Anda di halaman 1dari 9

OPTIMASI KONDISI POST-TREATMENT MENGGUNAKAN

JALUR ASAM ALGINAT PADA EKSTRAKSI ALGINAT


DARI RUMPUT LAUT COKLAT Sargassum Sp.

Susiana Prasetyo* dan Handry Setiady

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan


* Email korespondensi: susianaprasetyo@yahoo.com

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya hayati laut. Salah satu
sumber daya hayati laut yang cukup potensial adalah rumput laut sebanyak 65% dari total
komoditas perikanan di Indonesia pada tahun 2014. Rumput laut coklat Sargassum sp. merupakan
salah satu rumput laut yang berada di Indonesia, yang dikenal sebagai penghasil alginat. Pembuatan
natrium alginat diawali dengan perlakuan asam menggunakan larutan HCl 0,5%-v/w, perlakuan
basa mengunakan larutan NaOH 0,5%-v/w. Tahap kedua adalah ekstraksi batch menggunakan
pelarut alkali lautan Na2CO3 2%-w/v. Metode post-treatment yang dipilih adalah jalur asam
menggunakan Response Surface Methods dengan rancangan percobaan Miscellaneous Hybrid
Design dengan 5 center points. Hasil penelitian menunjukkan rendemen terbesar (61,32%),
viskositas terbesar (60 cP), kadar air terbesar (18,81%) serta kadar abu terbesar (50,01%) yang
dipengaruhi oleh dosis penambahan, konsentrasi HCl, waktu dan temperatur perendaman. Kondisi
optimum post-treatment dengan dosis penambahan HCl sebesar 3,50%-v/w, konsentrasi HCl
sebesar 0,003 M, waktu perendaman selama 48 menit, dan temperatur perendaman 32oC
memberikan karakteristik natrium alginat yang optimal yaitu dengan nilai rendemen sebesar
52,45%, viskositas 58 cP, kadar air 9,88%, dan kadar abu 24,6%.
Kata kunci: rumput laut, ekstraksi padat-cair, alginat, natrium alginat, jalur asam alginat, optimasi

Abstract

Indonesia is an archipelago country which is rich in biological sea resources. One of the
biological sea resources quite potential is seaweed that have 65% from total maritime commodity
in Indonesia at 2014. Brown algae Sargassum sp. is one of seaweed live in Indonesia which known
as a alginates-producer. In this research, sodium alginate was isolated from dried brown seaweed
(Sargassum sp.) which first passed through the acid treatment using 0,5%-v/w HCl and alkaline
treatment using 0,5%-v/w NaOH. Extraction was done in batch, using 2%-w/v Na2CO3 solvent.
The chosen post-treatment method was through the alginic acid path with experimental design
Response Surface Methods-Miscellaneous Hybrid Design with 5 center points. The results showed
highest rendement (61,32%), viscosity (60 cP), water content (18,81%), and ash content (50,01%).
Optimization found that post treatment condition under the dose of HCl addition 3,50%, HCl
concentration 0,003 M, soaking time for 48 minutes, and soaking temperature 32 oC gave optimum
sodium alginate characteristic with 52,45% rendement, 58 cP viscosity, 9,88% water content, and
24,6% ash content.
Keywords: seaweed, extraction, alginate, sodium alginate, hydrochloric acid, optimization

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
I. PENDAHULUAN (Winarno, 2008). Secara komersial alginat tersedia
Indonesia merupakan negara kepulauan dalam bentuk natrium alginat, kalium alginat,
yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 ammonium alginat, dan propilen glikol alginat yang
pulau bernama dari total pulau bernama, 1.667 pulau merupakan turunan dari asam alginat. Alginat
diantaranya berpenduduk dan 11.799 tidak tersebut dapat diproduksi dengan berbagai variasi
berpenduduk (Bengen, 2004). Letak geografisnya ukuran, partikel, derajat viskositas, dan kandungan
yang diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera kalsium untuk memenuhi fungsi spesifik yang
Pasifik menjadikan Indonesia sebagai negara yang diinginkan oleh industri pangan maupun non pangan
strategis dengan potensi sumber daya kelautan yang (King, 1983). Kegunaan alginat dalam industri
sangat prospektif dan keanekaragaman hayati laut adalah sebagai bahan pengental, pengatur
tertinggi di dunia. Di tahun belakangan ini perhatian keseimbangan, pengemulsi, dan pembentuk lapisan
terhadap biota laut semakin meningkat dengan tipis yang tahan terhadap minyak.
kemunculan kesadaran dan minat pada setiap lapisan Prinsip ekstraksi alginat dari alga coklat
masyarakat akan pentingnya lautan. Salah satu biota adalah memasak alga coklat dalam suasana basa
laut yang produksinya pada tahun 2014 sebesar 65% menggunakan larutan Na2CO3 atau NaOH. Larutan
dari keseluruhan komoditi perikanan di Indonesia alginat kasar yang diperoleh dilakukan proses post-
adalah rumput laut (Ditjen Kementerian Kelautan treatment melalui dua jalur yaitu jalur asam alginat
dan Perikanan, 2011). dan jalur kalsium alginat. Jalur asam alginat akan
Potensi rumput laut yang besar ini belum menghasilkan gel asam alginat, sedangkan pada jalur
dimanfaatkan dengan optimal. Sebagian dari hasil kalsium akan menghasilkan serat kalsium alginat.
budidaya rumput laut tersebut diekspor dalam bentuk Pada umumnya produk akhir yang dihasilkan berupa
mentah ke berbagai penjuru negara dan benua. Tidak garam alginat yang dapat larut dalam air terutama
hanya dimanfaatkan secara langsung, rumput laut dalam bentuk natrium alginat (Chapman dan
juga dapat diolah sedemikian rupa menjadi produk Chapman, 1980). Proses utama ekstraksi alga coklat
yang sangat bermanfaat; beberapa diantaranya diolah menjadi natrium alginat dibagi menjadi tiga tahap.
menjadi agar, karagenan, serta alginat. Ketiga Tahap pertama merupakan tahap pra ekstraksi atau
produk olahan rumput laut tersebut banyak pre-treatment. Tahap ini dilakukan dengan dua
dimanfaatkan baik di bidang pangan maupun non perlakuan yaitu perendaman dalam larutan alkali dan
pangan (McHugh, 2003). Agar dan karagenan yang larutan asam. Tahap kedua merupakan tahap
terkandung dalam rumput laut merah telah banyak ekstraksi dalam suasana basa dengan cara perebusan
diproduksi di Indonesia, bahkan Indonesia telah menggunakan larutan pengekstrak. Tahap ketiga
dapat mengekspor agar dan karagenan. Namun lain adalah tahap pemucatan dan pemurnian. Tahap
halnya dengan alginat, Indonesia belum dapat pemurnian meliputi tiga bagian yaitu pembentukan
memenuhi kebutuhan alginat dalam negeri. asam alginat, pembentukan natrium alginat, dan
Tingginya kebutuhan serta ketidakmampuan untuk penarikan natrium alginat murni (Yunizal, 2004).
memenuhi kebutuhan inilah yang mengakibatkan
negara harus mengimpor alginat dari negara lain. 1. METODE PENELITIAN
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia
mencatat bahwa 5 tahun terakhir Indonesia
Alat dan Bahan
mengimpor alginat dengan jumlah rata-rata 7.000
ton dengan nilai mencapai US$ 1.272.236 (Nugroho, Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
2013). Hal tersebut yang menjadikan dasar terdiri dari peralatan utama dan peralatan penunjang.
penelitian terkait dengan pengolahan rumput laut Peralatan utama (disajikan pada Gambar 1) meliputi
menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dan waterbath, pipet tetes, ekstraktor 500 mL, motor
diharapkan dapat memperkaya informasi-informasi pengaduk, impeller six blade turbin, dan thermostat.
yang dibutuhkan dan kondisi optimum dalam proses
produksi alginat.
Alginat merupakan polisakarida yang
terkandung pada dinding sel luar rumput laut coklat.
Monosakarida yang terkandung dalam alginat terdiri
dari dua jenis yaitu asam guluronat (G) dan asam
manuronat (M). Berat molekul asam alginat
bervariasi, bergantung pada metode preparasi dan
sumber alganya. Natrium alginat memiliki berat
molekul berkisar antara 350.000 sampai 1.500.000 Gambar 1 Rangkaian alat ekstrsktor batch
Da; sedangkan kisaran berat molekul alginat yang
diperdagangkan adalah 22.000 – 200.000 Da

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini terdiri dari bahan baku utama serta
bahan kimia untuk pelarut dan analisis. Bahan baku Cawan kosong dikeringkan dalam oven dan
utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
rumput laut coklat kering jenis Sargassum sp. yang Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan. Cawan
berasal dari Tarakan, Kalimantan Utara. Rumput laut dimasukkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6
yang dijadikan sebagai bahan penelitian harus jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator
memiliki panjang thallus 30 cm. Selain itu, dan ditimbang setelah dingin. Cawan dan sampel
digunakan pula bahan penunjang berupa air dimasukkan kembali ke dalam oven, dikeringkan
demineralisasi; HCl 0,5%-v/w; NaOH 0,5%-v/w; lagi sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air
Na2CO3 2%-w/v; isopropil alkohol 96% serta bahan dihitung dengan rumus
untuk analisis, meliputi: CaCl 2 2,5%-v/w; (NH4)2SO4
jenuh serta NaOH 1%-v/w.

Prosedur Penelitian
C. Analisis Kadar Abu (AOAC, 1999)
A. Pembuatan Bubuk Natrium Alginat
Sebanyak 3 gram tepung natrium alginat
Pembuatan natrium alginat meliputi 3 tahapan ditimbang dalam cawan porselen yang telah
proses utama, pertama pre-treatment, meliputi: diketahui bobot keringnya kemudian dipanaskan
pengecilan ukuran alga coklat hingga 1-2 cm, dalam tanur pada suhu 650oC sampai bebas dari
perlakuan asam menggunakan larutan HCl (0,5%- karbon. Sampel didinginkan dalam desikator dan
v/w, 30 menit), perlakuan basa mengunakan larutan ditimbang.
NaOH (0,5%-v/w, 1 jam). Tahap kedua adalah
ekstraksi batch selama 2 jam pada temperatur 60oC
menggunakan pelarut alkali lautan Na 2CO3 2%-w/v.
Tahap ketiga berupa post-treatment menggunakan
jalur asam alginat, menggunakan asam klorida (HCl) D. Analisis Viskositas
untuk mengendapkan natrium alginat hasil ekstraksi. Sampel yang akan diukur viskositasnya
Variabel yang divariasikan pada post-treatment didapatkan dengan melarutkan 2.5 gram bubuk Na-
adalah dosis penambahan HCl (3,50 - 12,00%-v/w), alginat dalam 250 mL aquades yang dipanaskan pada
konsentrasi HCl (0,001 - 0,009 M), waktu temperatur 50oC. Pengukuran viskositas dilakukan
perendaman (15 - 51 menit) dan temperatur dengan menggunakan Viscotester VT-04F. Viskositas
perendaman (26 - 51oC). larutan dihitung dengan satuan centipoise (cP).

B. Analisis Rendemen (AOAC, 2000) 2. HASIL DAN PEMBAHASAN


Rendemen natrium alginat dapat dihitung Respon yang diamati dari bubuk natrium
berdasarkan berat kering rumput laut. alginat adalah rendemen, viskositas, kadar air dan
kadar abu. Hasil analisis dari bubuk natrium alginat
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis bubuk natrium alginat


Dosis Kadar Kadar
[HCl] Waktu Temperatur Rendemen Viskositas
RUN Penambahan Air Abu
(M) (menit) (OC) (%) (cP)
HCl (%-v/w) (%) (%)
1 1,3 0,006 33 26 51,29 50 10,25 40,99
2 3,5 0,003 51 46 58,14 40 13,14 37,11
3 12,0 0,003 15 46 53,95 53 9,88 41,92
4 7,8 0,006 33 36 39,54 55 14,13 38,21
5 7,8 0,001 33 26 45,33 60 10,74 41,62
6 12,0 0,009 15 46 53,09 33 12,78 42,54
7 3,5 0,003 15 46 46,69 45 10,56 42,78
8 14,2 0,006 33 26 52,49 33 16,23 50,01
9 7,8 0,006 33 60 40,54 53 15,67 36,04
10 3,5 0,009 15 46 48,92 35 17,92 48,66

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Tabel 1 Hasil analisis bubuk natrium alginat (lanjutan)
Dosis Kadar Kadar
[HCl] Waktu Temperatur Rendemen Viskositas
RUN Penambahan Air Abu
(M) (menit) (OC) (%) (cP)
HCl (%-v/w) (%) (%)
11 7,8 0,010 33 26 50,79 30 16,67 49,07
12 12,0 0,003 51 50 50,90 40 13,22 38,12
13 3,5 0,009 51 46 61,32 33 14,18 39,25
14 7,8 0,006 60 26 43,89 60 11,50 43,50
15 7,8 0,006 5 26 47,75 35 18,81 48,04
16 12,0 0,009 51 46 53,85 30 15,94 46,62

1. Rendemen

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada semua


level waktu perendaman (15-51 menit), peningkatan
dosis penambahan HCl akan meningkatkan rendemen
natrium alginat yang diperoleh. Pada tahap post
treatment, saat dilakukan penambahan larutan HCl ke
dalam ekstrak natrium alginat yang diperoleh,
teramati terjadinya swelling selama proses
pendispersian berlangsung. Swelling (pengembangan)
Gambar 2 Profil pengaruh interaksi dosis merupakan peningkatan volume suatu material pada
penambahan HCl dan waktu perendaman terhadap saat kontak dengan cairan, gas, atau uap (Moe et al.,
rendemen natrium alginat 1993). Ketika suatu biopolimer (dalam hal ini natrium
alginat) kontak dengan cairan (dalam hal ini larutan
HCl); swelling dapat terjadi karena adanya
termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer
dan HCl serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek
ikatan silang yang terjadi pada rantai polimer.
Keseimbangan swelling dicapai ketika kedua
kekuatan ini sama besar. Ketika membran
mengembang, mobilitas rantai polimer bertambah
sehingga memudahkan penetrasi pelarut HCl. Ilustrasi
swelling disajikan pada Gambar 5; dapat dilihat
Gambar 3 Profil pengaruh interaksi konsentrasi HCl bahwa ion H+ dari HCl akan mengikat gugus -COO
dan waktu perendaman terhadap rendemen natrium dalam natrium alginat hasil ekstraksi. Semakin besar
alginat dosis penambahan HCl berarti semakin banyak ion H +
yang dapat mengikat gugus -COO sehingga rendemen
natrium alginat pun semakin besar.

Gambar 5 Ilustrasi swelling (Moe et al., 1993)


Gambar 4 Profil pengaruh interaksi waktu
perendaman dan temperatur perendaman terhadap
rendemen natrium alginat

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Gambar 3 menunjukkan bahwa pada semua level perendaman 15 menit terjadi kontradiksi pada hasil
waktu perendaman (15-51 menit), peningkatan yaitu temperatur perendaman yang tinggi
konsentrasi HCl (0,003 - 0,005 M) akan menurunkan menghasilkan rendemen natrium alginat yang lebih
rendemen natrium alginat yang diperoleh dan rendah daripada temperatur perendaman yang rendah.
peningkatan konsentrasi HCl (0,005 - 0,009 M) akan Hal ini disebabkan semakin tinggi temperatur berarti
meningkatkan rendemen natrium alginat yang laju difusi semakin cepat namun waktu kontak yang
diperoleh. Pada konsentrasi HCl yang tinggi terjadi terjadi hanya sebentar sehingga molekul-molekul
reaksi protonasi membentuk molekul kation yang antara larutan dan pelarut tidak berinteraksi secara
relatif lebih steric dibandingkan molekul asal efektif yang menyebabkan rendemen pun semakin
(Rodriguez, 1993). Akibatnya molekul-molekul air kecil.
yang pada mulanya mengelilingi molekul asal dan
membentuk ikatan hidrogen akan terdorong keluar 2. Viskositas
pada molekul alginat yang terprotonasi, dan akibatnya
nilai rasio swelling alginat relatif kecil yang akhirnya
menurunkan rendemen natrium alginat yang
diperoleh. Namun, pada peningkatan konsentrasi HCl
yang lebih besar (0,005 - 0,009 M) justru
meningkatkan rendemen karena semakin kuat pelarut
HCl luas kontak akan semakin besar, sehingga
distribusi pelarut ke ekstrak natrium alginat akan
semakin besar (Jayanudin, 2014). Meratanya Gambar 6 Profil pengaruh interaksi dosis
distribusi pelarut ke ekstrak akan memperbesar penambahan HCl dan temperatur perendaman
rendemen yang dihasilkan. terhadap viskositas natrium alginat
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada dosis
penambahan 3,50%-v/w peningkatan waktu
perendaman akan meningkatkan rendemen natrium
alginat yang diperoleh, sedangkan pada dosis
penambahan HCl 12,00%-v/w peningkatan waktu
perendaman tidak berpengaruh terhadap rendemen.
Gambar 3 menunjukkan bahwa pada semua level
konsentrasi HCl (0,001 - 0,009 M) peningkatan waktu
perendaman akan meningkatkan rendemen natrium
alginat. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada
temperatur perendaman yang rendah (26,5oC),
(a)
peningkatan waktu perendaman (15 - 27 menit) akan
menurunkan rendemen natrium alginat dan
peningkatan waktu perendaman (27 - 51 menit) akan
meningkatkan rendemen, sedangkan pada temperatur
perendaman yang tinggi (51oC) peningkatan waktu
perendaman akan meningkatkan rendemen natrium
alginat. Semakin lama waktu kontak yang terjadi,
ikatan-ikatan molekul pada alginat menjadi semakin
berinteraksi yang mengakibatkan meratanya distribusi
pelarut dalam larutan sehingga rendemen akan (b)
meningkat. Lain halnya jika waktu kontak yang Gambar 7 Profil pengaruh interaksi konsentrasi HCl
terlalu lama maka molekul-molekul dalam larutan dan temperatur perendaman terhadap viskositas
akan bergerak secara acak yang menyebabkan natrium alginat (a) pada level dosis penambahan HCl
kerapatan antar molekul menjadi renggang, sehingga 12,00%-v/w dan waktu perendaman di semua level
rendemen natrium alginat menurun (Pamungkas, (b) pada level dosis penambahan HCl 3,50%-v/w dan
2013). waktu perendaman di semua level
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada semua level
waktu perendaman (15 - 51 menit) peningkatan
temperatur perendaman akan relatif meningkatkan
rendemen natrium alginat. Semakin tinggi temperatur
maka meningkatkan energi yang mengakibatkan
gerakan molekul semakin cepat sehingga laju difusi
semakin besar yang akhirnya meningkatkan rendemen
natrium alginat (Mushollaeni, 2011). Pada waktu

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
alginat yang diperoleh dan pada temperatur
perendaman yang tinggi (51oC) peningkatan waktu
perendaman akan menurunkan nilai viskositas
natrium alginat. Semakin lama waktu kontak HCl
dengan ekstrak natrium alginat maka viskositas
semakin kecil. Hal ini disebabkan benang-benang
alginat yang awalnya panjang maka akan putus akibat
lamanya kontak antara alginat dengan HCl sehingga
ion H+ akan terus menyerang dan mendesak rantai
Gambar 8 Profil pengaruh interaksi waktu
alginat untuk putus (Basmal, 2002).
perendaman dan temperatur perendaman terhadap
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada dosis
viskositas natrium alginat
penambahan HCl yang rendah (3,50%-v/w)
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada
peningkatan temperatur perendaman akan
temperatur perendaman yang rendah (26,5oC)
menurunkan viskositas natrium alginat yang
peningkatan dosis penambahan HCl (3,50 - 6,00%-
diperoleh dan dosis penambahan HCl yang tinggi
v/w) dan pada temperatur perendaman yang tinggi
(12,00%-v/w) peningkatan temperatur perendaman
(51oC) peningkatan dosis penambahan HCl (3,50 -
akan meningkatkan viskositas. Pada Gambar 7 (a)
8,50%-v/w) akan meningkatkan nilai viskositas
dapat dilihat bahwa pada konsentrasi HCl yang
natrium alginat yang diperoleh; sedangkan pada
rendah (0,001 M) peningkatan temperatur
temperatur perendaman yang rendah (26,5oC)
perendaman tidak memberikan pengaruh terhadap
peningkatan dosis penambahan HCl (6,00 - 12,00%-
viskostas natrium alginat, sedangkan pada konsentras
v/w) dan pada temperatur perendaman yang tinggi
HCl yang tinggi (0,009 M) peningkatan temperatur
(51oC) peningkatan dosis penambahan HCl (8,50 -
perendaman meningkatkan viskositas natrium alginat.
12,00%-v/w) akan menurunkan nilai viskositas
Gambar 7 (b) menunjukkan bahwa pada semua level
natrium alginat yang diperoleh.
konsentrasi HCl (0,001 - 0,009 M) peningkatan
Natrium alginat yang diperoleh pada penelitian ini
temperatur perendaman menurunkan viskositas
termasuk alginat dengan viskositas rendah. Alginat
natrium alginat yang diperoleh. Gambar 8
dengan viskositas sedang dan tinggi memiliki standar
menunjukkan bahwa pada waktu perendaman yang
rata-rata viskositas berturut-turut 350 dan 800 cP
tinggi (51 menit) peningkatan temperatur
(McHugh, 2003). Mutu alginat ditentukan oleh
perendaman akan menurunkan viskositas natrium
panjangnya rantai polimer mannuronat maupun
alginat yang diperoleh. Turunnya viskositas natrium
guluronat atau selang-seling kedua ikatannya
alginat oleh pengaruhnya pemanasan disebabkan
(Basmal, 2002). Semakin panjang rantainya, semakin
terputusnya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil
besar berat molekulnya dan semakin besar nilai
pada alginat dengan molekul air yang akan
viskositasnya. Semakin besar dosis penambahan HCl,
menyebabkan terjadinya penurunan volume massa
semakin kecil viskositas natrium alginat. Hal ini
alginat dalam air (Ramsden, 2004). Apabila
disebabkan adanya ikatan ion H+ yang banyak namun
temperatur perendaman terlalu tinggi maka
tidak kuat maka mendesak rantai alginat untuk putus
menyebabkan terjadinya depolimerisasi, yaitu
menjadi rantai yang lebih pendek, sehingga daya
putusnya rantai polimer alginat menjadi rantai yang
tarik antar molekul renggang yang mengakibatkan
lebih pendek dan penurunan viskositas yang bersifat
viskositas menurun.
permanen (Basmal, 2002). Selain itu juga temperatur
Gambar 7 (a) menunjukkan bahwa pada level
yang tinggi membantu mempercepat laju difusi
dosis penambahan HCl 12,00%-v/w peningkatan
sehingga terjadi kerapatan antar molekul menjadi
temperatur perendaman dan konsentrasi HCl
renggang yang mengakibatkan turunnya viskositas
meningkatkan viskositas natrium alginat yang
natrium alginat (Pamungkas, 2013).
diperoleh, sedangkan (b) menunjukkan bahwa pada
3. Kadar Air
level dosis penambahan 3,50%-v/w peningkatan
temperatur perendaman dan konsentrasi HCl
menurunkan viskositas natrium alginat. Moe (1996)
mengemukakan viskositas yang rendah akibat
tingginya konsentrasi asam terjadi karena
depolimerisasi rantai polimer alginat berupa reaksi
eliminasi β alkoksi. Akibat dari reaksi ini terbentuk
monomer, dimer, ataupun oligomer yang
viskositasnya lebih rendah (Wang, 1995).
Gambar 8 menunjukkan bahwa pada temperatur Gambar 9 Profil pengaruh interaksi dosis
perendaman yang rendah (26,5oC) peningkatan waktu penambahan HCl dan temperatur perendaman
perendaman akan meningkatkan viskositas natrium terhadap kadar air natrium alginat

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
(b)
Gambar 11 Profil pengaruh interaksi dosis
penambahan HCl dan waktu perendaman terhadap
kadar abu (a) pada level konsentrasi HCl 0,006 M
dan temperatur perendaman di semua level (b) pada
level konsentrasi HCl 0,009 M dan temperatur
perendaman di semua level

Gambar 10 Profil pengaruh interaksi waktu


perendaman dan temperatur perendaman terhadap
kadar air natrium alginat
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada
temperatur perendaman yang rendah (26,5oC)
peningkatan dosis penambahan HCl meningkatkan
kadar air natrium alginat yang diperoleh, sedangkan
pada temperatur perendaman yang tinggi (51oC)
maka berlaku sebaliknya. Saat hidrolisis dinding sel
sudah terbentuk asam guluronat dan asam manuronat
yang mempunyai sifat hidrofilik yaitu mengikat air, (a)
banyak air yang terjebak di dalam asam guluronat
maupun asam manuronat. Hal ini menunjukkan
banyaknya dosis penambahan HCl berarti kadar air
natrium alginat yang diperoleh semakin meningkat
(Tseng, 1974).
Gambar 10 menunjukkan bahwa pada level
temperatur perendaman yang rendah (26,5oC)
peningkatan waktu perendaman menurunkan kadar
air natrium alginat yang diperoleh, sedangkan pada
temperatur perendaman yang tinggi (51oC) maka (b)
berlaku sebaliknya. Temperatur yang tinggi Gambar 12 Profil pengaruh interaksi dosis
membantu proses swelling larutan sehingga swelling penambahan HCl dan temperatur perendaman
ratio menjadi besar akibat renggangnya molekul- terhadap kadar abu (a) pada level konsentrasi HCl
molekul pada alginat yang akhirnya memperbesar 0,006 M dan temperatur perendaman di semua level
release rate dan pecah sehingga kadar air meningkat (b) pada level konsentrasi HCl 0,003 M dan
(Moe et al., 1993). temperatur perendaman di semua level

4. Kadar Abu Gambar 11 (a) menunjukkan bahwa pada


level konsentrasi HCl 0,006 M dan waktu
perendaman yang kecil (15 menit) peningkatan dosis
penambahan HCl menurunkan kadar abu natrium
alginat, sedangkan pada waktu perendaman yang
besar (51 menit) maka berlaku sebaliknya. Gambar
4.14 (b) menunjukkan bahwa pada level konsentrasi
HCl 0,009 M dan waktu perendaman yang kecil (15
menit) peningkatan dosis penambahan HCl tidak
memberikan pengaruh terhadap kadar abu natrium
alginat, sedangkan pada waktu perendaman yang
(a)
besar (51 menit) peningkatan dosis penambahan HCl
meningkatkan kadar abu natrium alginat. Gambar 12
(a) menunjukkan bahwa pada level konsentrasi HCl
0,006 M peningkatan temperatur dan dosis
penambahan HCl menurunkan kadar abu natrium
alginat. Pada Gambar 12 (b) dapat dilihat bahwa
pada level konsentrasi HCl 0,003 M dan temperatur
perendaman yang rendah (26,5oC) peningkatan dosis
penambahan HCl meningkatkan kadar abu natrium
alginat, sedangkan pada temperatur perendaman yang
tinggi (51oC) peningkatan dosis penambahan HCl

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
1
menurunkan kadar abu natrium alginat yang FCC, 1981
2
diperoleh. Semakin besar kadar abu natrium alginat Winarno, 1990
diduga dikarenakan jumlah H+ dari HCl yang banyak 3
Cottrel & Kovacs, 1977 dan Chapman & Chapman,
namun tidak kuat sehingga tidak dapat mengikat 1980
molekul-molkul alginat sehingga masih adanya
residu Na2CO3, CaCO3, dan MgCO3 hasil reaksi
ekstraksi, juga akibat adanya Na 2CO3 berlebih sisa
reaksi penambahan natrium karbonat ke dalam asam
alginat pada post-treatment.
Gambar 11 menunjukkan bahwa pada level 4. KESIMPULAN
dosis penambahan HCl yang rendah (3,50%-v/w) Pada penelitian optimasi kondisi post-
peningkatan waktu perendaman menurunkan kadar treatment menggunakan jalur asam alginat pada
abu natrium alginat yang diperoleh, sedangkan pada ekstraksi alginat dari rumput laut coklat Sargassum
dosis penambahan HCl yang tinggi (12,00%-v/w) sp., dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
peningkatan waktu perendaman meningkatkan kadar
abu natrium alginat. Semakin lama waktu kontak HCl 1. Semakin besar dosis penambahan HCl akan
dengan ekstrak natrium alginat maka jumlah garam- meningkatkan rendemen natrium alginat secara
garam mineral yang masih tertinggal saat ekstraksi signifikan, serta meningkatkan kadar air dan
akan semakin sedikit sehingga kadar abu juga kadar abu natrium alginat pada temperatur
menurun (Chapman, 1980). perendaman yang rendah dan menurunkan kadar
Gambar 12 menunjukkan bahwa pada air dan kadar abu natrium alginat pada temperatur
semua level dosis penambahan HCl peningkatan perendaman yang tinggi. Dosis penambahan HCl
temperatur perendaman menurunkan kadar abu yang rendah akan meningkatkan viskositas
natrium alginat yang diperoleh. natrium alginat, sedangkan dosis penambahan
Tingginya temperatur perendaman ekstrak natrium HCl yang tinggi akan menurunkan viskositas
alginat di dalam asam berarti memungkinkan tidak natrium alginat.
terjadinya residu garam dari perendaman akibat
pemanasan yang bertujuan menguapkan garam- 2. Konsentrasi HCl yang tinggi akan menurunkan
garam tersebut sehingga kadar abu yang diperoleh rendemen natrium alginat, namun pada
semakin kecil. konsentrasi HCl yang lebih tinggi akan
meningkatkan rendemen natrium alginat.
3.OPTIMASI NATRIUM ALGINAT Semakin besar konsentrasi HCl akan
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai meningkatkan viskositas pada dosis penambahan
respons di atas, optimasi dilakukan menggunakan HCl yang tinggi, namun menurunkan viskositas
program Design Expert 7.0 dan didapatkan nilai dosis pada dosis penambahan HCl yang rendah.
penambahan HCl sebesar 3,50%-v/w, konsentrasi Konsentrasi HCl tidak memberikan pengaruh
HCl sebesar 0,003 M, waktu perendaman selama 48 yang siginifikan terhadap kadar air dan kadar abu
menit, dan temperatur perendaman 32oC akan natrium alginat.
memberikan karakteristik natrium alginat yang
optimal yaitu dengan perkiraan nilai rendemen 3. Semakin besar waktu perendaman akan
sebesar 52,45%, viskositas 58 cP, kadar air 9,88%, meningkatkan rendemen natrium alginat dan
dan kadar abu 24,6% serta karakteristik tersebut menurunkan kadar abu pada dosis penambahan
memenuhi standar-standar yang ditetapkan. Data HCl yang rendah. Semakin lama waktu
perbandingan karakteristik natrium alginat hasil perendaman akan meningkatkan viskositas dan
optimasi disajikan pada Tabel 2. kadar air pada temperatur perendaman yang
rendah, namun menurunkan viskositas dan kadar
Tabel 2 Perbandingan karakteristik natrium alginat air pada temperatur yang tinggi.
hasil optimasi
4. Kondisi optimum proses post-treatment
Standar
Standar Standar menggunakan jalur asam alginat yang didapatkan
Hasil Alginat Alginat
Karakteristik Mutu yaitu dosis penambahan HCl sebesar 3,50%,
Optimasi Mutu Mutu
Alginat 1 konsentrasi HCl sebesar 0,003 M, waktu
Industri 2 Pangan3
Rendemen (%) 52,45 > 18 - - perendaman selama 48 menit, dan temperatur
Viskositas, 1%
58,00 -
10 -
- perendaman 32oC.
alginat (cP) 5000
Kadar Air (%) 9,88 < 15 5 - 20 13
Kadar Abu
24,60 18 - 27 - 23
(%) DAFTAR PUSTAKA
Ket:

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Basmal, J., (2011), Pengaruh Penambahan Tepung Natrium Alginat Rumput Laut Sargassum
Kepala Udang terhadap Peningkatan Unsur sp., Journal of Marine Search 2(3): 78-84.
Hara N pada Pembuatan Pupuk Organik
Rumput Laut, Skripsi, Universitas Gajah Rodriguez, F., (1993), Principles of Polymer System,
Mada, Yogyakarta. McGraw-Hill International Book Company
2nd edition.

Tseng, O. K., (1974), Phycocolloids Useful of Sea


Bengen, D.G., (2004), Menuju Pengelolaan Wilayah Weeds Polisacharides, Colloid Chemistry
Pesisir Terpadu Berbasis Daerah Aliran Theoretical and Applied, Reinhold, New
Sungai (DAS), dalam Interaksi Daratan dan York.
Lautan: Pengaruhnya terhadap Sumber Daya
dan Lingkungan, Prosiding Simposium Winarno, F.G., (1996), Teknologi Pengolahan
Interaksi Daratan dan Lautan. diedit oleh Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan,
W.B. Setyawan, dkk. Jakarta: Kedeputian Jakarta, pp. 58-60.
Ilmu Pengetahuan Kebumian, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Yunizal, (2004), Teknologi Ekstraksi Alginat, Pusat
Riset Pengolahan Produk dan Sosial
Chapman, V. J., (1970), Seaweed and Their Uses, Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta,
edisi 2, Methuen and Co. Ltd., 304 p. pp. 23-45.

Chapman, V. J., dan Chapman, D. J., (1980),


Seaweeds and Their Uses, edisi 3, Chapman
and Hall, New York, pp. 89-95.

FCC, (1981), Food Chemical Codex, edisi 3,


National Academic of Science Vol. 3, pp.
155-195

Jayanudin, Lestari, A.Z., dan Nurbayanti, F., (2014),


Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut Ekstraksi
terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium
Alginat dari Rumput Laut Coklat
(Sargassum sp.), Jurnal Integrasi Proses
5(1): 51-55.

King, A.H., (1983), Brown Seaweed Extracts


(Alginates), dalam Glicksman, M, Food
Hydrocolloids, CRC Press Inc, New York.

McHugh, D., (1987), Production, Properties and


Uses of Alginates, Food and Agriculture
Organization of United Nation, Rome, pp.
58-131.

Moe, S.T., Skjåk-Bræk G., Elgsaeter A., Smidsrød


O., (1993), Swelling of covalently
crosslinked alginate gels: influence of ionic
solutes and nonpolar solvents,
Macromolecules 26: 3589 – 3597.

Mushollaeni, W., (2011), The Physicochemical


Characteristics of Sodium Alginate from
Indonesian Brown Seaweeds, African
Journal of Food Science 5(6): 349-352.

Pamungkas, T.A., Ridlo, A., dan Sunaryo, (2013),


Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Kualitas

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri


Universitas Katolik Parahyangan Bandung

Anda mungkin juga menyukai