Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2015

JURUSAN KIMIA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


Bidang Penelitian:
Kimia
Dikirimkan 17 10 2015,
Diterima 21 10 2015

SINTESIS SELULOSA ASETAT DARI JERAMI PADI


SEBAGAI
UPAYA
PENANGGULANGAN
LIMBAH
PERTANIAN
Dante Alighiria, Sri Wardania, Harjitoa

www.snkpk.net/

Abstrak: Telah dilakukan penelitian tentang sintesis selulosa asetat dari limbah jerami padi. Jerami padi digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan selulosa dan selulosa asetat. Selulosa diperoleh dengan mengisolasi jerami padi yang meliputi
proses delignifikasi dengan merendam jerami padi menggunakan larutan amonia 15 % selama 24 jam dan dilanjutkan
dengan proses hidrolisis hemiselulosa menggunakan larutan HCl 3 % (v/v) pada suhu 90 0C selama 3 jam. Dari proses
isolasi tersebut didapatkan komposisi lignin, hemiselulosa, dan selulosa dalam jerami padi masing-masing 20.03, 30.59, dan
49.38 % (b/b). Selulosa yang diperoleh digunakan sebagai bahan pembuatan selulosa asetat yang meliputi aktivasi
menggunakan asam asetat, toluena, dan katalis asam perklorat dan dilanjutkan dengan asetilasi menggunakan anhidrida
asetat. Dari proses tersebut didapatkan selulosa asetat sebanyak 1.4 gram dari setiap gram bahan dasar selulosa. Produk yang
dihasilkan dianalisis dengan menggunakan FTIR dan dihitung derajat substitusi. Dari analisis struktur, karakteristik selulosa
adalah keberadaan serapan gugus hidroksil yang kuat di bilangan gelombang 3409.9 cm -1 dan karakteristik selulosa asetat
adalah keberadaan serapan gugus karbonil di bilangan gelombang 1751.2 cm-1. Selulosa asetat yang dihasilkan terlihat
bersifat plastik dan memiliki derajat substitusi 2.7.
Kata kunci : sintesis, selulosa, selulosa asetat, limbah jerami padi, limbah pertanian

PENDAHULUAN
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang cukup besar
jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan. Sebagian besar
jerami padi di Indonesia dibakar saja menjadi abu, untuk
makanan ternak, dan sebagai bahan tambahan pembuatan
pupuk (Suwarsa, 1997; Shiddieqy, 2006).
Komponen utama jerami padi adalah selulosa (Suwarsa,
1997). Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis
oleh tanaman dan menempati hampir 50 % komponen
penyusun struktur tanaman. Jumlah selulosa di alam sangat
melimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk limbah
pertanian seperti jerami padi. Nilai ekonomi senyawa selulosa
pada limbah tersebut sangat rendah karena sebagian besar tidak
dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia. Sulitnya
mendegradasi limbah tersebut menyebabkan petani lebih suka
membakar
jeraminya
di
lahan
pertanian
daripada
memanfaatkannya (Salma dan Gunarto, 2006).
Pemanfaatan selulosa dari jerami padi sebagai bahan baku
pembuatan selulosa asetat merupakan salah satu cara untuk
memanfaatkan limbah tersebut. Selulosa asetat adalah bahan
utama salah satu jenis polimer yang paling banyak digunakan
untuk industri, di antaranya sebagai polimer pada pembuatan
membran ultrafiltrasi (http://student.ipb.ac.id/~korankampu
s/nav/?pilih=lihat&id=97. 29 Dese mber 2006).
Mengingat begitu banyaknya jumlah jerami padi yang
dihasilkan, sedangkan pemanfaatannya masih sangat terbatas,
maka perlu dipikirkan cara penanganan lebih lanjut agar

a.

nantinya jerami padi tidak menimbulkan masalah lingkungan,


dan bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar berbagai
produk dengan daya guna dan nilai ekonomi yang jauh lebih
tinggi.
Oleh karena itu pada penelitian ini akan dicoba untuk
memanfaatkan jerami padi sebagai bahan pembuatan selulosa
asetat.

METODE PENELITIAN
Persiapan sampel jerami padi
1 kg jerami padi di cuci dengan air dan digiling dengan
alat blender hingga diperoleh bubuk jerami padi, kemudian
dikeringkan diudara terbuka. Setelah kering, digerus dalam
cawan porselin dan diayak dengan ukuran 100 mesh. Bubuk
jerami yang lolos ayakan 100 mesh ini dikeringkan pada suhu
60 0C dan ditimbang hingga berat konstan dan selanjutnya
dipakai sebagai sampel untuk perlakuan selanjutnya.
Delignifikasi jerami padi
Untuk
menghilangkan
lignin
dilakukan
proses
delignifikasi yakni dengan cara merendam 2,5 gram bubuk
jerami dalam 100 ml larutan amonia 15 % (v/v) selama 24 jam
(Saha, 1997 dalam Santosa, dkk, 2004). Sampel tersebut
disaring dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60 0C dan
ditimbang hingga diperoleh berat tetap. Sampel hasil proses ini
digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya (Santosa, dkk,
2004).

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas


Negeri Semarang (alighiri.dante@gmail.com).

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2015

Proceeding SNKPK vol 1., 2015, 28-5 | 28

Hidrolisis hemiselulosa

Delignifikasi Jerami Padi

Hemiselulosa dipisahkan dengan jalan hidrolisis dengan


menggunakan larutan HCl larutan, konsentrasi 3 % (v/v) suhu
90 0C dan direflux selama 3 jam.

Proses delignifikasi dilakukan dengan merendam jerami


padi kering menggunakan larutan amonia 15 % (v/v) sebanyak
50 ml dan selama 24 jam.
Penggunaan amonia lebih efektif daripada menggunakan
alkali lain seperti NaOH, KOH, Na 2CO3 dan lain-lain, karena
sisa amonia dapat mudah dihilangkan dengan cara penguapan,
sedangkan alkali yang lain membutuhkan proses pencucian
yang intensif untuk menghilangkan ion-ion dari alkali-alkali
tersebut yang terikat ke dalam struktur (Fengel dan Wegener,
1995). Selain itu penggunaan amonia pada temperatur rendah
tidak akan menyebabkan depolimerisasi struktur selulosa dan
mungkin meningkatkan hemiselulosa yang terlarut (Guolin, et
al., 2006). Dengan menggunakan proses delignifikasi tersebut,
akan didapatkan berat lignin (0,050067 0,0001829, n = 10)
gram dari 2,5 gram bubuk jerami kering. Hal ini berarti kadar
lignin dalam jerami padi kering sekitar 20,03 % (b/b).

Sintesis selulosa asetat


Selulosa hasil isolasi jerami padi sebanyak 2 gram
dimasukkan dalam labu alas datar berpendingin balik dan
secara berurutan ditambahkan 10 ml asam asetat pekat, 20 ml
toluena, dan 0,5 ml asam perklorat 72 % (v/v). Campuran
kemudian diaduk dengan kuat menggunakan magnetic stirrer.
Setelah 1 menit, kemudian ditambahkan 10 ml anhidrida asetat
dan pengadukan dilanjutkan selama 15 menit. Kemudian
ditambahkan air dengan volume yang sama ke dalam campuran
untuk mengendapkan selulosa asetat (Tanghe, et al., 1963
dalam Meenakshi, et al., 2002).
Perhitungan nilai derajat substitusi (DS)
Selulosa asetat kering 0,5 g ditambah akuades 50 ml (pH
diatur sampai 7). Kemudian ditambahkan 25 ml 0,5 N NaOH
dan dipanaskan sambil diaduk hingga padatan menjadi larut dan
homogen kemudian larutan didinginkan.
Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan 0,02 N HCl
hingga pH kembali 7. Menghitung DS dengan rumus titrasi
sebagai berikut (Xu, et al., 2004; Riswoko, 2005):

DS =

162 N NaOH VNaOH N HCl VHCl


1000 W M w 1 N NaOH VNaOH N HCl VHCl

Hidrolisis Hemiselulosa
Proses delignifikasi menyisakan selulosa dan hemiselulosa
dalam jerami padi. Oleh karena untuk keperluan sintesis
selulosa asetat hanya diperlukan selulosa, maka perlu untuk
memisahakan hemiselulosa dengan selulosa dari campurannya.
Untuk keperluan ini digunakan larutan HCl untuk melarutkan
hemiselulosa lewat proses hidrolisis. Hidrolisis hemiselulosa
pada jerami padi dilakukan dengan menggunakan larutan HCl
dengan konsentrasi 3 % (v/v) suhu 90 0C selama 3 jam. Reaksi
kimia yang terjadi selama proses hidrolisis hemiselulosa
diberikan dalam gambar 1 (Saha dan Woodward, 1997 dalam
Santosa, dkk, (2004).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Persiapan Sampel Jerami Padi
Secara garis besar persiapan sampel jerami padi meliputi
penggeringan
hingga
berat
konstan,
pem-blenderan,
penggerusan dalam cawan porselin dan pengayakan dengan
menggunakan ayakan ukuran 100 mesh.
Dalam proses penggeringan digunakan suhu 60 0C.
Penggunaan suhu tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan
kualitas bubuk jerami kering yang benar-benar kering dan
mempunyai kenampakan yang tidak berubah. Meskipun secara
umum pengeringan dengan suhu yang lebih tinggi akan
menghasilkan bubuk jerami kering (hingga berat konstan) yang
lebih cepat, akan tetapi dengan semakin tingginya suhu juga
akan dihasilkan jerami kering yang warnanya lebih kecoklatan
atau bahkan berwarna hitam. Jika hal tesebut terjadi berarti
telah terjadi degradasi struktur senyawa yang terkandung dalam
jerami padi menjadi karbon. Dengan suhu pengeringan 60 0C
akan di dapatkan berat air (0,10533 0,0001567, n = 10) gram
dari berat jerami padi 2,5 gram. Dengan demikian kadar air
yang ada dalam jerami padi adalah 4,21% (b/b).

29 | Proceeding SNKPK vol 1., 2015, 29-5

Gambar 1. Hidrolisis komponen hemiselulosa pada kayu lunak


(galaktoglukomanan) dengan larutan asam klorida
Analisis Selulosa dengan spektrofotometer IR
Analisis selulosa residu yang dihasilkan dari hidrolisis
hemiselulosa jerami padi bebas lignin dilakukan secara
kualitatif dengan spektrofotometer IR. Spektra IR jerami padi
dan selulosa yang dihasilkan dari hidrolisis hemiselulosa jerami
padi bebas lignin menggunakan larutan HCl 3 % (v/v) pada
suhu 90 0C selama 3 jam, masing-masing ditunjukkan dalam
gambar 2a dan b.

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2015

(aktivasi selulosa), kemudian dengan anhidrida asetat


(asetilasi).
Aktivasi
selulosa
akan
menyebabkan
pembengkakkan rantai selulosa yang bertujuan untuk membuka
jalan bagi media pengasetilasi mencapai daerah teratur dengan
lebih mudah sehingga menaikkan reaktivitas selulosa. Reaksi
yang terjadi dalam tahap asetilasi selulosa adalah reaksi
esterifikasi dan membutuhkan katalisator seperti asam
perklorat. Proses asetilasi selulosa dikerjakan dengan adanya
pelarut yang cocok seperti toluena. Dengan pelarut tersebut,
produk reaksi tidak larut dan dengan demikian tetap berbentuk
serat. Asetilasi selulosa yang dikatalisis dengan asam
berlangsung menurut persamaan reaksi berikut (Sjstrm,
1995: 277):

Gambar 2. Spektra IR (a) jerami padi dan (b) selulosa yang


diisolasi dari jerami padi bebas lignin menggunakan
larutan HCl 3 % pada suhu 90 0C selama 3 jam
Dari gambar 2 terlihat jelas bahwa spektra IR jerami padi
dan selulosa hasil isolasi hampir mirip. Ini menunjukkan bahwa
kandungan terbesar dalam jerami padi adalah selulosa. Hal ini
sesuai dengan komposisi selulosa dalam jerami padi yang
diperoleh sebelumnya yaitu sebesar 49,38 % (b/b).
Setelah proses delignifikasi dan hidrolisis hemiselulosa
jerami padi menggunakan larutan HCl 3 % (v/v) pada suhu 90
0
C selama 3 jam akan dihasilkan selulosa dan spektra IR-nya
ditunjukkan pada gambar 4b. Dari gambar tersebut terlihat jelas
adanya peningkatan pita-pita serapan, terutama pada bilangan
gelombang 3409,9; 2923,9; dan 1103,2 cm-1 dan
menghilangnya pita serapan di bilangan gelombang
2360,7 cm-1.
Pita serapan di sekitar bilangan gelombang 3409,9 cm-1
karaktersitik untuk pita serapan vibrasi regang OH, di
bilangan gelombang sekitar 2923,9 cm-1 merupakan pita
serapan dari vibrasi regang CH dari gugus metilena (CH 2), dan
pita serapan yang ada di sekitar 1103,2 cm-1 merupakan pita
serapan dari vibrasi regangan
CO, sedangkan pada pita
serapan di bilangan gelombang 1635,5 cm-1 yang diakibatkan
oleh adanya vibrasi OH dari air yang terperangkap dalam
struktur selulosa (Gunzler dan Gremlich, 1999 dalam Santosa,
dkk, 2004) mengalami penurunan. Semua hal tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan delignifikasi dan hidrolisis
hemiselulosa menghasilkan selulosa yang semakin terbebas dari
senyawa-senyawa lain. Dengan adanya pita-pita serapan utama
tersebut eksistensi selulosa terkonfirmasi.
Sintesis Selulosa Asetat
Selulosa asetat dengan derajat substitusi yang bervariasi,
pertama-tama dipreparasi dengan cara mereaksikan selulosa
dengan asam asetat menggunakan katalis asam perklorat

30 | Proceeding SNKPK vol 1., 2015, 30-5

Gambar 3. Reaksi asetilasi selulosa dengan anhidrida asetat


Setelah protonasi anhidrida asetat, ion karbonium
elektrofil yang terbentuk ditambahkan pada atom oksigen
hidroksil nukleofil selulosa. Zat antara ini kemudian terurai
menjadi selulosa asetat dan asam asetat dengan membebaskan
proton (Sjstrm, 1995).
Selulosa asetat yang dihasilkan merupakan kumulatif dari
selulosa asetat sekunder maupun selulosa triasetat. Reaksi
asetilasi diakhiri bila selulosa asetat terlarut sempurna dalam
media reaksi. Selulosa asetat yang dihasilkan dipisahkan
dengan pengendapan dan dicuci dengan air.
Analisis Selulosa Asetat dengan spektrofotometer IR
Spektra IR selulosa asetat diberikan pada gambar 7.
Dibandingkan dengan spektra IR selulosa yang belum
diasetilasi, terdapat perbedaan utama yaitu terdapatnya pita
serapan yang menunjukkan munculnya gugus baru seperti
karbonil di sekitar bilangan gelombang 1751
cm-1.
Keberadaan gugus karbonil tersebut merupakan karakteristik
untuk selulosa ester.
Pada spektra IR selulosa asetat, terbentuknya gugus
karbonil (C=O) ditunjukkan pada pita serapan sangat tajam di
bilangan gelombang 1751,2 cm -1, sedangkan pita serapan yang
menunjukkan vibrasi regangan CCO asetat muncul pada
bilangan gelombang 1234,4 cm -1.

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2015

O
6

H2 C
H

H
4
OH

H
O

H 1
2

H 3C

CH 3

OH
CH 3

O
6

H2 C
H

5
4

H
OH

H 1

H3C
O

OH

H 3C

O
6

Gambar 4. Spektra IR selulosa asetat

5
4

Namun demikian, gugus OH dalam selulosa tidak


semuanya terasetilasikan mengingat pita serapan di daerah
bilangan gelombang 3433,1 cm-1 masih terlihat jelas pada
spektra IR selulosa asetat. Hal ini diperkuat oleh tetap
munculnya pita serapan di bilangan gelombang dan 1095 cm-1
yang merupakan pita serapan dari vibrasi regangan CO. Jadi
jelas bahwa selulosa asetat yang terbentuk bukan selulosa
triasetat dan juga bukan selulosa monoasetat mengingat
selulosa monoasetat larut dalam air dan dalam penelitian ini air
digunakan untuk mencuci secara intensif atas selulosa yang
diperoleh.
Pada gambar 4, terlihat juga bahwa pita serapan yang
menunjukkan adanya serapan air yang terperangkap dalam
struktur selulosa di bilangan gelombang 1643,2 cm-1 semakin
melemah bila dibandingkan dengan spektra IR pada jerami padi
(gambar 4a) dan selulosa (gambar 4b).
Dengan menggunakan metode yang dideskripsikan oleh
Tanghe, et al. (1963) dalam Meenakshi, et al (2002) akan
dihasilkan selulosa asetat sebanyak 1,4 gram untuk setiap gram
bahan dasar selulosa.
Perhitungan nilai derajat substitusi (DS)
Nilai DS menunjukkan tingkat rata-rata substitusi tiap unit
glukosa dalam polisakarida. Jika tiap unit glukosa diesterifikasi
oleh suatu substituen, maka DS-nya adalah 1. Jika seluruh
gugus hidroksil dalam tiap unit glukosa teresterifikasi maka
DS-nya adalah 3. Semakin tinggi nilai DS, semakin tinggi sifat
plastik dari selulosa ester, sehingga akan semakin mudah dalam
pembentukan membrannya (Riswoko, 2005).
Secara kualitatif, tingginya nilai DS bisa juga diperkirakan
dari lemahnya sinyal gugus hidroksil dan dari kuatnya sinyal
gugus karbonil dalam spektra FTIR. Pada spektra IR selulosa
asetat (gambar 7), sinyal gugus karbonil sangat kuat meskipun
masih terlihat adanya sinyal gugus hidroksil. Hal ini
menunjukkan selulosa asetat yang dihasilkan tersebut memiliki
nilai DS yang cukup besar.
Selama asetilasi gugus hidroksil bebas pada atom C2, C3,
dan C6 dalam selulosa dapat disubstitusi dengan gugus asetil.
Oleh sebab itu, secara teori DS maksimum adalah 3. Substitusi
terjadi karena mekanisme adisi-eliminasi. Mekanismenya
ditunjukkan pada gambar 9.

31 | Proceeding SNKPK vol 1., 2015, 31-5

H
OH
3

5
4

H 1
H

O
6

CH 2

H2 C
H

CH3

CH 3

CH 3

H
O

H 1
2

CH 3

Gambar 5. Mekanisme pergantian satu, dua atau tiga gugus


hidroksil dari unit 1,4--D- glukosa dengan gugus
asetil
Tiga gugus hidroksil (OH) bebas mempunyai reaktivitas
yang berbeda-beda. Gugus OH pada atom C6 lebih reaktif dan
lebih cepat diasetilasi daripada gugus OH pada atom C2 dan
C3 karena adanya rintangan sterik. Gugus OH pada atom C6
terletak di luar permukaan selulosa sehingga lebih cepat
bereaksi dengan gugus asetil. Sedangkan gugus OH pada atom
C2 dan C3 terletak di dalam permukaan selulosa bersama
ikatan-ikatan hidrogen dan gugus-gugus OH tetangga dalam
setiap unit 1,4--D- glukosa.
Jika gugus OH pada atom C2 dan C3 dibandingkan, maka
gugus OH pada atom C2 lebih reaktif. Hal ini disebabkan
gugus OH pada atom C2 lebih dekat dengan hemiasetal dan
lebih bersifat asam daripada gugus OH pada atom C3.
Nilai DS selulosa asetat ini dapat diukur dengan baik
menggunakan metode titrasi terhadap ester yang proses
esterifikasinya berlangsung cukup sempurna (Xu, et al., 2004;
Riswoko, 2005). Berdasarkan metode titrasi tersebut, maka
selulosa asetat yang dihasilkan memiliki nilai DS 2,7.

SIMPULAN
Selulosa dapat diisolasi dari jerami padi dengan diawali
proses delignifikasi untuk menghilangkan lignin yang
terkandung dalam jerami padi. Proses delignifikasi tersebut
dapat dilakukan dengan merendam jerami padi dalam larutan
amonia 15 % (v/v) selama 24 jam, sehingga didapatkan
kandungan lignin dalam jerami padi sebesar 20,03 % (b/b).
Hidrolisis jerami padi bebas lignin untuk memisahkan
selulosa dan hemiselulosa dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan HCl 3 % (v/v) pada suhu 90 0C selama 3
jam. Pada kondisi terbaik ini diperoleh selulosa dan
hemiselulosa masing-masing dengan komposisi 49,38 dan
30,59 % (b/b).

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2015

Selulosa asetat yang diperoleh berwarna putih kusam


dengan berat 1,4 g untuk setiap g bahan dasar selulosa dengan
nilai DS 2,7.

DAFTAR PUSTAKA
Agbogbo, Frank K. dan Mark T. Holtzapple. 2006. Fixed-Bed
Fermentation of Rice Straw and Chicken Manure Using A
Mixed Culture of Marine Mesophilic Microorganism.
Science Direct, Vol. 98, No. 8, hal. 15861595.
Bantacut, Tajuddin. 2006. Teknologi Pengolahan Padi
Terintegrasi Berwawasan Lingkungan. Lokakarya Nasional
Peningkatan Daya Saing Beras Melalui Perbaikan
Kualitas. Jakarta: Bulog.
Fengel, Dietrich dan Gerd Wegener. 1995. Kayu: Kimia,
Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi (Alih bahasa: Dr. Hardjono
Sastrohamidjojo). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, hal. 77-609.
Ferrer, B. Sulbarn de, A. Ferrer, F. M. Byers, B. E. Dale, dan M.
Aristiguieta. 1997. Sugar Production from Rice Straw. Arch.
Latinoam, hal. 112-114.
Guolin, Huang, Zhang Chengfang, dan Chen Zhongsheng. 2006.
Pulping of Wheat Straw with Caustic Potash-Ammonia
Aqueous Solutions and Its Kinetics. Chinese J. Chem. Eng.,
Vol 14 No 6, hal. 729-733.
Lim, Sang Kyoo, Kyu Min Cho, Shigeru Tasaka, dan Norihiro
Inagaki. 2001. Mesoporous Carbon Fibers Prepared from
Regenerated Rice Straw Fibers. Wiley Interscience, Vol.
286, No. 3 , hal. 187-190.
Meenakshi P., S. E. Noorjahan, R. Rajini, U. Venkateswarlu, C.
Rose, dan T. P. Sastry. 2002. Mechanical and
Microstructure Studies on The Modification of CA Film by
Blending with PS. Bull Mater Sci, Vol. 25, No. 1, hal. 25-29.
Riswoko, Asep. 2005. Sintesis Selulosa Palmitat dan
Karakterisasi Struktur. Seminar Nasional MIPA. 2005.
Jakarta : UI.
Santosa, Sri Juari, Jumina, dan Sri Sudiono. 2004. Sintesis
Selulosa Asetat dari Selulosa Ampas Tebu Limbah Pabrik
Gula. Yogyakarta. Jurnal Kimia Lingkungan, Vol. 5 No. 2.
2004. 85-94. Yogyakarta: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Gadjah Mada.
Sjstrm, Eero. 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar dan
Penggunaan. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, hal. 27-291.
Sutomo dan Kusoro Siadi. 1989. Kimia Organik I Bagian
Karbohidrat, Protein, dan Lemak. Semarang: FMIPA IKIP
Semarang, hal. 3-21.
Suwarsa, Saepudin. 1997. Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red
HE 7B oleh Jerami Padi. JMS, Vol 3 No. 1. 1998. 32-40.
Bandung: Seminar Nasional Kimia, Kimia FMIPA ITB.
Xu, Yixiang, Vesselin Miladinov, dan Milford A. Hanna. 2004.
Synthesis and Characterization of Starch Acetates with High
Substitution. Cereal Chemistry, Vol. 81, No. 6, hal. 735-740.

32 | Proceeding SNKPK vol 1., 2015, 32-5

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2015

Anda mungkin juga menyukai