Anda di halaman 1dari 10

JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al.

Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi DOI: 10.17844/jphpi.2016.19.1.26

OPTIMASI PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GLcN HCl) DARI


LIMBAH CANGKANG RAJUNGAN MELALUI HIDROLISIS KIMIAWI

Optimization Making Glucosamine Hydrochloride (HCl GlcN) of Crab Shell Waste


through Chemical Hydrolysis

Alfiana Nurjannah*, Darmanto, Ima Wijayanti


Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro. Jalan Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah-50275,
Telepon/Faks. +6224 7474698.
*Korespondensi: alfiana.nj@gmail.com
Diterima: 2 Desember 2015/Review: 3 Februari 2016/ Disetujui: 15 April 2016

Cara sitasi: Nurjannah A, Darmanto YS, Wijayanti I. 2016. Optimasi pembuatan glukosamin hidroklorida
(GLcN)dari limbah cangkang rajungan melalui hidrolisis kimiawi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia 19(1): 26-35.

Abstrak
Pengolahan glukosamin dari kitin cangkang rajungan dapat dilakukan dengan hidrolisis kimiawi
dengan asam klorida (HCl). Penelitian bertujuan menentukan pengaruh perendaman kitin dalam
berbagai konsentrasi HCl terhadap glukosamin yang dihasilkan dan konsentrasi HCl yang terbaik untuk
proses hidrolisis glukosamin secara kimiawi. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkang
rajungan dari desa Betahwalang Demak dan bahan pelarunya yaitu HCl dan NaOH. Parameter pengujian
adalah rendemen glukosamin, titik leleh, loss on drying (LoD), pH dan analisis spektrum dengan metode
FTIR. Penelitian menggunakan desain percobaan Rancangan Acak Lengkap tiga perlakuan dengan tiga
kali pengulangan. Data dianalisis menggunakan analisa ragam (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan konsentrasi 27%, 32% dan 37%. Data diuji dengan uji Beda Nyata Jujur. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi HCl yang digunakan menyebabkan adanya perbedaan
karakteristik glukosamin yang dihasilkan. Konsentrasi HCl yang digunakan semakin tinggi maka hasil
rendeman dan titik leleh akan semakin rendah. Perlakuan konsentrasi HCl terbaik yaitu 27% dilihat dari
rendemen glukosamin (18,39%) dan titik leleh (192-195oC). Perlakuan tersebut menghasilkan LoD 0,647%,
pH 4,01 dan spektrum glukosamin yaitu gugus O-H (3297,75/cm), gugus N-H (1617,53/cm), gugus C-N
(1394,94/cm).

Kata kunci: cangkang rajungan, kitin, titik leleh, glukosamin

Abstract
Processing of glucosamine from crab shell chitin can be done by chemical hydrolysis with hydrochloric
acid (HCl). The purpose of this research was to determine the effect of chitin immersion by various
concentrations of HCL toward glucosamine generated and the selected concentration of HCL to glucosamine
chemical hydrolysis process. The material used in this study is crab shells from Betahwalang village, Demak,
and the solvent is HCl and NaOH. Parameters are glucosamine yield, melting point, loss on drying (LoD),
PH and spectrum analysis with FTIR method. Research using experimental design completely randomized
design three times treatment with repetition. The results were analyzed using analysis of variance (ANOVA)
to determine the differences between treatments concentration of 27%, 32% and 37%. The selected were
tested with honestly significant difference test. The results showed differences in the concentration of HCl
used cause differences in the characteristics of the resulting glucosamine. The higher HCl concentrations
used, the lower the rendemen results and melting point. The selected HCL treatment concentration was at
27% observed from glucosamine yield (18.39%) and the melting point (192-195oC). The treatment of 37%
produces LoD (0.647%), pH (4.01) and spectrum glucosamine is an O-H group (3297.75/cm), the group of
N-H (1617.53/cm), the group of C-N (1394.94/cm).

Keywords: crab shells, chitin, melting point, glucosamine

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 26


Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

PENDAHULUAN yang cukup mudah dengan risiko kegagalan


Limbah kulit keras (cangkang) rendah, biaya produksi yang terjangkau
dihasilkan dari industri pengolahan sebesar serta memilliki tingkat konsentrasi yang
40-60%. Limbah cangkang rajungan ini cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
biasanya dibuat untuk campuran pakan menghasilkan glukosamin hidroklorida
ternak yang memiliki nilai ekonomis dari cangkang rajungan melalui hidrolisis
yang rendah, padahal cangkang rajungan kimiawi sebagai sediaan suplemen penyakit
memiliki kandungan kitin yang mempunyai osteoarthritis menjadi sangat penting untuk
nilai ekonomis tinggi. Srijanto (2003) dilakukan.
menyebutkan cangkang rajungan masih .
mengandung senyawa kimia cukup banyak, BAHAN DAN METODE
diantaranya ialah protein 30 – 40 %; mineral Bahan dan Alat
(CaCO3) 30 – 50 %; dan kitin 20 – 30 %. Bahan yang digunakan dalam proses
Saat ini pengolahan limbah cangkang pembuatan glukosamin dari cangkang
rajungan sudah mulai banyak dilakukan rajungan dengan hidrolisis kimiawi adalah
untuk menambah nilai ekonomis serta cangkang rajungan, NaOH, HCl 37% (p.a),
mengurangi pencemaran lingkungan. Salah akuades, arang aktif, etanol dan alumunium
satu pengolahan limbah cangkang rajungan foil.
yang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu Alat yang digunakan dalam proses
menjadi kitin. pembuatan glukosamin dari cangkang
Aplikasi alternatif kitin adalah rajungan dengan hidrolisis kimiawi adalah
produksi N - asetilglukosamin, yang saat timbangan analitik, magnetic stirrer, hot
ini digunakan sebagai suplemen makanan plate, gelas ukur 1000 mL, rotary evaporator,
untuk penyembuhan penyakit persendian oven, FTIR Perkin Elmer spectrumOne,
yang meningkat seiring pertambahan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) merk
umur. N-asetilglukosamin dapat berupa Shimadzu AA-2000, pH meter, gelas beaker
glukosamin HCl dan glukosamin sulfat 250 mL, refluks, dan melting point analyzer.
dalam pemanfaatannya sebagai suplemen
untuk penyakit osteoarthritis. Glukosamin Metode Penelitian
(2-Amino-2-deoksi-D-glukosa) adalah Penelitian meliputi preparasi
asam amino monosakarida unit disakarida kitin dan analisis nilai kandungan
glikosaminoglikan yang merupakan mineral dalam kitin yang dihasilkan,
proteoglikan, serta menjadi substansi dasar selanjutnya dilakukan hidrolisis kimiawi
tulang rawan. Beberapa penelitian tentang dan terakhir pengujian karakteristik
glukosamin telah dilakukan. glukosamin hidroklorida yang dihasilkan.
Glukosamin dapat dibuat dengan Preparasi kitin mengacu pada penelitian
beberapa metode antara lain metode Rahayu dan Purnavita (2004) yaitu limbah
hidrolisis kimiawi dan menggunakan cangkang rajungan setelah dikeringkan,
mikroorganisme. Ghandi (2002) digerinding dan ditapis dengan ayakan
menyatakan bahwa hidrolisis kimia ukuran 100 mesh. Cangkang rajungan
merupakan proses yang efisien dalam waktu dideproteinasi menggunakan larutan
dan biaya dalam memproduksi glukosamin NaOH 2,0 N dengan perbandingan 1:6
serta dapat menghasilkan produk dengan (b/v) sambil diaduk dan dipanaskan pada
kemurnian tinggi. suhu 80oC selama 1 jam, setelah dipisahkan
Kondisi optimal masih sangat dari larutannya, cangkang dicuci dengan
diperlukan, diantaranya adalah bahan baku air hingga netral. Cangkang dikeringkan
yang mudah diperoleh, proses hidrolisis pada suhu 70-80°C selama 24 jam dalam

27 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al.

