Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada ekstraksi cair-cair merupakan zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran
yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut, banyak
dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan
air (Yazid, 2005).

Prinsip ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di


antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut
pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang
mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan
sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke
dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tetap (Sudjadi, 1988).

Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling
bercampur dinyatakan pertama kali oleh “Walter nernst ” (1981) yang dikenal dengan
hukum distribusi atau partisi “jika solut dilarutkan sekaligus ke dalam dua pelarut yang
tidak saling bercampur, maka solut akan terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada saat
setimbang perbandingan konsentrasi solut berharga tetap pada suhu tetap (Yazid, 2005).

Menurut hukum distribusi Nernst bila dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi
pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air (Yazid,
2005).

Perbandingan kosentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan
suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut dikenal dengan tetapan distribusi atau
koefisien distribusi. Koefisien distribusi (KD) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
C2 C
KD  atau K D  o ……………………………….. (2.1)
C3 Ca
C1 atau Ca adalah kosentrasi solute dalam pelarut pertama atau pelarut air
C2 atau Co adalah kosentrasi solute dalam pelarut dua atau pelarut organik
(Yazid, 2005).

Sesuai dengan kesepakatan, kosentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di


bawah. Dari rumus diatas apabila harga KD besar, solut secara kuantitatif akan
cenderung terdistribusi lebih banyak dalam pelarut organik demikian sebaliknya.
Rumus diatas dapat berlaku jika,
a. Solute tidak ter ionisasi dalam salah satu pelarut
b. Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
c. Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-reaksi
lain
(Yazid, 2005).

Dimana KD adalah sebuah tetapan yang dikenal dengan koefisien distribusi atau partisi.
Harga KD tidak bergantung pada konsentrasi total solut pada kedua fase, tetapan
bergantung pada suhu, jenis kedua pelarut dan solut. Hukum Nernst dalam bentuknya
yang sederhana hanya berlaku untuk larutan encer dan keadaan solut sama atau tidak
mengalami perubahan kedua dalam pelarut. Hukum ini tidak berlaku jika solut yang
terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi pada fase pelarut (Yazid, 2005).

Titrasi adalah suatu metode penentuan kadar (konsentrasi) suatu larutan dengan larutan
lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi merupakan suatu metode untuk
menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui
konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di
dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi
kompleks dan lain sebagainya. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai
titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer
sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri
titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada
saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran
(Brown, 1978).

Larutan baku atau larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui.
Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang
sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan pipet
volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer. Larutan dapat dobagi menjadi larutan baku
primer dan sekunder (McCabe,1993).

1. Larutan baku primer


Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui
secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk
menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai konsentrasi
dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti dari
zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7,
As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat (McCabe,1993).

Syarat-syarat larutan baku primer :


a. Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu
110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. (Syarat ini
biasanya tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk
menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkanpernguraian
parsial.)
b. Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi ini
menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara
atau dipengaruhi karbondioksida.
c. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif dan
kepekaan tertentu.
d. Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen
yang besar.
e. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
f. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan
langsung.
(McCabe,1993).

2. Larutan baku sekunder


Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena
berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan
pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2
Syarat-syarat larutan baku sekunder :
a. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
b. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan
c. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
(McCabe,1993).

Ekstraksi arah berlawanan (counter current extraction) digunakan bila perbandingan


distribusi relaitf kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa
tahap ekstraksi. Efisiensi yang tinggi pada ekstraksi tergantung pada viskositas fase dan
factor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya suatu kesetimbangan,
salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan luas kontak yang besar. Ekstraksi
kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang
berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya
digunakan untuk pemisahan zat, isolasi atau pemurnian. Sangat penting untuk
fraksionasi senyawa organik tetapi kurang bermanfaat untuk senyawa-senyawa
anorganik (McCabe,1993).
Gambar 2.1 Skema ekstraksi arah berlawanan (Counter Current Extraction)

Perhitungan operasi multi tahap dengan aliran cross-current berdasarkan pada prinsip
neraca massa sebagai berikut :
a. Neraca massa total : Rn-1 + Sn = En + Rn
b. Neraca massa zat terlarut : Rn-1 Xn-1 + Sn Ys = En Yn + Rn Xn
(McCabe,1993).

Gambar 2.2 Skema ekstraksi arah silang (Cross Current Extraction)

MSDS (Material Safety Data Sheet) atau yang dalam Indonesia dikenal dengan nama
LDKB (Lembar Data Keselamatan Bahan) merupakan sebuah dokumen yang wajib
disertakan pada setiap bahan kimia, apapun jenisnya (Mc. Cabe, 1989).

Natrium hidroksida (NaOH) merupakan reagen untuk analisis. Bahan ini


diklasifikasikan menjadi bahan yang berbahaya karena bahan ini menyebabkan korosi
kulit dan membuat logam berkarat. Bahan ini dapat merusak logam-logam dan
menyebabkan luka bakar pada kulit dan kerusakan mata yang serius. Natrium
hidroksida memiliki sifat-sifat fisika dan kimia diantaranya memiliki bentuk cair, tidak
berwarna dan tidak berbau. Bahan ini memiliki pH Ca. 13,7 pada 20 oC serta memiliki
berat jenis sebesar 1,04 g/cm3 pada 20 oC (Svehla, 1985).

Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama
sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan
dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali
lebih kuat daripada asam asetat. Dianionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen
pereduktor.Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat,
contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis yang
sering ditemukan. Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut
dalam air (8% pada 10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam
netral dengan logam alkali, yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam
dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang
sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air.
Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium.
Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat. Asam oksalat mempunyai massa
molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat), rupa putih, kepadatan dalam
fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³ (dihidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL
(15°C), 14,3 g /100 mL (25°C?), dan 120 g/100 mL (100°C), dan titik didih sebesar 101-
102°C (dihidrat) (Svehla, 1985).

Asam asetat (CH3COOH) berbahaya jika terkena kulit, mata, terelan, terhirup. Jika
terkena gas tersebut dapat mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pada selaput
lendir mata, mulut dan saluran pernapasan. Tersentuh dengan kulit dapat menghasilkan
luka bakar. Terhirup gas tersebut akan menghasilkan iritasi pada saluran pernapasan,
yang ditandai dengan batuk, tersedak, atau sesak napas. Radang pada mata ditandai
dengan mata kemerahan, penyiraman, dan gatal. Radang kulit yang ditandai dengan
gatal, merah pada kulit. Asam asetat memiliki sifat-sifat fisika dan kimia diantaranya
memiliki bentuk cair, tidak berwarna, titik didih 118,1°C (244,6°F), dan mudah larut
dalam air dingin, air panas. Larut dalam dietil eter, aseton, larut dengan Gliserol,
alkohol, karbon benzene, tetraklorida, praktis tidak larut dalam disulfida karbon
(Svehla, 1985).
Senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 atau dengan nama lain asam oksalat.
Asam oksalat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH.
Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat.
Di anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang
membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium
oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan.
Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada
10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam
alkali yang larut dalam air , sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg
atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi
kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam
oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi
dalam media asam kuat. Asam oksalat mempunyai massa molar 90.03 g/mol (anhidrat)
dan 126.07 g/mol (dihidrat), rupa putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) dan
1.653 g/cm³ (dihidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL (15 °C), 14,3 g /100 mL (25
°C), dan 120 g/100 mL (100 °C), dan titik didih sebesar 102 °C (dihidrat) (Brown,
1978).

Anda mungkin juga menyukai