Anda di halaman 1dari 8

Nama : Muhammad Ehsan

NIM : 1911012210015

Asal Universitas : Universitas Lambung Mangkurat

1.
a. Kesamaan : Merupakan senyawa yang berasal dari kepolaran N-asetil-D-
Glukosamin dan D-Glukosamin
Perbedaan :

Faktor Pembeda Kitin Kitosan


Derajat deasetilasi (%) < 60 > 60
Kelarutan (dalam as. Tidak larut Larut
Asetat 0,1 %)
Kadar Nitrogen <7 >7
Fa (Fraksi mol N-asetil Kitin [0.85 h] Kitosan [0.15]
glukosamida)
Gugus Asetil (-CH3-CO) Amina (-NH)

b. α-kitin, β-kitin, dan γ-kitin memiliki perbedaan pada pola penyusun rarntai
polimer pada fibrilnya. α-kitin memiliki rantai-rantai polimer yang berdekatan
tersusun secara antiparallel, β-kitin mempunyai rantai polimer yang tersusun
parallel, dan γ-kitin, fibrilnya masing masing tersusun dari tiga rantai, dua
rantainya tersusun paralel dan rantai ketiga antiparallel. Stabilitas ikatan α-kitin
berbeda dengan β-kitin. α-kitin memiliki ikatan hidrogen pada intra- dan inter-
sheet (lembar) sedangkan β-kitin hanya memiliki ikatan hidrogen intra-sheet
sehingga ikatan pada β-kitin lebih lemah dan kurang stabil dibandingkan α-kitin.
2.
- Haliling
Haliling (Filopaludina javanica) biasa dikonsumsi sebagai lauk oleh
masyarakat Kalimantan Selatan dengan cara diambil bagian dagingnya, kemudian
cangkangnya dibuang sebagai limbah yang belum termanfaatkan. Haliling
keberadaannya sangat melimpah di Kalimantan Selatan karena luas
wilayah persawahan mencapai 235.677 hektar. Haliling dilindungi oleh
cangkang yang terdiri atas kalsium dan fosfor, sedangkan bagian
tubuhnya mengandung 15% protein, 2,4% lemak, dan sekitar 80% air. imbah
cangkang haliling yang belum termanfaatkan yang ada di Kalimantan
Selatan. Nanokitosan yang terbentuk dapat dikembangkan lebih lanjut untuk
acuan dan alternatif pengembangan sistem pelepasan obat yang terkendali.
- Cangkang bekicot merupakan salah satu sumber kitin yang dapat diproses lebih
lanjut untuk menghasilkan kitosan dan mempunyai banyak manfaat di bidang
industri. Salah satu manfaat kegunaan cangkang bekicot ini yaitu untuk menyerap
logam berat yang terkandung dalam air, khususnya logam berat seng (Zn).
Cangkang bekicot dapat dimanfaatkan sebagai sumber kitin dikarenakan bekicot
di daerah Kalimantan Selatan jumlahnnya sangat melimpah. Ekspor bekicot di
Indonesia pada tahun 1983 baru mencapai 245.359 kg, sedangkan pada tahun
1987 naik sekitar tujuh kali lipat menjadi 1.490.296 kg. Berdasarkan penelitian,
rendemen kitosan yang didapat dari cangkang bekicot cukup tinggi untuk ukuran
kitosan 250 micron yaitu sebesar 43,75% dan jumlah rendemen kitosan yang
didapatkan untuk ukuran kitosan 355 micron yaitu sebesar 45,02% (Syauqiah et
al, 2016). Dikarenakan jumlah dari bekicot yang banyak dan hasil rendemen yang
dihasilkan cukup tinggi, maka cangkang bekicot merupakan salah satu sumber
kitin dan kitosan yang berpotensial secara komersial.
- Sisik Ikan
Sisik ikan juga merupakan salah satu sumber kitin & kitosan. Salah satu ikan yang
berpotensi di daerah Kalimantan Selatan adalah ikan haruan. Jumlah ikan haruan
cukup banyak, sehingga secara luas digunakan sebagai bahan baku utama pada
skala industri dan skala rumah tangga. Rata rata bagian ikan yang dapat dimakan
40-50%, sedangkan bagian tubuh dari ikan yang biasanya menjadi limbah adalah
sisiknya. Kitosan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan antibakteri karena
mengandung amino kelompok polisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri bakteri S. sanguinis. Sifat kitin tidak beracun dan mudah rusak, sehingga
mendorong modifikasi kitin untuk lebih mengoptimalkan fungsi dan memperluas
kegunaan kitin

3.
A. Skema preparasi kimiawi kitosan dari kulit udang

Deproteinasi
Kitin
NaOH 4% (1:10) HCl 1 M (1:15)
Kulit Udang
Demineralisasi
NaHOCl 4% (1:10)
Kitin
Depigmentasi
depigmentasi

Deasetilasi 1 x 3 jam

2 x 1,5 jam
NaOH 60%

3 x 1 jam

Kitosan A Kitosan B Kitosan C


Deproteinasi
Proses deproteinasi dimaksudkan untuk menghilangkan protein yang terikat pada
kitin. Proses deproteinasi dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi seperti
Na2CO3, NaHCO3, KOH, Na2S, Na3PO4 dan NaOH. Proses deproteinasi yang lazim
dilakukan menggunakan NaOH sebagai pereaksi. Proses deproteinasi ini dapat
membantu meningkatkan kualitas kitosan yang dihasilkan. Hasil penelitian No et al.,
(2003) menunjukkan bahwa proses deproteinasi pada preparasi kitosan signifikan
meningkatkan derajat deasetilasi dan kelarutan sekaligus menurunkan viskositas dan
berat molekul kitosan dibandingkan kitosan yang dihasilkan tanpa melalui proses
deproteinasi.

Demineralisasi
Proses demineralisasi dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan mineral
terutama kalsium yang ada dalam bahan baku seperti kulit udang. Proses
demineralisasi kitin secara konvensional dilakukan menggunakan asam klorida encer
(hingga 10%) pada suhu kamar dengan pengadukan untuk melarutkan CaCO 3 sebagai
CaCl2.

Depigmentasi
Pigmen pada bahan baku kitin sebagian besar adalah senyawa karotenoid yang
membentuk kompleks dengan kitin. Perlakuan dengan asam dan basa (proses
deproteinasi dan demineralisasi) sendiri dapat menyebabkan terjadinya depigmentasi
pada produksi kitin. Tingkat assosiasi pigmen dengan kitin bervariasi tergantung jenis
spesies bahan baku (krusteacea).

Deasetilasi
Deasetilasi adalah proses pelepasan/penghilangan gugus asetil pada molekul kitin dan
merupakan proses konversi kitin menjadi kitosan. Deasetilasi kitin menjadi kitosan
bertujuan untuk mengkonversi gugus N-asetil (-N-COCH3) menghasilkan gugus aktif
amina (–NH2) yang dikatakan berperan penting dalam penggunaan material alam ini
sebagai agen antibakteri (Kim et al., 1998 ; Zhang et al., 2003), sehingga semakin
banyak gugus amina (–NH2) (semakin tinggi derajat deasetilasi) maka semakin tinggi
pula aktivitas antibakteri kitosan tersebut. Selama proses deasetilasi, dibutuhkan
kondisi-kondisi tertentu untuk memungkinkan terjadinya pelepasan gugus asetil kitin
menghasilkan kitosan yang ditandai dengan larutnya produk pada asam encer.

B. Preparasi sejumlah kitosan seri DD (memiliki derajat deasetilasi berbeda tapi


dengan berat molekul sama) dapat dilakukan secara bertahap dan dengan berbagai
variasi variabel. Penyeragaman berat molekul dapat dilakukan dengan
meminimalisasi degradasi rantai polimer pada saat N-deasetilasi melalui perlakuan
gas nitrogen pada lingkungan reactor atau penambahan reduktor seperti NaBH4.
Proses ini diawali dengan serbuk kulit udang dideproteinasi menggunakan NaOH 4%
(1:10). Tahap selanjutnya, demineralisasi dengan HCl 1 M (1:15) sehingga diperoleh
kitin. Selanjutnya dilakukan depigmentasi menggunakaan NaHOCl 4% (1:10). Maka
didaapatkan Kitin depigmentasi, yang kemudian dilakukan deasetilasi menggunakan
NaOH 60%, dilakukan tiga perlakuan yg berbeda yaitu deasetilasi selama 1x3 jam
memperoleh Kitosan A, deasetilasi selama 2x 1,5 jam diperoleh Kitosan B, dan
deasetilasi selama 3x1 jam diperoleh kitosan C. Yang mana ketiga kitosan ini
memperoleh berat molekul yang relatif sama dengan derajat deasetilasi yang
bervariasi.

Preparasi sejumlah kitosan seri MW (dengan berat molekul bervariasi tapi derajat
deasetilasi relative sama, Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Depolimerisasi Kitosan dengan HCl
Kitosan hasil preparasi kemudian dilakukan depolimerisasi dengan HCl 2,5 M dengan
waktu yang bervariasi maka didapatkan kitosan dengan MW (berat molekul berbeda)
tetapi DD-nya relatif sama.
2. Depolimerisasi Kitosan dengan enzim
3. Depolimerisasi Kitosa dengan irradiasi microwave
Langkah pertama, kitosan dilarutkan dalam asam asetata. Kemudian, dilakukan
depolimerisasi dengan radiasi microwave 23,46 GHz. Sehingga diperoleh kitosan
dengan MW (berat molekul) berbeda tetapi DD-nya relatif sama.

4.
A. Molekul Chitosan dapat dihasilkan dari kitin dengan menghilangkan gugus
acetyl (CH3-CO)sehingga molekul dapat larut dalam larutan asam, proses ini
disebut dengan deasetilasi yaitu proses pelepasan gugus asetil sehingga kitosan akan
memiliki karakteristik seperti kation. Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan
dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya
NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu
mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot
molekul yang beragamdan deasetilasinya juga sangat acak , sehingga sifat fisik dan
kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping
yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan
proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak
merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik
yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya
B.
5. A. Berat molekul kitosan adalah berat seberapa panjang ulangan dari monomer pada
suatu kitosan.
Metode penentuan berat molekul kitosan terdiri dari :
• Light scattering spectrophotometry
Metode ini menggunakan prinsip pengukuran gerakan partikel Brown dan
mengkorelasikan gerakan dengan ukuran partikel.
• Gel permeation chromatography
Metode ini umumnya menggunakan prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran
dan geometri molekul yang dilewatkan pada kolom. Perbedaan ukuran molekul akan
menimbulkan perbedaan kecepatan migrasi molekul-kolekul kecil akan masuk dalam
fase diam dan tertahan atau terpenetrasi.
• Viskometri
Metode ini bedasarkan pengukuran nilai viskositas larutan kitosan dengan
berdasarkan pengukuran laju air larutan kitosan dan pelarutnya menggunakan
viskometer.

B.
k1 = 0,0035 K =2,00 x 10-3
cm3.gram-1
k2 0,0027 dan α = 1,00
[kitosan] t1 t2 Viskositas rata2 Viskositas Viskositas
(gram/ml) (detik) (detik) relatif spesifik
Pelarut 260 310 1,3285 1 -
25 283 328 1,4333 1,078885962 0,07888596161
50 305 350 1,54 1,159202108 0,1592021076
100 342 408 1,7478 1,315619119 0,3156191193
150 390 460 1,986 1,494919082 0,4949190817
200 427 531 2,21135 1,664546481 0,664546481
Chart Title
250

200
200
f(x) = 297.97 x + 2.91
R² = 1
150
150

100
100

50
50
25

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Anda mungkin juga menyukai