Anda di halaman 1dari 12

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Magnetit (Fe3O4)-

Kitosan Untuk Penyerapan Zat Warna Metanil Yellow Dalam


Limbah Batik
T F Gustriana*, I Lestari dan F Farid
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi
Email: tiafenny98@gmail.com
Abstract: Composite magnetite (Fe3O4)-chitosan is prepared using coprecipitation method.
The first stage of the preparation process of shrimp shells as a source of chitosan occurs in
three stages, namely demineralization (mineral removal) with 1.5 M HCl, deproteination
(protein removal) with 4% NaOH and deacetylation of chitin into chitosan. Then the process of
magnetite synthesis (Fe3O4) uses FeCl3.6H2O and FeSO4.7H2O which is composited with
chitosan to form magnetite composite (Fe3O4) - chitosan. Magnetite composite (Fe3O4)-
chitosan is characterized using FTIR (Fourier Transform Infrared), XRD (X-ray diffraction)
and SEM-EDX (Scanner Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray) for the analysis of
functional groups, surface morphology, and crystal structures in layered material. This
composite is used to absorb methanil yellow (MY) dyes because it can cause pollution to the
environment and health problems in living things. The adsorption test was performed using a
batch system with the adsorption study used was pH, contact time, and optimum concentration.
The results showed that the coprecipitation method has succeeded in forming magnetite which
has magnetic properties. Magnetite (Fe 3O4) - chitosan composites are capable of adsorbing
methanil yellow in solution with optimum adsorption at pH 4, at 45 minutes contact time and a
concentration of 250 ppm.

1. PENDAHULUAN menyebabkan terjadi pencemaran lingkungan,


Saat ini, pewarna banyak digunakan dalam terutama pencemaran pada air, berupa limbah
aplikasi industri termasuk tekstil, percetakan, cair [10]. Baku mutu air limbah yang ditetapkan
plastik dan makanan. Zat warna tekstil yang oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.
langsung dibuang tanpa pengolahan terlebih 5 Tahun 2014 pada industri tekstil zat warna
dahulu dapat merusak lingkungan. Beberapa zat yaitu 0,3 mg/l yang membawa dampak bagi
pewarna yang mengandung senyawa-senyawa lingkungan [7]. Untuk meminimalisir hal
khusus dianggap beracun untuk makhluk hidup tersebut digunakan proses adsorpsi dalam
bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah, penyerapan zat warna karena proses adsorpsi
sebagian besar senyawa tersebut dapat lebih efisien, efektif dan ekonomis. Proses
menyebabkan mutagenik, efek teratogenik dan adsorpsi dapat digunakan adsorben berupa
karsinogenik yang kemudian mengarah pada kitosan.
gangguan kesehatan. Zat warna metanil yellow Kitosan diperoleh melalui beberapa tahapan
(MY) merupakan zat warna azo, yang proses yaitu proses demineralisasi, deproteinasi,
digunakan dalam industri tekstil karena metanil deasetilasi kitin dari cangkang udang [15].
yellow mengandung gugus kromofor (-N=N-), Kitosan merupakan polimer yang lebih efektif
MY sangat beracun dan menyebabkan berbagai dalam hal kapasitas dan kemampuan
penyakit [1] seperti iritasi pada mata, MY juga adsorpsinya dibandingkan dengan kitin. Hal ini
bertindak sebagai tumor promoting agent dan karena jumlah gugus amina (sebanding dengan
dapat menyebabkan kerusakan pada hati. MY besar derajat deasetilasi) dalam kitosan yang
biasa digunakan untuk mewarnai wool, nilon, tersedia lebih banyak dibandingkan kitin [22].
kulit, kertas, cat, alumunium, detergen, kayu, Setiap unit glukosamin memiliki satu gugus
bulu, dan kosmetik. Proses produksi zat warna amina (-NH2) dan dua gugus hidroksil (-OH).
yang dihasilkan oleh industri tekstil Dalam kondisi asam, kelompok amina kitosan
menjadi terprotonasi (-NH3+) dapat menyerap CH3COOH, zat warna metanil yellow dan
beberapa ion negatif melalui interaksi NH4OH 25%.
elektrostatik. Kapasitas adsorpsi kitosan juga
2.2 Pembuatan Kitosan
bisa diperkuat dengan membentuk ikatan
Pembuatan kitosan dilakukan dengan tiga tahap
hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) dan
yaitu Demineralisasi, deproteinasi dan
molekul teradsorpsi. Kitosan dalam keadaan
deasetilasi kitin menjadi kitosan serta
murni tidak dapat mengadsorpsi secara optimal
identifikasi kitosan dengan Ninhidrin [21].
karena mudah larut dalam keadaan asam dan
2.2.1 Demineralisasi. Serbuk cangkang udang
memiliki ketahanan sifat kimia yang lemah.
ditambahkan HCl 1,5 M dengan rasio (serbuk
Mengkombinasikan kitosan dengan magnetit
cangkang udang : HCl 1,5 M yaitu 1:15 g/mL).
(Fe3O4) secara efektif dapat menghindari
kemudian diaduk campuran selama 4 jam pada
kelemahan kitosan murni karena kelompok
suhu 600C pada kecepatan 70 rpm. Lalu
hidroksil pada permukaan Fe3O4 dapat
disaring dan dibilas dengan aquades hingga pH
berinteraksi dengan gugus amina dan gugus
netral. Padatan yang diperoleh dikeringkan
hidroksil dari kitosan untuk menjaga kestabilan
dalam oven pada suhu 700C selama ± 6 jam.
kitosan dalam kondisi asam [11]. Salah satu
2.2.2 Deproteinasi. Hasil yang diperoleh dari
modifikasi permukaan nanopartikel magnetit
proses demineralisasi ditambahkan dengan
dapat dilakukan dengan melapisi (coating)
NaOH 4% dengan rasio (Serbuk hasil
nanopartikel dengan polimer. Beberapa polimer
demineralisasi : NaOH 4% yaitu 1:10 gr /mL).
yang biasa digunakan untuk melapisi magnetit
Kemudian dilakukan pemanasan pada suhu
yaitu polyethylene glycol (PEG), dextran,
700C selama 2 jam sambil dilakukan
polyethyleneimine (PEI), phospholipid, dan
pengadukan dengan kecepatan 70 rpm. Disaring
kitosan [4]. Komposit magnetit (Fe3O4)-kitosan
dan dibilas dengan aquades hingga pH netral.
dibuat dengan metode kopresipitasi. Metode
Padatan yang terbentuk didinginkan serta
kopresipitasi menjadi salah satu teknik yang
dikeringkan didalam oven pada suhu 80 0C
banyak digunakan untuk membuat nanopartikel.
selama ± 6 jam.
Metode kopresipitasi adalah metode yang
2.2.3 Deasetilasi kitin menjadi kitosan. Serbuk
sederhana dan murah dalam biaya operasional
kitin yang diperoleh dicampurkan dengan
[19]. Modifikasi komposit magnetit (Fe3O4)-
NaOH 60% dengan perbandingan (kitin :
kitosan berupaya untuk meningkatkan daya
NaOH 60% yaitu 1:20 g/mL). Campuran
adsorpsi terhadap zat warna MY yang
dipanaskan selama 2 jam pada suhu 90 oC dan
digunakan dalam industri batik. Melalui
dilakukan pengadukan pada kecepatan 70 rpm.
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kemudian disaring dan dibilas dengan aquades.
penanganan terhadap pencemaran lingkungan
Padatan dikeringkan pada suhu 800C selama ±
berupa zat warna MY dengan memanfaatkan
6 jam dalam oven. Kitosan yang diperoleh
komposit magnetit (Fe3O4)-kitosan sebagai
dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR.
adsorben dengan menggunakan karakterisasi
Secara kuantitatif untuk mengetahui derajat
FTIR (Fourier Transform Infrared), XRD
deasetilasinya (DD) digunakan metode base
(Difraksi Sinar-X) dan SEM-EDX (Scanner
line [3], seperti yang ditunjukan dalam
Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray).
persamaan :
2. METODOLOGI PENELITIAN A 1588 1
2.1 Alat dan Bahan Penelitian [
DD= 1−[ ×
A 3410 1, 33
] ] (1)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini Keterangan:


adalah ayakan 80 mesh, hot plate stirrer, A1588 = Absorbansi pada panjang gelombang
magnetic stirrer, oven, timbangan analitik, 1588cm-
stopwatch, desikator, pH meter, A3410 = Absorbansi pada panjang gelombang
spektofotometer UV-Vis, FTIR, SEM EDX, 3410cm-
dan XRD. Bahan-bahan utama yang
2.2.4 Uji Kitosan Menggunakan Larutan
dipergunakan cangkang udang, HCl, NaOH,
Ninhidrin. Sebanyak 0,1 gram kitosan
larutan ninhidrin, FeCl3.6H2O, FeSO4.7H2O,
disemprotkan dengan larutan ninhidrin dan
diamkan selama 5 menit. Uji positif jika larutan Magnetit (Fe3O4)-kitosan sebanyak 0,1 gram
berubah menjadi warna ungu. dimasukkan kedalam masing-masing gelas
beaker yang berisi 20 mL larutan metanil
2. 3 Pembuatan Komposit Magnetit Fe3O4-
yellow sesuai pH dan waktu kontak optimum
Kitosan
dengan konsentasi larutan bervariasi yaitu 35,
Magnetit Fe3O4 -kitosan dibuat dengan metode
50, 75, 100, 125, 150, 180, 220, 250, 300 dan
kopresipitasi. 1,668 gr FeCl3.6H2O dan 0,81 gr
350 mg/L. Campuran di sheker dengan
FeSO4.7H2O dilarutkan kedalam 50 ml aquades.
kecepatan 100 rpm. Kemudian filtrat dan residu
Campuran tersebut diaduk dalam water bath
dipisahkan dengan menggunakan magnet
pada 700 C selama 30 menit. Sebanyak 1,388 g
eksternal. Filtrat dianalisis dengan
kitosan dilarutkan dalam 350 ml asam asetat
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
1% (v/v) dan dicampurkan kedalam larutan
pertama dan diaduk dengan magnetik stirrer 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
selama 2 jam. Kemudian ditambahkan 48 ml 3.1 Pembuatan Kitosan
NH4OH kedalam campuran lebih dari 2 jam Proses demineralisasi bertujuan untuk
atau hingga pH mendekati 9. Kemudian menghilangkan garam dan mineral-mineral
dilakukan pengadukan selama 1 jam hingga anorganik yang terdapat pada cangkang yaitu
terbentuk endapan hitam pada suhu 400 C. Kalsium Karbonat (CaCO3) dan Kalsium Fosfat
serbuk yang diperoleh kemudian dicuci Ca(PO4)2. Reaksi pelarutan mineral yang terjadi
sebanyak 5 kali dengan 50 ml aquades. adalah :
Selanjutnya serbuk dikeringkan dalam oven
Ca3(PO4)2(s)+6HCl(aq)→3CaCl2(aq)+2H3PO4(aq)
vakum pada suhu 600 C selama 8 jam [11].
(2)
2.4 Uji Adsorpsi CaCO3(s)+2HCl(aq)→CaCl2(aq)+CO2(g)+H2O(l)
2.4.1 Pengaruh pH larutan metanil yellow. (3)
Magnetit (Fe3O4)-kitosan sebanyak 0,1 gram
Menurut [24] kulit udang mengandung 26,45%
dimasukkan kedalam masing-masing
mineral dengan kadar kalsium fosfat
erlenmeyer yang berisi 20 mL larutan metanil
(Ca3(PO4)2) sebesar 8-10% dapat dihilangkan
yellow dengan pH larutan bervariasi yaitu 3, 4,
menggunakan HCl 1,5 M. Tujuan penggunaan
5, 6, dan 7. Campuran di sheker selama 15
HCl agar senyawa-senyawa anorganik dalam
menit dengan kecepatan 100 rpm. Kemudian
bentuk garamnya bereaksi dengan HCl
filtrat dan residu dipisahkan dengan
membentuk klorida yang larut dan akan
menggunakan magnet eksternal. Filtrat
mengendapkan kulit udang bebas mineral.
dianalisis dengan menggunakan
Penggunaan HCl dalam proses demineralisasi
spektrofotometer UV-Vis.
lebih sering digunakan dibandingkan larutan
2.4.2 Pengaruh waktu kontak larutan metanil
asam lainnya untuk melarutkan mineral sebab
yellow. Magnetit (Fe3O4)-kitosan sebanyak 0,1
keefektifan HCl dalam melarutkan mineral 10%
gram dimasukkan kedalam masing-masing
lebih tinggi dari pada H2SO4 [17].
erlenmeyer yang berisi 20 mL larutan metanil
Deproteinasi bertujuan untuk memisahkan
yellow sesuai pH optimum dengan waktu
atau melepaskan protein yang terkandung pada
kontak larutan bervariasi yaitu 15, 30, 45, 60,
cangkang udang. Dari proses deproteinasi
dan 75 menit. Campuran di sheker dengan
rendemen kitin yang diperoleh yaitu 22,08%..
kecepatan 100 rpm. Kemudian filtrat dan residu
Protein yang terkandung dalam kulit udang
dipisahkan dengan menggunakan magnet
larut dalam basa sehingga protein yang terikat
eksternal. Filtrat dianalisis dengan
secara kovalen pada gugus fungsi kitin akan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
terpisah. Protein yang terkandung dalam
2.4.3 Pengaruh konsentrasi larutan metanil
cangkang udang sebesar 25,10%, protein dapat
yellow. Diuji larutan MY dengan Magnetit
dihilangkan menggunakan NaOH 4%. NaOH
(Fe3O4)-kitosan sebanyak 0,1 gram pada
paling sering digunakan pada proses
dengan sesuai pH optimum. dengan konsentasi
penghilangan protein karena kemampuannya
larutan bervariasi yaitu 35, 50, 75, 100, 125,
dalam menarik kitin lebih tinggi dibandingkan
150, 180, 220, 250, 300 dan 350 mg/L.
pelarut lainnya, hanya dengan rentang
konsentrasi 0,125-5 M sedangkan pada dan kitin ditunjukkan pada persamaan reaksi
penelitian ini menggunakan konsentrasi 4% berikut :
atau setara dengan 2,13M Reaksi antara protein
H3C O

OH

HN
O
HO HO
O
CH2
HN
OH O
C O

CH3 H2N CH

HO C O
Kitin-protein

NaOH

H 3C O
C
OH
ONa
HN
O H 2N C
HO HO H
+
O
O O
CH2 HO C
HN
OH O
C OH

CH3

Gambar 1. Reaksi pembentukan kitin[16]


Proses deasetilasi merupakan suatu proses eliminasi menggunakan NaOH 60%. Kondisi
penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada kitin ini digunakan karena struktur sel-sel kitin yang
menjadi gugus amina (-NH2) menggunakan tebal dan kuatnya ikatan hidrogen
NaOH 60%, konsentrasi NaOH yang tinggi intramolekuler antara atom hidrogen pada
dapat menghasilkan kitosan dengan derajat gugus amina dan atom oksigen pada gugus
deasetilasi yang tinggi [25]. karbonil [2]. Dari proses deasetilasi rendemen
Reaksi pembentukan kitosan dari kitin kitosan yang diperoleh adalah 36,23% dan
merupakan reaksi hidrolisis suatu amida oleh diperoleh derajat deasetilasi kitosan sebesar
suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan 58% diketahui dengan menggunakan FTIR.
NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi Selain FTIR, untuk membuktikan adanya
reaksi adisi, pada proses ini gugus –OH - masuk gugus amina pada kitosan, dilakukan uji
ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi menggunakan larutan ninhidrin, uji ninhidrin
eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan kitosan hasil sintesis menunjukkan positif yang
suatu amina yaitu kitosan. Pemutusan ikatan dapat dilihat dari perubahan warna ungu yang
antara gugus asetil dan (-NH-) pada kitin terjadi setelah kitosan diinteraksikan dengan
menjadi gugus amina (-NH2) dengan reaksi larutan ninhidrin.
OH OH
OH

O O
O O
O OHO
OHO HO
NH NH
NH

C O C O
C O

CH3 CH3
CH3
n
Kitin

NaOH

OH OH

O O
O O O
HO HO
NH2 NH2

Kitosan
n

Gambar 2. Reaksi pembentukan kitosan[16] Gambar 3. Reaksi uji Ninhidrin


3.2 Sintesis dan Karakterisasi Magnetit Fe(OH)2 + 2Fe(OH)3 → Fe3O4 + 4H2O (6)
(Fe3O4)- Kitosan Zat pengendap yang dapat digunakan
Kitosan sebagai adsorben dimodifikasi dengan adalah NaOH dan NH4OH. Keuntungan
magnetit karena masih terdapat kelemahan menggunakan NH4OH adalah sisa larutan yang
pada kitosan murni. Mengkombinasikan mengotori endapan dapat dihilangkan dengan
kitosan dengan magnetit Fe3O4 secara efektif mudah dengan jalan pemanasan pada suhu >50
dapat menghindari kelemahan kimia kitosan °C dan pembilasan menggunakan akuades, zat
murni yaitu nanopartikel yang dihasilkan dari pengendap lainnya dapat digunakan NaOH,
kitosan dalam keadaan murni tidak dapat kelemahan NaOH yaitu kation Na + dapat
mengadsorpsi secara optimal karena mudah diadsorbsi oleh endapan hidroksida dan
larut dalam larutan asam dan memiliki membebaskan endapan dari kation Na + sangat
ketahanan sifat kimia yang lemah. Selain itu, sulit dilakukan sehingga akan menurunkan
kelompok hidroksil pada permukaan Fe3O4 mutu Fe3O4 [5]. Penambahan NH4OH hingga
dapat berinteraksi dengan gugus amina dan pH 9 karena pada kondisi tersebut merupakan
gugus hidroksil dari kitosan melalui interaksi kondisi terbentuknya endapan[9]. Endapan
ikatan hidrogen untuk menjaga kestabilan terbentuk ketika –OH- dari NH4OH berikatan
kitosan dalam kondisi asam [11]. Tahapan dengan ion Fe3+ dan Fe2+ sehingga membentuk
pembentukan partikel Fe3O4 adalah : terbentuknya komposit magnetit(Fe3O4)-
Fe2+ + 2OH- → Fe(OH)2 (4) kitosan [12]. Berikut adalah mekanisme reaksi
2Fe3+ + 6OH- → 2Fe(OH)3 (5) magnetit(Fe3O4)-kitosan :
OH

OH
O
OH O O

HO OH HO
O
HO OH
HO
NH3+
NH3+ HO
OH
HO OH
HO OH
HO OH HO
HO OH
O
OH N
HO OH H3+
H3 + Fe3O4
HO Fe3O4 OH N HO OH
O
HO
OH
HO OH HO
OH
OH
HO
OH
HO O
OH +H N +
H3N
OH
3
OH
OH
HO OH O O O
OH
HO
HO

Gambar 4. Mekanisme reaksi magnetit (Fe3O4) -kitosan[26]


3. 3 Karakterisasi fungsional dari hasil yang disintesis.
3.3.1 FTIR (Fourier Tansform Infrared Interprestasi spektra FTIR pada penelitian ini
Spectroscopy). Analisa terhadap spektra FTIR digunakan bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
menyajikan infromasi tentang gugus

Gambar 5. Spektrum FTIR (a) Kitosan hasil penelitian (b) Kitosan standar(c) Magnetit(Fe 3O4)-kitosan
Kitosan dari limbah cangkang udang menyatakan pada bilangan gelombang 1651
dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR merupakan vibrasi ulur (-C=O). Pita serapan
yang hasil spektrumnya dapat dilihat pada pada bilangan gelombang 1372 cm-1
gambar 5. Spektrum kitosan memiliki pita-pita ditafsirkan sebagai C-C, hal ini sesuai dengan
serapan khas yaitu 3291 cm -1, yang penelitian [18] pada bilangan 1381,03 cm -1
menunujukkan (-NH ulur). Hal ini sesuai yang menunjukkan gugus C–C. Kemudian
dengan penelitian [20] Kemudian serapan pada serapan pada bilangan gelombang 1315 cm-1
-1
bilangan gelombang 2878 cm yang yang menunjukkan C-N hal ini sesuai dengan
menunjukkan (-C-H) hal ini sesuai dengan penelitian [13] menyatakan 1319,31cm -1 yang
penelitian Steffuny et al (2016) intensitas menunjukkan gugus C-N pada (NHCOCH 3).
serapan sekitar 2877,79 cm -1 menunjukkan Pita serapan pada bilangan gelombang 1024
gugus C-H stretching, munculnya pita serapan cm-1 ditafsirkan sebagai (-C-O-), hal ini sesuai
-1
sekitar bilangan gelombang 1642 cm yang dengan penelitian [8] pada bilangan
menunjukkan (-C=O), hasil ini sesuai dengan gelombang 1155-1024cm-1 yang menunjukkan
penelitian Steffuny et al (2016) yang gugus (-C-O-).
3.3.2 XRD (X-Ray Diffraction). Komposit mengetahui struktur kristal dan komposisi
Magnetit (Fe3O4)-kitosan dikarakterisasi senyawa dari material tersebut.
menggunakan XRD yang bertujuan untuk

Gambar 6. Hasil XRD komposit magnetit (Fe3O4)-kitosan dan data JSPDS


Hasil interpretasi difraktogram Fe3O4- adanya Fe3O4. Luas permukaan pada penelitian
kitosan dari gambar memperlihatkan puncak- ini yaitu 2θ= 35.4922’ yaitu 10, 851nm.
puncak tertinggi yaitu keberadaan unsur Fe-O 3.3.3 SEM EDX (Scanner Electron
yang mengindikasikan terbentuknya Fe3O4. Microscope-Energy Dispersive X-ray).
Puncak maksimum pada penelitian ini berada Analisis SEM digunakan untuk mengetahui
pada 2θ= 35.4922’ serta jarak spasi yang morfologi permukaan, kehomogenan
dimiliki sebesar 2,529 Å dengan intensitas permukaan dan distribusi partikel dan untuk
maksimum 100. Dari hasil puncak maksimum melihat komponen dalam suatu materialnya
2θ= 35.4922’ yang diperoleh maka bidang dapat diketahui dengan menggunakan EDX.
kristalnya yaitu 311 [14], yang menunjukkan

Gambar 7. Spektrum SEM (a) Magnetit (Fe 3O4)-kitosan (b) Magnetit(Fe3O4)-kitosan setelah adsorpsi
zat warna MY
Pada gambar 7 (a) menunjukan hasil SEM berwarna putih keabuan. Distribusi ukuran
pada komposit magnetit-kitosan, hasil sintesis partikel tidak seragam karena banyaknya
menunjukkan adanya gumpalan-gumpalan bola partikel yang menggumpal dan terjadi
yang berwarna putih keabu-abuan. Hal ini aglomerasi antara kitosan dan magnetit.
berkaitan dengan penelitian [23] ,tentang Gambar 7 (b) menunjukkan hasil SEM dari
sintesis dan aplikasi magnetit, bentuk komposit magnetit kitosan setelah penyerapan
morfologi dari magnetit hasil sintesit zat warna MY yang memperlihatkan
berbentuk seperti gumpalan-gumpalan bola permukaan yang lebih halus. Hasil penyerapan
menunjukkan struktur yang teratur dan spesi
yang sudah tidak terlalu nampak jelas
disebabkan oleh MY. Hal ini menandakan
bahwa menempelnya MY pada komposit
Magnetit (Fe3O4)-kitosan. Keberhasilan dari
magnetit (Fe3O4)-kitosan dapat dilihat dari
hasil spektra EDX yang dapat menunjukan
komposisi unsur-unsur yang terdapat dalam
material untuk mengetahui persentase
keberhasilan sintesis pelapisan kitosan pada
Fe3O4.

Gambar 9. Panjang gelombang


3.4.1 Pengaruh pH Larutan Metanil Yellow.
Berdasarkan percobaan uji adsorpsi komposit
terhadap MY menunjukkan bahwa kapasitas
adsorpsi optimum terjadi pada pH 4 yaitu 6,73
mg/g. Hal ini karena pada pH inilah terjadi
komposisi yang paling optimal dari adsorben.
Gugus sulfonat yang terdapat dalam zat warna
MY menunjukkan sifat anionik dari MY dalam
suasana asam. Pada pH asam, terdapat ion H +
Gambar 8. Hasil EDX (a) Magnetit (Fe3O4)- yang akan mendorong gaya tarik elektrostatik
kitosan (b) Magnetit(Fe3O4)-kitosan setelah dengan anion MY (-SO3-) sehingga kapasitas
adsorpsi zat warna metanil yellow adsorpsi meningkat. Sementara pada pH basa
Analisis EDX kedua sampel memiliki terdapat ion OH-. Kehadiran ion OH- menjadi
komposisi unsur C, N, O, Fe, Na dan S. pesaing baru yang akan bersaing dengan SO 3-
Kandungan unsur paling banyak pada untuk mengisi gugus aktif pada adsorben.
komposit magnetit-kitosan adalah Fe dan O Sehingga terjadi tolakan elektrostatik antara
yaitu 48,44% dan 35,6%. Kandungan unsur Na permukaan adsorben dan anion pada zat warna
dan S setelah penyerapan MY yaitu 0,36% dan sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
0,44%. Hal ini menandakan telah teadsopsinya adsorpsi. Berdasarkan percobaan uji adsorpsi
MY. komposit terhadap metanil yellow
3.4 Penentuan Panjang Gelombang Metanil menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi
Yellow optimum terjadi pada pH 4 hal ini juga
Penentuan panjang gelombang MY bertujuan dinyatakan pada penelitian Tural et al (2015),
untuk melihat panjang gelombang maksimum yang menggunakan glutaraldehid terjadi
MY pada rentang 400-600 nm Panjang penyerapan metanil yellow optimum pada pH
gelombang maksimum MY yaitu 430 nm 4. Hal ini karena pada pH inilah terjadi
sampai 445 nm[6] dan memperlihatkan
puncak serapan maksimum pada panjang
gelombang 430 nm.
komposisi yang paling optimal dari adsorben.
6.75
Gambar 10.Grafik hubungan antara variasi pH
6.7 terhadap kapasitas adsorpsi MY teradsorpsi
6.65
Qe

6.6
6.55
6.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8
pH

NH3+ N
-
O3S N

N
H
+
H3N NH3+

NH3+
N
SO3- N

NH3+ N
N H
N SO3-

N
H + NH3+ N
H3N S - N
O3
N
H
NH3+

-
N
O3S N

N
H

Gambar 11. Mekanisme reaksi magnetit(Fe3O4)-kitosan setelah penyerapan zat warna metanil yellow
[11]
3.4.2 Pengaruh Waktu Kontak Larutan 7
Metanil Yellow. Waktu kontak merupakan 6.8
salah satu faktor yang mempengaruhi adsorpsi 6.6
Qe

bertujuan untuk mengetahui berapa lama


6.4
waktu yang dibutuhkan oleh adsorben untuk
menyerap senyawa MY secara maksimum. 6.2
Kapasitas adsorpsi paling tinggi pada menit ke 10 20 30 40 50 60 70 80
45 yaitu 6,8027 mg/g dan mengalami Waktu kontak
penurunan pada menit ke 60 dikarenakan
gugus aktif dari adsorben sudah mencapai
kejenuhan untuk berinteraksi dengan MY dan Gambar 12.Grafik variasi waktu kontak
terjadi desorpsi. terhadap kapasitas adsorpsi MY teradsorpsi
Waktu optimum tercapai pada peningkatan
kadar MY yang teradsorpsi mencapai titik
maksimalnya sehingga penambahan waktu
kontak tidak akan memberikan pengaruh yang molekul-molekul MY dan situs aktif pada
signifikan terhadap kadar MY yang permukaan komposit. Konsentrasi optimum
teradsorpsi. Hal ini dikarenakan semakin lama penyerapan komposit magnetit-kitosan
waktu kontak mengakibatkan interaksi antara terhadap MY pada konsentrasi 250 ppm
adsorben dengan MY semakin besar sehingga dengan kapasitas adsorpsi yaitu 34,91 mg/g.
semakin banyak MY yang teradsorpsi oleh
adsorben. Penyerapan MY berlangsung cepat
diawal waktu adsorpsi dikarenakan 40
ketersediaan sejumlah besar situs kosong 35
dipemukaan adsorben. Dengan meningkatnya 30
25
waktu kontak situ-situs kosong pada adsorben
20

Qe
ini jenuh terhadap MY dan kapasitas adsorpsi
15
secara bertahap meningkat. 10
3.4. 3 Penentuan pengaruh konsentrasi 5
Larutan Metanil Yellow. Konsentrasi 0
merupakan salah satu faktor yang 0 50 100 150 200 250 300 350 400
mempengaruhi adsorpsi. Kapasitas adsorpsi Konsentrasi
yang meningkat seiring meningkatnya
konsentrasi zat warna disebabkan oleh Gambar 5. Grafik konsentrasi terhadap
meningkatnya interaksi elektrostatik antara kapasitas adsorpsi MY teradsorpsi
4. KESIMPULAN Adsorben untuk Menurunkan Kadar
Setelah dilakukan penelitian ini, maka dapat Logam Cu”. Seminar Nasional FMIPA
disimpulkan bahwa : UNDIKSHA III Tahun 2013.
1. Pembuatan komposit magnetit-kitosan [3] Agustina, S. I. M. D. Swantara Dan I. N.
dengan metode kopresitasi Prinsip metode Suartha. 2015. “Isolasi Kitin,
kopresipitasi membawa zat terlarut yang Karakterisasi, Dan Sintesis Kitosan Dari
tidak mengendap ikut terendapkan dengan Kulit Udang”. Jurnal Kimia . Vol 9 (2).
menggunakan zat pengendap yaitu [4] Arami, H., Z. Stephen., O. Veiseh., dan M.
NH4OH. Zhang. 2011. “Chitosan-Coated Iron
2. Terbentuknya komposit magnetit-kitosan Oxide Nanoparticles for Molecular
ditandai dengan munculnya gugus fungsi Imaging and Drug Delivery”. Adv
OH, NH2, C-O-C dan Fe-O. Karakterisasi Polym Sci. 43: 163–184.
SEM-EDX menunjukkan terdapatnya [5] Arisandi, D. M. (2007). “Pengaruh
unsur C, N, O, Fe Karakterisasi XRD Pemannasan dan Jenis Surfaktan pada
menunjukkan adanya puncak 2θ= Sifat Magnetik Ferofluida Berbahan
35,4922’. Dasar Pasir Besi”. Tugas Akhir.
3. Kondisi optimum adsorpsi zat warna Surabaya: ITB.
metanil yellow menggunakan adsorben [6] Ayesha, A. A., A. Mukhtar Dan P. H.
komposit magnetit-kitosan pada pH 4 Yanti. 2015. “Degradasi Senyawa
waktu kontak 45 menit dan konsentrasi Metanil Yellow Secara Fotokatalitik
250 ppm. Menggunakan TiO2 Dan HNO3”. Jom
Fmipa. Vol. 2 No. 1.
DAFTAR PUSTAKA
[7] Badan Standardisasi Nasional [BSN]. 2013.
[1] Abdullah, F.U. 2010. Penurunan Kadar
SNI 7949-2013: Kitosan – Syarat Mutu
Zat Warna Remazol Yellow FG
dan Pengolahan. Jakarta (ID): Dewan
Menggunakan Adsorben Semen
Standardisasi Nasional.
Portland. Skripsi. Surakarta:
[8] Bahri, S., E. A. Rahim Dan Syarifuddin.
Universitas Negeri Sebelas Maret.
2015. “Derajat Deasetilasi Kitosan Dari
[2] Agustina, S. dan Y. Kurniasih. 2013.
Cangkang Kerang Darah Dengan
“Pembuatan Kitosan dari Cangkang
Penambahan Naoh Secara Bertahap”.
Udang dan Aplikasinya debagai
Kovalen. Vol. 1(1):36-42.
[9] Bandpi, A.M., B. Kakavandi., R. R. Kolesterol. Tesis. Universitas
Kalantary., A. Azari dan A. Keramati. Hasanuddin.
2016. Development of a novel [18] Marzuki, Q., Khabibi., N. Basid dan A.
magnetite-chitosan composite for the Prasetya. 2013. “Pemanfaatan Limbah
removal of fluoride from drinking Kulit Udang Windu (Penaeus Monodon)
water: Adsorption modeling and Sebagai Edible Coating Dan
optimization. RSC Advances. Pengaruhnya Terhadap Kadar Ion
[10] Bhernama, G. B. 2015. “Degradasi Zat Logam Pb(II) Pada Buah Stroberi
Warna Metanil Yellow Secara Fotolisis (Fragaria X Ananassa)”. Chem Info.
Dan Penyinaran Matahari Dengan Vol 1, No 1: 232 – 239.
Penambahan Katalis TiO2-Anatase dan [19] Nasirimoghaddam, S., S. Zeinali dan S.
SnO2. Journal Of Islamic Science And Sabbaghi. 2014.” Chitosan Coated
Technology. Vol. 1(1). Magnetic Nanoparticles as Nano-
[11] Du, Y., M. Pei., Y. He., F. Yu., W. Guo Adsorbent for Efficient Removal of
and L. Wang. 2014. “Preparation, Mercury Contents from Industrial
Characterization and Application of Aqueous and Oily Samples. Journal Of
Magnetic Fe3O4-CS for the Adsorption Industrial And Engineering Chemistry.
of Orange I from Aqueous Solutions”. Page 1-9.
PLoS One. Vol. 9(10). [20] Negrea, P., A. Caunii., I. Sarac Dan M.
[12] Haldorai, Y., D. Kharismadewi., D. Tuma, Butnariu. 2015“. “The Study Of
and J. J. Shim. 2014. “Properties of Infrared Spectrum Of Chitin And
Chitosan/Magnetite Nanoparticles Chitosan Extract As Potential Sources
Composites for Efficient Dye Of Biomass”. Digest Journal Of
Adsorption And Antibacterial Agent”. Nanomaterials And Biostructures. Vol.
Korean J. Chem. Eng. 10, No. 4.
[13] Kumari, S Dan P. K. Rath. 2014. [21] Nurhikmawati, F. M. Manurung dan A. A.
“Extraction And Characterization Of I. A. M. Laksmiwati. 2014. Penggunaan
Chitin And Chitosan From (Labeo Kitosan Dari Limbah Kulit Udang
Rohit) Fish Scales”. Procedia Materials Sebagai Inhibitor Keasaman Tuak.
Science. Vol. 6. 482 – 489. Jurnal Kimia. Vol. 8 (2).
[14] Li, G. Y., Y. R. Jiang., K. L. Huang., P. [22] Rahayu, L. H Dan S. Purnavita. 2007.
Ding. dan J. Chenb. 2008. “Preparation Optimasi Pembuatan Kitosan dari Kitin
and Properties of Magnetic Fe3O4– Limbah Cangkang Rajungan Portunus
chitosan nanoparticles”. Journal of Pelagicus untuk Adsorben Ion Logam
Alloys and Compounds 466. 451–456. Mekuri. Reaktor. Vol. 11 (1): 4-4.
[15] Li, Q., E. T. Dunn., E. W. Grandmaison [23] Shen, Y. F., J. Tang., Z. H. Nie., Y. D.
and M. F. A. Goosen. 1992. Wang., Y. Ren dan L. Zuo. 2009.
“Applications and Properties of “Preparation and application of
Chitosan”. Journal of Bioactive and magnetic Fe3O4 nanoparticles for
Compatible Polymers. Vol 7 (370). wastewater purification”. Separation
[16] Lukum, A., A. Rauf., A. R. Paratama., M. and Purification Technology. Vol 68.
A. Arsyad., Y. Paratama., D. N. 312–319.
Botutihe., dan E. Yusuf. 2016. [24] Tanasale, M. F. J. D. P., A, Killay dan M.
Karakterisasi Kitosan Dari Limbah Saily. 2006. “Kitosan Dari Limbah
Kulit Udang: Potensi Sebagai Adsorben Udang Windu (Penaeus Monodon)
Logam. Medan: Universitas Negeri Sebagai Adsorben Fenol”. J.Alchemy.
Medan. Vol. 5, No. 1.
[17] Maidin, A. N. 2017. Produksi Kitosan [25] Tolaimate, A., J. Desbrieresb., M. Rhazia
Dari Limbah Cangkang Kepiting dan A. Alaguic. 2003. “Contribution to
Rajungan (Portunidae) Secara Enzimatis The Preparation of Chitins and
Dan Aplikasinya Sebagai Penurun Chitosans With Controlled Physico-
Chemical Properties”. Polymer. No.44: Characterization of Chitosan-Coated
7939–7952. Iron Oxide Nanoparticles Produced For
[26] Unsoy, G., S. Yalcin., R. Khodadust., F. Biomedical Applications”. J Nanopart
Gunduz dan U. Gunduz. 2012. Res. 14: 964-977.
“Synthesis Optimization and

Anda mungkin juga menyukai