Anda di halaman 1dari 19

PENCAPAN KAIN T/C DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-REAKTIF (SINARLENE BLUE

SBG 200%, NOVACRON TURQUOISE P-GR 150% DAN SINARLENE YELLOW S4G
200%, SINARCION YELLOW P3R) MENGGUNAKAN METODE BAKING

LAPORAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencapan 2

Disusun oleh :

Kelompok 1

M. Abid Agani 17020055

M. Akmal Jaka 17020057

Nadya Amelia P. 17020061

Reza Faisal A. 17020072

Grup 3K3

Dosen : Sukirman, S.ST., M.IL.

Asisten : Drs. Solehudin

Brilyan M. R. R., S.ST.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2020
I. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1 Maksud
Melakukan proses pencapan pada kain T/C dengan zat warna dispersi-reaktif
menggunakan metode baking.
1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh waktu dan suhu pada proses baking terhadap ketuaan warna,
kerataan warna, dan ketajaman motif pada proses pencapan kain T/C dengan zat
warna dispersi-reaktif.

II. TEORI DASAR


2.1 Poliester
Poliester dibuat dari reaksi antara senyawa asam tereftalat dengan etilena glikol.
Berikut ini skema pembuatan serat tersebut:

Skema diatas memperlihatkan pembuatannya yang menggunakan asam tereftalat


sebagai bahan baku yang membuat sifat polyester memiliki titik didih yang lebih
tinggi. Sedangkan penggunaan etilena glikol, dapat membentuk ester menjadi lebih
kuat karena suhu reaksi yang lebih tinggi. Proses polimerisasi asam tereftalat dan
etilena glikol ini dilakukan dalam kondisi suhu tinggi dan hampa udara. Serat
polyester ini memiliki kristalinitas yang tinggi dan tidak memiliki gugus yang aktif
sehingga sangat sukar ditembus oleh molekul yang berukuran besar atau tidak
bereaksi dengan zat warna anion maupun kation.

Serat yang menjadi bahan kain pada proses pencelupan kali ini merupakan jenis
serat sintetik. Serat sintetik pada umumnya tidak memiliki gugus reaktif yang
mampu memberikan daya penyerapan terhadap air (hidrofob). Hal ini membuat
kain dari serat sintetik sangat sukar untuk dicelup dengan zat warna yang umum
digunakan untuk serat alam, dimana zat warna tersebut bersifat larut atau dapat
dilarutkan dalam air. Pernyataan diatas berlaku pula pada serat polyester yang
menjadi bahan kain proses, dimana serat ini bersifat hidrofob dan sangat kompak
susunan molekulnya, sehingga cara pencelupan yang konvensional tidak dapat
diterapkan.
Sifat kimia
 Poliester tahan asam lemah dan asam kuat dingin, tatapi kurang tahan
terhadap basa kuat.
 Poliester tahan terhadap zat oksidasi, alkohol, keton, sabun dan zat-zat untuk
pencucian kering.
 Poliester larut di dalam metakresol panas, asam triflourorasetat-orto-
khlorofenol.

Moisture Regain
Dalam kondisi standar moisture regain polyester 0,4 %. Dalam RH 100% moisture
regainnya hanya 0,6-0,8 % [1].

Karakteristik serat poliester


- Memiliki kekuatan tarik yang sangat baik.
- Tahan panas yang sangat baik dan tahan sinar.
- Tahan terhadap zat kimia.
- Memiliki stabilitas dimensi yang sangat baik dan anti crease mark.
- Serat polyester memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan serat
kapas dan rayon viskosa yaitu 1,38.
- Moisture regain serat polyester adalah 0,4%.
- bisa dicelup atau dicap dengan zat warna disperse.

Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan
memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai dapat saling
berdekatan, sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk
struktur yang teratur. Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu mendidih
dan tahan asam kuat dingin. Poliester tahan basa lemah, tetapi kurang tahan basa
kuat. Poliester tahan zat oksidasi, alcohol keton, sabun, dan zat zat untuk
pencucian kering polyester larut dalam meta-kresol panas, asam triflouro asetat-
orto-khlorofenol, campuran 7 bagian berat trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan
campuran 2 bagian berat tetrakloro etana dan 3 bagian fenol.

Untuk dapat mendekatkan air terhadap serat yang hidrofob, maka kekuatan ikatan
hidrogen dalam serat perlu dikurangi. Kenaikan suhu dapat memperbesar fibrasi
molekul, akibatnya ikatan hidrogen dalam serat akan lemah dan air dapat
mendekati serat. Disamping sifat hidrofob, faktor lain yang menyulitkan ialah
kerapatan serat poliester yang tinggi sekali sehingga sulit untuk dimasuki oleh
molekul zat warna. Derajat kerapatan ini akan berkurang dengan adanya kenaikan
suhu karena fibrasinya bertambah dan akibatnya ruang antar molekul makin besar
pula. Molekul zat warna akan masuk dalam ruang antar molekul.

Kekuatan polyester pada keadaan kering sama besar dengan kekuatan pada
keadaan basah. Polyester memiliki mempunyai kristalinitas yang tinggi, bersifat
hidrofob dan tidak mengandung gugusan-gugusan yang aktif, sehingga sukar sekali
ditembus oleh molekul-molekul yang berukuran besar ataupun tidak bereaksi
dengan zat warna anion atau kation. Untuk memperoleh hasil celup yang baik maka
proses pendahuluan (pretreatment) untuk polyester sangat perlu. Penggunaan
alkali panas waktu proses pencucian polyester sebaiknya dihindari, karena akan
menyebabkan terkelupasnya permukaan serat tersebut. Polyester juga memiliki titik
leleh yang tinggi yaitu 280oC, juga daya tahan terhadap sobekan maupun gosokan
dan elastisitas yang tinggi.

2.2 Kapas
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman jenis Gossypium. Dimensi serat
yang terpenting adalah panjangnya. Kapas yang lebih panjang cenderung
mempunyai diameter lebih halus, lembut, dan mempunyai konvolusinya lebih
banyak. Serat kapas adalah serat selulosa yang merupakan serat hidrofil yang
strukturnya berupa polimer selubiosa, dengan derajat polimerisasi. Derajat
polimerisasi selulosa pada kapas kira-kira 10.000 dengan berat molekul kira-kira
1.580.000. Semakin rendah derajat polimerisasinya maka daya serap airnya
semakin besar. Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang
berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna, adapun struktur dari serat
kapas.

Penampang Membujur Penampang Melintang


Sumber : W. Kauser and W. V. Bergen., Textile Fiber Atlas, 1994.

Serat kapas mempunyai komposisi :


 Selulosa 80-90 %
 Protein dan zat yang mengandung nitrogen 5%
 Lemak, minyak dan malam 0,5-1%
 Pektat 0,5-1%
 Mineral dan warna alam 1%
 Air 8%

Gambar diatas merupakan skema dari strukur molekul serat selulosa. Struktur
molekul diatas tersusun dari molekul selulosa yang merupakan pengulangan dari α-
anhidroglukosa. Pada serat kapas diatas memiliki gugus hidroksil (OH) - yang
memberikan sifat kelarutan di dalam air. Meskipun demikian, selulosa yang banyak
mengandung gugus hidroksil dapat bersifat tidak larut di dalam air. Hal tersebut
dimungkinkan karena berat molekul selulosa yang sangat besar, juga karena
terjadinya ikatan hidrogen antar molekul selulosa yang mempersukar kelarutan
selulosa di dalam air.

Gugus hidroksil tersebut selain dapat menarik gugus hidroksil dari molekul lainnya,
juga dapat menarik gugus hidroksil air. Hal tersebut membuat serat yang
mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat
tersebut memiliki moisture regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air
terserap kedalam serat, menyebabkan serat mudah dicelup. Pereaksi-pereaksi
oksidasi, asam dan alkali kuat dengan disertai oksigen dari udara pada umumnya
akan menyerang bagian atom oksigennya dan memutuskannya, sehingga panjang
molekulnya lebih pendek, yang berarti menurunkan kekuatan seratnya.

Sifat fisika Serat Kapas


1. Warna
Warna kapas tidak betul – betul putih, biasanya sedikit cream. Warna kapas
akan makin tua setelah penyimpaan selama 2 – 5 tahun. Karena pengaruh
cuaca yang lama, debu, dan kotoran akan menyebabkan warna keabu –
abuan.

