Anda di halaman 1dari 16

EKSTRAKSI AGAR

Oleh: Nama NIM Kelompok Rombongan Asisten : Muh.Rezzafiqrullah R : B1J010231 :6 : II : Alkaf Ibrahim Aji

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya kelautan yang saat ini telah banyak dikembangkan dan merupakan komoditi penting dalam dunia perdagangan khususnya perdagangan hasil-hasil kelautan disamping ikan. Pengolahan rumput laut saat ini menuntun adanya peningkatan hasil penanganan pasca panen baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Rumput laut banyak diproduksi karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, salah satunya adalah dapat menghasilkan agar. Agar merupakan polisakarida yang tersusun dari dua fraksi utama, yaitu agaropektin dan agarosa. Agar memiliki sifat yang khas yaitu sifat gelasi (kemampuan membentuk gel), viskositas (kekentalan), dan melting poin (suhu mencairnya gel) yang sangat menguntungkan untuk dipakai dalam dunia industria pangan dan non pangan. Fungsi utama agar adalah sebagai bahan pemantap, bahan pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pembuat gel. Agar banyak dimanfaatkan dalam beberapa bidang industria, misalnya industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kulit, dan sebagai media pertumbuhan mikroba. Pemanfaatan dalam industria farmasi, agar digunakan sebagai pencahar atau peluntur dan media kultur bakteri. Pemanfaatan dalam industria kosmetika digunakan dalam industria salep, cream, sabun, dan pembersih muka (lotion). Rumput laut genus Gracillaria umumnya mengandung prostaglandin, akan tetapi mekanisme biosintesanya belum diketahui secara detail. Biosintesa prostaglandin rumput laut jenis init telah diteliti dengan menggunakan crude enzim. Agarosa merupakan suatu fraksi dari agar-agar yang merupakan polimer netral dan sedikit mengandung fosfat. Rumput laut dari Gracilaria sp. mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi karena penggunaannya sangat luas dalam berbagai bidang industri. Menurut Aslan (1991), rumput laut hidup dengan cara menyerap zat makanan dari perairan dan melakukan fotosintesis, intensitas cahaya matahari merupakan faktor pembatas dalam proses fotosintesis. Kandungan zat kimia rumput laut dipengaruhi oleh umur, musim dan habitat. Agarosa dikenal juga sebagai fraksi pembentuk gel dari agar-agar, dimana sifatsifat gel dari agar-agar yang dihasilkannya mendekati sifat-sifat gel yang dihasilkannya mendekati sifat-sifat gel ideal untuk keperluan bidang bioteknologi. Selain itu, agarosa

sebagai produk proses hilir dari agar-agar memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk isolasi rumput laut lainnya. Harga jual agarosa di pasaran internasional adalah sebesar $ 1.000-5.000/ kg, dengan spesifikasi kadar sulfat 0,10,35% dan gel strengh > 500g/cm2. Penggunaan agarosa yang begitu luas dalam bidang bioteknologi sejalan dengan usaha-usaha pengembangan bidang tersebut. Peningkatan kebutuhan agarosa

diantisipasi dengan mengembangkan tekhnik yang tepat dan efisien untuk mengisolasi agarosa dari agar-agar. Agarosa dengan kualitas yang baik ditentukan oleh kandungan sulfat dari agarosa tersebut. Kadar sulfat agarosa terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Rumput laut dari Gracilaria sp mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi karena penggunaannya sangat luas dalam berbagai bidang industri. Menurut Suryadi et al. (1993), rumput laut hidup dengan cara menyerap zat makanan dari perairan dan melakukan fotosintesis, intensitas cahaya matahari merupakan faktor pembatas dalam proses fotosintesis. Kandungan zat kimia rumput laut dipengaruhi oleh umur, musim dan habitat.

B. Tujuan Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses ekstraksi agar dan mengetahui hasil rendemen agar.

C. Tinjauan Pustaka

Agar-agar adalah produk kering tak berbentuk (amorphous) yang mempunyai sifat-sifat seperti gelatin dan merupakan hasil ekstraksi dari rumput laut jenis tertentu. Molekul agar-agar terdiri dari rantai linear galaktan. Galaktan sendiri merupakan polimer dari galaktosa. Hampir semua penduduk Indonesia dipastikan mengenal agaragar. Terdapat tiga bentuk agar-agar yang dijual di pasaran, yaitu berbentuk batang, bubuk, dan kertas. Namun, yang paling umum dijumpai adalah yang berbentuk bubuk. Masyarakat luas lebih mengenal agar-agar sebagai hidangan pencuci mulut yang lezat dan menarik. Bentuk agar-agar dapat direka-reka sesuai selera dan dipadu dengan berbagai macam warna, aroma, dan rasa. Sifat yang paling menonjol dari agar-agar adalah larut di dalam air panas, yang apabila didinginkan sampai suhu tertentu akan membentuk gel. Di rumah tangga, umumnya digunakan untuk pembuatan puding, bahan campuran berbagai macam kue, atau dimasak bersama-sama beras untuk menghasilkan nasi yang lebih pulen dan lengket (Teo swee sen. 2004). Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis alga merah (Rhodophyta) karena mengandung agar-agar, keraginan dan algin. Komposisi dinding sel dari jenis rumput laut selain zat tertentu seperti agar, keraginan dan algin, terdapat juga beberapa zat organik seperti protein, lemak, serabut kasar,abu dan air (Kadi, 2004). Kadar zat yang dikandung rumput laut tergantung pada jenis dan lokasi rumput laut itu berada, suhu, pH, kadar air, lamanya perendaman, konsentrasi zat kimia yang digunakan, penanganan pasca panen dan metode ekstraksi sehingga menjadi bahan baku. Proses awal dalam pengolahan rumput laut adalah pasca panen yang meliputi proses pencucian, perendaman dan pemucatan serta pengeringan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan kadar algin, agar, karaginan maupun zat lainnya yang bermutu tinggi (Aslan, 1991). Kadar air rumput laut ditentukan dengan metode termogravimetri yaitu menentukan berat air bahan (rumput laut) dengan cara penguapan. Pengurangan bobot dari rumput laut asalsetelah dilakukan pemanasan 60 0C, merupakan banyaknya air yang terdapat di dalambahan tersebut. Menurut Istini (2006), secara umum prinsip pembuatan tepung agar terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1. Pra pengolahan atau pra pasca panen (pembersihan, pencucian, perendaman, pemucatan dan penirisan - pengeringan.

2. Ekstraksi 3. Pengendapan filtrat (pemurnian-penyaringan), pengendapan-pengeringan dan penepungan.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi Alat-alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, baskom, pompa vacuum, alat penjepit cawan, kain saring, Erlenmeyer 2.000 ml, beaker glass, corong buhner, kain saring 40-100 mesh, eksikator, alat pemanas/kompor, water bath, kertas pH, stopwatch, jaring plankton 200 mesh, gelas ukur 50, 100, 500 ml, pipet, pipet ukur, pengaduk, kain kasa, blender, pressure coocker, labu ukur 100 liter, gelas piala, gelas ukur, termometer dan oven. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput laut Gracilaria sp., kertas saring ashkes wahatman no. 41, larutan NaCl 10%, larutan H2O2 10%, kaporit 25%, H2SO4, CaCO3, Soda asden, Asam Cuka 0,5%, H2O, KOH, isopropil alkohol, dan akuades.

B. Metode

Rumput laut Gracilaria sp. 40 gr atau lebih ditempatkan dalam baskom kemudian dicuci dengan air bersih. Direndam dengan CaCO3 selama 2-3x24 jam Disortasi atau dipilih yang baik untuk diekstraksi

Diekstraksi atau direbus selama 2 jam dengan volume air awal 250 ml agar tidak gosong ditambah dengan air 50 ml secara bertahap sambil diaduk

Ditambah soda asden dan H2O2 sebelum diangkat

Diaduk sampai rata Disaring dalam keadaan panas menggunakan kertas saring

Didinginkan selama 10-20 menit

Ditambah KOH untuk menjaga dan menguatkan agar

Diaduk sampai rata

Dicetak atau dipress

Didinginkan

Dikeringkan di bawah sianar matahari sampai kering selama 2-3 jam kemudian dikemas

Nilai rendemen agar dihitung Rendemen agar (%) =

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar Ekstraksi Agar 1

Rendemen agar (%) = Berat lembaran agar-agar Berat rumput laut kering = 21 100 X 100% = 21 %

X 100%

B. Pembahasan Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa kandungan agar adalah 21%. Menurut Kadi dan Atmadja (1988), jenis spesies, lokasi pertumbuhan, umur panen dan teknik budidaya yang intensif serta penanganan pasca panen yang tepat mempengaruhi kandungan agar. Sugiarto dan Sulistidjo (1985), menambahkan bahwa kandungan agar Gracilaria gigas di Indonesia mencapai 47,3%. Kandungan agar yang diperoleh pada praktikum ini masih sangat rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lokasi penanaman yang kurang sesuai, metode budidaya yang tidak sesuai sehingga menyebabkan pertumbuhan kurang baik, akibatnya agar yang dikandungnya sedikit. Faktor lainnya mungkin disebabkan Gracilaria yang dipakai masih terlalu muda untuk dibuat ekstraksi. Gracilaria termasuk kelompok penghasil agar (Agarophyte), kandungan agarnya beragam menurut jenis dan lokasi pertumbuhannya. Menurut Istini, et al (2006), agar adalah senyawa kompleks polisakarida yang merupakan hasil ekstraksi dari beberapa jenis rumput laut dengan struktur dasar agarobiosa. Struktur dasar agarobiosa adalah polisakarida yang pada dasarnya terdiri dari dua fraksi yaitu agaropektin dan agarosa. Agarosa mempunyai kemampuan gel yang kuat sehingga digunakan sebagai bahan pengental dan bahan penguat gel. Sebagian besar agar digunkan dalam industri makanan seperti kue, serbat, es krim, yogurt dan makanan kaleng. Gracilaria membentuk cadangan makanan melalui fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi zat karbon adalah suatu proses dimana zat-zat anoganik H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi zat organik karbohidarat dengan bantuan cahaya matahari. Menurut jumlah monomernya, karbohidrat terbagi menjadi monosakarida, disakarida dan polisakarida. Agar merupakan senyawa asam-belerang dan ester dari galaktan linier, tidak larut dalam suhu dingin tetapi dapat larut dalam air panas. Menggumpal pada suhu 350C-500C merupakan gel tetap, mencair pad suhu 800C-1000C (Winarno, 1990). Agar merupakan polisakarida yang terbentuk dari ikatan -D-galaktopiranosa dengan 3,6anhidro--L-galaktopiranosa (Insan dan Widyartini, 2001). Rumput Gracilaria gigas umumnya mengandung prostaglandin, secara mekanis bahwa biosintesis dengan menggunakan crude enzyme (acetone powder). Biosintesis ini mirip dengan hewan mamalia. Akan tetapi, endoperoksida tidak dideteksi pada rumput laut lain yang disebabkan oleh ketidakstabilan dari endoperoksida ini (Ikbal dan Jayadi, 2008).

Rumput laut Gracilaria, merupakan salah satu jenis alga merah yang banyak mengandung gel, dimana gel ini memiliki kemampuan mengikat air yang cukup tinggi (Sinulingga dan Darmanti, 2006). Menurut Faizal et al. (2009), genus Gracilaria adalah salah satu aset ekonomi yang bernilai tinggi yang dapat dimanfaatkan kandungan hydrocolloid dan agar. Ciri-ciri khusus dari Gracilaria gigas adalah thalus berbentuk silindris dan permukaannya licin. Thalus tersusun oleh jaringan yang kuat, bercabangcabang dengan panjang kurang lebih 250 mm, garis tengah cabang antara 0,5-2,0 mm. Bentuk cabang silindris dan meruncing di ujung cabang (Soegiarto et al., 1978). Rumput laut yang dipakai pada praktikum kali ini adalah Gracilaria gigas. Menurut Dawes (1981), klasifikasi dari Gracilaria gigas adalah sebagai berikut : Divisio Classis Ordo Familia Genus Species : Rhodophyta : Rhodophyceae : Gigartinales : Gracilariaceae : Gracilaria : Gracilaria gigas

Menurut Handayani (2006), bahwa tahapan proses produksi agar-agar adalah: a. Pemanenan dan pengeringan rumput laut Setelah dipanen, rumput laut dibersihkan dari pasir, batu, dan kotoran lainnya. Selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa hari sampai kering (kadar airnya sekitar 20 persen). b. Pemotongan dan pengasaman. Rumput laut yang sudah kering dimasukkan ke dalam bak pencuci yang berisi air dan dipotong-potong secara mekanis. Selanjutnya dimasukkan ke dalam bak pencuci yang berisi asam sulfat 5-10 persen selama 15 menit dan dibilas dengan air sampai bersih. Jenis asam lain yang dapat dipakai adalah asam asetat atau asam sitrat. Tujuan pengasaman untuk memecahkan dinding sel, sehingga agar-agar mudah diekstrak serta menghancurkan dan melarutkan kotoran sehingga rumput laut menjadi lebih bersih. c. Pemasakan dan ekstraksi. Pemasakan rumput laut dilakukan dalam sebuah bejana besar dengan menggunakan air bersih sebanyak 40 kali berat rumput laut kering yang digunakan. Pemasakan dilakukan dengan penambahan asam cuka 0,5 persen dan dilakukan pada suhu 90-1000 C selama 2-4 jam. Pada saat mulai mendidih, ditambahkan basa (misalnya natrium hidroksida) untuk menetralkan pH menjadi 6-8.

d. Pemadatan. Setelah pemasakan selesai, ekstrak rumput laut disaring dengan kain blacu dan diperas perlahan-lahan. Ekstrak yang diperoleh ditampung dalam bejana dan ditambahkan basa hingga pH-nya mencapai 7-7,5. Larutan agar-agar yang telah dinetralkan, dipanaskan lagi sambil diaduk dan dituangkan ke dalam cetakan menurut ukuran yang telah ditentukan. Larutan agar-agar tersebut dibiarkan memadat pada suhu kamar atau menggunakan suhu dingin untuk mempercepat pemadatan. e. Pengeringan. Agar-agar yang sudah memadat, dipotong-potong tipis dalam bentuk lembaran setebal 0,5 cm dengan menggunakan kawat baja halus. Lembaran yang diperoleh dibungkus dengan kain blacu, disusun, dan dimasukkan ke dalam alat pengepres dan dipres perlahan-lahan agar airnya keluar. Padatan agar yang tersisa di kain blacu kemudian dijemur di atas rak-rak bambu sampai kering dan dikemas dengan kantong plastik. Untuk menghasilkan agar-agar tepung, lembaran-lembaran agar-agar kering digiling dan diayak sampai diperoleh bubuk halus. Agar yang dihasilkan merupakan proses dari ekstraksi yang dilakukan melalui tahapan perendaman dan pemucatan, pelembutan, pamasakan, pengepresan dan pencetakan, pendinginan dan pengeringan. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu dengan perlakuan alkali (penambahan KOH/NaOH). Menurut Aslan (1991), penambahan KOH/NaOH berfungsi untuk menstabilkan pH (mencapai pH 9,6). Perlakuan perendaman berpengaruh terhadap naik turunnya kandungan agar, dimana perlakuan perendaman yang lama akan menghasilkan kandungan agar lebih tinggi. Fungsi dari perendaman yaitu untuk mendapatkan kualitas agar yang bagus (warna putih), sedangkan perendaman dalam asam asetat berfungsi untuk memecah diding sel. Untuk pemucatan rumput laut digunakan kapur tohor 5%. Fungsi utama agar-agar adalah sebagai bahan penstabil dan pengemulsi. Beberapa industri yang memanfaatkan agar-agar: industri makanan, farmasi, kosmetik, kulit, fotografi, sebagai media pertumbuhan mikroba, dan sebagainya (Aslan, 1998 dalam Distantina, 2006). Anggadiredja et al. (2006), menambahkan bahwa agar menjadi sangat penting karena memiliki fungsi sebagai zat pengental, pengelmusi, penstabil, dan pensuspensi yang banyak digunakan dalam berbagai indutri seperti industri makanan, minuman, farmasi, biologi, dan lain-lain. Sebagian besar agar digunakan dalam industri makanan dalam bentuk jelly, ice cream, makanan kaleng (daging dan ikan), roti, permen manisan, dan permen selai. Di industri bakery, agar digunakan sebagai cover coklat,

lapisan donat, yang dalam hal ini agar digunakan untuk mencegah dehidrasi dari produk kue. Dalam produk manisan, agar berfungsi sebagai pengental, dan pembuat gel. Dalam produk yoghurt dengan rasa sedikit asam casein, agar dimanfaatkan untuk menjaga produk lebih konsisten. Manfaat lain dari agar yaitu dalam pembuatan sosis, dimanfaatkan untuk preparasi dalam menyatukan bahan-bahan (daging) menjadi sosis juga dapat mereduksi lemak dan kolesterol. Dalam industri makanan kaleng seperti di negara-negara Barat yaitu scatola meat (Italia), daging ayam dalam gelatin (Canada) lidah sapi dalam gelatin (Denmark) dan beberapa jenis ikan dalam kaleng semua ini ditambahkan agar sebagai pengental ataupun penstabil. Agar merupakan industri yang relatif matang dalam hal manufaktur metode dan aplikasi. Tekanan tinggi menekan membran telah sangat meningkat dewatering agaragar dan dengan demikian mengurangi kebutuhan energi untuk pengeringan akhirsebelum penggilingan bubuk. Gracilaria adalah rumput laut utama komersial memproduksi agar-agar. Gracilaria telah menjadi disukai untuk membuat agar-agar rumput laut food grade; karena telah berhasil dibudidayakan di Chili dan Indonesia (Bixler, 2010). Agar-agar adalah senyawa kompleks polisakarida yang bebas nitogen dan merupakan hasil dari ekstraksi baik dalam bentuk kering atau gel. Agar-agar tidak larut dalam air dingin dan larut dalam air panas, pada temperatur 320C-390C berbentuk beku dan tidak mencair pada suhu 850C (Insan dan Widyartini, 2001). Gracilaria dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan makanan dengan kandungan gizi yang tinggi, bahan gelatin, bahan baku industri, keju, susu, es krim, sabun, obat-obatan dan pupuk (Kadi, 2004). Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel. Satari (2001) menyatakan bahwa agar-agar merupakan polisakarida yang disusun dari dua fraksi utama yaitu agarosa dan agaropektin, agaropektin mengandung muatan sulfat. Rasio antara agarosa dan agaropektin dalam agar-agar berkisar antara 50-90%. Agarosa umumnya bebas sulfat dan terdiri dari -1,3-D-galaktosa dan ,1-4,3-6

anhydrogalaktosa. Agaropektin kompleks merupakan campuran beberapa polisakarida. Agaropektin mengandung 3-10 % sulfat. Agar yang dihasilkannya ini banyak dimanfaatkan untuk bidang industri, makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kulit, dan sebagai media pertumbuhan mikroba. Selain itu, sebagai pencahar atau peluntur dan media kultur bakteri. Pemanfaatan dalam

industri kosmetik digunakan dalam salep, cream, sabun, dan pembersih muka (Suriawiria, 2002). Adapun standar mutu agar-agar di Indonesia menurut FAO yang dikutip dari Glicksman (1983) adalah agar-agar dengan viskositas larutan sebesar 1,5%. Tabel standar mutu agar-agar menurut FAO dalam Glicksman (1983) : Spesifikasi Kadar Air Kadar Abu Kadar karbohirat sebagai Galakton Logam berbahaya, Arsen Zat warna tambahan Standar Mutu 15-21 % Maksimal 4 % Minimal 30 % Negatif Sesuai yang diinginkan untuk

makanan dan minuman

Prosedur ekstraksi agar menurut Insan dan Widyartini (2001), kandungan agar dihitung menggunakan rumus: Kandungan Agar = Keterangan: A = berat sampel setelah ekstraksi (g) B = berat thallus kering (g)

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses ekstraksi agar meliputi 9 tahapan yaitu : perendaman, pencucian, pelembutan, pencucian, penghancuran, ekstraksi, pengepresan, pendinginan, dan pengeringan. 2. Hasil rendemen agar yang didapat adalah 21 %. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi rumput laut adalah perubahan iklim dan musim tanam.

DAFTAR REFERENSI

Anggadirejda, J, A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2008. Rumput laut. Penerbit Swadaya, Jakarta Aslan, L.M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta. Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Bixler, Harris J dan Hans Porse. 2010. A decade of change in the seaweed hydrocolloids industry. J Appl Phycol DOI 10.1007/s10811-010-9529-3. Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. University of South Florida, USA. FaizaL, P. K., H. Rohasmizah, B. Abdul Salam dan A.S. Norrakiah. 2009. Effect of Red Seaweed Polysaccharides Agar (Gracilaria changii) on Thermal Properties and Microstructure of Wheat Starch. Sains Malaysiana 38(3)(2009): 341345. Handayani, T. 2006. Protein pada Rumput Laut. Oseania, Bidang Sumberdaya Laut,pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta, 4: 23-30. Ikbal, M. Dan Jayadi 2008. Biosintesa Prostaglandin pada Rumput Laut. [internet]http://www.politeknikpertanianpangkep.com//. Diakses tanggal 17 Mei 2009. Insan, A. I. dan D. S. Widyartini. 2001. Makroalga: Bahan ajar Algologi. Fakultas Biologi Unsoed, Porwokerto. Istini, S., A. Zatnika dan Suhaimi. 2006. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. http://www.fao.org/docrep/field/003/AB882E/AB882E14.htm Kadi, A dan W. S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae) : Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya. Puslitbang Oceanologi. LIPI, Jakarta Satari, R. 2001. Karakterisasi Polisakarida Agar dari Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Kumpulan Makalah Seminar Maritim Indonesia, Perikanan: 227-245. Sinulingga. M., dan Sri Darmanti. 2006. Kemampuan Mengikat Air oleh Tanah Pasir yang Diperlakukan dengan Tepung Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNDIP. Kemampuan Mengikat Air oleh Tanah Pasir : 32-38. Soegiarto, A., Sulistijo, W.S. Atmadja dan H. Mubarak. 1999. Rumput Laut (algae), Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. LON LIPI, Jakarta. Suriawiria, U. 2002. Bahan Baku Industri Bernilai Tinggi. RL:htttp//www.kompas.com. Diakses 17 Mei 2009.

Suryadi, G.S., H. Hamdani dan Iskandar. 1993. Kecepatan Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cotonii pada dua sistem budidaya yang Berbeda. Skripsi tidak dipublikasikan. UNPAD, Jatinangor. Teo swee sen. 2004. Development and Analysis Of Expressed Sequence Tags From Gracilaria changii For Functionall Genomic Studies. Biotechnology and Biomolecular Sciences, Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai