Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Farmasi Udayana

PENGARUH VARIASI WAKTU HIDROLISIS TERHADAP


KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA MIKROKRISTALIN
SELULOSA Cladophora agardhii AIR TAWAR

Unique, I.G.A.N.P. 1, Prasetia, I.G.N.J.A.2, Arisanti, C.I.S.3


1
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran, Badung, 80361
2
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran, Badung, 80361
3
Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran, Badung, 80361

E-mail coressponding author: p.nadiaprasta.15@gmail.com


Jurnal Farmasi Udayana

ABSTRAK

Cladophora agardhii merupakan salah satu spesies alga hijau yang telah banyak
dikembangkan menjadi raw material bahan pengisi tablet dan gelling agents untuk sediaan gel.
Cladophora agardhii yang berasal dari air tawar ini mengandung selulosa sebanyak 70 % dari total
komponen kimanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis adalah waktu. Isolasi
mikrokristalin selulosa alga Cladophora agardhii dilakukan dengan cara delignifikasi dengan
menggunakan NaOH 6 % selama 24 jam pada suhu 60°C di waterbath. Selanjutnya, dilakukan proses
hidrolisis menggunakan HCl konsentrasi 7,5%, dengan variasi waktu perendaman 12 jam, 18 jam,
24 jam dan 30 jam. Uji yang dilakukan berupa uji sifat kimia dan sifat fisika. Uji sifat kimia meliputi
pengukuran pH, uji kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin, serta uji kandungan selulosa alfa,
beta dan gamma. Uji sifat fisika meliputi uji organoleptis, susut pengeringan, kelembapan, bobot
jenis dan kompresibilitas, laju alir. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik menggunakan
ANOVA One way. Hasil penelitian diperoleh bahwa organoleptis dari MCC menghasilkan warna
hijau kecoklatan. Semakin meningkat waktu hidrolisis, menyebabkan peningkatan terhadap kadar
selulosa, namun terjadi penurunan pada variasi waktu 30 jam. Kadar alfa selulosa mengalami
peningkatan hingga variasi waktu 24 jam dengan kadar sebesar 96,35% dan mengalami penurunan
pada waktu 30 jam. Terdapat penurunan kadar hemiselulosa, beta selulosa dan alfa selulosa hingga
variasi waktu 24 jam, namun terdapat peningkatan pada variasi waktu 30 jam. Hasil uji susut
pengeringan, kelembapan, dan pH telah memenuhi persyaratan, namun sifat alir dan kompresibilitas
dari MCC memberikan hasil yang kurang baik. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu variasi waktu
hidrolisis berpengaruh terhadap sifat kimia yaitu kandungan alfa, beta, dan gamma selulosa serta
kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Namun tidak memberikan pengaruh terhadap susut
pengeringan, kelembapan,dan pH dari MCC.

Kata kunci: Microcrystalline Cellulose, Cladophora agardhii, Hidrolisis.


Jurnal Farmasi Udayana

ABSTRACT

Cladophora agardhii is one of the green algae species that has been developed into raw
material for filling tablets and gelling agents for gel preparations. This fresh water Cladophora
agardhii contains cellulose as much as 70% of the total components of the batch. One of the factors
that influence the hydrolysis process is time. Isolation of microcrystalline algae cellulose Cladophora
agardhii was carried out by delignification by using 6% NaOH for 24 hours at 60 ° C in Waterbath.
Furthermore, the hydrolysis process is carried out using a concentration of 7.5% HCl, with a variation
of immersion time of 12 hours, 18 hours, 24 hours and 30 hours. Tests carried out in the form of tests
of chemical properties and physical properties. Chemical properties include pH measurement,
cellulose, hemicellulose, and lignin content testing, and alpha cellulose, beta and gamma content
tests. Physical properties test included organoleptic test, drying losses, humidity, specific gravity and
compressibility, flow rate. The data obtained were carried out statistical tests using ANOVA One
way. The results showed that organoleptic from MCC produced a brownish green color. Increasing
hydrolysis time, causing an increase in cellulose levels, but cellulose level decreased in variation of
30 hours. Alpha cellulose levels increased to a variation of 24 hours with levels of 96.35% and
decreased at variation of 30 hours. There was a decrease in the levels of hemicellulose, beta cellulose
and alpha cellulose up to a variation of 24 hours, but there was an increase in the variation of 30
hours. The drying, humidity, and pH shrinkage test results met the requirements, but the flow and
compressibility properties of MCC gave not good results. The conclusion of this study is that the
variation of hydrolysis time affects the chemical properties of alpha, beta, and gamma cellulose
content and the content of cellulose, hemicellulose, and lignin. However, it has no effect on the
shrinkage of drying, humidity, and pH of MCC.

Keywords: Microcrystalline Cellulose, Cladophora agardhii, Hydrolysis.


Jurnal Farmasi Udayana

1. PENDAHULUAN
Alga Cladophora sp. ini merupakan limbah perairan yang menjadi ancaman yang dapat
membahayakan ekosistem. Usia alga Cladophora sp. yang relatif pendek menyebabkan alga ini
mudah mati lalu hanyut ke dalam air dan akhirnya mengalami pembusukan. Pembusukan tersebut
dapat mengurangi kadar oksigen dalam air sehingga ekosistem terganggu (Mihranyan, 2010).
Berlimpahnya Cladophora sp. di alam dapat digunakan sebagai suatu bahan baku pembuatan
mikrokristalin selulosa yang ramah lingkungan karena biopolimer yang dihasilkan bersifat
biodegradable. Mikrokristalin selulosa yang berasal dari alga Cladophora sp. memiliki kualitas yang
baik dan memiliki kuantitas pori tinggi (Mihranyan, 2010). Alga atau yang dikenal dengan
Cladophora sp. merupakan alga yang berdasarkan habitatnya dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
alga yang dapat tumbuh di air laut dan air tawar. Alga Cladophora sp. yang berasal dari air tawar
memiliki kandungan selulosa jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 70% sehingga berpotensi menjadi
sumber selulosa yang baru (Reine dan Trono, 2001).
MCC (Microcrystalline cellulose) merupakan pemurnian hasil depolimerisasi dari selulosa yang
dihasilkan dengan mengolah alfa selulosa yang produk akhirnya adalah pulp dari material tumbuhan.
Untuk menghasilkan MCC diperlukan 2 proses, secara umum dalam tahap pembuatannya dapat
menggunakan metode delignifikasi dan hidrolisis. Proses hidrolisis mikrokristalin selulosa diperoleh
dengan menggunakan larutan asam pada konsentrasi tertentu. Proses hidrolisis ini bertujuan untuk
menghidrolisis selulosa menjadi ukuran yang lebih pendek (Mihranyan et al., 2004, Trache et al.,
2016).
Pada proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah waktu pada proses
hidrolisis yang digunakan. Penelitian oleh Samran dan Nurbaiti, (2018) mengenai rendemen MCC
kedelai (Glycine max (L.) Merril) menunjukkan bahwa hasil proses hidrolisis dengan pelarut HCl
encer 2,5 N pada waktu 15, 30, dan 45 menit, menunjukan bahwa lama waktu hidolisis
mempengaruhi rendemen mikokristalin selulosa yang dihasilkan, semakin lama waktu hidrolis maka
terjadi peningkatan terhadap rendemen mikrokristalin. Hal ini disebabkan karena terjadinya
penghilangan zat seperti lignin dan hemiselulosa. Sedangkan penelitian dilakukan oleh Deviana,
(2017) dengan sampel Cladophora agardhii air laut, pada proses hidrolisis menggunakan HCl 7,5%
selama 24 jam menghasilkan kadar rendemen alfa selulosa sebanyak 96,67% . Belum dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai variasi waktu proses hidrolisis pada sampel alga air laut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
waktu perendaman pada proses hidrolisis sampel alga air tawar Cladophora agardhii terhadap
karakteristik fisika kimia MCC yang diperoleh.

2. BAHAN DAN METODE


Bahan digunakan yaitu alga air tawar Cladophora agardhii yang berasal dari Danau Batur,
Kec. Kintamani, Kab. Bangli, NaOH (Merck), HCl (Bratachem), akuades (Waterone), asam
sulfat (H2SO4) (Merck), kalium dikromat (Merck), indikator feroin (Merck), Ferro aluminium
sulfat (Merck).
Alat-alat yang digunakan yaitu alat-alat gelas, termometer, timbangan analitik (AND GR-
200), oven (Binder), hot plate (Corning PC-420D), waterbath (Memmert), ayakan mesh 60,
Moister Analyzer (MOC 63U Shimadzu), tap density tester (ETD-1020 Electrolab), digital hot
plate stirrer (Labnet), desikator, statif, corong masir, pH meter (Mettler Toledo), botol timbang,
gunting, magnetic stirer, seperangkat alat refluks, SEM (Jeol JSM-6510LA) dan XRD
(X’pertPRO PANalytical).
Jurnal Farmasi Udayana

a. Pengumpulan Sampel
Sampel alga hijau Cladophora agardhii dikumpulkan dari Danau Batur, Kabupaten Bangli,
Bali. Kriteria sampel yang digunakan untuk penelitian adalah alga berwarna hijau, yang tumbuh
mengapung di sepanjang permukaan danau serta memiliki panjang sekitar 8-20 cm.
b. Determinasi Tanaman
Determinasi alga Cladophora agardhii dilakukan di Pusat Informasi dan
Pengembangan Obat Tradisional (PIPOT), Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya,
Surabaya.
c. Penyiapan Sampel
Alga Cladophora agardhii dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan pengotor-
pengotor seperti batu. Kemudian dilakukan sortasi lebih lanjut untuk memastikan batu-batu tersebut
sudah hilang. Kemudian, dilakukan proses pengeringan sampel dengan oven pada suhu 60°C selama
24 jam hingga diperoleh persentase kelembapan < 10%.
d. Delignifikasi Alga Cladophora agardhii
Sampel kering Cladophora agardhii sebanyak 1 bagian direndam dalam 12 bagian NaOH 6%.
dalam waterbath suhu 60°C selama 24 jam. Kemudian, rendaman disaring dan dicuci hingga
diperoleh pH hasil pencucian mendekati pH akuades lalu dilakukan pengeringan (Damayanti, 2017).
Selama proses pemanasan dilakukan pengadukan sesekali menggunakan batang pengaduk.
e. Hidrolisis Alga Cladophora agardhii
Sebanyak 1 bagian sampel kering hasil delignifikasi direndam dalam 20 bagoan larutan HCl
konsentrasi 7,5% dipanaskan hingga suhu 92ºC ± 0,5ºC. Setelah mencapai suhu 92ºC ± 0,5ºC, pulp
didiamkan dengan variasi waktu 12 jam, 18 jam, 24 jam, dan 30 jam pada suhu ruang. Pulp yang
diperoleh kemudian disaring dan dicuci dengan akuades hingga pH netral kemudian dikeringkan
dengan suhu 60ºC selama 12 jam. Setelah sampel kering kemudian diayak dengan ayakan mesh 60
(Deviana, 2017). Selama proses pemanasan dilakukan pengadukan sesekali menggunakan batang
pengaduk.
f. Identifikasi Kandungan Komponen Lignoselulosa
Pengujian dilakukan dengan cara satu bagian sampel direfluks selama 2 jam dengan 150 ml
air pada suhu 100oC. Residu sampel yang telah dikeringkan kemudian direfluks selama 2 jam
dengan 150 ml 0.5 M H2SO4 pada suhu 100oC. Residu sampel yang telah dikeringkan,
diperlakukan 10 mL 72% (v/v) H2SO4 pada suhu kamar selama 4 jam, lalu diencerkan hingga
0.5 M H2SO4, dan direfluks pada suhu 100oC selama 2 jam. Residu sampel yang telah
dikeringkan kemudian diabukan (Kurniaty dkk., 2017). Dihitung kandungan kompenen
lignoselulosa menggunakan persamaan berikut:
Hemiselulosa (%) =

Selulosa (%) =

Lignin (%) =

Keterangan :
a. = Berat kering awal sampel
b. = Berat kering residu sampel direfluk dengan air panas
c. = Berat residu sampel setelah direfluk dengan 0,5 M H2SO4
Jurnal Farmasi Udayana

d. = Berat residu sampel setelah diperlakukan dengan 72% H2SO4


e. = Abu dari residu sampel
g. Identifikasi Kandungan Selulosa Alfa, Beta, Gamma
Kadar alfa beta dan gamma selulosa dari MCC ditentukan berdasarkan metode Uji Kadar
Selulosa Alfa, Beta dan Gamma yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI, 2009).
Berikut merupakan persamaan untuk menghitung selulosa alfa.

Keterangan :
X : selulosa alfa (%)
V1 : volume titrasi blangko (mL)
V2 : volume titrasi pulp (mL)
N : Normalitas larutan ferro amonium sulfat
A : volume filtrat pulp yang dianalisa (mL)
W : berat kering oven contoh uji pulp (g)
Berikut merupakan persamaan untuk menghitung selulosa gamma:

Keterangan
Y : selulosa gamma (%)
V3: titrasi blangko (mL)
V4: volume titrasi larutan setelah pengendapan selulosa beta (mL)
W : berat kering oven contoh uji Pulp (g)
Berikut merupakan persamaan untuk menghitung selulosa beta:

Keterangan
X : selulosa alfa (%)
Y : selulosa gamma (%)
Z : selulosa beta (%)
h. Pengukuran pH
Mikrokristalin selulosa sebanyak 1 gram dilarutkan dengan 10 mL air bebas CO2 selama 1 menit
kemudian dilakukan pengukuran pH dengan pH meter. pH dari selulosa mikrokristal berkisar antara
5-7,5 (Rowe et al, 2009).
i. Uji Orgonaleptik
Mikrokristalin selulosa ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian diamati organoleptisnya yang
meliputi warna, bau dan rasanya (Depkes RI, 1995). Mikrokristalin selulosa berbentuk serbuk kristal,
berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe et al., 2009).
j. Uji Susut Pengeringan
Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105ºC dan ditetapkan sebagai berikut. Botol
timbang disiapkan, kemudian dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit, lalu ditimbang. Langkah
ini dilakukan hingga diperoleh bobot botol timbang yang konstan atau perbedaan hasil antara 2
penimbangan tidak melebihi 0,005 gram. Ditimbang 1 gram sampel, dimasukkan kedalam botol
timbang dan diratakan, hingga berupa lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, lalu
Jurnal Farmasi Udayana