2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang
rantai dan orientasinya. Kekuatan serat kapas per bundel rata – rata adalah
96.000 pound per inchi2 dengan minimum 70000 dan maksimum 116000
pound per inchi2. Kekuatan serat kapas dalam basah makin tinggi dibanding
dengan kekuatan kapas kering. Pada kapas kering distribusi tegangan dalam
serat tidak merata karena bentuk serat kapas yang terpuntir dan tidak teratur.
Dalam keadaan basah serat menggelembung berbentuk silinder, diikuti dengan
kenaikan derajat orientasi sehingga distribusi tegangan lebih merata dan
kekuatan seratnya naik.

3. Mulur
Mulur serat kapas erkisar antara 4 – 13 % bergantung pada jenisnya, dengan
mulur rata – rata 7 %.

4. Moisture regain
Kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air. MR kapas bervariasi
dengan perubahan kelembaban atmosfer sekelilingnya. Serat kapas memiliki
afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai pengaruh yang nyata
pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering bersifat kasar, rapuh,
dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas pada kondisi standart
berkisar antara 7 – 8,5%.

5. Berat jenis
Berat jenis kapas adalah 1.5 sampai 1.58.

Sifat kimia Serat Kapas


Serat kapas tidak tahan terhadap asam yang akan menghidrolisa rantai selulosa
membentuk hidroselulosa. Asam kuat menyebabkan degradasi cepat dan asam
encer mengakibatkan menurunnya kekuatan. Alkali mempunyai sedikit pengaruh
terhadap kapasm, kecuali alkali kuat dengan konsentrasi tinggi menyebabkan
penggelembungan serat besar seperti pada meserisasi. Pelarut yang digunakan
untuk kapas adalah kupramonium hidroksida dan kuprietilen diamina.

Serat kapas pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan,


dan pemakaian yang normal, tetapi beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa
menyebabkan kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan. Kerusakan karena
oksidasi dengan terbentuknya oksiselulosa biasanya terjadi dalam proses
pemutihan yang berlebihan, penyinaraan dalam keadaan lembab atau pemanasan
yang lama dalam suhu diatas 1400C.

2.3 Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna organic yang dibuat secara sintetik.
Kelarutannya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi
atau partikel-partikel zat warna yang hanya melayang dalam air. Zat warna ini
dipakai untuk mewarnai srat-serat tekstil sintetik, yang bersifat termoplastik atau
hidrofob. Absorbsinya ke dalam serat sering disebut “Solid Solution“, yaitu zat padat
larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan zat terlarut dan serat
berkisar antara 30 – 200 mg per garam serat.

Molekul zat warna dispersi relatif kacil, sederhana dan tidak mempunyai gugus
pelarut. Karena itu mempunyai katahanan yang tinggi dan warna yang cemerlang.
Selain itu zat warna dispersi hampir semua mengandung gugus-gugus hidroksil dan
amina (-OH, -NH2, NHR) yang berfungsi sebagai donor atom hydrogen untuk
mengadakan interaksi dua kutub atau membentuk ikatan hydrogen dengan gugus-
gugus karbonil atau gugus asetil dari serat.

Karena molekulnya kecil zat warna dispersi mudah menyublim pada suhu tinggi,
maka berdasarkan pada sifat ketahanan sublimasinya dapat dikelompokan dalam 4
(empat) golongan, yaitu :

a) Golongan I : zat warna dispersi sublimasi rendah, dengan titik leleh 150 – 180 0C,
mempunyai berat molekul yang sangat kecil dan sangat mudah digunakan terutama
untuk serat asetat.

b) Golongan II : zat warna dispersi sublimasi cukup, dengan titk leleh 180 – 210 0C,
mempunyai berat molekul relatif rendah dengan sifat pewarnaan yang baik.

c) Golongan III : zat warna dispersi sublimasi baik, dengan titk leleh 210 – 230 0C,
mempunyai berat molekul yang sedang dengan sifat pewarnaan yang cukup.

d) Golongan IV : zat warna dispersi sublimasi tinggi, dengan titk leleh di atas 230 0C,
mempunyai berat molekul yang besar akan tetapi sifat pewarnaan yang kurang.

2.4 Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat bereaksi dengan serat selulosa
secara kovalen. Oleh karenanya mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik.
Zat warna ini terdiri dari dua jenis yaitu reaktif panas dan reaktif dingin. Reaktif
dingin mempunyai gugus reaktif yang lebih banyak sehingga kurang memerlukan
suhu tinggi (jenis triklorotriazin) sedang reaktif panas memerlukan suhu tinggi dalam
penggunaannya dari pada zat warna reaktif panas (missal monokhlorotriazin).
Keunggulan zat warna reaktif dalam pemakaiannya adalah warna yang
dihasilkannya sangat cerah dan mudah sekali penggunaannya [4].

Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Golongan 1 : zat warna reaktif yang mengadakan reaksi subtitusi dengan serat
dan membentuk ikatan pseude ester, misalnya: zat warna procion, cibanon,
drimaren, dan levafix.
Golongan 2 : zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat
dan membentuk ikatan ester, misalnya: zat warna remasol dan remalan.
Secara umum struktur zat warna yang larut dalam air dapat digambarkan sebagai
berikut:
S–K–P–R–X
S = gugus pelarut misalnya gugus asam sulfonat dan karboksilat.
K = khromofor misalnya sistem yang mengandung gugus azo dan akinon.
P = gugus penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif misalnya
gugus
amina dan amida.
R = sistem yang reaktif misalnya pirimidin dan vinil.
X = gugus reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif misalnya gugus
khlor dan sulfat.
Struktur kimia zat warna reaktif dapat digambarkan sebagai berikut :

C Cl
SO3N N N
a
N= NH C C Cl
N N

SO3N
a
Kromofor zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya serap
terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat
mudah dihilangkan. Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan
ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Agar reaksi dapat berjalan dengan
baik diperlukan penambahan alkali misalnya Natrium Silikat dan KOH karena
apabila telah dikerjakan dengan alkali bahan akan tahan pencucian dan
penyabunan. Disamping terjadi reaksi antara zat warna dengan serat yang
membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul air juga dapat mengadakan
reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat
warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat
dengan penaikan temperature.
Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang
mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem
reaktif mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon.
Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan system azo dan antrakinon
dengan berat molekul yang kecil, supaya daya penetrasi pada serat besar,
sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan.
Sedangkan gugusan-gugusan reaktif merupakan bagian dari zat warna dan
mudah lepas, sehingga bagian zat yang berwarna mudah bereaksi dengan serat.

Pencapan kain kapas dengan zat warna reaktif banyak digunakan karena di
samping pilihan warna yang banyak juga dapat dikerjakan dengan kondisi yang
sederhana. Dengan ukuran molekul yang kecil dan larut dengan baik di dalam air
maka zat warna reaktif memiliki kemampuan cepat berdifusi ke dalam serat dan
hasil pencapannya mempunyai kilau yang tinggi. Zat warna reaktif dapat
mengadakan reaksi dengan serat selulosa (kapas) membentuk ikatan kovalen
sehingga ketahanan lunturnya sangat baik[4].

alkali
D – SO2 – CH = CH2 – Sel – OH D – SO2 – CH2 – CH2 – O – Sel
zat warna serat selulosa zat warna dan serat selulosa
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan zat warna reaktif
adalah kestabilan pasta capnya dan kemungkinan terjadinya penodaan warna
dasar saat pencucian. Oleh karena zat warna reaktif bersifat reaktif terhadap
beberapa jenis senyawa, maka dalam pencapan harus dipakai pengental yang
tidak mengadakan reaksi dengan zat warna tersebut.

Bahan pengental yang memenuhi syarat adalah senyawa natrium alginat yakni
pengental yang dibuat dari agar-agar rumput laut dan dalam perdagangan dikenal
dengan nama manutex. Pengental sintetik dari jenis asam poliakrilat dapat
digunakan sebagai pengganti natrium alginat serta dapat memberikan hasil
pewarnaan yang lebih memuaskan dan lebih mudah dihilangkan. Pengental
emulsi penuh dan setengah emulsi juga dapat digunakan.

Pemilihan jenis alkali berdasarkan pada kereaktifan zat warna yang digunakan serta
kestabilan pasta capnya adalah natrium bikarbonat selain harganya murah juga
memberikan kestabilan pasta cap yang tinggi. Penambahan alkali pada pasta cap
sebaiknya dilakukan pada saat pasta cap digunakan untuk menghindari hidrolisa zat
warna. Jika digunakan zat warna reaktif yang mempunyai kestabilan yang cukup
tinggi dapat digunakan natrium karbonat atau soda kostik karena akan memberikan
hasil pewarnaan yang lebih tinggi. Untuk menjaga kestabilan zat warna ke dalam
pasta cap dapat ditambahkan zat anti reduksi dan sebagai zat higroskopis dapat
juga digunakan urea.

Proses fiksasi sangat penting karena terjadi ikatan kovalen antara serat selulosa
dengan zat warna reaktif. Waktu proses fiksasi yang terlalu lama dari ketentuan
akan menyebabkan turunnya hasil pewarnaan yang disebabkan ketidakstabilan
ikatan kovalen serat dengan zat warna di bawah kondisi alkali. Oleh karena itu
kondisi fiksasi yang tepat sangatlah penting baik ditinjau dari segi ekonomis juga
hasil pewarnaan yang tinggi, penentuan kondisi fiksasi tersebut bergantung pada
tingkat kereaktifan zat warna. Selama proses fiksasi berlangsung selain terjadi
ikatan kovalen juga terjadi hidrolisa zat warna oleh air, sehingga tidak ada lagi zat
warna tersisa dalam bentuk reaktif. Zat warna yang terhidrolisa tersebut harus
dihilangkan secara sempurna dari kain pada proses pencucian.

Fiksasi pencapan zat warna reaktif


Fiksasi dapat dilakukan dengan beberapa metoda fiksasi, seperti metoda perangin–
angin, metoda pengukusan (steaming), udara panas (Thermofiksasi), dan
pengerjaan dalam larutan kimia.

 Dengan cara penguapan/pengukusan


Fiksasi dengan pengukusan/penguapan untuk zat warna reaktif efektif
dilakukan dengan uap jenuh (saturated steam) pada 100- 1030C selama 3 – 10
menit. Waktu penguapan bergantung pada tingkat kereaktifan zat warna,
fiksasi dapat dipercepat dengan suhu lebih tinggi 130 – 1600C selama 1 – 5
menit. Penambahan urea sebanyak 50 – 200 g/kg sebagai zat higroskopis
sangat penting untuk menjaga kelembapan pasta cap dan reaksi zat warna
dengan serat terjadi sesuai yang diinginkan.

 Dengan udara panas


Fiksasi dengan udara panas sesuai diterapkan untuk zat warna reaktif yang
memiliki kereaktifan dan afinitas yang rendah (zat warna reaktif panas).
Penambahan urea 100 – 200 g/kg pada pasta cap sangat penting untuk
menjaga kelembaban pasta cap. Temperatur udara panas antara 140 – 160 0C
selam 3 - 6 menit atau 1 menit pada suhu 1800C.

 Dengan pengangin-angin
Cara ini dilakukan jika zat warna reaktif yang digunakan mempunyai reaktifitas
yang tinggi (zat warna reaktif dingin). Dalam hal ini jumlah soda abu di atas
diganti dengan campuran soda abu 5 g dan 20 g soda kue, setelah dicap kain
diangin-anginkan selama 24 – 48 jam.

 Dengan pemanggangan (baking)


Kain yang talah dicap dikeringkan, kemudian dipanggang pada suhu 140 OC,
selama 1-3 menit kemudian dibilas air dingin, disabun dan dikeringkan.
III. PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
 Alat : ● Bahan :
 Kasa Screen  Pengental Alginat 8%
 Rakel  Zat Warna Dispersi Sinarlene Blue SBG 200%
 Meja Printing  Zat Warna Dispersi Sinarlene Yellow S4G 200%
 Mixer  Zat Warna Reaktif Novacron Turquoise P-GR 150%
 Pengaduk  Zat Warna Reaktif Sinarcion Yellow P3R
 Neraca Analitik  Zat Pendispersi
 Gelas Plastik  Urea
 Gelas Ukur  Zat Anti Reduksi
 Mesin Stenter  NaHCO3
 Kompor  Teepol
 Panci

3.2 Resep
 Resep Pasta Pencapan
Zat Warna Dispersi = 30 gram
Zat Warna Reaktif = 30 gram
Zat Pendispersi = 20 gram
Zat Anti Reduksi = 10 gram
NaHCO3 = 5 gram
Urea = 100 gram
Pengental Alginat 8% = 700 gram
Balance = 105 gram

1000 gram

 Resep Cuci Reduksi


Teepol = 1 mL/L
Waktu = 10 menit
Suhu = 80°C
3.3 Fungsi Zat
- Zat warna dispersi, untuk memberikan warna pada serat poliester
- Zat warna reaktif, untuk memberikan warna pada serat kapas
- Zat pendispersi, untuk mendispersikan zat warna dispersi secara monomolekuler
- Zat anti reduksi, untuk menjaga kestabilan zat warna dan untuk mencegah
terjadinya hidrolisa zat warna/kemungkinan reduksi zat warna terutama pada zat
warna yang mempunyai inti azo.
- Urea, sebagai zat higroskopis pada pasta cap.
- NaHCO3, sebagai pemberi suasana alkali dan membantu proses fiksasi zat warna
ke dalam serat.
- Pengental, untuk meningkatkan kekentalan pasta cap, melekatkan zat warna pada
bahan tekstil, dan sebagai pengatur viskositas.
- Teepol, untuk menghilangkan sisa pengental dan zat lainnya yang tidak terfiksasi.

3.4 Diagram Alir Proses

Baking
Persiapan Drying
Proses pencapan (180°C-190°C, 2
pencapan (100°C, 2 menit)
dan 4 menit)

Cuci dingin Cuci panas Cuci sabun Evaluasi


3.5 Cara Kerja
a) Persiapan Alat dan Bahan
b) Pembuatan Pengental
 Menimbang pengental Alginat sesuai dengan kebutuhan.
 Melarutkan pengental Alginat dengan air.
 Diaduk hingga teksturnya kental.
c) Pembuatan Pasta cap
Pengental sesuai kebutuhan ditakar, kemudian zat warna dengan zat pendispersi,
zat higroskopis, zat anti reduksi, dan NaHCO3. Dan kemudian diaduk hingga
homogen.
d) Proses Pencapan
 Memastikan meja cap bersih dan permukaannya rata.
 Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka
sempurna dan konstan pada meja cap.
 Screen diletakkan tepat berada pada bahan yang akan dicap.
 Dengan bantuan rakel, pasta cap tuangkan pada screen pada bagian
pinggir kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.
 Frame ditahan agar mengepres pada bahan, kemudian dilakukan
proses pencapan dengan cara menekan dan menggeser pasta cap kearah
panjang screen dengan menggunakan rakel.
 Screen dilepaskan ke atas.
 Setelah selesai, kain tidak langsung diangkat tapi ditunggu kering
sedikit.
e) Setelah dicap dengan pasta cap, bahan dikeringkan pada mesin stenter
f) Kemudian Bahan ditermofiksi menggunakan proses baking, bahan pertama
dilakukan pada suhu 1800C selama 2 menit, bahan 2 dilakukan pada suhu 1900C
selama 4 menit, Bahan 3 dilakukan pada suhu 190 0C selama 2 menit, Bahan 4
dengan suhu 1900C selama 4,
g) bahan dicuci dingin dan cuci panas
h) Bahan dicuci sabun kemudian dibilas.
i) Bahan dikeringkan
j) Evaluasi
3.6 Perhitungan
 Perhitungan pengental
700
Pengental induk ¿ x 2 x 5 x 75 gram=525 gram (dibuat sebanyak 700 gram)
1000
8
Pengental Alginat ¿ x 700 gram=56 gram
100
 Perhitungan pasta pencapan
30
Zat warna dispersi ¿ x 75 gram=2,25 gram
1000
30
Zat warna reaktif ¿ x 75 gram=2,25 gram
1000
10
Zat anti reduksi ¿ x 75 gram=0,75 gram
1000
5
NaHCO3 ¿ x 75 gram=0,375 gram
1000
100
Urea ¿ x 75 gram=7,5 gram
1000
700
Pengental ¿ x 75 gram=52,5 gram
1000
105
Balance ¿ x 75 gram=7,87 gram
1000

 Perhitungan resep Cuci Sabun


Diketahui : air yang digunakan untuk 5 kelompok = 5 L
1mL
Teepol ¿ x 5 L=5 mL
L

IV. HASIL PERCOBAAN


Diketahui :
Kain 1 = kain dengan suhu baking 180°C, dan waktu baking 2 menit
Kain 2 = kain dengan suhu baking 180°C, dan waktu baking 4 menit
Kain 3 = kain dengan suhu baking 190°C, dan waktu baking 2 menit
Kain 4 = kain dengan suhu baking 190°C, dan waktu baking 4 menit

Hasil Ranking
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
1 3 2 4
Ketuaan warna
(tua) (tua) (cukup tua) (sangat tua)
1 4 3 2
Kerataan warna
(kurang rata) (sangat rata) (rata) (cukup rata)
1 3 4 2
Ketajaman motif
(kurang tajam) (tajam) (sangat tajam) (cukup tajam)

V. DISKUSI
Pada proses pencapan kain T/C dengan zat warna dispersi/reaktif, temperatur dan waktu
menjadi salah satu faktor penting. Pada proses fiksasi menggunakan cara baking, zat
warna yang telah berubah ke fasa gas ini kemudian masuk ke dalam serat. Segera
setelah kain keluar dari mesin stenter yang digunakan untuk proses fiksasi, pori-pori serat
akan tertutup kembali dan zat warna yang telah masuk terjerembab kedalam serat

Pada pencapan kain T/C dengan zat warna dispersi/reaktif ini, perlu diperhatikan adalah
fiksasi dari zat warna yang digunakan. Zat warna reaktif membutuhkan alkali sebagai zat
pembantunya, sedangkan zat warna dispersi sendiri biasanya diproses dalam kondisi pH
yang asam. Adanya alkali pada pasta cap akan membantu proses fiksasi zat warna
reaktif tetapi di sisi lain alkali juga dapat mengganggu fiksasi zat warna dispersi pada
serat poliester. Untuk menghindari masalah tersebut, dapat dipilih zat warna dispersi
yang tahan alkali dan alkali yang digunakannya pun alkali lemah, dapat digunakan
NaHCO3 karena tidak semua zat warna disperse harus memerlukan alkali yang rendah
atau asam yang berlebih. Penggunaan natrium karbonat berfungsi sebagai pengatur pH
agar zat warna reaktif berfiksasi dengan kapas. Dalam penggunaannya natrium karbonat
tidak boleh berlebih karena bisa merusak zat warna disperse dan serat poliesternya
sehingga didapatkan hasil yang kurang baik.

Penambahan urea bertujuan untuk mencegah pengendapan zat warna dengan


meningkatkan kelarutan zat warna dan mencegah pengeringan atau penguapan yang
berlebih, meningkatkan ketuaan warna tetapi bila berlebih akan mempercepat hidrolisa
zat warna karena sifat urea yang higroskopis. Penggunaan urea pada alkali juga dapat
menyebabkan reaksi zat warna dispersi dengan gugus amoninya (gugus klor dari zat
warna reaktif) yang bisa merubah zat warna dispersinya.

5.1 Ketuaan Warna


Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi
Dengan Nilai Ranking Ketuaan Warna
4.5
4
3.5
3
2.5
Ranking 2
1.5
1
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain

Berdasarkan dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu fiksasi yang
digunakan, maka warna hasil pencapan akan semakin tua. Hal ini disebabkan
karena semakin lama proses baking, maka semakin banyak pula zat warna yang
dapat masuk ke dalam serat, baik itu serat poliester maupun serat kapasnya. Pada
waktu yang relatif singkat (2 menit) dapat terjadi kemungkinan adanya zat warna
yang tidak terfiksasi dengan sempurna, sehingga ketika dilakukan proses pencucian,
zat warna akan luruh dan menyebabkan warna hasil pencapan lebih muda.
Dari grafik di atas, dapat dilihat pula bahwa hasil pencapan dengan warna yang
paling tua, diperoleh dari kain yang di proses pada suhu lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena pada suhu yang tinggi, akan terjadi fiksasi zat warna dispersi di
dalam serat, kemudian zat warna dispersi bermigrasi ke dalam serat dengan adanya
panas, sehingga zat warna dispersi tersebut akan teradsorpsi oleh serat dan karena
dalam pasta cap menggandung alkali. Selain itu, pada suhu tinggi, alkali yang ada
dalam pasta cap akan semakin bereaksi dengan zat warna reaktif sehingga proses
fiksasi zat warna reaktif dengan serat semakin maksimal sehingga ketuaan warna
yang didapatkan pun maksimal

5.2 Kerataan Warna


Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi
Dengan Nilai Ranking Kerataan Warna
4.5
4
3.5
3
2.5
Ranking 2
1.5
1
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain

Berdasarkan dari grafik diatas pencapan kain poliester-kapas (T/C) dengan zat
warna dispersi-reaktif dihasilkan kerataan warna yang paling baik yaitu kain 2 yang di
termofiksasi pada suhu 180° selama 4 menit dan kain 3 yang di termofiksasi pada
suhu 190° selama 2 menit. Hal ini disebabkan oleh cara pencapan, posisi screen,
posisi rakel sesuai dengan motif dan tekanan saat melakukan rakel yang stabil
sehingga tidak ada penumpukan zat warna di bagian motif tertentu. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hasil pencapan kali ini salah satunya dalah suhu
termofiksasi dan waktu. Suhu termofiksasi berpengaruh pada pembukaan celah pada
bagian poliester pada kain. Zat warna dispersi memerlukan celah yang cukup agar
mampu teradorbsi ke dalam serat poliester dan terfiksasi di dalamnya. Semakin
besar suhu yang diberikan maka akan semakin besar pula kalor yang didapatkan
oleh serat poliester, sehingga serat poliester akan merenggang pula semakin besar.
Dalam hal ini suhu yang disarankan berkisar pada ambang suhu transisi glas serat
poliester.

Faktor lainnya yang telah disebutkan adalah waktu. Hal ini dapat memberikan
pengaruh terhadap hasil motif karena molekul zat warna dispersi maupun reaktif
akan lebih banyak yang terfiksasi apabila waktu proses yang diberikan lebih panjang
bila dibandingkan dengan waktu proses yang lebih singkat. Dengan waktu yang lebih
panjang, lebih banyak molekul zat warna yang melakukan penetrasi dan terfiksasi
dalam serat sehingga menghasilkan motif yang lebih tua dan rata.

Pada kain 4, hasil pencapan yang diperoleh cukup rata, namun tidak serata kain ke 2
dan 3, karena terjadi kesalahan saat melakukan perakelan kedua pada kain ke 4
terjadinya pergeseran screen sehingga motif yang di hasilkan saat perakelan
pertama yang dalam keadaan basah mengakibatkan belobor dibagian motif tertentu.
Hal ini menyebabkan penumpukan zat warna di bagian yang mengalami belobor
sehingga ketika dilihat secara visual, bagian tersebut menjadi tidak rata. Akibatnya
bagian tersebut berwarna lebih muda dibandingkan bagian lainnya, dan ketika dilihat
secara visual, sangat terlihat sekali ketidakrataannya. Begitupun dengan kain ke-1
yang mengalami belobor saat perakelan ke-2 pada kain ke-1 sehingga secara visual
sangat terlihat ketidakrataannya.

5.3 Ketajaman Motif

Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi


Dengan Nilai Ranking Ketajaman Motif
4.5
4
3.5
3
2.5
Ranking

2
1.5
1
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kain ke 3 dengan suhu 190°C
dengan waktu 2 menit memiliki ketajaman motif yang baik, hal ini disebabkan karena
perakelannya stabil dan penempelan screen pada motif nya dan motifnya tidak
ternodai oleh pasta cap. pada kain ke 2 dengan suhu 180°C selama 4 menit kurang
karena perakelannya tidak stabil sehingga ketajaman motif ada yang tidak kerakel
pada bagian bawah. Pada kain ke 4 dengan suhu suhu 190°C selama 4 menit terjadi
blobor pada motif pertama, Hal ini disebabkan waktu setelah pencapan motif ke 2
terjadinya blobor karena hasil pencapan pertama dalam keadaan basah. Pada kain
ke 1 dengan suhu suhu 180°C selama 2 menit terjadi blobor pada motif pertama. Hal
ini disebabkan waktu setelah pencapan motif ke 2 terjadinya blobor karena hasil
pencapan pertama dalam keadaan basah dan terjadinya penodaan pada kain karena
dalam proses pencucian pasta pada pencapan motif pertama terjadinya pelunturan

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
 Kain yang memiliki warna paling tua yaitu kain ke-4 (suhu baking 190°C, 4 menit).
 Kain yang memiliki kerataan warna paling baik yaitu kain ke-2 (suhu baking 180°C, 4
menit).
 Kain dengan ketajaman motif yang paling baik yaitu kain ke-3 (suhu baking 190°C, 2
menit)

Dari beberapa kesimpulan diatas, secara umum kain yang di proses pada suhu yang
tinggi (190°C), akan memberikan hasil yang baik, namun harus disertai dengan
kestabilan saat proses perakelan.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai