Anda di halaman 1dari 17

PROSES PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI

(Variasi Suhu Thermosol)

LAPORAN
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan II)

oleh :
Kelompok 3 / 2K4
Sekar Ambarwaningthyas Wahyuni 19420080
Wendian Kristanto Simarmata 19420089
Widya Ayu Setyasari 19420090
Wilsen Wimpie 19420091
Yessiane Carolin 19420092

Dosen : Wulan S.,S.ST,M.T.


Asisten Dosen : - David Christian,SST.
- Mia K., S.ST

POLITEKNIK STTT BANDUNG


KIMIA TEKSTIL 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud dan Tujuan
Maksud
Mampu merencanakan proses pencelupan meliputi pemilihan zat warna dan zat pembantu
yang dipakai, menghitung kebutuhan zat warna dan zat pembantu sesuai dengan resep,
menentukan skema dan kondisi proses, mampu melakukan dan mengontrol proses
pencelupan serta mampu mengevaluasi hasil proses pencelupan.

Tujuan
1. Mencelup kain poliester dengan zat warna dispersi metoda paddry-thermosol.
2. Mengetahui pengaruh variasi suhu pada pencelupan polister dengan zat warna
disperse metoda pad-dry-thermosol.
3. Melakukan proses cuci reduksi untuk menghilangkan sisa zat warna yang ada pada
permukaan kain sehingga diperoleh kain dengan tahan luntur dan sublimasi yang
baik.
4. Melakukan evaluasi proses pencelupan terhadap kain hasil celup tersebut dilihat dari
ketuaan warna dan kerataan warna hasil celupan yang dihasilkan.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Serat Poliester
Poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan tekstil,
merupakan suatu polimer hasil reaksi antara monomer asam terftalat dan etilena glikol,
seperti reaksi berikut :

Asam Tereftalat Etilena glikol Polietilena tereftalat (Dacron) Air Polimer yang
terbentuk disebut poliester yang memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan
serat memiliki struktur yang rapat akibat rantai yang saling berdekatan membentuk ikatan
hidrogen antara gugus –OH dan gugus –COOH dalam molekulnya. Oleh karena itu serat
poliester bersifat hidrofob dan sulit dimasuki air maupun zat warna. Agar dapat dimasuki
air dan zat warna maka ikatan hidrogen antar rantai molekul yang berdekatan harus
dikurangi dengan cara menaikkan suhu. Kenaikan suhu mengakibatkan adanya vibrasi
molekul yang memperlemah ikatan antar molekul, mejadikan jarak antar rantai lebih
longgar, serat menjadi lebih plastis sehingga dapat dimasuki oleh molekul air dan zat
warna. Bahan yang cocok untuk pencelupan cara carrier adalah bahan poliester regular
baik dalam bentuk rajutan maupun tenunan, tetapi tidak cocok untuk pencelupan kain
poliester microfiber karena strukturnya terlalu padat. Sifat Parameter Kekuatan tarik 4,0 –
6,9 gram/denier Mulur 11% - 40% Elastisitas Baik (tahan kusut) Moisture regain (RH)
65%) 0.4% Modulus Tinggi (pembebanan 1,7 g/d meyebabkan 8 Sifat Parameter mulur
2% Berat jenis 1,38 Titik leleh 250oC Morfologi Berbentuk silinder dengan penampang
bulat Sifat kimia Tahan asam lemah mendidih dan asam kuat dingin, tidak tahan alkali
kuat.Tahan oksidator, pelarut untuk dry cleaning. Larut dalam metakresol panas dan
Tahan jamur.

2.2 Pencelupan
Menurut Sunarto (2008:3) Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan tekstil.
Sedangkan menurut Herlison (1981:85) Pencelupan adalah memberi warna pada bahan
secara merata. Selain itu pencelupan merupakan proses pemberian warna pada bahan
tekstil, sehingga bahan memiliki warna tertentu (Noor 2007:1). Dalam proses pencelupan
air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi mutu hasil
pencelupan.
Pada pencelupan ini biasa digunakan metode exhaust, pada pencelupan metode
perendaman zat warna, yang sebagian atau seluruhnya larut dalam larutan celup,
berpindah ke permukaan serat akibat gerakan larutan celup atau gerakan bahan yang
dicelup. Zat warna terserap ke permukaan serat dan idealnya berdifusi ke dalam serat
(seluruh bagian serat). Berdasarkan zat warna yang digunakan, ikatannya bisa fisika atau
kimia. Pencelupan cara perendaman biasanya dilakukan menggunakan larutan celup,
dengan waktu yang relatif lama dan menggunakan rasio perbandingan bahan dengan
larutan dari mulai 1:8 hingga 1:30. Metode exhaust sering pula disebut dengan metode
dis-kontinu atau imersi karena alat/mesinnya memiliki kapasitas yangterbatas, kain tidak
dilewatkan tetapi direndamkan seluruhnya selama proses.
Mekanisme Pencelupan Menurut teori pencelupan, perpindahan zat warna dari larutan ke
dalam serat terjadi secara bertahap :

 Difusi zat warna dalam larutan. Didalam larutan zat warna direk berbentuk
molekul tunggal dan beragregat. Molekul-molekul ini dalam keadaan gerak dan
tidak mempunyai arah tertentu. Gerakan secara terarah akan terjadi jika ada gaya
penggeraknya. Gaya penggerak ini dapat disebabkan karena adanya gradien
konsentrasi dalam larutan atau perbedaan pontensial elektro statik dibagian-
bagian tertentu di dalam larutan. Gerakan yang ditimbulkan oleh adanya
perbedaan konsentrasi tersebut disebut difusi. Difusi merupakan proses
pemindahan dengan adanya proses difusi maka akan terjadi proses pemindahan
zat warna dari bagian larutan yang berkonsentrasi tinggi kebagian yang
berkonsentrasi rendah.
 Adsorpsi zat warna ke permukaan serat. serat dalam larutan cenderung bermuatan
negatif, demikian pula zat warna direk dalam larutan juga bermuatan negatif.
Dengan demikian akan terjadi gaya tlak menolak antara zat warna dengan serat.
Agar zat warna dapat menempel pada permukaan serat, maka zat warna harus
dapat melampaui beberapa rintangan, yaitu :
a) Rintangan muatan adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna
direk untuk melekat pada permukaan serat karena adanya gaya tolak
menolak antara butir zat warna dengan serat.
b) Rintangan entropi adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna
direk untuk melekat pada permukaan serat karena pengarahan molekul zat
warna kurang. Posisi butir zat warna direk dipermukaan serat harus sejajar
dengan sumbu serat.
 Difusi zat warna ke dalam serat Adsorpsi zat warna pada permukaan serat
menyebabkan konsentrasi dipermukaan serat menjadi tinggi, sedangkan di dalam
serat konsentrasi mula- mula adalah nol. Apabila butir-butir zat warna tersebut
mempunyai energi untuk masuk ke dalam serat maka akan terjadi proses
pemindahan zat warna dari permukaan serat ke dalam serat. Mula-mula butir zat
warna dalam bentuk molekul tunggal atau agregat kecil masuk ke dalam serat
melalui daerah amorf. Dengan bantuan panas serta mengembangnya kapas, maka
butir-butir zat warna akan masuk lebih cepat dan bermigrasi ke bagian kristalin
lewat antar molekul selulosa.
 Ikatan zat warna dengan serat. Setelah berada dalam serat, kemudian zat warna
tersebut mengadakan ikatan hidrogen dengan serat. Ikatan hidrogen terjadi antara
gugus-gugus yang bertindak sebagai pembri elektron atau gugus-gugus yang
mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen dalam zat warna
dengan gugus-gugus hidroksil didalam serat. Ikatan hidrogen antara serat dengan
zat warna terjadi dalam dua bentuk, yaitu :
a) Bentuk ikatan anatara gugus hidroksil serat dengan gugus pemberi
elektron dalam zat warna. Dalam hal ini gugus hidroksil serat
akan bertindak sebagai pemberi hidrogen.
b) Bentuk ikatan antara gugus hidroksil serat dengan gugus yang
mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen yang
terdapat pada warna. Dalam hal ini unsur oksigen dari gugus hidroksil
serat akan bertindak sebagai pemberi elektron dan gugus zat warna sebagai
pemberi hidrogen.

2.3 Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi pada mulanya banyak dipergunakan untuk mencelup serat asetat
yang merupakan serat hidrofob. Dengan dikembangkannya serat buatan yang bersifat
hidrofob, seperti serat poliakrilat, poliamida dan poliester, maka penggunaan zat warna
dispersi makin meningkat. Pada waktu ini zat warna dispersi, terutama dipergunakan
pada pencelupan serat poliester. Beberapa nama dagang zat warna dispersi adalah :
 Foron (Sandoz)
 Dispersol (I.C.I)
 Palanil (BASF)
 Sumikaron ( Sumitomo-Jepang)
 Terasil (Ciba–Geigy)
Zat warna dispersi adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob sehingga
kelarutannya dalam air kecil sekali. Oleh karena itu zat warna ini dalam pemakaiannya
harus didispersikan dalam larutan. Pada pemakaiannya memerlukan bantuan zat
pengemban (carrier) atau adanya suhu yang tinggi. Zat warna dispersi digunakan dalam
bentuk bubuk ( powder dan micro powder) dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan cucinya
baik tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran molekulnya berbeda-beda dan perbedaan tersebut
sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat
sublimasinya.Berdasarkan struktur kimianya, zat warna dispersi dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu :
1. Kromogen golongan azo Zat warna golongan azo umumnya menghasilkan warna
kuning, oranye, merah, dan beberapa warna ungu, biru dan hitam

2. Kromogen golongan antrakuinon Zat warna golongan antrakuionon umumnya


menghasilkan warna pink, merah, ungu dan biru. Kelebihan zat warna antrakuinon
adalah warnanya sangat cerah, tahan sinar sangat baik, mudah rata, sedangkan
kekurangannya adalah perlu banyak zat warna untuk memperoleh warna tua (color
build up jelek), tahan luntur terhadap pencucian kurang baik, harganya mahal.

3. Kromogen golongan Thiopene Zat warna ini mulai dikembangkan pada tahun 1970
untuk mensubtitusi zat warna golongan antrakuinon, zat warna ini memiliki
kelebihan dibanding zat warna antrakuinon dalam hal color build up, warna biru
yang brilian dan tahan luntur warna terhadap pencucian lebih baik. Warna yang
dihasilkan adalah warna biru dan biru kehijauan.

Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna dispersi


digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Tipe A, zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat
baik karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi pada
suhu 130oC, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan poliakrilat.
2. Tipe B (tipe E), zat warna dispersi dengan ukuran molekul sedang, sifat kerataan
pencelupan baik dan menyublim pada suhu 190℃, biasanya digunakan untuk
pencelupan poliester metoda carrier atau pencapan alih panas (transfer printing).
3. Tipe C (tipe SE), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
cukup baik, menyublim pada suhu 200℃, biasanya digunakan untuk pencelupan
cara carrier , HT/HP dan thermosol.
4. Tipe D (tipe S), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
kurang baik, menyublim pada suhu 210℃, biasanya digunakan untuk pencelupan
poliester metoda HT/HP dan thermosol. Dalam penggunannya, pemilihan golongan
zat warna tersebut harus tepat karena sangat menentukan sifat-sifat hasil
pencelupannya.

Sifat–sifat Zat Warna Dispersi


Sifat-sifat umum zat warna, baik sifat kimia maupun sifat fisika merupakan faktor
penting dan erat hubungannya dengan penggunaannya dalam proses pencelupan.
Sifat-sifat umum zat warna dispersi untuk pencelupan serat poliester (tipe B, C, dan
D) adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai titik leleh sekitar 150℃ dan kekristalinan yang tinggi.
2. Apabila digerus sampai halus dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat
menghasilkan dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran
partikel 0,5 – 2,0 μ.
3. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
4. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 – 200 mg/g dalam serat.
5. Relatif tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan
berlangsung. 6. Pada dasarnya bersifat nonion walaupun mengandung gugus
NH2, NHR dan –OH yang bersifat agak polar. 11
6. Kelarutan dalam air kecil sekali ( kurang dari 30 mg/kg zat warna).
7. Ketahanan luntur warna hasil pencelupan terhadap keringat dan pencucian
sangat baik tetapi kethanan luntur warna terhadap sinarnya jelek.

2.4 Termosol
Proses termosol adalah proses pencelupan sistem kontinyu yang diperkenalkan oleh
Du Pont padatahun 1949. Zat warna dispersi yang sudah terdispersi di pad-kan pada kain
poliester. kemudian kain dikeringkan menggunakan pengering udara panas atau dengan
infrared radiation, yang nantinya akan memberikan migrasi zat warna yang kecil.
penggunaan zat anti migrasi pada bak pad sangat disarankan. Bahkan, migarsi zat warna
selama pengeringan pada kain poliester 100% sangat sulit untuk dihilangkan dan kain
seperti itu cenderung lebih mewarnai permukaan benang secara dalam. Pengeringan akhir
menggunakan silinder panas.

Meski memiliki mekanisme pencelupan yang sederhana, terdapat beberapa masalah


teknis yang menyebabkan tingkat hasil celupan rendah. Pada awal padding zat warna kain
harus mengndung distribusi partikel zat warna merata. Oleh karena itu padding dan
dispersi seragam sangat penting. Migrasi zat warna harus diminimalisir terutama jika
mengarah ke zat warna lebih pada satu wajah kain dari yang lain. Selama tahap
sublimasi, penting untuk memberikan kondisi yang memungkinkan keseimbangan antara
tingkat penguapan zat warna dan penyerapan uap oleh serat. Proses Thermosol banyak
digunakan untuk kain sempit PET 100% seperti pita dan ikat pinggang.

2.5 Reaksi / Ikatan


Gambar ikatan zat warna dispersi dengan serat poliester
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan serat
poliester ada 2  macam yaitu:
1. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang mellibatkan ikatan hidrogen dengan
atom lain yang bersifat elektronegatif. Kebanyakan zat warna dispersi tidak
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester karena zzat warna dispersi dan
serat poliester bersifat non polar. Hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna dispersi yang
mempunyai donor proton seperti -OH atau -NH2.
2. Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob dan bersifat non polar.
Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar. Non polar ini
disebut ikatan hidrofobik. Gaya yang berperan dalam terbentuknya ikatan hidrofobik
antara serat poliester dan zat warna dispersi adalah gaya dispersi london yang
termasuk ke dalam gaya Van Der Waals ( gaya fisika ). Ikatan dari gaya Van Der
Waals sesungguhnya terdiri dari dua komponen yaitu ikatan dipol dan gaya dispersi
london. Akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung non polar, sehingga gaya yang
berperan dalam terbentuknya ikatan antara zat warna dispersi dan serat poliester
adalah gaya dispersi london.
Zat warna dispersi bisa masuk ke dalam serat diakibatkan oleh putusnya ikatan hydrogen
intramolekuler oleh zat pengemban yang masuk ke dalam serat. Dengan putusnya ikatan
tersebut menyebabkan pori-pori serat poliester terbuka. Setelah itu zat warna dapat masuk
ke dalam serat  dan mendorong zat pengemban untuk keluar dari serat. Keluarnya zat
pengemban dapat terjadi karena molekul zat warna lebih besar daripada molekul zat
pengemban, sehingga afinitas zat warna terhadap serat akan lebih besar daripada zat
pengemban. Setelah itu akan terjadi fiksasi zat warna dan pori-pori serat akan menutup
kembali sehingga ketahanan luntur terhadap pencuciannya baik. 

2.6 Mekanisme Pencelupan Metoda pad-dry-thermosol


Pada pencelupan metoda thermosol zat warna berpindah dari larutan celup ke
permukaan bahan melalui proses rendam-peras (padding) diikuti dengan pengeringan
awal dan thermofiksasi. Besarnya tekanan peras dari rol (% wet pick up/ % WPU) akan
menentukan banyaknya larutan yang dapat terbawa oleh kain. Untuk kain yang bersifat
hidrofob seperti poliester, % WPU yang digunakan biasanya adalah 50% - 60%. Apabila
% WPU ini dinaikkan dapat menyebabkan migrasi zat warna di permukaan bahan
sehingga timbul belang.
Proses pengeringan bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang ada pada bahan
yang dapat menurunkan efiseinsi panas pada proses termofiksasi nantinya. Pada proses
termofiksasi, bahan dilewatkan pada mesin thermosol bersuhu 200℃ -220℃ selama 1
-2 menit. Proses ini mengakibatkan serat poliester menjadi plastis dan terbentuk rongga-
rongga antar ranti polimer. Sementara itu suhu yang tinggi ini menyebabkan zat warna
dispersi menyublim berubah fasa dari solid menjadi fasa uap. Uap zat warna ini dapat
terabsorbsi ke dalam serat polyester yang struktur rantai polimernya lelbih longgar tadi.
Pada saat kain keluar dari ruang termosol, terjadi proses pendinginan sehingga suhu kain
turun dan struktur serat poliester kembali menjadi rapat dan zat warna disperse berubah
fasa kembali dari uap menjadi solid dan terperangkap di dalam serat. Semakin besar
molekul zat warna dispersi yang digunakan akan semakin besar pula tekanan uap zat
warnanya, sehingga semakin banyak zat warna yang mampu terabsorbsi ke dalam serat.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
̶ Stenter
̶ Piala gelas
̶ Pipet volume
̶ Batang Pengaduk
̶ Gelas ukur 100 ml
̶ Neraca digital
Bahan :
̶ Kain Poliester
̶ Zat Warna Dispersi
̶ Zat Pendispersi
̶ Asam Sitrat
̶ Alginat

3.2 Diagram Alir Proses

Pembuatan larutan celup dan persiapan bahan (Heat Sett 190oC, 2 menit)
Padding (WPU 60%)

Pre-Drying (100℃ x 2 menit)

Thermofiksasi (200℃-22℃, 1-2 menit)

Pencucian reduksi

Pencucian sabun

Pengeringan

Evaluasi

3.3 Resep
Resep Padding :
Zat Warna Dispersi 70 g/L
Zat Pendispersi 2 g/L
Asam Sitrat pH 4-5
Alginat 8 g/L
Two NIP, Two DIP
Driying :
100℃, 2 Menit
Thermofikasi :
150 – 170 - 190 - 210℃, 1 Menit
Resep Cuci Reduksi :
Sabun 1 cc/l
Soda Ash 1 g/L
Vlot 1 : 20
Suhu 70℃
Waktu 10 menit

3.4 Langkah Kerja


- Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
- Pilihlah zat warna disperse yang sesuai untuk metoda thermosol
- Buatlah rencana proses pencelupannya meliputi, penyusunan diagram alir proses,
pemilihan skema proses, pemilihan zat pembantu dan penyusunan resep pencelupan
- Hitunglah kebutuhan bahan, zat warna, air, zat pembantu pencelpuan sesuai dengan
resep yang anda buat
- Lakukan proses pencelupan sesuai skema proses yang anda pilih
- Evaluasi dan analisa hasil pencelupannya serta bandingkan dengan variasi percobaan
teman anda dalam kelompok
- Tulislah laporan sesuai format laporan

3.5 Skema Proses

Pre Drying Pengeringan


90

Termosol Cuci reduksi dan


Pre Drying 200- 220 ᴼ C pembilasan
100 ᴼ C 1 menit 1 menit

Pad larutan

3.6 Fungsi Zat


- Zat warna dispersi : memberi warna pada kain poliester.
- Zat pengatur PH : agar tidak terjadi hidrolisis pada serat poliester.
- Zat perata : bekerja memperbesar migrasi di dalam serat dan memperbaiki
pendispersian zat warna.
- Zat pendispersi : membantu penyerapan zat warna.
- Zat anticreaksemark : untuk mencegah belang pada lipatan kain dan timbulnya bulu
pada kain.
- Zat anti sadah : menghilangkan logam pada air.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Diskusi
Sifat Serat Poliester : Serat poliester bersifat hidrofob dan sulit dimasuki air maupun zat
warna. Agar dapat dimasuki air dan zat warna maka ikatan hidrogen antar rantai molekul
yang berdekatan harus dikurangi dengan cara menaikkan suhu. Kenaikan suhu
mengakibatkan adanya vibrasi molekul yang memperlemah ikatan antar molekul,
mejadikan jarak antar rantai lebih longgar, serat menjadi lebih plastis sehingga dapat
dimasuki oleh molekul air dan zat warna.
Sifat Zat Warna Dispersi : Zat warna dispersi adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat
hidrofob sehingga kelarutannya dalam air kecil sekali. Oleh karena itu zat warna ini dalam
pemakaiannya harus didispersikan dalam larutan. Pada pemakaiannya memerlukan
bantuan zat pengemban (carrier) atau adanya suhu yang tinggi.
Auxiliaries (Zat Pembantu) : Salah satu zat pembantu yang digunakan adalah zat
pendispersi. Zat pendispersi adalah zat yang dapat mebantu penyerapan zat warna ke
dalam serat.
Saat kain mendekati suhu maksimum, zat warna dispersi mulai tersublimasi dan serat
poliester mulai menyerap zat warna yang telah berubah menjadi gas. Sublimasi adalah
transformasi solid menjadi gas tanpa perubahan fasa cair.
Contoh, pada suhu 200°C, zat warna tersublimasi kemudian uap zat warna masuk ke
dalam serat serta berpenetrasi ke dalam serat melalui proses difusi yang cukup cepat.
Semakin banyak zat warna dispersi yang menguap maka semakin banyak pula zat warna
yang terserap oleh bahan.
Pada resep, suhu termofiksasi yang digunakan yaitu 150 – 170 – 190 - 200°C. Terlihat
bahwa suhu semakin meningkat, itu berarti ikatan antar molekul pada serat semakin lemah
dan semakin mudah termasuki oleh zat warna. Disaat suhu semakin meningkat, uap dari
zat warna yang dihasilkan pun semakin banyak dan yang terserap ke dalam serat pun
semakin banyak pula. Ditambah pula dengan fungsi zat pembantu yang digunakan yaitu
dapat membantu penyerapan zat warna ke dalam serat. Sehingga, dapat diprediksi bahwa
semakin meningkatnya suhu termofiksasi, maka akan semakin tua warna yang dihasilkan
pada kain.

4.2 Kesimpulan
Berdasarkan data yang ada serta diskusi, dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa jika
semakin tinggi suhu termofiksasi yang dilakukan maka akan semakin banyak zat warna
yang akan masuk ke dalam serat serta warna yang dihasilkan pada kain pun tentunya
akan semakin tua.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Taufiq. 2006. Efek Konsentrasi Zat Pengemban terhadap Ketuaan Warna pada
Pencelupan Serat Poliester dengan Zat Warna Dispersi. TEKNOIN. 11(1): 65-76.

saGaara301.2012. Ikatan antara Zat Warna Dispersi & Poliester di


http://sagaara301.blogspot.com/2012/01/ikatan-antara-zat-warna-dispersi-dan.html (akses 19
Februari 2021)

M. Ichwan, dkk. 2013. PEDOMAN PRAKTIKUM PENCELUPAN 2 (Pencelupan Serat


Sintetik). Bandung.

Wulan. S. PPT Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2. Pencelupan Poliester Dengan ZW


Dispersi.

Youtube prodi kimia tekstil.

Unknown. Pencelupan Poliester Dengan Zat Warna Dispersi Sistem Kontinyu Metoda Pad
Termosol Dengan Variasi Pre-Dry Dan Konsetrasi Zat Anti Migrasi. di
https://pdfcoffee.com/qdownload/pencelupan-poliester-dengan-zat-warna-dispersi-sistem-
kontinyu-metoda-pad-termosol-dengan-variasi-pre-3-pdf-free.html (akses 1 Maret 2021)

Anda mungkin juga menyukai