oven. Padatan kering hasil deproteinasi tiga kali pengulangan. Konsentrasi asam
selanjutnya didemineralisasi menggunakan yang berbeda bertujuan untuk mengetahui
larutan HCl 1,5 N (perbandingan 1:12 b/v) konsentrasi terbaik dalam pembuatan
dan diaduk pada suhu kamar selama 1 jam. glukosamin yang optimal. Parameter
Padatan hasil penyaringan dicuci dengan air yang diamati pada penelitian ini adalah
hingga netral kemudian dikeringkan pada rendemen, LoD, pH, titik leleh dan spektrum
suhu 70-80°C selama 24 jam dalam oven FTIR. Parameter tersebut dilakukan guna
untuk mendapatkan kitin kering. Kitin hasil mengetahui hasil glukosamin yang terbaik
hidrolisis dianalisis kandungan mineral dengan konsentrasi HCl yang berbeda.
yaitu kadar kalsiumya menggunakan AAS.
Proses hidrolisis glukosamin HASIL DAN PEMBAHASAN
hidroklorida (GlcN HCl) dilakukan Rendemen Kitin
menggunakan hidrolisis kimiawi sesuai Ekstraksi kitin merupakan penelitian
Islam et al. (2011). Teknik ini diawali pendahuluan dari pembuatan glukosamin
dengan menghaluskan kitin, perendaman dari cangkang rajungan, yang diawali
kitin dalam larutan asam hidroklorida dengan pengujian rendemen. Rendemen
dengan perlakuan peubah yang diragamkan merupakan presentase bahan baku tepung
berupa konsentrasi HCl, yaitu 27%, 32% cangkang rajungan dengan produk akhir
dan 37%, dengan perbandingan 1:9 (v/w) kitin yang diperoleh dan dapat dinyatakan
selama 4 jam pada suhu 90oC. Hidrolisis dengan desimal atau persen. Menurut
dilanjutkan dengan proses melarutkan Nabil et al. (2005) rendemen merupakan
hasil endapan hitam dalam akuades suatu parameter yang paling penting untuk
dan dekolorisasi dengan arang aktif. mengetahui nilai ekonomis dan efektifitas
Larutan disaring dan dievaporasi untuk suatu proses produk atau bahan. Semakin
memulihkan GlcN HCl kristal pada suhu besar rendemen maka semakin tinggi pula
45oC. Kristal endapan yang diperoleh nilai efektifitas produk tersebut.
dicuci dengan etanol dan dikeringkan Rendemen kitin diperoleh 27%
dalam oven pada suhu 50oC selama ±4 jam, atau 135 gram dari 500 gram tepung
kemudian dihitung rendemen dan LoD cangkang rajungan. Hasil presentase
untuk mengetahui tingkat efisiensinya. kitin yang diperoleh lebih tinggi daripada
Loss on drying atau pengurangan bobot hasil persentase kitin cangkang kepiting
yaitu uji untuk mengukur jumlah air atau penelitian Puspawati dan Simpen (2010)
bahan volatil yang masih tersisa pada yaitu 20,91%. Hasil tersebut sesuai dengan
glukosamin setelah pengeringan pada literatur kandungan kitin dalam cangkang
suhu tertentu. LoD dengan mengeringkan rajungan menurut Srijanto (2003) sebesar
2 gram glukosamin pada suhu 105oC 20-30%.
selama 2 jam menggunakan oven. Kitin dalam cangkang rajungan
Rendemen glukosamin yang dihasilkan mendapat presentase rendah dikarenakan
dihitung dengan menggunakan rumus: presentase mineral yang cukup tinggi yaitu
30-50%. Hal tersebut dapat dilihat pada
Berat glukosamin
Rendemen (%) = 𝑥𝑥 100% saat proses demineralisasi (pemisahan
Berat kitin mineral) dengan penambahan HCl
Metode penelitian ini bersifat menimbulkan gelembung udara yang
experimental laboratories dan rancangan cukup banyak. Penambahan HCl pada
percobaan yang digunakan adalah proses demineralisasi dilakukan secara
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan bertahap sambil dilakukan pengadukan
tiga konsentrasi HCl 27%, 32%, 37% dan sehingga sampel tidak meluap. Hal

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 28


Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

tersebut diperkuat oleh Hendri (2008) yang Spektrum Kitin


menyatakan, terjadinya proses pemisahan Kitin yang diperoleh dari penelitian
mineral ditunjukkan dengan terbentuknya pendahuluan dilihat rantai gugus
gas CO2 berupa gelembung udara pada saat fungsinya menggunakan FTIR. Menurut
larutan HCl ditambahkan ke dalam sampel. Dhony (2011), analisis FTIR bertujuan
untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari
Kalsium struktur kimia dalam suatu senyawa pada
Kalsium pada cangkang rajungan panjang gelombang tertentu.
memiliki bagian yang cukup besar yaitu Kitin hasil demineralisasi dan
30-50% sehingga kalsium pada cangkang deproteinasi dianalisis gugus fungssinya
rajungan dihilangkan dengan HCl pada menggnakan FTIR (Gambar 1).
proses demineralisasi. Kalsium pada Kitin hasil penelitian terdapat pada
cangkang rajungan biasanya berupa bilangan gelombang 3.440,64/cm untuk
CaCO3 yang akan bereaksi dengan HCl O-H, 3.266,71/cm milik N-H, 1.661,03/
membentuk CaCl2, CO2 dan H2O (Wafiroh cm untuk C=O, dan 1.074,65/cm untuk
et al. 2010). Bentuk reaksi pembentukannya C-O-C. Bilangan gelombang 1.074,65/cm
yaitu: menunjukkan adanya cincin glikosidik
CaCO3 + 2 HCl → CaCl2 + H2O + CO2 (C-O-C) yang merupakan karakteristik
Kadar kalsium merupakan salah satu dari struktur gugus fungsi kitin. Hasil
parameter yang menunjukkan keberhasilan spektrum kitin tersebut tidak jauh berbeda
proses demineralisasi pada cangkang dengan kitin hasil isolasi dari Sukma
rajungan yang kandungan mineral et al. (2014) yaitu pada bilangan gelombang
terbesarnya yaitu kalsium. Kadar kalsium 3.423,41/cm, 3.272,98/cm, 1.658,67/
pada kitin cangkang rajungan diperoleh cm, dan 1.027,99-1.155,28/cm yang
hasil sebesar 0,98%. Hasil tersebut lebih menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH,
rendah daripada kitin milik Rahayu dan N-H amina, C=O, dan C-O-C. Hal tersebut
Purnavita (2007) yaitu sebesar 1,64%, dan diperkuat oleh Arif et al. (2013), hasil
lebih rendah dari standar kadar abu pada intrepretasi tersebut menunjukkan adanya
kitin yaitu <2%. Berdasarkan perbandingan gugus-gugus aktif yang terdapat pada
diatas kadar kalsium pada kitin sudah senyawa kitin yang memiliki peran dalam
memenuhi standar yang membuktikan penentukan derajat deasetilasi dari kitin
proses demineralisasi berhasil. selain itu keberadaan gugus fungsi tersebut
sangat penting dalam pengaplikasian kitin
dalam berbagai bidang terutama di bidang
bioteknologi.
%T

cm-1
Gambar 1 Grafik Spektrum FTIR Kitin

29 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al.

Tabel 1 Rata-rata rendemen glukosamin hidroklorida


Konsentrasi HCl (%) Hasil rendemen
27 18,39 ± 1,672
32 17,02 ± 3,04
37 15,837 ± 2,425

Glukosamin Hidroklorida reaksi. Penurunan rendemen diduga


Rendemen terjadi karena adanya reaksi berlebih
Proses hidrolisis dikategorikan efisien sehingga terjadi kerusakan atau degradasi
dengan melihat rendemen yang diperoleh. dan terbentuk zat pengotor sehingga
Data rata-rata rendemen glukosamin menurunkan nilai rendemen GlcN yang
hidroklorida disajikan pada Tabel 1. dihasilkan.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat
adanya kenaikan rata-rata hasil rendemen pH (Derajat Keasaman)
seiring dengan penurunan konsentrasi Nilai pH atau derajat keasaman
HCl yang digunakan. Nilai rendemen digunakan untuk menyatakan tingkat
terendah diperoleh pada konsentrasi HCl keasaman atau basa yang dimiliki oleh
37% dengan rendemen rata-rata 15,837% suatu zat, larutan atau benda. Derajat
dan hasil rendemen tertinggi pada keasaman (pH) merupakan salah satu
konsentrasi HCl 27% yaitu 18,39%. Hasil indikator yang dilihat dalam proses
rendemen tersebut lebih rendah daripada pembuatan glukosamin hidroklorida. Data
hasil rendemen penelitian Islam et al. rata-rata hasil pengukuran pH disajikan
(2011) yaitu 52,12% pada konsentrasi asam pada Gambar 2.
37%. Rendemen penelitian lebih rendah Hasil rata-rata dari pH glukosamin
dari hasil Islam et al. (2011) diakibatkan yang diteliti, pH terendah diperoleh pada
karena adanya pemanasan yang terlalu konsentrasi HCl 32% dengan pH 3,5 dan
lama dan pencucian menggunakan arang pH tertinggi pada konsentrasi HCl 37%
aktif. Pencucian menggunakan arang dengan pH 4,0. Glukosamin yang diperoleh
aktif yang dilakukan terlalu lama sehingga Cahyono (2015) memiliki pH 5,66 pada
mengakibatkan glukosamin cair menempel konsentrasi HCl 5%. Hasil tersebut
pada arang aktif dan ikut terbuang. menunjukkan kepekatan suatu asam
Hasil rendemen glukosamin penelitian berpengaruh terhadap derajat keasaman
berbanding terbalik dengan konsentrasi dari glukosamin hidroklorida. Spesifikasi
HCl yang digunakan. Semakin tinggi USP 2013, pH glukosamin yaitu 3,0 sampai
konsentrasi HCl maka hasil rendemen 5,0 dalam larutan 20mg/mL.
dari glukosamin semakin rendah, dan Nilai pH glukosamin asam pada angka
sebaliknya semakin rendah konsentrasi 3,0-5,0 diakibatkan adanya ekstraksi ion
HCl maka hasil rendemen semakin tinggi. H+ yang berlebihan dalam proses hidrolisis
Hal tersebut diperkuat oleh Mojarrad et al. kimia menggunakan asam HCl pekat.
(2007) bahwa perbandingan antara waktu Peningkatan ion tersebut diperkuat oleh
hidrolisis dan konsentrasi asam merupakan pernyataan Al-Arfaj et al. (2012) pH 3
faktor yang menentukan nilai rendemen dengan peningkatan analit keasaman yang
sampel glukosamin. Nilai rendemen GlcN mungkin disebabkan ekstraksi ion H+
yang dihasilkan menurun seiring dengan oleh membran. Glukosamin yang asam
peningkatan konsentrasi asam dan waktu memiliki tingkat stabilitas yang baik,

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 30


Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

4.1
4,1
44
3.9
3,9
3.8
3,8
3,7
3.7
pH 3,6
3.6
3,5
3.5
3,4
3.4
3,3
3.3
3,2
3.2

Konsentrasi HCl
Gambar 2 Nilai Rata-rata pH Glukosamin Hidroklorida

sehingga glukosamin dapat dikonsumsi dari 1% disebabkan kandungan air pada


dengan ditambahkan pada makanan yang glukosamin masih tinggi dan terdapat
asam. Cargill (2006) menyatakan bahwa bahan volatil lainnya, sehingga glukosamin
kestabilan glukosamin paling cocok yang dihasilkan kurang murni. Murhadi
untuk makanan asam contohnya dengan et al. (2003) menyatakan bahwa zat
menambahkan 750 mg per hari di produk volatil merupakan senyawa kimia yang
makanan berikut: Jus buah dan produk jus mempunyai berat molekul kecil yang
buah termasuk tomat, campuran tomat mengandung karbon dan dapat terdestilasi
dan buah “smoothie” (pH 2-5), campuran dengan mudah dalam tekanan atmosfer.
minuman instan (stabil dalam bentuk Penerapan metode hidrolisis pada
kering, pH <7 bila dicampur dengan cairan pembuatan glukosamin diharapkan dapat
dan dikonsumsi pada titik penggunaan), membantu proses penghilangan senyawa
produk berbasis susu fermentasi, yoghurt pengotor dengan bantuan pencucian etanol
dan fromage frais (pH 3-5), minuman dan pengeringan untuk menghilangkan
olahraga (pH 2-5) dan minuman teh dingin sisa bahan pencucinya. Ethanol pada
(pH 2-6). proses pencucian juga berperan dalam
menghilangkan pengotor dengan cara
Loss on Drying (LoD) mengendapkan glukosamin.
Hasil LoD (Gambar 3) menunjukkan
nilai LoD tertinggi pada konsentrasi HCl Titik Leleh
32% yaitu sebesar 1,887% dan terendah Titik leleh adalah suhu dimana zat
pada konsentrasi HCl 37% yaitu sebesar fase padat berubah menjadi zat fase cair.
0,647%. Hasil LoD yang memenuhi Data hasil pengujian titik leleh glukosamin
standar dari USP (2013) yaitu kurang dari hidroklorida disajikan pada Gambar 4.
1% hanya glukosamin hidroklorida dengan Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh
konsentrasi HCl 37%. Semakin rendah titik leleh terendah pada konsentrasi HCl
nilai LoD menunjukkan semakin murni 37% yaitu sebesar 189-192oC (190,5oC), dan
glukosamin tersebut karena sedikit pula titik leleh tertinggi pada konsentrasi HCl
pengotor atau bahan lain yang terkandung 27% yaitu sebesar 192-195oC (193,5oC).
dalam glukosamin. Hasil tersebut sudah sesuai dengan standar
Nilai LoD gukosamin pada konsentrasi glukosamin berdasarkan USP 2013 yaitu
HCl 27% dan 32% tinggi yaitu lebih sebesar 190-199oC, tetapi lebih tinggi dari

31 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al.

2,000

1,600

1,200
LoD (%)

0,800

0,400

0,000

Konsentrasi HCl

Gambar 3 Nilai Rata-rata LoD Glukosamin Hidroklorida

glukosamin hasil penelitian Mojjarad et Spektrum Glukosamin Hidroklorida


al. (2007) yaitu sebesar 188-189oC. Hasil Spektrum glukosamin hidroklorida
titik leleh glukosamin yang dihasilkan merupakan salah satu cara yang dapat
dari penelitian maupun penelitian lain dilakukan untuk mengetahui tingkat
serta standar yang ada menunjukkan keberhasilan hidrolisis kitin dengan analisis
titik leleh yang tinggi, hal ini disebabkan FTIR. Tingkat keberhasilan spektrum FTIR
karena proses pembuatan glukkosamin glukosamin hidroklorida dapat dilihat
menggunakan suhu yang tinggi. Titik leleh adanya perbedaan hasil spektrum yang
glukosamin yang tinggi diperkuat oleh terbentuk dengan spektrum FTIR kitin.
Astawan et al. (2003), glukosamin yang Spektrum FTIR glukosamin hidroklorida
mengalami pengeringan dengan suhu lebih disajikan pada Gambar 5, 6, 7.
tinggi umumnya menunjukkan titik leleh Berdasarkan grafik tersebut dapat
yang lebih tinggi pula. dilihat spektrum FTIR glukosamin
Hasil titik leleh yang diperoleh hidroklorida untuk gugus O-H bilangan
memiliki interval yang cukup panjang gelombangnya 3.296,25/cm pada
yaitu 4 interval, hal ini disebabkan adanya konsentrasi HCl 27%, bilangan gelombang
zat pengotor pada glukosamin. Idealnya 3.292,26/cm pada konsentrasi HCl 32%,
titik leleh glukosamin yang murni hanya dan bilangan gelombang 3.297,75/cm pada
memiliki satu titik leleh tanpa rentang atau konsentrasi HCl 37%. Hasil ini tidak berbeda
interval titik leleh. Fall (2007) menyatakan jauh dengan hasil penelitian Mojarrad et al.
zat murni harus memiliki titik leleh tunggal, (2007) yaitu gugus O-H memiliki bilangan
sebenarnya zat yang paling meleleh pada gelombang 3.333-3.380/cm dan Stuart
rentang lebur (ketika titik leleh tunggal (2004) bilangan gelombangnya 3.300–
direkam, seringkali jumlah yang lebih 2.500/cm. Gugus O-H hasil penelitian
tinggi dari kisaran). Senyawa cukup murni bilangan gelombangnya lebih rendah dari
harus memiliki titik leleh berbagai titik hasil penelitian lainnya.
1-2oC. Adanya perbedaan rentang titik leleh Gugus amina N-H glukosamin
tersebut diduga disebabkan masih terdapat bilangan gelombang 1617,08/cm pada
campuran oligomer kitin, sehingga diduga konsentrasi HCl 27%, bilangan gelombang
akan mengurangi tingkat konsentrasi dari 1.617,51/cm pada konsentrasi HCl 32%
glukosamin yang ada. dan bilangan gelombang 1.617,53 pada

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 32


Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

194,0

193,0

Titik leleh (oC) 192,0

191,0

190,0

189,0

Konsentrasi HCl

Gambar 4 Nilai Rata-rata Titik Leleh Glukosamin Hidroklorida

konsentrasi HCl 37%. Hasil ketiga bilangan penelitian memiliki nilai yang hampir
gelombang tersebut tidak jauh berbeda sama pada konsentrasi yang berbeda,
dengan hasil penelitian dari Islam et al. sedikit berbeda dengan hasil penelitian
(2011) yaitu 1.616,2/cm, dibandingkan Mojarrad et al. (2007) yaitu 1.342; 1.378/
dengan hasil penelitian Mojarrad et al. cm dan Stuart (2004) dengan bilangan
(2007) yaitu 1610-1590/cm. Gugus C-N gelombangnya 1360–1250/cm.
pada konsentrasi HCl 27%, 32% dan Gugus fungsi pada glukosamin
37% berturut-turut memiliki bilangan memiliki perbedaan dengan gugus fungsi
gelombang 1.394,61/cm, 1.394,95/cm, dan pada kitin yaitu terletak pada ikatan gugus
1.394,94/cm. Bilangan gelombang hasil fungsi C=O pada kitin tidak terdapat pada

Gambar 5 Grafik Spektrum FTIR Glukosamin Hidroklorida Konsentrasi HCl

Gambar 6 Grafik Spektrum FTIR Glukosamin Hidroklorida Konsentrasi HCl

33 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1 Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al.

Gambar 7 Grafik Spektrum FTIR Glukosamin Hidroklorida Konsentrasi HCl 37%

glukosamin. Perbedaan tersebut terjadi mempengaruhi karakteristik GLcN HCl


karena dalam hidrolisis kitin ditambahkan yang dihasilkan. KOnsentrasi HCl yang
dengan asam HCl dan penggunaan terbaik adalah 27% yang menghasilkan
suhu tinggi dalam prosesnya yang dapat rendemen glukosa (18,39%) dengan titik
membuat pemutusan ikatan polimer pada leleh 192-195oC.
kitin sehingga struktur fungsinya berubah.
Berdasarkan Robi’a et al. (2015) hidrolisis DAFTAR PUSTAKA
adalah proses dekomposisi kimia dengan Al-Arfaj, Nawal A, Maha F. El-Tohamy.
menggunakan air untuk memisahkan 2012. Carbon paste and modified
ikatan kimia dari substansinya. Cahyono carbon nanotubes naste sensors for
(2015) menjelaskan asam HCl berperan determination of reducing-osteoarthritis
dalam proses pemotongan ikatan β-1,4- drug glucosamine sulphate in bulk powder
2 acetamido-2-deoksi-D-glukosa dari and in its pharmaceutical formulations.
kitosan. Kitosan merupakan polimer yang International Journal of Electrochemical
mengandung gugus hidroksi (-OH) dan Science 7:11023 – 11034.
gugus amina (-NH2) pada rantai karbonnya. Arif, Rahman A, Ischaidar, Natsir H, Dali S.
Gugus Cl- dari asam HCl berikatan dengan 2013. Isolasi kitin dari limbah udang putih
gugus (NH3) sehingga membentuk ikatan (Penaeus merguiensis) secara enzimatis.
baru yaitu glukosamin (NH3Cl). Suhu Prosiding: Seminar Nasional Kimia 2013.
juga turut berperan dalam mempengaruhi Astawan, Made, Aviana T. 2003. Pengaruh
laju reaksi. Apabila suhu suatu reaksi jenis larutan perendam serta metode
dinaikkan, maka menyebabkan partikel pengeringan terhadap sifat fisik, kimia,
semakin aktif dalam bergerak, sehingga dan fungsional gelatin dari kulit cucut.
menyebabkan laju reaksi semakin besar. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
Sebaliknya, apabila suhu diturunkan maka 16(1): 7-13.
partikel semakin tidak aktif sehingga laju Cahyono & Eko. 2015. Produksi glukosamin
reaksi semakin kecil. Kombinasi perlakuan dengan metode hidrolisis bertekanan
antara konsentrasi asam, tekanan, dan suhu sebagai bahan penunjang kesehatan sendi.
dapat mempercepat proses depolimerisasi [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana
kitosan menjadi glukosamin sehingga Institut Pertanian Bogor.
waktu pemanasan cenderung menjadi Cargill. 2006. Application for the Approval of
lebih singkat. the use REGENASURE Non-Shellfish
Glucosamine Hydrochloride from
KESIMPULAN Aspergillus niger (RGHAN), for use in
Kesimpulan penelitian ini adalah Certain Foods Products under Regulation
konsentrasi HCl dalam perendaman kitin (EC) No 258/97 for the European

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 34


Optimasi Pembuatan Glukosamin Hidroklorida, Nurjannah et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 1

Parliament and of the Council of 27 Puspawati NM & Simpen IN. 2010. Optimasi
January 1997 concerning novel foods deasetilasi khitin dari kulit udang dan
and novel food ingredients. Final Non- cangkang kepiting limbah restoran
Confidential. USA. seafood menjadi khitosan melalui variasi
Dhony S & Rama F. 2011. Pembuatan Komposit konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia 4(1):79-
Kitin/Kitosan yang Diekstrak dari 90.
Cangkang Kepiting dan Karakterisasinya. Rahayu LH & Purnavita S. 2004. Optimasi
Fakultas MIPA Universitas Andalas. Proses Deproteinasi dan Demineralisasi
Fall. 2007. Melting Point Analysis. Chemistry pada Isolasi Kitin dari Limbah Cangkang
211L. Clark College. Rajungan (Portunus pelagicus). Prosiding:
Gandhi, Neena, Laidler JK. 2002. Preparation Teori Aplikasi Teknologi Kelautan, ITS
of Glucosamine Hydrochloride. United Surabaya (3):811.
States Patent: US 6,486,307 B1. Rahayu LH & Purnavita S. 2007. Optimasi
Hendri & John. 2008. Teknik Deproteinasi pembuatan kitosan dari kitin limbah
Kulit Rajungan (Portunus pelagious) cangkang rajungan (Portunus pelagicus)
secara Enzimatik dengan Menggunakan untuk adsorben ion logam merkuri.
Bakteri Pseudomonas aeruginosa Reaktor 11(1): 45-49.
untuk Pembuatan Polimer Kitin dan Robi’a & Aji Sutrisno. 2015. Karakteristik sirup
Deasetilasinya. Seminar Hasil Penelitian glukosa dari tepung ubi ungu (Kajian Suhu
& Pengabdian kepada Masyarakat, Unila. Likuifikasi dan Konsentrasi α-Amilase):
Islam MM, SM Masum, MM Rahman, AA Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan
Shaikh. 2011. Preparation of glucosamine Agroindustri 3(4):1531-1537.
hydrochloride from indigenous shrimp Srijanto B. 2003. Kajian Pengembangan
processing waste. Bangladesh Journal of Teknologi Proses Produksi Kitin dan
Scientific and Industrial Research 46(3): Kitosan Secara Kimiawi. Prosiding:
375-378. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia
Mojarrad JS, Nemati M, Valizadeh H, Ansarin 2003. 1:1-5.
M, Bourbour S. 2007. Preparation Stuart & Barbara. 2004. Infrared spectroscopy:
of glucosamine from exoskeleton of fundamentals and applications. Analytical
shrimp and predicting production techniques in the sciences. John Wiley &
yield by response surface methodology. Sons, Ltd. ISBNs: 0-470-85427-8.
Pharmacognosy and Food Science, and Sukma Sari, Sri Eva Lusiana, Masruri, Suratmo.
Pharmaceutics 1(1): 1-5. 2014. Kitosan dari rajungan lokal
Murhadi, Soewarno TS, Betty SL, Jennie, (Portunus pelagicus) asal Probolinggo,
Anton Apriyantono, Sedarnawati Yasni. Indonesia. Kimia. Student Journal 2(2)
2003. Isolasi dan identifikasi komponen :506 – 512.
volatil biji atung (Parinarium glaberrium USP. 2013. Safety Data Sheet: Glucosamine
Hassk). Jurnal Teknologi dan Industri Hydrochloride. Version II.
Pangan 16(2):121-128. Wafiroh Siti, Tokok Adiarto, Elok Triyustiah
Nabil M, Trilaksani W, Salamah E. 2005. Agustin. 2010. Pembuatan dan
Pemanfaatan limbah tulang tuna karakterisasi edible film dari komposit
(Thunnus sp.) sebagai sumber kalsium kitosan-pati Garut (Maranta arundi
dengan metode hidrolisis protein. Jurnal Naceae L) dengan pemlastis asam laurat.
Penelitian Perikanan Indonesia 9(2):34-45. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam 13(1): 10-15.

35 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai