Abstrak
Karapas udang vaname merupakan salah satu sumber kitosan yang potensial. Kitosan dapat
diaplikasikan sebagai pelapis pada pisang Mas Kirana untuk menghambat kemunduran mutu. Tujuan
penelitian ini adalah untuk analisis karakteristik mutu kitosan dari karapas udang vaname, menentukan
perlakuan terbaik dari persentase coating kitosan (kontrol/tanpa coating; 1%; 2% & 3%) dan interaksi
berdasarkan karakteristik mutu pascapanen, mikrostruktur (SEM) serta uji hedonik yang mempengaruhi
pascapanen pisang Mas Kirana. Kitosan diperoleh melalui proses deproteinisasi, demineralisasi dan
deasetilasi. Metode untuk analisis derajat deasetilasi (DD) kitosan adalah fourier transform infra red (FTIR).
Rendemen kitosan yang dihasilkan adalah 22% dengan karakteristik berwarna putih, berbentuk serbuk,
memiliki kadar air 8,43%, kadar abu 0,38%, DD 80% dan viskositas 205 cP. Perlakuan pelapis kitosan 2%
dan 3% mampu memperlambat kemunduran mutu pisang Mas Kirana berdasarkan parameter–parameter
pascapanen dan mikrostruktur kulit pisang.
Kata kunci: karapas udang, kitosan, FTIR, pisang Mas Kirana dan pelapis kitosan
Characterization and Application of White Leg Shrimp Chitosan From Seram Utara
Island, Moluccas As Coating For Mas Kirana Banana
Abstract
Vaname shrimp shell is one of the potensial chitosan resources. Chitosan can be expected as coating
on Mas Kirana banana to inhibit shelf life deterioration. The purpose of this research to analyze chitosan
characterization quality from shrimp shell, choose the best treatment of percentage chitosan coating
(control, 1%, 2%, 3%) and interaction based on postharvest characterization quality, microstructure (SEM)
also preference test which influencing postharvest Mas Kirana banana. Chitosan can be obtain from
deproteinization, demineralization, and deacetylization process. Analyzing method of chitosan
deacetylization degree (DD) used fourier transform infra red (FTIR). Based on the results chitosan is 22%
with white characterization, powder shape, 8,43 % moisture content, 0,38% ash content, 80% DD, and 205
cP viscosity. Coating treatment of 2% and 3% chitosan can postpone Mas Kirana banana quality based on
postharvest parameters also microstructure of skin banana.
Keywords: shrimp shell, chitosan, FTIR, Mas Kirana banana and chitosan coating
masalah bau yang dikeluarkan serta estetika menutup kemungkinan ke pasar Uni Eropa,
lingkungan yang kurang bagus. Limbah Rusia, dan Eropa Timur (Rohmah 2016).
udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan Pisang merupakan buah tropika yang
udang berasal dari kepala, kulit, dan ekornya. cukup terkenal di masyarakat luas Suseno et
Kulit udang mengandung protein (25%-40%), al. (2014). Pisang memiliki kandungan nutrisi
kitin (15%-20%) dan kalsium karbonat (45%- dan mineral yang menguntungkan bagi
50%). Suptijah et al. (2011) menyatakan kesehatan. Vitamin C yang terdapat dalam
bahwa kulit udang sebagai salah satu bahan kandungan pisang memiliki kandungan
baku penghasil kitin dan kitosan. Kitosan antioksidan lebih dari 15%. Pisang pada
menurut Tran et al. (2013) merupakan sebuah umumnya dipanen setelah matang merata
amino polisakarida panjang yang diperoleh untuk konsumsi dan disimpan di suhu ruang.
dari proses deasetilasi kitin. Kitin berasal dari Selama penyimpanan, buah pisang mudah
eksoskeleton crustacea yang jumlahnya mengalami kemunduran mutu selama proses
melimpah di alam. kematangan. Edible coating merupakan salah
Kitosan menurut Suseno et al. (2014) satu metode memperpanjang umur simpan
merupakan polisakarida yang diperoleh dari pascapanen. Hossain dan Iqbal (2016)
proses deasetilasi menggunakan bahan alkali menyatakan bahwa proses pembusukan
berasal dari bahan baku kitin. Aplikasi dari pisang pada umumnya dipengaruhi oleh
kitosan sebagai edible coating yang temperatur yang tinggi, kelembaban,
menjanjikan dalam meningkatkan kualitas ketidaksesuaian penanganan pascapanen dan
dan memperpanjang umur simpan dari buah. ketidakoptimalan teknologi pascapanen.
