MODUL 03
KINETIKA KIMIA
a. Menentukan persamaan laju reaksi S2 O2−¿¿8 dan I −¿¿ , pengaruh konsentrasi S2 O2−¿¿
8
dan I −¿¿ pada laju reaksi, dan pengaruh penambahan Cu ¿ pada laju reaksi
2−¿¿
2. Teori Dasar
Reaksi kimia adalah suatu proses yang berlangsung dengan kecepatan tertentu, parameter
dari kecepatan ini adalah waktu. Dimana ada beberapa reaksi yang berlangsung dalam
waktu yang singkat sehingga sulit diukur dan terdapat banyak reaksi baik untuk senyawa
organik maupun anorganik yang berlangsung dalam kecepatan yang dapat diukur pada
suhu tertentu. Pada percobaan ini akan dipelajari tentang laju reaksi, suasana yang
mempengaruhi laju reaksi, dan mekanisme reaksi.
Laju reaksi akan diukur sebagai berkurangnya zat yang bereaksi atau bertambahnya zat
hasil reaksi. Pada umumnya laju reaksi bergantung pada beberapa aspek yaitu konsentrasi
zat yang bereaksi, temperatur, dan katalis. Selain itu, radiasi dan keadaan fisik pereaksi
juga dapat mempengaruhi laju reaksi.
Hukum laju atau persamaan laju untuk reaksi merupakan persamaan yang menyatakan
laju sebagai fungsi konsentrasi setiap zat yang mempengaruhi laju reaksi. Hukum laju
reaksi hanya dapat ditentukan dengan eksperimen dan tidak dapat disimpulkan hanya dari
persamaan reaksi.
Kita tahu bahwa sejumlah reaksi memiliki laju yang pada suhu tertentu sebanding dengan
konsentrasi dari satu, dua, atau mungkin tiga pereaksi yang masing-masing diberi pangkat
dengan bilangan kecil yang disebut orde reaksi. Orde reaksi terhadap suatu pereaksi yang
sama dengan eksponen pada hukum laju reaksi.
Untuk reaksi: A + 2B → 3C + D
−d [ A ] −1 d [ B ] +1 d [ C ] + d [ D ] m
r= = = = =k . [ A ] .[B]n
dt 2 dt 3 dt dt
Dengan t = waktu
−d [ A ] −1 d [ B ]
= : Laju berkurangnya konsentrasi pereaksi A dan B dalam mol / liter /
dt 2 dt
detik.
+ 1 d [ C ] +d [ D ]
= : Laju bertambahnya konsentrasi hasil reaksi C dan D dalam mol / liter /
3 dt dt
detik dengan k adalah tetapan laju reaksi serta m dan n sebagai orde reaksi.
Dengan k adalah tetapan laju reaksi serta m dan n sebagai ordo reaksi.
Suatu reaksi kimia dapat berlangsung apabila orientasi antar pereaksinya tepat satu sama
lain dan tercapainya energi pengaktifan reaksi. Energi pengaktifan sendiri merupakan
energi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek sterik dan untuk memulai pemutusan ikatan
lama pada pereaksi. Kegunaan dari energi pengaktifan yaitu mengubah substrat pereaksi
menjadi spesi kompleks teraktifkan ( pada keadaan transisi).
−Ea / RT
k=Ae
ln k =( −Ea
R ) . ( )+ln A
1
T
Alat
a) Peralatan gelas standar
b) Termometer
c) Stopwatch
d) Pipet 10 ml dan 25 ml
e) Pemanas listrik
Bahan
4. Cara Kerja
−¿¿
a) Bagian 1.1: Pengaruh Konsentrasi I pada Laju Reaksi
Larutan kanji sebanyak 5 ml diukur dengan gelas ukur lalu dimasukkan ke dalam
gelas kimia 250 ml. kemudian 10 ml larutan Na2 S2 O3 0 ,01 M ditambahkan yang
sudah diukur dengan menggunakan pipet ukur atau buret, setelah itu 25 ml
Larutan KI 0 , 40 M ditambahkan lagi dengan menggunakan pipet seukuran atau
buret. Lalu campuran diaduk, setelah itu 25 ml Larutan ¿ dimasukkan ke dalam
gelas kimia 150 ml yang kering dengan menggunakan pipet seukuran. Kemudian
temperatur kedua larutan tersebut disamakan dan ¿ segera dicampurkan ke dalam
campuran KI −Na2 S2 O3−Kanji. Setelah itu selang waktu mulai dari dilakukan
pencampuran hingga campuran menjadi biru (campuran diaduk dengan batang
pengaduk) dicatat dan temperatur larutan dicatat.
konsentrasi S2 O2−¿¿
8 berubah-ubah. Cara pengerjaan percobaan 1.1 diikuti
25 ml Larutan KI 0 , 20 M , 10 ml Larutan Na2 S2 O3 0 ,01 M , dan 5 ml larutan
kanji diukur kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia, setelah itu temperatur
kedua larutan disamakan. Kemudian larutan ¿ segera dicampurkan ke dalam
campuran KI −Na2 S2 O3−Kanji. Setelah itu selang waktu mulai dari dilakukan
pencampuran hingga campuran menjadi biru (campuran diaduk dengan batang
pengaduk) dicatat dan temperatur larutan dicatat.
Tiga buah gelas kimia 250 ml disiapkan, lalu gelas kimia 1 diisi dengan air dingin
(suhunya diukur dengan termometer, kira-kira sama dengan suhu kamar, yaitu 25 ℃).
Kemudian gelas kimia 2 diisi dengan air pada suhu 45 ℃ , setelah itu gelas kimia 3
diisi dengan air bersuhu kira-kira 65 ℃.
Proses percampuran yang sama dilakukan terhadap larutan dalam tabung reaksi 2
dengan larutan dalam tabung reaksi B (suhu 45 ℃ ) dan pencampuran larutan dalam
tabung reaksi 3 dengan larutan dalam tabung reaksi C (suhu 65 ℃ ). Waktu untuk
masing-masing proses mulai dari awal sampai terjadi perubahan warna menjadi bening
dicatat.
Keterangan:
Larutan A:
Larutan H 2 O2 4 M (410 ml 30% H 2 O2 diencerkan sampai dengan 1 L dengan aqua
dm)
Larutan B:
0 , 20 M dalam KI O3 dan 0,077 M dalam H 2 SO4 ( 43 gram KI O3 dilarutkan dalam 800
ml aqua dm, kemudian H 2 SO4 pekat sebanyak 4,3 ml ditambahkan. Setelah itu
campuran reaksi dipanaskan dan diaduk sampai kalium iodat larut, lalu larutan
diencerkan sampai dengan 1 L dengan aqua dm).
Larutan C:
Larutan kanji, 0 , 15 M dalam asam malonat dan 0 , 02 M dalam Mn SO 4 ( 16 gram
asam malonat dan 3,4 gram mangan(II) sulfat monohidrat dilarutkan dalam 500 ml
aqua dm. kemudian 0,30 gram kanji dicampurkan dengan 5 ml aqua, lalu campuran
diaduk sampai berbentuk bubur. Setelah itu bubur dituangkan ke dalam 50 ml aqua dm
mendidih dan lanjutkan pemanasan sambil diaduk sampai kanji larut. Kemudian
larutan kanji dituangkan ke dalam larutan asam malonat dan mangan(II) sulfat, setelah
itu campuran ini diencerkan sampai dengan 1 L dengan menggunakan aqua dm).
Gelas ukur dimiringkan sedikit lalu diteteskan zat pewarna makanan berwarna merah
atau biru sedemikian rupa di sepanjang bagian sisi dalam gelas ukur agar pasta gigi
memiliki corak berstrip. Setelah itu larutan KI jenuh segera ditambahkan ke dalam
gelas ukur .
Reaksi redoks yang terjadi pada reaksi dekomposisi H 2 O2 menjadi gas oksigen dan air
−¿¿
oleh katalis ion I dituliskan dan spesi mana yang mengalami reaksi oksidasi dan
yang mana yang mengalami reaksi reduksi ditunjukkan.
mol=0 , 01 ×10
¿ 0 , 1 mmol
−5
−5 ,0 × 10 mol −4
∆¿ ¿ ¿−7 , 69× 10 M
0,065 liter
3. Laju reaksi
−4
−7 ,69 ×10 −4
v 1= =−7 ,69 ×10 M /detik
1
−4
−7 ,69 ×10 −5
v 2= =−7 ,51 ×10 M /detik
10 , 23
−4
−7 ,69 × 10 −5
v 3= =−2 , 67 ×10 M /detik
28 , 78
−4
−7 , 69 ×10 −5
v 4= =−1 ,30 × 10 M /detik
58 , 90
−¿¿
4. Orde reaksi terhadap I
v1 x
=2
v2
−4
−7 , 69× 10 x
−5
=2
−7 , 51 ×10
3 , 35=x
v2 x
=2
v3
−5
−7 , 51× 10 x
−5
=2
−2 ,67 × 10
1 , 49=x
v3 x
=2
v4
−5
−2 ,67 × 10 x
−5
=2
−1 ,30 ×10
1 , 03=x
x=1 , 95
5. Konsentrasi awal reaktan dalam campuran
Konsentrasi KI (M)
0 , 40 M ×0,025 L
MK I (1)=
0,065 L
MK I (1)=0 ,15 M
0 , 20 M × 0,025 L
MK I (2)=
0,065 L
MK I (2)=0 , 07 M
0 , 10 M × 0,025 L
MK I (3) =
0,065 L
MK I (3) =0 , 03 M
MK I (4 ) ( sebelum dicampur ) ×VKI
d. MK I (4 )=
Vtot
0 , 05 M × 0,025 L
MK I (4 )=
0,065 L
MK I (4 )=0 , 01 M
Konsentrasi ¿
Karena konsentrasi ¿ sebelum dicampur sama pada keempat percobaan maka nilai
konsentrasi setelah dicampur sama.
M¿
M¿
M¿
v1
k (1)=
¿¿¿
−4
7 , 69 ×10 M /detik
k (1)=
[ 0 ,15 M ] 1 ,95
k (1)=0,031
v2
k (2)=
¿¿¿
−5
7 , 51× 10 M /detik
k (2)=
[ 0 , 07 M ] 1, 95
k (2)=0,013
v3
k ( 3) =
¿¿¿
−5
2 , 67 ×10 M /detik
k (3)=
[ 0 , 03 M ] 1 ,95
k (3)=0,024
v4
k (4 )=
¿¿¿
−5
1 , 30 ×10 M /detik
k (4 )=
[ 0 , 01 M ] 1 ,95
k (4 )=0,103
−5 −4
3 0,20 0,10 29 0,07 0,03 −2 , 65× 10 4 , 58× 10
−5 −4
4 0,20 0,05 31 0,07 0,01 −2 , 48 ×10 4 , 72×10
1. Laju reaksi
−4
−7 ,69 ×10 −4
v 1= =−1 , 28 ×10 M /detik
6
−4
−7 ,69 ×10 −5
v 2= =−5 , 76 ×10 M /detik
13 ,34
−4
−7 ,69 × 10 −5
v 3= =−2 , 65 ×10 M /detik
29
−4
−7 , 69 ×10 −5
v 4= =−2 , 48 ×10 M /detik
31
v1 y
=2
v2
−4
−1 ,28 ×10 y
−5
=2
−5 ,76 × 10
1 ,15= y
v2 y
=2
v3
−5
−5 ,76 × 10 y
−5
=2
−2 ,65 × 10
1 ,12= y
v3 y
=2
v4
−5
−2 , 65× 10 y
−5
=2
−2 , 48 ×10
0 , 09= y
1 ,15+ 1 ,12+0 , 09
y= =0 , 78
3
Konsentrasi KI (M)
Karena konsentrasi KI sebelum dicampur sama pada keempat percobaan maka nilai
konsentrasi setelah dicampur sama.
0 , 20 M ×0,025 L
MKI =
0,065 L
MKI =0,076 M
Konsentrasi ¿
a. M ¿
M¿
M¿
b. M ¿
M¿
M¿
c. M ¿
M¿
M¿
d. M ¿
M¿
M¿
v1
k (1)=
¿¿¿
−4
1 ,28 × 10 M /detik
k (1)=
[ 0 , 15 M ] 0 ,78
v2
k (2)=
¿¿¿
−5
5 ,76 × 10 M /detik
k (2)=
[ 0 , 07 M ] 0 ,78
v3
k ( 3) =
¿¿¿
−5
2 , 65× 10 M /detik
k (3)=
[ 0 , 03 M ] 0 ,78
k (3)=¿ 4 , 08 ×10−4
v4
k (4 )=
¿¿¿
−5
1 , 30 ×10 M /detik
k (4 )=
[ 0 , 01 M ] 0 ,78
k (4 )=¿ 4 , 72×10−4
Rata-rata nilai k
−4 −4 −4 −4
5 , 62 ×10 +4 ,58 × 10 + 4 , 08 ×10 + 4 , 72× 10
k=
4
−4
k =4 ,75 × 10
−¿¿
Persamaan hukum laju reaksi S2 O2−¿¿
8 dan I
v=k . ¿ ¿
−4
v=4 ,75 × 10 . ¿ ¿
1. Laju reaksi
−4
−7 ,69 ×10 −5
v 1= =−8 , 42× 10 M /detik
9 , 13
−4
−7 ,69 ×10 −4
v 2= =−1 , 05 ×10 M /detik
7 , 26
−4
−7 ,69 × 10 −4
v 3= =−1 , 69 ×10 M /detik
4 , 53
−4
−7 , 69 ×10 −4
v 4= =−2 ,56 × 10 M /detik
3
v1
k (1)=
¿¿¿
−5
8 , 42 ×10 M /detik
k (1)=
[ 0 , 15 M ] 1, 95
−3
k (1)=3 , 40 × 10
v2
k (2)=
¿¿¿
−4
1 ,05 × 10 M /detik
k (2)=
[ 0 , 07 M ] 1 ,95
k (2)=0 ,01 8
v3
k ( 3) =
¿¿¿
−4
1 ,69 × 10 M /detik
k (3)=
[ 0 , 03 M ] 1 ,95
k (3)=0 ,15
v4
k (4 )=
¿¿¿
−4
2 , 56 ×10 M /detik
k (4 )=
[ 0 , 01 M ]1 , 95
k (4 )=2 , 03
−3
3 , 40× 10 +0,018+ 0 ,15+ 2, 03
k= = 0,55
4
Kesimpulan
Setelah ditambah dengan Cu ¿ nilai laju reaksinya semakin besar, dengan ini dapat
disimpulkan bahwa reaksi berjalan semakin cepat akibat penambahan Cu ¿
2−¿¿
Konsentrasi S2 O3 dalam campuran
M 0,025 0,05 - -
R x x x x
S 0,025-x 0,05-x x x
¿¿
x=0,025
Karena nilai Molaritas/koef dari Fe3 +¿¿ lebih kecil maka pereaksi pembatas dari
reaksi diatas adalah Fe3 +¿¿.
[ ( ) ( ) ( ) ]
3 3 3 4
2 2 2 x 2 2 x 4 B0 x x 4 B0 x x 5
B 0 . A 0 x− A 0 x + −A 0 B0 x − + A 0 − − +
3 3 3 2 2 5
k=
t
[ ( ) ( ) (
3 3
2 2 2 0,025 2 2 0,025 4 .0 ,05 . 0,0
0 , 05 . 0,025 .0,025−0,025.0,025 + −0,025 0 ,05 .0,025− + 0,025
3 3 3
k (1)=
5 ,17
k (1)=1 , 8 3× 10−9
[ ( ) ( ) (
3 3
2 2 2 0,025 2 2 0,025 4.0 , 05 .0,0
0 , 05 . 0,025 .0,025−0,025.0,025 + −0,025 0 ,05 .0,025− +0,025
3 3 3
k (2)=
4 , 73
−9
k (2)=1 , 99 ×10
[ ( ) ( ) (
3 3
2 2 2 0,025 2 2 0,025 4.0 , 05 .0,0
0 , 05 . 0,025 .0,025−0,025.0,025 + −0,025 0 ,05 .0,025− +0,025
3 3 3
k (2)=
2 ,92
k (2)=3 , 25 ×10−9
Praktikum ini terdiri dari berbagai macam percoban. Pada percobaan pertamam kita akan
menentukan persamaan laju reaksi S2 O2−¿¿
8 dan I −¿. ¿ Untuk mengetahui inim kita
membuat konsentrasi salah satu reaktan konstan dan yang lainnya dibuat berubah-ubah.
Hal ini ditujukan agar nantinya kita bisa menentukan order reaksi dengan melakukan
perbandingan berdasarkan hukum lajunya.
Pada percobaan kedua, kita akan menentukan energi aktivasi suatu reaksi. Untuk
menentukan nilai ini kita bisa mereaksikan zat-zat kimia dalam suhu tertentu. Sebagai
contoh kita memasukkan masing-masing tabung reaksi berisi zat ke dalam masing-masing
air yang memiliki perbedaan suhu. Dengan metode ini, kita bisa menentukan energi
aktivasi dengan sebuah persamaan yang diturunkan oleh Arhenius.
Pada percobaan ketiga, kita akan mengamati sebuah mekanisme reaksi dari suatu reaksi
kimia. Hal ini bisa dilakukan dengan mencampurkan Larutan H 2 O2 4 M dan Larutan
KI O3 0 ,2 M dalam 0,007 M H 2 S O 4, dan larutan kanji yang terdapat 0,15 M asam
malonat dan 0,02 M mangan(II) sulfat. Ketika ketiga larutan tersebut dicampurkan, maka
reaksi akan berlangsung dan melalui ini kita bisa mengamati mekanisme reaksi yang
terjadi.
Pada percobaam keempat, kita akan mengetahui pengaruh katalis terhadap reaksi kimia.
Dalam percobaan ini, deterjen cair berperan sebagai katalis yang mempercepat terjadinya
reaksi antara larutan H 2 O2 dan larutan KI jenuh.
Kemudian kita melakukan penambahan Reagan dalam setiap reaksinya. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui persamaan reaksi dari reaksi kimia tersebut. Ini
dikarenakan dalam hukum laju, faktor yang memegang penuh terhadap proses hukum laju
adalah reaktan sehingga ketika dilakukan penambahan reagen, maka kita akan langsung
mengetahui persamaan lajunya.
Kemudian, poin penting untuk kita dapat mengetahui persamaan laju reaksi adalah dalam
menentukan orde reaksi masing-masing reaktan. Secara teoritis order reaksi dapat
ditentukan dengan melakukan percobaan yang memuat perubahan reaktan secara berkala.
Perubahan dari konsentrasi reaktan ini akan menyebabkan kita dapat mengetahui dengan
mudah order reaksi tersebut. Namun, langkah yang harus diperhatikan adalah kita harus
membuat salah satu dari zat reaktan tersebut konstan karena hal inilah yang akan
memudahkan kita untuk menentukan orde reaksi tersebut.
Dalam hasil perhitungan, kita dapat mengetahui nilai k dari masing-masing percobaan.
Misalkan seperti pada percobaan kedua, kita mendapatkan nilai k sekitar 4 , 75× 10−4 .
Nilai ini tentunya mungkin dapat berubah seiring berjalannya waktu. Selain itu, dalam
percobaan ini kita juga dapat mengetahui nilai energi aktivasi dari reaksi yang terjadi.
Besar dari nilai ini dapat diambil dari persamaan yang arhenius keluarkan.
Kemudian, energi aktivasi adalah energi yang harus dilampaui agar reaksi kimia dapat
terjadi. Maka dari itu, jika suatu energi yang dimiliki suatu reaksi tidak mencukupi, reaksi
tersebut tidak akan terjadi. Namun, terdapat berbagai cara yang bisa kita lakukan untuk
membuat energi reaksi itu melampaui energi aktivasinya sehingga reaksi dapat terjadi.
Dalam proses penentuan energi aktivasi ini, kita bisa menentukannya dengan
memanfaatkan persamaan yang diturunkan oleh Arrhenius. Persamaan ini menyatakan
hubungan antara konstanta suatu laju reaksi, energi aktivasi , dan temperatur dari
lingkungan dimana reaksi itu berlangsung. Persamaan tersebut adalah
−Ea
RT
k=Ae
Di sisi lain, ketika kita menginginkan laju reaksi yang berlangsung itu dapat dipercepat
atau dinaikan kecepatannya, maka hal yang harus kita lakukan adalah menambahkan
katalis ke dalam reaksi tersebut. Hal ini dikarenakan fungsi dari katalis ini memang untuk
mempercepat proses laju reaksi. Kemudian ,konsep yang diterapkan dalam katalis ini
adalah zat ini berusaha mencari alternatif lain yang penggunaan energi aktivasinya lebih
kecil dibandingkan energi aktivasi pada reaksi utama sehingga reaksi akan berjalan lebih
cepat.
7. Kesimpulan
8. Daftar Pustaka
Brady.James E.Neil R.J Alyson Hyslop 2012 chemistry 6th edition
https:www.sciencelab.com/msclslim.php
https://smartlab.co.id
https://www.merckmillipore.com
9. Lampiran