Anda di halaman 1dari 35

PROSES PENCELUPAN SERAT T/C

DENGAN ZAT WARNA DISPERSI-DIREK/TERASIL RUBINE 2G FL (RED)-


SOLOPHENYL YELLOW (2:1) METODA CARRIER CARA EXHAUST 1 BATH 2
STAGE DAN 1 BATH 1 STAGE

LAPORAN
ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Praktikum Teknologi Pencelupan 3

oleh
Gadis Rahayu Hidayat 15020 100
Hartanty Theresia 15020 104
Restu Adhitia 15020 112
Ryan Suryadi 15020 116

Grup : 3K4
Dosen : Ir. Elly K., Bk. Teks,M.Pd.
Asisten : Witri A. S., S.ST.
Anna S.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Melaksanakan proses pencelupan pada kain T/C dengan menggunakan zat warna
Dispersi-Direk Metoda Carrier cara Exhaust dengan variasi 1 bath 1 stage, 1 bath 2 stage
dan variasi cuci sabun dengan RC.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum :
 melaksanakan proses pencelupan pada kain T/C dengan menggunakan zat warna
Dispersi-Direk (2:1) metoda Carrier cara Exhaust dengan variasi 1 bath 1 stage, 1
bath 2 stage dan variasi cuci sabun dengan RC.
 memvariasikan metoda (1 bath 1 stage dengan 1 bath 2 stage) dan variasi cuci sabun
dengan RC.
 mengetahui pengaruh variabel tersebut terhadap hasil proses.
 mengidentifikasi penggunaan metoda celup dan metoda pencucian yang optimum
terhadap ketuaan warna dan efek yang dihasilkan.
 mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil proses.
Sehingga praktikan dapat memahami pengaruh metoda celup dan pencucian yang
digunakan terhadap hasil celup serta dapat menentukan metoda celup dan metoda
pencucian yang optimal berdasarkan percobaan.

BAB II
TEORI DASAR
2.1. Pendahuluan
Pencelupan Poliester tidak mempunyai daya serap terhadap zat warna direk
sedangkan serat selulosa tidak tercelup oleh zat warna dispersi, akan tetapi dapat ternodai.
Untuk warna sedang atau tua perlu penambahan zat pengemban, apabila pencelupan
dilaukan pada suhu diatas 1000C perlu dilakukan pemilihan terhadap zat warna direk yang
tahan terhadap suhu tinggi.
Untuk memperoleh tahan cuci yang baik, maka digunakan zat warna direk dengan
kerja iring logam-logam. Serat poliester dicelup dahulu dengan zat warna dispersi yang
kemudai dikerjakan pencucian reduksi dengan larutan 1 g/L NaOH dan 2 g/L Na 2S2O4. Dan
ditambahkan zat pendispersi pada suhu 70-750C. Selulosa kemudian dicelup dengan zat
warna direk yang dikerjakan dengan logam.
Cuci reduksi pada celupan poliester dengan zat warna dispersi berfungsi untuk
memaksimalkan sifat tahan luntur warna hasil celup, dengan cara menghilangkan zat warna
yang tidak terfiksasi sempurna dipermukaan serat (ring dyeing). Pada umumnya zat yang
digunakan adalah NaOH dan Na2S2O4 yang akan menghasilkan Hn yang berfungsi untuk
mereduksi zat warna yang menempel dipermukaan serat.
NaOH + 2 Na2S2O4 2H2O Na2S2O4 + Hn
NaOH berfungsi untuk mengaktifkan Na2S2O4 agar menghasilkan Hn yang dapat
mereduksi zat warna dispersi pada permukaan serat, maka dalam proses cuci reduksi
penggunaan NaOH harus tepat, karena NaOH dapat menghidrolisa permukaan serat
poliester. Sedangkan fungsi dari penyabunan adalah untuk menghilangkan sisa-sisa zat
warna direk yang tidak terfiksasi dengan sempurna.

2.2. Serat
2.2.1. Serat Poliester
Serat poliester merupakan hasil reaksi antara monomer asam tereftalat dengan
monomer etilena glikol.

Serat poliester memiliki keteraturan struktur rantai, sehingga serat poliester


memiliki struktur serat yang rapat, serta membentuk ikatan hidrogen antar gugus –OH dan
–COOH dalam molekulnya. Oleh karena itu polyester bersifat hidrofob dan sulit untuk
dimasuki zat warna.
Kenaikan suhu pada proses pencelupan dapat menurunkan ikatan hidrogen pada
serat, sehingga rantai molekul serat akan merenggang, pada kondisi ini (plastis) zat warna
dapat berpenetrasi kedalam serat.

2.2.1. Sifat Fisika serat Poliester


 kekuatan tarik 4 - 6,9 gram/denier
 Mulur 11 - 40%
 Elastisitas baik
 MR 0,4%
 Titik leleh mencapai 2500C

2.2.2. Sifat Kimia serat Poliester


 Tahan asam lemah dan mendidih
 Tahan asam kuat dingin
 Tidak tahan alkali kuat
 Tahan oksidator
 Larut dalam meta-kresol panas
 Tahan jamur

2.2.2. Serat Kapas


Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk dalam jenis
Gossypium, yaitu :
 Gossypium arboreum (berasal dari India)
 Gossypium herbareum (asal tidak jelas)
 Gossypium barbadense (berasal dari peru)
 Gossypium hirsutum (berasal dari Meksiko selatan, dan Amerika tengah)
Spesies yang berhasil di kembangkan menjadi tanaman industri adalah Gossypium
hirsutum yang dikenal sebagai kapas upland yang merupakan 87% produksi dunia.
Gossypium barbadense di Amerika kemudian muncul sebagai tanaman yang menghasilkan
kapas dengan mutu tinggi karena seratnya halus dan stapelnya panjang yang dikenal dengan
kapas sea island dan merupakan 8% produksi dunia, kapas ini digunakan untuk bahan-
bahan tekstil dengan mutu tinggi. Tanaman ini tumbuh dengan baik didaerah lembab dan
banyak disinari matahari. Sifat dan kualitas kapas tergantung pada tempat berkembang.
Adapun komposisi serat kapas dapat dilihat pada tabel berikut :
Komposisi % Pada Serat % Pada Dinding Primer
Selulosa 88 – 96 52
Pektin 0,7 - 1,2 12
Lilin 0,4 – 0,1 7
Protein 1,1 – 1,9 12
Abu 0,7 – 1,6 3
Senyawa Organik 0.5 – 1,0 14
*Sumber : Serat-serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil Bandung.
Komposisi selulosa murni diketahui sebagai suatu zat yang terdiri dari unit-unit
anhidro-β-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n , dimana n merupakan derajat
polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul, berikut ini merupakan struktur
molekul dari selulosa :
2.2.1. Morfologi serat

 Penampang membujur : seperti pita terpilin


 Penampang melintang : seperti ginjal
 Dimensi serat : Pada umumnya bervariasi dari (p:d) 1000 : 1 sampai 5000 : 1

2.2.2. Sifat-sifat Serat Kapas


Sifat - sifat kimia
Serat kapas pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan dan
pemakaian yang normal. Beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa dapat menyebabkan
penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi ditandai dengan terbentuknya oksiselulosa
yang biasanya terjadi pada proses pemutihan yang berlebih, penyinaran dalam kondisi
lembab atau pemanasan yang lama pada suhu 140℃ .
Asam-asam menyebabkan hidrolisa ikatan-ikatan glukosa dalam rantai selulosa
membentuk hidroselulosa. Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi yang cepat
sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan mongering pada serat akan menyebabkan
penurunan kekuatan.
Alkali mempunyai sedikit pengaruh pada kapas kecuali larutan alkali kuat dengan
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan penggelembungan pada serat seperti pada
proses merserisasi. Pada kondisi ini dinding primer menahan penggelembungan serat kapas
keluar sehingga bagian lumennya sebagian tertutup, irisan melintang menjadi lebih bulat,
puntirannya berkurang dan serat menjadi lebih berkilau, lebih kuat dan afinitas terhadap zat
warna menjadi lebih besar.
Sifat – sifat fisika
 Warna, warna serat kapas sedikit cream tidak berwarna putih.
 Kekuatan, kekuatan serat kapas perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci
persegi. Dalam keadaan basah kekuatan serat kapas akan lebih besar.
 Mulur, mulur serat kapas sekitar 4-13% dengan rata-ratanya 7%.
 Moisture regain serat kapas pada kondisi standar adalah 7 – 8,5%
 Berat jenis kapas berkisar 1,50 – 1,56.
 Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat adalah 1,58 sedangkan yang tegak
lurus adalah 1,53.

2.3. Zat Warna


2.3.1. Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi merupakan hasil sintesa senyawa bersifat hidrofob sehingga
kelarutannya dalam air sangat kecil. Oleh karena itu dalam penggunakan zat warna ini
harus didispersika dalam larutan, atau pada pemakaiannya menggunakan zat pengemban
atau adanya suhu tinggi.
Zat warna dispersi digunakan dalam bentuk bubuk (powder) dan dalam bentuk
cairan. Sifat tahan cuci zat warna dispersi baik, akan tetapi tahan sinarnya jelek. Ukuran
molekul zat warna dispersi berbeda-beda dan perbedaan tersebut sangat erat hubungannya
dengan sifat kerataan dalam pencelupan dan sifat dublimasinya. Berdasarkan ukuran
molekul zat warna san sifat sublimasinya dapat digolongkan kedalam 4 golongan, yaitu :
 Tipe A, zat warna yang mempunyai sifat kerataan sangat baik karena ukuran
molekulnya paling kecil dibanding tipe lain, akan tetapi mudah tersublimasi pada
suhu 1300C, biasanya digunakan untuk mencelup selulosa asetat dan poliakrilat.
 Tipe B (tipe E), zat warna dengan ukuran molekul sedang, kerataan celup cukup
baik, menyublim pada suhu 1900C, biasa digunakan untuk mencelup poliester
metoda carrier atau pencapan alih panas (transfer printing).
 Tipe C (tipe SE), zat warna dispersi yang umumnya memiliki kerataan celup cukup
baik, menyublim pada suhu 2000C, dapat digunakan untuk mencelup poliester
metoda carrier, HT/HP dan termosol.
 Tipe D (tipe S), zat warna tipe ini memiliki kerataan hasil celup yang kuranag baik,
dan menyublim pada suhu 2100C , zat warna ini biasa digunakan untuk mencelup
serat poliester metoda termosol dan HT/HP.

2.3.1. Sifat-sifat Zat Warna Dispersi


Sifat umum zat warna baik sifat fisika dan kimia merupakan faktor penting dan erat
hubungannya dengan penggunaan dalam proses pencelupan, secara umum sifat zat warna
dispersi tipe B, C dan D adalah sebagai berikut :
 Titik leleh sekitar 1500C dengan kristalinitas tinggi
 Jika digerus sampai halus, dan didispersikan dalam larutan menghasilkan dispersi
yang stabil dalam larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0,5- 2,0 mikron
 Mempunyai berat molekul relative rendah
 Relatif tidak mengalami proses perubahan kimia selama proses pencelupan
berlangsung
 Bersifat non-ion meski mengandung gugus NH2, NHR dan –OH yang bersifat
polar.

2.3.2. Zat Warna Direk


Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup serat selulosa secara
langsung dengan tanpa memerlukan seuatu senyawa mordan. Zat warna direk disebut juga
zat warna substantive karena dapat terserap baik oleh selulosa, atau biasa disebut juga
dengan zat warna garam karena dalam pencelupannya selalu ditambahkan garam untuk
memperbesar penyerapan.
Zat warna direk umumnya memiliki tahan luntur warna yang rendah terhadap
pencucian, sedangkan memiliki tahan sinar sedang. Selain itu zat warna direk kurang tahan
terhadap oksidasi dan rusak oleh reduksi. Menurut Vickerstaff dapat digolongkan kedalam
beberapa golongan berikut:
 Golongan A
Yaitu jenis zat warna direk yang mudah bermigrasi, sehingga akan memiliki tingkat
kerataan yang tinggi. Pada permulaan pencelupan mungkin diperoleh hasil celup
yang tida rata. Tetai hal ini mudah diatasi dengan cara pendidihan yang lama.

 Golongan B
Yaitu jenis zat warna direk yang mempunyai daya perata yang rendah, sehingga
penyerapan zat warna harus diatur dengan penambahan suatu elektrolit. Bila pada
permulaan pencelupan zat warna memberikan hasil yang tidak rata, maka akan
sukar diperbaikinya.

 Golongan C
Yaitu jenis zat warna direk dengan daya perata yang rendah tetapi memiliki daya
tembus yang baik meskipun tidak dengan penambahan elektrolit. Penetrasinya dapat
diatur dengan meningkatkan suhu larutan celup.

2.4. Zat Pembantu


Zat pembantu adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan pada proses
pencelupan supaya menghasilkan celupan dengan penyerapan zat warna yang maksimum,
hasil celup rata, dan sesuai target warna yang diinginkan. Zat pembantu pada pencelupan
serat poliester dengan zat warna dispersi meliputi pengatur pH, zat pendispersi, carrier
pelunak air, anti crease-mark, serta zat perata.

2.4.1. Zat Warna Dispersi


2.4.1.1. Pengemban
Zat pengemban ialah zat yang dapat menggelembungkan dan
memplastisasikan serat yang bersifat hidrofob, sehingga zat warna akan mudah
masuk kedalamnya. Pada umumnya zat pengemban bergugus aromatik dan
mengandung zat pengelmusi yang mempertahankan stabilitas dispersinya dan agar
dapat teremulsi dengan baik didalam larutan.
Zat pengemban memungkinkan untuk mewarnai serat poliester dengan
sistem konvensional (tekanan dan suhu normal), dan pemakaian zat pengemban
juga dapat diaplikasikan untuk pencelupan sistem suhu tinggi. Zat pengemban
bermacam-macam struktuk kimia :
Golongan Jenis
Hidrokarbon aromatik Difenil, naftalen, toluena
Fenol Fenol, o-fenilfenol, m-kresol
Kloro aromatik Mono, di, tri-klorobenzena kloronaftalena
Asam aromatik Benzoat, klorobezoat, o-flatat
Ester aromatik Metil benzoat, butil benzoat, dimetil/dietil flatat,
dimetil tereftalat, dimetil softalat, fenilsalisilat
Ester fosfat Tripropil dan tributil fosfat
Eter aromatik p-naftil metil eter
Persenyawaan aromatil lain aseton fenol, metil salisilat, benzanilida

Dalam praktikum zat pengemban harus mempunyai sifat sebagai berikut :


 Tersedia dengan harga ekonomis
 Efisiensi yang tinggi pada konsentrasi yang rendah dan tidak dipengaruhi
oleh bentuk zat warna dispersi.
 Teremulsi dan mempunyai kestabilan yang baik.
 Tidak mudah menguap, konsentrasi zat pengemban tidak boleh berubah
selama proses.
 Mudah dibilas setelah proses.
 Bebas dari bau yang tidak sedap.
 Tidak bebrbahaya dalam penggunaannya.
 Tidak mempengaruhi bahan terutama penyusutan, pegangan dan lipatan.
 Mudah menyimpan dan stabil dalam penyimpanan.
 Tidak berbahaya bagi lingkungan.

2.4.1.2. Zat Pengatur pH


Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya dilakukan pada
suasana asam (pH 4,0-5,5). Kondisi pH ini dimaksudkan supaya terjadi reaksi
hidrolisis terhadap permukaan serat polyester dan sebagian besar zat warna dispersi
akibat pH alkali.

2.4.1.3. Pendispersi
Zat warna dispersi memiliki kelarutan yang sangat kecil sehingga zat warna
harus didispersikan dalam larutan secara homogen, untuk menjamin pendispersia
dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi, maka dibantu dengan zat
pendispersi.

2.4.2. Zat Warna Direk


2.4.2.1. Elektrolit
Pada dasarnya penambahan elektrolit pada larutan celup zat warna direk
dapat memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka
zat warna memiliki kepekaan yang berbeda.
Zat warna direk Golongan A tidak terlalu peka terhadap elektrolit dari pada
Golongan B. selulosa dalam larutan celup memiliki muatan negative pada
permukaannya, sehinga saat anion zat warna direk akan tertolak.
Elektrolit yang ditambahkan berfungsi untuk mengurangu atau
menghilangkan muatan negative tersebut. Hingga pada jarak terdekat molekul-
molekul zat warna akan tertarik karena adanya gaya-gaya Van Der Waals atau
ikatan hidrogen yang dapat bekerja dengan baik.

2.4.2.2. Suhu
Pada umumnya peristiwa pencelupan terjadi pada eksotermis. Maka dalam
keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu tinggi akan lebih sedikit bila
dibandingkan dengan suhu rendah. Akan tetapi dalam prakteknya memerlukan suhu
tinggi untuk mempercepat reaksi.
Apabila suhu dinaikan maka jumlah zat warna yang terserap dalam waktu
yang singkat akan pesat hingga titik tertentu. Kemudian berkurang kembali,
peristiwa tersebut akan menyebabkan perubahan ketuaan warna bila pencelupan
dilakukan pada suhu tinggi.

2.4.2.3. Perbandingan Larutan


Untuk celupan warna tua akan lebih baik digunakan nilai vlot yang rendah,
sehingga jumlah zat warna yang terbuang lebih sedikit. Untuk mengurangi
pemborosan dalam pemakaian zat warna dapat mempergunakan larutan standing
bath dengan penambahan zat warna baru untuk memperoleh konsentrasi yang sama.

2.4.2.3. pH
Zat warna direk biasa digunakan pada pH netral, penambahan alkali dapat
mengurangi laju penyerapan, meskipun demikian kerap kali diguakan soda abu
hingga 3% untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai serta memperbaiki
kelarutan zat warna.

2.5. Mekanisme Pencelupan


2.5.1. Zat Warna Dispersi
Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi, hal tersebut
menjadikan serat ini bersifat hidrofob dan sulit untuk bereaksi dengan zat kimia. untuk
mencelup serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat warna yang bersifat hidrofob dengan
kelarutan zat warna dalam air sangat kecil dan merupakan larutan terdispersi.
Dari segi struktur zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuinon
dengan berat molekul relatif rendah dan tidak mengandung gugus pelarut. Zat warna
dispersi memiliki afinitas tinggi terhadap serat polyester dibanding terhadap larutan,
sehingga zat warna dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu latrutan padat
(solid solution) didalam serat polyester.
Difusi zat warna dispersi kedalam serat polyester sangat rendah sehingga
memerlukan waktu pencelupan yang lama, untuk meningkatkan laju difusinya dapat
dilakukan dengan bantuan zat pengemban atau pencelupan dilakukan pada suhu dan
tekanan tinggi.
Jenis ikatan antara gugus fungsi zat warna dispersi dengan serat poliester adalah
sebagai berikut
 Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hidrogen
dengan atom lain yang bersifat elektronegatif. Pada umumnya zat warna
dispersitidak mengadakan ikatan hidrogen dengan poliester karena zat warna
dispersi dan poliester bersifat non-polar, hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogn dengan seat poliester, yaitu zat warna dsipersi yang
mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.

 Ikatan Hidrofobik
Zat warna dispersi dan poliester merupakan senyawa yang bersifat
hidrofobik dan cenderung bersifat non-polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa
hidrofob yang bersifat non-polar disebut dengan ikatan hidrofobik.
Gaya yang berperan pada ikatan ini adalah gaya dispersi London yang
termasuk kedalam gaya Van der waals (gaya fisika) yang terjadi berdasarkan
interaksi antara kedua molekul yang berbeda.
Ikatan Van der waals terdiri dari dua komponen, yaitu ikatan dipol
(dwikutub) dan dispersi London. Akan tetapi sifat zat warna dispersi cenderung non
polar, sehingga gaya yang lebih berperan dalam terbrntuknya ikatan antara zat
warna dispersi dan serat poliester adalah gaya dispersi London.

2.5.2. Zat Warna Direk


Pada dasarnya penambahan elektrolit pada larutan celup zat warna direk
dapat memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka
zat warna memiliki kepekaan yang berbeda.
Zat warna direk Golongan A tidak terlalu peka terhadap elektrolit dari pada
Golongan B. selulosa dalam larutan celup memiliki muatan negative pada
permukaannya, sehinga saat anion zat warna direk akan tertolak.
Elektrolit yang ditambahkan berfungsi untuk mengurangu atau
menghilangkan muatan negative tersebut. Hingga pada jarak terdekat molekul-
molekul zat warna akan tertarik karena adanya gaya-gaya Van Der Waals atau
ikatan hidrogen yang dapat bekerja dengan baik.
BAB III

PERCOBAAN
3.1. Diagram Alir

Pembautan Larutan Celup dan persiapan Bahan

Pencelupan

Pengerjaan Iring

Pencucian (Penyabunan dan Cuci Reduksi

Pengeringan

Evaluasi

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
 Gelas piala 600 mL
 Gelas ukur 100 mL
 Pipet ukur 1 dan 10 mL
 Mesin Tabung Rapid Dyeing
 Batang pengaduk
 Neraca

3.2.2. Bahan
 Zat warna Dispersi (Terasil Rubine 2G-FI)
 Zat Warna Direak (Solophenyl Yellow Ark 154%
 Carrier
 NaCl
 CH3COOH
 Pemfiksasi Kationik (Fixing Agent)
 Na2CO3
 Teepol
 Na2S2O4
 NaOH 380Be

3.2.3. Resep dan Fungsi Zat


3.2.3.1. Resep
Perbandingan zat warna dispersi (merah) dan zat warna direk (kunimg) (2:1) dengan total
2%

Pencelupan serat polyester dengan zat warna disperse dan direk 1 bath 2 stage
ZW dispersi (merah) : 1.33 %
Terasil Rubine 2G-FL
Carrier : 1.33 %
Pendispersi : 1ml/L
Asam asetat : pH 6
Suhu : 100°C
Waktu : 30 menit
Vlot : 1:20
ZW direk (kuning) : 0.67 5
Solophentil Yellow
Arle 154 %
NaCl : 15 g/L
Suhu : 80°C
Waktu : 20 menit

Pencelupan serat polyester dengan zat warna disperse dan direk 1 bath 1 stage
ZW dispersi (merah) : 1.33 %
Terasil Rubine 2G-FL
Carrier : 1.33 %
Pendispersi : 1ml/L
Asam asetat : pH 6
Suhu : 100°C
Waktu : 30 menit
Vlot : 1:20
ZW direk (kuning) : 0.67 5
Solophentil Yellow
Arle 154 %
NaCl : 15 g/L

Iring
Zat pemfiksasi kationik : 0.67 %
Asam asetat : 1 ml/L
Suhu : 70°C
Waktu : 15 menit
Vlot : 1:20

Penyabunan
Detergent : 1ml/L
Na2CO3 : 1 g/L
Vlot : 1:20
Suhu : 70°C
Waktu : 15 menit

R/C
Na2S2O4 : 1 g/L
NaOH 38°Be : 1 ml/L
Suhu : 70°C
Vlot : 1:20
Waktu : 15 menit
3.2.3.2. Fungsi Zat
 Zat warna Dispersi : untuk mencelup serat poliester pada bahan
 Zat warna Direk : untuk mencelup serat selulosa pada bahan
 Pendispersi : mendispersikan zat warna dispersi secara monomolekuler
 Carrier : menggembungkan serat pada pencelupan poliester dengan
zat warna dispersi
 NaCl : menambah penyerapan zat warna direk pada serat selulosa
 CH3COOH 30% : dalam proses Iring berguna untuk memperbaiki kelarutan
fixing agent (pemfiksasi kationik)
 Fixing Agent : mengikat zat warna direk yang berada didalam serat
sehingga memiliki molekul yang lebih besar dan
meningkatkan sifat tahan cuci zat warna direk
 Sabun : menghilangkan sisa zat warna yang tidak terfiksasi secara
sempurna
 Na2CO3 : pemberi suasana alkali dalam proses penyabunan
 Na2S2O4 : untuk mereduksi zat warna dispersi yang tidak terfiksasi
secara sempurna dan menghilangkan zat pengemban
 NaOH : untuk mengaktifkan Na2S2O4.

3.2.4. Skema Proses


3.2.5. Perhitungan
Pencelupan
Kain 1
Berat bahan : 6.1 gram
Vlot : 122 ml
1.33 100
ZW dispersi : x 6.1 x =8.1 ml
100 1
0.67 100
ZW direk : x 6.1 x =4.08 ml
100 1
1.33 100
Carrier : x 6.1 x =8.1 ml
100 1
1
Pendispersi : x 122=0.122 gram
1000
15
NaCl : x 122=1.83 gram
1000

Kain 2
Berat bahan : 6.04 gram
Vlot : 121 ml
1.33 100
ZW dispersi : x 6.04 x =8.03 ml
100 1
0.67 100
ZW direk : x 6.04 x =4.04 ml
100 1
1.33 100
Carrier : x 6.04 x =8.03 ml
100 1
1
Pendispersi : x 121=0.121 gram
1000
15
NaCl : x 121=1.81 gram
1000

Kain 3
Berat bahan : 6.04 gram
Vlot : 121 ml
1.33 100
ZW dispersi : x 6.04 x =8.03 ml
100 1
0.67 100
ZW direk : x 6.04 x =4.04 ml
100 1
1.33 100
Carrier : x 6.04 x =8.03 ml
100 1
1
Pendispersi : x 121=0.121 gram
1000
15
NaCl : x 121=1.81 gram
1000

Kain 4
Berat bahan : 6. 12 gram
Vlot : 122 ml
1.33 100
ZW dispersi : x 6.1 x =8.1 ml
100 1
0.67 100
ZW direk : x 6.1 x =4.08 ml
100 1
1.33 100
Carrier : x 6.1 x =8.1 ml
100 1
1
Pendispersi : x 122=0.122 gram
1000
15
NaCl : x 122=1.83 gram
1000

Iring
Kain 1
Berat bahan : 6.1 gram
Vlot : 122 ml
0.67
Pemfiksasi Kationik : x 6.1=0.04 ml
100
1
Asam asetat : x 122=0.122ml
1000

Kain 2
Berat bahan : 6.04 gram
Vlot : 121 ml
0.67
Pemfiksasi Kationik : x 6.04=0.04 ml
100
1
Asam asetat : x 121=0.121ml
1000

Kain 3
Berat bahan : 6.04 gram
Vlot : 121 ml
0.67
Pemfiksasi Kationik : x 6.04=0.04 ml
100
1
Asam asetat : x 121=0.121ml
1000

Kain 4
Berat bahan : 6. 12 gram
Vlot : 122 ml
0.67
Pemfiksasi Kationik : x 6.12=0.04 ml
100
1
Asam asetat : x 122=0.122ml
1000

R/C
Kain 2
Berat bahan : 6.04 gram
Vlot : 121 ml
1
Na2S2O4 : x 121=0.121 gram
1000
1
NaOH 38°Be : x 121=0.121ml
1000

Kain 4
Berat bahan : 6. 12 gram
Vlot : 122 ml
1
Na2S2O4 : x 122=0.122 gram
1000
1
NaOH 38°Be : x 122=0.122ml
1000

Penyabunan
Kain 1
Berat bahan : 6.1 gram
Vlot : 122 ml
1
Na2CO3 : x 122=0.122 gram
1000
1
Detergent : x 122=0.122ml
1000

Kain 3
Berat bahan : 6.04 gram
Vlot : 121 ml
1
Na2CO3 : x 121=0.121 gram
1000
1
Detergent : x 121=0.121ml
1000

3.2.6. Cara Kerja


 Mempersiapkan alat dan bahan
 Menghitung kebutuhan zat sesuai dengan resep
 Membuat larutan celup
 Melakukan pencelupan zat warna dispersi (1 bath 1 stage dan 1 bath 2 stage)
 Pengerjaan Iring
 Pencucian (Penyabunan dan Cuci Reduksi
 Evaluasi.

BAB IV
DATA PERCOBAAN
4.1. Kerataan dan Ketuaan

Kerataan (sd) Ketuaan (K/S)

0.097932 5.7199

0.307596 5.960833

0.043257 4.817

0.322898 5.050367

Grafik Hubungan Antara Nilai


Kerataan Dengan Metoda
0.35
0.3
0.25
Standaar Deviasi

0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 bath 1 stage 1 bath 1 stage `1 bath 2 stage `1 bath 2 stage
(Penyabunan) (R/C) (Penyabunan) (R/C)
Metoda
Grafik Hubungan Antara Nilai K/S
Dengan Metoda
7
6
5
4
3
K/S

2
1
0
1 bath 1 stage 1 bath 1 stage `1 bath 2 stage `1 bath 2 stage
(Penyabunan) (R/C) (Penyabunan) (R/C)
Metoda

4.2 Beda warna

Nilai beda warna (E), Sistem CIE 1976

Standar sampel

 L* = 52,14
 a* = 28,34
 b* = 27,17
1. Sampel 1
L* = 0,18
a* = 0,26
b*= 0,5

2. Sampel 2
L* = -0,42
a* = 0,48
b*= -1,62

3. Sampel 3
L* = -2,4
a* = 4,83
b*= 5,46
4. Sampel 4
L* = -1,99
a* = 5,49
b*= 4,66

E a*b* = √ ¿L)2 + (a*)2 + (b*)2

1. E a*b* ( sampel 1) = √ (0,18)2 + (0,26)2 + (0,5)2


=√ 0 , 0334 + 0,0676 + 0,25
= 0,5003
2. E a*b* ( sampel 1) = √ (-0,42)2 + (0,48)2 + (-1,62)2
=√ 0 , 1764+ 0,2304 + 2,6244
= 3,2748
3. E a*b* ( sampel 1) = √ (-2,4)2 + (4,83)2 + (5,46)2
=√ 5,76+ 23,3289 + 29,8116
= 55,5405
4. E a*b* ( sampel 1) = √ (-1,99)2 + (5,49)2 + (4,66)2
=√ 3,96+ 30,14 + 21,71
= 53,83
BAB V
DISKUSI
Pada percobaan yang dilakukan dilakukan terhadap beberapa evaluasi,
diantaranya adalah kerataan, keetuaan dan beda warna. Adapun metoda yang
digunakan pada setiap sampel adalah sebagai berikut:
 Sampel 1. Metoda 1 bath 1 stage dengan cuci sabun
 Sampel 2. 1 bath 1 stage dengan cuuc reduksi
 Sampel 3. 1 bath 2 stage dengan cuci sabun
 Sampel 4. 1 bath 2 stage dengan cuci reduksi.

5.1. Kerataan
Berdasarkan percobaan dan pengolahan data nilai kerataan dapat disajikan pada
tabel berikut :

Grafik Hubungan Antara Nilai


Kerataan Dengan Metoda
0.35
0.3
0.25
Standaar Deviasi

0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 bath 1 stage 1 bath 1 stage `1 bath 2 stage `1 bath 2 stage
(Penyabunan) (R/C) (Penyabunan) (R/C)
Metoda

Dari secara keseluruhan menunjukan bahwa kerataan yang palin baik adalah pada
sampel 3 (1 bath 2 stage dengan pencucian), sampel 1 (1 bath 1 stage dengan penyabunan),
sampel 2 (1 bath 1 stage dengan cuci reduksi), dan sampel 4 (1 bath 2 stage dengan cuci
reduksi). Secara berurutan memi;iki nilai kerataan sebesar 0.04, 0.097, 0.307, dan 0.322.
5.1.1. Perbandingan antara 1 bath 1 stage dan 1 bath 2 stage dengan cuci sabun
Dari data tersebut menunjukan bahwa untuk variasi metoda kerataan yang
paling baik adalah menggunakan metoda 1 bath 2 stage, dimana pada sampel 3 (1
bath 2 stage dengan cuci sabun) memiliki nilai kerataan yang paling baik dibanding
dengan metoda 1 bath 1 stage dengan cuci sabun pula. Perlu digarus bawahi dalam
har ini variabel yang kita amati adalah metoda, antara 1 bath 1stage dan 1 bath 2
stage.
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukan bahwa kerataan yang paling
baik diperoleh oleh metoda 1 bath 1 stage dengan cuci sabun (sampel 3), dengan
nilai 0.043, sedangkan pada metoda 1 bath 2 stage dengan cuci sabun (sampel 1)
menempati urutan kedua dengan nilai 0.097. dalam hal ini jelas perbedaan metoda
yang digunakan menghasilkan nilai kerataan yang berbeda.
Hal ini dapat terjadi karena pada metoda 1 bath 1 stage semua zat dimasukan
di awal, kemudian dinaikan hingga suhu 1000C. dalam hal ini perlu diperhatikan
dalam pemilihan zat warna direk, dimana zat warna yang digunakan harus memiliki
sifat tahan panas yang tinggi, sehingga zat warna tidak akan mengalami kerusakan,
sedangkan untuk zat warna dispersi dapat digunakan zat warna yang sangat
hidrofob untuk meminimalisir penodaan pada serat kapas.
Pertanyaannya adalah mengapa pada metoda 1 bath 1 stage memiliki nilai
kerataan yang lebih rendah dibanding metoda 1 bath 2 stage. Hal ini dapat terjadi
karena pemilihan zat warna direk yang kurang tepat, dimana zat warna direk yang
digunakan tidak memiliki sifat tahan suhu tinggi, dengan demikian zat warna akan
rusak dan afinitas zat warna direk terhadap serat kapas akan menurun terutama
apabila dilakukan dengan cara 1 bath 1 stage, zat warna direk akan ikut terpanaskan
dalam suasana/suhu celup zat warna dispersi untuk serat poliester sehingga akan
memiliki kerataan yang lebih rendah dibanding denga nmetoda 1 bath 2 stage.
Sedangkan pada metoda 1 bath 2 stage, tentu akan memiliki kerataan uang baik
meski zat warna direk yang digunakan tidak tahan suhu tinggi,, mengapa demikian,
karena penambahan zat warna direk dilakukan setelah proses pencelupan serat
poliester dengan zat warna dispersi, sehingga zat warna direk tidak aka mengalami
kerusakan akibat suhu tinggi, oleh karena itu pada saat pencelupan serat selulosa
dengan zat warna direk akan memiliki afinitas pada bahan yang lebih baik
dibanding 1 bath 1 stage, sehingga memiliki nilai kerataan yang lebih baik.

5.1.2. Perbandingan antara 1 bath 1 stage dan 1 bath 2 stage dengan cuci reduksi
Berdasarkan percobaan secara umum terlepas dari metoda yang digunakan
menunjukan bahwa cuci reduksi pada hasil celup T/C dengan zat warna dispersi-direk
menunjukan kerataan yang lebih rendah dibanding dengan cuci sabun. Hal ini dapat terjadi
karena sifat dari zat warna direk yang kurang tahan terhadap reduktor, akibatnya terjadi
kerusakan pada zat warna direk yang telah mencelup seart kapas, kerusakan tersebut tentu
akan menurunkan ketuaan warna pada serat kapas, sehingga akan memiliki nilai kerataan
yang lebih rendah, karena tidak terjadi kerusakan pada zat warna dispersi yang telah
mencelup serat poliester, tentu menghasilkan kesenjangan akibat kerusakan pada zat warna
direk yang telah mencelup serat kapas, sehingga pada cuci reduksi akan menghasilkan nilai
kerataan yang lebih rendah dibanding dengan cuci sabun.
Pada kondisi pencucian yang sama (cuci reduksi) antara metoda 1 bath 1 stage
(sampel 2) dan metoda 1 bath 2 stage (sampel 4) dari segi kerataan menunjukan bahwa
dengan metoda 1 bath 1 stage (sampel 2) memiliki kerataan yang lebih tinggi dengan nilai
0.307 dibanding dengan metoda 1 bath 2 stage (sampel 4) dengan nilai kerataan 0.322.
Jika dibandingkan dengan teori seharusnya dengan metoda 1 bath 2 stage akan
menghasilkan kerataan yang lebih baik dibanding dengan metoda 1 bath 1 stage, karena
pengerjaan pencelupan kapas dengan zat warna direk tidak pada kondisi yang dapat
merusak zat warna direk, yaitu suhu 100 0C saat pencelupan serat poliester dengan zat
warna dispersi. Akan tetapi hasilnya menunjukan ketidak sesuaian dengan teori, hal ini bisa
saja terjadi akibat pemilihan zat wanra dispersi yang kurang tepat, sehingga zat warna
dispersi akan menodai serat kapas, sehingga nilai kerataan pada metoda 1 bath 1 stage
memiliki kerataan yang lebih baik, seharusnya digunakan zat warna dispersi dengan sifat
hidrofobik yang lebih tinggi untuk mencegah penodaan pada serat kapas.
5.2. Ketuaan
Nilai ketuaan diperoleh dari nilai K/S pada masing-masing sampel, semakin besar
nilai K/S maka semakin besar tingkat ketuaan warna pada bahan. Berdasarkan pengolahan
data, secara umum nilai K/S yang paling tinggi terjadi pada sampel 2 (1 bath 1 stage
dengan cuci reduksi) dengan nilai K/S 5.96, kemudian sampel 1 (1 bath 1 stage dengan cuci
sabun) dengan nilai K/S 5.71, kemudian sampel 4 (1 bath 2 stage dengan cuci reduksi)
dengan nilai K/S 5.05, dan sampel 3 (1 bath 2 stage dengan cuci sabun) diurutan terkhir
dengan nilai K/S 4.81. Untuk variasi metoda, ketuaan yang paling tinggi adalah
menggunakan metoda 1 bath 1 stage, sedagkan untuk variasi penyabunan atau cuci reduksi,
ketuaan yang baik menggunakan cuci reduksi

Grafik Hubungan Antara Nilai K/S


Dengan Metoda
7
6
5
4
3
K/S

2
1
0
1 bath 1 stage 1 bath 1 stage `1 bath 2 stage `1 bath 2 stage
(Penyabunan) (R/C) (Penyabunan) (R/C)
Metoda

5.2.1. Perbandingan Ketuaan antara 1 Bath 1 Stage dan 1 Bath 2 Stage dengan
Penyabunan
Berdasarkan percobaan menunjuka bahwa ketuaan pada metoda 1 bath 1
stage dan 1 bath 2 stage dengan cuci sabun/penyabunan menunjukan bahwa ketuaan
yang paling tinggi diperoleh pada metoda 1 bath 1 stage. Hal ini dapat terjadi karena
akibat penambahan/pencelupan kapas dengan zat warna direk bersamaan dengan
pencelupan poliester dengan zat warna dispersi diawal.
Mengapa demikian, karena salahsatu cara untuk menambah penyerapan zat
warna adalah dengan menaikan energi potensial zat warna dengan cara menambah
kenaikan suhu, pada praktiknya biasanya pencelupan serat kapas dengan zat warna
direk dilakukan pada suhu 800C untuk menghidari kerusakan zat warna, namun
pada metoda 1 bath 1 stage pengerjaan terjadi pula pada suhu 100 0C saat
pencelupan poliester oleh zat warna dispersi, sehingga pada suhu tersebut dapat
mendorong penyerapan zat warna direk kedalam kapas, dengan energi potensial
yang lebih besar, maka penyerapan zat warna akan semakin tinggi dan
menghasilkan ketuaan warna yang lebih tinggi pula.
Sedangkan pada metoa 1 bath 2 stage, pencelupan poliester dengan zat
warna dispersi terjadi pada kondisi yang sama, akan tetapi memiliki kondisi yang
berbeda pada saat pencelupan kapas dengan zat warna direk, dimana pada metoda 1
bath 1 stage terjadi sejak awal prose dengan suhu 100 0C dan pada metoda 1 bath 2
stage pencelupan kapas dengan zat warna direk dilakukan diakhir proses dengan
suhu yang lebih rendah, yaitu 800C, sehingga energy potensial zat warna yang
terjadi lebih rendah debanding dengan metoda 1 bath 1 stage.

5.2.2. Perbandingan Ketuaan antara 1 Bath 1 Stage dan 1 Bath 2 Stage dengan
Cuci Reduksi
Berdasarkan percobaan menunjukan bahwa pada metoda 1 bath 1 stage dan 1 bath 2
stage dengan cuci reduksi menunjukan bahwa ketuaan yang paling tinggi terjadi pada
metoda 1 bath 1 stage.
Sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, lagi-lagi faktor
utama yang mempengaruhi nilai Ketuaan hasil celup adalah energi potensial zat warna yang
berbedan pada masing-masing metoda, dimana potensial zat warna ini sangat dipengaruhi
oleh kenaikan suhu.
Pada penceupan poliester dengan zat warna dispersi baik dengan metoda 1 bath 1
stage ataupun 1 bath 2 stage memiliki energy potensial zat warna yang sama, karena sama-
sama dikerjakan pada suhu yang sama, yaitu 1000C. sedangkan perbedannya adalah pada
kondisi pencelupan kapas dengan zat warna direk, pada metoda 1 bath 1 stage pencelupan
kapas dengan zat warna direk akan ikut terjadi pada saat pencelupan poliester dengan zat
warna dispersi, sehingga penetrasi zat warna direk kedalam serat selulosa akan lebih besar
dibanding dengan metoda 1 bath 2 stage, dimana pada metoda ini pencelupan kapas
dilakukan pada suhu 800C. pada suhu tersebut merupakan suhu yang umum untuk
pencelupan zat warna direk pada kapas, akan tetapi karena memiliki energy potensial zat
warna yang lebih rendah menyebabkan metoda 1 bath 2 stage memiliki kerataan yang lebih
rendah dibanding metoda 1 bath 1 stage

5.3. Beda warna


Nilai beda warna menunjukan perbedaan karakter warna dua objek berwarna
yang diukur serta dibandingkan secara kuantitatif dan dihitung dari resultan semua
nilai koordinat atau karater warna pada suatu system ruang warna.
Nilai beda warna dihitung dari selisih nilai warna standard dan sampel
dimana standar diasumsikan sebagai target dan sampel sebagai kain yang diuji
(standar – nilai warna sampel). Dari ke empat sampel yang diuji didapat nilai L,
dimana sampel 2 (1 stage), 3 (2 stage), dan 4 (2 stage) bernilai negative yang
menunjukan warna sampel lebih tua dibandingkan dengan standar. Sedangkan
sampe 1 (1 stage) bernilai positif yakni warna sampel lebih muda dibandingkan
standar. Kemudian untuk nilai a dari ke empat sampel bernilai positif, maka
sampel berwarna lebih merah dibanding warna standard dan hal ini terbukti karena
proporsi zat warna yang digunakan dominan warna merah dengan komposisi 2:1.
Dan untuk nilai b dari ke empat sampel hanya sampel 2 yang bernilai negative hal
ini menunjukan sampel berwarna lebih biru, sedangkan pada proses pencelupan
menggunakan warna merah dan kuning. Hal ini disebabkan karena pada tabung
rapid sebelumnya telah digunakan untuk mencelup warna biru dan kurang bersih
pada saat pencucian tabung sehingga sisa zat warna biru masih terdapat pada
tabung. Sedangkan sampel 1, 3, dan 4 bernilai positif, maka sampel berwarna lebih
kuning.
Nilai E tidak selalu memiliki reliabilitas yang mutlak untuk dijadikan
standar kualitas warna. Dengan nilai E yang sama – sama memenuhi standar, dua
karakter hasil pengukuran dapat memiliki ketidakseragaman visual, atau bahkan
secara visual tampak jelas bedanya.

BAB VI
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan berdasarkan percobaan adalah sebagai berikut :
 Untuk nilai kerataan yang baik pada variasi metoda, adalah metoda 1 bath 2 stage,
dengan nilai kerataan 0.04
 Untuk nilai kerataan yang baik pada variasi pencucian adalah dengan cuci sabun
dengan nilai kerataan 0.04
 Untuk nilai ketuaan yang baik pada variasi pencucian adalah dengan cuci reduksi
dengan nilai ketuaan 5.96
 Untuk nilai ketuaan yang baik pada variasi metoda adalah dengan metoda 1 bath 1
stage dengan nilai ketuaan 5.96
 Pada beda warna untuk setiap sampel didapat hasil sebagai berikut :
o E a*b* ( sampel 1) = 0,5003
o E a*b* ( sampel 1) = 3,2748
o E a*b* ( sampel 1) = 55,5405
o E a*b* ( sampel 1) = 53,83
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid J, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Bandung


Institut Teknologi Tekstil Bandung

Soeprojo, dkk. 1973. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

(1978). Pengelantangan dan Pencelupan, Bandung : Institut Teknologi Tekstil Bandung,

M. Ichwan dkk. (2013). Bahan Ajar Pencelupan II. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi
Tesktil Bandung.

Anda mungkin juga menyukai