TEKNOLOGI PENCELUPAN 2
POLITEKNIK STTTBANDUNG
2018
PENCELUPAN KAIN POLIAKRILAT DENGAN ZAT WARNA BASA
(VARIASI RETARDER ANIONIK) DAN ZAT WARNA DISPERSI
(VARIASI ZAT PENDISPERSI)
1.2 Tujuan
1. Mengetahui zat warna dan zat pembantu yang digunakan
2. Mampu menghitung kebutuhan zat warna dan zat pembantu sesuai dengan
resep
3. Menentukan skema dan kondisi proses
4. Mampu melakukan dan mengontrol proses pencelupan
5. Mampu mengevaluasi hasil proses pencelupan dari variasi yang berbeda
CN CN CN
Akrilonitril Akrilat
2. Ketahanan kimia
Pada umunya poliakrilik mempunyai ketahanan yang baik terhadap asam-
asam mineral dan pelarut-pelarut, minyak-minyak, lemak-lemak, dan garam-
garam netral.
3. Pengaruh panas
Poliakrilik tahan terhadap pengrusakan panas meskipun dalam waktu yang
lama sampai 1500C.
N N N N NH2
H2N
Zat warna basa diperdagangkan dapat membentuk garam dengan asam hidro–
klorida atau oksalat sebagai asamnya, dan mungkin pula berbentuk garam seng
klorida.
H2N H2N
+ - H
C= = NH2 Cl C= NH2
O
H2N H2N
Mekanisme Pencelupan
Jumlah zat warna basa yang dapat diikat oleh serat dibatasi oleh
benyaknya gugus anionik di dalan serat. Sebelum zat warna menempati
berikatan secara ionik dengan serat, maka zat warna harus berpenetrasi
kedalam serat. Struktur serat yang rapat dan adanya ikatan antara rantai-rantai
akrilat sangat kuat, maka diperlukan kenaikan suhu agar terjadi gerakan
kinetic dari rantai-rantai polimer yang cukup besar untuk mengatasi kekuatan
ikatan tersebut, sehingga terbentuk pori-pori serat yang cukup besar untuk
dimasuki zat warna. Pembentukan pori-pori serat berlangsung pada saat suhu
transisi gelas, yaitu sekitar suhu 80°C. pada suhu ini laju penyerapan zat
warna langsung meningkat pesat, sehingga berpotensi menimbulkan belang.
Zat warna masuk kedalam serat dan membentuk ikatan elektrovalen dengan
ruangan-ruangan anion pada rantai polimer. Karena ikatan yang terjadi antara
serat dan zat warna adalah ikatan ionik maka migrasi zat warna dalam serat
agak sukar, terutama ketika melakukan pencelupan warna muda. Oleh karena
itu pencelupan warna muda relative akan lebih sukar rata dibandingkan
pencelupan warna tua, dimana pada pencelupan warna tua masalah sukarnya
migrasi zat warna akan agak tertutup oleh adanya penurunan laju penyerapan
zat warna.
Mekanisme pencelupan serat akrilat dengan zat warna basa adalah
reaksi pertukaran ion antara kation dan zat warna dengan ruang-ruang anion
pada serat. Reaksinya sebagai berikut;
FSO3- H+ + Ds+ FSO3- Ds+ + H+
Zat Pembantu
Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang
digunakan pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang rata dan
sesuai target, warna yang diinginkan. Zat pembantu ini meliputi zat pengatur
pH, pengontrol sifat dispersi zat warna dalam larutan, menghambat laju
pencelupan (retarder) serta pengontrol kesadahan dan ion logam larutan
celup.
- Zat pengatur pH
Pencelupan poliakrilat dengan zat warna basa umumnya berlangsung
dalam suasana asam pH 4-5,5. Kondisi pH ini dimaksudkan agar zat
warna basa larut dalam larutan celup. Untuk mendapatkan pH larutan
celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%) kurang
lebih 0,5 ml/L. agar pH larutan celup stabil dapat digunakan sistim buffer
pH seperti campuran asam asetat dan sodium asetat.
- Zat Perata
Disebabkan zat warna basa berikatan ionik dengan serat poliakrilat maka
migrasi zat warna dalam serat relative sukar sehingga untuk mendapatkan
kerataan pencelupan, laju penyerapan zat warna harus diperlambat dengan
cara menabahkan retarder. Pada pencelupan poliakrilat terdapat beberapa
zat yang dapat berfungsi sebagai retarder yaitu: zat pendispersi nonionic,
perata kationik, perata anionik bekerja sebagai retarder dan zat
penggelembung serat yang bekerja sebagai leveler. Zat perata yang dijual
dapat berupa zat tunggal, tetapi kebanyakan berupa campuran agar daya
perataannya lebih baik, contoh campuran pendispersi nonionic+perata
kationik+zat penggelembung serat.
Meskipun zat perata dapat memperbaiki kerataan hasil pencelupan, perlu
juga diperhatikan konsentrasi pemakaiannya dapat menurunkan
kemampuan penyerapan zat warna basa pada serat sehingga warnanya
akan lebih muda.
Zat warna dispersi adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob
sehingga kelarutannya dalam air kecil sekali. Oleh karena itu zat warna ini dalam
pemakaiannya harus didispersikan dalam larutan. Pada pemakaiannya
memerlukan zat pengemban (carrier) atau adanya suhu yang tinggi. Zat warna
disperse digunakan dalam bentuk bubuk (powder dan micro powder) dan dalam
bentuk cairan. Sifat tahan cucinya baik tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran
molekulnya berbeda-beda dan perbedaan tersebut sangat erat hubungannya
dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasinya. Berdasarkan
sturktur kimianya, zat warna disperse dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. Kromogen golongan Azo
Zat warna golongan azo umumnya menghsilkan warna kuning, oranye,
merah, dan beberapa warna ungu, biru, hitam
B. Sifat-sifat khusus
Pembasahan
Bila setetes cairan diteteskan pada permukaan zat padat, maka
cairan tersebut dapat menutupi permukaan zat padat.Gejala ini
disebut pembasahan.
1. Daya Busa
Busa adalah dispersi gas dalam cairan dan zat pendispersi
memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa zat pendispersi mempunyai
daya busa
2. Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan lain
yang tidak saling melarutkan. Sama halnya dengan
pembusaan, maka zat pendispersi akan menurunkan tegangan
antar muka, sehingga terjadi emulsi yang stabil.
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat:
- Gelas kimia
- Gelas ukur 100 mL
- Pipet volume 10 mL dan 1 mL
- Filler / Bola hisap
- Tabung pencelupan
- Mesin Pencelupan HT - Dyeing
- Batang pengaduk
- Neraca analitik
3.1.2 Bahan:
Pencelupan dengan zat warna basa
- Kain poliakrilat
- Zat warna basa (Basacryl Red)
- Natrium asetat
- Retarder anionik
- Asam asetat 30%
- Teepol
- Na2CO3
Vlot 1: 20
Vlot 1: 20
105oC
70oC
3.4.2 Skema Pencelupan Serat Poliakrilat dengan Zat Warna Dispersi
110oC
80oC
15’
’
Perhitungan resep
Proses pencelupan
(Metode Exhaust, 105°C dan 110 °C, 30 menit)
Pengeringan
Ketuaan warna
Evaluasi
Kerataan warna
3.6 Langkah Kerja
3.6.1 Persiapan Larutan Celup
a. Pembuatan larutan induk zat warna
Timbang 1 gram zat warna dan pastakan dengan 10 mL air kemudian
tambahkan air hingga 100 mL, aduk hingga zat warna terdispersi
merata.
b. Persiapan larutan celup
Siapkan air sesuai resep, tambahkan asam asetat hingga pH 5,
kemudian tambahkan zat pembantu lainnya dan aduk merata, pipet zat
warna sesuai kebutuhan resep dan masukkan ke tabung pencelupan,
kemudian masukkan kain.
IV. PERHITUNGAN
4.1 Perhitungan Pencelupan Serat Poliakrilat dengan Zat Warna Basa
Kain 1
- Berat bahan = 8,18 gram
- Vlot = BB x 20 = 8,18 gram x 20 = 163,6 mL
1 100
- Zat warna = 100 𝑥 8,18 𝑥 = 8,18 mL
1
1
- Na asetat = 𝑥 163,6 = 0,1636 gram
1000
0
- Retarder anionik = 1000 𝑥 163,6 = 0 ml
Kain 3
- Berat bahan = 7,77 gram
- Vlot = BB x 20 = 7,77 gram x 20 = 155,4 mL
1 100
- Zat warna = 100 𝑥 7,77 𝑥 = 7,77 mL
1
1
- Na asetat = 1000 𝑥 155,4= 0,1554gram
4
- Retarder anionik = 1000 𝑥 155,4 = 0,6216ml
Kain 2
- Berat bahan = 6,69 gram
- Vlot = BB x 20 = 6,69 gram x 20 = 133,8 mL
2 100
- Zat warna = 100 𝑥 6,69 𝑥 = 13,38 mL
1
1
- Zat pendispersi = 1000 𝑥 133,8 = 0,1338 ml
Kain 2
- Berat bahan = 7,6 gram
- Vlot = BB x 30 = 7,6 gram x 30 = 228 mL
1
- Teepol = 100 𝑥 228 = 0,228 mL
1
- Na2CO3 = 1000 𝑥 228 = 0,228 gram
Kain 3
- Berat bahan = 7,77 gram
- Vlot = BB x 30 = 7,77 gram x 30 = 233,1 mL
1
- Teepol = 100 𝑥 233,1 = 0,2331 mL
1
- Na2CO3 = 1000 𝑥 233,1= 0,2331 gram
Kain 2
1
- Teepol = 100 𝑥 133,8 = 0, 1338 mL
1
- Na2CO3 = 𝑥 133,8 = 0, 1338 gram
1000
Kain 3
1
- Teepol = 100 𝑥 127 = 0,127 mL
1
- Na2CO3 = 1000 𝑥 127= 0,127 gram
V. DATA PENGAMATAN
Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dengan menggunakan tabel ranking,
didapatkan ketuaan warna dan kerataan dengan hasil:
5.1 Hasil Pencelupan Kain Poliakrilat dengan Zat Warna Basa
5.1.1 Kerataan Warna
Pengamat Kain
I II III
1 6 8 7
2 6 9 7
3 7 7 8
4 5 8 6
x 6 8 7
5.1.2 Ketuaan Warna
Pengamat Kain
I II III
1 7 8 6
2 7 9 6
3 8 7 8
4 6 8 5
Σ 7 8 6
Pengamat Kain
I II III
1 7 8 6
2 8 9 7
3 8 8 8
4 7 9 7
Σ 7,5 8,5 7
Pengamat Kain
I II III
1 8 9 7
2 8 9 6
3 8 9 8
4 8 8 8
Σ 8 8,75 7,25
VI. DISKUSI
6.1 Diskusi Pencelupan Kain Poliakrilat dengan Zat Warna Basa
Pada praktikum kali ini, dilakukan pencelupan kain poliakrilat dengan zat
warna basa. Variasi yang digunakan pada praktikum ini yaitu variasi konsentrasi
perata anionik (0,1,4g/L). Perata anionik sendiri berfungsi untuk meratakan difusi
zat warna di dalam kain sehingga mendapatkan kerataan warna hasil celup yang
baik.
Pada umumnya sifat zat warna basa adalah tidak larut dalam air, oleh
sebab itu sebelum dilakuka pencelupan zat warna harus dilarutkan terlebih
dahulu dengan penambahan asam asetat agar pH larutan celup menjadi asam dan
akan membentuk garam berarna pada zat warna basa.
Akrilat dapat dicelup dengan zat warna basa karena struktur serat pada
poliakrilat terdapat muatan negative, sedangkan zat warna basa bermuatan positif
sehingga zat warna dan serat dapat berikatan secara ionik, dan menyebabkan
sukar terjadi migrasi antara zat warna ke serat, makadariitu laju penyerapan zat
warna diperlambat dengan menambahkan retarder anionik.
Ketuaan Warna
9
8
7
6
Nilai Kain
5
4
3
2
1
0
0 ml/L 0.5 ml/L 4 ml/L
Retarder Anionik
Untuk kerataan warna yang paling bagus adalah kain tiga dengan
penambahan perata anionik 4 ml/L hal ini disebabkan karena semakin banyak
ditambahkan perata anionik maka laju penyerapan akan berlangsung lambat dan
menyebabkan zat warna tersebar merata pada kain, namun ketuaan warnanya
akan menurun karena disebabkan banyaknya muatan negative dalam larutan
menyebabkan sebagian zat warna berikatan dengan larutan dan tidak masuk
kedalam serat.
Perbandingan kain 1(retarder anionic 0 ml/L) dan kain 2 (retarder anionic 0,5
ml/L)
Untuk kerataan warna kain 1 yang tidak menggunakan retarder
anionic hasil kertaannya kurang optimal dibandingkan kain 2 yang
menggunakan retarder anionic sebanyak 0,5 ml/L. Hal ini disebabkan retarder
anionic sendiri berperan untuk memperlambat laju penyerapan sehingga zat
warna tersebar merata, sehingga kain yang dihasilkan kain 2 pun lebih rata
dibandingkan kain 1.
Untuk ketuaan warna kain 1 yang tidak menggunakan retarder
anionic hasil kertaannya kurang optimal dibandingkan kain 2 yang
menggunakan retarder anionic sebanyak 0,5 ml/L.
Perbandingan kain 3(retarder anionic 4 ml/L) dan kain 2 (retarder anionic 0,5
ml/L)
Untuk kerataan warna kain 2 yang menggunakan retarder anionic
sebanyak 0,5 hasil kertaannya lebih optimal dibandingkan kain 3 yang
menggunakan retarder anionic sebanyak 4 ml/L. Hal ini disebabkan pada kain
2 penggunaan retardernya paling optimal sehinga kerataannya pun lebih baik
dibanding kain 3.
Untuk ketuaan warna kain 2 yang menggunakan retarder anionic
sebanyak 0,5 hasil kertaannya lebih optimal dibandingkan kain 3 yang
menggunakan retarder anionic sebanyak 4 ml/L. Hal ini disebabkan pada kain
2 penggunaan retardernya paling optimal sehinga ketuaan warnanya pun
lebih baik disbanding kain 3.
6.2 Diskusi Pencelupan Kain Poliakrilat dengan Zat Warna Dispersi
Pada praktikum kali ini, dilakukan proses pencelupan kain
nylon/poliamida dengan zat warna dispersi. Variasi yang digunakan yaitu zat
pendispersi (0 ml/l, 1 ml/l, 5 ml/l). Zat pendispersi berperan penting dalam proses
pencelupan ini, yaitu berfungsi untuk mendispersikan zat warna dispersi agar
terdispersi monomolekuler didalam larutan celup dan untuk menjaga agar
partikel zat warna tetap stabil dan tidak mengendap (mencegah penggabungan
kembali partikel zat warna dispersi teraglomerasi menjadi partikel yang lebih
besar).
Suhu transisi gelas kedua (tg) poliakrilat berkisar antara 65 – 85⁰C. Mulai
suhu tersebut ikatan hidrogen antar rantai polimer poliakrilat mulai putus
sehingga serat mulai mengembang. Dalam proses pencelupan mulai suhu transisi
gelas (tg) tersebut akan terjadi peningkatan kecepatan penyerapan zat warna yang
besar, sehingga mulai suhu tersebut kenaikan suhu pecelupan perlu dikontrol
agar hasil celupnya tidak belang. Untuk membantu agar hasil celupnya tidak
belang/rata bisa digunakan zat pendispersi karena zat pendispersi berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata didalam
larutan . Selain itu, zat warna dispersi sendiri bersifat hidrofob, mempunyai berat
molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Maka dari itu, pada
proses pencelupannya memerlukan zat pendispersi.
Berdasarkan pengamatan secara visual, dapat di analisa penggunaan zat
pendispersi yang paling optimal yaitu pada kain 2 dengan konsentrasi zat
pendispersi 1 ml/l. Hal ini karena pada kondisi optimal zat pendispersi dapat
bekerja dengan baik sesuai fungsinya yaitu mendispersikan zat warna agar
terdispersi monomolekur didalam larutan celup dan untuk menjaga agar partikel
zat warna tetap stabil dan tidak mengendap (mencegah penggabungan kembali
partikel zat warna dispersi teraglomerasi menjadi partikel yang lebih besar),
dimana zat warna ukuran molekulnya menjadi kecil dan akan tetap stabil yang
akan membuat zat warna larut didalam larutan celup dan zat warna akan mudah
masuk ke dalam serat sehingga akan menghasilkan warna yang tua. Selain itu,
pada kondisi optimal zat pendispersi pun dapat mendispersikan zat warna
sehingga tersebar secara merata sehingga dapat menghasilkan kerataan kain yang
baik.
Dapat dilihat untuk penggunaan zat pendispersi melebihi titik optimum,
akan menurunkan nilai ketuaan dan kerataan kain hasil pencelupan seperti pada
kain 3 dengan konsentrasi pendispersi 5 ml/l. Hal ini dapat disebabkan karena
penambahan zat pendispersi yang berlebih akan membuat konsentrasi larutan
celup menjadi jenuh dan zat pendispersi akan membentuk agregat sehingga dapat
memblokir atau menghalangi zat warna untuk masuk kedalam serat.
Kerataan Warna
9
8
7
6
Nilai Kain
5
4
3
2
1
0
0 ml/L 1 ml/L 5 ml/L
Zat Pendispersi
Ketuaan Kain
10
9
8
7
Nilai Kain
6
5
4
3
2
1
0
0 ml/L 1 ml/L 5 ml/L
Zat Pendispersi