Pelapisan digunakan pada permukaan buah Kebusukan pada buah menyebabkan
untuk menghambat kebusukan buah, selain perubahan fisiologis antara lain penyusutan
itu chitosan - edible coatings digunakan bobot akibat respirasi, transpirasi, perubahan
sebagai bahan baku yang aman pada tekstur, dan rentan terhadap pengaruh
makanan. Ali et al. (2011) menyatakan bahwa mikroba misalnya kebusukan yang terjadi
penyimpanan pascapanen diperlukan selama transportasi ke pasar sehingga
prosedur yang tepat guna mengurangi mempengaruhi pendapatan petani, importer,
kemunduran kualitas dari proses dan retailers.
dekomposisi. Kitosan memiliki struktur kimia
yang dekat dengan selulosa, selain itu sudah BAHAN DAN METODE
sejak lama dimanfaatkan untuk mencegah Bahan dan Alat
kemunduruan mutu pada perishable foods Bahan utama yang digunakan pada
terutama untuk mengurangi dehidrasi dan penelitian ini adalah limbah karapas udang
respirasi berdasarkan kualitas teksturnya. dari PT Tirta Investama Seram Utara Maluku,
Volume eskpor pisang Indonesia pisang Mas Kirana yang diperoleh dari PTPN
tertinggi dicapai pada tahun 2014 yaitu VIII Parakansalak Sukabumi, NaOH (Tjiwi
sebesar 26.694 ton. Negara tujuan utama Kimia), HCl (Merck), asam asetat (Merck),
ekspor pisang Indonesia dalam bentuk segar akuades (Sanismart), dan asam askorbat
adalah Cina dengan volume ekspor sebesar (Vitalong C).
7.847 ton (35,17%) pada tahun 2015. Negara Alat yang digunakan dalam penelitian ini
tujuan ekspor pisang Indonesia berikutnya diantaranya timbangan analitik, gelas ukur,
didominasi oleh negara - negara di kawasan thermocouple (TM902C), mini grinder
Timur Tengah maupun Asia antara lain Arab (Aishuka, Japan), Fourier Transform Infra
Saudi (3.499 ton), Jepang (2.968 ton), Red (Bruker Tensor 37, USA), Scanning
Malaysia (2.847 ton), Uni Emirat Arab (2.763 Electron Microscopy (Zeiss, Germany),
ton), dan Kuwait (2.342 ton). Fenomena ini, magnetic stirrer (Yamato MD-41, Japan), hot
maka perlu kiranya dilakukan upaya-upaya plate (Thermolyne Nouva, USA), spinbar,
terobosan untuk meningkatkan ekspor pisang viscometer brookfield TV-10 (Toki Sangyo
Indonesia melalui penetrasi pasar ke negara- Co. Ltd, Singapore), freeze dryer (Snijders
negara di Timur Tengah dan Asia serta tidak scientific, Holand), spektrofotometri UV-Vis
double beam (Shimadzu 1201, Japan),
tinggi (>2000cP). Penelitian Struszczyk gugus asetil (COCH3) yang terdapat pada
(2002) menyatakan bahwa nilai viskositas kitin. Kitin yang mengalami proses deasetilasi
dapat mempengaruhi derajat deasetilasi yang disebut kitosan. Derajat deasetilasi yang
dihasilkan sehingga aplikasinya dapat tinggi menunjukkan kemurnian dari kitosan
berbeda. Kadar air dipengaruhi oleh proses yang dihasilkan (Suptijah et al. 2012). Derajat
pengeringan, tempat pengeringan dan waktu deasetilasi kitosan menurut Rochima (2014)
pengeringan, semakin lama waktu yang juga dipengaruhi oleh konsentrasi natrium
digunakan maka semakin kecil kadar air yang hidroksida (NaOH) dan suhu proses.
dikandung oleh kitosan, semakin besar Konsentrasi larutan natrium hidroksida
permukaan wadah yang digunakan akan (NaOH) diatas 40% akan memutuskan ikatan
mempercepat waktu pengeringan serta antar gugus karboksil dengan atom nitrogen
meminimalisir kandungan kadar air yang ada dari kitin yang memiliki struktur kristal tebal
di kitosan. Penelitian Zahiruddin et al. (2008) dan panjang.
menyatakan bahwa presentase kadar air Viskositas merupakan kekentalan
kitosan dipengaruhi oleh proses pengeringan suatu bahan yang diukur dengan
dan lama pengeringan, jumlah kitosan yang menggunakan alat viscometer. Prinsip
dikeringkan serta luas permukaan tempat viskositas menurut Warsito et al. (2012)
kitosan dikeringkan. dipergunakan dalam menghitung viskositas
Abu adalah zat anorganik sisa hasil secara eksperimen menggunakan metode
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan putar yaitu dengan memasukkan penghambat
abu dan komposisinya tergantung dari jenis ke dalam fluida dan kemudian diputar.
bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu Semakin lambat putaran penghambat tersebut
menunjukkan kandungan mineral yang maka semakin tinggi nilai viskositasnya.
terdapat pada suatu bahan. Kadar abu kitosan Hasil penelitian viskositas kitosan sebesar
hasil penelitian sebesar 0,38%. Hasil kadar 205 cP kategori medium pada kitosan
abu kitosan yang dihasilkan memenuhi komersil sesuai penelitian Nadia et al. (2014).
standar komersil dan SNI 7949:2013 yaitu Anward et al. (2013) menyatakan bahwa
≤2% dan ≤1%. Hasil kadar abu tersebut tidak viskositas larutan yang tinggi dipengaruhi
berbeda jauh dengan hasil penelitian oleh tingginya konsentrasi larutan kitosan.
Zahiruddin et al. (2008) yaitu 0,31%. Kadar Menurut Prisiska (2012) viskositas memiliki
abu merupakan parameter untuk mengetahui hubungan positif dengan konsentrasi larutan
mineral yang terkandung dalam suatu bahan kitosan. Semakin tinggi konsentrasi larutan
yang mencirikan keberhasilan proses kitosan dalam asetat 0,1 M semakin tinggi
demineralisasi yang dilakukan. Kadar abu viskositas. Secara keseluruhan hasil
yang rendah menunjukkan kandungan penelitian telah memenuhi syarat mutu sesuai
mineral yang rendah. Semakin rendah kadar standar kitosan komersil dan SNI 7949:2013
abu yang dihasilkan maka mutu dan tingkat yang ditentukan, hal ini dilakukan agar dapat
kemurnian kitosan akan semakin tinggi. diaplikasikan sebagai media coating.
Derajat deasetilasi menunjukkan
mutu kitosan. Derajat deasetilasi dianalisis Karakterisasi Mutu Pascapanen
menggunakan analisis FTIR. Hasil analisis Umur Simpan
derajat deasetilasi pada penelitian ini sebesar Umur simpan merupakan faktor yang
80%. Hasil tersebut sesuai standar komersil dapat menentukan kualitas buah hingga
maupun SNI 7949:2013 yang menyatakan sampai kepada konsumen. Kualitas buah tidak
bahwa suatu bahan dinyatakan sebagai dapat diperbaiki, namun dapat diperlambat
kitosan apabila memiliki derajat deasetilasi penurunannya.
sebesar ≥70% dan ≥75%. Derajat deasetilasi
dijadikan sebagai indikator penghilangan
30
Nilai Susut Bobot
20
10
(%)
0
1 9 11 13 14 15
Umur Simpan (HSP)
penyimpanan buah sampai buah tersebut 3,8774. Nilai R2 sebesar 0,7131 artinya nilai
matang. Hossain dan Iqbal (2016) menyatakan mendekati 1 maka model regresi polinomial
bahwa pisang yang tidak dilapisi kitosan semakin baik (Walpole 1993). Hasil
memiliki nilai susut bobot tertinggi pengolahan data menggunakan uji korelasi
dibandingkan yang dilapisi kitosan selama pearson memiliki nilai 0,575** dan
penyimpanan. Pisang yang tidak dilapisi kitosan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya masih
memiliki susut bobot sebesar 19,2% dan pisang terdapat korelasi antara susut bobot dengan
yang dilapisi kitosan 1% memiliki susut bobot TSS buah walaupun interaksinya sedang
15,8% pada 10 hari penyimpanan. Perbedaan pada arah yang sama. Mushoffi (2014)
perlakuan kontrol (tanpa kitosan) dengan menyatakan bahwa pisang ambon yang
perlakuan coating kitosan yang digunakan dapat dilapisi kitosan tidak memiliki hubungan
mempengaruhi total weight loss pada buah yang signifikan terhadap nilai TSS buah.
pisang. TSS memiliki hasil yang fluktuatif selama
Interaksi susut bobot dengan diameter pada masa simpan pada buah klimaterik.
pisang Mas Kirana memiliki nilai y = -0,394x +
27,236 dan nilai R2 sebesar 0,7601. Nilai negatif Kelunakan Buah
pada koefisien x yang artinya setiap kenaikan Kelunakan buah dapat dideteksi secara
nilai susut bobot diikuti penurunan nilai kualitatif dengan cara menekan dengan jari
diameter. Keselarasan model regresi linier dapat maupun secara kuantitatif dengan
diterangkan dengan mengggunakan nilai R2, penetrometer. Hasil pengukuran kelunakan
semakin besar nilai tersebut maka model regresi buah sesuai perlakuan pada peneltian ini
linier semakin baik (Walpole 1993). Hasil dapat dilihat pada Gambar 3.
pengolahan data menggunakan uji korelasi
15,00
pearson memiliki nilai -0,872** dan (p<0,05)
Kelunakan Buah
25,00
komponen yang larut air sehingga total zat
pectin menurun kadarnya dan komponen 20,00
larut air akan meningkat jumlahnya dan 15,00
buah menjadi lunak (Muchtadi dan 10,00
Sugiyono 1992).
5,00
Interaksi kelunakan buah
dengan diameter pada pisang Mas Kirana 0,00
memiliki nilai y = -0,9627x + 27,31. Nilai 1 9 11 13 14 15
negatif pada koefisien x yang artinya Umur Simpan (HSP)
setiap kenaikan nilai kelunakan buah
diikuti penurunan nilai diameter. Nilai R2 Gambar 4 Diameter buah pada pisang Mas Kirana
sebesar 0,813 artinya nilai mendekati 1 sesuai perlakuan kontrol “a”, kitosan
maka model regresi linier semakin baik 1% “ab”, kitosan 2% “b”, kitosan 3%
“b”, huruf yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data berbeda nyata (p<0,05)
yaitu uji korelasi pearson memiliki nilai -
0,902** dan (p<0,05) (Lampiran 3)
Gambar 4 menunjukkan buah pisang Mas
artinya terjadi korelasi dan interaksi yang
Kirana kontrol memiliki diameter lebih kecil
sangat kuat antara kelunakan buah dengan
daripada buah dengan perlakuan coating kitosan.
diameter secara signifikan pada arah yang
Diameter pisang kontrol memiliki laju model regresi polinomial cukup buruk (Walpole
penurunan paling tinggi dibandingkan perlakuan 1993). Hasil pengolahan data menggunakan uji
coating. Hasil pengolahan data menggunakan uji korelasi pearson memiliki nilai -0,225 dan
anova single factor memiliki nilai sig 0,049 (p>0,05) (Lampiran 3) artinya tidak terjadi
(p<0,05) dan dilanjutkan uji duncan (Lampiran korelasi, tidak signifikan dan interaksinya lemah
3) sehingga perlakuan coating kitosan 1% dan antara diameter buah dengan TSS pada arah
2% memberikan pengaruh yang berbeda nyata yang berlawanan. Besarnya diameter buah tidak
terhadap kontrol diameter pisang Mas Kirana memiliki pengaruh terhadap TSS yang
yang dihasilkan. Pisang yang diberi perlakuan dihasilkan. Diameter buah menurut Prahardini et
nutrisi suplemen pada ujung tandan memperoleh al. (2010) dikategorikan sebagai parameter fisik
diameter rata–rata lebih besar dibandingkan dan total soluble solid (TSS) sebagai parameter
rata–rata diameter kontrol (Rachmadan 2015). kimiawi dalam menentukan mutu pada buah.
Interaksi diameter buah dengan susut bobot
pada pisang Mas Kirana memiliki nilai Total Soluble Solid (TSS)
persamaan fungsi y = -1,9292 + 55,188. Nilai 30 Total padatan terlarut (Total
negatif pada koefisien x yang artinya setiap 25
TSS (oBrix)
kenaikan diameter buah diikuti penurunan nilai 20
susut bobot. Nilai R2 sebesar 0,7601 artinya nilai 15
10
mendekati 1 maka model regresi linier semakin
5
baik (Walpole 1993). Hasil pengolahan data 0
yaitu uji korelasi pearson memiliki nilai - 1 9 11 13 14 15
0,872** dan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya Gambar 5 NilaiUmur
kelunakan buah
Simpan pada pisang
(HSP)
terjadi korelasi dan interaksi yang sangat kuat Mas Kirana kontrol (tanpa kitosan),
antara diameter buah dengan susut bobot secara jjkitosan 1%, kitosan 2%, kitosan 3%
signifikan pada arah yang berlawanan. Diameter
buah secara tidak langsung dapat menentukan Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai
nilai susut bobot pada buah yang dihasilkan. TSS pada pisang Mas Kirana semua
Diameter pisang Mas Kirana penelitian perlakuan relatif mengalami fluktuasi.
Prahardini et al. (2010) sebesar 3,06 cm yang Nilai TSS tertinggi yaitu perlakuan
berasal dari Lumajang, Jawa Timur. kontrol 11 HSP sebesar 27 oBrix.
Interaksi diameter buah dengan kelunakan Kategori nilai oBrix pada pisang antara
buah memiliki nilai y = -0,8443 + 23,915. Nilai lain rendah (8), rata-rata (10), tinggi (12)
negatif pada koefisien x yang artinya setiap dan bermutu (14) (Reams 2016). Hasil
kenaikan diameter buah diikuti penurunan pengolahan data menggunakan uji anova
kelunakan buah. Nilai R2 sebesar 0,8129 artinya single factor memiliki nilai sig 0,960
nilai mendekati 1 maka model regresi linier (p>0,05) (Lampiran 3) sehingga
semakin baik (Walpole 1993). Hasil pengolahan perlakuan coating memberikan pengaruh
data yaitu uji korelasi pearson memiliki nilai - yang tidak berbeda nyata terhadap TSS
0,902** dan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya buah yang dihasilkan. Buah yang tidak
terjadi korelasi dan interaksi yang sangat kuat dilapisi (kontrol) memiliki nilai TSS yang
antara diameter buah dengan kelunakan buah paling tinggi dibandingkan dengan
secara signifikan pada arah yang berlawanan. perlakuan pelapisan kitosan (coating)
Diameter buah secara tidak langsung dapat terlihat pada 9 HSP dan 11 HSP. Winarno
menentukan nilai kelunakan buah yang dan Wiratakusumah (1981) menyatakan
dihasilkan. Kelunakan buah akan meningkat bahwa padatan terlarut total (TSS)
seiring dengan proses pematangan (Pantastico et menunjukkan adanya kandungan gula
al. 1989). dianalisis dari perbandingan kadar gula
Interaksi diameter buah dengan TSS pada dan asam (sugar acid ratio) dapat
pisang Mas Kirana memiliki nilai y = -0,066x3 + digunakan sebagai indeks mutu. Semakin
3,8822x2 – 74,498x + 484,19. Nilai R2 sebesar tinggi nilai perbandingan kadar gula dan
0,4321 artinya nilai sangat jauh dari 1 maka asam maka mutu buah semakin baik pula.
Peningkatan nilai TSS terjadi akibat masih tejadi korelasi antara TSS dengan
kandungan glukosa dan fruktosa dengan kelunakan buah walaupun interaksinya
bantuan enzim-enzim yang terdapat di tergolong sedang. Mushoffi (2014)
dalam buah pisang meningkat. menyatakan bahwa nilai TSS buah pada
Kandungan gula yang terdapat pada pisang ambon penelitian yang dilapisi
pisang Mas Kirana penelitian Prahardini kitosan tidak terdapat hubungan
et al. (2010) sebesar 20%. Kandungan signifikan terhadap kelunakan buah yang
gula yang tinggi dapat mempengaruhi rasa dihasilkan. Nilai TSS buah berfluktuasi
buah menjadi manis. selama penyimpanan pascapanen buah
Interaksi TSS dengan susut bobot pisang.
pada pisang Mas Kirana memiliki nilai y
= 0,004x3 – 0,2801 + 5,9206x - 23,626. Laju Respirasi Buah
Nilai R2 sebesar 0,6871 artinya nilai jauh Pisang sebagai buah klimakterik ditandai
dari 1 sehingga model regresi polinomial dengan peningkatan respirasi pada proses
dapat dikatakan tidak baik (Walpole pematangan. Klimakterik merupakan suatu
1993). Hasil pengolahan data kenaikan produksi CO2 secara mendadak.
menggunakan uji korelasi pearson Klimakterik juga diartikan sebagai perubahan
memiliki nilai -0,575** dan (p<0,05) fisik, kimia, fisiologis dan metabolisme yang
(Lampiran 3) artinya masih terdapat terjadi seiring dengan peningkatan laju respirasi.
korelasi antara TSS dengan susut bobot Proses metabolisme utama yang terjadi pada
buah walaupun memiliki interaksi sedang buah maupun sayuran yang dipanen adalah
pada arah yang sama. Mushoffi (2014) respirasi. Proses respirasi terjadi pemecahan
menyatakan bahwa TSS buah pada pisang senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
ambon yang dilapisi kitosan tidak (CO2, air, dan energi) (Kader 1992). Hasil
memiliki hubungan signifikan terhadap pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana
susut bobot buah yang dihasilkan. sesuai dapat dilihat pada Gambar 6.
Interaksi TSS dengan susut bobot
pada pisang Mas Kirana memiliki nilai y 120
Laju respirasi (mg
100
= -0,0015x3 + 0,1146x2 – 2,3889x +
CO2/Kg/Jam)
80
35,612. Nilai R2 sebesar 0,4293 artinya
60
nilai jauh dari 1 sehingga model regresi 40
polinomial dapat dikatakan tidak baik 20
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data 0
menggunakan uji korelasi pearson yaitu - 24 48 72 96 120
0,225 dan (p>0,05) (Lampiran 3) artinya Waktu (jam)
tidak tejadi korelasi antara TSS dengan
diameter buah karena memiliki hubungan Gambar 6 Laju respirasi pisang Mas Kirana sesuai
yang lemah dan tidak signifikan. Mushoffi perlakuan coating kitosan
(2014) menyatakan bahwa TSS buah pada Kontrol “a”, kitosan 1% “ab”, kitosan 2%
pisang ambon yang dilapisi kitosan tidak “bc”, kitosan 3% “c”, huruf yang berbeda (a,b,c,d)
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
terdapat hubungan signifikan terhadap
diameter buah yang dihasilkan.
Gambar 6 menunjukkan bahwa laju
Interaksi TSS dengan kelunakan
respirasi pada pisang Mas Kirana semua
buah pada pisang Mas Kirana memiliki
perlakuan mengalami peningkatan dari 24
nilai y = -0,0002x3 - 0,0309x2 + 1,2858x
hingga 120 jam. Laju repirasi tertinggi terdapat
– 5,2599. Nilai R2 sebesar 0,6088 artinya
pada perlakuan kontrol selama 120 jam sebesar
nilai jauh dari 1 maka model regresi
108,16 mg CO2/kg/jam dan terendah yaitu
polinomial yang diperoleh tidak baik
perlakuan coating kitosan 3% sebesar 71,77 mg
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data
CO2/kg/jam. Hasil pengolahan data
menggunakan uji korelasi pearson sebesar
menggunakan uji anova single factor memiliki
0,472* dan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya
\
KESIMPULAN
Kitosan yang diperoleh dari karapas udang
vaname (L. vannamei B.) telah memiliki
karakteristik sesuai standar komersil maupun
standar SNI 7949:2013 terutama dalam bidang
pangan. Perlakuan coating kitosan 2% pada
pisang Mas Kirana memiliki karakteristik mutu
pascapanen dan hasil morfologi kulit luar pisang
Mas Kirana (SEM).
tikus sprague dawley. [skripsi]. Bogor (ID): protein meat analog. Journal Food
Institut Pertanian Bogor. Science. 67(1):1066-1072.
Dwidjoseputro. 1992. Pengantar Fisiologi Li Yu. 2000. Effect of chitosan on
Tumbuhan. Jakarta (ID): Gramedia. incidence of brown rot, quality and
[FAO] Food Agricultural Organization. 2016. physiological attributes of postharvest
Globefish Highlights: a Quarterly Update on peach fruit. Journal of the Science of
World Seafood Markets [Internet]. [diunduh Food and Agriculture. 81(2):269-274.
2017 Sep 19]. Tersedia pada: Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu
http://fao.org/in- Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta
action/globefish/publications. (ID): PAU IPB.
Han, Zhao, Leonard, Traber. 2004. Edible Mushoffi FZ. 2014. Pengaruh pelapisan
coating to improve storability and enhance kitosan terhadap daya simpan buah
nutritional value of fresh and frozen pisang ambon [skripsi]. Bogor (ID):
strawberries and raspberries. Journal Institut Pertanian Bogor.
Postharvest Biology Technology. 32(1):67- Mulyana E. 2011. Studi pembungkus
78. bahan oksidator etilen dalam
Hossain, Iqbal. 2016. Effect of shrimp shrimp penyimpanan pascapanen pisang raja
chitosan coating on postharvest quality of bulu (Musa sp. AAB GROUP)
banana (Musa sapientum L.) fruits. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
International Food Research Journal. Pertanian Bogor.
23(1):277-283. Muyonga JH, Cole CG, Duodu KG. 2004.
Jinasena D, Pathirathna P, Wickramarachchi S, Characterisation of acids soluble
Marasinghe E. 2011. Effect of chitosan collagen from skins of young and
(unirradiated and irradiated) treatment on adulti Nileperch (Lates niloticus).
anthracnose disease and its potential to Food Chemistry. 85(1): 81-89.
increase the shelf life of “Embul” banana. Nadia LM, Suptijah P, Ibrahim B. 2014.
International Journal of Environmental Produksi dan karakterisasi nano
Science and Development. 2(4):248-252. kitosan dari cangkang udang windu
Kader AA. 1992. Postharvest Technology of dengan metode gelasi ionik. Jurnal
Horticultural Crops. California (US): Masyarakat Pengolahan Hasil
Oakland Press. Perikanan. 17(2):119-126.
________. 2008. Maturity and quality-banana Nurlatifah, Cakrawati D, Nurcahyani PR.
ripening chart [Internet]. [diunduh 2017 Jun 2017. Aplikasi edible coating dari pati
8]. Tersedia pada: umbi porang dengan penambahan
http://postharvest.ucdavis.edu/Produce/Pro ekstrak lengkuas merah pada buah
duce Facts/Fruit/banana.html. langsat. Edufortech. 2(1):7-14.
Kittur FS, Kumar KR, Tharanathan RN. 1998. Pantastico EB, Matto AK, Phan CT. 1989.
Functional packaging properties of chitosan Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan
films. Unters Forsch. A206: 44-47. Pemanfaatan Buah-Buahan, Sayur-
Khamid MB, Kurniawati A, Kasutjianingati. Sayuran Tropika dan Sub Tropika.
2016. Pengaruh pemberongsongan terhadap Kamaryani, penerjemah. Yogyakarta
serta tingkat serangan hama penyakit buah (ID): UGM Pr. Terjemahan dari:
pisang tanduk (Musa paradisiaca var. Postharvest Physiology, Handling and
Typica, AAB Group). Jurnal Agrotek Utilization Tropical, Sub-Tropical
Indonesia. 1(2):99-104. Fruits and Vegetables.
Lin S, Huff HF, Hsieh F. 2002. Extruction Prahardini PE, Yuniarti, Krismawati A.
process parameter, sensory 2010. Karakterisasi varietas unggul
characteristics and structural pisang Mas Kirana dan Agung Semeru
properties of a hight moisture soy di kabupaten Lumajang. Plasma
Nutfah. 2(16):126-133.