Anda di halaman 1dari 8

Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al.

JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI NANO KITOSAN


DARI CANGKANG UDANG WINDU DENGAN METODE GELASI IONIK

Production and Characterization Chitosan Nano from Black Tiger


Shrimpwith Ionic Gelation Methods
Laode Muhamad Hazairin Nadia*, Pipih Suptijah, Bustami Ibrahim
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Jalan Agatis, Bogor 16680
Telepon (0251)8622909-8622906, Faks. (0251)8622915
*Korespodensi : Olopamk@gmail.com
Diterima 22 Juli 2014/ Disetujui 03 Agustus 2014

Abstrak
Cangkang udang windu (Penaeus monodon) berpotensi sebagai bahan baku dalam proses pembuatan
nano kitosan karena mengandung senyawa kimia kitin dan kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah
membuat nano kitosan melalui proses gelasi ionik serta pengecilan ukuran (sizing) dengan magnetic stirrer
dan menentukan karakteristik nano kitosan berdasarkan morfologi dan ukuran nanopartikel. Nano kitosan
dibuat menggunakan metode gelasi ionik, yaitu kompleksasi polilektrolit antara kitosan yang bermuatan
positif dengan tripolifosfat yang bermuatan negatif. Rendemen kitosan dari cangkang udang yaitu sebesar
19,08%, sedangkan rendemen nano kitosan dengan perlakuan pengecilan ukuran menggunakan magnetic
stirrer sebesar 80,67%. Nilai derajat deasetilasi dari kitosan yang digunakan untuk membuat nano kitosan
yaitu sebesar 98,65%. Nano kitosan yang terbentuk rata-rata berukuran 228,74 nm, cukup seragam, relatif
stabil dan memiliki bentuk partikel yang berupa bulatan menyerupai bola. Pengecilan ukuran partikel
dengan magnetic stirrer, dapat mendistribusikan ukuran partikel yang lebih homogen. Penambahan
tripoliphospat (TPP) dan surfaktan (Tween 80) dapat menguatkan sifat mekanik kitosan yang mudah rapuh
dan dapat membentuk ikatan silang ionik antara molekul kitosan.

Kata kunci: cangkang udang windu, gelasi ionik, kitosan, magnetic stirrer, nano kitosan

Abstract
Black tiger shrimp shell (Penaeus monodon) has a potential as raw materials in the manufacturing process
of nano-chitosan that contains chitin. The purposes of this study is to formed nano-chitosan through ionic
gelation process and size reduction by magnetic stirrer and determine the characteristic of nano-chitosan
based on morphology and size of nanoparticles. Nano-chitosan were formed by ionic gelation method, which is
polyelectrolite complexation between the positively charged chitosan and negative charged tripolyphosphate.
Yield of chitosan from Black Tiger Shrimp shell are 19,08%, while the yield of nano-chitosan by size reduction
treatment using a magnetic stirrer is 80,67%. Value of the deacetylation degree from chitosan which is
used to formed nano-chitosan is equal to 98,65%, it indicates the chitosan which is produced is a native
chitosan. Nano-chitosan have an average size of 228.74 nm, fairly uniform, relatively stable and has a sphere
like particle shape. Particle size reduction with magnetic stirrer, can distribute more homogeneous particle
size. Added tripolyphosphate (TPP) and surfactants (Tween 80) can enhance the mechanical properties of
chitosan that are naturally fragile and enhanced formation if ionic crosslinking between chitosan molecules.

Keywords: black tiger shrimp, chitosan, chitosan nano, ionic gelation, magnetic stirrer

PENDAHULUAN budidaya dan pada umumnya diekspor dalam


Udang merupakan salah satu komoditi bentuk beku. Proses pembekuan udang untuk
penting perikanan yang pada saat ini mengalami ekspor, 60-70% dari berat udang menjadi
peningkatan produksi terutama dari hasil limbah. Limbah tersebut berupa cangkang

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 119


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al.

yang mudah sekali busuk sehingga dapat BAHAN DAN METODE


menimbulkan pencemaran lingkungan Bahan dan Alat
(Azhar et al. 2010). Kitosan dapat disintesis dari Bahan utama yang digunakan pada
kulit udang karena kulit udang mengandung penelitian ini adalah limbah udang windu
senyawa kimia kitin dan kitosan. (P. monodon) diperoleh dari PT. Sultra Tuna,
Berger et al. (2004) kitosan dapat diterapkan Kendari, Sulawesi Tenggara. Bahan-bahan
dalam berbagai bidang industri modern, yang digunakan untuk pembuatan kitosan
misalnya farmasi, biokimia, kosmetika, industri dan nano-kitosan terdiri dari NaOH serbuk,
pangan, dan industri tekstil. Pemerintah terus asam asetat (CH3COOH), akuades, HCl,
mendorong para peneliti dan praktisi industri Tripoliphospat (TPP), dan surfaktan (Tween
untuk terus memanfaatkan produk kitosan, 80). Bahan-bahan lain meliputi bahan untuk
termasuk melakukan modifikasi kitosan analisis karakteristik kitosan, nano-kitosan,
secara kimia atau fisik. Modifikasi fisik pada dan proksimat terdiri dari gliserol, methanol,
kitosan mencakup perubahan ukuran partikel asam borat, K2SO4, HgO, H2SO4, dan HNO3.
menjadi lebih kecil untuk pemanfaatan yang Alat yang digunakan dalam penelitian
lebih luas. Perkembangan modifikasi fisik ini adalah magnetic stirer, spray drying
mengarah ke bentuk nano-partikel. Nano- (Labconco), Particle Size Analyzer (PSA)
partikel mempunyai keunggulan dibandingkan (DelsaTM Nano, Cordoun), Viscometer
dengan material sejenis dalam ukuran besar (Brookfield LV), Fourier Transform Infrared
(bulk) karena ukuran nano-partikel memiliki Spectrophotometer (FTIR) (Bruker Tensor
nilai perbandingan antara luas permukaan dan Tipe MBQ00), Scanning Electron Microscopy
volume yang lebih besar jika dibandingkan (SEM) (JEOL JSM-6360-LA).
dengan bahan sejenis dalam ukuran besar,
sehingga nano-partikel bersifat lebih reaktif. Metode Penelitian
Reaktivitas material ditentukan oleh atom- Karakterisasi cangkang udang
atom dipermukaan, karena atom-atom tersebut windu (P. monodon) meliputi kadar air,
yang bersentuhan langsung dengan material kadar abu, kadar nitrogen. Karakterisasi
lain (Suwarda dan Maarif 2012). kitosan meliputi rendemen, komposisi
Penelitian nano-kitosan sampai saat ini proksimat (AOAC 1995), derajat desetilasi
terus dikembangkan, baik dalam penentuan (Duarte et al. 2002), viskositas (Zamani dan
komposisi maupun pencarian metode Taherzadeh 2010) dan logam berat (Pb, Hg,
yang sesuai. Pembuatan nano-kitosan yang Cd dan As) (BSN 2013). Penelitian utama
berstabilitas tinggi memerlukan metode yang merupakan tahapan pembuatan nano-kitosan
cukup sulit, maka dilakukan metode yang menggunakan metode gelasi ionik serta
efektif dan sederhana untuk membuat nano pengecilan ukuran (sizing) menggunakan
kitosan dengan tingkat keseragaman ukuran magnetic stirrer dengan penambahan
dan stabilitas yang tinggi. Pembuatan nano- emulsifier (tween 80) dan tripolifosfat
kitosan menggunakan metode gelasi ionik dan (Suptijah et al. 2011). Partikel yang terbentuk
pengecilan ukuran (sizing) dalakukan karena kemudian dikarakterisasi, meliputi ukuran
prosesnya yang sederhana dan dapat dikontrol partikel menggunakan Particle Size Analyzer
dengan mudah. Penelitian ini bertujuan untuk (PSA) (Yang et al. 2014) dan morfologi
membuat nano-kitosan melalui proses gelasi menggunakan Scanning Electron Microscopy
ionik serta pengecilan ukuran (sizing) dengan (SEM) (Masotti et al. 2007).
magnetic stirrer dan menentukan karakteristik
nano-kitosan meliputi morfologi dan ukuran Prosedur Penelitian
nano-partikel. Nano-kitosan dibuat menggunakan
metode gelasi ionik, yaitu kompleksasi

120 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

polilektrolit antara kitosan yang bermuatan Sanusi (2004) proksimat cangkang udang
positif dengan tripolifosfat yang bermuatan windu yaitu kadar air 13,29%, kadar abu
negatif. Larutan kitosan konsetrasi 0,2% 27,09% dan kadar protein 23,94% (Tabel 1).
dibuat dengan cara melarutkan kitosan Kadar abu bisa digunakan sebagai
kedalam larutan asam asetat 1%, kemudian indikasi kandungan mineral-mineral dalam
dihomogenkan menggunakan magnetic sampel. Bahan baku serbuk kulit udang
stirrer pada suhu ruang selama 1 jam. memiliki kadar abu yang tinggi disebabkan
Larutan Tripolyphosphate (TPP) konsentrasi banyaknya mineral-mineral dalam kutikula
0,1% dibuat dengan cara melarutkan TPP kulit udang. Perbedaan nilai kadar abu diduga
kedalam akuades, kemudian disaring untuk dapat disebabkan oleh perbedaan hábitat dan
menghilangkan sisa partikel tidak terlarut. lingkungan hidup (Ravichandran et al. 2009).
Nano-kitosan dibuat dengan cara: larutan
kitosan sebanyak 50 mL dituangkan ke dalam Rendemen Kitosan
beaker, kemudian diaduk menggunakan Prasetyo (2010) produksi kitin dari
magnetic stirrer. Larutan TPP pada pada rasio limbah udang menghasilkan rendemen 20-
volume kitosan TPP 5:1 ditambahkan secara 30% dan kitosan dari kitin diperoleh 80%.
perlahan-lahan ke dalam larutan kitosan, Sebanyak 2000 g kulit udang yang melalui
sehingga terbentuk suspensi nano-partikel. proses demineralisasi, deproteinasi dan
Pengadukan terus dilanjutkan selama 1 deasetilasi dihasilkan kitosan sebanyak
jam agar proses ikatan silang berlangsung 381,64 g sehingga rendemen kitosan sebesar
sempurna. Suspensi nano-partikel yang 19,08%. Rendemen yang dihasilkan cukup
terbentuk kemudian dikarakterisasi. besar karena pada proses demineralisasi,
PSA menggunakan sinar tampak yang deproteinasi dan deasetilasi tidak banyak
ditembakkan dan memanfaatkan prinsip kitin dan kitosan yang hilang oleh pelarut
penghamburan cahaya tampak (Yang et al. maupun saat hidrolisis. Proses pencucian dan
2014). SEM menggunakan elektron dan penetralan dengan akuades juga dilakukan
cahaya tampak sebagai sumber cahayanya. secara hati-hati sehingga penyusutan bobot
Elektron menghasilkan gelombang yang kitin dan kitosan dapat dikurangi.
lebih pendek dibandingkan cahaya foton
dengan ukuran 0,1 nm dan menghasilkan Karakteristik Kitosan
gambar dengan resolusi yang lebih baik Kitosan yang dipakai dalam penelitian
(Grenha et al. 2007). Hasil SEM terlihat jelas ini mempunyai karakteristik yang telah
karena dilakukan pelapisan dengan emas memenuhi standar internasional (Tabel 2).
yang bersifat konduktor (Elhady 2012). Kemurnian kitosan dapat dilihat dari kadar air
dan kadar abu yang rendah, namun memiliki
HASIL DAN PEMBAHASAN derajat deasetilasi yang tinggi. Semakin
Karakterisasi Kulit Udang tinggi derajat deasetilasi, semakin banyak
Berdasarkan uji proksimat, cangkang gugus amina (NH2) pada rantai molekul
udang windu memiliki kadar air 12,09%, kitosan sehingga kitosan semakin reaktif
kadar abu 24,42%, serta kadar protein 32,03%. (Suptijah 2006). Ukuran partikel pada
Menurut penelitain yang dilakukan oleh kitosan uji berupa serpihan sampai serbuk,
Tabel 1 Hasil pengujian (proksimat) komponen kulit udang windu
Komposisi Proksimat Hasil (%)
Air 12,09 ± 0,08
Abu 24,42 ± 0,04
Protein 32,03 ± 0,49

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 121


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al.

sesuai dengan standar mutu kitosan. Ukuran persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Kadar
partikel kitosan sangat dipengaruhi oleh abu yang rendah menunjukkan kadar mineral
bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang rendah. Faktor yang mempengaruhi
yang berasal dari kulit udang memiliki bentuk nilai kadar abu kitosan adalah proses
yang lebih halus dan mudah hancur selama demineralisasi dan air yang digunakan ketika
proses pembuatan kitosan (Tabel 2). Ukuran penetralan pH (Angka dan Suhartono 2000).
partikel akan mempengaruhi kelarutan Benjakula dan Sophanodora (1993) proses
kitosan, semakin kecil ukuran partikel maka pencucian yang baik, berpengaruh terhadap
semakin mudah kitosan larut dalam pelarut kadar abu dan mineral yang telah terlepas dari
(Suptijah et al. 1992). bahan akan berikatan dengan pelarut dapat
Nilai kadar air kitosan diketahui sebesar terbuang bersama air.
9,57%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan Kadar nitrogen menentukan sifat kitosan
karakteristik kitosan komersial dengan yang berinteraksi dengan gugus gugus amina
nilai kadar air ≤10%. Besarnya nilai kadar (NH2). Keberadaan NH2 menyebabkan
air dipengaruhi oleh proses pengeringan, kitosan memiliki reaktivitas yang tinggi,
lama pengeringan, jumlah kitosan yang sehingga kitosan mampu mengikat air dan
dikeringkan, luas tempat pengeringan dan larut dalam asam asetat (Kim dan Cho 2005).
sarana pengeringan (Saleh et al. 1994). Semakin tinggi kandungan nitrogen dalam
Kadar abu merupakan parameter untuk kitosan maka akan menyebabkan semakin
mengetahui mineral yang terkandung pada berkurang fungsinya. Kadar nitrogen kitosan
kitosan dan yang dapat mempengaruhi uji yang dihasilkan telah memenuhi standar
kelarutan, mengakibatkan viskositas rendah mutu yang ditetapkan yaitu 4,03%. Nilai
atau dapat mempengaruhi karakteristik total nitrogen kitosan uji dibawah standar
produk akhir (No dan Meyers 1995). Kadar abu kitosan yang telah ditetapkan. Silvia (2005)
yang diperoleh sebesar 0,27% dan memenuhi mengemukakan bahwa kadar nitrogen

Tabel 2 Karakteristik kitosan komersil dan kitosan uji


Parameter Uji
Sifat
Kitosan Komersil* Kitosan Uji
Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk Serpihan sampai bubuk
Kadar air (% bk) ≤ 10% 9,87%
Kadar abu (%bk) ≤ 2% 0,27%
Total nitrogen (%bk) ≤ 5% 4,03%
Derajat deasetilasi ≥ 70% 98,65%
Warna larutan (1,5%) (b/v) Bening Bening
Viskositas (cP) (1%)
- Rendah < 200
- Medium 200-799 210
- Tinggi 800-2000
- Ekstrak tinggi > 2000
Kandungan logam (ppm)
- Timbal (Pb) ≤ 1,0 0,035
- Merkuri (Hg) ≤ 0,001 0,001
- Arser (As) ≤ 0,2 0,002
- Kadmium (Cd) ≤ 0,002 0,001

122 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH yang tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
tinggi dan waktu proses deproteinase akan Suptijah et al. (2011), yaitu 81,30%. Kelebihan
menyebabkan terjadinya reaksi antara magnetic stirrer yaitu proses homogenisasi
protein dengan larutan pembentuk ester (Na- antara larutan kitosan dengan bahan gelasi
proteinat) akan semakin sempurna, sehingga ionik, dapat dikendalikan secara merata
protein yang dihilangkan semakin banyak . dengan kecepatan tinggi menghasilkan
Derajat deasetilasi menentukan partikel-partikel yang homogen, stabil
banyaknya gugus asetil yang hilang selama dan tidak terjadi aglomerasi, sehingga
proses deasetilasi. Derajat deasetilasi yang dalam proses pengeringan yang terbentuk
tinggi menunjukkan kemurnian kitosan yang partikel nano hanya partikel yang stabil
dihasilkan. Derajat deasetilasi yang dihasilkan bukan yang aglomerasi. Proses pengeringan
pada penelitian ini sebesar 98,65%. Derajat semprot (spray drying) juga mempengaruhi
deasetilasi kitosan uji memenuhi standar rendemen hasil nano kitosan yang dihasilkan,
mutu kitosan yaitu ≥70% (Suptijah et al. 1992). partikel yang mengalami aglomerasi lebih
Muzarelli dan Peter (1997) mengemukakan banyak menempel pada alat spray drying
bahwa semakin besar derajat deasetilasi, maka (Irianto dan Muljannah 2011).
kitosan akan semakin aktif karena banyaknya
gugus amina yang menggantikan gugus asetil. Uji Particle Size Analyzer (PSA)
Gugus amina lebih reaktif dibandingkan Perhitungan partikel umumnya
gugus asetil karena adanya pasangan elektron menggunakan analisis gambar atau beberapa
bebas pada atom nitrogen dalam struktur jenis penghitungan partikel. Nano kitosan yang
kitosan. dihasilkan diuji ukurannya menggunakan alat
Kitosan yang digunakan memiliki Particle Size Analyzer (PSA). Berdasarkan
viskositas sebesar 210 cp. Viskositas hasil uji PSA menunjukkan bahwa nilai rata-
kitosan uji memenuhi standar mutu rata ukuran nano kitosan yaitu 228,74 nm.
kitosan yaitu 200-700 cp kategori medium Mohanraj (2006) mengemukakan bahwa
(Suptijah et al. 1992). Tinggi rendahnya nanopartikel merupakan partikel yang
viskositas dipengaruhi oleh tahap deasetilasi berbentuk padat dengan kisaran ukuran
pada proses pembuatan kitosan. Lamanya 10-1000 nm. Metode preparasi sangat
proses deasetilasi dan tingginya konsentrasi berpengaruh dalam teknologi pembuatan
NaOH akan menurunkan berat molekul dan nanopartikel. Pengecilan ukuran dengan
viskositas. Kitosan memiliki rantai yang lebih magnetic stirrer dapat menghasilkan partikel
pendek bila dibandingkan kitin. Peningkatan yang lebih stabil dengan ukuran yang lebih
konsentrasi NaOH akan menurunkan berat merata, dibawah 1000 nm (Mayyas dan
molekul, hal ini disebabkan penurunan berat Al-Remawi 2012). Nesalin et al. (2009)
molekul akibat adanya pemecahan ikatan mengemukakan bahwa pengaruh pengecilan
polimer (depolimerisasi) rantai molekul ukuran partikel dengan magnetic stirrer pada
kitosan (Kolodziejska et al. 2000). kecepatan tinggi dapat menyamaratakan
energy yang diterima oleh seluruh bagian
Karakteristik Kitosan larutan, sehinnga ukuran partikel semakin
Rendemen Nano-Kitosan homogen. Penambahan tripolipospat yang
Produksi nano kitosan dilakukan tepat dapat menurunkan ukuran nanopartikel
berdasarkan metode yang telah dilakukan dan meningkatkan kekuatan matriks kitosan
Mardliyati et al. (2012). Sebanyak 2 g kitosan sehingga membuat nanopartikel semakin
dengan pengecilan partikel menggunakan kuat dan sulit terpecah (Du et al.2009).
magnetic stirrer sebesar 1,63 g dan rendemen Larutan kitosan yang telah tercampur dengan
yang dihasilkan 81,50%. Hasil yang didapatkan tripolipospat ditambah dengan Tween 80.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 123


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al.

a b
Gambar 1 Morfologi nano kitosan a) pembesaran 1500 kali b) 5000 kali

Penambahan Tween 80 sebagai surfaktan positif dengan tripolifosfat yang bermuatan


berfungsi untuk menstabilkan emulsi partikel negatif. Rendemen kitosan dari cangkang
dalam larutan dengan cara mencegah udang yaitu sebesar 19,08%, sedangkan
timbulnya penggumpalan (aglomerasi) antar rendemen nano kitosan dengan perlakuan
partikel (Keuteur 1996). Partikel-partikel pengecilan ukuran menggunakan magnetic
kitosan di dalam larutan terselimuti dan stirrer sebesar 80,67%. Nilai derajat
terstabilkan satu dengan yang lain karena deasetilasi dari kitosan yang digunakan
adanya surfaktan, sehingga proses pemecahan untuk membuat nano kitosan yaitu sebesar
partikel akan semakin efektif dan tidak terjadi 98,65%, menunjukan bahwa kitosan yang
aglomerasi (Xu dan Du 2003). dihasilkan merupakan kitosan murni. Nano
kitosan yang terbentuk rata-rata berukuran
Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) 228,74 nm, cukup seragam, relatif stabil
Nano kitosan dapat dibedakan secara dan memiliki bentuk partikel yang berupa
visual dengan menggunakan SEM. Prinsip bulatan menyerupai bola. Pengecilan ukuran
kerja SEM adalah sifat gelombang dari elektron partikel dengan magnetic stirrer, dapat
berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil mendistribusikan ukuran partikel yang lebih
(Masotti et al. 2007). Hasil pengujian SEM homogen. Penambahan tripoliphospat (TPP)
dapat dilihat pada Gambar 1. dan surfaktan (Tween 80) dapat menguatkan
Gambar 1 merupakan SEM dari sampel sifat mekanik kitosan yang mudah rapuh dan
nano kitosan dengan perbesaran 1500 dan 5000 dapat membentuk ikatan silang ionik antara
kali. Nano kitosan yang dibuat memiliki bentuk molekul kitosan.
partikel yang berupa bulatan menyerupai
bola. Nano kitosan memperlihatkan ukuran DAFTAR PUSTAKA
partikel yang kurang homogen. Hasil Angka SI dan Suhartono MT. 2000.
dari SEM ini sesuai dengan penelitian Pemanfaatan Limbah Hasil Laut:
Wahyono (2010) bahwa nano kitosan terisi Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat
ketoprofen memiliki bentuk bulat utuh. Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB.
Ukuran partikel yang tidak seragam diduga Azhar M, Efendi J, Syofyeni E, Lesi RM,
karena ketoprofen tidak hanya masuk kedalam Novalina S. 2010. Pengaruh konsentrasi
matriks nano kitosan, tetapi menempel di NaOH dan KOH terhadap derajat
permukaan. deasetilasi kitin dari kulit udang. Eksakta
1(11):1-8.
KESIMPULAN [AOAC] Association of Official Analytical
Nano kitosan dibuat menggunakan Chemist. 1995. Official methods of
metode gelasi ionik, yaitu kompleksasi analysis. The Association of Official
polilektrolit antara kitosan yang bermuatan Analytical Chemist.Inc. Washington, DC.

124 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al. JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2

Benjakula S, Sophanodora P. 1993. Chitosan Kim TY, Cho SY. 2005. Adsorpsi equilibria
production from carapace and shell of of reactifedye onto highly polyaminatid
black tiger shrimp (Penaeus monodon). porous chitosan bead. Korean Journal
Asean Food Jurnal 8(4): 145- 148. Chemistry English 22 (5):691- 696.
Berger J, Reist M, Mayera JM, Feltb O, Peppas Kolodziejska I, Wojtasz-Pajak A, OgonowskaG,
NA, Gurny R. 2004. Structure and Sikorski ZE (2000) Deacetylationof chitin
interaction In covalently and ionocally in a two-stage chemicaland enzymatic
crosslinked chitosan hydragels for process. Bul Sea Fisheries Inst 2(150):15-
biomedical applications. Europen Journal 24.
of Pharm And Biopharm 6(57): 19-34. Masooti A, Marino F, Ortaggi G, Palocci
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. C. 2007. Fluorescence and scanning
Metode uji kadar logam berat timbal electron microscopy of chitosan/DNA
(Pb), Cadmium (Cd), Arser (As) nanoparticles for biological applications.
dan Merkuri (Hg) dalam produk Journal Nanomedicine1(4):507-522.
pertanian dan olahannyadengan metode Mayas MA dan Al-Remawi. 2012. Properties
spektrofotometer serapan atom (SSA). of chitosan nanoparticlesformed using
Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. sulfate anions as crosslinking bridges.
Du WL, Niu SS, Xu YL, Xu ZR, Fan CL. American Journal of Applied Sciences
2009. Antibacterial activity of chitosan 9(7):1091-1100.
tripolyphosphate nanoparticles loaded Mohanraj UJ. 2006. Nanoparticles - A Review.
with various metal ions. Journal Tropical Journal of Pharmaceutical
Carbohydrate Polymers 12(75):385-389 Research 5(1):561-573.
Duarte M.L, Ferreira M.C, Marvao M.R, Muzarelli RAA dan Peter MG. 1997. Chitosan
Rocha J. 2002. An optimised method to Handbook. New York: European Chitin
determine the degree of acetylation of Society.
chitin and chitosan by FTIR spectroscopy. No HK dan Meyers SP. 1995. Preparation and
Journal of Biological Macromolecules characcterization of chitin and chitosan-a
31(3):1-8. review. Journal Aqua Food Prod Technol.
Elhady MM. 2012.Preparation and 42(2):27-52.
characterization ofchitosan/zinc oxide Prasetiyo KW. 2010. Pembuatan Kitin, Bisnis
nanoparticles for impartingantimicrobial Masa Depan. http://www.biomaterial.
and UV protection to cotton fabric. lipi.go.id/p=154. [19 Mei 2014].
Jouurnal of Carbohydrate Chemistry Ravichandran S, Rameshkumar G, Prince
6(12):1-7. AR. 2009.Biochemical composition of
Grenha A, Grainger CI, D LA, Seijo B, shell and flesh of theindian white shrimp
Martin GP, Lopez CR, Forbes B. 2007. Penaeus indicus (H.milneEdwards 1837).
Chitosan nanoparticles are compatible Journal of Scientific Research 4(3):191-
withrespiratory epithelial cells in vitro. 194.
Journal of Pharmaceutical Sciences Saleh MR, Abdillah, Suerman E, Basmal J,
31(4):73-84. Indriati N. 1994. Pengaruh suhu, waktu
Irianto HE dan Muljanah I. 2011. Proses dan dan konsentrasi pelarut pada ekstraksi
aplikasi nanopartikel kitosan sebagai kitosan dari limbah pengolahan udang
penghantar obat. Squalen 6(1):1-8. beku terhadap beberapa parameter mutu
Keuteur J. 1996. Nanoparticles and kitosan. Jurnal Pasca Panen Perikanan
microparticles for drug and vaccine 81:30-43.
delivery. Europe Journal of Pharmaceutics Silvia SS. 2005. Physical propertis and
and Biopharmaceutics 189(15):503-505. biocompatibility of chitosan/sury blendet

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 125


JPHPI 2014, Volume 17 Nomor 2 Produksi dan karakterisasi nano kitosan, Nadia et al.

membrane. Journal of Material Science pati untuk menciptakan produk yang


16(8): 575-579. berdaya saing. Jurnal Teknik Industri
Suptijah P. 2006. Deskripsi karakteristik 13(2):105-122.
fungsional dan aplikasi kitin kitosan. Wahyono D. 2010.Ciri nanopartikel kitosan
[Prosiding Seminar Nasional Kitin- dan pengaruhnya pada ukuran partikel
Kitosan]. Bogor; Indonesia. Bogor. dan efisiensi penyalutan ketoprofen
Institut Pertanian Bogor. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suptijah P, Jacoeb MA, Rachmania D. 2011. Xu Y, Du Y. 2003. Effect of moleculer
Karakterisasi nano kitosan cangkang structureof chitosan on protein delivery
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) properties of chitosan nanoparticles.
dengan metode gelasi ionik. Jurnal International Journal of Pharmaceutics
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 250(4):215-226.
14(2):78-84. Yang MH.Yuan SS, Huang YF, Lin PC, Lu
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, CY, Chung TW, Tyan YC. 2014. A
Purwaningsih S, Santoso J. 1992. proteomic view to characterize the effect
Pengaruh berbagai isolasi khitin kulit of chitosannanoparticle to hepatic cells.
udang terhadap mutunya. Jurnal BioMed Research International 137(6):
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 1-9.
3(1):1-9. Zamani A, Taherzadeh MJ. 2010. Production
Suwarda R, Maarif MS. 2012. Pengembangan of low molecular weight chitosan by hot
inovasi teknologi nanopartikel berbasis dilute sulfuric acid. Journal Bio Resources
5(3):1554-1564.

126 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai