TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aren
Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis,
distribusinya tersebar
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
: Arecidae
Ordo
: Arecales
Famili
Genus
: Arenga
Spesies
Pohon aren hampir mirip dengan pohon kelapa. Pohon aren tingginya
dapat mencapai 25 meter dan diameter batangnya dapat mencapai 65 sentimeter.
Aren merupakan tumbuhan biji tertutup karena biji buahnya terbungkus dengan
daging buah. Daun aren majemuk menyirip seperti daun kelapa dengan panjang
pelepah mencapai 5 meter dan tangkai daun mencapai 1,5 meter dengan warna
hijau gelap di atas dan di sisi bawahnya berwarna keputih-putihan oleh karena
adanya lapisan lilin di sisi bawahnya. Tanaman aren berkeping satu, dimana
bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang
muncul di ketiak daun. Panjang tongkol dapat mencapai 2,5 meter. Buah aren
berbentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 sentimeter, mempunyai tiga
ruang dan memiliki tiga biji, tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan
mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50
butir buah berwarna hijau sampai cokelat kekuningan (Sunanto, 1993).
Aren merupakan tumbuhan serbaguna, dimana setiap bagian pohon aren
tersebut dapat diambil manfaatnya, mulai dari akar untuk obat tradisional, batang
untuk berbagai macam peralatan dan bangunan, daun muda/janur untuk
pembungkus kertas rokok. Hasil produksinya juga dapat dimanfaatkan, misalnya
buah aren muda diolah menjadi kolang-kaling, air nira untuk bahan pembuatan
gula merah/ cuka dan pati/ tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai
macam makanan (Irawan et al, 2009).
Setiap pohon dapat menghasilkan 15 liter nira per hari dengan rendemen
gula 12%. Selain itu, aren juga menghasilkan ijuk rata-rata 2 kg/pohon/tahun,
kolang-kaling 100 kg/pohon/tahun, dan tepung 40 kg/pohon bila tanaman tidak
disadap niranya. Kayu aren dapat diolah menjadi mebel atau kerajinan tangan,
seperti kayu kelapa (Anonim, 2009).
2.2
Kolang-kaling
Kolang-kaling (buah atap) adalah nama cemilan kenyal berbentuk lonjong dan
berwarna putih transparan dan mempunyai rasa yang menyegarkan. Kolang kaling
(Gambar 2.2) yang dalam bahasa Belanda biasa disebut aren palm ini, dibuat dari
biji pohon aren (Arenga pinnata) yang berbentuk pipih dan bergetah
(http://arenindonesia.wordpress.com/produk-aren/kolang-kaling/).
Buah aren yang masih muda besifat keras dan melekat sangat erat pada
untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak.
Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika
mengenai kulit karena lendir tersebut mengandung asam oksalat. Kolang- kaling
merupakan endosperm biji buah aren yang berumur setengah masak setelah
melalui proses pengolahan (Sunanto, 1993).
Untuk membuat kolang-kaling, biasanya dengan membakar buah aren
sampai hangus, kemudian diambil bijinya untuk direbus selama beberapa jam. Biji
yang sudah direbus tersebut kemudian direndam dengan larutan air kapur selama
beberapa hari sehingga terfermentasi (http://arenindonesia.wordpress.com/produkaren/kolang-kaling/). Setelah diolah menjadi kolang- kaling, maka benda ini akan
menjadi lunak, kenyal, dan berwarna putih agak bening (Sunanto, 1993).
Gambar 2.1
Kolang-kaling
2.3
Polisakarida
2.3.1
Manan
H OH
H OH
OH O
OH O
O
HO
H
HO
Gambar 2.3
H
OH
H
H O
OH O
O
*
O
HO
*
O
HO
OH
Gambar 2.4
OH OH
H
H
H
HO
H
OH
H O
H O
OH O
OH O
O
HO
H
H
HO
H
H
H
H
H
Gambar 2.5
OH OH
H
H
H
HO
H
H
OH
H
H
OH O
H
H
2.4
O
HO
Gambar 2.6
O
*
OH
O
HO
H
OH
H
H
H
Galaktomanan
Galaktomanan salah satu bagian dari polisakarida, yang secara khusus dihasilkan
dari
tanaman
jenis
Leguminaceae.
Butiran
benih,
yang
menghasilkan
galaktomanan pada umumnya tumbuh dari tanaman legume di daerah yang semi
kering di dunia. Biosintesis galaktomanan adalah proses fotosintesis yang terjadi
pada banyak tanaman legum. Proses ini in vitro dikatalisis oleh enzim tertentu
(Mathur, 2012). Struktur dasar yang membangun galaktomanan adalah galaktosa
dan manosa (Srivastava dan Kapoor, 2005).
Galaktomanan
Sumber Tanaman
Rasio M:G
Guar Gum
Guar Plant
2:1
Fenugreek Gum
Fenugreek Plant
1:1
Carob Tree
4:1
Tara gum
Tara shrub
3:1
Cassia tora
5:1
Daincha gum
Sesbania bisipinosa
2:1
(Mathur, 2012).
2.5
Salah satu sumber galaktomanan adalah kolang kaling, dimana saat ini
pemanfaatannya masih sangat terbatas. Galaktomanan merupakan polisakarida
terbesar di dalam kolang-kaling. Kolang-kaling yang digunakan untuk ekstraksi
galaktomanan berbentuk lonjong agak pipih, berwarna putih agak bening, dan
kenyal.
Galaktomanan dari kolang-kaling memiliki aktivitas antioksidan sehingga
dapat digunakan dalam aplikasi kehidupan manusia. Sifat antioksidan
galaktomanan kolang-kaling ditentukan dengan menggunakan metoda DPPH dan
menggunakan spektrofotometer ultra violet, pada bilangan gelombang maksimum
515 nm. Galaktomanan dari kolang-kaling diperoleh sebesar 4,58 % melalui
proses ekstraksi pada kondisi netral dengan mengunakan pelarut etanol.
Perbandingan galaktosa dan mannosa pada galaktomanan dari kolang-kaling
adalah 1 : 1,331.
Komponen kimia yang terdapat pada hasil ekstraksi kolang-kaling adalah
protein 0,261%, galaktomanan 90,57 %, serat kasar 8,05%, dan lemak 0,101 %.
Galaktomanan dari kolang-kaling berbentuk serbuk putih, memiliki sifat
viskositas yang cukup besar dalam konsentrasi yang rendah (Tarigan, 2012).
2.6
Ikat Silang
cross-linked,
grafting,
dekomposisi
asam,
hidrolisa
dengan
2.7
OH
OH
OH
NaO P
OH
Gal-OH
ONa
O
O
O
P ONa
O
NaO
Galaktomanan
O
GIF
TMP
Gambar 2.7
Galaktomanan
Senyawa borax juga dapat digunakan sebagai agen pengikat silang yang
mana senyawa ini akan mebentuk kompleks dengan galaktomanan (Gambar 2.8).
Hal ini bukan merupakan hal yang aneh karena galaktomanan memiliki gugus
hidroksil yang berlimpah dan bersebelahan membentuk posisi cis. Reaksi akan
terjadi pada konsentrasi yang sangat rendah pada galaktomanan dan ion borat.
Borate Ion
Guar
Guar
Cross-linked
OH
H C
H
OH
HO
OH
OH
H C
OH
H C
OH
Gambar 2.8
H C
OH
H C
O
O
Pada reaksi ini, akan terbentuk gel dengan penambahan senyawa borat pada
galaktomanan dan larutan alkali untuk membentuk suasana alkali, dengan pH
optimum diantara 7,5-10,5. Sifat dari gel yang terbentuk berdasarkan jenis
galaktomanan dan konsentarasi senyawa borax yang digunakan (Chudzikowski,
1971).
Glutaraldehida juga telah digunakan secara luas untuk proses ikat silang
polimer yang mengandung gugus hidroksil. Telah diketahui bahwa dengan
peningkatan konsentrasi glutaraldehida maka terjadi peningkatan densitas hasil
ikat silang dan penurunan kemampuan mengembang pada larutan penyangga. Jika
jumlah glutaraldehida yang digunakan untuk reaksi ikat silang makin tinggi maka
efisiensi ikat silang rendah. Glutaraldehida merupakan pengikat silang yang
bersifat racun, tetapi sifat racun itu dapat direduksi secara signfikan setelah proses
ikat silang (Kabir et al,1998).
O
HC(CH2)3CH
OH
2H+
OH
OH
OH
HC(CH2)3CH
Gambar 2.9
OH
HC(CH2)3CH
HC(CH2)3CH
OH
OH
OH
OH
OH
O CH(CH2)3HC O
OH
HO
-2H2O
O
O
H
H
C(CH2)3C
O
O
mengembang
dari
suatu
galaktomanan
di
dalam
cairan
gastrointestinal menurun dari 100-200 kali menjadi 10-35 kali tergantung jumlah
bahan pengikat silang yang digunakan. Galaktomanan akan kehilangan sifat nonioniknya disebabkan oleh proses ikat silang dan menjadi bermuatan negatif (Rana
et al, 2011).