkan kedalam air
(Glicksman, 1986).

Terdapat lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk dalam suku
Liliaceae. Di samping itu tidak sedikit lidah buaya yang merupakan hasil
persilangan. Menurut Dowling (1985), hanya tiga jenis lidah buaya yang
dibudidayaakan secara komersial di dunia, yakni Coracao aloe atau Aloe vera
(Aloe barbadensis Miller),Cape aloe atau Aloe ferox miller, dan Socotrine aloe
yang salah satunya adalah Aloe perryi Baker. Dari ketiga jenis tersebut yang
banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis Miller yang ditemukan
oleh Philip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari inggris, pada tahun
1768 (Koesnandar dan Wahjono, 2002).

Flavonoid dari propolis sebagai antibakteri terhadap Streptococcus


mutans (Sabir, 2005). Ekstraks flavonoid dari buah mahkota dewa sebagai
antioksidan (Rohyami, 2008) dan ekstraks etanol daun jambu biji sebagai
antioksidan (Daud dan Rismawati, 2011). Daun dan buah mahkota dewa
mengandung flavonoid yang mempunyai efek antihistamin (Sumastuti, 2002).
Flavonoid pada batang pohon pisang diketahui sebagai antibiotik dan
perangsang pertumbuhan sel baru pada luka (Priosoeryanto, dkk.,2006).
Flavonoid adalah senyawa fenol alam, termasuk metabolit sekunder, ditemukan
hampir pada semua tumbuhan kecuali alga (Sabir,2005)

Tanaman stroberi merupakan tanaman buah berupa herba. Tanaman herba


adalah tumbuhan yang tingginya hanya sampai duameter. Tanaman herba
memiliki batang yang basah dan tidak memiliki kayu. Tanaman stroberi pertama
kali ditemukan di Chili, Amerika Serikat. Kemudian tanaman stroberi jenis
Fragaria choiloensis L. menyebar ke berbagai benua yaitu Amerika, Eropa dan
Asia. Namun jenis stroberi yang sering dijumpai di Indonesia adalah Fragaria x
annanassa var Duchesne yang merupakan persilangan Fragaria virgiana L. var
Duchesne asal Amerika Utara dengan Fragaria Chiloensis L. var Duchesne asal
Chili (Rukmana, 1998).

Buah stroberi merupakan salah satu kelompok produk hortikultura dengan


prospek yang cukup baik. Pada umumnya, stroberi dipasarkan pada suhu ruang.
Cara pemasaran ini akan berpengaruh pada kecepatan penurunan kualitas buah
dan masa simpannya, serta berpengaruh pada ketersediaan dan pemasaran buah.
Setelah dipanen, buah stroberi masih mengalami proses pengangkutan dan
penyimpanan. Pada proses ini terjadi metabolisme dengan menggunakan
cadangan makanan yang terdapat di dalam buah. Berkurangnya cadangan
makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari
pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi (Willes, 2000).
Tanaman stroberi bisa dibudidayakan di lahan, pot talang air dan secara
hidroponik asalkan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sebagai
tanaman yang berasal dari daerah beriklim subtropik, stroberi juga dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik di daerah pegunungan Indonesia yang udaranya
sejuk. Lokasi yang baik untuk stroberi adalah ketinggian 1.00 – 1.500 mdpl., suhu
udara 14 – 24o) dan kelembaban yang relatif tinggi (85-95%) dan tidak
mengalami suhu dan kelembaban yang ekstrim.Tanaman stroberi cocok ditanam
pada media tanah yang kaya bahan organik dan mengandung pasir. Derajat
kemasaman tanah atau pH tanah yang ideal adalah 5,6-6,5. Intestitas penyinaran
cahaya matahari pada tanaman stroberi berkisar 8-10 jam/hari. Pertumbuhan
stroberi hingga bisa dipanen adalah sekitar empat bulan. Setelah buah dipetik,
stroberi akan tumbuh kembali dan dapat dipanen setelah lima belas hari. Masa
hidup tanaman stroberi bisa mencapai dua tahun.

Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di


dunia, terutama untuk Negara-negara beriklim subtropis. Di Negara-negara yang
beriklim subtropis pengembangan budidaya stroberi dijadikan sebagai salah satu
sumber devisi. Pola dan sistem pengembangan budidaya stroberi telah dipadukan
denga sector pariwisata, yaitu menciptakan kebun agrowisata. Misalnya, di Eropa
kebun agrowisata stroberi telah terdapat di berbagai ngara.

Seiring perkembangan ilmu dan tehnologi pertanian yang semakin maju,


kini stroberi mendapat perhatian pengembangannya di daerah beriklim tropis. Di
Indonesia, walaupun stroberi bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun
pengembangan komoditas ini yang berpola agribisnis dan agroindustri dapat di
kategorikan sebagai salah satu sumber pendapatan dalam sector pertanian.
Stroberi ternyata dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim
seperti di Indonesia (Budiman dan Saraswati, 2008).

Budidaya stroberi dapat dilakukan di lahan terbuka maupun di lahan


tertutup. Budidaya di lahan tertutup yaitu dengan menggunakan sarana green
house. Penanaman stroberi di green house merupakan salah satu upaya agar
stroberi dapat dipanen kapan saja dan dapat menghindarkan tanaman dan buah
menjadi busuk pada saat musim hujan. Penerapan budidayanya dapat dilakukan
dengan sistem hidroponik (Dgusyana, 2008).

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat edible coating berbahan
dasar lidah buaya yang selanjutnya diaplikasikan pada buah strawberry dan
melakukan analisa berdasarkan pengaruh konsentrasi lidah buaya, lama
pencelupan serta suhu penyimpanan. Penelitian ini juga untuk menganalisa
kualitas buah tomat apabila pada edible coating nya terdapat penambahan zat
antimikroba.
BAB II.
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Stroberi


Tanaman stroberi merupakan tanaman buah tahunan berbentuk semak
yang berasal dari daerah subtropik yaitu daerah pegunungan chili. Tanaman
stroberi yang dibudidayakan, atau dikenal dengan nama ilmiah Fragaria x
ananassa var duchesne adalah hasil persilangan antara Fragaria Virginiana L
var duschene dari Amerika Utara dengan Fragaria chiloensis L. var duschene
dari Chili, Ameika Selatan. Spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis
L. var duschene menyebar ke berbagai Negara di Amerika, Eropa, dan Asia.
Persilangan ini dilakukan pada tahun 1750. Persilangan-persilangan lebih lanjut
menghasilkan jenis stroberi dengan buah berukuran besar, harum, dan manis.
Sementara spesies lainya yaitu F.Vesca yang lebih luas penyebarannya dan
jenis stroberi inilah yang pertama kali masuk ke Indonesia (Adanikid,
2008).Tanaman stroberi dalam tatanama (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut (Radford, 1986) :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatopyta
Kelas : Dicotyledonae
Sub Divisi : Angiospermae
Ordo : Rosales
Familia : Rosaideae
Sub famili : Rosaceae
Genus : Fragaria
Spesies : Fragariaspp.
Pada mulanya, pengembangan stroberi dilakukan pada daerah subtropis.
Namun,seiring dengan berkembangnya ilmu dan teknologi pertanian,
pengembangan stroberi pun dapat dibudidayakan pada daerah tropis, walaupun
stroberi bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Hal ini disebabkan karena
gaya masyarakat yang ingin sehat karena buah stroberi dapat dinikmati
langsung dalam keadaan buah segar maupun hasil olahan seperti sirup, selai,
jus, manisan, es krim, yougert, salad buah, serta olahan lainnya. Stroberi
sangat kaya akan kandungan gizi (nutrisi). Pada 100 gram buah stroberi segar
mengandung energi 37 kalori; protein 0,8 gr; lemak 0,5 gr; karbohidrat 8 gr;
kalium 28 mg; fosfat 27 mg; zat besi 0,8 mg; magnesium 10 mg; potassium
10 mg; selesium 0,7 mg; asam folat 17,7 mg; vitamin A 60 SI; vitamin B
0,03 mg; vitamin C 60 mg dan air 89,9 gr (Budiman, 2008a). Selain zat
gizi, stroberi juga mengandung senyawa fitikimia yang disebut etlagic acid,
yaitu suatu persenyawaan fenol yang berpotensi sebagai antikarasinogen dan
antimutagen, dapat mempercantik kulit, menjadikan gigi putih,
menghilangkan bau mulut, serta meningkatkan kekuatan otak dan
penglihatan (Budiman, 2006).

Senyawa karsinogen yang memicu timbul kanker tesebar di lingkungan


kita. Senyawa fitokimia ini dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan guna bagi
anti virus. Tanaman stroberi merupakan tanaman berakar tunggang (radix
primaria).Akarnya terus tumbuh, berukuran besar dan dapat mencapai panjang
100 cm, namun akarnya hanya dapat menembus lapisan tanah atas sedalam 15-
45 cm. secara morfologi, akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar
(collum), batang akar (corpus), ujung akar (apeks), bulu akar (pilus radicalis)
dan tudung akar (calyptras).

Tanaman stoberi memiliki batang yang beruas-ruas pendek dan


berbentuk buku. Batang tanaman banyak mengandung air dan tertutupi oleh
pelepah daun sehingga seolah-olah tampak seperti rumpun tanpa batang. Buku-
buku batang tertutup oleh sisi daun yang mempunyai kuncup (gemma). Kuncup
pada ketiak daun dapat tumbuh menjadi anakan atau stolon. Stolon biasanya
tumbuh memanjang dan menghasilkan beberapa calon tanaman baru. Stolon
adalah cabangkecil yang tumbuh mendatar atau menjalar di permukaan tanah.
Tunas yang berakar dan tumbuh akan membentuk generasi (tanaman) baru,
yang digunakan sebagai bibit untuk perbanyakan vegetatif tanaman stroberi.
Bibit yang berasal dari stolon disebut geragih atau runners (Rukmana, 1998).

Daun stroberi tersusun pada tangkai yang berukuran cukup panjang.


Tangkai daun berbentuk bulat dan seluruh permukaannya ditumbuhi oleh bulu-
bulu halus. Helai daun bersusun tiga (trifoliate). Bagian tepi daun bergerigi,
berwarna hijau, dan berstruktur tipis. Daun dapat bertahan hidup selama 1-3
bulan, selanjutnya ketika buah telah dipanen maka daun akan menggering
kemudian mati.

Tanaman stroberi memiliki bunga yang berbentuk klaster (tandan) pada


beberapa tangkai bunga. Biasanya bunga mekar tidak bersamaan, bunga yang
lebih awal mekar ukurannya lebih besar daripada bunga yang mekar terakhir.
Bunga stroberi berwarna putih, berdiameter 2,5-3,5 cm, terdiri dari 5-10
kelopak bunga berwarna hijau dan 5 mahkota bunga.

Stroberi memiliki warna buah yang sangat menarik yaitu berwarna


merah menyala. Buahstroberi adalah buah semu, yang merupakan pembesaran
yaitu receptacle (tangkai buah). Buah sejati yang berasal dari pembuahan ovul
berkembang menjadi buah kering dengan biji yang kerasdisebut achen, dimana
pembentukannya ditentukan oleh jumlah pistil dan keefektifan penyerbukan.

Menurut Sjechnadarfuddin (2005) bahwa tinggi rendahnya tingkat


kuantitas dan kualitas hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh varietas yang
digunakan. Selain itu varietas unggul memiliki tingkat resistensi/ketahanan
yang lebih tinggi terhadap serangan OPT, kualitas yang lebih baik seperti
penampakan buah (warna, ukuran, dan bentuk), kekerasan buah, aroma, rasa
dan kandungan nutrisinya. Varietas unggul memegang peranan penting dalam
peningkatan produktivitas stroberi, sehingga diharapkan dapat menghasilkan
hasil yang lebih tinggi daripada varietas yang lain.

Varietas introdruksi yang dapat ditanam di Indonesia yaitu Sweet


Charlie (asal Amerika Serikat), Oso Grande (asal California), Tristar (asal
Amerika Barat), Nyoho (asal Jepang Selatan dan Korea), Hokowaze (asal
Jepang Utara), Rosa Linda (asal Florida), dan Chandler (asal California).
Varietas-varietas ini telah banyak dibudidayakan, khususnya di daerah dataran
tinggi seperti Lembang. Cianjur, Cipanas dan Sukabumi (Jawa Barat), Batu
dan Sitobondo (Jawa Timur), Magelang dan Purbalingga (Jawa Tengah),
Bedugul (Bali), dan Berastagi (Sumatra Utara). Varietas stroberi seperti Sweet
Charlie, Erlybride dan camarosaa banyak juga ditemukan pada lahan budidaya
petani stroberi di Sembalun, NTB (Balitjestro, 2009).

2.2. Budidaya Tanaman Stroberi


Stroberi merupakan tanaman subtropik yang di daerah tropis dapat
beradaptasi dengan baik didaerah yang memiliki curah hujan 600-700
mm/tahun dengan lama penyinaran 8-10 jam setiap harinya. Beradaftasi dengan
baik didaerah dengan suhu diantara 17-20 ºC dengan kelembaban udara antara
80-90% (Prihartman, 2006). Derajat keasaman tanah (pH tanah yang ideal
untuk budidaya stroberi yaitu sekitar 6.5-7.0 dengan ketinggian tempat sekitar
1.000-1.300 mdpl. Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara
dan internsitas sinar matahari yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu
tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut, demikian juga intensitas matahari
semakin berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan
menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran
rendah (Guslim, 2007).

Di Indonesia beberapa varietas tanaman stroberi tumbuh dan


berproduksi di daerah dataran medium dengan ketinggian 600 mdpl dengan
suhu dan sinar matahari penuh pada pagi hari. Di ketinggian ini, suhu pada
siang hari akan berkisar antara 22-25 ºC dan pada malam hari yaitu 14-18 ºC
(Wijoyo, 2008).

Tanah yang dibutuhkan adalah tanah liat berpasir, subur, gembur,


mengandung banyak bahan organik, tata air dan udara yang baik. Ketersedian
oksigen didalam tanah sangat penting untuk pernafasan akar tanaman dan
meningkatkan drainase. Pertumbuhan tanaman stroberi akan baik apabila
berada pada tanah yang datar atau sedikit miring. Derajat keasaman tanah (pH
tanah) yang ideal untuk budidaya stroberi di kebun adalah 5,4-7,0, sedangkan
untuk budidaya di pot adalah 6,5-7,0. Jika ditanam dikebun maka kedalaman air
tanah stroberi tersusun pada tangkai yang berukuran cukup panjang. Tangkai
daun berbentuk bulat dan seluruh permukaannya ditumbuhi oleh bulu-bulu
halus. Helai daun bersusun tiga (trifoliate). Bagian tepi daun bergerigi,
berwarna hijau, dan berstruktur tipis. Daun dapat bertahan hidup selama 1-3
bulan, selanjutnya ketika buah telah dipanen maka daun akan menggering
kemudian mati ( Gayo, 2009).

Tanaman stroberi memiliki bunga yang berbentuk klaster (tandan) pada


beberapa tangkai bunga. Biasanya bunga mekar tidak bersamaan, bunga yang
lebih awal mekar ukurannya lebih besar daripada bunga yang mekar terakhir.
Bunga stroberi berwarna putih, berdiameter 2,5-3,5 cm, terdiri dari 5-10
kelopak bunga berwarna hijau dan 5 mahkota bunga (Yudi,2007).

Stroberi memiliki warna buah yang sangat menarik yaitu berwarna


merah menyala. Buahstroberi adalah buah semu, yang merupakan pembesaran
yaitu receptacle (tangkai buah). Buah sejati yang berasal dari pembuahan ovul
berkembang menjadi buah kering dengan biji yang kerasdisebut achen, dimana
pembentukannya ditentukan oleh jumlah pistil dan keefektifan penyerbukan
(Prihartman, 2006).

Menurut Sjechnadarfuddin (2005) bahwa tinggi rendahnya tingkat


kuantitas dan kualitas hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh varietas yang
digunakan. Selain itu varietas unggul biasanya memiliki tingkat
resistensi/ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan OPT, kualitas yang
lebih baik seperti penampakan buah (warna, ukuran, dan bentuk), kekerasan
buah, aroma, rasa dan kandungan nutrisinya. Varietas unggul memegang
peranan penting dalam peningkatan produktivitas stroberi, karena memiliki sifat
baik, secara genetik seragam, sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil
yang lebih tinggi daripada varietas yang lain (Amarta, 2009).
BAB III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Muhammadiyah Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2020.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Pipet tetes, Batang
pengaduk, Gelas ukur, Timbangan analitik,Corong, Saringan, Thermometer,
Oven, Blender, Bejana maserasi.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Gel lidah buaya ( Aloe
Vera ), Strawberry, Batang pohon pisang, Aquadest, Etanol, Hcl pekat, Kertas
saring, Bubuk magnesium, Cmc, Asam askorbat, Gliserol.

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Prosedur Ekstraksi Flavonoid
1. Sampel yang digunakan adalah batang pohon pisang raja (Musa
paradisiaca var. sapientum).
2. Batang pisang tersebut dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan air
yang mengalir sampai benar-benar bersih.
3. Kemudian batang pohon pisang raja dipotong kecil-kecil lalu dijemur
selama 2 jam dan dikeringkan dengan cara dioven pada suhu sekitar 100 °C
sampai benar-benar kering.
4. Setelah kering, simplisia dihaluskan kemudian ditimbang untuk proses
ekstraksi selanjutnya (Adhayanti, 2018).
5. Sejumlah 50 g simplisia batang pisang raja (Musa paradisiaca var.
sapientum) dimasukkan kedalam bejana maserasi kemudian
ditambahkan pelarut etanol sampai seluruh sampel terendam sempurna.
6. Simplisia diaduk rata, kemudian bejana maserasi ditutup rapat.
7. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari dengan pengadukan rutin setiap
harinya dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar.
8. Maserat yang dihasilkan kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring. Kemudian filtrat diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental
(Adhayanti, 2018).

3.3.2. Pembuatan Edible Coating Variasi Konsentrasi Flavonoid


1. Pembuatan edible coating dari gel lidah buaya dimulai dengan mencuci
daun lidah buaya.
2. Selanjutnya daun lidah buaya dipisahkan dari kulitnya dan dipotong hingga
menjadi irisan-irisan tipis (fillet).
3. Irisan lidah buaya diblender hingga terbentuk jus, selanjutnya disaring
sehingga cairan lidah buaya terpisah dari ampasnya.
4. Cairan lidah buaya dipanaskan sampai suhu 75 ⁰C.Kemudian ditambahkan
CMC (1%) dan asam askorbat sebanyak 0,02% b/b serta gliserol sebanyak
0,5% b/b.
5. Larutan coating dipisahkan menjadi 6 bagian dengan konsentrasi lidah
buaya yang sama.
6. Kemudian larutan tersebut ditambahkan ekstrak flavonoid dengan variasi 5,
10, 15, 20 dan 25 ml.
7. Larutan coating didinginkan hingga suhu ruang.

3.3.3. Proses Pelapisan Untuk Strawberry


1. Siapkan buah strawberry dengan kualitas yang seragam.
2. Buah strawberry dicuci hingga bersih. Lalu masing-masing dicelupkan
kedalam larutan coating tanpa flavonoid dan lima larutan coating lainnya
dengan konsentrasi flavonoid yang berbeda selama 2 menit. Adapun
strawberry yang tidak diberi larutan coating untuk digunakan sebagai
standar. (Widaningrum, 2015).
3. Semua sampel disimpan pada suhu kamar kemudian diamati perubahannya
pada hari ke 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 guna mengetahui daya tahan dari berbagai
jenis sayuran tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Hasil Ekstraksi Flavonoid


Pengujian kandungan flavonoid pada batang pisang yang telah dimaserasi
selama tiga hari dilakukan dengan uji kualitatif yaitu dengan mengambil filtratnya
sebanyak 0.5 gram kemudian diberi 3-5 tetes HCl pekat. Hasil yang didapat adalah
perubahan warna dari kuning menjadi oranye dimana hal tersebut menandakan bahwa
adanya kandungan flavon pada filtrat hasil ekstraksi. Filtrat ini kemudian digunakan
sebagai bahan tambahan pada gel lidah buaya untuk melapisi sayuran dan buah.

4. 2. Hasil Edible Coating Gel Lidah Buaya Pada Buah Strawberry Selama
Penyimpanan
Gambar 1. Edible coating tanpa flavonoid.

edible coating tanpa


flavonoid
100
90 y = -0,6379x2 + 14,528x + 20,769
80 R² = 0,9974
70
60
50
40
30
20
10
0
hari hari hari hari hari hari hari
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7

Gambar diatas menunjukkan grafik persentase susut bobot pada buah


strawberry yang dilapisi oleh gel lidah buaya tanpa tambahan flavonoid. Pada grafik
diatas dapat dilihat bahwa persentase susut bobot pada buah strawberry mengalami
kenaikan dari hari ke 1 hingga hari ke 7. Persentase susut bobot yang terendah yaitu
pada hari pertama yaitu 34.02% dan persentase yang tertinggi yaitu pada hari ke 7
sebesar 90.72%. Jadi, semakin lama penyimpanan maka penyusutan bobot juga
semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil koevisien korelasi yang
mendapatkan nilai persamaan y = -0.6379x2 + 14.528x + 20.769 dengan nilai R² =
0.9974.

Gambar 2. Edible coating dengan konsentrasi flavonoid 5 ml.

edible coating dengan


konsentrasi flavonoid 5 ml
120
y1=0-01,7569x2 + 23,662x + 16,844
R² = 0,9922
80
60
40
20
0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7

5 ml Poly. (5 ml )

Berdasarkan gambar diatas yang menunjukkan pengaruh konsentrasi


flavonoid pada edible coating untuk melapisi buah strawberry. Konsentrasi flavonoid
yang digunakan yaitu 5 ml. Pada grafik diatas dapat dilihat dari hari pertama hingga
hari ke tujuh persentase susut bobot mengalami peningkatan. Adapun persentase
susut bobot buah strawberry yang telah dilapisi edible dengan 5 ml flavonoid selama
tujuh hari penyimpanan yaitu sebesar 96.42%. Hal ini dapat dilihat dari hasil
koevisien korelasi yang didapatkan sebesar 0.9922 dengan persamaan y = -1.7569x 2 +
23.662x + 16.844. Dari grafik diatas maka dapat dilihat, bahwa penyusutan yang
tertinggi terjadi pada hari ke tiga menuju hari ke empat yaitu sebesar 15.48%,
sedangkan penyusutan terendah yaitu pada hari ke lima menuju hari ke enam sebesar
1.19%.
Gambar 3. Edible coating dengan konsentrasi flavonoid 10 ml.

edible coating dengan


konsentrasi flavonoid 10 ml

100 y = -1,3499x2 + 19,728x + 22,297


90 R² = 0,9981
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7

10 ml Poly. (10 ml )

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa pada grafik edible coating dengan
konsentrasi 10 ml flavonoid mengalami peningkatan setiap hari. Hal ini dapat dilihat
dari hasil koevisien korelasi sebesar 0.9981 dengan persamaan y = -1.3499x 2 +
19.728x + 22.297. Selama tujuh hari penyimpanan persentase susut bobot pada buah
strawberry yang telah dilapisi edible coating dengan 10 ml flavonoid yaitu sebesar
93.9%. Dapat dilihat dari grafik diatas penyusutan yang paling rendah pada
konsentrasi 10 ml yaitu hari ke enam menuju hari ke tujuh sebesar 1.22% dan
penyusutan yang paling tinggi terjadi pada hari ke dua menuju hari ke tiga yaitu
sebesar 14.64%.
Gambar 4. Edible coating dengan konsentrasi flavonoid 15 ml.

edible coating dengan


konsentrasi flavonoid 15 ml

100
y = -0,6894x2+ 15,655x + 13,437
90
R² = 0,9922
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7

15 ml Poly. (15 ml )

Berdasarkan gambar diatas yang menunjukkan pengaruh konsentrasi


flavonoid pada edible coating untuk melapisi buah strawberry konsentrasi flavonoid
yang digunakan yaitu 15 ml. Pada grafik diatas dapat dilihat dari hari pertama hingga
hari ke tujuh persentase susut bobot mengalami peningkatan. Adapun persentase
susut bobot buah strawberry yang telah dilapisi edible dengan 15 ml flavonoid selama
tujuh hari penyimpanan yaitu sebesar 87.05%. Hal ini dapat dilihat dari hasil
koevisien korelasi yang didapatkan sebesar 0.9922 dengan persamaan y = -0.6894x 2 +
15.655x + 13.437. Dari grafik diatas maka dapat dilihat bahwa penyusutan yang
tertinggi terjadi pada hari ke dua menuju hari ke tiga dan hari ke lima menuju hari ke
enam yaitu sebesar 12.5%, sedangkan penyusutan terendah yaitu pada hari ke enam
menuju hari ke tujuh sebesar 0.69%.
Gambar 5. Edible coating dengan konsentrasi flavonoid 20 ml.

edible coating dengan


konsentrasi flavonoid 20
ml

100 y = -1,1407x2 + 19,081x + 16,237


R² = 0,9993
80
60

40

20

0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7

20 ml Poly. (20 ml )

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa pada grafik edible coating dengan
konsentrasi 20 ml flavonoid mengalami peningkatan setiap hari. Hal ini dapat dilihat
dari hasil koevisien korelasi sebesar 0.9993 dengan persamaan y = -1.1407x 2 +
19.081x + 16.237. Selama tujuh hari penyimpanan persentase susut bobot pada buah
strawberry yang telah dilapisi edible coating dengan 20 ml flavonoid yaitu sebesar
93.61%. Dapat dilihat dari grafik diatas penyusutan yang paling rendah pada
konsentrasi 20 ml yaitu hari ke enam menuju hari ke tujuh sebesar 3.19% dan
penyusutan yang paling tinggi terjadi pada hari ke pertama menuju hari ke dua yaitu
sebesar 15.98%.
Gambar 6. Edible coating dengan konsentrasi flavonoid 25 ml.

edible coating dengan


konsentrasi flavonoid 25 ml

90 y = -0,0113x2 + 7,2544x + 32,8


80 R² = 0,999
70
60
50
40
30
20
10
0
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7

25 ml Poly. (25 ml )

Berdasarkan gambar diatas yang menunjukkan pengaruh konsentrasi


flavonoid pada edible coating untuk melapisi buah strawberry. Konsentrasi flavonoid
yang digunakan yaitu 25 ml. Pada grafik diatas dapat dilihat dari hari pertama hingga
hari ke tujuh persentase susut bobot mengalami peningkatan. Adapun persentase
susut bobot buah strawberry yang telah dilapisi edible dengan 25 ml flavonoid selama
tujuh hari penyimpanan yaitu sebesar 83.05%. Hal ini dapat dilihat dari hasil
koevisien korelasi yang didapatkan sebesar 0.999 dengan persamaan y = -0.0113x 2 +
7.2544x + 32.8. Dari grafik diatas maka dapat dilihat bahwa penyusutan yang
tertinggi terjadi pada hari ke dua hingga hari ke empat yaitu sebesar 7.63%,
sedangkan penyusutan terendah yaitu pada hari ke lima menuju hari ke enam sebesar
5.93%.
Dari grafik-grafik diatas menjelaskan bahwa edible coating dengan tambahan
flavonoid untuk melapisi buah strawberry dengan berbagai konsentrasi yaitu 5 ml, 10
ml, 15 ml, 20 ml, dan 25 ml mengalami peningkatan persentase susut bobot setiap
harinya. Jadi, buah strawberry yang dilapisi edible coating dengan berbagai
konsentrasi mengalami penurunan kadar air setiap harinya. Dari grafik diatas dapat
diketahui bahwa konsentrasi flavonoid yang terbaik yaitu 25 ml dikarenakan
persentase susut bobot yang paling rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
pemakaian flavonoid untuk tambahan pada edible coating tidak boleh kurang ataupun
lebih.

4.3. Uji Organoleptik


Salah satu indeks kematangan pada buah yaitu perubahan warna. Tingkat
kematangan pada buah strawberry dapat dilihat dari permukaan buah yang berwarna
merah. Pada waktu pematangan terjadi sintesa pigmen tertentu. Oleh karena itu
perubahan warna merupakan perubahan yang menonjol. Warna atau kecerahan secara
keseluruhan mengalami penurunan masa umur simpan buah strawberry.

Pada pengaplikasian edible coating murni ataupun yang terdapat campuran


flavonoid dengan konsentrasi yang berbeda pada buah strawberry dan disimpan
dengan suhu kamar selama tujuh hari warna buah strawberry mengalami penurunan
dari warna yang merah cerah menjadi warna merah gelap. Untuk tekstur pada buah
strawberry yang telah dilapisi oleh edible coating murni maupun edible coating yang
terdapat tambahan flavonoid yang disimpan selama tujuh hari pada suhu kamar. Pada
hari ke lima pada permukaan buah strawberry yang dilapisi oleh edible coating dan
flavonoid terdapat jamur pada konsentrasi 5 ml, 15 ml, dan 20 ml, sedangkan pada
konsentrasi 10 ml dan 25 ml permukaan buah strawberry masih baik. Untuk aroma
buah strawberry yang dilapisi edible coating murni maupun terdapat tambahan
flavonoid yang berbeda konsentrasinya, aroma strawberry masih baik hingga hari
ketujuh.

Nilai susut bobot buah yang dilapisi oleh gel lidah buaya cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi gel lidah buaya. Hal ini terjadi
karena pelapisan gel lidah buaya mampu mencegah hilangnya kandungan air didalam
buah serta penambahan edible coating juga mampu mengendalikan laju respirasi buah
pascapanen.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian pengaruh konsentarasi edible coating terhadap umur
simpan buah strawberry, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Pengambilan ekstrak flavonoid pada batang pisang dilakukan dengan cara


ekstraksi maserasi. Proses ekstraksi maserasi ini dilakukan dengan cara
perendaman irisan batang pohon pisang menggunakan larutan etanol selama
tiga hari yang disimpan dalam keadaan gelap dan pada suhu kamar agar
mendapatkan flavonoid. Pengujian flavonoid dilakukan dengan cara, hasil
ekstraksi maserasi ditambahkan dengan HCl pekat dan menghasilkan larutan
berwarna oranye yang berarti mengandung flavonoid.

2. Pengaplikasian edible coating aloe vera dengan tambahan ekstrak flavonoid


pada buah strawberry berpengaruh terhadap umur simpan buah strawberry
tersebut.

3. Berdasarkan analisa susut bobot pada buah strawberry yang telah dilapisi edible
coating dengan tambahan ekstrak flavonoid dan disimpan pada suhu kamar
selama tujuh hari, konsentrasi ekstrak flavonoid yang baik yaitu pada 25 ml
sebesar 82.05%, dengan hasil koevisien korelasi yaitu sebesar 0.999,
konsentrasi ekstrak flavonoid sangat berpengaruh terhadap daya tahan umur
simpan buah strawberry, oleh karena itu, penambahan konsentrasi flavonoid
pada edible coating aloe vera tidak boleh lebih ataupun kurang.

4. Perubahan warna pada buah strawberry yang telah dilapisi oleh edible coating
aloe vera dengan tambahan ekstrak flavonoid mengalami penurunan setiap
harinya. Terjadi perubahan tekstur hari ke lima pada buah strawberry yang
dilapisi oleh edible coating dengan tambahan ekstrak flavonoid 5 ml, 15 ml dan
20 ml. Pada konsentrasi tersebut permukaan buah strawberry terdapat jamur.
Tidak terjadi perubahan aroma pada buah strawberry setiap hari.

5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

1. Dalam penelitian ini perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut mengenai


pengaruh konsentrasi ekstrak flavonoid sebagi tambahan edible coating aloe
vera.

2. Adanya pengembangan metode dalam menghasilkan ekstrak flavonoid pada


batang pisang.
DAFTAR PUSTAKA

Adanikid. 2008. Bertanam strawberrie. http://www.feedmap.net/. Diakses 24 April


2022.
Amarta. 2009. Strawberry on Farm. Blog at wordpress.com. Diakses 24 April 2022.
Aswita, A. P., 2007. Analisis Usaha Tani Stroberi. http://repository.usu.ac.id/.
Diakses 24 April 2022.
Balitjestro, 2009. Mengenal Stroberi. http://www.balitjestro.litbang.deptan.go.id/.
Diakses 24 April 2022.
Budiman, S., dan Saraswati, D., 2008. Berkebun Stroberi Secara Komersial. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Dgusyana, Dadang., 2008. Menanam Stroberi Dengan Sistem Hidropinik.
http://dgusyana.wordpress.com/. Diakses 24 April 2022.
Edy, Y. 1989. Bertani Stroberi dalam Pot. Majalah Trubus No. 239, Th XX, Bulan
Oktober. Yayasan Sosial Membangun. Jakarta.
Gayo, B. 2009. Si Merah Mungil Penebar Wangi. http://www.waspada.co.id/.
Diakses 24 April 2022.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Academic Press. New York.
Gunawan, Livy Winata. 1996. Berkebun Stroberi secara Komersial. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Guslim. 2007. Agroklimatologi. USU Press. Medan.
Krochta, J. M., Baldwin, E. A., dan M. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings
and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc.
Lancaster. Basel.
Mahmud dan Amrizal. 1991. Kandungan Buah Aren Muda. Gramedia. Jakarta.
Nursyamsi DJ, S Adiningsih, Sholeh dan A Adi. 1997. Penggunaan Bahan Organik
untuk Meningkatkan Efisiensi N pada Ultisol Sitiung Sumbar. Jakarta: Dalam
Sidang Proseding Kongres Nasional VII HITI.

Prihartman, K., 2006. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Arbei (Stroberi).


http://www.IPTEKnet.go.id/BAPPENAS/2000/2htm/. Diakses 24 April 2022.
Radford A.E. 1986. Fundamental of Plant Systematic. Harper and Row, Publisher.
Inc: New York.
Reynolds, T and A.C. Dweck. 1999. Aloe Vera Leaf Gel: a Review Update. Journal
of Ethnopharmacology. Vol 68, pp 3-37.
Rukmana, H. R., 1998. Stroberi Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
Rukmana, R. 2000. Ganyong Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.
Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona Sp Terhadap
Bakteri Streptococcusmutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi.38(3):135-
141.
Sjechnadarfuddin, Indrayanti dan Temy. 2005. Modul Sistem Pertanian. Deptan,
BPSDMP, STPP-Medan.
Wijoyo, P. 2008. Rahasia budidaya dan Ekonomi Stroberi. Jakarta: Bee Media.
Willes, J. V. 2000. Water Wapor Transmission Rates Of Chitosan Film. Journal of
Food Science.Vol 60, no 7.
Yudi P., 2007. Budidaya Strawberry. http: / www. Blogspot.com/. Diakses 24 April
2022.

Anda mungkin juga menyukai