dimasukkan ke dalam oven, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105ºC hingga bobot konstan atau
perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 0,005 gram (Depkes RI, 1995).
k. Uji Kelembapan
Sebanyak 1 g MCC alga Cladophora agardhii yang telah dikeringkan dan ditimbang pada alat
uji Moisture Balance (MB). Alat dinyalakan dan ditunggu selama 15 menit hingga didapatkan nilai
kelembapan dalam %. Mikrokristalin selulosa yang baik memiliki kelembapan < 5% (Rowe et al.,
2009).
l. Uji Bobot Jenis dan Kompresibilitas
a. Bobot Jenis Nyata
Mikrokristalin selulosa sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan
dicatat volumenya, selanjutnya dihitung bobot jenisnya.
b. Bobot Jenis Mampat
Mikrokristalin selulosa sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan
dicatat volumenya. Setelah itu dilakukan pengetukan hingga volumenya konstan. Dicatat
volumenya dan dihitung bobot jenis nyata MCC.
c. Kompresibilitas
Nilai kompresibilitas dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran bobot
jenis nyata dan bobot jenis mampat.
m. Uji Sifat Alir
a. Waktu Alir
Sebanyak 100 gram mikrokristalin selulosa, kemudian dimasukkan ke dalam corong alir.
Mikrokristalin selulosa tersebut dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam
corong yang bagian bawahnya tertutup. Dilakukan pencatatan waktu yang diperlukan (detik)
dengan mengunakan stopwatch (Voight, 1995).
b. Sudut Diam
Sebanyak 100 gram mikrokristalin selulosa dimasukkan ke dalam corong alir yang
bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan
mikrokristalin selulosa dibiarkan mengalir keluar hingga membentuk kerucut. Dilakukan
pegukuran tinggi mikrokristalin selulosa yang berbentuk kerucut tersebut dan jari-jari
mikrokristalin selulosa (Voight, 1995).
n. Scanning Electron Microscope (SEM)
Sampel mikrokristalin selulosa yang telah dilakukan proses delignifikasi dengan variasi
konsentrasi NaOH dan dihidrolisis selanjutnya dilakukan analisa SEM. Analisa ini dilakukan dengan
melapisi sampel dengan platina tipis.
o. X-Ray Diffraction (XRD)
Sampel mikrokristalin selulosa yang telah dilakukan proses hidrolisis selanjutnya dilakukan
analisa XRD. Difraktogram dari serbuk mikrokristalin selulosa dianalisa dengan XRD pada sudut φ
= 2ϴ rentang 5 sampai 60°.

3. HASIL
Tabel 1. Hasil Identifikasi Kandungan Komponen Lignoselulosa MCC Alga Cladophora agardhii
MCC (%)
Rata-rata ± SD
12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Selulosa 64,42±0,44 64,45±0,41 65,39±0,53 65,22±0,08
Hemiselulosa 20,06±0,21 20,01±0,14 19,06±0,23 20,36±0,004
Lignin 3,45±0,40 3,52±0,24 2,96±0,48 3,71±0,44
Jurnal Farmasi Udayana

Tabel 2. Hasil Identifikasi Kadar Selulosa Alfa, Beta, Gamma MCC Alga Cladophora agardhii
MCC (%)
Rata-rata ± SD
12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Alfa selulosa 93,17±0,47 95,79±0,30 96,35±0,17 95,20±0,16
Gamma selulosa 2,60±0,15 1,87±0,16 1,79±0,17 2,24±0,15
Beta selulosa 4,22±0,32 2,33±0,40 1,85±0,05 2,55±0,15

Tabel 3. Hasil Pengukuran pH MCC Alga Cladophora agardhii


MCC
Nilai pH
12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Rata-rata ± SD 6,47±0,05 6,58±0,04 6,53±0,15 6,41±0,06

Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik MCC Alga Cladophora agardhii


MCC
Uji Organoleptik
12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Hijau Hijau Hijau Hijau
Kecoklatan, Kecoklatan, Kecoklatan, Kecoklatan,
Tidak berbau, Tidak berbau, Tidak berbau, Tidak berbau,
serbuk serbuk serbuk serbuk

Tabel 5. Hasil Uji Susut Pengeringan MCC Alga Cladophora agardhii


Susut MCC
Pengeringan (%) 12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Rata-rata ± SD 5,76±0,06 5,78±0,04 5,81±0,09 5,82±0,06

Tabel 6. Hasil Uji Kelembapan MCC Alga Cladophora agardhii


MCC
Kelembapan (%)
12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Rata-rata ± SD 4,41±0,03 4,42±0,02 4,40±0,01 4,41±0,02

Tabel 7. Hasil Uji Bobot Jenis Nyata MCC Alga Cladophora agardhii
Bobot Jenis MCC
Nyata (g/cm3) 12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Rata-rata ± SD 0,120±0,001 0,123±0,002 0,121±0,001 0,120±0,002

Tabel 8. Hasil Uji Bobot Jenis Mampat MCC Alga Cladophora agardhii
Bobot Jenis MCC
Mampat (g/cm3) 12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Rata-rata ± SD 0,152±0,001 0,154±0,002 0,151±0,001 0,151±0,001

Tabel 9. Hasil Uji Kompresibilitas MCC Alga Cladophora agardhii


Kompresibilitas MCC
(%) 12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Rata-rata ± SD 26,90±1,01 25,13±0,96 24,12±1,68 25,62±1,53

Tabel 10. Hasil Uji Sifat Alir MCC Alga Cladophora agardhii
MCC
Sifat Alir
12 jam 18 jam 24 jam 30 jam
Tidak Tidak Tidak Tidak
mengalir mengalir mengalir mengalir
Jurnal Farmasi Udayana

A F

B G

C H

D I

E J

Gambar 1. Hasil uji SEM MCC Alga Cladophora agardhii dengan pembesaran 100x pada Avicel 102
(A),variasi waktu hidrolisis 12 jam (B), 18 jam (C), 24 jam (D), 30 jam (E) dan perbesaran 500x pada Avicel
102 (F), variasi waktu hidrolisis 12 jam (G), 18 jam (H), 24 jam (I), 30 jam (J).
Jurnal Farmasi Udayana

1400

1200

1000
Intensitas

800
12 Jam

600 18 Jam
24 Jam
400
30 Jam
200

0
0 20 40 60 80
Sudut 2ϴ
Gambar 2. Hasil XRD MCC Alga Cladophora agardhii pada Variasi Waktu Hidrolisis

4. PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah alga hijau Cladophora agardhii yang
telah melalui proses determinasi yang dilakukan di Pusat Informasi dan Pengembangan Obat
Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Surabaya. Pengumpulan sampel dilakukan dari satu
daerah dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan variasi kandungan kimia dari tumbuhan
karena perbedaan iklim dan lingkungan (Collegate dan Molyneux, 2008). Sampel yang
dikumpulkan adalah sampel alga hijau Cladophora agardhii yang memenuhi kriteria pada
batasan operasional, yaitu alga berwarna hijau, yang tumbuh mengapung di sepanjang permukaan
danau serta memiliki panjang sekitar 8-20 cm. Sampel alga hijau air tawar dicuci, kemudian
disortasi dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air
dari sampel yang digunakan sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama (Budiman,
2004).
Proses delignifikasi pada sampel bertujuan untuk membuka struktur lignin yang
melindungi selulosa alga dengan mendegradasi ikatan kimia pada lignoselulosa. Proses
degradasi lignin tersebut diharapkan mampu mempermudah proses hidrolisis karena
lignin dapat menghambat penetrasi asam atau enzim saat hidrolisis berlangsung (Gunam
dkk., 2010; Trache et al., 2016). Larutan NaOH dipilih karena larutan ini dapat menyerang dan
merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf serta dapat memisahkan sebagian lignin dan
hemiselulosa yang menyebabkan pembesaran struktur dari selulosa. Proses delignifikasi
dilakukan sebelum proses hidrolisis karena lignin dapat menghambat penetrasi asam atau enzim
sebelum hidrolisis berlangsung (Gunam dkk., 2010). Pulp hasil delignifikasi dicuci menggunakan
akuades untuk menghilangkan kandungan Na+ hingga diperoleh pH mendekati aquades. Proses
hidrolisis merupakan proses pemecahan selulosa rantai panjang dengan penambahan
molekul air yang akan menyebabkan selulosa menjadi ukuran lebih pendek yaitu dalam
Jurnal Farmasi Udayana

bentuk mikrokristal (Hakansson and Ahlgren, 2005). Pemilihan asam klorida


dikarenakan garam yang akan terbentuk setelah penetralan merupakan garam yang tidak
berbahaya, yaitu garam dapur (Mastuti, 2010). Selain itu, asam klorida menghasilkan
selulosa dengan kristalinitas yang lebih baik dan lebih stabil terhadap suhu dan degradasi
apabila dibandingkan menggunakan asam sulfat (Zaini et al., 2013).
Hasil menunjukkan bahwa proses delignifikasi mempengaruhi jumlah lignin,
selulosa dan hemiselulosa MCC alga Cladophora agardhii. Setelah mengalami proses
delignifikasi dan hidrolisis diperoleh MCC dengan kadar lignin yang rendah dan kadar
selulosa tinggi. Proses delignifikasi menggunakan larutan NaOH akan menyerang dan
merusak struktur lignin, bagian kristalin, dan amorf serta memisahkan sebagian lignin
dan hemiselulosa yang menyebabkan pengembungan struktur selulosa (Gunam dkk.,
2010). Terjadinya peningkatan jumlah lignin disebabkan karena adanya penurunan
hemiselulosa. Penurunan kadar hemiselulosa ini menyebabkan peningkatan kandungan
selulosa dan lignin (Widodo, 2013). Hal ini dapat disebabkan karena proses delignifikasi
terjadi proses kimia untuk memisahkan lignin dan hemiselulosa dari selulosa, sedangkan
pada proses hidrolisis terjadi pemecahan ikatan glikosidik pada selulosa dan hemiselulosa
sehingga terbentuk monomer gula sederhana (Trisanti dkk., 2018).

Gambar 3. Hubungan Antara Variasi Waktu Hidrolisis terhadap Kadar Alfa Selulosa MCC Alga
Cladophora agardhii
Jurnal Farmasi Udayana

Gambar 4. Hubungan Antara Variasi Waku Hidrolisis terhadap Kadar Gamma Selulosa MCC Alga
Cladophora agardhii

Gambar 5. Hubungan Antara Variasi Waktu Hidrolisis terhadap Kadar Beta Selulosa MCC Alga
Cladophora agardhii

Hasil uji kandungan selulosa menunjukkan bahwa menunjukan bahwa semakin


lama waktu hidrolisis yang digunakan maka kandungan selulosa alfa yang diperoleh
semakin meningkat, serta kadar selulosa beta dan gamma semakin menurun, namun pada
waktu tertentu terjadi penurunan kandungan alfa selulosa dan peningkatan kandungan
beta selulosa yang signifikan. Proses delignifikasi dengan NaOH berfungsi sebagai
perusak struktur lignin dengan memutus ikatan hidrogen sehingga selulosa berada dalam
keadaan tidak terikat. Proses delignifikasi ini dilakukan sebelum proses hidrolisis
berlangsung (Gunam dkk., 2010). Ketika proses hidrolisis dengan menggunakan HCl,
Jurnal Farmasi Udayana

selulosa yang sudah dalam keadaan tidak terikat maka akan lebih mudah untuk menarik
bagian kristalin dari selulosa (Trache et al., 2016). Hal ini menyebabkan kadar α-selulosa
yang diperoleh meningkat seiring dengan lama waktu hidrolisis yang digunakan. Semakin
lama waktu hidrolisis maka semakin banyak kesempatan HCl untuk kontak dan
mengisolasi daerah kristalin dari selulosa. Namun pada variasi waktu hidrolisis 30 jam
terjadi penurunan kadar alfa selulosa, hal tersebut diakibatkan semakin lama waktu
hidrolisis, maka semakin rendah derajat polimerisasi dan semakin banyak polimer yang
putus (Auzal,H et al., 2002). Maka dari itu, kadar selulosa alfa dan selulosa gamma juga
terus menurun seiring lama waktu hidrolisis.
Pengukuran pH bertujuan mengetahui stabilitas mikrokristalin selulosa pada saat
penyimpanan. pH mikrokristalin selulosa alga hijau air tawar Cladophora agardhii yang
dihasilkan sudah sesuai dengan pustaka yaitu sebesar 5-7,5 (Rowe et al., 2009). Hal ini
disebabkan karena tahapan utama pembuatan mikrokristalin selulosa dilakukan
pencucian sampai menunjukkan pH sama dengan pH akuades. Uji organoleptik bertujuan
untuk mengetahui warna, bau dan bentuk pada mikrokristalin selulosa yang berasal dari
alga hijau air tawar Cladophora agardhii.

Gambar 6. MCC Alga Cladophora agardhii Air Tawar dengan Variasi Waktu Hidrolisis
12 jam (A), 18 jam (B), 24 jam (C), 30 jam (D)

Serbuk mikrokristalin selulosa yang dihasilkan dari alga hijau air tawar
Cladophora agardhii tidak sesuai dengan pustaka yaitu putih (Rowe et al., 2009) Selama
proses penelitian, terjadi perubahan warna dari alga Cladophora agardhii yaitu dari hijau
terang menjadi warna hijau kecoklatan selama proses delignifikasi dan hidrolisis. Warna
hijau tersebut berasal dari kandungan klorofil dari tanaman alga Cladophora agardhii
tersebut (Marianingsih et al, 2013). Hal ini disebabkan karena tidak dilakukan proses
bleaching menggunakan larutan hipoklorit. Proses bleaching bertujuan untuk melarutkan
sisa senyawa lignin yang dapat menyebabkan perubahan warna (Fengel and Wegener,
1995). Uji susut pengeringan bertujuan untuk menetapkan jumlah dari semua jenis bahan
yang mudah menguap dan hilang pada suhu 105° (Depkes RI, 1995). Hasil susut
pengeringan selulosa mikrokristal alga hijau air tawar Cladophora agardhii yang
Jurnal Farmasi Udayana

dihasilkan telah memenuhi persyaratan sesuai pustaka yaitu < 7% (Rowe et al, 2009).
Persentase susut pengeringan yang diperoleh dari pengujian tersebut akan berbanding
lurus dengan hasil pengujian kelembapan. Uji kelembapan dilakukan untuk mengetahui
kandungan uap air dalam mikrokristalin selulosa (Lieberman et al., 1989). Hasil uji
kelembapan menunjukkan bahwa kelembapan selulosa mikrokristal yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan sesuai pustaka yaitu < 5% (Rowe et al, 2009). Uji kompresibilitas
bertujuan untuk menetukan kemampuan suatu granul mampu memampat ketika diberi
tekanan. Hasil diatas menunjukkan bahwa kompresibilitas dari mikrokristalin selulosa
alga hijau air tawar Cladophora agardhii memiliki kompresibilitas yang kurang baik
karena nilai kompresibilitas diantara 23-33% yang berarti memiliki sifat alir yang kurang
baik (Aulton, 2002). MCC yang dihasilkan memiliki densitas yang rendah sehingga
serbuk menjadi voluminous dan memiliki bobot yang sangat ringan dan memerlukan
ruang yang lebih besar (Lieberman et al., 1989). Uji sifat alir bertujuan untuk menentukan
sifat alir dari suatu bahan. Keseragaman bobot saat proses pengemasan dan proses
pencetakan tablet dipengaruhi oleh uji sifat alir (Lachman dkk, 2008). Mikrokristalin
selulosa dari alga hijau air tawar Cladphora agardhii tidak dapat mengalir sehingga
waktu alir serta sudut diam tidak bisa ditentukan. Hal ini disebabkan oleh densitas bahan
dari yang rendah sehingga mempengaruhi sifat alir dari mikrokristalin selulosa. Densitas
dapat diketahui dari bobot jenis nyata dari mikrokristalin selulosa. Nilai bobot jenis nyata
(tabel 4) menunjukkan bahwa mikrokristalin selulosa yang dihasilkan lebih rendah
dibandingkan dengan pustaka yaitu kerapatan curah 0,337 g/cm3 (Rowe et al, 2009).
Hasil uji SEM menunjukkan partikel MCC tidak sferis, namun berbentuk batang
dan bulat dengan ukuran yang tidak seragam sehingga menyebabkan laju alir yang buruk
(Widia dkk., 2018). Berdasarkan hasil SEM yang telah dilakukan, terlihat bahwa ukuran
mikrokristalin selulosa yang dihasilkan berbentuk batang dan bulat dengan ukuran
partikel yang tidak seragam serta terdapat serat-serat fibril yang sangat banyak di
permukaan. Selain itu, partikel MCC dengan variasi waktu hidrolisis memiliki bentuk
yang tidak sferis, sehingga menyebabkan MCC yang dihasilkan memiliki sifat alir yang
buruk. Dibandingkan dengan produk Avicel® PH 102 yang memiliki bentuk kristal yang
sferis dan dengan ukuran yang seragam. Partikel yang memiliki bentuk sferis akan
memiliki daya alir yang baik karena bentuk sferis akan meminimalkan gesekan antar
partikel (Vidhayanti, 2008). MCC umumnya memiliki serat selulosa yang tersusun dari
daerah daerah kristalin ditunjukkan oleh sudut 2θ 21°-24° sedangkan daerah amorf
ditunjukkan oleh sudut 2θ 15°. Bagian amorf adalah representasi keberadaan lignin dan
hemiselulosa di dalam serat (Wan et al., 2010; Jonoobi et al., 2009).
Hasil analisa XRD, menunjukkan masing-masing variasi waktu hidrolisis
memiliki peak pada sudut 2θ 22º dan 15º. Daerah kristalin dari MCC yang dihasilkan
berkisar antara sudut 2θ 22,55º hingga 22,63º, sedangkan daerah amorf berkisar antara
sudut 15,05º hingga 15,15º. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing variasi waktu
hidrolisis memiliki komponen amorf dan kristalin. Serat-serat fibril pada selulosa
berkaitan dengan kristanilitas mikrokristalin selulosa. Kristanilitas yang tinggi
menyebabkan air tidak mudah berpenetrasi melalui serat-serat fibril. Bagian amorf atau
bagian yang tidak teratur dari selulosa memiliki kecenderungan untuk menyerap air dari
udara. Air yang diserap dalam jumlah yang besar akan menyebabkan pori-pori
mikrokristalin menjadi mengembang (Mihranyan, 2010).
Jurnal Farmasi Udayana

1. KESIMPULAN
Variasi waktu hidrolisis (12 jam; 18 jam; 24 jam; 30 jam) pada proses hidrolisis Alga
Cladophora agardhii air tawar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
karakteristik kimia-fisika mikrokristalin selulosa yang dihasilkan (kadar lignin MCC, pH,
organoleptis, susut pengeringan, kelembapan, kompresibilitas, serta uji dengan
instrument XRD dan SEM), namun memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar
selulosa dan hemiselulosa MCC, serta uji alfa, beta, dan gamma selulosa. Hasil pengujian
karakteristik kimia dan fisika (kecuali organoleptis warna, kompresibilitas dan sifat alir)
mikrokristalin selulosa Cladophora agardhii air tawar telah sesuai dengan persyaratan
pustaka. Variasi waktu hidrolisis 18 jam sudah memberikan hasil yang optimum pada
kandungan alfa sebesar 95,79%. Namun pada variasi waktu 30 jam terjadi penurunan
kandungan alfa selulosa secara signifikan. Bentuk mikrokristalin selulosa berdasarkan
analisis SEM berbentuk seperti serat-serta, permukaan tidak rata dan bentuk tidak
beraturan. Hasil analisis XRD menunjukkan terjadi peningkatan indeks kristalinitas
seiring dengan peningkatan waktu pada proses hidrolisis.

2. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA,
Universitas Udayana yang telah mendukung dan memfasilitasi penelitian ini.

3. DAFTAR PUSTAKA
Y. Arry, Preparation and Characterization of Microcrystalline Cellulose from nata de
coco for Tablet Excipient, ISTECS JOURNAL Science and Technology Policy,
4, 71-78, 2003.
E. K. Artati, F. Irvina, dan Fatimah. “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Asam terhadap
Kinetika Reaksi Hidrolisis Pelepah Pisang (Musa paradisiaca L.)” Equilibrium,
11, 73-77, 2012.
M. E. Aulton, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Second Edition,
Hongkong: ELBS, 2002.
M. Balat, H. Balat, and C. Oz, “ Progress In Bioethanol Processing. Progress In
Energy and Combustion” Science Journal, 34, 551-573, 2008.
L. Brinchi, “Production of Nanocrystalline Cellulose from Lignocellulosic Biomass”
Carbohydrate Polimer, 94, 154-159, 2013.
M. S. Budiman, Teknik Penggaraman dan Pengeringan, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2004.
Jurnal Farmasi Udayana

D. H. Camacho, S. R. C. Gerongay, dan J. P. C. Macalinao, “Cladophora


Cellulose– Polyaniline Composite For Remediation Of Toxic Chromium”
Cellulose Chemistry And Technology, 47, 125-132, 2011.
B. Carlin, “Direct Compression and The Role of Filler-Binders” Informa, 7, 173-216,
2008.
S. M. Collegate, and R. Molyneux, Bioactive Natural Product, 2nd Edition. New York,
USA: CRC Press, 2008.
A. A. S. D. T. Damayanti, “Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Proses Delignifikasi
terhadap Karakteristik Selulosa dari Produk Bahari Terbarukan Alga Hijau
(Cladophora sp.), Universitas Udayana, 2017.
B. Deepa, E. Abraham, B. M. Cherian, A. Bismarck, J. J. Blaker, L. A Pothan, et al.
“Structure, Morphology And Thermal Characteristics Of Banana Nano Fibers
Obtained By Steam Explosion” Bioresource Technology, 102, 1988,1997,2011.
Depkes RI. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995.
W.S.Deviana, A. A. S. D. T. Damayanti, I. P. A. C. P. Wedana, I. G. Y. Prayadnya,
I. G. A. Januartha, N. W. I. Indayanti, I. G. N. J. A. Prasetia, dan I. M. A. G.
Wirasuta, “Pemanfaatan Selulosa Alga Cladophora sp. Sebagai Gelling Agent
Sediaan Kosmetika Masker Gel Peel-Off”, Universitas Udayana, 2017.
W. S. Deviana, W.S. “Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida Pada Proses Hidrolisis
Terhadap Karakteristik Mikrokristalin Selulosa Dari Alga Hijau (Cladophora
Sp.) Sebagai Eksipien Sediaan Farmasi”, Universitas Udayana, 2017.
D. Edison, Neswati, dan I. D. Rahmi, “Pengaruh Konsentrasi HCl dalam Proses
Hidrolisis α-selulosa dari Ampas Tebu (Saccharum officinarum, l.) terhadap
Karakteristik Mikrokristalin”, Universitas Padang, 2015.
I. B. W. Gunam, K. Buda, dan I. M. Y. S. Guna, “Pengaruh Perlakuan Delignifikasi
dengan Larutan NaOH dan Konsentrai Substrat Jerami Padi terhadap Produksi
Enzim Selulase dari Aspergillus niger NRRL A-II”Jurnal Biologi, 14, 55-61,
2010.
H. Hakansson, and P. Ahlgren, “Acid Hydrolysis Of Some Industrial Pulps: Effect Of
Hydrolysis Conditions And Raw Material” Cellulose, 12, 177-183, 2005.
I. Kurniaty, U. Habibah, D. Yustiana, dan I. Fajriah 2017, “Proses Delignifikasi
Menggunakan NaOH dan Amonia (NH3) pada Tempurung Kelapa” Jurnal
Integrasi Proses, 6, 197-201, 2017.
L. Lachman, H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig, Teori dan Praktik Farmasi Industri,
3rd Edition, Penerjemah: Siti Suyatni, Jakarta: UI-Press, 2008.
Jurnal Farmasi Udayana

L. Lieberman, L. Lachman, J. B. Schwartz, Pharmaceutical Dosage Form: Tablets,


Volume 1. 2nd edition, Amerika Serikat: Marcel Dekker, 1989.
X. Ma, P. R. Chang, and J. Yu, “Properties of biodegradable thermoplastic pea
starch/carboxymethyl cellulose and pea starch/microcrystalline cellulose
composites” Carbohydrate Polymers, 72, 369-375, 2008.
E. Mastuti, dan D. A. Setyawardhani, “Pengaruh Variasi Temperatur dan Konsentrasi
Katalis Pada Kinetika Reaksi Hidrolisis Tepung Kulit Ketela Pohon”
Ekuilibrium, 9, 23-27, 2010.
A. Mihranyan, S. Andersson, and R. Ek, “Sorption of Nicotine to Cellulosa Powders”
European Journal of Pharmaceutical Sciences, 22, 297-286, 2004.
A. Mihranyan, “Cellulose from Cladophorales Green Algae: From Enviromental
Problem to High-Tech Composite Materials” Journal of Applied Polymer
Science, 119, 2449-2460, 2010.
U. Nurbaiti, dan K. Samran, “Variasi Waktu Hidrolisis Pada Suhu 800C Terhadap
Rendemen Mikrokristalin Selulosa dari Kulit Kacang Kedelai ( Glycine max (L.)
Merril)”, Jurnal penelitian pendidikan MIPA, 3, 202-208, 2018.
R. C. Rowe, P. J. Sheskey, and M. E. Quinn, Handbook of Pharmaceutical Excipients,
Sixth Edition, London UK: Pharmaceutical Press, 2009.
SNI. Pulp- Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan Gamma, Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional, 2009.
D. Trache, M. H. Hussin, C. T. H. Chuin, S. Sabar, M. R. N. Fazita, O. F. A. Taiwo,
T. M. Hassan, and M. K. M. Haafiz, “Microcrystalline Cellulose: Isolation,
Characterization and Bio-composites Application - A Review” International
Journal of Biological Macromolecules, 2016.
R. Voight, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1995.
I. Widia, M. Abdassah, A. Y. Chaerunissa, and T. Rusdian, “Karakteristik Serbuk
Selulosa Mikrokristal Asal Tanaman Rami (Boehmeria nivea L. Gaud)”
Farmaka, 15, 37-46, 2018.
L. H. Zaini, M. Jonoobi, P. M. Tahir, and S. Karimi, “Isolation and Characterization
of Cellulose Whiskers from Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Bast Fibers”
Journal of Biomaterials and Nanobiotechnology, 4, 37-44, 2013.

Anda mungkin juga menyukai