Anda di halaman 1dari 15

JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi DOI: http://

KARAKTERISASI DAN APLIKASI KITOSAN UDANG VANAME (Litopenaeus


vannamei B.) DARI SERAM UTARA, MALUKU SEBAGAI COATING PADA
PISANG MAS KIRANA (Musa sp. AA Group)

Dwi Darmawan*, Pipih Suptijah*, dan Winarso Drajad Widodo**


*Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, **Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Kampus IPB Darmaga, Jalan Agatis, Bogor 16680 Jawa Barat
Telepon (0251) 8622909-8622906, Faks. (0251) 8622915
*Korespodensi: darmawanwii@gmail.com
Diterima: 2017/ Disetujui: 2017

Abstrak
Karapas udang vaname merupakan salah satu sumber kitosan yang potensial. Kitosan dapat
diaplikasikan sebagai pelapis pada pisang Mas Kirana untuk menghambat kemunduran mutu. Tujuan
penelitian ini adalah untuk analisis karakteristik mutu kitosan dari karapas udang vaname, menentukan
perlakuan terbaik dari persentase coating kitosan (kontrol/tanpa coating; 1%; 2% & 3%) dan interaksi
berdasarkan karakteristik mutu pascapanen, mikrostruktur (SEM) serta uji hedonik yang mempengaruhi
pascapanen pisang Mas Kirana. Kitosan diperoleh melalui proses deproteinisasi, demineralisasi dan
deasetilasi. Metode untuk analisis derajat deasetilasi (DD) kitosan adalah fourier transform infra red (FTIR).
Rendemen kitosan yang dihasilkan adalah 22% dengan karakteristik berwarna putih, berbentuk serbuk,
memiliki kadar air 8,43%, kadar abu 0,38%, DD 80% dan viskositas 205 cP. Perlakuan pelapis kitosan 2%
dan 3% mampu memperlambat kemunduran mutu pisang Mas Kirana berdasarkan parameter–parameter
pascapanen dan mikrostruktur kulit pisang.

Kata kunci: karapas udang, kitosan, FTIR, pisang Mas Kirana dan pelapis kitosan

Characterization and Application of White Leg Shrimp Chitosan From Seram Utara
Island, Moluccas As Coating For Mas Kirana Banana
Abstract
Vaname shrimp shell is one of the potensial chitosan resources. Chitosan can be expected as coating
on Mas Kirana banana to inhibit shelf life deterioration. The purpose of this research to analyze chitosan
characterization quality from shrimp shell, choose the best treatment of percentage chitosan coating
(control, 1%, 2%, 3%) and interaction based on postharvest characterization quality, microstructure (SEM)
also preference test which influencing postharvest Mas Kirana banana. Chitosan can be obtain from
deproteinization, demineralization, and deacetylization process. Analyzing method of chitosan
deacetylization degree (DD) used fourier transform infra red (FTIR). Based on the results chitosan is 22%
with white characterization, powder shape, 8,43 % moisture content, 0,38% ash content, 80% DD, and 205
cP viscosity. Coating treatment of 2% and 3% chitosan can postpone Mas Kirana banana quality based on
postharvest parameters also microstructure of skin banana.

Keywords: shrimp shell, chitosan, FTIR, Mas Kirana banana and chitosan coating

PENDAHULUAN peningkatan jumlah limbah udang masih


Negara Indonesia memperoleh merupakan masalah yang perlu dicarikan
kategori top five pengekspor udang dalam upaya pemanfaatannya. Limbah udang dapat
perdagangan internasional pada tahun 2016 meningkatkan nilai tambah pada usaha
antara lain India, Vietnam, Ekuador, pengolahan udang, akan tetapi juga dapat
Indonesia dan Thailand (FAO 2016). menanggulangi masalah pencemaran
Swastawati et al. (2008) menyatakan bahwa lingkungan yang ditimbulkan, terutama

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

masalah bau yang dikeluarkan serta estetika menutup kemungkinan ke pasar Uni Eropa,
lingkungan yang kurang bagus. Limbah Rusia, dan Eropa Timur (Rohmah 2016).
udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan Pisang merupakan buah tropika yang
udang berasal dari kepala, kulit, dan ekornya. cukup terkenal di masyarakat luas Suseno et
Kulit udang mengandung protein (25%-40%), al. (2014). Pisang memiliki kandungan nutrisi
kitin (15%-20%) dan kalsium karbonat (45%- dan mineral yang menguntungkan bagi
50%). Suptijah et al. (2011) menyatakan kesehatan. Vitamin C yang terdapat dalam
bahwa kulit udang sebagai salah satu bahan kandungan pisang memiliki kandungan
baku penghasil kitin dan kitosan. Kitosan antioksidan lebih dari 15%. Pisang pada
menurut Tran et al. (2013) merupakan sebuah umumnya dipanen setelah matang merata
amino polisakarida panjang yang diperoleh untuk konsumsi dan disimpan di suhu ruang.
dari proses deasetilasi kitin. Kitin berasal dari Selama penyimpanan, buah pisang mudah
eksoskeleton crustacea yang jumlahnya mengalami kemunduran mutu selama proses
melimpah di alam. kematangan. Edible coating merupakan salah
Kitosan menurut Suseno et al. (2014) satu metode memperpanjang umur simpan
merupakan polisakarida yang diperoleh dari pascapanen. Hossain dan Iqbal (2016)
proses deasetilasi menggunakan bahan alkali menyatakan bahwa proses pembusukan
berasal dari bahan baku kitin. Aplikasi dari pisang pada umumnya dipengaruhi oleh
kitosan sebagai edible coating yang temperatur yang tinggi, kelembaban,
menjanjikan dalam meningkatkan kualitas ketidaksesuaian penanganan pascapanen dan
dan memperpanjang umur simpan dari buah. ketidakoptimalan teknologi pascapanen.
Pelapisan digunakan pada permukaan buah Kebusukan pada buah menyebabkan
untuk menghambat kebusukan buah, selain perubahan fisiologis antara lain penyusutan
itu chitosan - edible coatings digunakan bobot akibat respirasi, transpirasi, perubahan
sebagai bahan baku yang aman pada tekstur, dan rentan terhadap pengaruh
makanan. Ali et al. (2011) menyatakan bahwa mikroba misalnya kebusukan yang terjadi
penyimpanan pascapanen diperlukan selama transportasi ke pasar sehingga
prosedur yang tepat guna mengurangi mempengaruhi pendapatan petani, importer,
kemunduran kualitas dari proses dan retailers.
dekomposisi. Kitosan memiliki struktur kimia
yang dekat dengan selulosa, selain itu sudah BAHAN DAN METODE
sejak lama dimanfaatkan untuk mencegah Bahan dan Alat
kemunduruan mutu pada perishable foods Bahan utama yang digunakan pada
terutama untuk mengurangi dehidrasi dan penelitian ini adalah limbah karapas udang
respirasi berdasarkan kualitas teksturnya. dari PT Tirta Investama Seram Utara Maluku,
Volume eskpor pisang Indonesia pisang Mas Kirana yang diperoleh dari PTPN
tertinggi dicapai pada tahun 2014 yaitu VIII Parakansalak Sukabumi, NaOH (Tjiwi
sebesar 26.694 ton. Negara tujuan utama Kimia), HCl (Merck), asam asetat (Merck),
ekspor pisang Indonesia dalam bentuk segar akuades (Sanismart), dan asam askorbat
adalah Cina dengan volume ekspor sebesar (Vitalong C).
7.847 ton (35,17%) pada tahun 2015. Negara Alat yang digunakan dalam penelitian ini
tujuan ekspor pisang Indonesia berikutnya diantaranya timbangan analitik, gelas ukur,
didominasi oleh negara - negara di kawasan thermocouple (TM902C), mini grinder
Timur Tengah maupun Asia antara lain Arab (Aishuka, Japan), Fourier Transform Infra
Saudi (3.499 ton), Jepang (2.968 ton), Red (Bruker Tensor 37, USA), Scanning
Malaysia (2.847 ton), Uni Emirat Arab (2.763 Electron Microscopy (Zeiss, Germany),
ton), dan Kuwait (2.342 ton). Fenomena ini, magnetic stirrer (Yamato MD-41, Japan), hot
maka perlu kiranya dilakukan upaya-upaya plate (Thermolyne Nouva, USA), spinbar,
terobosan untuk meningkatkan ekspor pisang viscometer brookfield TV-10 (Toki Sangyo
Indonesia melalui penetrasi pasar ke negara- Co. Ltd, Singapore), freeze dryer (Snijders
negara di Timur Tengah dan Asia serta tidak scientific, Holand), spektrofotometri UV-Vis
double beam (Shimadzu 1201, Japan),

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

cosmotector (Cosmos, China), hand ukuran serbuk menggunakan mini grinder


refractrometer (Atago, Japan), jangka sorong (Aishuka, Japan) selama 30 menit.
digital, dan penetrometer (Setamatic, UK).
Pembuatan Coating
Metode Penelitian Pembuatan coating pada penelitian ini
Penelitian ini dilakukan dalam empat sesuai penelitian Jinasana et al. (2011)
tahap yaitu preparasi bahan baku karapas meliputi perlakuan kontrol (tanpa kitosan),
udang vaname, pembuatan kitosan, kitosan dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%
pembuatan coating, aplikasi coating, (b/v) dilarutkan dengan asam asetat 1%.
karakterisasi mutu kitosan dan karakterisasi Larutan tersebut disaring menggunakan
mutu pascapanen. kertas saring, diaduk menggunakan magnetic
stirrer, dan 1 buah spinbar selama 15 menit di
Preparasi Bahan Baku dalam beaker glass sesuai perlakuan coating
Bahan baku yang digunakan dalam secara bergantian. ngan asam asetat.
penelitian ini adalah karapas udang vaname
(L. vannamei B.) yang diperoleh dari PT Karakterisasi Mutu Kitosan
Wahana Lestari Investama Seram Utara, Karakterisasi kitosan yang dilakukan
Maluku. Preparasi bahan baku dimulai dari terdiri dari analisis rendemen (BSN 1992),
pencucian karapas udang hingga benar–benar kadar air (AOAC 2005), kadar abu (AOAC
bersih dari daging, lendir, dan pengotor 2005), derajat deasetilasi (Muyonga et al.
lainnya. Bahan baku yang sudah dicuci 2004) dan uji viskositas (Nadia et al. 2004).
kemudian dijemur dibawah sinar matahari
hingga kering dengan suhu sekitar 37oC Karakterisasi Mutu Pascapanen
selama 48 jam. Karaakterisasi mutu pascapanen pada
pisang Mas Kirana meliputi umur simpan
Pembuatan Kitosan (Kader 2008), susut bobot (Nurlatifah et al.
Pembuatan kitosan menurut Suptijah 2017), kelunakan buah (Mulyana 2011),
(2011) terdiri dari proses pencucian, diameter buah (Khamid et al. 2016), total
deproteinisasi, netralisasi, demineralisasi, soluble solid (°Brix) (Mulyana 2011), laju
netralisasi hingga menghasilkan kitin, respirasi (Yulyana 2015), vitamin C (Wardani
kemudian dilanjutkan dengan proses 2012), dan mikrostruktur pada kulit pisang
deasetilasi untuk memperoleh kitosan. Proses (Lin et al 2002).
deproteinisasi yaitu penghilangan komponen
protein dengan menambahkan NaOH 3N Analisis Data
dengan perbandingan 1:10 (b/v) dan Data dianalisis secara deskriptif dan
didiamkan di suhu ruang kemudian statistika menggunakan analisis ragam
dipanaskan pada suhu 90ºC selama 1 jam. oneway ANOVA menggunakan SPSS
Proses demineralisasi yaitu penghilangan (Statistical Product and Service Solutions) 22.
komponen mineral dengan menambahkan Apabila hasil analisis ragam perlakuan
HCl 1N dengan perbandingan 1:7 (b/v) dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
didiamkan di suhu ruang kemudian (tolak H0), maka dilanjutkan dengan uji lanjut
dipanaskan pada suhu 90ºC selama 1 jam. Duncan. Beberapa parameter pascapanen
Netralisasi yaitu pencucian dengan akuades pisang Mas Kirana meliputi susut bobot,
hingga pH netral (pH7). Proses deasetilasi diameter, TSS, dan kelunakan buah dilakukan
yaitu dengan mencampurkan NaOH 50% (500 uji korelasi Pearson menurut Budiawati et al.
g NaOH) perbandingan 1:10 (b/v) dan (2010) menggunakan SPSS (Statistical
direndam, kemudian dipanaskan pada suhu Product and Service Solutions) 22 dilanjutkan
140ºC selama 1 jam, diikuti dengan pencucian dengan klasifikasi korelasi parsial.
kembali dengan akuades hingga pH netral dan
diperoleh kitosan. Kitosan yang diperoleh
selanjutnya dikeringkan dengan oven dengan
suhu 30-40ºC sekitar 24 jam, lalu dijadikan

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

HASIL DAN PEMBAHASAN larutan HCl ditambahkan pada sampel. Proses


Rendemen Kitosan deproteinasi menyebabkan kandungan protein
Kitosan karapas udang merupakan yang terkandung dalam kulit udang larut
turunan kitin yang terbentuk dari hasil dalam basa sehingga protein yang terikat
ekstraksi karapas udang melalui proses secara kovalen pada gugus fungsi kitin akan
deasetilisasi atau penghilangan gugus asetil terpisah. Penggunaan larutan NaOH dengan
yang menghasilkan gugus amina bebas. konsentrasi dan suhu yang tinggi semakin
Rendemen kitosan merupakan presentase efektif dalam menghilangkan protein, serta
kitosan yang dihasilkan dari berat bahan baku proses pengadukan dan pemanasan bertujuan
awal, semakin besar rendemen yang untuk mempercepat pengikatan ujung rantai
dihasilkan maka semakin baik proses yang protein dengan NaOH sehingga proses
dilakukan. Efisiensi dan efektivitas proses degradasi dan pengendapan protein
dapat dilihat dari besar rendemen yang berlangsung sempurna.
dihasilkan. Kitosan dari karapas udang dalam
penelitian diperoleh rendemen 22% dengan Karakterisasi Kitosan Udang Vaname
kenampakan warna putih. Rendemen kitosan Kitosan yang digunakan dalam penelitian
udang yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu kitosan yang diisolasi dari bahan
Suptijah et al. (2012) kitosan yaitu antara 20- baku karapas udang vaname (Litopenaeus
30%. Hasil rendemen dari bahan baku lainnya vannamei B.). Karakteristik kitosan karapas
misalnya endoskeleton cumi-cumi sebesar 25- udang yang dihasilkan meliputi warna,
30% pada penelitian (Darmawan 2015). bentuk, kadar air (%), kadar abu (%), derajat
Karapas udang pada penelitian (Suptijah et al. deasetilasi (%) dan viskositas. Karakteristik
2011) sebesar 13,77%. Rendemen yang kitosan karapas udang vaname (Litopenaeus
dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, vannamei B.) dapat dilihat pada Tabel 1.
diantaranya kandungan kitin pada bahan,
proses demineralisasi, deproteinisasi, Tabel 1 Karakteristik Kitosan
deasetilisasi, pengadukan, suhu serta waktu Spesifikasi Hasil Kitosan SNI
yang digunakan. Konsentrasi larutan NaOH Penelitian Komersil 7949:2
1
yang tinggi mempengaruhi gugus asetil dan 013
nilai derajat deasetilnya akan semakin tinggi. Warna Putih Putih Putih
Bentuk Serbuk Serbuk Serbuk
Suhu yang tinggi akan menjadikan struktur Kadar air 8,43% ≤ 10% ≤ 12%
dari bahan menjadi komponen yang lebih (%bk)
kecil dan ringan akibatnya akan mudah hilang Kadar abu 0,38% ≤ 2% ≤ 1%
pada proses penetralan dengan pencucian (%bk)
menggunakan akuades secara berulang Derajat 80% ≥70% ≥75%
sehingga membuat rendemen yang dihasilkan deasetilasi
Viskositas 205 cP Medium -
semakin berkurang. (Kitosan 200-799
Penelitian Agustina et al. (2015) yang 1%) cP
menyatakan bahwa pada proses Keterangan: 1Nadia et al. (2014)
demineralisasi bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik atau Tabel 1 menunjukkan karakteristik
kandungan mineral utamanya CaCO3 dan kitosan hasil penelitian meliputi spesifikasi
Ca3(PO4)2 dalam jumlah kecil, mineral yang warna putih, berbentuk serbuk, kadar air
terkandung dalam kulit udang lebih mudah 8,43%, kadar abu 0,38% dan derajat
dipisahkan dibandingkan dengan protein deasetilisasi 80% sudah memenuhi standar
karena hanya terikat secara fisik. Proses yang komersil maupun SNI 7949:2013 terutama
terjadi pada tahap demineralisasi adalah dalam bidang teknologi pangan misalnya seed
mineral yang terkandung dalam kulit udang and fruit coating. Nilai viskositas kitosan
bereaksi dengan HCl sehingga terjadi menurut Nadia et al. (2014) dikategorikan 4
pemisahan mineral. Proses pemisahan bagian antara lain rendah (<200 cP), medium
mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas (200-799cP), tinggi (800-2000cP) dan ekstrak
CO2 berupa gelembung udara pada saat

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

tinggi (>2000cP). Penelitian Struszczyk gugus asetil (COCH3) yang terdapat pada
(2002) menyatakan bahwa nilai viskositas kitin. Kitin yang mengalami proses deasetilasi
dapat mempengaruhi derajat deasetilasi yang disebut kitosan. Derajat deasetilasi yang
dihasilkan sehingga aplikasinya dapat tinggi menunjukkan kemurnian dari kitosan
berbeda. Kadar air dipengaruhi oleh proses yang dihasilkan (Suptijah et al. 2012). Derajat
pengeringan, tempat pengeringan dan waktu deasetilasi kitosan menurut Rochima (2014)
pengeringan, semakin lama waktu yang juga dipengaruhi oleh konsentrasi natrium
digunakan maka semakin kecil kadar air yang hidroksida (NaOH) dan suhu proses.
dikandung oleh kitosan, semakin besar Konsentrasi larutan natrium hidroksida
permukaan wadah yang digunakan akan (NaOH) diatas 40% akan memutuskan ikatan
mempercepat waktu pengeringan serta antar gugus karboksil dengan atom nitrogen
meminimalisir kandungan kadar air yang ada dari kitin yang memiliki struktur kristal tebal
di kitosan. Penelitian Zahiruddin et al. (2008) dan panjang.
menyatakan bahwa presentase kadar air Viskositas merupakan kekentalan
kitosan dipengaruhi oleh proses pengeringan suatu bahan yang diukur dengan
dan lama pengeringan, jumlah kitosan yang menggunakan alat viscometer. Prinsip
dikeringkan serta luas permukaan tempat viskositas menurut Warsito et al. (2012)
kitosan dikeringkan. dipergunakan dalam menghitung viskositas
Abu adalah zat anorganik sisa hasil secara eksperimen menggunakan metode
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan putar yaitu dengan memasukkan penghambat
abu dan komposisinya tergantung dari jenis ke dalam fluida dan kemudian diputar.
bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu Semakin lambat putaran penghambat tersebut
menunjukkan kandungan mineral yang maka semakin tinggi nilai viskositasnya.
terdapat pada suatu bahan. Kadar abu kitosan Hasil penelitian viskositas kitosan sebesar
hasil penelitian sebesar 0,38%. Hasil kadar 205 cP kategori medium pada kitosan
abu kitosan yang dihasilkan memenuhi komersil sesuai penelitian Nadia et al. (2014).
standar komersil dan SNI 7949:2013 yaitu Anward et al. (2013) menyatakan bahwa
≤2% dan ≤1%. Hasil kadar abu tersebut tidak viskositas larutan yang tinggi dipengaruhi
berbeda jauh dengan hasil penelitian oleh tingginya konsentrasi larutan kitosan.
Zahiruddin et al. (2008) yaitu 0,31%. Kadar Menurut Prisiska (2012) viskositas memiliki
abu merupakan parameter untuk mengetahui hubungan positif dengan konsentrasi larutan
mineral yang terkandung dalam suatu bahan kitosan. Semakin tinggi konsentrasi larutan
yang mencirikan keberhasilan proses kitosan dalam asetat 0,1 M semakin tinggi
demineralisasi yang dilakukan. Kadar abu viskositas. Secara keseluruhan hasil
yang rendah menunjukkan kandungan penelitian telah memenuhi syarat mutu sesuai
mineral yang rendah. Semakin rendah kadar standar kitosan komersil dan SNI 7949:2013
abu yang dihasilkan maka mutu dan tingkat yang ditentukan, hal ini dilakukan agar dapat
kemurnian kitosan akan semakin tinggi. diaplikasikan sebagai media coating.
Derajat deasetilasi menunjukkan
mutu kitosan. Derajat deasetilasi dianalisis Karakterisasi Mutu Pascapanen
menggunakan analisis FTIR. Hasil analisis Umur Simpan
derajat deasetilasi pada penelitian ini sebesar Umur simpan merupakan faktor yang
80%. Hasil tersebut sesuai standar komersil dapat menentukan kualitas buah hingga
maupun SNI 7949:2013 yang menyatakan sampai kepada konsumen. Kualitas buah tidak
bahwa suatu bahan dinyatakan sebagai dapat diperbaiki, namun dapat diperlambat
kitosan apabila memiliki derajat deasetilasi penurunannya.
sebesar ≥70% dan ≥75%. Derajat deasetilasi
dijadikan sebagai indikator penghilangan

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

Umur simpan terpendek diperoleh pada dibandingkan perlakuan pisang coating


perlakuan kontrol pada pisang Mas Kirana masih terdapat warna kuning pada bagian
yaitu 9 HSP. Umur simpan diperoleh pada kulitnya. Kitosan dapat mengontrol
perlakuan dengan kitosan baik 1%, 2% & pertukaran gas, perubahan fisiologi,
3% yaitu 11 HSP. Hasil penelitian tersebut mikrobiologi, dan fisikokimia pada buah
sesuai dengan penelitian Hossain dan Iqbal (Kittur et al. 1998). Kitosan menurut Li
(2016) bahwa hasil coating kitosan pada dan Yu (2000) dapat menekan laju
pisang Raja Sereh (Musa sapientum) dapat respirasi dan menunda kematangan
memperpanjang umur simpan dan terlihat (ripening) pada pascapanen buah terutama
perbedaan hasil yang berbeda nyata antara pada umur simpan buah.
kontrol (tanpa kitosan) dengan kitosan.
Sutowijoyo dan Widodo (2013) Susut Bobot
menyatakan bahwa buah yang dipanen Susut bobot terjadi karena proses respirasi
lebih awal memiliki daya simpan lebih dan transpirasi. Pisang merupakan buah
panjang dibandingkan dengan buah yang klimakterik yang masih melakukan proses
dipanen lebih lama. Hasil pegamatan umur fisiologi setelah dipanen. Hasil pengukuran susut
simpan dapat dilihat pada Gambar 1. bobot buah sesuai perlakuan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 2.

30
Nilai Susut Bobot

20
10
(%)

0
1 9 11 13 14 15
Umur Simpan (HSP)

Gambar 2 Nilai susut bobot pada pisang Mas Kirana


Gambar 1 Pengamatan umur simpan pisang sa kontrol (tanpa kitosan), kitosan 1%, kitosan
Mas Kirana sesuai perlakuan P0 (Kontrol), P1 2%, kitosan 3%
(Kitosan 1%), P2 (Kitosan 2%), P3 (Kitosan
3%) HSP: Hari Setelah Panen. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai susut
bobot pada pisang Mas Kirana perlakuan kontrol
Gambar 1 terlihat bahwa 9 HSP lebih tinggi daripada perlakuan coating kitosan.
pada pisang Mas Kirana kontrol (P0) telah Nilai susut bobot tertinggi yaitu perlakuan
memasuki indeks kematangan pisang kontrol 15 HSP sebesar 23,86 dan nilai susut
skala 6, berbeda dengan perlakuan coating bobot terendah pada perlakuan control 1 HSP
P1 dengan skala 5, P2 dan P3 dengan skala sebesar 0,14. Hasil pengolahan data dengan uji
3. Pisang pada 11 HSP perlakuan anova single factor memiliki nilai sig 0,227
kontrol/tanpa kitosan telah melewati batas (p>0,05) sehingga perlakuan coating
indeks kematangan dengan skala 7 (rotten) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan coating terhadap nilai susut bobot yang dihasilkan.
baik P1, P2, dan P3 masih dalam skala 6. Sumber energi yang digunakan buah setelah
Pisang pada 13 HSP hingga 14 HSP untuk dipanen bersumber dari cadangan makanan pada
semua perlakuan terjadi proses buah. Hilangnya substrat dan air tersebut tidak
pematangan (ripening) ditandai bercak dapat digantikan sehingga kerusakan mulai
kehitaman pada kulit pisang. Pisang pada timbul (Wills et al. 1981). Susut bobot buah
15 HSP perlakuan kontrol/tanpa kitosan menurut Widodo et al. (2012) berkenaan dengan
telah mengalami kebusukan total banyaknya air yang hilang akibat proses
(blackened) ditandai warna hitam pekat transpirasi melalui pori-pori buah. Susut bobot
pada kulit dan bau tidak sedap buah mengalami peningkatan selama

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

penyimpanan buah sampai buah tersebut 3,8774. Nilai R2 sebesar 0,7131 artinya nilai
matang. Hossain dan Iqbal (2016) menyatakan mendekati 1 maka model regresi polinomial
bahwa pisang yang tidak dilapisi kitosan semakin baik (Walpole 1993). Hasil
memiliki nilai susut bobot tertinggi pengolahan data menggunakan uji korelasi
dibandingkan yang dilapisi kitosan selama pearson memiliki nilai 0,575** dan
penyimpanan. Pisang yang tidak dilapisi kitosan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya masih
memiliki susut bobot sebesar 19,2% dan pisang terdapat korelasi antara susut bobot dengan
yang dilapisi kitosan 1% memiliki susut bobot TSS buah walaupun interaksinya sedang
15,8% pada 10 hari penyimpanan. Perbedaan pada arah yang sama. Mushoffi (2014)
perlakuan kontrol (tanpa kitosan) dengan menyatakan bahwa pisang ambon yang
perlakuan coating kitosan yang digunakan dapat dilapisi kitosan tidak memiliki hubungan
mempengaruhi total weight loss pada buah yang signifikan terhadap nilai TSS buah.
pisang. TSS memiliki hasil yang fluktuatif selama
Interaksi susut bobot dengan diameter pada masa simpan pada buah klimaterik.
pisang Mas Kirana memiliki nilai y = -0,394x +
27,236 dan nilai R2 sebesar 0,7601. Nilai negatif Kelunakan Buah
pada koefisien x yang artinya setiap kenaikan Kelunakan buah dapat dideteksi secara
nilai susut bobot diikuti penurunan nilai kualitatif dengan cara menekan dengan jari
diameter. Keselarasan model regresi linier dapat maupun secara kuantitatif dengan
diterangkan dengan mengggunakan nilai R2, penetrometer. Hasil pengukuran kelunakan
semakin besar nilai tersebut maka model regresi buah sesuai perlakuan pada peneltian ini
linier semakin baik (Walpole 1993). Hasil dapat dilihat pada Gambar 3.
pengolahan data menggunakan uji korelasi
15,00
pearson memiliki nilai -0,872** dan (p<0,05)
Kelunakan Buah

(Lampiran 3) artinya terjadi korelasi dan 10,00


(mm/g/s)

interaksi yang sangat kuat antara susut bobot 5,00


dengan diameter buah secara signifikan pada
0,00
arah yang berlawanan. Penelitian Widodo et al. 1 9 11 13 14 15
(2010) menyatakan bahwa penurunan susut
Umur Simpan (HSP)
bobot pada pisang akan menurunkan nilai
penampakan buah seperti timbulnya kerut pada Gambar 3 Nilai kelunakan buah pada pisang
kulit buah. Mas Kirana kontrol (tanpa kitosan), kitosan
Interaksi susut bobot dengan kelunakan 1%, kitosan 2%, kitosan 3%
buah pada pisang Mas Kirana memiliki nilai y =
0,4x + 0,1775. Nilai positif pada koefisien x Gambar 3 menunjukkan bahwa
yang artinya setiap kenaikan nilai susut bobot nilai kelunakan buah pada buah pisang
diikuti peningkatan nilai kelunakan buah. Nilai Mas Kirana perlakuan kontrol lebih
R2 sebesar 0,8934 artinya nilai mendekati 1 tinggi daripada perlakuan coating
maka model regresi linier semakin baik kitosan. Nilai kelunakan buah tertinggi
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data uji yaitu perlakuan kontrol 15 HSP sebesar
korelasi pearson memiliki nilai 0,945** dan 9,7 mm/g/detik dan nilai susut bobot
(p<0,05) (Lampiran 3) artinya terjadi korelasi terendah pada perlakuan coating kitosan
dan interaksi yang sangat kuat antara susut bobot 3% (P3) 1 HSP sebesar 0,97 mm/g/detik.
dengan kelunakan buah secara signifikan pada Hasil pengolahan data menggunakan uji
arah yang sama. Mushoffi (2014) menyatakan anova single factor memiliki nilai sig
bahwa pisang ambon yang dilapisi kitosan sebesar 0,469 (p>0,05) (Lampiran 3)
memiliki susut bobot yang berbanding lurus sehingga perlakuan coating memberikan
terhadap nilai kelunakan buah yang dihasilkan. pengaruh yang tidak berbeda nyata
Interaksi susut bobot dengan kelunakan terhadap nilai kelunakan buah yang
buah pada pisang Mas Kirana dengan nilai dihasilkan. Mushoffi (2014)
y = 0,0019x3 - 0,1524x2 + 3,0197x + menyatakan bahwa kombinasi

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

perlakuan pelapisan kitosan 1% dan 2% berlawanan. Buah pisang pada awalnya


pada pisang tidak berbeda nyata pada memiliki nilai kekerasan tinggi akan
kelunakan buah yang dihasilkan. menjadi lunak disebabkan oleh
Kelunakan buah akan meningkat seiring pemecahan makromolekul menjadi
dengan proses pematangan. Angka yang mikromolekul untuk bahan respirasi
diperoleh dari penetrometer bergantung selama proses pascapanen (Wills et al.
pada tebalnya kulit luar dan kandungan 1981)
total zat padat. Nilai kelunakan buah Interaksi kelunakan buah dengan TSS pada
yang tinggi memiliki tingkat kekerasan pisang Mas Kirana memiliki nilai y = 0,1638x3 -
buah yang rendah (lembek) (Pantastico 3,247x2 + 18,576x – 8,0599. Nilai R2 sebesar
et al. 1989). 0,9381 artinya nilai mendekati 1 maka model
regresi polinomial semakin baik (Walpole 1993).
Interaksi kelunakan buah dengan Hasil pengolahan data yaitu uji korelasi pearson
susut bobot pada pisang Mas Kirana memiliki nilai 0,472* dan (p<0,05) (Lampiran 3)
memiliki nilai y = 2,2332x + 0,7783. Nilai artinya masih terdapat korelasi dan interaksinya
positif pada koefisien x yang artinya setiap sedang antara kelunakan buah dengan TSS pada
kenaikan nilai kelunakan buah diikuti arah yang sama. Mushoffi (2014) menyatakan
peningkatan nilai susut bobot. Nilai R2 bahwa kelunakan buah pada pisang ambon yang
sebesar 0,8934 artinya nilai mendekati 1 dilapisi kitosan tidak terdapat hubungan
maka model regresi linier semakin baik signifikan terhadap nilai TSS buah yang
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data dihasilkan. Nilai TSS buah menurun pada 14 hari
yaitu korelasi pearson memiliki nilai setelah panen (HSP) hingga 20 hari setelah
0,945** dan (p<0,05) (Lampiran 3) panen (HSP).
artinya terjadi korelasi dan interaksi yang
sangat kuat antara kelunakan buah dengan Diameter Buah
susut bobot secara signifikan pada arah Diameter buah pada umumnya digunakan
yang sama. Pelunakan buah terjadi karena untuk mengetahui ukuran buah agar mudah
adanya perubahan komposisi senyawa- dikategorikan. Hasil pengukuran diameter buah
senyawa penyusun dinding sel misalnya sesuai perlakuan pada peneltian ini dapat dilihat
zat pektin (Wills et al. 1981). Proses pada Gambar 4.
pematangan buah membuat zat pectin 30,00
terhidrolisis menjadi komponen-
Diameter Pisang (mm)

25,00
komponen yang larut air sehingga total zat
pectin menurun kadarnya dan komponen 20,00
larut air akan meningkat jumlahnya dan 15,00
buah menjadi lunak (Muchtadi dan 10,00
Sugiyono 1992).
5,00
Interaksi kelunakan buah
dengan diameter pada pisang Mas Kirana 0,00
memiliki nilai y = -0,9627x + 27,31. Nilai 1 9 11 13 14 15
negatif pada koefisien x yang artinya Umur Simpan (HSP)
setiap kenaikan nilai kelunakan buah
diikuti penurunan nilai diameter. Nilai R2 Gambar 4 Diameter buah pada pisang Mas Kirana
sebesar 0,813 artinya nilai mendekati 1 sesuai perlakuan kontrol “a”, kitosan
maka model regresi linier semakin baik 1% “ab”, kitosan 2% “b”, kitosan 3%
“b”, huruf yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data berbeda nyata (p<0,05)
yaitu uji korelasi pearson memiliki nilai -
0,902** dan (p<0,05) (Lampiran 3)
Gambar 4 menunjukkan buah pisang Mas
artinya terjadi korelasi dan interaksi yang
Kirana kontrol memiliki diameter lebih kecil
sangat kuat antara kelunakan buah dengan
daripada buah dengan perlakuan coating kitosan.
diameter secara signifikan pada arah yang

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

Diameter pisang kontrol memiliki laju model regresi polinomial cukup buruk (Walpole
penurunan paling tinggi dibandingkan perlakuan 1993). Hasil pengolahan data menggunakan uji
coating. Hasil pengolahan data menggunakan uji korelasi pearson memiliki nilai -0,225 dan
anova single factor memiliki nilai sig 0,049 (p>0,05) (Lampiran 3) artinya tidak terjadi
(p<0,05) dan dilanjutkan uji duncan (Lampiran korelasi, tidak signifikan dan interaksinya lemah
3) sehingga perlakuan coating kitosan 1% dan antara diameter buah dengan TSS pada arah
2% memberikan pengaruh yang berbeda nyata yang berlawanan. Besarnya diameter buah tidak
terhadap kontrol diameter pisang Mas Kirana memiliki pengaruh terhadap TSS yang
yang dihasilkan. Pisang yang diberi perlakuan dihasilkan. Diameter buah menurut Prahardini et
nutrisi suplemen pada ujung tandan memperoleh al. (2010) dikategorikan sebagai parameter fisik
diameter rata–rata lebih besar dibandingkan dan total soluble solid (TSS) sebagai parameter
rata–rata diameter kontrol (Rachmadan 2015). kimiawi dalam menentukan mutu pada buah.
Interaksi diameter buah dengan susut bobot
pada pisang Mas Kirana memiliki nilai Total Soluble Solid (TSS)
persamaan fungsi y = -1,9292 + 55,188. Nilai 30 Total padatan terlarut (Total
negatif pada koefisien x yang artinya setiap 25

TSS (oBrix)
kenaikan diameter buah diikuti penurunan nilai 20
susut bobot. Nilai R2 sebesar 0,7601 artinya nilai 15
10
mendekati 1 maka model regresi linier semakin
5
baik (Walpole 1993). Hasil pengolahan data 0
yaitu uji korelasi pearson memiliki nilai - 1 9 11 13 14 15
0,872** dan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya Gambar 5 NilaiUmur
kelunakan buah
Simpan pada pisang
(HSP)
terjadi korelasi dan interaksi yang sangat kuat Mas Kirana kontrol (tanpa kitosan),
antara diameter buah dengan susut bobot secara jjkitosan 1%, kitosan 2%, kitosan 3%
signifikan pada arah yang berlawanan. Diameter
buah secara tidak langsung dapat menentukan Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai
nilai susut bobot pada buah yang dihasilkan. TSS pada pisang Mas Kirana semua
Diameter pisang Mas Kirana penelitian perlakuan relatif mengalami fluktuasi.
Prahardini et al. (2010) sebesar 3,06 cm yang Nilai TSS tertinggi yaitu perlakuan
berasal dari Lumajang, Jawa Timur. kontrol 11 HSP sebesar 27 oBrix.
Interaksi diameter buah dengan kelunakan Kategori nilai oBrix pada pisang antara
buah memiliki nilai y = -0,8443 + 23,915. Nilai lain rendah (8), rata-rata (10), tinggi (12)
negatif pada koefisien x yang artinya setiap dan bermutu (14) (Reams 2016). Hasil
kenaikan diameter buah diikuti penurunan pengolahan data menggunakan uji anova
kelunakan buah. Nilai R2 sebesar 0,8129 artinya single factor memiliki nilai sig 0,960
nilai mendekati 1 maka model regresi linier (p>0,05) (Lampiran 3) sehingga
semakin baik (Walpole 1993). Hasil pengolahan perlakuan coating memberikan pengaruh
data yaitu uji korelasi pearson memiliki nilai - yang tidak berbeda nyata terhadap TSS
0,902** dan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya buah yang dihasilkan. Buah yang tidak
terjadi korelasi dan interaksi yang sangat kuat dilapisi (kontrol) memiliki nilai TSS yang
antara diameter buah dengan kelunakan buah paling tinggi dibandingkan dengan
secara signifikan pada arah yang berlawanan. perlakuan pelapisan kitosan (coating)
Diameter buah secara tidak langsung dapat terlihat pada 9 HSP dan 11 HSP. Winarno
menentukan nilai kelunakan buah yang dan Wiratakusumah (1981) menyatakan
dihasilkan. Kelunakan buah akan meningkat bahwa padatan terlarut total (TSS)
seiring dengan proses pematangan (Pantastico et menunjukkan adanya kandungan gula
al. 1989). dianalisis dari perbandingan kadar gula
Interaksi diameter buah dengan TSS pada dan asam (sugar acid ratio) dapat
pisang Mas Kirana memiliki nilai y = -0,066x3 + digunakan sebagai indeks mutu. Semakin
3,8822x2 – 74,498x + 484,19. Nilai R2 sebesar tinggi nilai perbandingan kadar gula dan
0,4321 artinya nilai sangat jauh dari 1 maka asam maka mutu buah semakin baik pula.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

Peningkatan nilai TSS terjadi akibat masih tejadi korelasi antara TSS dengan
kandungan glukosa dan fruktosa dengan kelunakan buah walaupun interaksinya
bantuan enzim-enzim yang terdapat di tergolong sedang. Mushoffi (2014)
dalam buah pisang meningkat. menyatakan bahwa nilai TSS buah pada
Kandungan gula yang terdapat pada pisang ambon penelitian yang dilapisi
pisang Mas Kirana penelitian Prahardini kitosan tidak terdapat hubungan
et al. (2010) sebesar 20%. Kandungan signifikan terhadap kelunakan buah yang
gula yang tinggi dapat mempengaruhi rasa dihasilkan. Nilai TSS buah berfluktuasi
buah menjadi manis. selama penyimpanan pascapanen buah
Interaksi TSS dengan susut bobot pisang.
pada pisang Mas Kirana memiliki nilai y
= 0,004x3 – 0,2801 + 5,9206x - 23,626. Laju Respirasi Buah
Nilai R2 sebesar 0,6871 artinya nilai jauh Pisang sebagai buah klimakterik ditandai
dari 1 sehingga model regresi polinomial dengan peningkatan respirasi pada proses
dapat dikatakan tidak baik (Walpole pematangan. Klimakterik merupakan suatu
1993). Hasil pengolahan data kenaikan produksi CO2 secara mendadak.
menggunakan uji korelasi pearson Klimakterik juga diartikan sebagai perubahan
memiliki nilai -0,575** dan (p<0,05) fisik, kimia, fisiologis dan metabolisme yang
(Lampiran 3) artinya masih terdapat terjadi seiring dengan peningkatan laju respirasi.
korelasi antara TSS dengan susut bobot Proses metabolisme utama yang terjadi pada
buah walaupun memiliki interaksi sedang buah maupun sayuran yang dipanen adalah
pada arah yang sama. Mushoffi (2014) respirasi. Proses respirasi terjadi pemecahan
menyatakan bahwa TSS buah pada pisang senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana
ambon yang dilapisi kitosan tidak (CO2, air, dan energi) (Kader 1992). Hasil
memiliki hubungan signifikan terhadap pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana
susut bobot buah yang dihasilkan. sesuai dapat dilihat pada Gambar 6.
Interaksi TSS dengan susut bobot
pada pisang Mas Kirana memiliki nilai y 120
Laju respirasi (mg

100
= -0,0015x3 + 0,1146x2 – 2,3889x +
CO2/Kg/Jam)

80
35,612. Nilai R2 sebesar 0,4293 artinya
60
nilai jauh dari 1 sehingga model regresi 40
polinomial dapat dikatakan tidak baik 20
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data 0
menggunakan uji korelasi pearson yaitu - 24 48 72 96 120
0,225 dan (p>0,05) (Lampiran 3) artinya Waktu (jam)
tidak tejadi korelasi antara TSS dengan
diameter buah karena memiliki hubungan Gambar 6 Laju respirasi pisang Mas Kirana sesuai
yang lemah dan tidak signifikan. Mushoffi perlakuan coating kitosan
(2014) menyatakan bahwa TSS buah pada Kontrol “a”, kitosan 1% “ab”, kitosan 2%
pisang ambon yang dilapisi kitosan tidak “bc”, kitosan 3% “c”, huruf yang berbeda (a,b,c,d)
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
terdapat hubungan signifikan terhadap
diameter buah yang dihasilkan.
Gambar 6 menunjukkan bahwa laju
Interaksi TSS dengan kelunakan
respirasi pada pisang Mas Kirana semua
buah pada pisang Mas Kirana memiliki
perlakuan mengalami peningkatan dari 24
nilai y = -0,0002x3 - 0,0309x2 + 1,2858x
hingga 120 jam. Laju repirasi tertinggi terdapat
– 5,2599. Nilai R2 sebesar 0,6088 artinya
pada perlakuan kontrol selama 120 jam sebesar
nilai jauh dari 1 maka model regresi
108,16 mg CO2/kg/jam dan terendah yaitu
polinomial yang diperoleh tidak baik
perlakuan coating kitosan 3% sebesar 71,77 mg
(Walpole 1993). Hasil pengolahan data
CO2/kg/jam. Hasil pengolahan data
menggunakan uji korelasi pearson sebesar
menggunakan uji anova single factor memiliki
0,472* dan (p<0,05) (Lampiran 3) artinya

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

nilai sig 0,005 (p<0,05) dan dilanjutkan uji


duncan (Lampiran 3) sehingga perlakuan coating
kitosan 2% dan 3% memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap laju respirasi kontrol
pisang Mas Kirana yang dihasilkan. Produksi
CO2 pada pisang rendah ketika tingkat
kematangan hijau, kemudian meningkat hingga
puncak sebelum tanda awal kematangan muncul,
dan menurun pada tingkat yang lebih tinggi dari
tingkat yang sebelumnya (Simmonds 1966). Gambar 7 Vitamin C pada pisang Mas
Peningkatan respirasi hingga mencapai Kirana HSP 11 sesuai perlakuan coating
puncak respirasi mengakibatkan tersedianya
energi yang cukup untuk merombak senyawa- Gambar 7 menunjukkan bahwa
senyawa yang terdapat pada buah. Pemecahan terdapat perbedaan kandungan vitamin C
senyawa klorofil, pati, pektin, dan tanin yang pada pada pisang Mas Kirana kontrol
diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, dengan pelapis (coating) kitosan selama 11
pigmen, flavor, energi serta polipeptida terjadi hari setelah panen. Kandungan vitamin C
pada proses pematangan buah (Pantastico et al. tertinggi yaitu perlakuan coating kitosan
1989). Penurunan laju respirasi setelah puncak 3% sebesar 5,111 mg/100 g bahan dan
klimakterik disebabkan jumlah adenosin terendah yaitu kontrol sebesar 4,304
diphosphat (ADP) yang bertindak sebagai mg/100 g bahan. Selama penyimpanan
aseptor pospat konsentrasinya menurun dan buah pisang terjadi perubahan biokimiawi
rusaknya mitokondria, sehingga konsentrasi seperti perubahan kadar vitamin C.
adenosin triphosphat (ATP) sebagai suplai Mushoffi (2014) menyatakan bahwa
energi dalam reaksi metabolik juga menurun vitamin C yang terkandung pada buah
(Wills et al. 1981). berperan melawan oksigen reaktif yang
Han et al. (2004) menyatakan bahwa terbentuk selama proses fotosintesis dan
kitosan dapat menutup permukaan pisang respirasi. Penelitian Suseno et al. (2014)
sehingga menghambat masuknya O2 masuk menyatakan bahwa coating kitosan dengan
dalam buah sehingga proses respirasi dan nilai derajat deasetilasi (DD) dan
transpirasi terhambat. Faktor-faktor yang konsentrasi yang tinggi dapat
berpengaruh terhadap laju respirasi antara lain meminimalisir kehilangan vitamin C karena
jumlah substrat, temperatur, kadar O2 di udara, permeabilitas oksigen yang dapat ditekan.
kadar CO2 di udara, cahaya, luka, dan pengaruh Prahardini et al. (2010) menyatakan bahwa
bahan kimia (Dwidjoseputro 1992). Laju kandungan vitamin C yang tinggi dan
respirasi produk dapat menjadi indikator yang rendahnya kandungan gula pada pisang
baik bagi penentuan kegiatan metabolisme Agung Semeru menyebabkan buah menjadi
jaringan dan umur simpan produk. Laju respirasi asam.
yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang Penelitian Abbasi et al. (2009)
pendek Wills et al. (1981). menyatakan bahwa buah yang dilapisi
kitosan memiliki kandungan vitamin C
Vitamin C tertinggi sehingga dapat menekan laju
Sumber vitamin C yang utama adalah pematangan buah. Oksidasi pada vitamin C
buah dan sayur. Buah pisang Mas Kirana dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
merupakan salah satu buah yang memiliki oksigen, cahaya, kalor dan pH alkali.
kandungan vitamin C. Hasil pengukuran vitamin Kandungan vitamin C pada buah coating
C pisang Mas Kirana pada 11 HSP sesuai lebih tinggi dibandingkan yang tidak
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. dilapisi selama 6 hari. Kitosan dapat
memecah ikatan glikosidik dalam
memproduksi fragmen bobot molekul yang
rendah.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

Mikrostruktur pada Kulit Pisang walaupun belum terlihat perbedaan persebaran


Analisis SEM diperlukan untuk pelapisan secara merata pada pori–pori kulit.
menggambarkan kondisi kulit luar buah Widodo et al. (2012) menyatakan bahwa kitosan
yang dilapisi dengan kitosan. Hasil sebagai coating pada buah mampu menutup pori-
Analisis SEM kulit pisang Mas Kirana pori buah, sehingga menghambat laju O2 dan
sesuai perlakuan dapat dilihat pada CO2 untuk proses respirasi, serta kehilangan air
Gambar 8. dari proses transpirasi sehingga umur simpan
buah dapat diperpanjang.

\
KESIMPULAN
Kitosan yang diperoleh dari karapas udang
vaname (L. vannamei B.) telah memiliki
karakteristik sesuai standar komersil maupun
standar SNI 7949:2013 terutama dalam bidang
pangan. Perlakuan coating kitosan 2% pada
pisang Mas Kirana memiliki karakteristik mutu
pascapanen dan hasil morfologi kulit luar pisang
Mas Kirana (SEM).

Gambar 8 Hasil analisis SEM (perbesaran DAFTAR PUSTAKA


1000x) kulit luar pisang Mas Kirana (a) [AOAC] Association of Official Analytical and
Kontrol, (b) Coating Kitosan 1%, (c) Coating Chemistry. 2005. Official
Kitosan 2%, (d) Coating Kitosan 3% Methods of Analysis of the Association Chemist.
Gaithersburg, Maryland (US): Published by
Gambar 8 menunjukkan mikrostruktur The Association of Official Analytical
dengan ukuran partikel 10 µm dapat terlihat jelas Chemists Inc.
pori–pori kulit luar pisang Mas Kirana (tanda Agustina S, Swantara I, Suartha I. 2015. Isolasi
panah biru) kontrol pada permukaan buah pisang kitin, karakterisasi, dan sintesis kitosan dari
Mas Kirana tidak dilapisi dengan kitosan. Hasil kulit udang. Jurnal Kimia. 9(2):271-278.
mikrostruktur SEM pada coating kitosan 1%, Anward G, Hidayat Y, Rokhati N. 2013.
2%, dan 3% memiliki pori–pori kulit luar pisang Pengaruh konsentrasi serta penambahan gliserol
Mas Kirana (tanda panah merah) pisang lebih terhadap karakteristik film alginat dan kitosan.
rapat dan tertutup dibandingkan kontrol terdapat
celah berongga pada bagian pori–pori kulitnya
Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Badan
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(3):51-56. Standardisasi Nasional.
Ali A, Muhammad M, Sijam K, Siddiqui Y. ________________________________. 2013.
2011. Effect of chitosan coating on the SNI: 7949:2013. Kitosan-Syarat
phhysicochemical characteristics of Mutu dan Pengolahan. Jakarta (ID): Badan
Eksotika II Papaya (Carica papaya L.) fruit Standardisasi Nasional.
during cold storage. Food Chemistry Budiawati T, Budiyono A, Setyawati W,
Journal. 124(1):620-626. Indrawati A. 2010. Analisis korelasi pearson
Abbasi N, Iqbal Z, Maqbool M, Hafiz I. 2009. untuk unsur–unsur kimia air hujan di
Postharvest quality of mango fruit as Bandung. Jurnal Sains Dirgantara. 7(2):110-
affected by chitosan coating. Pak Journal. 112.
41(1):343-357. Darmawan I. 2015. Efektivitas pemberian
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI: glukosamin berbasis endokeleton cumi
01 2891:1992. Cara Uji (Loligo sp.) sebagai antiosteoartritis pada

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

tikus sprague dawley. [skripsi]. Bogor (ID): protein meat analog. Journal Food
Institut Pertanian Bogor. Science. 67(1):1066-1072.
Dwidjoseputro. 1992. Pengantar Fisiologi Li Yu. 2000. Effect of chitosan on
Tumbuhan. Jakarta (ID): Gramedia. incidence of brown rot, quality and
[FAO] Food Agricultural Organization. 2016. physiological attributes of postharvest
Globefish Highlights: a Quarterly Update on peach fruit. Journal of the Science of
World Seafood Markets [Internet]. [diunduh Food and Agriculture. 81(2):269-274.
2017 Sep 19]. Tersedia pada: Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu
http://fao.org/in- Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta
action/globefish/publications. (ID): PAU IPB.
Han, Zhao, Leonard, Traber. 2004. Edible Mushoffi FZ. 2014. Pengaruh pelapisan
coating to improve storability and enhance kitosan terhadap daya simpan buah
nutritional value of fresh and frozen pisang ambon [skripsi]. Bogor (ID):
strawberries and raspberries. Journal Institut Pertanian Bogor.
Postharvest Biology Technology. 32(1):67- Mulyana E. 2011. Studi pembungkus
78. bahan oksidator etilen dalam
Hossain, Iqbal. 2016. Effect of shrimp shrimp penyimpanan pascapanen pisang raja
chitosan coating on postharvest quality of bulu (Musa sp. AAB GROUP)
banana (Musa sapientum L.) fruits. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
International Food Research Journal. Pertanian Bogor.
23(1):277-283. Muyonga JH, Cole CG, Duodu KG. 2004.
Jinasena D, Pathirathna P, Wickramarachchi S, Characterisation of acids soluble
Marasinghe E. 2011. Effect of chitosan collagen from skins of young and
(unirradiated and irradiated) treatment on adulti Nileperch (Lates niloticus).
anthracnose disease and its potential to Food Chemistry. 85(1): 81-89.
increase the shelf life of “Embul” banana. Nadia LM, Suptijah P, Ibrahim B. 2014.
International Journal of Environmental Produksi dan karakterisasi nano
Science and Development. 2(4):248-252. kitosan dari cangkang udang windu
Kader AA. 1992. Postharvest Technology of dengan metode gelasi ionik. Jurnal
Horticultural Crops. California (US): Masyarakat Pengolahan Hasil
Oakland Press. Perikanan. 17(2):119-126.
________. 2008. Maturity and quality-banana Nurlatifah, Cakrawati D, Nurcahyani PR.
ripening chart [Internet]. [diunduh 2017 Jun 2017. Aplikasi edible coating dari pati
8]. Tersedia pada: umbi porang dengan penambahan
http://postharvest.ucdavis.edu/Produce/Pro ekstrak lengkuas merah pada buah
duce Facts/Fruit/banana.html. langsat. Edufortech. 2(1):7-14.
Kittur FS, Kumar KR, Tharanathan RN. 1998. Pantastico EB, Matto AK, Phan CT. 1989.
Functional packaging properties of chitosan Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan
films. Unters Forsch. A206: 44-47. Pemanfaatan Buah-Buahan, Sayur-
Khamid MB, Kurniawati A, Kasutjianingati. Sayuran Tropika dan Sub Tropika.
2016. Pengaruh pemberongsongan terhadap Kamaryani, penerjemah. Yogyakarta
serta tingkat serangan hama penyakit buah (ID): UGM Pr. Terjemahan dari:
pisang tanduk (Musa paradisiaca var. Postharvest Physiology, Handling and
Typica, AAB Group). Jurnal Agrotek Utilization Tropical, Sub-Tropical
Indonesia. 1(2):99-104. Fruits and Vegetables.
Lin S, Huff HF, Hsieh F. 2002. Extruction Prahardini PE, Yuniarti, Krismawati A.
process parameter, sensory 2010. Karakterisasi varietas unggul
characteristics and structural pisang Mas Kirana dan Agung Semeru
properties of a hight moisture soy di kabupaten Lumajang. Plasma
Nutfah. 2(16):126-133.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakterisasi dan Aplikasi Kitosan Udang . JPHPI 2017, Volume Nomor

Prisiska F. 2012. Pengaruh kitosan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian


terhadap sifat elongasi dan Bogor.
kekuatan regang biomembran Suseno N, Savitri E, Sappei L, Padmawijaya KS.
pentup luka. Farmasains. 2014. Improving shelf-life of cavendish
1(5):252-258. banana using chitosan edible coating.
Rachmadan MD. 2015. Pengaruh Procedia Chemistry. 9(1):113-120.
pemberian nutrisi suplemen pada Sutowijoyo D, Widodo WD. 2013. Kriteria
bagian ujung tandan buah pisang kematangan pascapanen pisang raja bulu dan
Mas Kirana terhadap pisang kepok. Di dalam: Kartika JG, Suwarno
performansi fisik buah [skripsi]. WB, Ardhie SW, Sanura CPE, Fitriana FN,
Jember (ID): Universitas Jember. editor. Membangun Sistem Baru Agribisnis
Reams C. 2011. Refractive Index of Hortikultura Indonesia pada Era Pasar Global.
Crop Juices [Internet]. [diunduh Seminar Ilmiah PERHORTI; 2014 Okt 9;
2017 Sep 22]. Tersedia pada: Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan
http://bionutrient.org/RefractiveI Hortikultura Indonesia (PERHORTI). hlm 21
ndexOfCropJuices. -26.
Rochima E. 2014. Kajian Swastawati F, Wijayanti I, Susanto E. 2008.
pemanfaatan limbah rajungan Pemanfaatan limbah limbah kulit udang
dan aplikasinya untuk bahan menjadi edible coating untuk mengurangi
minuman kesehatan berbasis pencemaran lingkungan. Jurnal Penelitian
kitosan. Jurnal Akuatika. Undip. 4(4):101-106.
V(1):71-82. Tran CD, Duri S, Delneri A, Franka M. 2013.
Rohmah Y. 2016. Outlook Chitosan-cellulose composite materials:
Komoditas Pertanian Sub Sektor preparation, characterization and application
Hortikultura. Jakarta (ID): for removal of microcystin. Journal of
Kementan Pr. Hazardous Materials. 252(1):355-366.
Simmonds NW. 1966. Bananas. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta
London (UK): Longman. (ID): Gramedia.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip Wardani. 2012. Validasi metode analisis dan
dan Prosedur Statistika: Suatu penentuan kadar vitamin c minuman buah
Pendekatan kemasan dengan spektrofotometri uv-visible
Biometrik. Sumantri B, penerjemah. [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Jakarta (ID): GramediST Warsito, Suciyati SW, Isworo D. 2012. Desain dan
Struszcyk M. 2002. Chitin and analisis pengukuran viskositas dengan
Chitosan Applications. metode bola jatuh berbasis sensor optocoupler
POLIMERY. 47(6):396-397. dan sistem akuisisinya pada komputer. Jurnal
Supangat A. 2010. Statistika dalam Natur Indonesia. 14(3):230-235.
Kajian Deskriptif, Infersi, dan Widodo SE, Zulferiyenni, Maretha I. 2012.
Nonparametrik. Jakarta (ID): Pengaruh penambahan indole acetic acid pada
Kencana Perdana Media Group. pelapis kitosan terhadap mutu dan masa
Suptijah P, Jacoeb AM, Rachmania simpan
D. 2011. Karakterisasi nano buah jambu biji (Psidium guajava L.) ‘Crystal’.
kitosan cangkang udang Jurnal Agrotropika. 17(1):14-18.
vannamei (Litopenaeus Widodo SE, Zulferiyenni, dan Novalina. 2010.
vannamei) dengan Metode Gelas Pengaruh kitosan terhadap mutu dan masa
Ionik. Jurnal Perikanan simpan buah pisang (Musa paradisiaca L.) cv
Indonesia. XIV(2):78-84. ‘Muli’ dan ‘Cavendish’. Jurnal Nasional
________. 2012. Pengembangan kitosan Sains dan Teknologi. 3(1):1-8.
sebagai absorben pengotor dalam Wills RHH, Lee TH, Graham, Glasson WB, Hall
aplikasi pemurnian agar dan karagenan EG. 1981. Postharvest and Introduction to the

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2017, Volume Nomor Karakterisasi dan Aplikasi Udang Vaname

Physiology and Handling of Fruit and


Vegetables. New York (US): Van Nostrand
Reinhold.
Winarno FG dan Wiratakusumah MA. 1981.
Fisiologi Lepas Panen. Jakarta (ID): Sastra
Hudaya.
Yulyana E. 2015. Kriteria kematangan pascapanen
pisang Mas Kirana (Musa sp. AA group)
berbasis satuan panas [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Zahiruddin W, Ariesta A, Salamah E. 2008.
Karakeristik mutu dan kelarutan kitosan dari
ampas silase kepala udang windu (Panaeus
monodon). Jurnal Teknologi Hasil Perikanan.
2(4):140-151.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai