Anda di halaman 1dari 18

Laporan Akhir

Praktikum Kimia Fisika II

ORDE REAKSI, TETAPAN LAJU REAKSI, PERSAMAAN ARRHENIUS DAN


ENERGI AKTIVASI

Tanggal Percobaan : Jumat, 28 April 2021

Kelas : Kimia 4C

Nama : Sasti Maziya Zulfah 11190960000097

Dosen : Nurmaya Arofah

Laboratorium Kimia

Pusat Laboratorium Terpadu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2021
A. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa memahami pengertian laju reaksi, tetapan laju reaksi dan orde reaksi.
2. Mahasiswa mampu menentukan tetapan laju reaksi dan orde reaksi dari hasil
percobaan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali hubungan antara kenaikan suhu terhadap
laju reaksi.
4. Mahasiswa mampu menghitung besarnya energi aktivasi (Ea) dengan
menggunakan Persamaan Arrhenius.

B. Prinsip Percobaan
Penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi dapat dilakukan dengan
menguraangi konsentrasi salah satu pereaksi sedangkan konsentrasi pereaksi lainnya
dibuat konstan dan mengamati laju reaksi hingga reaksi masih dapat diamati.
Selanjutnya dilakukan perhitungan Energi aktivasi (Ea) berdasarkan
persamaan Arrhenius. Dari persamaan Arrhenius akan diperoleh kurva log 1/waktu
sebagai fungsi dari 1/T dan akan diperoleh gradien berupa (-Ea/2,303 R). Maka, dapat
ditentukan Ea berdasarkan persamaan gradien (m) dikali dengan 2,303 R.

C. Tinjauan Pustaka
Menurut Syukri (1999), proses perubahan pereaksi menjadi produk disebut
sebagai reaksi kimia. Proses tersebut dapat terjadi secara lambat maupun cepat. Pokok
bahasan mengenai kecepatan laju reaksi disebut sebagai kinetika kimia. Pada kinetika
kimia dijelaskan mengenai cara menentukan serta faktor yang mempengaruhi laju
reaksi.
Berdasarkan Sukamto (1989), hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi
zat yang terlibat dalam reaksi ditentukan oleh persamaan laju tiap reaksinya. Pada
reaksi orde nol, kelajuan reaksi tidak bergantung dengan konsentrasi. Perubahan
konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu disebut sebagai laju reaksi. Laju
reaksi dapat dinyatakan pula sebagai kecepatan berkurangnya konsentrasi suatu
pereaksi dan bertambahnya konsentrasi dari suatu produk. Laju reaksi dapat
dinyatakan dengan persamaan laju reaksi sebagai berikut :
A+B AB
r = k[A] [B]n
m

k merupakan konstanta laju reaksi, serta m dan n merupakan orde dari masing-masing
pereaksi. Nilai laju reaksi dapat dipengaruhi oleh faktor berikut :
1. Sifat dan ukuran suatu pereaksi.
2. Konsentrasi dari pereaksi.
3. Suhu pereaksi.
4. Katalis.

Menurut Atkins (1999), energi aktivasi ditemukan oleh Svante Arrhenius yang
kemudian dinyatakan dalam satuan kilo Joule per mol. Beberapa reaksi kimia perlu
energi aktivasi yang sangat besar, sehingga diperlukan katalis untuk membuat reaksi
berlangsung dengan energi yang lebih rendah. Pada persamaan Arrhenius
didefinisikan secara kuantitatif mengenai hubungan antara energi aktivasi dengan
tetapan laju reaksi, dimana A merupakan faktor frekuensi dari reaksi, R merupakan
tetapan universal gas, T merupakan temperatur dalam satuan Kelvin, dan k sebagai
tetapan laju reaksi. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa energi
aktivasi dapat dipengaruhi salah satunya oleh temperatur.

Berdasarkan Toledo (1991), biasanya persamaan Arrhenius digunakan untuk


metode yang dipengaruhi oleh suhu. Persamaannya adalah sebagai berikut :

k = k0e – Ea/RT

Dimana Ko adalah frekuensi atau faktor tubrukan, Ea adalah energi aktivasi, R


merupakan konstanta gas, dan T merupakan suhu absolut dalam satuan Kelvin. Jika ln
k dihubungkan dengan 1/T, dapat diperoleh energi aktivasi. Apabila diperoleh energi
aktivasi positif maka hal tersebut menunjukkan reaksi meningkat seiring dengan
peningkatan suhu.

Menurut Castellan (1982), persamaan tersebut dapat ditulis berdasarkan


bentuk logaritmanya, yaitu sebagai berikut :

ln k = ln A – (Ea/RT) ln K
= (-Ea/RT 1/T) + ln A

Persamaan tersebut sesuai dengan persamaan linear yaitu y = mx + c, sehingga


hubungan antara energi aktivasi, suhu, serta laju reaksi dapat dianalisa dalam bentuk
kurva ln k terhadap 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersept ln A.

D. Metode Percobaan

1. Alat dan Bahan


Alat :
a. Becker glass100 mL
b. Gelas Ukur 25 Ml
c. Stopwatch
d. Spidol + kertas putih

Bahan :
a. Na2S2O3 0,1 M
b. HCl 2 M, 1 M
c. Aquades

2. Cara Kerja
Penentuan orde reaksi Na2S2O3
1) Dibuat tanda silang 2cm dengan menggunakan spidol pada sehelai
kertas.
2) Diletakkan becker glass 100 mL di atas tanda silang tersebut.
3) 10 mL larutan HCl 2M dipipet dan dimasukkan ke dalam becker glass
tersebut.
4) 20 mL larutan Na2S2O3 0,1M dipipet ke dalam becker glass yang lain,
kemudian dituangkan ke dalam becker glass yang berisi larutan HCl 2M.
5) Stopwatch dijalankan tepat pada saat penuangan. Waktu yang diperlukan
sejak mulai dicatat.
6) Penuangan sampai tanda silang tepat tidak nampak.
7) Percobaan di atas diulangi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 yang
telah diencerkan seperti terlihat pada tabel:
Percobaan Volume HCl Volume Na2S2O3 Volume
2M Akuades
1 10 mL 20 mL 0 mL
2 10 mL 15 mL 5 mL
3 10 mL 10 mL 10 mL
4 10 mL 5 mL 15 mL

8) Ditentukan berapa nilai orde reaksi untuk Na2S2O3.

Penentuan orde reaksi HCl

1) Untuk penentuan orde reaksi HCl, langkah kerja yang dilakukan sama
seperti pada langkah di atas, tetapi larutan HCl yang digunakan adalah
larutan HCl yang telah diencerkan dengan berbagai volume, sementara
larutan Na2S2O3 dibuat tetap, seperti terlihat pada tabel:
Percobaan Volume HCl Volume Na2S2O3 Volume
2M Akuades
1 20 mL 10 mL 0 mL
2 15 mL 10 mL 5 mL
3 10 mL 10 mL 10 mL
4 5 mL 10 mL 15 mL

2) Ditentukan berapa orde reaksi HCl.

Penentuan tetapan laju reaksi Na2S2O3 dengan HCl :

1) Untuk menentukan tetapan laju reaksi antara Na2S2O3 dengan HCl,


gunakan nilai orde reaksi reaksi Na2S2O3 dan HCl yang telah diperoleh
dari percobaan, kemudian nilainya dimasukkan ke dalam persamaan
hukum laju reaksi :
v = k [Na2S2O3]m . [HCl]n
2) Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara log [Na2S2O3] terhadap waktu
dan grafik hubungan antara log [HCl] terhadap waktu! Ditentukan berapa
nilai k berdasarkan persamaan laju reaksi dan dan dibandingkan nilainya
dengan hasil perhitungan yang diperoleh dari grafik.
Penentuan nilai energi aktivasi (Ea)

1) Dibuat tanda silang 2 cm dengan menggunakan spidol pada sehelai


kertas.
2) Becker glass 100 mL diletakkan di atas tanda silang tersebut.
3) 10 mL larutan HCl 1M diukur dan masukkan ke dalam becker glass
tersebut. Didinginkan larutan sampai suhu 10 oC, dengan menggunakan
es.
4) Diukur 20 mL larutan Na2S2O30,1 M dengan gelas ukur lainnya,
diturunkan suhunya hingga sama dengan suhu larutan HCl kemudian
dituangkan ke dalam becker glass yang telah berisi larutan HCl.
5) Stopwatch dijalankan tepat pada saat penuangan. Dicatat waktu yang
diperlukan sejak mulai penuangan sampai tanda silang tepat tidak nampak.
6) Percobaan di atas diulangi dengan menggunakan kedua larutan dengan
variasi suhu yang berbeda seperti terlihat pada tabel :
Percobaan Volume HCl Volume Na2S2O3 Suhu Percobaan
2M
1 10 mL 20 mL 10 0C
2 10 mL 15 mL 15 0C
3 10 mL 10 mL 25 0C
4 10 mL 5 mL 35 0C

7) Dibuat grafik hubungan antara log 1/waktu sebagai fungsi dari 1/T, dan
hitung berapa nilai energi aktivasi berdasarkan hasil percobaan.

E. Hasil dan Pembahasan


Percobaan kali ini dilakukan penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi
serta penentuan Energi aktivasi berdasarkan persamaan Arrhenius. Pertama, dilakukan
percobaan orde reaksi dan tetapan laju reaksi. Prinsip dari percobaan ini adalah
Penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi dapat dilakukan dengan menguraangi
konsentrasi salah satu pereaksi sedangkan konsentrasi pereaksi lainnya dibuat konstan
dan mengamati laju reaksi hingga reaksi masih dapat diamati.
Perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu disebut
sebagai laju reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan pula sebagai kecepatan
berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi dan bertambahnya konsentrasi dari suatu
produk (Sukamto, 1989). Orde reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi yang
menunjukkan tingkat reaksi suatu zat. Tetapan laju reaksi merupakan tetapan yang
harganya bergantung pada jenis pereaksi serta suhu.
Dilakukan pengamatan terhadap waktu terjadinya perubahan reaksi
pengendapan belerang ketika direaksikan dengan tiosulfat. Endapan ini akan
terbentuk ketika tiosulfat direaksikan dengan asam. Reaksinya sebagai berikut :
2HCl(aq) + 2Na2S2O3(aq) 2NaCl (aq) + S(s) +SO2(g) + H2O(l)
Berdasarkan reaksi di atas, dapat dilihat bahwa ketika tiosulfat bereaksi
dengan asam berupa HCl mengakibatkan berkuranganya konsentrasi tiosulfat dan
bertambahnya konsentrasi endapan belerang. Penggunaan asam berupa HCl berfungsi
untuk menguapkan sulfur dioksida serta mengendapkan sulfur. Terbentuknya endapan
ini ditandai dengan mulai tidak nampaknya tanda silang pada kertas. Ketika tanda
silang sudah hilang sepenuhnyam, maka pembentukan belerang telah sempurna.

Percobaan HCl (mL) [Na2S2O3] Waktu


1 3 0,1 M 37 s
2 3 0,08 M 44 s
3 3 0,06 M 64 s
4 3 0,04 M 132 s
5 3 0,02 M 600 s
Tabel 1. Penentuan orde reaksi Na2S2O3

Percobaan Na2S2O3 [HCl] Waktu


(mL)
1 5 3 133 s
2 5 2,5 144 s
3 5 2 148 s
4 5 1,5 151 s
5 5 1 159 s
Tabel 2. Penentuan orde reaksi HCl
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi,
dilakukan percobaan dengan beberapa variasi konsentrasi Na2S2O3. Konsentrasi yang
digunakan adalah 0,1 M; 0,08 M; 0,06 M; 0,04 M; 0,02 M. Waktu yang dibutuhkan
untuk penggunaan Na2S2O3 adalah 37 detik, yang kemudian diperoleh laju reaksi
sebesar 2,7 x 10-3 m/s. Kemudian untuk Na2S2O3 0,08 M diperlukan waktu 44 detik
sehingga laju reaksinya adalah 1,8 x 10-3 m/s. Konsentrasi 0,06 M membutuhkan
waktu 64 detik, maka laju reaksinya adalah 9,4 x 10-4 m/s. Untuk konsentrasi 0,04 M
dibutuhkan waktu 132 detik sehingga laju reaksinya adalah 3,0 x 10-4 m/s. Dan
terakhir digunakan Na2S2O3 dengan konsentrasi 0,02 M yang membutuhkan waktu
600 detik sehingga laju reaksinya adalah 3,3 x10-4. Sementara untuk HCl digunakan
konsentrasi 3 M; 2,5 M; 2 M; 1,5 M dan 1 M. Diperoleh laju reaksi HCl pada
konsentrasi 1M adalah 2,25 x 10-2 m/s. Untuk konsentrasi 2,5 M sebesar 1,74 x 10-2
m/s. Konsentrasi 2 M sebesar 1,35 x 10-2 m/s. Konsentrasi 1,5 M sebesar 9,93 x 10-3
m/s dan konsentrasi 1 M dengan laju reaksi sebesar 6,29 x 10-3 m/s.

Grafik Hubungan Log [Na2S2O3] vs


Waktu
0
0 100 200 300 400 500 600 700
-0,5
Log [Na2S2O3]

-1

-1,5

-2
Waktu

Grafik 1. Hubungan log [Na2S2O3] terhadap waktu


log [HCl] vs waktu
0,6
0,5

Log [HCl]
0,4
0,3
0,2
0,1
0
130 135 140 145 150 155 160 165
waktu

Grafik 2. Hubungan log [HCl] terhadap waktu

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa log [Na2S2O3] maupun log [HCl]
berbanding lurus dengan waktu. Pada umumnya jika konsentrasi zat semakin besar
maka laju reaksinya semakin besar, dan sebaliknya jika konsentrasi suatu zat semakin
kecil maka laju reaksinya pun semakin kecil (Keenan, 1979).

Untuk beberapa reaksi, laju reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan


matematik yang dikenal dengan hukum laju reaksi atau reaksi yang dinamakan orde
reaksi. Menentukan orde reaksi dari suatu reaksi kimia pada prinsipnya menentukan
seberapa besar pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi (Keenan,
1979). Orde reaksi dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

Diperoleh orde reaksi untuk Na2S2O3 adalah orde 2 sementara untuk HCl
adalah orde 1. Sehingga persamaan yang didapatkan adalah
v = k [Na2S2O3]2[HCl]1
diperoleh tetapan laju reaksi Na2S2O3 sebesar 0,135; 0,141; 0,1305; 0,094 dan
0,0412. Sementara tetapan laju reaksi untuk HCl sebesar 0,750; 0,696; 0,675; 0,662
dan 0,629. Laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, maka jumlah partikel yang
terkandung didalamnya akan semakin banyak dan tersusun lebih rapat. Jumlah dan
susunan ini lah yang menyebabkan kemungkinan tumbukan antar partikel semakin
besar sehingga laju reaksipun akan semakin besar. Semakin besar laju reaksi, maka
waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi pun akan semakin kecil.

Selanjutnya dilakukan percobaan kedua yaitu penentuan Energi aktivasi


berdasarkan persamaan Arhenius untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju
reaksi. Pada persamaan Arrhenius didefinisikan secara kuantitatif mengenai hubungan
antara energi aktivasi dengan tetapan laju reaksi, dimana A merupakan faktor
frekuensi dari reaksi, R merupakan tetapan universal gas, T merupakan temperatur
dalam satuan Kelvin, dan k sebagai tetapan laju reaksi. Berdasarkan persamaan
tersebut, dapat diketahui bahwa energi aktivasi dapat dipengaruhi salah satunya oleh
temperatur (Atkins, 1999). Digunakan larutan HCl dan Na2S2O3 dengan variasi suhu.
Tujuan dari penggunaan suhu secara bervariasi adalah untuk mengetahui pengaruh
suhu terhadap laju reaksi.

Percobaan Suhu HCl Suhu Waktu 1/waktu 1/T


Na2S2O3 (s)
1 10 0C 10 0C 135 0,0074 0,00353
2 15 0C 15 0C 115 0,0087 0,00347
3 25 0C 25 0C 76 0,0132 0,00335
0 0
4 35 C 35 C 68 0,0147 0,00325
Tabel 3. Penentuan Nilai Energi Aktivasi (Ea)

Berdasarkan hasil percobaan, dapat teramati bahwa seiring dengan


peningkatan suhu, waktu yang dibutuhkan pun semakin kecil sehingga laju reaksinya
semakin besar. Waktu diukur mulai dari awal penuangan tiosulfat hingga tanda silang
pada kertas tidak nampak. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

2HCl(aq) + 2Na2S2O3(aq) 2NaCl (aq) + S(s) +SO2(g) + H2O(l)

Dapat diketahui bahwa peningkatan suhu akan berbanding lurus dengan laju
reaksi. Penigkatan suhu akan menyebabkan peningkatan energi kinetik pada molekul
pereaksi. Ketika energi kinetik lebih besar, maka kemungkinan terjadi tumbukan
partikel akan semakin sering sehingga reaksipun berlangsung lebih cepat. Waktu serta
suhu yang diperoleh dari hasil pengamatan akan digunakan untuk menghitung Energi
aktivasi reaksi berdasarkan persamaan Arrhenius yang kemudian dapat dibuat kruva
hubungan antara 1/T terhadapa log 1/waktu.
Grafik Persamaan Arrhenius
-1,75
0,0032 0,00325 0,0033 0,00335 0,0034 0,00345 0,0035 0,00355
-1,8
-1,85
Log 1/waktu -1,9
-1,95
-2
-2,05
y = -1118,2x + 1,826
-2,1
R² = 0,9602
-2,15
1/T

Grafik 2. Persamaan Arrhenius

Berdasarkan kurva diatas, diperoleh persamaan garis berupa y = -1118,2x +


1,826. Berdasarkan persamaan garis tersebut, dapat dihitung Energi aktivasi dengan
menggunakan persamaan Arrhenius. Didapatkan Energi aktivasi (Ea) sebesar 21,41
kJ/mol. Hubungan yang terjadi antara Energi aktivasi dan laju reaksi adalah
berbanding terbalik. Semakin besar energi aktivasi, maka laju reaksi akan semakin
kecil. Hal ini dikarenakan, energi aktivasi merupakan energi minimum dari suatu zat
untuk bereaksi. Faktor yang dapat mempengaruhi energi aktivasi adalah suhu, faktor
frekuensi (A), serta katalis. Semakin tinggi nilai 1/T maka nilai log 1/waktu akan
semakin kecil. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi
aktivasi akan semakin kecil, dan laju reaksipun akan semakin besar sehingga
dibutuhkan waktu yang lebih sedikit bagi larutan atau zat untuk bereaksi.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasli percobaan, dapat disimpulkan :
1. Laju reaksi merupakan penambahn konsentrasi produk serta pengurangan
konsentrasi reaktan per satuan waktu. Orde reaksi merupakan pangkat dari
konsentrasi yang menunjukkan tingkat reaksi suatu zat. Tetapan laju reaksi
merupakan tetapan yang harganya bergantung pada jenis pereaksi serta suhu.
2. Orde reaksi dari Na2S2O3 adalah 2 dengan tetapan laju reaksi sebesar 0,135;
0,141; 0,1305; 0,094 dan 0,0412. Kemudian orde reaksi dari HCl adalah 1 dengan
tetapan laju reaksi untuk HCl sebesar 0,750; 0,696; 0,675; 0,662 dan 0,629.
3. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan reaksi berlangsung semakin cepat maka
laju reaksi akan semakin tinggi.
4. Berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan persamaan Arrhenius,
diperoleh Energi aktivasi (Ea) sebesar 21,41 kJ/mol.

Daftar Pustaka

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto
Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Physichal Chemistry.

Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic
Services.

Keenan.1979. Kimia Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga

Sukamto. 1989. Kimia Fisika. Jakarta:PT Bhineka Cipta

Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung:ITB

Toledo, R.T. 1991. Fundamentals of Food Engineering. 2nd Ed. Chapman & Hall, New
York.
Lampiran

1. Pertanyaan Setelah Kerja :


a. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan laju reaksi!
Jawab :
Perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satuan waktu disebut sebagai
laju reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan pula sebagai kecepatan berkurangnya
konsentrasi suatu pereaksi dan bertambahnya konsentrasi dari suatu produk.

b. Jelaskan bagaimana perubahan konsentrasi pereaksi dapat mempengaruhi nilai


laju reaksi!
Jawab :
Semakin besar konsentrasi suatu reaktan, maka laju reaksi yang berlangsung pun
akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi konsentrasi suatu zat
maka semakin banyak pula molekul pada zat tersebut sehingga menyebabkan
tumbukan yang lebih banyak dan reaksipun berlangsung lebih cepat.

c. Dari reaksi : 2NO (g) + Br2 (g) 2NOBr (g) , diperoleh data percobaan sebagai
berikut :
No. NO (mol/L) Br2 (mol/L) Kecepatan Reaksi Mol/1/detik
1 0,1 0,1 12
2 0,1 0,2 24
3 0,1 0,3 36
4 0,2 0,1 48
5 0,3 0,1 108

1) Tentukan orde reaksinya !


Jawab :
Orde Reaksi NO
Orde Reaksi Br2

2) Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !


Jawab :
V = k [NO]m[Br2]n

12 = k [0,1]2 [0,1]1

12 = k. 1 X 10-3

K=

d. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan energi aktivasi!


Jawab :
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia
untuk bereaksi.
e. Jelaskan bagaimana hubungan antara kenaikan suhu terhadap laju reaksi!
Jawab :
Hubungannya adalah berbanding lurus, semakin tinggi suhu maka laju reaksi akan
semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah suhu maka nilai laju reaksi
semakin rendah.

f. Van Hoff, seorang ahli kimia dari Belanda, menjelaskan bahwa laju reaksi akan
meningkat sebesar dua kali lipat jika temperatur dinaikkan sebesar 10 °C. Apakah
pernyataan ini berlaku untuk setiap jenis reaksi? Jelaskan!
Jawab :
Ya, karena setiap terjadinya kenaikan temperatur terjadi tumbukan antara partikel
akan semakin sering terjadi, sehingga laju reaksi semakin meningkat.

2. Perhitungan
a. Penentuan Orde Reaksi Na2S2O3

 v1 = =

 v2 = =

 v3 = =

 v4 = =

 v5 = =

n = 1,817 2
b. Tetapan Laju Reaksi Na2S2O3

 k1 = = 0,135

 k2 = = 0,141

 k3 = = 0,1305

 k4 = = 0,094

 k5 = = 0,412

c. Penentuan Orde Reaksi HCl

 v1 = =

 v2 = =

 v3 = =

 v4 = =

 v5 = =

m=1

d. Tetapan Laju Reaksi HCl

 k1 = = 0,750

 k2 = = 0,696

 k3 = = 0,675

 k4 = = 0,662
 k5 = = 0,629

e. Grafik hubungan antara log k terhadap 1/T


1) Nilai 1/T
 Suhu 1 = 100C = 283 K
1/T = 0,00353
 Suhu 2 = 150C = 288 K
1/T = 0,00347
 Suhu 3 = 250C = 298 K
1/T = 0,00335
 Suhu 4 = 350C = 308 K
1/T = 0,00325

2) Nilai Log 1/t


 t1 = log 0,0074 = -2,131
 t2 = log 0,0087 = -2,060
 t3 = log 0,0132 = -1,879
 t4 = log 0,0147 = -1,833

3) Perhitungan Ea berdasarkan kurva


y = -1118,2x + 1,826
R² = 0,9602
m=-

Ea = -
Ea = - (
Ea = 21.410,334 J/ mol = 21,41 kJ/mol

3. MSDS
a. Natrium tiosulfat
- Keadaan Fisik : Padat
- Penampilan : Putih
- Bau : tidak berbau
- Titik Didih : Tidak tersedia.
- Titik beku / lebur : 43 derajat C
- Kelarutan : larut.
- Formula Molekul : Na2O3S2
- Berat Molekul : 158.0978 gram/mol
- Bahaya : beresiko meledak dengan nitrat, nitrit, maupun senyawa peroksi.
Oksidator kuat dengan fluorin dan asam-asam.

b. Asam Klorida
- Keadaan Fisik : Cairan
- Penampilan : Bening, tidak berwarna hingga kuning pucat
- Bau : Kuat, pedas
- Titik didih : 83 deg C @ 760 mmHg
- Titik beku / lebur : -66 deg C
- Kelarutan : Larut dalam air.
- Berat Molekul : 36,46 gram/mol
- Bahaya : menyebabkan korosi pada logam, luka bakar pada kulit, kerusakan
mata, dan iritasi saluran pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai