Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(Variasi Carrier)
LAPORAN
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan II)
oleh :
Kelompok 3 / 2K4
Sekar Ambarwaningthyas Wahyuni 19420080
Wendian Kristanto Simarmata 19420089
Widya Ayu Setyasari 19420090
Wilsen Wimpie 19420091
Yessiane Carolin 19420092
PENDAHULUAN
Melakukan proses cuci reduksi untuk menghilangkan sisa zat warna yang ada pada
permukaan kain sehingga diperoleh kain dengan tahan luntur dan sublimasi yang baik.
Melakukan evaluasi proses pencelupan terhadap kain hasil celup tersebut dilihat dari
ketuaan warna dan kerataan warna hasil celupan yang dihasilkan.
BAB II
TEORI DASAR
2.2 Pencelupan
Menurut Sunarto (2008:3) Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan tekstil.
Sedangkan menurut Herlison (1981:85) Pencelupan adalah memberi warna pada bahan
secara merata. Selain itu pencelupan merupakan proses pemberian warna pada bahan
tekstil, sehingga bahan memiliki warna tertentu (Noor 2007:1). Dalam proses pencelupan
air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi mutu hasil
pencelupan.
Pada pencelupan ini biasa digunakan metode exhaust, pada pencelupan metode
perendaman zat warna, yang sebagian atau seluruhnya larut dalam larutan celup,
berpindah ke permukaan serat akibat gerakan larutan celup atau gerakan bahan yang
dicelup. Zat warna terserap ke permukaan serat dan idealnya berdifusi ke dalam serat
(seluruh bagian serat). Berdasarkan zat warna yang digunakan, ikatannya bisa fisika atau
kimia. Pencelupan cara perendaman biasanya dilakukan menggunakan larutan celup,
dengan waktu yang relatif lama dan menggunakan rasio perbandingan bahan dengan
larutan dari mulai 1:8 hingga 1:30. Metode exhaust sering pula disebut dengan metode
dis-kontinu atau imersi karena alat/mesinnya memiliki kapasitas yangterbatas, kain tidak
dilewatkan tetapi direndamkan seluruhnya selama proses.
Mekanisme Pencelupan Menurut teori pencelupan, perpindahan zat warna
dari larutan ke dalam serat terjadi secara bertahap :
Difusi zat warna dalam larutan. Didalam larutan zat warna direk
berbentuk molekul tunggal dan beragregat. Molekul-molekul ini dalam
keadaan gerak dan tidak mempunyai arah tertentu. Gerakan secara terarah
akan terjadi jika ada gaya penggeraknya. Gaya penggerak ini dapat
disebabkan karena adanya gradien konsentrasi dalam larutan atau perbedaan
pontensial elektro statik dibagian-bagian tertentu di dalam larutan. Gerakan
yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan konsentrasi tersebut disebut difusi.
Difusi merupakan proses pemindahan dengan adanya proses difusi maka
akan terjadi proses pemindahan zat warna dari bagian larutan yang
berkonsentrasi tinggi kebagian yang berkonsentrasi rendah.
Adsorpsi zat warna ke permukaan serat. serat dalam larutan cenderung
bermuatan negatif, demikian pula zat warna direk dalam larutan juga
bermuatan negatif. Dengan demikian akan terjadi gaya tlak menolak antara
zat warna dengan serat. Agar zat warna dapat menempel pada permukaan
serat, maka zat warna harus dapat melampaui beberapa rintangan, yaitu :
a. Rintangan muatan adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna
direk untuk melekat pada permukaan serat karena adanya gaya tolak
menolak antara butir zat warna dengan serat.
b. Rintangan entropi adalah rintangan yang dialami oleh butir zat warna
direk untuk melekat pada permukaan serat karena pengarahan molekul
zat warna kurang. Posisi butir zat warna direk dipermukaan serat harus
sejajar dengan sumbu serat.
Difusi zat warna ke dalam serat Adsorpsi zat warna pada permukaan serat
menyebabkan konsentrasi dipermukaan serat menjadi tinggi, sedangkan di
dalam serat konsentrasi mula- mula adalah nol. Apabila butir-butir zat
warna tersebut mempunyai energi untuk masuk ke dalam serat maka akan
terjadi proses pemindahan zat warna dari permukaan serat ke dalam serat.
Mula-mula butir zat warna dalam bentuk molekul tunggal atau agregat kecil
masuk ke dalam serat melalui daerah amorf. Dengan bantuan panas serta
mengembangnya kapas, maka butir-butir zat warna akan masuk lebih cepat
dan bermigrasi ke bagian kristalin lewat antar molekul selulosa.
Ikatan zat warna dengan serat. Setelah berada dalam serat, kemudian zat
warna tersebut mengadakan ikatan hidrogen dengan serat. Ikatan hidrogen
terjadi antara gugus-gugus yang bertindak sebagai pembri elektron atau
gugus-gugus yang mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan
hidrogen dalam zat warna dengan gugus-gugus hidroksil didalam serat.
Ikatan hidrogen antara serat dengan zat warna terjadi dalam dua bentuk,
yaitu :
a) Bentuk ikatan anatara gugus hidroksil serat dengan gugus pemberi
elektron dalam zat warna. Dalam hal ini gugus hidroksil serat
akan bertindak sebagai pemberi hidrogen.
b) Bentuk ikatan antara gugus hidroksil serat dengan gugus yang
mengandung hidrogen dan dapat mengadakan ikatan hidrogen yang
terdapat pada warna. Dalam hal ini unsur oksigen dari gugus hidroksil
serat akan bertindak sebagai pemberi elektron dan gugus zat warna
sebagai pemberi hidrogen.
3. Kromogen golongan Thiopene Zat warna ini mulai dikembangkan pada tahun 1970
untuk mensubtitusi zat warna golongan antrakuinon, zat warna ini memiliki
kelebihan dibanding zat warna antrakuinon dalam hal color build up, warna biru
yang brilian dan tahan luntur warna terhadap pencucian lebih baik. Warna yang
dhasilkan adalah warna biru dan biru kehijauan.
Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna dispersi digolongkan
menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Tipe A, zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan sangat baik
karena ukuran molekulnya paling kecil, akan tetapi mudah bersublimasi pada suhu
130oC, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan poliakrilat.
2. Tipe B (tipe E), zat warna dispersi dengan ukuran molekul sedang, sifat kerataan
pencelupan baik dan menyublim pada suhu 190oC, biasanya digunakan untuk
pencelupan poliester metoda carrier atau pencapan alih panas (transfer printing).
3. Tipe C (tipe SE), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
cukup baik, menyublim pada suhu 200oC, biasanya digunakan untuk pencelupan
cara carrier , HT/HP dan thermosol.
4. Tipe D (tipe S), zat warna dispersi yang mempunyai sifat kerataan pencelupan
kurang baik, menyublim pada suhu 210oC, biasanya digunakan untuk pencelupan
poliester metoda HT/HP dan thermosol. Dalam penggunannya, pemilihan golongan
zat warna tersebut harus tepat karena sangat menentukan sifat-sifat hasil
pencelupannya.
BAB III
PEMBAHASAN
Bahan :
- Kain Poliester
- ZW Dispersi Brown DGN
- Carrier
- Zat pendispersi
- Asam asetat 30 %
- Na2S2O4
- NaOH
Pencelupan
Reduction cleaning
Pengeringan
Evaluasi
Asam asetat
Carrier 100oC
Cuci Reduksi
70oC
Temperatur(oC)
Zat warna
Pendispersi NaOH
30oC Kain Na2S2O4
PENUTUP
4.1 Diskusi
Carier itu mempunyai fungsi membawa zat warna masuk ke dalam serat dan memperbaiki
larutan celup. Bila zat warna yang jenis molekulnya kecil itu pada saat memakai carier memang
masuk ke dalam serat tetapi apabila carier tersebut terlalu banyak atau sudah mencapai titik
jenuhnya carier itu dapat membawa zat warna yang sudah berikatan dengan serat menjadi migrasi
ke fasa larutan kembali.
4.2 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA