Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 1

PROSES PENCELUPAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA DIREK


VARIASI SUHU

Disusun oleh :
Kelompok 5
Nama Anggota : Asty Fithriyyah (15020004)
Izmie Khoerunnisa (15020015)
M Ihsan Damhury (15020019)
Mila Astarina W (15020020)
Vina Anggie N (15020029)
Dosen : M.Ichwan.,AT,MS.Eng
Asisten : Eka O., S.ST., M.T
Yayu E.Y.,S.ST
Tanggal praktikum : 14 Maret 2017

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2016
I. Maksud dan tujuan

1.1 Maksud

Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh variasi suhu dan penambahan


iring terhadap proses pencelupan dengan menggunakan parameter k/s dan .

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan penambahan iring tehadap


proses pencelupan dengan menggunakan parameter k/s.

II. Teori dasar

A. Kapas

Kapas yaitu salah satu serat selulosa dimana serat selulosa


banyak mengandung gugus hidroksil. Serat kapas dihasilkan dari rambut
biji tanaman yang termasuk dalam jenis gossypium, yaitu :

1. Gossypium Arboreum
2. Gossypium Herbareum
3. Gossypium Barbadense
4. Gossypium Hirsutum.

Tiap jenis tanaman kapas tersebut menghasilkan kapas


yang mutunya sangat khas, yaitu :

1. Gossypium barbadense disebut juga kapas seaisland,


merupakan jenis yang menghasilkan kapas yang bermutu
sangat tinggi karena panjang serat 38 - 55 mm, halus dan
berkilau.
2. Gossypium arboreum dan gossypium herbareum
menghasilkan serat yang pendek yaitu 7 - 25 mm.
3. Gossypium hirsutum disebut juga kapas upland, menghasilkan
serat panjang 25 - 35 mm.

B. Struktur Polimer Serat Kapas

Serat kapas merupakan jenis serat selulosa. Dimana struktur


polimernya adalah selulosa yang terdiri dari monomer selulosa.
4. Penampang serat:
a. Membujur
Bentuk memanjang serat kapas, pipih seperti pita yang
terpuntir.
b. Melintang
Bentuk penampang serat kapas sangat bervariasi dari pipih
sampai bulat tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal.

C. Sifat Serat Kapas

Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat


kapas termasukserat selulosa, sehingga sifat kimia serat kapas mirip
seperti sifat selulosa. Di dalam larutan alkali kuat serat kapas akan
menggembung sedangkan dalam larutan asamsulfat 70% serat
kapas akan larut. Proses penggembungan serat kapas dalamlarutan
NaOH 18% disebut proses merserisasi. Kapas yang telah
mengalami prosesmerserisasi mempunyai sifat kilau lebih tinggi,
kekuatan lebih tinggi dan daya serapterhadap zat warna yang tinggi.
Oksidator selama terkontrol kondisi pengerjaanyatidak
mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi yang berlebihan akan
menurunkankekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada proses
pengelantangan yang menggunakan oksidator harus digunakan
konsentrasi oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak
merusak serat.

Daya serap Hidrofilik, MoistureRegain : 8.5 %.

Elastisitas Kurang baik.

tidak tahan terhadap asam yang kuat, tidak tahan terhadap


Kimia
alkali, tidak tahan terhadap bahan kimia yang berlebihan.

Pembakaran terbakar habis, tidak meniggalkan abu.

Stabilitas dapat terjadi penyusutan jika dilakukan pencucian yang tidak


dimensi sesuai.
2 3 gram/denier, kekuatan akan meningkat 10 % lebih kuat
Kekuatan
ketika basah.
Mulur serat kapas berkisar antara 4-13 % bergantung pada
Mulur
jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.
Tabel Karakteristik Serat Kapas

D. Zat Warna Direct

Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup serat
selulosa secara langsung dengan tidak memerlukan suatu senyawa
mordan. Tapi, ada beberapa jenis zat warna direk yang dapat mencelup
serat-serat protein. Congo red merupakan zat warna direk yang pertama
kali dikenal orang yang ditemukan oleh Brottiger pada tahun 1884.
Sebelum tahun 1884 serat selulosa dicelup dengan zat warna Mordana
atau Indigo dan zat warna lainnya yang sejenis. Cara pemakaian kedua
zat warna tersebut diatas, rumit dan mahal, sedangkan zat warna Direk
murah dan mudah pemakaiannya, meskipun ketahanan terhadap cucian,
sinar,alkali dan lain-lainnya bernilai kurang. Struktur kimia zat warna
direk merupakan senyawa azo yang mengandung gugusan sulfanot
sebagai gugusan pelarut. Zat warna direk, dapat merupakan senyawa
mono-azo, di-azo, tri-azo atau tetrakis-azo. Salah satu contoh struktur
kimia zat warna direk :

