Anda di halaman 1dari 31

PENGARUH KONSENTRASI ZAT ANTI MIGRASI TERHADAP

KETUAAN DAN KERATAAN WARNA DAN HASIL K/S dan L*a*b


PENCELUPAN KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI
BEJANA METODE KONTINYU TWO BATH TWO STAGE (2B2S)

PROGRESS REPORT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan 3


yang diampu oleh:

Dosen
Elly Koesneliawaty, S.Teks.,M.Pd
Asisten Dosen
Witri Aini Salis., S.ST., M.Tr.
Fauzi J

Group
3K2

1. Elin Liamita Malau (18020029)


2. Elis Fuji Astuti (18020030)
3. Elisa Rahmawati (18020031)
4. Elok Septiana Atnes R (18020032)

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2021
I. PENDAHULUAN
I.1. Maksud
Melakukan proses pencelupan kain T/C menggunakan zat warna dispersi
bejana dengan memvariasikan zat antimigrasi.
I.2. Tujuan
Mendapatkan nilai atau titik optimum hasil pencelupan kain T/C menggunakan
zat warma dispersi bejana dengan berdasarkan evaluasi nilai K/S dengan
menggunakan metode kontinyu two bath two stage (2B2S).

II. TEORI DASAR

2.1. Kain Campuran Poliester – Kapas


2.3.1. Tujuan Pencampuran
Tujuan utama dari pencampuran serat poliester dan kapas adalah untuk
mendapatkan kain yang mutunya lebih baik dibandingkan dengan kain yang
terbuat dari masing – masing seratnya. Faktor yang merupakan suatu
keuntungan dalam pencampuran antar serat poliester dan kapas adalah sifat
buruk dari poliester merupakan sifat yang baik dari serat kapas, begitu pula
sebaliknya. Sehingga dari pencampuran kedua jenis serat ini, sifat – sifat yang
kurang dari salah satu jenis serat dapat diimbangi dengan sifat – sifat yang
baik dari serat lain. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1. Sifat-sifat kain poliester - kapas


Sifat – sifat Poliester Kapas
Sifat mekanik A B–A
Kemampuan menyerap air C B–A
Kemampuan untuk dicelup C A
Sifat estetika A B
Abrasi basah B B
Abrasi kering B C–B
Tahan kusut A C
Daya menahan lipatan A C
Tahan listrik statis C A
Tahan piling C A
Keterangan :
A = Baik B = Sedang C = Buruk
Dari tabel tersebut terlihat bahwa masing – masing serat tidak
memiliki semua sifat yang sempurna untuk bahan tekstil. Meskipun telah
diupayakan suatu perubahan fisik pada serat tersebut, namun sifat kimia
masing – masing serat tidak berubah sehingga karakteristik pencelupannya
bergantung pada masing – masing serat.

2.3.2. Sifat – Sifat Bahan Campuran Poliester – Kapas


Bahan – bahan yang terbuat dari serat poliester merupakan bahan yang
memiliki sifat – sifat yang baik seperti kekuatan tinggi, daya tahan abrasi yang
baik, sifat cuci pakai yang baik, dan lipatan yang lama.Sifat – sifat yang baik
dari serat poliester tersebut akan lebih baik lagi jika dicampur dengan serat
selulosa pada kondisi tertentu. Serat selulosa yang dicampur dengan serat
poliester ini akanmemberikan bahan campuran dengan sifat yang baik,
diantaranya : Rasa yang nyaman dalam pemakaian.

2.3.3. Daya Elektrostatik


Bahan yang terdiri dari 100 % serat poliester dapat menimbulkan daya
elektrostatik. Daya ini menyebabkan bahan melekat pada tubuh, sehingga
memberikan rasa yang kurang nyaman pada pemakai. Dalam pencampuran
serat poliester dan kapas, jumlah serat sampai 35 % dari campurannya, dapat
menghilangkan daya elektrostatik dari serat poliester sampai tingkat minimal.

2.3.4. Kekuatan Tarik


Jumlah yang kecil dari serat poliester dalam pencampurannya tidak akan
memberikan perbaikan pada kekuatan tarik kapas dan bahkan akan
melemahkan bahan tersebut. Untuk mendapatkan kain campuran serat
poliester dan kapas dengan kekuatan baik, paling sedikit dibutuhkan 60 %
serat poliester dalam larutan.

2.3.5. Daya Tahan Abrasi


Daya tahan abrasi merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan keawetan. Bahan yang terdiri dari 100 % serat poliester memiliki
daya tahan abrasi yang baik sekali. Jumlah 30 – 40 % serat kapas dalam
campuran masih memberikan daya tahan abrasi yang cukup baik.

2.3.6. Daya Tahan Kusut


Jumlah serat kapas tidak melebihi 35 % dalam kain campuran poliester
– kapas, masih memberikan daya tahan kusut yang baik.
2.2. Pencelupan Serat T/C
Pencelupan bahan tekstil yang terbuat dari serat campuran merupakan
suatu pekerjaan yang sangat rumit. Hal ini disebabkan oleh sifat fisika dan
kimia dari masing-masing zat serat yang berbeda satu dengan lainnya
sehingga pemilihan zat warna yang akan dipergunakan dan cara
pencelupannya harus diperhatikan.
Beberapa efek warna yang dapat diperoleh adalah :
1. Efek ”Solid Colour”, dimana kedua macam serat di dalam campuran
tersebut dicelup dengan corak warna dan tingkat ketuaan warna yang
sama misalnya merah, kuning atau biru pada tingkat ketuaan warna yang
sama.
2. Efek ”Reservation”, dimana salah satu serat di dalam campuran tersebut
sama sekali tidak diwarnai sehngga timbul bintik-bintik putih misalnya
warna biru dengan bintik-bintik bupih.
3. Efek ”Tone in Tone”, di mana salah satu serat dalam campuran tersebut
tercelup lebih tua dari yang lainnya, misalnya biru tua dan biru muda.
4. Efek ”Cross Dyeing”, di mana kedua serat di dalam campuran tersebut
dicelup dengan corak warna yang berbeda, misalnya biru dan merah.
Efek warna yang dihasilkan dapat diatur sesuai dengan keinginan.

2.3. Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis,
yang kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna
tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang
bersifat hidrofob.
Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung
gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi
untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata
didalam larutan, yang disebut zat pendispersi.
Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik jika
memakai zat pengemban atau dengan temperatur tekanan tinggi. Zat warna
dispersi mula-mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat
diperoleh dalam bentuk bubuk.
Contoh struktur zat warna disperse:
NC

C2H5
O2 N N N N
C2H5

CI. DIsperse Red 71


Gambar 1. CI. Disperse Red 71

2.3.1. Sifat - Sifat Umum Zat Warna Dispersi


a. Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam
struktur molekul.
b. Pada umumnya zat warna dispersi berasal dari turunan azo,
antrakwinon/nitro akril amina dengan berat molekul rendah.
c. Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel
antara 0,5-2 mikron
d. Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH

2.3.2. Sifat – Sifat Kimia Zat Warna Dispersi


Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus
ionik sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik).
Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionik (zat warna.dispersi)
yang praktis tidak larut dalam air.
Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di
gunakan dalam bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi
0,5 mikron di sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini
mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat polyester yang juga
bersifat hidrofobik.
Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam
keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi
dapat di buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.
Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan
persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut:
 Azo (N=N) : 55%
 Diazo (N=N-N=N) : 10%
 Antrakwinon : 20%
 Lain – lain : 15%

Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna jenis ini umumnya
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Daya pewarnaan yang tinggi
b. Pemakaian ekonomis
c. Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit
tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d. Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e. Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan
antrakwinon

Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya
mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya
sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna tua.
Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini
terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat
warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna
azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan
sifat yang baik.

NH2 O OH

OH O NH2

Gambar 2. Zat warna disperse jenis antrakuinon

Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat – sifat
sebagai berikut:
a. Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b. Relatif lebih mahal.
c. Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d. Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e. Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f. Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g. Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi
2.3.3. Sifat – Sifat Fisika Zat Warna Disperse
Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi
dapat mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna
dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus
fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor)
Hidrogen. Gugus fungsional tersebut membentuk ikatan hidrogen dengan
gugus karbonol atau gugus asentil dari serat polyester. Adanya gugus aromatik
OH dan alifatik NH2 dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna
sedikit larut dalam air.
Zat warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat
rendah akan tetapi dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat
meningkat dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting
dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengarungi
oleh :
a. Kecepatan penyerapan zat warna
b. Banyak / sedikitnya penyerapan
c. Migrasi
d. Penodaan pada serat campuran.
Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel – partikel kecil tidak mungkin
berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi
(Dispersing Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling
zat warna sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga
dapat membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di
pengaruhui oleh:
a. Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu
lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b. Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c. Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah
dibersihkan dan ada yang relatip sulit .
d. Distribusi partikel ukuran zat warna
2.3.4. Klasifikasi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya secara
umum di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :
a. Golongan satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai
sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang
rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida,
serat di/tri asetat, dapat juga di gunakan untuk serat poliester yang dibantu
dengan zat pengemban pada temperature 150oC.
b. Golongan Kedua (B)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil
dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga
sangat baik untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada
temperatur tinggi. Pada proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai
warna – warna muda, dengan temperatur yang lebih rendah.
c. Golongan Ketiga (C)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat
sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa di gunakan
untuk pencelupan zat pengemban. Temperatur tinggi atau proses termosol
dengan hasil yang baik.
d. Golongan Keempat (D)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat
sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat
sublimasinya yang paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk pencelupan
dengan zat pengemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol/
temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna dispersi
memegang peranan penting, terhadap sifat pencelupan.

2.4. Poliester
Poliester sering digunakan sebagai blends bersama dengan kapas atau
rayon, hal ini dimaksudkan untuk menggabungkan sifat-sifat yang dimiliki oleh
kedua serat tersebut sehingga didapatkan serat campuran yang memiliki sifat-
sifat yang lebih baik seperti yang dikehendaki. Contohnya serat kapas yang
memiliki sifat regain yang baik tetapi memiliki sifat kekusutan dibuat serat
campuran dengan menggunakan polyester yang memiliki sifat crease recovery
(tahan kusut) namun sifat regainnya buruk. Dengan membuat serat campuran
dari kedua bahan tersebut, maka akan didapatkan serat campuran yang
memiliki sifat tahan kusut dan regain yang lebih baik.
Pada penggunaannya di zaman sekarang, polyester banyak
digunakan untuk tekstil industri selain digunakan untuk tekstil sandang, karena
banyak sekali keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh serat polyester seperti
kekuatannya yang besar, dan lain-lain.
Poliester dibuat dari reaksi antara senyawa asam tereftalat dengan etilena
glikol. Berikut ini skema pembuatan serat tersebut :

Gambar 3. Struktur Serat Polyester

Etilena yang berasal dari penguraian minyak tanah dioksidasi dengan


udara, menjadi etilena oksida yang kemudian dihidrasi menjadi etilena glikol.
Asam tereftalat dibuat dari para-xilena yang harus bebas dari isomer meta dan
orto, p-xilena merupakan bagian dari destilasi minyak tanah dan tidak dapat
dapat dipisahkan dari isomer meta dan orto dengan cara destilasi. Oksidasi
dengan asam nitrat pada suhu 220 0C ddan tekanan 30 atmosfer merubah p-
xilena menjadi asam tereftalat. Asam tereftalat atau esternya dan etilena glikol
dipolimerisasikan dalam hampa udara dan suhu tinggi. Polimer disemprotkan
dalam bentuk pita dan kemudian dipotong-potong menjadi sserpih-serpih dan
dikeringkan.
Pemintalan dilakukan dengan cara pemintalan leleh. Filamen yang terjadi
ditarik dalam keadaan panas sampai lima kali panjang semula, kecuali filamen
yang kasar ditarik dalam keadaan dingin. Bentuk penampang melintang serat
polyester umumnya bulat, tetapi banyak yang sudah mengalami modifikasi
sehingga penampang melintangnya berbentuk gerigi atau trilobal dimana
keduanya memiliki kilau yang lebih baik dibandingkan serat polyester yang
penampang melintangnya bulat.

2.5. Sifat Fisika


 Kekuatan & Mulur
Terylene mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,5 gram/denier dan 25 %
sampai 7,5 gram/denier dan 7,5 % bergantung pada jenisnya, sedangkan
dacron mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,0 gram/denier dan 40 % sampai
6,9 gram/denier.
 Elastisitas
Polyester mempunyai elastisitas yang baik, sehingga kain polyester tahan
kusut. Jika benang polyester ditarik dan kemudian dilepaskan pemulihan yang
terjadi dalam satu menit adalah penarikan 2 % pulih 97 %, penarikan 4 %
pulih 90 %, penarikan 8 % pulih 80 %.
 Moisture Regain
Dalam kondisi standar moisture regain polyester hanya 0,4 %, dalam RH.
moisture regainnya hanya o,6-0,8 %.
 Berat Jenis
Berat jenis polyester adalah 1,38.

2.6. Sifat Kimia


Serat polyester tahan terhadap asam lemah meskipun pada suhu didih
dan tahan asam kuat dingin. Selain itu polyester tahan terhadap basa lemah
tetapi kurang tahan terhadap basa kuat. Polyester tahan terhadap zat oksidasi,
alkohol, keton, sabun, dan zat-zat pencucian kering.
Serat polyester mempunyai kritalinitas yang tinggi, bersifat hidrofob dan
tidak mengandung gugus-gugus yang aktif sehingga sukar untuk dicelup. Oleh
karena itu polyester hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi pada suhu
tinggi. Sedangkan pada suhu mendidih untuk pencelupannya diperlukan zat
peggelembung atau dengan beberapa senyawa naftol yang dikoplingkan
dengan zat warna dispersi yang diazotasikan

2.7. Pencelupan Poliester


Serat poliester mempunyai kristalinitas yang tinggi dan bersifat hidrofob, hal
ini menyababkan serat poliester sukar untuk dicelup. Serat poliester memppunyai
struktur yang kompak dan tidak mempunyai gugus kimia yang aktif dan tidak
dapat berikatan dengan anion atau kation zat warna.
Kesulitan ini dapat diatasi dengan adanya zat warna dispersi. Zat warna
dispersi mencelup serat tidak dalam fase larutan tetapi dalam fase dispersi. Zat
warna dispersi mempunyai afinitas terhadap serat poliester karena keduanya
bersifat hidrofob.
Sistem pencelupan poliester dengan zat warna dispersi dapat dilakukan
dengan menggunakan 3 cara, yaitu:
1. Sistem pencelupan dengan bantuan zat pengemban
Pencelupan dilakukan dengan pada suhu 85 - 1000C dalam suasana
asam (pH 4,5 - 5,5) menggunakan zat pengemban. Dalam proses pencelupan
zat pengemban berdifusi ke dalam serat menyebabkan serat mengembang
sehingga diameter serat membesar sehingga mengakibatkan molekul zat
warna dispersi dapat masuk ke dalam serat.
2. Sistem pencelupan suhu dan tekanan tinggi
Pada pencelupan suhu tinggi selalu disertai tekanan tinggi. Tekanan
selain berfungsi menaikan ssuhu larutan celup juga berfungsi membantu
penyerapan zat warna ke dalam serat. Pencelupan dilakukan dalam mesin
tertutup tanpa zat pengemban.
3. Sistem pencelupan termosol
Urutan proses pencelupan sistem termosol adalah sebagai berikut:
- penyerapan zat warna ke permukaan serat
- pengeringan pendahuluan pada suhu 1350C
- termofiksasi pada suhu 180 - 2200C
- pencucian kontinyu yang meliputi pencucian reduksi dan penyabunan
untuk menghilangkan zat pembantu dan zat warna pada permukan serat.
2.8. Ikatan Antara Zat Warna Dispersi dan Serat Poliester
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan
serat poliester ada 2 macam yaitu:
a. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang mellibatkan ikatan
hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat warna
dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zzat
warna dispersi dan serat poliester bersifat non polar. Hanya sebagian zat
warna dispersi yang mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu
zat warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti -OH atau -NH2.
Reaksi yang terjadi antara zat warna dispersi dengan serat poliester adalah
sebagai berikut :
H
O2N N N N
H
CI. Disperse Orange
Ik. Hidrogen

O O
H O C C O n OH
H2 H2

Serat Poliester

Gambar 4. Ikatan hidrogen pada ZW dispersi dan serat poliester


b. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan bersifat
non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar.
Non polar ini disebut ikatan hidrofobik. Gaya yang berperan dalam
terbentuknya ikatan hidrofobik antara serat poliester dan zat warna dispersi
adalah gaya dispersi london yang termasuk ke dalam gaya Van Der Waals (
gaya fisika ). Ikatan dari gaya Van Der Waals sesungguhnya terdiri dari dua
komponen yaitu ikatan dipol dan gaya dispersi london. Akan tetapi sifat zat
warna dispersi cenderung non polar, sehingga gaya yang berperan dalam
terbentuknya ikatan antara zat warna dispersi dan serat poliester adalah gaya
dispersi London.

2.9. Zat Warna Bejana


Dibanding zat warna lain, zat warna bejana relative lebih tahan terhadap zat
kimia seperti oksidator dan reduktor. Zat warna ini juga tidak larut dalam air
sehingga ketahanan luntur terhadap pencuciannya tinggi. Namun karena harganya
relative mahal maka zat warna bejana hanya digunakan untuk pencelupan dan
pencapan serat selulosa kualitas baik.

Berdasarkan strukturnya zat warna bejana dapat digolongkan menjadi 2 (dua)


jenis yaitu jenis antrakuinon dan indigo, contoh:
O
O H
N
H
N O
N
O N
H
H O

CI Vat Blue 1
O
CI Vat Blue 4 Jenis Zat Warna bejana jenis antrakuinon dan indigo

Berdasarkan cara dan sifat pemakaiannya, zat warna bejana dapat


digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu jenis IK, IW, IN dan INsp, perbedaan keempat
jenis zat warna tersebut adalah sebagai berikut :

Table 1. Sifat umum zat warna bejana


Ukuran Kebutuhan
Kebutuhan
relative Substantifitas Ketahanan penambahan
Kerataan penambahan
Jenis struktur garam luntur warna N2S2O4 dan
hasil celup NaCl pada
molekul leuconya hasil celup NaOH pada
larutan celup
zat warna larutan celup
Lebih
IK Kecil Kecil mudah Sedang Sedikit Banyak
rata
mudah
IW Sedang Sedang Cukup Sedang Sedang
rata
Agak agak sukar
IN Agak Besar Baik Banyak Sedikit
Besar rata
Lebih
INsp Lebih Besar Sukar rata Sangat Baik Lebih Banyak Nol
Besar

Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, pada saat ini zat warna yang
banyak dipakai adalah zat warna bejana jenis IN dan INSP yang tahan lunturnya
sangat baik. Namun kelemahan kedua zat warna tersebut adalah dalam proses
pencelupannya sukar rata, sehingga perlu ada usaha sedemikian rupa agar hasil
celupnya rata. Kiat-kiat yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya hasil celup
yang kurang rata adalah:
a. Mencegah terjadinya premature oksidasi selama proses pencelupan
berlangsung dengan menambahkan lagi Na2S2O4 dan NaOH pada larutan
celup, menambahkan zat anti oksidasi seperti glukosa dan CMC pada larutan
celup.
b. Mengurangi pemakaian elektrolit
c. Memperlambat laju kenaikan suhu pencelupan
d. Menambahkan perata (berupa retarder atau pendispersi nonionik) pada larutan
celup
e. Menggunakan skema pencelupan cara semi pigmentasi atau Full pigmentasi

Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3 hal pokok, yaitu:
a. Pembejanaan (proses pelarutan zat warna menjadi leuko)
Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan alkali kuat
natrium hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
-
O OH O Na +
Reduksi
Na2S2O4
Hn
R R R
O OH ONa
Zw Bejana Asam Leuko Garam Leuko

Proses Pembuatan garam leuco

b. Pencelupan dengan senyawa leuko


Bentuk senyawa ini mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga dapat
mencelupnya.
c. Pembangkitan (oksidasi)
Leuko yang telah terserap diubah kembali ke bentuk semula, sehingga tidak larut
dan tidak dapat keluar karena ukuran molekulnya lebih besar daripada pori
serat.

2.10. Kapas
Serat kapas tumbuh dipengaruhi oleh faktor – faktor alamiah, sehingga
sifat – sifat serat ini bervarias tergantung dari tempatnya tumbuh. Kelebihan
serat kapas tersebut antara lain nyaman dipakai, daya serapnya cukup tinggi
dan kekuatan basah serat lebih tinggi dari kekuatan keringnya.

2.10.1. Sifat kimia dan fisika serat kapas


Sifat kimia
1) Pengaruh Asam
Selulosa tahan terhadap asam lemah akan tetapi terhadap
asam kuat akan menyebabkan kerusakan. Asam kuat akan
menghidrolisa selulosa yang mengambil tempat pada jembatan
oksigen penghubung, sehingga terjadi pemutusan rantai molekul
selulosa (hidroselulosa). Rantai molekul selulosa menjadi lebih pendek
dan menyebabkan penurunan kekuatan tarik selulosa.

2) Pengaruh Alkali dan Oksidator


Oksidator dapat menyerang cincin glukosa dari serat kapas
yang kemudian dikenal dengan nama oksiselulosa. Pada gambar
dibawah ini dapat dilihat bagian – bagian yang dapat diserang oleh
oksidator :

Gambar 5. Bagian dari Molekul Selulosa yang Dapat Diserang Oleh Oksidator

Oksiselulosa memberikan ciri bahwa terjadi kerusakan dimana


terjadi pengurangan derajat polimerisasi. Hal ini diakibatkan oleh
setelah terjadi oksidasi terhadap ring glukosa maka serat akan lebih
mudah rusak karena adanya sisa alkali didalam serat. Gambar 1.6
memperlihatkan pemutusan cincin glukosa karena oksidasi dan dibantu
dengan adanya alkali.

Gambar 6. Reaksi Oksidasi dalam Suasana Alkali

Pengaruh alkali yang lainnya adalah menggelembungkan serat


kapas. Penggelembungan tersebut meningkatkan friksi antar serat
sehingga gesekan antar serat pun akan meningkat yang
mengakibatkan naiknya kekuatan tarik. Sedangkan jika friksi antar
serat pada benang rendah maka kekuatan menurun dan memengaruhi
proses berikutnya.

3) Pengaruh Reduktor
Serat kapas biasanya aman dikerjakan dengan zat pereduksi
dalam kondisi normal, tetapi akan berwarna kekuning-kuningan dan
berkurang kekuatannya dalam larutan stano-klorida dengan
konsentrasi dan suhu tinggi.

4) Pengaruh Panas
Serat kapas tidak memperlihatkan perubahan kekuatan bila
dipanaskan pada suhu 1200C selama 5 jam, tapi pada suhu yang lebih
tinggi dapat menyebabkan penurunan kekuatan. Serat kapas
0
kekuatannya hampir hilang bila dipanaskan pada suhu 240 C.

Sifat fisika
1. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih, biasanya sedikit cream.
2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa
dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekuatan serat kapas per
bundel rata-rata adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum
70.000 dan maksimum 116.000 pound per inci2. Kekuatan serat kapas
dalam keadaan basah makin tinggi.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantaranya serat-
serat selulosa alam, kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat-serat
alam hanya sutera dan wol yang mempunyai mulur lebih tinggi dari
kapas. Mulur serat kapas berkisar antara 4 – 13 % bergantung pada
jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.
4. Keliatan (toughnese)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu
benda untuk menerima kerja, dan merupakan sifat yang penitng untuk
serat-serat selulosa alam, keliatan serat kapas relatif tinggi tetapi
dibanding dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi, sutera dan
wol keliatannya rendah tinggi.
5. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan dapat didefinisikan sebagai daya tahan terdapat
perubahan bentuk, dan untuk tekstil biasanya dinyatakan sebagai
perbandingan antara kekuataan saat putus dengan mulur sAat putus.
Kekuatan dipengaruhi oleh berat molekul, kekuatan rantai selulosa,
derajat kristalinitas dan terutama derajat orientasi rantai selulosa.
6. Moisture regain
Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air
mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas
yang sangat kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah.
Moisture regain serat bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif
atmosfir sekelilingnya. Moisture regain serat kapas pada kondisi
standar berkisar antara 7 – 8,5 %.
7. Berat jenis (Density)
Berat jenis serat kapas 1,50 sampai 1,56.

2.11. Mekanisme Kerusakan Zat Warna Disperse


Kerusakan reaksi secara kimia diantaranya yaitu : Oksidasi,
Reduksi, dan Hidrolisa.
1. Oksidasi
Reaksi oksidasi dapat terjadi didalam larutan celup yang banyak
mengandung klor atau On. sebagai contoh dapat dilihat sebagai berikut :

Oksidasi
O2N N N N(CH2CH2OH
)2 Cl aktif / On

Merah

O2N N N N(CH2CH2OH
)2

Merah Kekuningan
Gambar 7. Sumikron Red SGG 200% (C.I. Dispersi Red 135)

2. Reduksi
Terkadang zat warna disperse dapat rusak oleh zat reduksi karena
faktor-faktor tertentu antara lain :
 Larutan reduktor tercampur kedalam larutan celup.
 Zat pembantu atau perata mempunyai daya reduksi yang tinggi.

Dibawah ini beberapa contoh reaksi reduksi :

CN R1
Reduksi
N=N N llemah
O2N H2
R2
Zw Disperse Azo
CN R1

H2N N= N (1)
N
R2
Gambar 8. ZW Disperse Azo setelah tereduksi
(Warna tampak lebih muda)

Dimana : R1, R2 = gugus alifatik

Reaksi pertama dapat menyebabkan warna berubah menjadi kekuning-


kuningan dan kecerahan menjadi turun sedangkan reaksi kedua akan
menyebabkan warna menjadi hilang.

3. Hidrolisis
Penyebab kerusakan lain adalah hidrolisa akibat pH dan suhu yang
tinggi dalam larutan celup. Sebagai contoh adalah reaksi pada halaman
berikut:

NO2 R1
R2
H2O
O2N N=N N
Alkali
R3
Br NHCOCH
3
Zw Disperse Azo

NO2 R1
R2

O2N +
N=N N
CH3COOOH
R3

Br NH2

Gambar 9. ZW Disperse Azo Setelah Proses Hidrolisa


(warna tampak lebih muda)

Keterangan:
R1, R2, R3 = gugus alifatik
Pada reaksi tersebut diatas proses hidrolisa lebih mudah menyerang
zat warna disperse azo yang mengandung NHCOCH3 dan –CN.
2.12. Zat Pendispersi
Zat pendispersi tergolong ke dalam zat aktif permukaan yang terdiri dari
gugus hidrofob (tak suka air) dan gugus hidrofil (suka air). Gugus hidrofil menarik
air dan gugus hidrofob terarah kepada zat warna. Degan demikian maka zat
pendispersi berfungsi sebagai koloid pelindung terhadap partikel zat warna yang
terlepas dari molekul zat warna. Selain itu dengan adanya zat pendispersi ini
akan mengurangi resiko terjadinya koagulasi zat warna yang akan menyebabkan
molekul zat warna menjadi lebih besar sehingga sukar masuk kedalam serat
(berdifusi) hanya menempel pada permukaan kain saja.
Adanya zat pendispersi menyebabakan tegangan antarmuka antara zat
warna dan cairan turun. Akibatnya sudut kontak antara partikel-partikel zat warna
mengecil, sehingga zat warna mudah dipisahkan dari molekulnya, dan kemudian
terdispersi oleh zat pendispersi.
Zat pendispersi mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai kecenderungan
untuk berpusat pada antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan atau
menaikan tegangan permukaan.
Sifat-sifat zat pendispersi dapat digolongkan menjadi :
a. Sifat Umum
1. Zat pendispersi sebagai larutan koloid
Larutan zat pendispersi merupakan larutan koloid. Molekul-molekulnya terdiri
dari gugus hidrofil dan hidrofob. Bagian yang hidrofil menghadap ke air,
sedangkan yang hidrofob menghadap ke zat warna. Pada konsentrasi tinggi
partikel koloid ini saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel dan ada
dalam kesetimbangan bolak balik dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi
larutan).

2. Adsorpsi
Karena sifatnya yang khas, maka zat pendispersi biasanya teradsorpsi pada
permukaan atau antarmuka. Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan
lebih kecil dari pelarut murni, maka zat terlarut akan terkonsentrasi pada
permukaan dan terjadi adsorpso positif. Sebaliknya adsorpsi negatif
menunjukan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam
rongga larutan dari pada di permukaan.
III. DIAGRAM ALIR PROSES

persipan alat, bahan, dan


larutan celup

Pad larutan zw
dispersi WPU 60%

Drying (100°C, 2')

Thermofiksasi(200°C, 1')

Pencucian R/C ( 80°C, 10


menit)

Pad larutan zw bejana WPU 80%

Drying
(100°C, 2')

Pad pembejanaan

Steaming (104°C, 10')

Oksidasi

Pencucian R/C
(80°C, 10')

Drying

Evaluasi K/S dan nilai L, a* dan b*


IV. ALAT dan BAHAN
4.1. Alat
- Gelas kimia 500 ml - Neraca digital
- Gelas kimia 100 ml - Mesin Padder
- Gelas ukur 100 ml - Mesin Stenter
- Pipet ukur 10 ml - Mesin Thermofiksasi
- Pengaduk kaca - Mesin Steam

4.2. Bahan
- Kain polister-kapas - NaHSO3
- Zw dispersi-bejana - NaOH flakes
- CH3COOH - NaOH 38 °Be
- Pendispersi - Soda ash
- Zat anti migrasi - Deterjen
- Zat anti sadah

V. RESEP

Resep Pencelupan Standar Bak 1


Resep 1 2 3 4
Jumlah larutan
300
(ml/l)
Zat warna dispersi
20 20 20 20
(g/l)
Pendispersi (g/l) 2 2 2 2
Asam asetat 35%
0,5 0,5 0,5 0,5
(ml/l)
Zat anti migrasi
0,5 0,5 0,5 0,5
(g/l)
Zat anti sadah
0 5 10 15
(g/l)
WPU 60 %
Drying 100°C, 2 menit
Thermofix 200°C, 1 menit

Resep Cuci Reduksi Standar


Deterjen
1
(g/l)
NaHSO3
20
(g/l)
NaOH
1
flakes (g/l)
Vlot 1 : 10
Suhu,
100°C, 10 menit
Waktu

Resep Pencelupan Standar Bak 2


Resep 1 2 3 4
Jumlah larutan
400
(ml/l)
Zat warna bejana
20 20 20 20
(g/l)
NaOH 38 °Be 2 2 2 2
Hidrosulfit (ml/l) 5 5 5 5
Zat anti migrasi
0 5 10 15
(g/l)
Zat anti sadah
1 1 1 1
(g/l)
WPU 80 %
Drying 100°C, 2 menit
Steaming 104°C, 10 menit

Resep Cuci Reduksi Standar


Deterjen
1
(g/l)
Soda ash
20
(g/l)
Vlot 1 : 10
Suhu,
80°C, 10 menit
Waktu

VI. PERHITUNGAN RESEP


Berat bahan = 50 gram
4.1. Pencelupan standar Bak 1
Resep 1
20
Zw dispersi = × 400 = 8 𝑔/𝑙
1000
2
Zat pendispersi = 1000
× 400 = 0,8 𝑔/𝑙
0,5
Asam asetat 35% = 1000
× 400 = 0,2 𝑔/𝑙
0
Zat anti migrasi = 1000 × 400 = 0 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = 1000 × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
Air = 400 − (8 + 0,8 + 0,2 + 0 + 0,4)
= 390,6 ml
Resep 2
20
Zw dispersi = 1000 × 400 = 8 𝑔/𝑙
2
Zat pendispersi = 1000 × 400 = 0,8 𝑔/𝑙
0,5
Asam asetat 35% = 1000 × 400 = 0,2 𝑔/𝑙
5
Zat anti migrasi = 1000 × 400 = 2 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = 1000 × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
Air = 400 − (8 + 0,8 + 0,2 + 2 + 0,4)
= 388,6 ml
Resep 3
20
Zw dispersi = 1000 × 400 = 8 𝑔/𝑙
2
Zat pendispersi = × 400 = 0,8 𝑔/𝑙
1000
0,5
Asam asetat 35% = 1000
× 400 = 0,2 𝑔/𝑙
10
Zat anti migrasi = 1000
× 400 = 4 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
1000
Air = 400 − (8 + 0,8 + 0,2 + 4 + 0,4)
= 386,6 ml
Resep 4
20
Zw dispersi = × 400 = 8 𝑔/𝑙
1000
2
Zat pendispersi = 1000
× 400 = 0,8 𝑔/𝑙
0,5
Asam asetat 35% = 1000
× 400 = 0,2 𝑔/𝑙
15
Zat anti migrasi = 1000
× 400 = 6 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
1000
Air = 400 − (8 + 0,8 + 0,2 + 6 + 0,4)
= 384,6 ml

4.2. Resep Cuci Reduksi (R/C) Standar

Vlot = 1 : 10
= 50 × 10 = 500
1
Deterjen = 1000 × 500 = 0,5 𝑔/𝑙
20
NaHSO3 = × 500 = 10 𝑔/𝑙
1000
1
NaOH flakes = × 500 = 0,5 𝑔/𝑙
1000
Air = 500 − (0,5 + 10 + 0,5)
= 489 ml

4.3. Resep Pencelupan Standar Bak 2


Resep 1
20
Zw bejana = × 400 = 8 𝑔/𝑙
1000
2
NaOH 38°Be = 1000 × 400 = 0,8 𝑔/𝑙
5
Hidrosulfit = × 400 = 2 𝑔/𝑙
1000
0
Zat anti migrasi = 1000
× 400 = 0 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
1000
Air = 400 − (8 + 0,8 + 2 + 0 + 0,4)
= 388,8 ml
Resep 2
20
Zw bejana = 1000 × 400 = 8 𝑔/𝑙
2
NaOH 38°Be = 1000 × 400 = 0,8 𝑔/𝑙
5
Hidrosulfit = 1000 × 400 = 2 𝑔/𝑙
5
Zat anti migrasi = × 400 = 2 𝑚𝑙/𝑙
1000
1
Zat anti sadah = × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
1000
Air = 400 − (8 + 0,8 + 2 + 2 + 0,4)
= 386,8 ml
Resep 3
20
Zw bejana = 1000 × 400 = 8 𝑔/𝑙
2
NaOH 38°Be = × 400 = 0,8 𝑔/𝑙
1000
5
Hidrosulfit = 1000
× 400 = 2 𝑔/𝑙
10
Zat anti migrasi = 1000
× 400 = 4 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
1000
Air = 400 − (8 + 0,8 + 2 + 4 + 0,4)
= 384,8 ml
Resep 4
20
Zw bejana = × 400 = 8 𝑔/𝑙
1000
2
NaOH 38°Be = 1000 × 400 = 0,8 𝑔/𝑙
5
Hidrosulfit = 1000 × 400 = 2 𝑔/𝑙
15
Zat anti migrasi = 1000 × 400 = 6 𝑚𝑙/𝑙
1
Zat anti sadah = 1000 × 400 = 0,4 𝑔/𝑙
Air = 400 − (8 + 0,8 + 2 + 6 + 0,4)
= 382,8 ml

4.4. Resep Cuci Reduksi (R/C) Standar


Vlot = 1 : 10
= 50 × 10 = 500
1
Deterjen = × 500 = 0,5 𝑔/𝑙
1000
1
Soda ash = 1000 × 500 = 0,5 𝑔/𝑙
Air = 500 − (0,5 + 0,5)
= 499 ml
VII. SKEMA PROSES

VIII. FUNGSI ZAT


 Zat warna dispersi : untuk mewarnai serat poliester
 Zat warna reaktif : untuk mewarnai serat selulosa
 Zat anti migrasi : untuk mencegah terjadinya migrasi zat
warna.
 Zat anti pendispersi : untuk mendispersikan zat warna secara
monomolekuler sehingga zat warna lebih mudah terserap oleh bahan.
 Asam Asetat 35% : untuk membuat suasana asam pada
larutan celup.
 Soda ash : untuk fiksasi zat warna reaktif.
 NaCl : sebagai elektrolit untuk menambah
penyerapan zat warna reaktif ke dalam serat selulosa.
 Sabun : untuk menghilangkan sisa zat warna
yang menempel pada permukaan kain.

IX. VARIASI

Pada praktikum pencelupan kain T/C dengan zat warna Dispersi- Bejana
metode kontinyu sistem two bath two stage (2B2S) menggunakan variasi zat
antimigrasi, dengan variasi sebagai berikut:
1. Resep 1 : 0 g/l
2. Resep 2 : 5 g/l
3. Resep 3 : 10 g/l
4. Resep 4 : 15 g/l

X. HIPOTESIS

Pencelupan kain T/C dengan zat warna dispersi-bejana metoda


kontinyu two bath two stage (2B2S) merupakan pencelupan yang dilakukan
pada satu kain T/C yang kemudian mencelupnya dengan zat warna disperi
untuk serat poliester dan zat warna bejana untuk serat selulosa. Pada
pencelupan ini digunakan variasi konsentrasi zat anti migrasi dalam proses
pencelupan sistem kontinyu sering menggunakan zat- zat pembantu tekstil
yang akan meningkatkan hasil pencelup zat warna dengan konsetrasi tinggi
yang dalam waktu singkat dapat terfiksasi kedalam serat. Pada umumnya
penggunaan zat anti migrasi dengan konsentrasi yang lebih rendah akan lebih
baik daripada konsentrasi yang lebih tinggi karena proses pencelupan
dibutuhkan viskositas yang rendah agar mudah berpenetrasi kedalam serat
selama padding berlangsung. Zat anti migrasi dalam larutan padding berfungsi
mencegah kecenderungan zat warna bermigrasi selama proses pengeringan
sebelum fiksasi, sehingga diperoleh hasil kain lebih rata warnanya. Variasi zat
migrasi akan berpengaruh terhadap ketuaan dan kerataan warna pada kain.
Zat anti migrasi tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil ketuaan warna tetapi
pada hasil kerataan warna berpengaruh karena maka semakin tinggi
konsentrasi maka kain akan semakin belang. Titik optimum yang didapatkan
untuk ketuaan dan kerataan warna yaitu pada konsentrasi zat anti migrasi 5
g/L.

Sumber :
Sunarto. Jilid 2 Teknologi Pencelupan dan Pencapan. Departemen Dinas
Pendidikan. Jakarta: 2008

XI. CARA KERJA


1) Persiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2) Pembuatan larutan celup zat warna dispersi sesuai dengan resep yang telah
ditentukan.
3) Padding zat warna dispersi dengan WPU 60% pada kain T/C.
4) Keringkan kain pada suhu 100°C selama 2 menit, kemudian lakukan
thermofiksasi pada suhu 200°C selama 1 menit.
5) Lakukan pencucian R/C standar pada suhu 80°C selama 10 menit.
6) Pembuatan larutan celup zat warna bejana sesuai dengan resep yang telah
ditentukan.
7) Padding zat wara bejana dengan WPU 80% pada kain.
8) Keringkan kain pada suhu 100°C selama 2 menit, kemudian dilkaukan pad
pembejanaan.
9) Lakukan steaming pada suhu 104°C selama 10 menit, kemudian lakukan
oksidasi dengan udara.
10) Lakukan pencucian R/C standar pada suhu 80°C selama 10 menit, kemudian
keringkan.
11) Evalusai kain terhadap ketuaan warna, kerataan warna, nilai K/S dan nilai L,
a* dan b*.
XII. HASIL EVALUASI

XIII. DISKUSI
Pada praktikum ini telah dilakukan proses pencelupan zat warna
dispersi-bejana pada kain T/C dengan memvariasikan zat anti migrasi sistem
kontinyu metoda 2B2S, dimana dalam proses pencelupannya menggunakan
dua larutan zat warna dan dua kali fiksasi zat warna pada satu kain yaitu kain
T/C. Tentu saja zat warna dispersi untuk mewarnai serat poliester dan zat
warna bejana untuk mewarnai serat selulosa. Namun, zat warna bejana
memiliki kemampuan dalam mewarnai serat poliester, sehingga jika hal itu
terjadi maka akan menimbulkan staining pada bagian poliester. Untuk
meminimalisasi hal itu terjadi maka perlu ditambahkan zat pembantu berupa
zat anti migrasi supaya dapat menghambat migrasi zat warna bejana kedalam
serat poliester.
Pada paktikum ini menggunakan variasi zat anti migrasi. Pada
umumnya penggunaan konsentrasi zat anti migrasi pada proses pencelupan
makin banyak akan menyebabkan kain makin belang, hal ini dikarenakan
diperlukannya viskositas yang rendah pada larutan celup agar lebih mudah
berpenetrasi saat proses padding dilakukan. Zat anti migrasi dalam larutan
padding berfungsi mencegah kecenderungan zat warna bermigrasi selama
proses pengeringan sebelum fiksasi, sehingga diperoleh hasil kain lebih rata
warnanya.
Pewarna yang sesuai dilapisi pada suhu 30-40°C dengan bahan zat
pembasah dan zat anti migrasi. Setelah pengeringan dan termofiksasi untuk
serat poliester pada suhu 200°C untuk meningkatkan difusi zat warna dispersi
ke dalam poliester, kain didinginkan di udara dan pewarna pada komponen
selulosa dikurangi dengan pelapisan dalam ditionit alkali. Karena suhu pada
tahap termofiksasi sangat tinggi, perlu diperhatikan dalam memastikan bahwa
kain sudah cukup dingin sebelum dilakukan proses selanjutnya. Setelah
dilakukan thermofiksasi kemudian disabunkan dengan pencucian R/C. Makin
tinggi suhu thermofiksasi yang digunakan maka makin besar derajat
pewarnaannya. Hasil yang memuaskan dapat dicapai dengan pewarna yang
memberikan tingkat menengah pewarnaan, pewarna dispersi digunakan untuk
memberi warna pada poliester.
Pewarnaan zat warna bejana dilapisi pada suhu 60 - 80°C dengan zat
pembantu yang telah ditetapkan dalam resep. Pada proses ini zat warna
bejana yang mewarnai serat selulosa dapat menodai serat poliester. Zat anti
migrasi sangat berpengaruh besar dalam proses ini, dikarenakan zat anti
migrasi dapat menghambat bermigrasinya zat warna bejana pada serat
poliester. Jika tidak diberi zat anti migrasi maka akan menyebabkan staining
atau penodaan warna pada kain poliester yang menyebabkan hasil
pencelupan warna yang tidak bagus.
Zat anti migrasi merupakan suatu pengental yang dapat meningkatkan
viskositas larutan celup, merekatkan sementara zat warna pada permukaan
bahan, sekaligus membantu zat warna berdifusi ke dalam serat secara merata.
Oleh karena itu, makin banyak konsentrasi zat anti migrasi yang digunakan
maka akan makin belang kain yang dihasilkan karena akan mengganggu
proses pencelupan dimana proses celup yang berlangsung sangat singkat.
Sehingga akan mempersulit penetrasi zat warna ke dalam serat saat proses
padding berlangsung.
Pada proses pencelupan menggunakan variasi konsentrasi zat anti
migrasi tidak terlalu mempengaruhi ketuaan warna yang dihasilkan karena
ketuaan warna yang dihasilkan relatif sama yang telah diuji secara visual oleh
mata manusia. Tetapi zat anti migrasi sangat berpengaruh terhadap kerataan
warna kain, karena masik banyak zat anti migrasi yang digunakan maka akan
makin sulit zat warna dalam bermigrasi ke dalam serat maka akan menghailkan
kain yang belang. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi zat anti migrasi yang
secukupnya sesuai dengan resep ke 2 yang menghasilkan nilai ketuaan dan
kerataan warna paling optimum yaitu menggunakan zat anti migrasi sebanyak
5 g/l.

Analisa warna terhadap nilai K/S dan L, a*, b*.


Berdasarkan hasil pencelupan yang telah diperoleh maka
mendapatkan nilai K/S dan L, a*, b* standar pada resep ke 2 yaitu
menggunakan konsentrasi zat anti migrasi sebanyak 5 g/l. Mendapatkan nilai
L = 51,53 hal ini menunjukkan bahwa warna sampel standar warna cenderung
pada arah yang lebih terang karena nilai yang dihasilkan adalah positif. Untuk
nilai a* = 21,49 menunjukkan bahwa warna sampel standar menunjukkan
warna cenderung berwarna merah hal ini karena nilai yang dihasilkan adalah
positif. Untuk nilai b* = -7,62 menunjukkan bahwa warna sampel standar
menunjukkan warna cenderung pada arah warna biru, dikarenakan nilai yang
dihasilkan positif.
Untuk nilai K/S yang dihasilkan sebesar 2,2397. Menunjukkan hasil
yang cukup besar sehingga makin besar nilai K/S yang dihasilkan maka makin
tua warna yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan banyaknya molekul zat warna
yang terserap kedalam serat T/C.

XIV. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa


nilaioptimum konsentrasi zat anti migrasi yang digunakan pada resep ke 2
yaitu sebanyak 5 g/l dengan ditandai hasil pencelupan engan warna yang
paling tua dan rata. Memiliki nilai K/S dan L, a*, b* diantaranya :

L = 51,53 (sampel positif, cenderung cerah)

a* = 21,49 (sampel positif, cemderung merah)

b* = -7,62 (sampel negatif, cenderung biru)

untuk nilai K/S yang diperoleh sebesar 2,2397. Menunjukkan nilai yang cukup
besar, maka warna yang dihasilkanpun warna tua.

DAFTAR PUSTAKA
1) M. Ichwan, Rr Wiwiek. 2013. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2.
Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2) Soeprijono, P. 1973. Serat - Serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil.
3) Budiman, Iqbal S. 2017. Dispersi Reaktif Kontinyu.
4) Khanifarifin. 2011. Zat Warna reaktif.
5) Ir. Rasyid Djufri, M.Sc. dkk, “Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan”, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973
6) Shore, J. (1998). Blends Dyeing. In J. Shore, Blends Dyeing (pp. 194).
Manchester: Society of Dyers and Colourists.

Anda mungkin juga menyukai