Anda di halaman 1dari 13

PROSES PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI

(Variasi Carrier)

LAPORAN
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan II)

oleh :
Kelompok 3 / 2K4
Sekar Ambarwaningthyas Wahyuni 19420080
Wendian Kristanto Simarmata 19420089
Widya Ayu Setyasari 19420090
Wilsen Wimpie 19420091
Yessiane Carolin 19420092

Dosen : Wulan S.,S.ST,M.T.


Asisten Dosen : - David Christian,SST.
- Mia K., S.ST

POLITEKNIK STTT BANDUNG


KIMIA TEKSTIL 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan


Maksud
Mencelup kain poliester dengan menggunakan zat warna disperse dengan metoda carier untuk
mendapatkan hasil celup yang permanen dengan sifat tahan luntur yang baik.
Tujuan
 Mencelup kain poliester dengan zat warna disperse metode carrier
 Mengetahui pengaruh variasi carrier/zat pengemban, zat pendispersi dan zat pereduksi
yang digunakan

 Melakukan proses cuci reduksi untuk menghilangkan sisa zat warna yang ada pada
permukaan kain sehingga diperoleh kain dengan tahan luntur dan sublimasi yang baik.

 Melakukan evaluasi proses pencelupan terhadap kain hasil celup tersebut dilihat dari
ketuaan warna dan kerataan warna hasil celupan yang dihasilkan.
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Serat Poliester


Poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan tekstil,
merupakan suatu polimer hasil reaksi antara monomer asam terftalat dan etilena glikol, seperti
reaksi berikut : nHOOC COOH + nHO(CH2)2OH HO[OC COO(CH2)2O]nH + (2n-1)H2O
Asam Tereftalat Etilena glikol Polietilena tereftalat (Dacron) Air Polimer yang terbentuk
disebut poliester yang memiliki keteraturan struktur rantai yang menyebabkan serat memiliki
struktur yang rapat akibat rantai yang saling berdekatan membentuk ikatan hidrogen antara
gugus –OH dan gugus –COOH dalam molekulnya. Oleh karena itu serat poliester bersifat
hidrofob dan sulit dimasuki air maupun zat warna. Agar dapat dimasuki air dan zat warna
maka ikatan hidrogen antar rantai molekul yang berdekatan harus dikurangi dengan cara
menaikkan suhu. Kenaikan suhu mengakibatkan adanya vibrasi molekul yang memperlemah
ikatan antar molekul, mejadikan jarak antar rantai lebih longgar, serat menjadi lebih plastis
sehingga dapat dimasuki oleh molekul air dan zat warna. Bahan yang cocok untuk pencelupan
cara carrier adalah bahan poliester regular baik dalam bentuk rajutan maupun tenunan, tetapi
tidak cocok untuk pencelupan kain poliester microfiber karena strukturnya terlalu padat.
2.2.1.Sifat poliester Tabel 1.1. Sifat Serat Poliester Sifat Parameter Kekuatan tarik 4,0 – 6,9
gram/denier Mulur 11% - 40% Elastisitas Baik (tahan kusut) Moisture regain (RH) 65%)
0.4% Modulus Tinggi (pembebanan 1,7 g/d meyebabkan 8 Sifat Parameter mulur 2% Berat
jenis 1,38 Titik leleh 250oC Morfologi Berbentuk silinder dengan penampang bulat Sifat
kimia Tahan asam lemah mendidih dan asam kuat dingin, tidak tahan alkali kuat.Tahan
oksidator, pelarut untuk dry cleaning. Larut dalam metakresol panas dan Tahan jamur

2.2 Pencelupan
Menurut Sunarto (2008:3) Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan tekstil.
Sedangkan menurut Herlison (1981:85) Pencelupan adalah memberi warna pada bahan
secara merata. Selain itu pencelupan merupakan proses pemberian warna pada bahan
tekstil, sehingga bahan memiliki warna tertentu (Noor 2007:1). Dalam proses pencelupan
air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi mutu hasil
pencelupan.
Pada pencelupan ini biasa digunakan metode exhaust, pada pencelupan metode
perendaman zat warna, yang sebagian atau seluruhnya larut dalam larutan celup,
berpindah ke permukaan serat akibat gerakan larutan celup atau gerakan bahan yang
dicelup. Zat warna terserap ke permukaan serat dan idealnya berdifusi ke dalam serat
(seluruh bagian serat). Berdasarkan zat warna yang digunakan, ikatannya bisa fisika atau
kimia. Pencelupan cara perendaman biasanya dilakukan menggunakan larutan celup,
dengan waktu yang relatif lama dan menggunakan rasio perbandingan bahan dengan
larutan dari mulai 1:8 hingga 1:30. Metode exhaust sering pula disebut dengan metode
dis-kontinu atau imersi karena alat/mesinnya memiliki kapasitas yangterbatas, kain tidak
dilewatkan tetapi direndamkan seluruhnya selama proses.
Mekanisme Pencelupan Menurut teori pencelupan, perpindahan zat warna
dari larutan ke dalam serat terjadi secara bertahap :
 Difusi zat warna dalam larutan. Didalam larutan zat warna direk
berbentuk molekul tunggal dan beragregat. Molekul-molekul ini dalam
keadaan gerak dan tidak mempunyai arah tertentu. Gerakan secara terarah
akan terjadi jika ada gaya penggeraknya. Gaya penggerak ini dapat
disebabkan karena adanya gradien konsentrasi dalam larutan atau perbedaan
pontensial elektro statik dibagian-bagian tertentu di dalam larutan. Gerakan
yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan konsentrasi tersebut disebut difusi.
Difusi merupakan proses pemindahan dengan adanya proses difusi maka
akan terjadi proses pemindahan zat warna dari bagian larutan yang
berkonsentrasi tinggi kebagian yang berkonsentrasi rendah.
 Adsorpsi zat warna ke permukaan serat. serat dalam larutan cenderung
bermuatan negatif, demikian pula zat warna direk dalam larutan juga
bermuatan negatif. Dengan demikian akan terjadi gaya tlak menolak antara
zat warna dengan serat. Agar zat warna dapat menempel pada permukaan
serat, maka zat warna harus dapat melampaui beberapa rintangan, yaitu :
a. Rintangan muatan adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna
direk untuk melekat pada permukaan serat karena adanya gaya tolak
menolak antara butir zat warna dengan serat.
b. Rintangan entropi adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna
direk untuk melekat pada permukaan serat karena pengarahan molekul
zat warna kurang. Posisi butir zat warna direk dipermukaan serat harus
sejajar dengan sumbu serat.
 Difusi zat warna ke dalam serat Adsorpsi zat warna pada permukaan serat
menyebabkan konsentrasi dipermukaan serat menjadi tinggi, sedangkan di
dalam serat konsentrasi mula- mula adalah nol. Apabila butir-butir zat
warna tersebut mempunyai energi untuk masuk ke dalam serat maka akan
terjadi proses pemindahan zat warna dari permukaan serat ke dalam serat.
Mula-mula butir zat warna dalam bentuk molekul tunggal atau agregat kecil
masuk ke dalam serat melalui daerah amorf. Dengan bantuan panas serta
mengembangnya kapas, maka butir-butir zat warna akan masuk lebih cepat
dan bermigrasi ke bagian kristalin lewat antar molekul selulosa.
 Ikatan zat warna dengan serat. Setelah berada dalam serat, kemudian zat
warna tersebut mengadakan ikatan hidrogen dengan serat. Ikatan hidrogen
terjadi antara gugus-gugus yang bertindak sebagai pembri elektron atau
gugus-gugus yang mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan
hidrogen dalam zat warna dengan gugus-gugus hidroksil didalam serat.
Ikatan hidrogen antara serat dengan zat warna terjadi dalam dua bentuk,
yaitu :
a) Bentuk ikatan anatara gugus hidroksil serat dengan gugus pemberi
elektron dalam zat warna. Dalam hal ini gugus hidroksil serat
akan bertindak sebagai pemberi hidrogen.
b) Bentuk ikatan antara gugus hidroksil serat dengan gugus yang
mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen yang
terdapat pada warna. Dalam hal ini unsur oksigen dari gugus hidroksil
serat akan bertindak sebagai pemberi elektron dan gugus zat warna
sebagai pemberi hidrogen.

2.3 Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi pada mulanya banyak dipergunakan untuk mencelup serat asetat yang
merupakan serat hidrofob. Dengan dikembangkannya serat buatan yang bersifat hidrofob, seperti
serat poliakrilat, poliamida dan poliester, maka penggunaan zat warna dispersi makin meningkat.
Pada waktu ini zat warna dispersi, terutama dipergunakan pada pencelupan serat poliester.
Beberapa nama dagang zat warna dispersi adalah :
 Foron (Sandoz)
 Dispersol (I.C.I)
 Palanil (BASF)
 Sumikaron ( Sumitomo-Jepang)
 Terasil (Ciba–Geigy)
Zat warna dispersi adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob sehingga kelarutannya
dalam air kecil sekali. Oleh karena itu zat warna ini dalam pemakaiannya harus didispersikan
dalam larutan. Pada pemakaiannya memerlukan bantuan zat pengemban (carrier) atau adanya
suhu yang tinggi. Zat warna dispersi digunakan dalam bentuk bubuk ( powder dan micro powder)
dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan cucinya baik tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran molekulnya
berbeda-beda dan perbedaan tersebut sangat erat hubungannya dengan sifat kerataan dalam
pencelupan dan sifat sublimasinya.Berdasarkan struktur kimianya, zat warna dispersi dibagi
menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. Kromogen golongan azo Zat warna golongan azo umumnya menghasilkan warna
kuning, oranye, merah, dan beberapa warna ungu, biru dan hitam

2. Kromogen golongan antrakuinon Zat warna golongan antrakuionon umumnya


menghasilkan warna pink, merah, ungu dan biru. Kelebihan zat warna antrakuinon
adalah warnanya sangat cerah, tahan sinar sangat baik, mudah rata, sedangkan
kekurangannya adalah perlu banyak zat warna untuk memperoleh warna tua (color
build up jelek), tahan luntur terhadap pencucian kurang baik, harganya mahal.

3. Kromogen golongan Thiopene Zat warna ini mulai dikembangkan pada tahun 1970
untuk mensubtitusi zat warna golongan antrakuinon, zat warna ini memiliki
kelebihan dibanding zat warna antrakuinon dalam hal color build up, warna biru
yang brilian dan tahan luntur warna terhadap pencucian lebih baik. Warna yang
dhasilkan adalah warna biru dan biru kehijauan.
Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna dispersi digolongkan
menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Tipe A, zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat baik
karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi pada suhu
130oC, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan poliakrilat.
2. Tipe B (tipe E), zat warna dispersi dengan ukuran molekul sedang, sifat kerataan
pencelupan baik dan menyublim pada suhu 190oC, biasanya digunakan untuk
pencelupan poliester metoda carrier atau pencapan alih panas (transfer printing).
3. Tipe C (tipe SE), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
cukup baik, menyublim pada suhu 200oC, biasanya digunakan untuk pencelupan
cara carrier , HT/HP dan thermosol.
4. Tipe D (tipe S), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
kurang baik, menyublim pada suhu 210oC, biasanya digunakan untuk pencelupan
poliester metoda HT/HP dan thermosol. Dalam penggunannya, pemilihan golongan
zat warna tersebut harus tepat karena sangat menentukan sifat-sifat hasil
pencelupannya.

Sifat–sifat Zat Warna Dispersi


Sifat-sifat umum zat warna, baik sifat kimia maupun sifat fisika merupakan faktor
penting dan erat hubungannya dengan penggunaannya dalam proses pencelupan.
Sifat-sifat umum zat warna dispersi untuk pencelupan serat poliester (tipe B, C, dan
D) adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai titik leleh sekitar 1500C dan kekristalinan yang tinggi.
2. Apabila digerus sampai halus dan didispersikan dengan zat pendispersi dapat
menghasilkan dispersi yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel
0,5 – 2,0 μ.
3. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah.
4. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 – 200 mg/g dalam serat.
5. Relatif tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
6. Pada dasarnya bersifat nonion walaupun mengandung gugus NH2, NHR dan –OH
yang bersifat agak polar. 11
7. Kelarutan dalam air kecil sekali ( kurang dari 30 mg/kg zat warna).
8. Ketahanan luntur warna hasil pencelupan terhadap keringat dan pencucian sangat
baik tetapi kethanan luntur warna terhadap sinarnya jelek.
2.4 Reaksi / Ikatan
2.5 Pengaruh Variasi konsentrasi carier
Dalam pencelupan serat hidrofob seperti poliester, struktur seratnya sedemikian kompak
sehingga air sulit menembusnya, maka difusi zat warna dengan bantuan air saja tak mungkin
terjadi. Difusi yang rendah ini mengakibatkan daya celup yang rendah pula. Untuk membantu
difusi zat warna kedalam serat dapat dipergunakan suatu zat yang dapat menggembungkan
serat poliester tersebut dan membantu penyerapan zat warna ke dalam serat, yang dikenal
dengan nama zat pengemban (carrier). Zat pengemban adalah zat organik yang dapat
menggembungkan dan mempelastiskan serat polyester yang hidrofob. Berdasarkan sifat
kelarutannya zat pengemban (carrier) terbagi atas dua macam yaitu :
1. Carrier hidrofob, carrier ini berfungsi sebagai zat pelumas yang akan berpenetrasi ke
dalam serat dan merusak ikatan antar molekul serat sehingga serat menjadi plastis dan mudah
bergeser. Hal tersebut memungkinkan zat warna berpenetrasi ke dalam serat karena ada
perbedaan konsentrasi antara larutan dengan serat.
2. Carrier hidrofil,carrier ini akan berdifusi ke dalam serat dan menarik air, sehingga serat
menggembung dan pori-pori membuka lebih besar sehingga memudahkan zat warna masuk.
Fungsi lainnya adalah menambah kelarutan zat warna (zat warna yang tidak larut tetapi tidak
terdispersi). Difusi terjadi karena perbedaan konsentrasi zat warna dalam larutan dan dalam
serat. Penambahan carrier, menyebabkan zat warna dikelilingi carrier menjadikan zat warna
dispersi seolah-olah larut, akibatnya terjadi perbedaan konsentrasi 12 yang makin besar antara
zat warna dalam larutan dengan di dalam serat sehingga difusi zat warna ke dalam serat
bertambah.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat :
- Mesin Dyeing
- Gelas piala porselin
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Termometer
- Pipet volume 10 ml
- Pengaduk kaca