C.I Direct Yellow 11

Gugusan hidroksil dalam molekul selulosa memegang peranan


penting pada pencelupan dengan zat warna direk. Apabila atom hidrogen
dari gugusan hidrolsil tersebut diganti dengan gugusan asetil maka serat
tidak dapat mencelup zat warna direk. Hal ini dikarenakan gugusan hodroksil
dalam molekul selulosa dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan
gugusan-gugusan hidroksil, amina dan azo dalam molekul zat warna.

R-N-H O-Sel R-N HO-Sel

H H N- R

Pada Umumnya zat warna direk mempunyai ketahanan luntur yang


kurang baik terhadap pencucian sedangkan ketahanan terhadap sinar
adalah sedang, kecuali ada beberapa yang mempunyai nilai cukup atau
baik. Tahan luntur zat warna direk yang kurang baik antara lain disebabkan
oleh adanya ikatan hidrogen yang memiliki sifat tidak tahan terhadap panas
juga zat warna direk merupakan zat warna yang larut.
Sifat-sifat umum zat warna direk

1. Zat warna direk memiliki sifat yang tidak tahan terhadapoksidasi dan
akan merusak oleh reduksi.
2. Zat warna direk memiliki gugus pelarut sulfonat sehingga mudah larut
dalam air.
3. Afinitas zat warna direk terhadap serat tekstil disebabkan adanya
ikatan hydrogen dan ikatan sekunder seperti ikatan Van der Waals.
4. Zat warna direk memiliki nilai ketahanan luntur warna terhadap
gosokan dan pencucian yang rendah
Pengolongan zat warna direk
Berdasarkan ketahanan terhadap suhu tinggi, Butterworth
menggolongkan zat warna direk menjadi:

1. Zat warna direk type A


Ukuran molekulnya kecil, substantifitas kecil, mudah rata, biasa
dipakai pada suhu pencelupan 70. Perlu penambahan garam yang
banyak dalam pencelupannya, tahan lunturnya rendah.
2. Zat warna direk type B
Ukuran molekulnya besar, substantifitas sedang, kerataan
sedang, suhu pencelupan 80. Perlu penambahan garam ( tidak terlalu
banyak ) dalam pencelupannya, tahan lunturnya lebih baik dari type A

3. Zat warna direk type C


Ukuran molekul zat warna lebih besar dari type B, substantifitas
zat warna lebih besar, sukar rata, suhu pencelupan 90 ( umunya pada
suhu mendidih ) tidak perlu penambahan garam dalam pencelupannya,
tahan lunturnya lebih baik dari type B.
4. Zat warna direk type D
Golongan D adalah zat warna direk yang mengandung logam
yang strukturnya lebih besar dan tahan lunturnya paling baik. Untuk
golongan D ini dalam larutan celupnya tidak boleh ditambahkan zat
pelunak air.

Faktor yang berpengaruh pada pencelupan zat warna direk

1) Pengaruh suhu
Penyerapan zat warna direk pada suhu tinggi dalam keadaan
setimbang akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu
rendah. Kesetimbangan dalam proses pencelupan dicapai dengan cara
pemanasan sehingga dapat mempercepat terjadinya reaksi. Apabila
suhu dinaikan maka jumlah zat warna yang terserap pada waktu singkat
menjadi lebih banyak sehingga mencapai jumlah tertentu kemudian
berkurang kembali. Peristiwa tersebut akan menyebabkan terjadinya
perubahab ketuaan warna apabila pencelupan dilakukan pada
temperature mendidih kemudian larutan didiankan menjadi dingin
kembali.

2) Pengaruh pH
Zat warna direk pada umumnya digunakan pada pH netral.
Penambahan alkali lemah pada soda ash berpengaruh untuk
menghambat penyerapan sehingga diperoleh hasil pencelupan yang
rata, selain itu untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai.

3) Pengaruh elektrolit
Pada prinsipnya penambahan garam dapur kedalam larutan
celup zat warna direk dapat memperbesar jumlah penyerapan zat warna
meskipun beraneka zat warna mempunyai kepekaan yang berbeda.
Selulosa dalam larutan alkali mempunyai muatan negative pada
permukaannya sehingga anion zat warna direk akan tertolak. Elektrolit
yang ditambahkan berfungsi untuk menghilangkan muatan negative
tersebut sehingga pada jarak yang cukup dekat molekul-molekul zat
warna akan tertarik karena gaya-gaya Van der Waals atau ikatan
hydrogen telah dapat bekerja dengan baik

4) Pengaruh liquor ratio ( volt )


Tua mudanya warna hasil pencelupan dengan zat warna direk
dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah liquor ratio ( volt ). Banyaknya zat
warna terserap akan semakin tinggi dengan tingginya konsentrasi zat
warna dalam larutan. Warna tua dihasilkan dari volt yang kecil
sedangkan warna muda dihasilkan dari volt yang besar. Oleh karena itu
pencelupan pada liquor ratio yang rendah dapat menghemat pemakaian
zat warna.

E. Pencelupan zat warna direk

Yang dimaksud dengan pencelupan adalah pemberian warna


pada bahan secara merata dengan memberikan hasil yang permanent
dan bahan pewarna yang digunakan adalah zat warna. Zat warna direk
adalah zat warna yang dapat larut dalam air dan dapat berkaitan
langsung dengan selulosa, maka pencelupannya dapat dilakukan
dengan mudah dan sederhana.

Pada proses pencelupan dengan zat warna direk, gugus hidroksil


yang terdapat pada serat selulosa memegang peranan yang penting
sehingga apabila atom hydrogen pada gugus hidroksil diganti dengan
gugus aseti maka serat tidak dapat dicelup lagi dengan zat warna direk.
Hal ini dikarenakan tidak terjadinya ikatan hydrogen antara gugus
hidroksil dalam molekul selulosa dengan gugus hidroksil, amina dan azo
yang terdapat dalam molekul zat warna.

Mayer mengungkapkan bahwa subtantivitas zat warna direk


berhubungan dengan bentuk molekul zat warna yang memanjang ( lincar
) sehingga letaknya bias lurus dipermukaan serat. Schirm berpendapat
bahwa subtantifitas disebabkan oleh suatu system ikatan rangkap yang
berkonjugasi yang kemudian teori tersebut diperkuat oleh Peter dan
Summer, keduanya menegaskan bahwa subtantifitas tidak hanya
disebabkan oleh adanya ikatan hydrogen tetapi juga disebabkan karena
adanya ikatan Van der Waals.

Lead menguatkan hal tersebut, Lead menyimpulkan bahwa


afinitas ditimbulkan karena adanya reaksi antara electron-elektron
didalam konjugasi lanjutan dengan atom-atom hydrogen dari gugus
hidroksil molekul selulosa.
a. Ikatan Hidrogen, yaitu ikatan lemah yang terjadi karena atom hirogen
pada gugus hidroksil atau amina mengadakan ikatan lemah dengan
atom O, N dan S.
b. Gaya Van der Waals, yaitu gaya tarik menarik antar molekul yang
memiliki perbedaan keelektronegatifan. Gaya ini terdiri atas Dipol dan
Gaya Dispersi London

Reaksi yang terjadi antara selulosa dengan zat warna :

AR1 N = N AR2 SO3Na


Ikatan Hidrogen

Sel OH

Ikatan hydrogen antara zat warna direk dan selulosa

Mekanisme Pencelupan Zat warna Direk

Didalam pencelupan zat warna direk terjadi proses pemindahan


zat warna dari larutan ke serat secara bertahap yaitu:

1. Difusi zat warna dalam larutan dari fasa ruah


kedekat permukaan serat.
2. Adsorpsi zat warna ke dalam serat
3. Difusi zat warna ke dalam serat
4. Ikatan zat warna dengan serat ( ikatan hydrogen
dan gaya Van der Waals )

F. Pengerjaan iring zat warna direk

Proses pengerjaan iring yang dilakukan terhadap kain hasil


pencelupan dengan menggunakan zat warna direk bertujuan untuk
memperbaiki ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan
pada kain atau benang yang telah dicelup. Oleh karena itu ketahanan
luntur zat warna direk pada umumnya kurang baik maka perlu dilakukan
pengerjaan iring.

Prinsip dari pengerjaan iring adalah memperbesar molekul zat


warna dalam serat sehingga tidak mudah untuk bermigrasi ke luar serat.
Pengerjaan iring dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Pengerjaan iring dengan proses diazotasi dan kopling.


2. Pengerjaan iring dengan proses kopling.
3. Pengerjaan iring dengan menggunakan foraldehid.
4. Pengerjaan iring dengan menggunakan zat K2Cr2O7
dengan atau tanpa CuSO4.
5. Pengerjaan iring dengan menggunakan zat-zat kation
aktif.
G. Fungsi dari Zat yang Digunakan

Adapun fungsi dari zat-zat yang digunakan dalam proses


pengelantangan, yaitu :

1. Zat pembasah : zat yang membantu proses penyerapan


larutan secara merata dan cepat pada bahan.
2. Nacl : untuk mendorong penyerapan zat warna
3. Na2CO3 : untuk memperbaiki kelarutan zat warna
4. Sabun : untuk pencucian zat warna yang tidak
berikatan dengan serap.
III. Alat dan Bahan
1. Bunsen
2. Zat warna direk
3. Zat pembasah
4. Na2CO3
5. NaCl
6. Gelas kimia 500 ml
7. Batang pengaduk
8. Iring kationik
9. Sabun netral
10. Kain kapas
11. Timbangan digital
12. Thermometer

IV. Percobaan

3.1 Diagram alir

Diagram alir proses tanpa menggunakan proses iring

Persiapan Bahan dan Larutan Celup

Proses Pencelupan

Pencucian
Pengeringan

Evaluasi

Diagram alir proses dengan menggunakan proses iring

Persiapan Bahan dan Larutan Celup

Proses Pencelupan

Proses Iring

Pencucian

Pengeringan

3.2 Skema proses Evaluasi

Variasi suhu 50C


Variasi suhu 60C

Variasi suhu 70C

Variasi suhu 80C

Variasi suhu 90C


3.3 Resep

Resep Resep
Zat Resep iring
pencelupan pencucian
Zat warna direk 2% - -
Pembasah 1 ml/l - -
Na2CO3 2 g/l 2 g/l -
NaCl 40 g/l - -
sabun - 1 g/l -
Zat pemiksasu kationik - 3 g/l
CH3COOH - - 1 ml/l
Vlot 1 : 20 1 : 20 1 : 20
Waktu 30 menit 10 menit 15 menit
50, 60,
Suhu 60 -
70,80,90

Fungsi zat

NaCl : sebagai pendorong penyerapan zat warna

Na2CO3 : untuk memperbaiki kelarutan zat warna

Pembasah : untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan


kain.

3.2 Perhitungan resep

perhitungan resep pencelupan

Suhu 50 Suhu 60 Suhu 70 Suhu 80 Suhu 90


Zat warna 2 2 2 2 2
4,2 4,1 4,1 4,0 4,1
direk 100 100 100 100 100
= 0,084 g = 0,082 g = 0,084 g = 0,08 = 0,082 g
Air 20 x 4,2 = 84 20 x 4,1 = 82 20 x 4,1 = 82 20 x 4,0 = 80 20 x 4,1 = 82
ml ml ml ml ml
Pembasah 1 1 1 1 1
84 82 82 80 82
1000 1000 1000 1000 1000
= 0,084 ml = 0,082 ml = 0,082 ml = 0,08 ml = 0,082 ml
Na2CO3 2 2 2 2 2
84 82 82 80 82
1000 1000 1000 1000 1000
= 0,168 g = 0,164 g = 0,164 g = 0,160 g = 0,164 g
NaCl 40 40 40 40 40
84 82 82 80 82
1000 1000 1000 1000 1000
= 0,36 g = 3,28 g = 3, 28 g = 3,2 g = 3,28 g

perhitungan resep pencucian

Variasi sabun Na2CO3 Air


1 2
Suhu 50 84 = 0,084 g 84 = 0,168 g 20 x 4,2 = 84 ml
1000 1000
1 2
Suhu 60 82 = 0,082 g 82 = 0,164 g 20 x 4,1 = 82 ml
1000 1000
1 2
Suhu 70 82 = 0,082 g 82 = 0,164 g 20 x 4,1 = 82 ml
1000 1000
1 2
Suhu 80 80 = 0,080 g 80 = 0,08 g 20 x 4,0 = 80 ml
1000 1000
1 2
Suhu 90 82 = 0,082 g 82 = 0,164 g 20 x 4,1 = 82 ml
1000 1000

Perhitungan resep iring

Variasi Zat pemiksasi kationik CH3COOH 30% Air


3 1
Suhu 50 84 = 0,252 g 84 = 0,084 ml 20 x 4,2 = 84 ml
1000 1000
3 1
Suhu 60 82 = 0,246 g 82 = 0,082 ml 20 x 4,1 = 82 ml
1000 1000
3 1
Suhu 70 82 = 0,246 g 82 = 0,082 ml 20 x 4,1 = 82 ml
1000 1000
3 1
Suhu 80 80 = 0,24 g 80 = 0,080 ml 20 x 4,0 = 80 ml
1000 1000
3 1
Suhu 90 82 = 0,246 g 82 = 0,082 ml 20 x 4,1 = 82 ml
1000 1000
Data k/s

Proses iring

kelompok variasi k/s


0.1 % 2.207286
0.5 % 5.014857
1 zat warna 1% 7.008366
1.5 % 8.485378
2% 10.99692
0 g/l 5.544606
10 g/l 7.923319
2 NaCl 20 g/l 8.800746
30 g/l 8.943799
40 g/l 8.405758
1:10 10.119
1:20 9.893
3 vlot 1:30 9.532
1:40 9.325
1:50 8.68
20 menit 12.088
30 menit 10.453
4 waktu
40 menit 12.942
50 menit 12.823
50 8.639541
60 11.08345
5 suhu 70 12.4163
80 13.28693
90 13.88891
0.5 g/l 10.37534
1 g/l 14.9799
6 Na2CO3
1.5 g/l 15.12377
2 g/l 15.22812
Tanpa iring

kelompok variasi k/s


0.1 2.46493
0.5 5.020531
1 zat warna 1 7.414856
1.5 8.10196
2 10.6982
0 5.5581
10 6.608758
2 NaCl 20 6.775819
30 7.465606
40 6.805792
1:10 8.006
1:20 7.906
3 vlot 1:30 7.825
1:40 7.191
1:50 7.022
20:00 9.820
0:00 7.808
4 waktu
0:00 9.988
0:00 10.186
50 6.195161
60 7.928054
5 Suhu 70 9.567784
80 9.838603
90 11.17714
0.5 10.85824
1 11.09799
6 Na2CO3
1.5 11.9928
2 12.55393
grafik kelompok 1

Grafik Konsentrasi Zat Warna Terhadap Ketuaan Warna


Menggunakan Proses Iring
y = 4.3637x + 2.2916
12
R = 0.9818
ketuaan Warna (K/S)
10
8
6 Ketuaan Warna
(K/S)
4
2 Linear (Ketuaan
Warna (K/S))
0
0 1 2 3
Konsentasi Zat Warna (%owf)

Grafik Konsentrasi Zat Warna Terhadap Ketuaan Warna


Tanpa Menggunakan Proses Iring
12
Ketuaan Warna (K/S)

10 y = 4.0496x + 2.6095
R = 0.9653
8
6 Ketuaan Warna (K/S)

4
Linear (Ketuaan
2
Warna (K/S))
0
0 1 2 3
Konsentrasi Zat Warna (%owf)

grafik kelompok 2
pengaruh NaCl terhadap k/s tanpa proses iring
8
7
6
5
nilai k/s

4
3
2 k/S
1
0
NaCl 0gr/L NaCl 10 NaCl 20 NaCl 30 NaCl 40
gr/L gr/L gr/L gr/L
variasi NaCl

grafik kelompok 3

Grafik Perbandingan nilai k/s dengan variasi


resep (iring)
10.5
10
9.5
nilai k/s

9
8.5
8
7.5
vlot 1:10 vlot 1:20 vlot 1:30 vlot 1:40 vlot 1:50
Nilai k/s 10.119 9.893 9.542 9.325 8.68
variasi resep
Gambar Perbandingan nilai k/s
dengan variasi resep (cuci)
8.5

nilai k/s 8

7.5

6.5
vlot 1:10 vlot 1:20 vlot 1:30 vlot 1:40 vlot 1:50
Nilai k/s 8.006 7.906 7.825 7.191 7.022
variasi resep

grafik kelompok 4

Grafik Perbandingan nilai k/s dengan Variasi


Waktu Menggunakan Proses Iring

15
nilai k/s

10

5
nilai k/s
0
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)

Grafik Perbandingan nilai k/s dengan Variasi


Waktu tanpa proses iring

12
10
8
Nilai k/s

6
4 ketuaan warna (K/S)
2
0
0 20 40 60
waktu (menit)
Grafik kelompok 5

Grafik Perbandingan niilai k/s dengan variasi suhu


pada panjang gelombang 430 nm
16 13.88891
13.28693
14 12.4163
11.08345 11.17714
12 9.567784 9.838603
10 8.639541
7.928054
K/s

8 6.195161
6
4
2
0
50 60 70 80 90
Suhu(oC)

G Tanpa Iring Menggunakan Iring


r

Grafik kelompok 6

Grafik Konsentrasi Na2CO3 terhadap


Ketuaan Warna dengan Proses Iring
20

15
K/S

10
Iring
5

0
0.5 1.0 1.5 2.0
Konsentrasi (g/L)
Grafik Konsentrasi Na2CO3 terhadap
Ketuaan Warna dengan Proses
Pencucian
13

12
K/S

11
Cuci
10
0.5 1.0 1.5 2.0
Konsentrasi (g/L)
V. Pembahasan

Pada praktikum pencelupan ini, kelompok kami melakukan pencelupan


dengan variasi suhu yaitu 500C, 600C, 700C, 800C dan 900C. Proses
pencelupan ini dilakukan dengan menggunakan zat warna direk pada kain
kapas. Zat warna direk yang digunakan berwarna kuning dengan ukuran
molekul yang cukup kecil.

Zat warna direk dapat mencelup kain kapas serta mudah larut dalam air
karena zat warna tersebut memiliki gugus azo yang dapat berikatan
hydrogen dengan kapas serta gugus sulfonat sebagai gugus pelarut dan
auksokrom yang dapat berikatan dengan serat. Selain ikatan hydrogen, zat
warna direk dengan selulosa berikatan fisika yaitu gaya van der wals karena
memiliki perbedaan keelektronegatifan tetapi ikatan ini tidak terlalu kuat.

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa semakin tinggi


suhu pencelupan saat difusi zat warna ke dalam serat mengakibatkan warna
yang dihasilkan menjadi semakin tua. Ditunjukkan oleh ketuaan warna (k/s)
pada panjang gelombang 430 nm tanpa menggunakan iring dengan suhu
500C sebesar 6.195161, 600C sebesar 7.928054 , 700C sebesar 9.567784,
800C sebesar 9.838603 dan 900C sebesar 11.17714 . Hal ini dapat terjadi
karena pada suhu yang tinggi pori-pori serat membuka dan puntirannya
terbuka sehingga zat warna dapat lebih banyak terserap ke dalam serat
dibandingkan suhu yang lebih rendah. Selain itu, semakin tinggi suhu
pencelupan, energi kinetik molekul zat warna menjadi lebih tinggi sehingga
mudah masuk ke dalam serat.

Hasil pencelupan dibagi menjadi dua yaitu setengah kain dilanjutkan ke


proses pencucian sedangkan setengah kain yang lain dilakukan proses iring
mengggunakan kationik. Terdapat perbedaan antara hasil tanpa iring dan
dengan iring. Pada kain yang dilakukan dengan iring, ketuaan warna menjadi
lebih tinggi. Dapat dilihat pada hasil pengamatan, pada kain yang dilakukan
pada suhu 500C sebesar 8.639541, 600C sebesar 11.08345, 700C sebesar
12.4163, 800C sebesar 13.28693 dan 900C sebesar 13.88891 . Ketuaan
warna menjadi lebih tinggi karena molekul zat warna menjadi lebih besar
yang terikat di dalam serat sehingga zat warna tidak mudah bermigrasi ke
luar serat.

VI. Kesimpulan

Hasil praktikum menunjukan bahwa jika suhu dinaikan hingga mencapai


suhu 900C maka penyerapan zat warna akan lebih banyak dibanding dengan
menggunakan suhu 500C berlaku pada proses menggunakan iring maupun
tidak menggunakan iring, penggunaan iring mempengaruhi terhadap
penyerapan zat warna karena jika iring ditambahkan nilai k/s hasil proses
lebih tinggi dibandingkan dengan proses tanpa menggunakan iring.
VII. Daftar Pustaka

1. Soeprijono,P. S.Teks, Dkk. Serat-Serat Tekstil. ITT; Bandung: 1973


2. Djufri, Rasjid, Ir, Msc. Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan
Pencapan. ITT; Bandung : 1976

Anda mungkin juga menyukai