Anda di halaman 1dari 20

Laporan Akhir

Praktikum Kimia Fisika II

KOEFISIEN DISTRIBUSI

Tanggal Percobaan : Jumat, 30 April 2021

Kelas : Kimia 4C

Nama : Sasti Maziya Zulfah 11190960000097

Dosen : Nurmaya Arofah

Laboratorium Kimia

Pusat Laboratorium Terpadu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2021
A. Tujuan Percobaan
1. Mengenal teknik pemisahan berdasarkan ekstraksi cair-cair.
2. Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur.

B. Prinsip Percobaan
Primsip dari percobaan ini adalah distribusi zat terlarut yaitu asam asetat ke
dalam pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan dietil eter. Setelah tercapai
kesetimbangan pada suhu tertentu akan berlaku hubungan menurut hukum distribusi
Nerst, dimana Kd adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi dan C1/C2 adalah
koensentrasi zat terlarut dalam masing-masing pelarutnya.

C. Tinjauan Pustaka
Menurut Khopkar (2003), ekstraksi pelarut biasanya digunakan untuk
memisahkan beberapa gugus yang diinginkan dan bisa juga yang merupakan gugus
pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Tidak jarang gugus-gugus
pengganggu ini diekstraksi secara selektif. Teknik prosesnya adalah dengan
melakukan penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus
yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik didasarkan agar kedua jenis
pelarut (dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercamupr satu sama lain.
Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan cara pengocokan
beberapa kali.
Berdasarkan Svehla (1985), hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan
yaitu, bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat
bercampur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul
terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka
banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin
ada. Harga angka banding dapat berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat
terlarut, dan temperatur. Hukum ini berlaku bila dalam bentuk yang sederhana, tidak
berlaku bila spesi yang didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam
salah satu fasa tersebut. Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding
distribusi D (atau koefisien ekstraksi E).
Menurut Underwood (2002), bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua
cairan yang tidak bercampur, terdapat suatu hubungan yang pasti antara konsentarsi
zat terlarut dalam dua fase pada kesetimbangan. Nernst pertama kalinya memberikan
pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi ketika pada tahun 1891, ia
menujukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang
tak dapat dicampur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada
kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur tertentu.
Berdasarkan Sodiq (2004), menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam
dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam
kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua
pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut
disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai
perbandingan antara fasa organic dan fasa air.
Menutut Dogra (1990), jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain dapat
diketahui, metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam
suatu pelarut, asalkan kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain.

D. Metode Percobaan

1. Alat dan Bahan


Alat :
 Corong pisah 100 mL
 Labu erlenmeyer 100 mL
 Pipet ukur 10 mL
 Pipet ukur 25 mL
 Buret 50 mL + klem & statif
 Klem cincin

Bahan :
 Dietil eter
 Larutan asam asetat 2N, 1N dan 0,5N.
 Larutan NaOH 0,5 N
 Larutan Asam oksalat 0,5 N
 Larutan indikator fenolftalein.

2. Cara Kerja
Standarisasi Larutan NaOH
1. Dimasukkan 25 mL larutan asam oksalat 0,5 N kedalam labu erlenmeyer
100 mL
2. Ditambahkan 3 tetes indikator pp.
3. Dititrasi dengan laruten NaOH sampai larutan berubah warna menjadi
merah muda.
4. Dicatat volume NaOH yang digunakan 5. Diulangi sebanyak dua kali
pengulangan (duplo).

Penetapan Harga Koefisien Distribusi


1. Disiapkan masing-masing 50 mL larutan asam asetat dengan konsentrasi
2M, 1M dan 0,5M.
2. Dipipet masing-masing larutan tersebut sebanyak 25 mL dan dimasukkan
ke dalam corong pisah 100 mL. Diberikan tanda atau nomor.
3. Dituang 25 mL dietil eter dengan hati-hati kedalam masing-masing corong
lalu ditutup dan dikocok dengan tangan dengan kecepatan pengocokan
diatur sedemikian rupa selama ± 25 menit.
4. Setelah pengocokan selesai, dibiarkan sampai terjadi pemisahan lapisan.
5. Lapisan bagian bawah diambil/dipisahkan kemudian dipipet sebanyak 10
mL dan dimasukkan dalam labu erlenmeyer, ditambahkan beberapa tetes
indikator PP.
6. Disiapkan buret dan isi dengan larutan NaOH 0,5N yang telah
distandarisasi dengan larutan asam oksalat (H2C2O4). Lapisan bawah
dititrasi dengan larutan NaOH hingga mencapai titik ekivalen. Titrasi
dilakukan secara duplo.
7. Lapisan bagian atas diambil dan dipipet sebanyak 10 mL Kemudian
dimasukkan dalam labu erlenmeyer, ditambahkan beberapa tetes indikator
fenolftalein.
8. Dititrasi lapisan atas tersebut dengan larutan NaOH 0,5 N yang telah
distandarisasi hingga mencapai titik ekivalen.
9. Dihitung konsentrasi asam asetat dalam lapiasan air dan konsentrasi asam
asetat dalam lapisan eter pada masing-masing corong pisah.
10. Dibuat grafik antara log C2 (konsentrasi asam asetat dalam eter) terhadap
log C1 (konsentrasi asam asetat dalam air) kemudian dihitung harga n dan
Kd berdasarkan persamaan regresi linear.

E. Hasil dan Pembahasan


Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan koefisien distribusi, dengan
tujuan dari percobaan adalah untuk mengetahui teknik pemisahan berdasarkan
ekstraksi cair-cair serta menentukan harga kofisien distribusi pada dua senyawa
pelarut yang tidak saling bercampur.
No Volume Asam Oksalat 0,5 M Volume NaOH
1 2 mL 21 mL
Tabel 4.1 Standarisasi Larutan NaOH
Sebelum dilakukan penentuan harga koefisien distribusi, dilakukan
standarisasi terhadap larutan NaOH yang akan digunakan sebagai titran. Standarisasi
perlu dilakukan karena NaOH dapat mengalami perubahan konsentrasi apabila
didiamkan dalam waktu lama. Standarisasi NaOH dilakukan dengan asam oksalat 0,5
M. Berdasarkan hasil titrasi dibutuhkan 2 mL asam oksalat untuk mencapai titik
ekuivalen dan didapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,095 N.
Kemudian dilakukan proses ekstraksi cair-cair antara dietil eter, asam oksalat,
dan asam asetat. Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang
tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya
pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut
tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut
tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan
antara fasa organic dan fasa air (Sodiq, 2004).
Penggunaan asam asetat dikarenakan asam asetat tergolong asam lemah
sehingga dapat terionisasi sebagian di dalam air. Pelarut dietil eter merupakan
senyawa organik yang mudah meledak dan terbakar serta bersifat non polar, maka
kelarutannya dalam air sangat terbatas. Karena kurang rapat dibandingkan dengan air,
lapisan eter biasanya berada pada lapisan atas.
Dilakukan ekstraksi cair-cair antara asam asetat dan dietil eter. Ekstraksi
pelarut biasanya digunakan untuk memisahkan beberapa gugus yang diinginkan dan
bisa juga yang merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara keseluruhan
(Khopkar,2003). Dengan cara dilakukan pengocokan selama ± 25 menit. Tujuan dari
tindakan pengocokan adalah agar terjadi distribusi asam asetat ke dalam fasa organik
dan fasa air, juga untuk memperluas permukaan untuk membantu proses distribusi
pada kedua fasa. Pengocokan juga berfungsi agar zat dapat mencapai kesetimbangan
antara zat terlarut dalam air maupun dietil eter. Setelah selesai dilakukan pengocokan,
campuran didiamkan selama beberapa saat agar terbentuk pemisahan yang sempurna.
Pemisahan ini terjadi dikarenakan campuran telah mencapai keadaan setimbang. Bila
suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat campur, ada suatu
hubungan yang pasti antara konsentarsi zat terlarut dalam dua fase pada
kesetimbangan (Underwood, 2002). Akan terbentuk 2 lapisan larutan, yang mana
bagian bawah adalah lapisan air yang memiliki kandungan asam asetat (fasa air) dan
bagian atas adalah lapisan eter dengan asam asetat (fasa organik). Pemisahan larutan
ini menunjukkan perbedaan bobot molekul dari masing-masing larutan, larutan
dengan bobot molekul yang lebih besar akan berada di bawah dan larutan yang lebih
ringan berada di atas. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa lapisan
air dengan asam asetat memiliki bobot molekul yang lebih besar dibandingkan lapisan
dietil eter dan asam asetat.
Selanjutnya lapisan bawah larutan diambil 10 mL, ditambahkan beberapa tetes
indikator pp kemudian dititrasi dengan NaOH. Titrasi dilakukan hingga mencapai titik
ekuivalen yang ditandai dengan warna merah muda pada larutan. Reaksinya adalah
sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
No Konsentrasi (N) Volume NaOH Perubahan Warna
1 0,5 33,8 mL Merah Muda
2 0,25 11,9 mL Merah Muda
3 0,125 5,6 mL Merah Muda
Tabel 4.2 Titrasi Asam Asetat Pada Lapisan Air
Volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan asam asetat dalam
air 0,5 N, 0,25 N dan 0,125 N secara berturut-turut adalah 33,8 mL, 11,9 mL, dan 5,6
mL.
Kemudian dilakukan titrasi pada lapisan atas yang diketahui sebagai asam
asetat yang terdapat dalam eter. Diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan indikator
pp, lalu dititrasi dengan larutan NaOH hingga mencapai titik ekuivalen yang ditandai
warna merah muda pada larutan. Reaksinya sebagai berikut :
C2H2O4.2H2O + 2NaOH Na2C2O4 + 4H2O
No Konsentrasi (N) Volume NaOH Perubahan Warna
1 0,5 50 mL Merah Muda
2 0,25 26 mL Merah Muda
3 0,125 11 mL Merah Muda
Tabel 4.3 Titrasi Asam Asetat Pada Lapisan Eter
Volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan asam asetat dalam
eter 0,5 N, 0,25 N dan 0,125 N secara berturut-turut adalah 50 mL, 26 mL dan 11 mL.
Berdasarkan hasil titrasi hubungan antara konsentrasi dan volume NaOH berbanding
lurus. Semakin besar konsentrasi asam asetat pada lapisan air, maka diperlukan NaOH
dalam jumlah lebih banyak untuk menetralkan asam dalam larutan.
Dari hasil titrasi, dapat ditentukan normalitas dari fase asam asetat dalam air
(C1) dan asam asetat dalam eter (C2) yang kemudian dapat dibuat grafik antara log C2
terhadap log C1 untuk memperoleh nilai n dan Kd berdasarkan persamaan regresi
linear pada grafik. Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan yaitu, bila suatu zat
terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi
yang konstan antara kedua pelarut itu (Shevla, 1985).
Hubungan Log C2 vs Log C1
0
-1,4 -1,2 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0
-0,2
-0,4
Log C2

-0,6
y = 0,829x + 0,1129
R² = 0,9706 -0,8
-1
-1,2
Log C1

Diperoleh persamaan garis y = 0,829x + 0,1129 dengan slope (gradien) sebesar 0,829.
Slope merupakan variabel n dalam rumus Log C2 = n. Log C1 – Log Kd. Berdasarkan
persamaan tersebut, dapat ditentukan Kd dari tiap konsentras larutan. Kd untuk
larutan adalah sebesar 0,771.

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan :
1. Ekstraksi pelarut (cair-cair) biasanya digunakan untuk memisahkan beberapa
gugus yang diinginkan dan bisa juga yang merupakan gugus pengganggu dalam
analisis secara keseluruhan.
2. Fase yang terbentuk setelah proses pemisahan yaitu fase air berada di bagian
bawah dan fase organik (larutan dietil eter) berada di bagian atas.
3. Kd untuk larutan sebesar 0,771.
Daftar Pustaka

Dogra, S.K dan S. dogra. 2009.Kimia Fisik dan Soal-Soal .Terjemahan Umar Mansyu.
Jakarta : UIPress.

Ibn,Shodiq.2004. Kimia Analitik II. Malang : UNM Press.

Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press

Svehla. 1985. Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan SemiMikro. Jakarta : Kalman Media
Pustaka

Underwood, A.L. dan JR,R.A.Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam. Jakarta :
Erlangga

Lampiran

1. Pertanyaan pra kerja :


a. Bagaimana cara menimbang NaOH?
Jawab :
 Disiapkan kaca arloji bersih, diletakkan didalam neraca analitik.
 Tekan tombol zero pada neraca analitik.
 Letakkan NaOH di atas kaca arloji, tutup pintu neraca analitik.
 Amati bobot yang nampak pada alat.
b. Bagaimana cara membuat larutan NaOH 0,5N, larutan asam asetat 0,5N, 1N, dan
2N serta larutan asam oksalat 0,5N?
Jawab :
 NaOH 0,5 N : Melarutkan 20 gram NaOH dalam 1 L air .
 Asam asetat 0,5 N: Melarutkan 13,88 mL H2SO4 pekat 18 M dalam 1 L
air.
 Asam asetat 1 N : Melarutkan 27,77 mL H2SO4 pekat 18 M dalam 1 L air.
 Asam asetat 2 N : Melarutkan 55,55 mL H2SO4 pekat 18 M dalam 1 L air.
 Asam oksalat 0,5 N : Melarutkan 6,3 gram C2H2O4 dalam 1 L air.
c. Bagaimana cara anda bekerja dengan menggunakan dietil eter? bagaimana
perlakuannya?
Jawab :
Jauhkan dari nyala terbuka, permukaan panas, dan sumber penyulut. Disimpan
dalam wadah tertutup rapat di tempat kering dan berventilasi baik. Gunakan APD
lengkap.

2. Pertanyaan Setelah Kerja :


a. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kelarutan suatu
senyawa?
Jawab :
 Suhu, Pelarut dengan suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat melarutkan
zat terlarut dibandingkan pelarut dengan suhu lebih rendah. Ketika
pemanasan dilakukan, partikel pada suhu tinggi bergerak lebih cepat
dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya, kontak antara zat terlarut
dengan zat pelarut menjadi lebih efektif.
 Ukuran zat terlarut, dengan ukuran kecil (serbuk) lebih mudah melarut
dibandingkan dengan zat terlarut yang berukuran besar.
 Volume pelarut yang besar akan lebih mudah melarutkan zat terlarut.
 Pengadukan menyebabkan partikel-partikel antara zat terlarut dengan
pelarut akan semakin sering untuk bertabrakan. Hal ini menyebabkan
proses pelarutan menjadi semakin cepat.
b. Berdasarkan data hasil percobaan, apakah asam asetat lebih mudah larut dalam air
atau dalam dietil eter dan jelaskan mengapa demikian!
Jawab :
Asam asetat lebih mudah larut dalam air dibanding dietil eter. Hal ini dikarenakan,
gugus benzen dari asam asetat merupakan gugus karbon yang memiliki momen
dipol yang kecil sehingga konsentrasi dielektiknya juga kecil dan gugus ini akan
bereaksi dengan dietil eter. Air memiliki momen dipol dan konstanta dielektriknya
yang besar sehingga bersifat polar jadi mudah menarik gugus polar dari asam
asetat.

3. Perhitungan
Standarisasi Larutan NaOH
V1 . N1 = V2 . N2
2 mL . 0,5 N = 21 mL . N2
N2 = 0,095 N

Lapisan asam asetat pada air Lapisan Asam Asetat Pada Eter
a. 0,5 M
a. 0,5 M
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . N1 = V2 . N2
33,8 mL . 0,095 N = 10 mL . N2
50 mL . 0,095 N = 10 mL . N2
N2 = 0,3211 N = C1
N2 = 0,475 N = C2
Log C1 = -0,493
Log C2 = -0,323
b. 0,25 M
b. 0,25 M
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . N1 = V2 . N2
11,9 mL . 0,095 N = 10 mL .
26 mL . 0,095 N = 10 mL . N2
N2
N2 = 0,247 N = C2
N2 = 0,11305 N = C1
Log C2 = -0,607
Log C1 = -0,947

c. 0,125 M
c. 0,125 M
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . N1 = V2 . N2
11 mL . 0,095 N = 10 mL . N2
5,6 mL . 0,095 N = 10 mL . N2
N2 = 0,1045 N = C2
N2 = 0,0532 N = C1
Log C2 = -0,981
Log C1 = -1,274

Grafik Hubungan Log C2 vs C2

y = 0,829x + 0,1129 Slope (n) = 0,829

y = mx + c

Log C2 = n . log C1 – log Kd

-log Kd = c

log Kd = -0,1129

Kd = 10 (-0,1129) = 0,771
4. MSDS
a. CH3COOH (Asam Asetat)
- Sifat fisika dan kimia
Penampilan : Cairan tidak berwarna
Titik lebur : 289 – 290 K
Titik didih : 391 – 392 K
Kelarutan dalam air : Dapat tercampur
Massa molar : 60,05 g/mol
Densitas : 1,049 g/cm3
- Identifikasi bahaya : Bersifat mudah terbakar dan korosi. Dapat menyebabkan
iritasi mata. Dapat menyebabkan iritasi kulit. Berbahaya jika diserap melalui
kulit. Dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Dapat
menyebabkan iritasi saluran pernapasan. Berbahaya jika terhirup.
- Tindakan pertolongan pertama
Terhirup : Hirup udara segar. Jika napas terhenti : berikan napas buatan mulut
ke mulut atau secara mekanik. Berikan masker oksigen jika mungkin.Segera
hubungi dokter.
Bila terjadi kontak kulit: bilaslah dengan air yang banyak. Hubungi dokter
mata
Setelah kontak pada mata : bilaslah dengan air yang banyak. Segera hubungi
dokter mata.Lepaskan lensa kontak.
Setelah tertelan: beri air minum (paling banyak dua gelas). Segera cari anjuran
pengobatan.Hanya di dalam kasus khusus, jika pertolongan tidak tersedia
dalam satu jam, rangsang untuk muntah (hanya jika korban tidak sadarkan
diri), telan karbon aktif and konsultasikan kepada dokter secepatnya.

b. NaOH
- Sifat fisika dan kimia
Penampilan : Cairan tidak berwarna
Titik lebur : 323oC
Titik didih : 1388oC
Kelarutan dalam air : 418 g/l
Massa molar : 39,9971 g/mol
Densitas : 2,13 g/cm3
- Identifikasi bahaya : Bersifat korosi Dapat menyebabkan iritasi mata dan
menyebabkan kebutaan permanen. Dapat menyebabkan iritasi kulit. berbahaya
jika diserap melalui kulit, menyebabkan luka bakar. Dapat menyebabkan
iritasi pada saluran pencernaan. Dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan
berbahaya jika terhirup.
- Tindakan pertolongan pertama
Terhirup : Hirup udara segar. Jika napas terhenti: berikan napas buatan mulut
ke mulut atau secara mekanik. Berikan masker oksigen jika mungkin.Segera
hubungi dokter.
Bila terjadi kontak kulit: bilaslah dengan air yang banyak. Hubungi dokter
mata Setelah kontak pada mata : bilaslah dengan air yang banyak. Segera
hubungi dokter mata. Lepaskan lensa kontak.
Setelah tertelan: beri air minum (paling banyak dua gelas). Segera cari anjuran
pengobatan.Hanya di dalam kasus khusus, jika pertolongan tidak tersedia
dalam satu jam, rangsang untuk muntah (hanya jika korban tidak sadarkan
diri), telan karbon aktif and konsultasikan kepada dokter secepatnya
- Penyimpanan Sebaiknya disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari sinar
matahari langsung dan tempat yang lembap (kering). Bebas dari sumber
penyalaan.

c. C2H2O4 (Asam Oksalat)


- Sifat fisika dan kimia
Penampilan : larutan tidak berwarna
Titik nyala : 166 oC
Kelarutan dalam air : 1,90 g/l
Massa molar : 90,03 g/mol
Densitas : 1,90 g/cm3
- Identifikasi bahaya : Berifat toksik. Dapat menyebabkan iritasi mata. Dapat
menyebabkan iritasi kulit. Berbahaya jika diserap melalui kulit. Dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Dapat menyebabkan iritasi
saluran pernapasan. Berbahaya jika terhirup.
- Tindakan pertolongan pertama
Terhirup : Hirup udara segar. Jika napas terhenti: berikan napas buatan mulut
ke mulut atau secara mekanik. Berikan masker oksigen jika mungkin.Segera
hubungi dokter.
Bila terjadi kontak kulit: bilaslah dengan air yang banyak. Hubungi dokter
mata
Setelah kontak pada mata : bilaslah dengan air yang banyak. Segera hubungi
dokter mata.Lepaskan lensa kontak.
Setelah tertelan: beri air minum (paling banyak dua gelas). Segera cari anjuran
pengobatan.Hanya di dalam kasus khusus, jika pertolongan tidak tersedia
dalam satu jam, rangsang untuk muntah (hanya jika korban tidak sadarkan
diri), telan karbon aktif and konsultasikan kepada dokter secepatnya.
- Penyimpanan : Sebaiknya disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari sinar
matahari langsung dan tempat yang lembap (kering). Bebas dari sumber
penyalaan.

d. Indikator PP
- Sifat fisika dan kimia
Penampilan : Cairan tidak berwarna
Titik lebur : 258-263 oC
Kelarutan dalam air : mudah larut
Massa molar : 318,33 g/mol
Densitas : 1,277 g/cm3
- Identifikasi bahaya : Dapat menyebabkan iritasi mata. Dapat menyebabkan
iritasi kulit. berbahaya jika diserap melalui kulit. Dapat menyebabkan iritasi
pada saluran pencernaan. Dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan.
Mungkin berbahaya jika terhirup.
- Tindakan pertolongan pertama
Terhirup : Hirup udara segar. Jika napas terhenti: berikan napas buatan mulut
ke mulut atau secara mekanik. Berikan masker oksigen jika mungkin. Segera
hubungi dokter.
Bila terjadi kontak kulit: bilaslah dengan air yang banyak. Hubungi dokter
mata
Setelah kontak pada mata : bilaslah dengan air yang banyak. Segera hubungi
dokter mata.Lepaskan lensa kontak.
Setelah tertelan: beri air minum (paling banyak dua gelas). Segera cari anjuran
pengobatan.Hanya di dalam kasus khusus, jika pertolongan tidak tersedia
dalam satu jam, rangsang untuk muntah (hanya jika korban tidak sadarkan
diri), telan karbon aktif and konsultasikan kepada dokter secepatnya.
- Penyimpanan : Sebaiknya disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari sinar
matahari langsung dan tempat yang lembap (kering). Bebas dari sumber
penyalaan.

e. Dietil eter
- Sifat fisika dan kimia
Penampilan : Cairan tidak berwarna
Titik didih : 34,6 oC
Titik lebur : -116,3oC
Massa molar : 74,1216 g/mol
Densitas : 0,7134 g/cm3
- Identifikasi bahaya : Cairan dan uap amat mudah menyala. Menyebabkan
iritasi kulit. Berbahaya jika terhirup. Dapat merusak kesuburan. Dapat
merusak janin.
- Tindakan pertolongan pertama
Terhirup : Hirup udara segar. Jika napas terhenti: berikan napas buatan mulut
ke mulut atau secara mekanik. Berikan masker oksigen jika mungkin.Segera
hubungi dokter.
Bila terjadi kontak kulit: bilaslah dengan air yang banyak. Hubungi dokter
mata
Setelah kontak pada mata : bilaslah dengan air yang banyak. Segera hubungi
dokter mata.Lepaskan lensa kontak.
Setelah tertelan: beri air minum (paling banyak dua gelas). Segera cari anjuran
pengobatan. Hanya di dalam kasus khusus, jika pertolongan tidak tersedia
dalam satu jam, rangsang untuk muntah (hanya jika korban tidak sadarkan
diri), telan karbon aktif and konsultasikan kepada dokter secepatnya.
- Penyimpanan : Simpan wadah tertutup rapat di tempat yang kering dan
berventilasi baik. Jauhkan dari panas dan sumber api. Simpan dalam tempat
terkunci atau di tempat yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang
mempunyai kualifikasi atau berwenang. Simpan dibawah +30°C. Tes untuk
pembentukan peroksida berkala dan sebelum distilasi.

Anda mungkin juga menyukai