Anda di halaman 1dari 31

PENGARU

H PENDINGINAN TERHADAP SUSUNAN GIZI BAHAN PANGAN


(Tomat)

LABORATORIUM TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022

1
DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI...................................................................................................... i

DAFTAR TABEL.............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii

PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
Latar Belakang........................................................................................... 1
Tujuan Percobaan...................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 3

METODOLOGI................................................................................................ 7
Waktu dan Tempat Percobaan................................................................... 7
Bahan......................................................................................................... 7
Reagensia................................................................................................... 7
Alat ......................................................................................................... 7
Prosedur Percobaan................................................................................... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 9


Hasil ......................................................................................................... 9
Pembahasan............................................................................................... 15

KESIMPULAN.................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 25

LAMPIRAN

i
DAFTAR TABEL

No. Hal
1. Total asam.................................................................................................. 9
2. Total padatan terlarut................................................................................. 10
3. Uji pH........................................................................................................ 11
4. Uji organoleptik hedonik........................................................................... 12

ii
DAFTAR GAMBAR

No. Hal
1. Apel......................................................................................................... 15
2. Hand-refraktometer................................................................................. 21
3. Indikator universal................................................................................... 22

iii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Apel (Malus domestica), berasal dari family Rosaceae, adalah

buah yang penting yang berasal dari daerah subtropis dan banyak

ditanam dan dikonsumsi di seluruh dunia. Pemanfaatan dan

peningkatan nilai ekonomis terhadap apel lokal dapat dilakukan

melalui diversifikasi produk. Salah satu produk olahan apel yang

cukup dikenal yaitu sari apel. Sari apel merupakan salah satu produk

yang memiliki umur simpan rendah, apabila disimpan pada suhu

ruang. Oleh karenanya, hampir sebagian besar produsen sari apel

menambahkan bahan-bahan tambahan sebagai pengawet dan

melakukan pasteurisasi.

Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang

dilakukan selama 15 menit dengan menggunakan suhu 75 °C. Hal ini

dilakukan untuk mengurangi mikroba patogen yang terdapat dalam

sari buah apel. Oleh karena itu, pasteurisasi dapat mematikan sebagian

mikroba yang merugikan dengan meminimalisasi kerusakan.

Pasteurisasi merupakan proses termal yang dilakukan pada suhu

dibawah 100 °C dengan waktu yang bervariasi, mulai beberapa detik

sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu yang

digunakan. Proses pasteurisasi umunya mengawetkan produk pangan

dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme

yang sensitif terhadap panas, tetapi hanya sedikit menyebabkan


penurunan mutu gizi dan organoleptik.

2
Blansing bertujuan untuk menginaktivasi enzim sehingga dapat

memperpanjang umur simpan sekaligus memperbaiki mutu sensoris bahan dari

segi warna yakni mempertahankan kecerahan warna hijau, tekstur yakni

membuat sayuran daun menjadi lebih renyah, dan aroma yakni mengurangi

aroma langu. Blansir pada buah apel menyebabkan penurunan beberapa

kandungan zat gizi seperti vitamin C juga penurunan tekstur. Proses blansir

dilakukan dengan mencelupkan bahan pada air dengan suhu di bawah titik

didih air lalu dicelupkan ke dalam air dingin.

Proses pemanasan yang terjadi selama proses pasteurisasi maupun

blansir, menyebabkan penurunan kandungan gizi maupun mutu organoleptik

pada bahan. Sehingga, manfaat yang ditimbulkan dari proses ini juga harus

mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkan sehingga proses dapat

dimekanisasi sedemikian rupa dari parameter suhu dan durasi proses agar dapat

memaksimalkan manfaat sekaligus meminimalisir efek samping yang

ditimbulkan. Oleh karena itu, pengaruh parameter suhu dan durasi pemanasan

menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan agar diperoleh hasil produk yang

maksimal.

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pemanasan terhadap susunan gizi bahan pangan, mengetahui dan

membandingkan pengaruh beberapa cara pengolahan terhadap mutu bahan

pangan, mengetahui pengaruh pemanasan terhadap nilai uji organoleptik (Apel).

3
TINJAUAN PUSTAKA

Panas merupakan bentuk energi yang apabila ditransfer ke sebuah bahan

akan menyebabkan kenaikan temperatur dan apabila dihilangkan akan

menyebabkan penurunan temperatur. Satuan panas yang umum digunakan adalah

kalori, kilokalori, dan British Thermal Unit (BTU). Satu kalori didefinisikan

sebagai jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan 1 °C dari 1 kg air

sedangkan 1 BTU didefinisikan sebagai jumlah panas yang dibutuhkan untuk

menaikkkan temperatur 1 °F sejumlah 1 pound air sehingga 1 BTU setara dengan

253 kalori. Setiap produk pangan memiliki panas spesifik (spesific heat) yang

didefinisikan sebagai jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 g

bahan sebesar 1 °C (Halfacre dan John, 1979).

Suhu merupakan faktor tunggal terpenting dalam pemeliharaan kualitas

pasca panen sehingga pengendalian suhu proses pasca panen adalah hal yang

esensial. Suhu produk pasca panen sangat penting untuk mengubah sifat fisik

molekul yang berakibat pada perubahan aktivitas dan kinerja dalam jaringan.

Pemberian panas akan mempengaruhi kelancaran membran, aktivitas enzim,

volatilitas molekul aromatik, dan banyak proses lainnya. Peningkatan suhu dalam

rentang tertentu meningkatkan laju perubahan selama periode pasca panen baik

perubahan yang menguntungkan maupun merugikan. Proses pengukuran suhu

pada produk tidak hanya memperhitungkan suhu bagian permukaan produk

namun hingga suhu bagian pusat (centre) dari sebuah produk (Kays, 1991).

Apel merupakan buah yang termasuk dalam Family Rosaceae yang

4
merupakan jenis buah yang berwarna merah, hijau, maupun kuning. Buah

apel memiliki kandungan vitamin C sebesar 2 mg/100g juga senyawa fenol

seperti quercetin dan epicathechinm yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

Vitamin C merupakan vitamin larut air sehingga kandungan vitamin C dapat

dengan mudah menurun seiring proses pengolahan buah mulai dari pengirisan,

pencucian, dan pemanasan. Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang efektif

menangkal radikal bebas dan melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang

ditimbulkan oleh radiasi. Vitamin C juga berperan dalam pembentukan kolagen

yang merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di

semua jariangan ikat seperti pada kulit, urat, gigi, dan tulang rawan (Herlina dan

Dian, 2020).

Blansir merupakan metode pemasakan yang berasal dari Perancis yang

bertujuan untuk menghasilkan sayuran yang renyah dan berwarna cerah. Blansir

pada beberapa produk juga dilakukan untuk mempermudah proses pengupasan.

Dalam proses blansir, sayuran dicelupkan ke dalam air mendidih dalam waktu

singkat lalu dimasukkan ke air dingin air es. Durasi pencelupan berkisar

antara 10 menit atau disesuaikan dengan bahan yang digunakan dalam proses

blansir sehingga pemblansiran dilakukan terpisah berdasarkan jenis sayurannya

untuk mendapatkan hasil yang sesuai (Novary, 1999).

Pengunaan panas atau proses termal merupakan salah satu metode

pengolahan yang digunakan untuk memperpanjang masa simpan. Namun

sayangnya, proses pengolahan panas seringkali berdampak negatif pada

kandungan zat gizi pada bahan pangan. Pasteurisasi merupakan proses termal

dengan suhu sedang (mild heat treatment) dengan tujuan untuk membunuh
5
mikroba vegetatif tertentu dan inaktivasi enzim. Kelebihan pasteurisasi adalah

perubahan sifat sensori dan nilai gizi produk dapat diminimalisir bahkan hampir

tidak berubah karena pemanasan yang dilakukan pada suhu sedang (Estiasih dan

Ahmadi, 2009).

Proses pemanasan memiliki pengaruh negatif terhadap produksi gula

pereduksi dalam apel dimana poses pemanasan diketahui memperlambat proses

produksi gula pereduksi. Perlakuan panas menghambat pelepasan gula pereduksi

larut dari pati dan menunjukkan ketegasan dalam buah apel karena perlakuan

panas dapat mengurangi dasi zat selulosa dan pektin menjadi monosakarida dan

disakarida. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan panas buah berdampak pada

aktivitas penurunan kekerasan buah pada masa penyimpanan, mempertahankan

metabolisme energi, dan meningkatkan aktivitas enzim dinding sel (Yi, dkk.,

2020).

Proses pemanasan yakni pelayuan juga berpengaruh dimana semakin

lama proses pelayuan maka semakin lama reaksi oksidasi vitamin C yang

terpapar oksigen sehingga kandungan vitamin C semakin menurun serta ikut

menguap bersama dengan air. Hal ini disebabkan asam askorbat bersifat sangat

sensitif terhadap pengaruh luar seperti suhu, oksigen, dan katalisator logam.

Selain itu asam askorbat juga mudah teroksidasi menjadi asam L-

dehidroasrkorbat yang memiliki sifat asam ini sangat labil sehingga meskipun

memiliki keaktifan vitamin C, senyawa ini mudah berubah menjadi L-

diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C (Wiranata, dkk., 2016).

Proses pemanasan pada apel juga berdampak pada warna. Selama

pengeringan apel pomace, terdapat beberapa perubahan yang disebabkan oleh


6
reaksi pencoklatan enzimatik dan karamelisasi dapat menyebabkan perubahan

warna. Hal ini disebabkan oleh adanya inaktivasipolifenoloksidase dan pengaruh

pH asam dari solusi blansing untukmempertahankan warna kemerahan di

pomace kering. Terdapat pula pengaruh yakni hilangnya asam p-courmaric pada

apel. Hasil yang didapat untuk asam p-coumaric menunjukkan bahwa efek

termal mungkin faktor yang menyebabkan terjadinya kehilangan asam selama

proses pengeringan (Ramirez, dkk., 2012).

7
METODOLOGI

Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilakukan pada hari Rabu, 19 Oktober 2022 pada

pukul 14.30 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Teknologi Pangan

ProgramStudi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah apel matang

morfologis yang diperoleh dari Pasar Setiabudi, Medan.

Reagensia

Adapun reagensia yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquades,

NaOH 0,01 N, NaOH 0, 25% iodin 0,01 N, dan indikator PP 1%.

Alat

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah baskom, beaker

glass, buret, corong, erlenmeyer,gelas ukur, kertas saring, kompor, labu ukur,

panci kukur, piring, pisau, pipit tetes, sendok, waterbath, talenan, termometer

dan tirisan.

Prosedur Percobaan

1. Pengaruh pasteurisasi terhadap susunan gizi pangan

8
Perlakuan 1. Pengaruh berbagai cara pasteurisasi terhadap

organoleptik dan total asam pada susu

- Dibagi bahan menjadi 4 bagian yang telah dipersiapkan yaitu

masing-masing 50 ml.

- Dilakukan perlakuan:

a. Tanpa pasteurisasi

b. Pasteurisasi dengan suhu 63 °C selama 30 menit.

c. Pasteurisasi dengan suhu 72 °C selama 5 menit.

d. Pasteurisasi dengan suhu 81 °C selama 15 detik.

- Dilakukan uji organoleptik, uji pH, analisa total asam,

dan analisa total padatan terlarut p ada masing- masing

perlakuan bahan.

2. Pengaruh blansing terhadap susunan gizi bahan pangan

- Dipanaskan air sebanyak 2 liter hingga suhu 80-90 °C.

- Dimasukkan bahan dan diblansing selama 0, 10, 20, dan 30 menit.

- Diangkat kemudian ditiriskan dan didinginkan.

- Dilakukan uji organoleptik dan dihitung kandungan TSS pada

bahan.

9
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Total Asam (Apel)


mL
Berat
Pas Bahan/Perlakuan NaOH TA (%)
Bahan
1 Susu : - Tanpa pasteurisasi 50 ml 0,45 0,81
- Pasteurisasi suhu 50 ml 0,45 0,81
63 °C 30 menit
- Pasteurisasi suhu 50 ml 0,45 0,81
72 °C 15 menit
- Pasteurisasi suhu 50 ml 0,45 0,81
82 °C 15 detik
2 Pir : - Tanpa perlakuan 10,0621 gr 0,04 0,27
- Blanshing 10 menit 10,0527 gr 0,04 0,27
- Blanshing 20 menit 10,0276 gr 0,04 0,27
- Blanshing 30 menit 10,0192 gr 0,04 0,26
3 Mangga : - Tanpa perlakuan 10,0192 gr 0,1 0,6389
- Blanshing 10 menit 10,0226 gr 0,1 0,6385
- Blanshing 20 menit 10,0390 gr 0,1 0,6375
- Blanshing 30 menit 10,0305 gr 0,04 0,2552
4 Bengkoang : - Tanpa perlakuan 10,0641 gr 0,14 2,45
- Blanshing 10 menit 10,0075 gr 0,09 1,583
- Blanshing 20 menit 10,0210 gr 0,09 1,581
- Blanshing 30 menit 10,0422 gr 0,09 1,578
5 Apel : - Tanpa perlakuan 10,0353 gr 0,09 0,6008
- Blanshing 10 menit 10,0215 gr 0,04 0,2674
- Blanshing 20 menit 10,0480 gr 0,04 0,2667
- Blanshing 30 menit 10,0564 0,04 0,2664

10
Tabel 2. Total Padatan Terlarut (Apel)
Pas Bahan/perlakuan TSS (°Brix)
1 Susu : - Tanpa pasteurisasi 4,2
- Pasteurisasi suhu 63 °C 30 menit 3,08
- Pasteurisasi suhu 72 °C 15 menit 2,6
- Pasteurisasi suhu 82 °C 15 detik 1,4
2 Pir : - Tanpa perlakuan 10
- Blanshing 10 menit 10,5
- Blanshing 20 menit 11
- Blanshing 30 menit 11
3 Mangga : - Tanpa perlakuan 9,4837
- Blanshing 10 menit 9,9616
- Blanshing 20 menit 9,9795
- Blanshing 30 menit 9,9841
4 Bengkoang : - Tanpa perlakuan 4,194
- Blanshing 10 menit 4,950
- Blanshing 20 menit 4,965
- Blanshing 30 menit 5,488
5 Apel : - Tanpa perlakuan 3,9941
- Blanshing 10 menit 4,9339
- Blanshing 20 menit 7,4206
- Blanshing 30 menit 9,3974

11
Tabel 3. Uji pH (Apel)
Pas Bahan/perlakuan pH
1 Susu : -Tanpa pasteurisasi 5
-Pasteurisasi suhu 63 °C 30 menit 5
-Pasteurisasi suhu 72 °C 15 menit 5,5
-Pasteurisasi suhu 82 °C 15 detik 6
2 Pir : -Tanpa perlakuan 5
-Blanshing 10 menit 5
-Blanshing 20 menit 5
-Blanshing 30 menit 5
3 Mangga : -Tanpa perlakuan 4
-Blanshing 10 menit 4
-Blanshing 20 menit 5
-Blanshing 30 menit 5
4 Bengkoang : -Tanpa perlakuan 5
-Blanshing 10 menit 6
-Blanshing 20 menit 6
-Blanshing 30 menit 6
5 Apel : -Tanpa perlakuan 4
-Blanshing 10 menit 4
-Blanshing 20 menit 5
-Blanshing 30 menit 6

12
Tabel 4. Uji Organoleptik Hedonik (Apel)
Uji Organoleptik
Pas Bahan/Perlakuan Warna Tesktur
a b c d e a b c d e
1 Susu :- Tanpa 4 3 4 3 3 1 2 3 2 3
pasteurisasi
- Pasteurisasi 5 4 3 4 4 5 4 4 4 3
suhu 63 °C 30
menit
- Pasteurisasi 4 3 5 5 4 3 2 5 5 4
suhu 72 °C 15
menit
- Pasteurisasi 4 4 5 4 3 3 2 5 5 4
suhu 82 °C 15
detik
2 Pir :- Tanpa 5 5 5 5 4 3 4 4 4 5
perlakuan
- Blanshing 10 2 3 3 4 3 4 3 3 4 4
menit
- Blanshing 20 2 2 2 3 2 3 3 3 3 4
menit
- Blanshing 30 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3
menit
3 Mangga :- Tanpa 5 5 5 4 5 3 4 4 5 5
perlakuan
- Blanshing 10 2 3 3 3 4 4 3 3 3 4
menit
- Blanshing 20 2 2 2 1 1 5 3 3 1 1
menit
- Blanshing 30 3 3 2 2 4 5 2 3 3 2
menit
4 Bengkuang - Tanpa 5 5 5 5 4 2 2 2 2 2
: perlakuan
- Blanshing 10 5 4 4 5 4 3 3 3 3 3
menit
- Blanshing 20 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3
menit
- Blanshing 30 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4
menit
5 Apel :- Tanpa 3 3 2 3 3 2 1 2 2 3
perlakuan
- Blanshing 10 3 3 3 3 4 3 2 2 3 3
menit
- Blanshing 20 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3
menit

13
- Blanshing 30 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4
menit
Keterangan:
- Warna - Tekstur
1 = Sangat tidak suka 1 = Sangat keras
2 = Tidak suka 2 = Keras
3 = Agak suka 3 = Agak keras
4 = Suka 4 = Lunak
5 = Sangat suka 5 = Sangat lunak

Perhitungan

1. Total Asam

100 100
Faktor Pengenceran= × =100
10 10

BM (Berat Molekul) Asam Malat =134

- Apel tanpa perlakuan

ml NaOH × N NaOH × BM Asam dominan× FP


¿
Berat bahan× 1000 ×valensi

0,09× 0,1× 134 ×100 120,6


¿ ×100 %= ×100 %=1,2017 %
10,353 ×1000 ×1 10035,3

- Apel blanshing 10 menit

ml NaOH × N NaOH × BM Asam dominan× FP


¿
Berat bahan× 1000 ×valensi

0,04 ×0,1 ×134 × 100 33,6


¿ ×100 %= × 100 %=0,5348 %
10,0215 ×1000 ×1 10045

- Apel blanshing 20 menit

ml NaOH × N NaOH × BM Asam dominan× FP


¿
Berat bahan× 1000 ×valensi

0,04 ×0,1 ×134 × 100 53,6


¿ ×100 %= × 100 %=0,5334 %
10,0480 ×1000 ×1 10048

- Apel blanshing 30 menit


14
ml NaOH × N NaOH × BM Asam dominan× FP
¿
Berat bahan× 1000 ×valensi

0,04 ×0,1 ×134 × 100 53,6


¿ ×100 %= ×100 %=0,5329 %
10,0564 ×1000 ×1 10056,4

2. Total Padatan Terlarut

- Bengkuang tanpa pasteurisasi

¿ FP× ° Brix

¿ ( Berat
Berat bahan )
bahan+20
× ° Brix=(
5,0091 )
5,0091+20
× 0,9=3,9941 ° Brix

- Bengkuang blanshing 10 menit

¿ FP× ° Brix

¿ ( Berat bahan+20
Berat bahan ) × ° Brix=(
5,0840 )
5,0840+ 20
×1=4,9339° Brix

- Bengkuang blanshing 20 menit

¿ FP× ° Brix

¿ ( Berat bahan+20
Berat bahan ) × ° Brix=(
5,0670 )
5,0670+ 20
×1=7,4206 ° Brix

- Bengkuang blanshing 30 menit

¿ FP× ° Brix

¿ ( Berat
Berat bahan )
bahan+20
× ° Brix=(
5,0684 )
5,0684 +20
×1,1=9,3974 ° Brix

15
Pembahasan

Apel (Malus domestica), berasal dari family Rosaceae, adalah buah

yang penting dan banyak ditanam dan dikonsumsi di seluruh dunia.

Mengkonsumsi jus apel bermanfaat untuk penuaan dan penurunan kognitif,

manajemen berat badan, kesehatan tulang, asma dan fungsi paru-paru, dan

kesehatan pencernaan Flavonol, flavanols, antosianin, hydroxycinnamic acid,

adalah beberapa polifenol utama yang ditemukan dalam apel.. Apel juga kaya

akan serat, vitamin, dan mineral, yang semuanya bermanfaat bagi kesehatan

manusia. Mereka juga menyediakan berbagai macam antioksidan. Zat-zat ini

membantu dalam netralisasi radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang

sangat reaktif yang dapat terakumulasi sebagai akibat dari proses alami dan

tekanan lingkungan. Ketika ada terlalu banyak radikal bebas dalam tubuh,

mereka dapat menyebabkan stres oksidatif. Hal ini dapat menyebabkan

kerusakan sel. Kerusakan sel telah dikaitkan dengan berbagai penyakit, termasuk

kanker dan diabetes. Adapun gambar buah apel dapat dilihat pada Gambar 1. Di

bawah ini.

Gambar 1. Buah Apel

16
Blansing adalah metode memanaskan makanan dalam air panas yang

terdiri dari tahap pencelupan ke dalam air dengan suhu tinggi di bawah titik didih

air yang umumnya dilakukan pada suhu 75–95 °C selama 10 menit, dan

dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam air dingin dengan suhu rendah.

Blansing umumnya digunakan sebagai perlakuan pra-panas sebelum

pengeringan, pembekuan, atau pengalengan. Blansing biasanya dilakukan pada

buah dan sayuran untuk menghilangkan kulitnya, mengubah tekstur menjadi

renyah dan menghilangkan aroma langu. Terdapat beberapa buah yang tidak

membutuhkan proses blansir seperti timun danselada yang cukup dicuci dan

disiram dengan air panas sebelum dikonsumsi. Oleh karena itu, proses

pemblansiran dilakukan terpisah berdasarkan jenis sayurannya untuk

mendapatkan hasil yang sesuai.

Blansing juga menyebabkan inaktivasi enzim, yang membantu dalam

mempertahankan warna, pengurangan pertumbuhan mikroba awal, pembersihan

produk, pemanasan awal produk sebelum pemrosesan, dan pembuangan gas dari

jaringan tanaman, dan membantu melepaskan karotenoid, sehingga

meningkatkan bioavailabilitas dan ekstraksinya. Perubahan warna pada proses

blansing menghilangkan gas antar sel dari jaringan tanaman, mengubah panjang

gelombang cahaya yang dipantulkan dan dengan demikian mencerahkan warna

beberapa sayuran. Waktu dan suhu blansing juga berpengaruh pada nilai D

pigmen makanan yang dapat melindungi klorofil dan mempertahankan warna

sayuran hijau.

Blanching, di sisi lain dapat menyebabkan kerusakan sel,


17
jaringan, denaturasi protein, dan kehilangan warna sebagai akibat dari perlakuan

panas. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses

blansing ialah jenis bahan, metode blansing yang digunakan, kombinasi suhu dan

durasi blansing yang diterapkan. Suhu merupakan faktor tunggal terpenting

dalam pemeliharaan kualitas pasca panen sehingga pengendalian suhu proses

pasca panen adalah hal yang esensial. Suhu produk pasca panen sangat penting

untuk mengubah sifat fisik molekul yang berakibat pada perubahan aktivitas dan

kinerja dalam jaringan. Pemberian panas akan mempengaruhi kelancaran

membran, aktivitas enzim, volatilitas molekul aromatik, dan banyak proses

lainnya. Peningkatan suhu dalam rentang tertentu meningkatkan laju perubahan

selama periode pasca panen baik perubahan yang menguntungkan maupun

merugikan. Kondisi suhu rendah umumnya digunakan untuk mengurangi

masalah kualitas untuk menghindari efek samping blansing. Kondisi suhu

rendah, sebaliknya, menghasilkan waktu proses yang lebih lama daripada kondisi

suhu tinggi, namun menurunkan produktivitas industri makanan karena

membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya.

Blansing dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pemanasan secara

langsung dengan air panas (Hot Water Blansing), dengan menggunakan uap

(Steam Blanshing), dan menggunakan microwave. Adapun metode blansing

dapat dilakukan dengan cara:

1. Blansing dengan air panas (hot water blanching) adalah cara blansing yang

menggunakan air panas (direbus). Bahan yang akan diblanching kontak

langsung dengan air panas pada temperatur berkisar antara 75–95 °C pada

metode ini. Metode ini sangat sederhana dan murah, tetapi kontak
18
langsung dengan air dapat mengakibatkan hilangnya komponen nutrisi, terutama

komponen yang larut dalam air.

2. Blansing dengan uap (Steam Blanching) dilakukan dengan cara memanaskan

bahan pada kondisi kandungan uap yang tinggi (dikukus). Metode ini lebih

disukai daripada metode blansing air panas karena mencegah bahan dari

kehilangan senyawa fitokimia atau komponen nutrisi, terutama yang larut

dalam air. Selain itu, metode ini juga murah dan dapat menahan lebih

banyak mineral dan komponen air, metode ini biasa digunakan dalam

industri makanan. Ini juga efektif untuk efek oksidasi selama proses termal.

3. Blansing microwave dilakukan dengan cara melelehkan bahan yang akan

diblansing dalam microwave. Keuntungan dari cara ini adalah tidak

membutuhkan udara dan prosesnya lebih cepat, membutuhkan nutrisi yang

lebih banyak.

Sama halnya seperti proses pemanasan lain, blansing juga menyebabkan

penurunan kadar vitamin C. Hal ini dikarenakan vitamin C merupakan vitamin

yang mudah rusak akibat panas dan teroksidasi menjadi senyawa

diketogulonat (DKG). Selain itu, vitamin C juga merupakan vitamin larut air

sehingga ikut menguap bersamaan dengan hilangnya air dari bahan sehingga

penurunan kadar vitamin C lebih besar ditemukan pada metode blansing dengan

air panas. Oksidasi vitamin C disebabkan oleh paparan dengan oksigen sehingga

asam askorbat teroksidasi menjadi L-dehidroaskorbat yang sangat labil dan

berubah menjadi asam L-diketoglonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C.

Kadar air pada bahan ditemukan berbanding terbalik dengan durasi

blansing. Hal ini dikarenakan semakin lama durasi blansing maka semakin
19
banyak air yang keluar dari jaringan buah dan mengalami penguapan. Pengaruh

durasi blansing juga berbanding terbalik pada jumlah gula pereduksi. Hal ini

disebabkan oleh peningkatan reaksi maillard yang menyebabkan gula pereduksi

berubah menjadi senyawa melanoidin Durasi blansing juga menunjukkan

pengaruh negatif terhadap total fenol apel. Hal ini disebabkan selama proses

blansing, terjadi reaksi osksidasi enzimatis yang menyebabkan enzim fenolase

berubah menghasilkan pigmen melanin. Proses oksidasi fenolik melibatkan

enzim-enzim seperti monophenol monoxygenase atau tyrosinase, polifenol

oksidase atau fenolase, dan laccase. Apabila enzim tersebut mengalami kontak

dengan oksigen di udara, fenolase akan mengkatalisis konversi biokimia dari

komponen fenolik yang ada pada apel sehingga komponen tersebut berubah

menjadi pigmen coklat atau melanin. Namun, suhu blansing diketahui tidak

berpengaruh terhadap total fenol dikarenakan senyawa fenol memiliki titik didih

jauh di atas suhu blansing sehingga tidak mengalami penurunan selama proses

blansing.

Pasteurisasi adalah proses memanaskan sesuatu dengan cepat lalu

mendinginkannya kembali. Susu pasteurisasi menghancurkan 99,9%

mikroorganisme penyebab penyakit dan memperpanjang umur simpan hingga

16-21 hari sejak dikemas. Metode pasteurisasi yang paling umum adalah High

Temperature Short Time (HTST). Metode ini melibatkan penggunaan pelat

logam dan air panas untuk menaikkan suhu susu setidaknya 161 °F (71 °C)

selama tidak kurang dari 15 detik, atau 145 °F (62 °C) selama 30 menit, diikuti

dengan cepat pendinginan.

Pasteurisasi HTST, Higher Heat Shorter Time (HHST) menggunakan


20
peralatan yang sedikit berbeda dan suhu yang lebih tinggi untuk waktu yang

lebih singkat. Dengan menggunakan HHST, susu dapat dipanaskan dari suhu 191

°F (89 °C) – 212 °F (100 °C) untuk waktu yang ditentukan. Metode pasteurisasi

populer lainnya adalah Ultra High Temperature (UHT). Proses ini melibatkan

pemanasan susu menggunakan peralatan steril komersial dan mengisinya dalam

kondisi aseptik ke dalam kemasan yang tertutup rapat. Susu harus dipanaskan

hingga 280 °F (138 °C) setidaknya selama dua detik, lalu didinginkan dengan

cepat. UHT membunuh lebih banyak bakteri (baik dan buruk) dan memberikan

umur simpan lebih lama. Susu UHT tidak perlu didinginkan, sampai dibuka, dan

dapat disimpan setidaknya selama enam bulan. Berbeda dengan UHT, susu Ultra

Pasteurized (UP) dipanaskan menggunakan peralatan steril komersial, tetapi

tidak dianggap steril karena tidak tertutup rapat. Susu dipanaskan hingga 280 °F

(138 °C) setidaknya selama dua detik, lalu didinginkan dengan cepat. Karena

susu tidak tertutup rapat, maka harus didinginkan dengan umur simpan rata-rata

30 – 90 hari.

Nilai TSS mempengaruhi rasa buah, karena dapat menunjukkan tingkat

kemanisan buah. TSS didominasi oleh kandungan gula total dan sebagian kecil

protein terlarut, asam amino dan bahan organik lainnya. Penentuan total padatan

terlarut umumnya dilakukan dengan metode destruktif yang memerlukan

pengujian laboratorium, selain itu metode ini merusak buah. Pengukuran TSS

dengan metode destruktif biasanya dilakukan dengan refraktometer. Adapun

gambar hand-refraktometer dapat dilihat pada Gambar 2. di bawah ini.

21
Gambar 2. Hand-refraktometer

Pengukuran dilakukan dengan cara meneteskan ekstrak buah cair pada

detektor. Nilai TSS dinyatakan dengan Brix, nilai yang ditampilkan berdasarkan

rasio kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan kecepatan cahaya melalui

sampel. Pembekuan juga menyebabkan menurunnya nilai total padatan terlarut

(TSS) pada bahan. Hal ini disebabkan karena proses penyimpanan menyebabkan

hilangnya komponen zat gizi pada buah. Di samping itu, aktivitas biologis dan

fisiologis buah juga melambat yang mengakibatkan hilangnya zat makanan

dalam jaringan.

Pada praktikum ini , digunakan pH meter sebagai alat ukur pH. pH meter

adalah alat yang digunakan untuk mengukur keasaman atau kebasaan suatu

larutan. Prinsip kerja keseluruhan sensor pH dan pH meter bergantung pada

pertukaran ion dari larutan sampel ke larutan dalam (penyangga pH 7) elektroda

kaca melalui membran kaca. Porositas membran kaca berkurang dengan

penggunaan terus menerus yang menurunkan kinerja probe. Selain menggunakan

pH-meter, pengukuran pH juga dapat dilakukan dengan mencelupkan indicator

universal ke larutan bahan. Perubahan warna pada indikator universal

disesuaikan dengan indeks pH pada kotak indicator universal. Adapun gambar

indikator universal dapat diihat pada Gambar 3. di bawah ini.

22
Gambar 3. Indikator Universal

Hasil pengujian total asam menunjukkan adanya penurunan signifikan

antara perlakuan kontrol dengan sampel yang mengalami proses blansing.

Namun, data juga menunjukkan tidak adanya perbedaan total asam antara

perbedaan durasi blansing pada perlakuan lainnya. Hasil pengujian menunjukkan

adanya peningkatan derajat keasaman seiring dengan bertambahnya durasi

blansing yang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya asam p-courmaric

pada apel. Hasil yang didapat untuk asam p-coumaric menunjukkan bahwa efek

termal mungkin faktor yang menyebabkan terjadinya kehilangan asam selama

proses pengeringan. Penurunan total asam juga dapat disebabkan oleh rusaknya

senyawa-senyawa asam yang tidak tahan panas seperti asam askorbat (Ramirez,

2012)

Hasil pengujian menunjukkan total padatan terlarut sejalan dengan

meningkatnya durasi blansing yang dilakukan. Pengaruh yang ditunjukkan

tampak signifikan membandingkan perlakuan kontrol tanpa blansing dengan

perlakuan blansing selama 30 menit yang menunjukkan peningkatan total

padatan terlarut hingga 3(tiga) kali lipat. Hal ini disebabkan oleh jumlah air pada

bahan yang menurun secara signifikan sehingga perbandingan padatan dengan

23
jumlah air pada bahan berubah yang menyebabkan konsentrasi meningkat.

Sehingga, blansing tidak menyebabkan peningkatan pada jumlah padatan namun

penurunan pada jumlah air yang menguap akibat pemanasan (Yi, dkk., 2021).

Dari parameter warna, proses blansing diketahui memberikan hasil positif

terhadap kesukaan konsumen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Wiranata (2016), yang menunjukkan peningkatan kesukaan panelis pada

parameter warna. Pemanasan menyebabkan peningkatan senyawa melanin yang

terbentuk akibat reaksi oksidasi enzimatiis senyawa fenolik menjadi kuinon.

Pada parameter tekstur, peningkatan durasi blansing berakibat pada pelunakan

tekstur apel. Perubahan tekstur ini dikaitkan dengan metabolisme energi yang

mempengaruhi kekuatan dinding sel. Perlakuan panas menunda akumulasi

konten ATP puncak dan energi yang lebih tinggi dalam buah apel. Dengan

demikian, perlakuan panas menurunkan pelepasan gula pereduksi larut dari pati

dan menunjukkan tekstur dalam buah apel karena perlakuan panas dapat

mengurangi ikatan zat selulosa dan pektin menjadi monosakarida dan disakarida

yang menyebabkan melunaknya tekstur buah (Yi, dkk., 2020).

24
KESIMPULAN

1. Pengolahan panas dapat dilakukan dengn cara blansing dan pasteurisasi.

Blanching adalah pemanasan yang dilakukan pada bahan pangan dengan

menggunakan suhu di bawah titik didih air yakni 70–80oC. Blansing dan

Pasteurisasi memiliki prinsip yang sama yaitu pemanasan. Namun

perbedaan antara keduanya ialah pasteurisasi dilakukan pada bahan

berwujud cair seperti susu sedangkan blansing pada bahan berwujud padat.

2. Proses blansing dapat dilakukan dengan dua cara menggunakan air panas

dan uap panas. Proses pemanasan dengan pasteurisasi terbagi menjadi 3

bagian yatu LTLT (Low Temperature Long Time), HTST (High Temperatur

Short Time), HHST (Higher-Heat Shorter Time), dan UHT (Ultra High

Temperature)

3. Blansing memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap perubahan pada

bahan. Pengaruh positif yang diharapkan ialah peningkatan mutu seperti

menghilangkan bau langu, mempertahankan kerenyahan bahan, dan

peningkatan warna bahan. Sedangkan pengaruh negatif blansing ialah

penurunan kandungan zat gizi hingga penurunan mutu organoleptik pada

bahan tertentu.

4. Apel (Malus domestica), berasal dari family Rosaceae. Apel memiliki

kandungan vitamin C sebesar 2 mg/100g juga senyawa fenol seperti

quercetin dan epicathechinm yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

Vitamin C yang terkandung dalam apel merupakan vitamin larut air yang

25
mudah rusak akibat perlakuan panas seperti blansing.

5. Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh hasil pengujian total

padatan terlarut pada peningkatan durasi blansing mengalami kenaikan

yakni 3,9941; 4,9339; 7,4206; dan 9,3974. Durasi blansing memiliki

pengaruh linear terhadap Total Padatan Terlarut yang disebabkan oleh

penurunan air yang menguap akibat pemanasan sehingga semakin lama

proses pemanasan maka semakin banyak air yang diuapkan.

6. Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperolah hasil pengujian pada pH

yang mengalami kenaikan yakni 4,4,5,6. Pada pengujian total asam didapati

penurunan yakni 0,6008; 0,2674; 0,2667; 0,2664. Durasi blansing memiliki

pengaruh linear terhadap pH namun memiliki pengaruh berbanding terbalik

terhadap Total Asam hal ini disebabkan hilangnya senyawa-senyawa asam

yang bersifat mudah rusak terhadap panas seperti asam malat yang

merupakan asam dominan pada apel

7. Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil pengujian pada mutu

organoleptik dimana terdapat peningkatan terhadap warna dengan skor rata-

rata tertinggi yakni 4,2 (suka) pada blansing 30 menit. Namun terdapat

penurunan tekstur bahan dengan skor rata-rata 4,4 (sangat lunak) pada

blansng 30 menit Durasi blansing memiliki pengaruh linear terhadap Mutu

Organoleptik warna dan tekstur karena aktivasi senyawa fenolik yang

menghasilkan pigmen melanin serta adanya penurunan kekerasan bahan

yang disebabkan oleh perubahan struktur dinding sel.

26
DAFTAR PUSTAKA

Estiasih T., Ahmadi, K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit Bumi


Aksara, Jakarta.
Halfacre, RG., John A.B. 1979. Horticulture. McGraw-Hill Book
Company, New York.
Herlina, Dian M. 2020. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap kadar vitamin C
buah apel merah (Pyrus Malus L.). Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah
Kesehatan 6(1): 119-127.
Kays, SJ. 1991. Post-harvest Physiology of Perishable Plant Products. Van
Nostrand Reinhold. New York.
Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penerbit
Swadaya, Bogor.
Ramires MHE., Armando, QR., Alejandro, ACD., John B., Ricardo TA., Jose
VTM., Erica SM. 2012. Effect of blanching and drying temperature on
polyphenolic compound stabiliity and antioxidant capacity of Apple
pomcae. Journal of Food Bioprocess Technol 5: 2201-2210.
Wiranata G., Sudarminto SY., Indria P. 2016. Pengaruh lama pelayuan dan
suhu pengeringan terhadap kualitas produk apel celup Anna (Malus
domestica). Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1): 449-457.
Yi, M., Jing K., Zhigang Y. 2021. Effect of heat treatment on the quality and
energy metabolism in golden delicious apple fruit. Journal of Food
Biochemistry 45(2): 1-11.

27

Anda mungkin juga menyukai