PROGRESS REPORT
Dosen
Elly Koesneliawaty, S.Teks.,M.Pd
Asisten Dosen
Witri Aini Salis., S.ST., M.Tr.
Fauzi J
Group
3K2
C2H5
O2 N N N N
C2H5
Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna jenis ini umumnya
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Daya pewarnaan yang tinggi
b. Pemakaian ekonomis
c. Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit
tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d. Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e. Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan
antrakwinon
Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya
mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya
sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna tua.
Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini
terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat
warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna
azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan
sifat yang baik.
NH2 O OH
OH O NH2
Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat – sifat
sebagai berikut:
a. Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b. Relatif lebih mahal.
c. Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d. Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e. Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f. Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g. Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi
2.3.3. Sifat – Sifat Fisika Zat Warna Disperse
Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi
dapat mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna
dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus
fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor)
Hidrogen. Gugus fungsional tersebut membentuk ikatan hidrogen dengan
gugus karbonol atau gugus asentil dari serat polyester. Adanya gugus aromatik
OH dan alifatik NH2 dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna
sedikit larut dalam air.
Zat warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat
rendah akan tetapi dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat
meningkat dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting
dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengarungi
oleh :
a. Kecepatan penyerapan zat warna
b. Banyak / sedikitnya penyerapan
c. Migrasi
d. Penodaan pada serat campuran.
Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel – partikel kecil tidak mungkin
berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi
(Dispersing Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling
zat warna sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga
dapat membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di
pengaruhui oleh:
a. Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu
lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b. Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c. Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah
dibersihkan dan ada yang relatip sulit .
d. Distribusi partikel ukuran zat warna
2.3.4. Klasifikasi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya secara
umum di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :
a. Golongan satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai
sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang
rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida,
serat di/tri asetat, dapat juga di gunakan untuk serat poliester yang dibantu
dengan zat pengemban pada temperature 150oC.
b. Golongan Kedua (B)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil
dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga
sangat baik untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada
temperatur tinggi. Pada proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai
warna – warna muda, dengan temperatur yang lebih rendah.
c. Golongan Ketiga (C)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat
sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa di gunakan
untuk pencelupan zat pengemban. Temperatur tinggi atau proses termosol
dengan hasil yang baik.
d. Golongan Keempat (D)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat
sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat
sublimasinya yang paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk pencelupan
dengan zat pengemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol/
temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna dispersi
memegang peranan penting, terhadap sifat pencelupan.
2.4. Poliester
Poliester sering digunakan sebagai blends bersama dengan kapas atau
rayon, hal ini dimaksudkan untuk menggabungkan sifat-sifat yang dimiliki oleh
kedua serat tersebut sehingga didapatkan serat campuran yang memiliki sifat-
sifat yang lebih baik seperti yang dikehendaki. Contohnya serat kapas yang
memiliki sifat regain yang baik tetapi memiliki sifat kekusutan dibuat serat
campuran dengan menggunakan polyester yang memiliki sifat crease recovery
(tahan kusut) namun sifat regainnya buruk. Dengan membuat serat campuran
dari kedua bahan tersebut, maka akan didapatkan serat campuran yang
memiliki sifat tahan kusut dan regain yang lebih baik.
Pada penggunaannya di zaman sekarang, polyester banyak
digunakan untuk tekstil industri selain digunakan untuk tekstil sandang, karena
banyak sekali keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh serat polyester seperti
kekuatannya yang besar, dan lain-lain.
Poliester dibuat dari reaksi antara senyawa asam tereftalat dengan etilena
glikol. Berikut ini skema pembuatan serat tersebut :
O O
H O C C O n OH
H2 H2
Serat Poliester
CI Vat Blue 1
O
CI Vat Blue 4 Jenis Zat Warna bejana jenis antrakuinon dan indigo
Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, pada saat ini zat warna yang
banyak dipakai adalah zat warna bejana jenis IN dan INSP yang tahan lunturnya
sangat baik. Namun kelemahan kedua zat warna tersebut adalah dalam proses
pencelupannya sukar rata, sehingga perlu ada usaha sedemikian rupa agar hasil
celupnya rata. Kiat-kiat yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya hasil celup
yang kurang rata adalah:
a. Mencegah terjadinya premature oksidasi selama proses pencelupan
berlangsung dengan menambahkan lagi Na2S2O4 dan NaOH pada larutan
celup, menambahkan zat anti oksidasi seperti glukosa dan CMC pada larutan
celup.
b. Mengurangi pemakaian elektrolit
c. Memperlambat laju kenaikan suhu pencelupan
d. Menambahkan perata (berupa retarder atau pendispersi nonionik) pada larutan
celup
e. Menggunakan skema pencelupan cara semi pigmentasi atau Full pigmentasi
Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3 hal pokok, yaitu:
a. Pembejanaan (proses pelarutan zat warna menjadi leuko)
Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan alkali kuat
natrium hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
-
O OH O Na +
Reduksi
Na2S2O4
Hn
R R R
O OH ONa
Zw Bejana Asam Leuko Garam Leuko
2.10. Kapas
Serat kapas tumbuh dipengaruhi oleh faktor – faktor alamiah, sehingga
sifat – sifat serat ini bervarias tergantung dari tempatnya tumbuh. Kelebihan
serat kapas tersebut antara lain nyaman dipakai, daya serapnya cukup tinggi
dan kekuatan basah serat lebih tinggi dari kekuatan keringnya.
Gambar 5. Bagian dari Molekul Selulosa yang Dapat Diserang Oleh Oksidator
3) Pengaruh Reduktor
Serat kapas biasanya aman dikerjakan dengan zat pereduksi
dalam kondisi normal, tetapi akan berwarna kekuning-kuningan dan
berkurang kekuatannya dalam larutan stano-klorida dengan
konsentrasi dan suhu tinggi.
4) Pengaruh Panas
Serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila
dipanaskan pada suhu 1200C selama 5 jam, tapi pada suhu yang lebih
tinggi dapat menyebabkan penurunan kekuatan. Serat kapas
0
kekuatannya hampir hilang bila dipanaskan pada suhu 240 C.
Sifat fisika
1. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih, biasanya sedikit cream.
2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa
dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekuatan serat kapas per
bundel rata-rata adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum
70.000 dan maksimum 116.000 pound per inci2. Kekuatan serat kapas
dalam keadaan basah makin tinggi.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantaranya serat-
serat selulosa alam, kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat-serat
alam hanya sutera dan wol yang mempunyai mulur lebih tinggi dari
kapas. Mulur serat kapas berkisar antara 4 – 13 % bergantung pada
jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.
4. Keliatan (toughnese)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu
benda untuk menerima kerja, dan merupakan sifat yang penitng untuk
serat-serat selulosa alam, keliatan serat kapas relatif tinggi tetapi
dibanding dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi, sutera dan
wol keliatannya rendah tinggi.
5. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan dapat didefinisikan sebagai daya tahan terdapat
perubahan bentuk, dan untuk tekstil biasanya dinyatakan sebagai
perbandingan antara kekuataan saat putus dengan mulur sAat putus.
Kekuatan dipengaruhi oleh berat molekul, kekuatan rantai selulosa,
derajat kristalinitas dan terutama derajat orientasi rantai selulosa.
6. Moisture regain
Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air
mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas
yang sangat kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah.
Moisture regain serat bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif
atmosfir sekelilingnya. Moisture regain serat kapas pada kondisi
standar berkisar antara 7 – 8,5 %.
7. Berat jenis (Density)
Berat jenis serat kapas 1,50 sampai 1,56.
Oksidasi
O2N N N N(CH2CH2OH
)2 Cl aktif / On
Merah
O2N N N N(CH2CH2OH
)2
Merah Kekuningan
Gambar 7. Sumikron Red SGG 200% (C.I. Dispersi Red 135)
2. Reduksi
Terkadang zat warna disperse dapat rusak oleh zat reduksi karena
faktor-faktor tertentu antara lain :
Larutan reduktor tercampur kedalam larutan celup.
Zat pembantu atau perata mempunyai daya reduksi yang tinggi.
CN R1
Reduksi
N=N N llemah
O2N H2
R2
Zw Disperse Azo
CN R1
H2N N= N (1)
N
R2
Gambar 8. ZW Disperse Azo setelah tereduksi
(Warna tampak lebih muda)
3. Hidrolisis
Penyebab kerusakan lain adalah hidrolisa akibat pH dan suhu yang
tinggi dalam larutan celup. Sebagai contoh adalah reaksi pada halaman
berikut:
NO2 R1
R2
H2O
O2N N=N N
Alkali
R3
Br NHCOCH
3
Zw Disperse Azo
NO2 R1
R2
O2N +
N=N N
CH3COOOH
R3
Br NH2
Keterangan:
R1, R2, R3 = gugus alifatik
Pada reaksi tersebut diatas proses hidrolisa lebih mudah menyerang
zat warna disperse azo yang mengandung NHCOCH3 dan –CN.
2.12. Zat Pendispersi
Zat pendispersi tergolong ke dalam zat aktif permukaan yang terdiri dari
gugus hidrofob (tak suka air) dan gugus hidrofil (suka air). Gugus hidrofil menarik
air dan gugus hidrofob terarah kepada zat warna. Degan demikian maka zat
pendispersi berfungsi sebagai koloid pelindung terhadap partikel zat warna yang
terlepas dari molekul zat warna. Selain itu dengan adanya zat pendispersi ini
akan mengurangi resiko terjadinya koagulasi zat warna yang akan menyebabkan
molekul zat warna menjadi lebih besar sehingga sukar masuk kedalam serat
(berdifusi) hanya menempel pada permukaan kain saja.
Adanya zat pendispersi menyebabakan tegangan antarmuka antara zat
warna dan cairan turun. Akibatnya sudut kontak antara partikel-partikel zat warna
mengecil, sehingga zat warna mudah dipisahkan dari molekulnya, dan kemudian
terdispersi oleh zat pendispersi.
Zat pendispersi mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan
untuk berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan atau
menaikan tegangan permukaan.
Sifat-sifat zat pendispersi dapat digolongkan menjadi :
a. Sifat Umum
1. Zat pendispersi sebagai larutan koloid
Larutan zat pendispersi merupakan larutan koloid. Molekul-molekulnya terdiri
dari gugus hidrofil dan hidrofob. Bagian yang hidrofil menghadap ke air,
sedangkan yang hidrofob menghadap ke zat warna. Pada konsentrasi tinggi
partikel koloid ini saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel dan ada
dalam kesetimbangan bolak balik dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi
larutan).
2. Adsorpsi
Karena sifatnya yang khas, maka zat pendispersi biasanya teradsorpsi pada
permukaan atau antarmuka. Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan
lebih kecil dari pelarut murni, maka zat terlarut akan terkonsentrasi pada
permukaan dan terjadi adsorpso positif. Sebaliknya adsorpsi negatif
menunjukan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam
rongga larutan dari pada di permukaan.
III. DIAGRAM ALIR PROSES
Pad larutan zw
dispersi WPU 60%
Thermofiksasi(200°C, 1')
Drying
(100°C, 2')
Pad pembejanaan
Oksidasi
Pencucian R/C
(80°C, 10')
Drying
4.2. Bahan
- Kain polister-kapas - NaHSO3
- Zw dispersi-bejana - NaOH flakes
- CH3COOH - NaOH 38 °Be
- Pendispersi - Soda ash
- Zat anti migrasi - Deterjen
- Zat anti sadah
V. RESEP
Vlot = 1 : 10
= 50 × 10 = 500
1
Deterjen = 1000 × 500 = 0,5 𝑔/𝑙
20
NaHSO3 = × 500 = 10 𝑔/𝑙
1000
1
NaOH flakes = × 500 = 0,5 𝑔/𝑙
1000
Air = 500 − (0,5 + 10 + 0,5)
= 489 ml
IX. VARIASI
Pada praktikum pencelupan kain T/C dengan zat warna Dispersi- Bejana
metode kontinyu sistem two bath two stage (2B2S) menggunakan variasi zat
antimigrasi, dengan variasi sebagai berikut:
1. Resep 1 : 0 g/l
2. Resep 2 : 5 g/l
3. Resep 3 : 10 g/l
4. Resep 4 : 15 g/l
X. HIPOTESIS
Sumber :
Sunarto. Jilid 2 Teknologi Pencelupan dan Pencapan. Departemen Dinas
Pendidikan. Jakarta: 2008
XIII. DISKUSI
Pada praktikum ini telah dilakukan proses pencelupan zat warna
dispersi-bejana pada kain T/C dengan memvariasikan zat anti migrasi sistem
kontinyu metoda 2B2S, dimana dalam proses pencelupannya menggunakan
dua larutan zat warna dan dua kali fiksasi zat warna pada satu kain yaitu kain
T/C. Tentu saja zat warna dispersi untuk mewarnai serat poliester dan zat
warna bejana untuk mewarnai serat selulosa. Namun, zat warna bejana
memiliki kemampuan dalam mewarnai serat poliester, sehingga jika hal itu
terjadi maka akan menimbulkan staining pada bagian poliester. Untuk
meminimalisasi hal itu terjadi maka perlu ditambahkan zat pembantu berupa
zat anti migrasi supaya dapat menghambat migrasi zat warna bejana kedalam
serat poliester.
Pada paktikum ini menggunakan variasi zat anti migrasi. Pada
umumnya penggunaan konsentrasi zat anti migrasi pada proses pencelupan
makin banyak akan menyebabkan kain makin belang, hal ini dikarenakan
diperlukannya viskositas yang rendah pada larutan celup agar lebih mudah
berpenetrasi saat proses padding dilakukan. Zat anti migrasi dalam larutan
padding berfungsi mencegah kecenderungan zat warna bermigrasi selama
proses pengeringan sebelum fiksasi, sehingga diperoleh hasil kain lebih rata
warnanya.
Pewarna yang sesuai dilapisi pada suhu 30-40°C dengan bahan zat
pembasah dan zat anti migrasi. Setelah pengeringan dan termofiksasi untuk
serat poliester pada suhu 200°C untuk meningkatkan difusi zat warna dispersi
ke dalam poliester, kain didinginkan di udara dan pewarna pada komponen
selulosa dikurangi dengan pelapisan dalam ditionit alkali. Karena suhu pada
tahap termofiksasi sangat tinggi, perlu diperhatikan dalam memastikan bahwa
kain sudah cukup dingin sebelum dilakukan proses selanjutnya. Setelah
dilakukan thermofiksasi kemudian disabunkan dengan pencucian R/C. Makin
tinggi suhu thermofiksasi yang digunakan maka makin besar derajat
pewarnaannya. Hasil yang memuaskan dapat dicapai dengan pewarna yang
memberikan tingkat menengah pewarnaan, pewarna dispersi digunakan untuk
memberi warna pada poliester.
Pewarnaan zat warna bejana dilapisi pada suhu 60 - 80°C dengan zat
pembantu yang telah ditetapkan dalam resep. Pada proses ini zat warna
bejana yang mewarnai serat selulosa dapat menodai serat poliester. Zat anti
migrasi sangat berpengaruh besar dalam proses ini, dikarenakan zat anti
migrasi dapat menghambat bermigrasinya zat warna bejana pada serat
poliester. Jika tidak diberi zat anti migrasi maka akan menyebabkan staining
atau penodaan warna pada kain poliester yang menyebabkan hasil
pencelupan warna yang tidak bagus.
Zat anti migrasi merupakan suatu pengental yang dapat meningkatkan
viskositas larutan celup, merekatkan sementara zat warna pada permukaan
bahan, sekaligus membantu zat warna berdifusi ke dalam serat secara merata.
Oleh karena itu, makin banyak konsentrasi zat anti migrasi yang digunakan
maka akan makin belang kain yang dihasilkan karena akan mengganggu
proses pencelupan dimana proses celup yang berlangsung sangat singkat.
Sehingga akan mempersulit penetrasi zat warna ke dalam serat saat proses
padding berlangsung.
Pada proses pencelupan menggunakan variasi konsentrasi zat anti
migrasi tidak terlalu mempengaruhi ketuaan warna yang dihasilkan karena
ketuaan warna yang dihasilkan relatif sama yang telah diuji secara visual oleh
mata manusia. Tetapi zat anti migrasi sangat berpengaruh terhadap kerataan
warna kain, karena masik banyak zat anti migrasi yang digunakan maka akan
makin sulit zat warna dalam bermigrasi ke dalam serat maka akan menghailkan
kain yang belang. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi zat anti migrasi yang
secukupnya sesuai dengan resep ke 2 yang menghasilkan nilai ketuaan dan
kerataan warna paling optimum yaitu menggunakan zat anti migrasi sebanyak
5 g/l.
XIV. KESIMPULAN
untuk nilai K/S yang diperoleh sebesar 2,2397. Menunjukkan nilai yang cukup
besar, maka warna yang dihasilkanpun warna tua.
DAFTAR PUSTAKA
1) M. Ichwan, Rr Wiwiek. 2013. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2.
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2) Soeprijono, P. 1973. Serat - Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil.
3) Budiman, Iqbal S. 2017. Dispersi Reaktif Kontinyu.
4) Khanifarifin. 2011. Zat Warna reaktif.
5) Ir. Rasyid Djufri, M.Sc. dkk, “Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan”, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973
6) Shore, J. (1998). Blends Dyeing. In J. Shore, Blends Dyeing (pp. 194).
Manchester: Society of Dyers and Colourists.