Bahan :
- Kain Poliester
- ZW Dispersi Brown DGN
- Carrier
- Zat pendispersi
- Asam asetat 30 %
- Na2S2O4
- NaOH

3.2 Diagram Alir Proses

Pembuatan larutan celup dan persiapan bahan

Pencelupan

Reduction cleaning

Pengeringan

Heat seat (1700C x 2 menit)

Evaluasi

3.3 Resep dan Perhitungan


Resep Pencelupan :
ZW Dispersi 1 % OWF
Carrier 0 -1- 2 - 3 ml/l
Zat Pendispersi 1 cc/l
Vlot 1 : 20
Suhu 100℃
Waktu 30 menit

Resep Cucu Reduksi :


NaOH 4 g/l
Na2S2O4 2 g/l
Sabun 1 cc/l
Vlot 1 : 20
Suhu 70℃
Waktu 15 menit

Perhitungan (variasi Carrier) Berat bahan : 70 gram


a) ( ml/L)
Pencelupan dengan ZW Dispersi :
- Jumlah total larutan  70x2 = 1400 ml
20
- Zat warna pigmen  x 100 = 2 gram
1000
40
- Kebutuhan binder  x 100=4 gram
1000
5
- Kebutuhan katalis  x 100=0,5 gram
1000
10
- Kebutuhan resin anti kusut  x 100=1 gram
1000
5
- Kebutuhan softener  x 100=0,5 gram
1000
- Kebutuhan Air  100 – 2 – 4 – 0,5 – 1 – 0,5 = 92 ml

3.4 Langkah Kerja


3.5 Skema Proses

Asam asetat
Carrier 100oC
Cuci Reduksi

70oC
Temperatur(oC)
Zat warna
Pendispersi NaOH
30oC Kain Na2S2O4

10’ 15’ 30’ 10’ 10’


Waktu (menit)

3.6 Fungsi Zat


̶ Zat warna Disperse : memberi warna pada kain poliester.
̶ Asam asetat : Pengatur pH larutan, pemberi suasana asam.
̶ Zat pendispersi : Mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke
dalam larutan celup, meratakan dan mempercepat pembasahan dengan cara
menurunkan tegangan permukaan.
̶ Carier : Menambahkan absorspi zat warna ke dalam serat dan
mempertinggi kelarutan zat warna.
̶ Na2S2O4 :Menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi
dipermukaan serat dan zat pengemban yang masih tertinggal di dalam serat
pada proses cuci reduksi.
̶ NaOH : Membantu mengaktifkan Natrium Hidrosulfit.
̶ Detergent : Membantu menghilangkan carrier.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Diskusi
Carier itu mempunyai fungsi membawa zat warna masuk ke dalam serat dan memperbaiki
larutan celup. Bila zat warna yang jenis molekulnya kecil itu pada saat memakai carier memang
masuk ke dalam serat tetapi apabila carier tersebut terlalu banyak atau sudah mencapai titik
jenuhnya carier itu dapat membawa zat warna yang sudah berikatan dengan serat menjadi migrasi
ke fasa larutan kembali.

4.2 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai