Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN DAN EVALUASI ZAT WARNA & PENYEMPURNAAN TEKSTIL

PADA SERAT SELULOSA

NAMA : Reynaldi Ega Hassyim


NPM : 21420065
GRUP : 2K4
DOSEN : Kurniawan ,S.Si.MT
Mia K.,S.ST
Aisyah N.M.Si

KIMIA TEKSTIL

2023
I. Judul
 Identifikasi Zat Warna Pada Selulosa Golongan I
 Identifikasi Zat Warna Pada Selulosa Golongan II
 Identifikasi Zat Warna Pada Selulosa Golongan III
II. Maksud dan Tujuan
 Maksud
Pada praktikum ini praktikan bisa mengidentifikasi zat warna pada selulosa dengan
mengetahui dari empat golongan zat warna tersebut dengan cara melakukan pelunturan zat
warna pada contoh uji.
 Tujuan
Melunturkan zat warna yang terdapat pada selulosa sebagai contoh uji dengan
menggunakan pereaksi tertentu dan larutan ekstraksinya diamati daya celupnya atau
kharakteristik khusus untuk mengetahui golongan zat warna yang sesuai terhadap contoh
uji
III. Dasar teori
 Serat selulosa
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas termasuk dalam
jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah jenis Gossypium hirsutum
dan Gossypium barbadense. Kedua tanaman berasal dari Amerika, Gossypium hirsutum
kemudian terkenal dengan nama kapas ”Upland” atau kapas Amerika dan Gossypium
barbadense kemudian dikenal dengan nama kapas ”Sea Island”. Kapas upland merupakan
kapas yang paling banyak diproduksi dan digunakan untuk serat tekstil, sedangkan kapas
sea island meskipun produksinya tidak terlalu banyak, tetapi kualitasnya sangat baik
karena seratnya halus dan panjang. Oleh karena itu kapas sea island digunakan untuk
tekstil kualitas tinggi.
- Komposisi Pada Kapas
Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan
menyulitkan masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain
selulosa dihilangkan dalam proses pemasakan. Komposisi serat kapas dicantumkan
pada tabel.

- Sifat Serat Kapas


Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat kapas termasuk serat
selulosa, sehingga sifat kimia serat kapas mirip seperti sifat selulosa. Di dalam larutan
alkali kuat serat kapas akan menggembung sedangkan dalam larutan asam sulfat 70%
serat kapas akan larut. Proses penggembungan serat kapas dalam larutan NaOH 18%
disebut proses merserisasi. Kapas yang telah mengalami proses merserisasi mempunyai
sifat kilau lebih tinggi, kekuatan lebih tinggi dan daya serap terhadap zat warna yang
tinggi. Oksidator selama terkontrol kondisi pengerjaanya tidak mempengaruhi sifat
serat, tetapi oksidasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan tarik serat kapas.
Oleh karena itu pada proses pengelantangan yang menggunakan oksidator harus
digunakan konsentrasi oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak merusak
serat.
Morfologi serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai penampang
memanjang seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan
lubang ditengah yang disebut lumen.

(Gambar serat melintang dan membujur pada mikroskop)

(Gambar struktur serat kapas)

- Penggunaan serat kapas


Serat kapas banyak digunakan untuk tekstil pakaian, tekstil rumah tangga. Serat- serat
yang sangat pendek yang disebut linter karena sulit dipintal, umumnya digunakan
sebagai bahan baku serta rayon.
 Zat warna pada selulosa
Zat warna golongan I merupakan zat warna yang luntur dalam larutan amonia atau
asam asetat encer mendidih. Zat warna yang terrmasuk golongan ini adalah zat warna
direk, zat warna asam, zat warna basa, dan zat warna direk dengan resin.
 Zat Warna Golongan I
- Zat Warna Direk

Zat warna direk umumnya adalah senyawa azo yang disufonasi, zat warna ini disebut
juga zat warna substatif karena mempunyai afinitas yang besar terhadap selulosa.
Beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikiatan hydrogen.
Zat warna direk umumnya mempunyai ketahanan terhadap sinar cukup, tidak tahan
terhadap oksidasi danrusak oleh zat pereduksi. Pencelupan kembali pada kain kapas
didalam larutanamonia dengan penambahan gram dapur yang menghasilkan warna
yang samadengan warna contoh asli, menunjukkan zat warna direk.
Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai dalam
pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna direk relatif murah
harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah dan tahan luntur
hasil celupannya kurang baik.
Zat warna Direk mempunyai daya afinitas yang besar tehadap serat selulosa,
beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikatan hidrogen.
Kebanyakan zat warna direk merupakan senyawa azo yang disulfonasi.
Kelarutan zat warna direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan
karena zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam
pemakaiannya, dan pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata, tetapi dilain
pihak kelarutan yang tinggi akan mengurangi substantifitas zat warna dan tahan luntur
warna terhadap pencucian hasil celupnya lebih rendah. Contoh struktur zat warna direk
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar C.I. Direct Blue 95

- Zat Warna Asam

Zat warna asam mengandung asam-asam mineral / asam-asam organic dan


dibuat dalam bentuk garam-garam natrium dari organik dengan gugus anion yang
merupakan gugus pembawa warna (kromofor) yang aktif. Struktur kimia zat warna
asam menyerupai zat warna direk merupakan senyawa yang mengandung gugusan
sulfonat atau karboksilat sebagai gugus pelarut. Ikatan yang terbentuk antara zat
warna serat adalah ikatan elektrovalen atau ionic yang lebih kuat dari pada ikatan
hydrogen. Zat warna asam dapat mencelup serat- serat binatang, poliamida dan
poliakrilat berdasarkan ikatan elektrovalen /ikatan ionik.
Zat warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida.
Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga
dapat mewarnai serat selulosa.
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya
zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat
ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya. Contoh
struktur zat warna asam dapat dilihat pada gambardi bawah ini:

Gambar C.I. Acid Brown 26


 Zat Warna Golongan II
Zat warna golongan II merupakan zat warna yang akan berubah warnanya karena
reduksi dengan Natrium hidrosulfit (Na2S2O4) pada suasana basa (alkali) dan akan
kembali warnanya kewarna aslinya karena proses oksidasi oleh udara. Zat warna yang
termasuk golongan ini adalah zat warna bejana, belerang hidrondan oksidasi.

- Zat Warna Bejana

Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam pencelupannya
harus dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut amemiliki
substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat tercelup. Adanya oksidator atau
oksigen dari udara, bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi
kembali ke bentuk semula yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna
bejana golongan indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon
hanya larut dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan
hipiklorit. Umunya zat warna turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang
dalam uji hipoklorit dan di dalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.
Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan sekunder
seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob maka ketahanan
cucinya lebih tinggi daripada zat warna yang berikatan ionik dengan serat.
Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan dalam
suasana alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut dalam air dan
tidak memerlukan proses pembejanaan.
Zat warna bejana yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal dengan
nama dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis antrakuinon
dikenal dengan nama dagang antraso.
Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah
zat warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehinggaafinitas zat warna
bejana larut relatif kecil tetapi pencelupannya mudah rata dantahan luntur warna
terhadap pencuciannya tinggi karena pada akhir proses pencelupannya zat warna
bejana larut dirubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut

Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk
pencelupan bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat warna
bejana larut juga digunakan terutama untuk pencelupan sutra atau wol.
Sifat-sifat umum :
- larut dalam air
- berikatan kovalen dengan serat
Contoh struktur molekul zat warna bejana dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar C.I. Vat Green 3

- Reduksi pigmen zat warna bejana dengan senyawa hidro- (dihidrat


sodium ditionit atau hidrosulfit)

-
- Zat Warna Belerang

Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang
sebagai kromofor. Sturktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan
tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor
natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Unutk membentuk zat warna
semula maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan
oksidator-oksidator lainnya.
Zat warna belerang terbatas dan suram, tetapi ketahanan lunturnyatinggi
kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya relatf murah, dan warna yangpaling
banyak digunakan adalah warna hitam. Zat warna belerang banyak digunakan
untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah kebawah.
Struktur molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung
belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan
disulfida ( -S-S-), sehingga strukturnya menjadi relatif besar.

Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang
sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan
tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor
natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Untuk membentukzat warna
maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan
oksidator-oksidator lainnya. Contoh struktur zat warna belerang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:

- Gambar C.I. Sulphur Yellow 8

Reaksi pencelupan dengan zat warna belerang:

 Zat Warna Golongan III


Zat warna golongan III adalah zat warna yang rusak dalam larutan Natrium
Hidrosulfit yang bersifat alkali dan larutan ekstraksinya didalam air, air-amonia atau
asam asetat tidak mencelup kembali serat kapas putih atau warna tidak kembali kewarna
asli setelah oksidasi. Zat warna yang termasuk dalam golongan ini adalah: zat warna
direk dengan pengerjaan iring logam, zat warna diek dengan pengerjaan iring
formaldehida, zat warna naftol, zat warna azo yang tidak larut dan zat warna yang
diazotasi atau dibangkitkan.

 Zat Warna Naftol


Zat warna naftol merupakan zat warna yang terbentuk dalam serat pada
waktu pencelupan dan merupakan hasil reaksi antara senyawa naftol dengan

garam diazonium (kopling). Sifat dari zat warna naftol yaitu: tidak larut dalam air,
luntur dalam piridin pekat mendidih, bersifat poligenetik dan monogenetik, karena
mengandung gugus azo maka tidak tahan terhadap reduktor.
Zat warna ini juga disebut zat warna es atau ”ice colours”, karena pada reaksi
diazotasi dan kopling diperlukan bantuan es. Penggunaannya terutama untuk
pencelupan serat selulosa. Selain itu juga dapat dipergunakan untuk mencelup serat
protein (wol, sutera) dan serat poliester.
Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam air.
Untuk membedakan dengan jenis zat warna azo lainnya sering juga disebut zat warna
azoic. Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosa kurang baik dan
bervariasi, sehingga dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaituyang mempunyai
substantivitas rendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang, misalnya Naftol
AS – G dan substantivitas tinggi, misalnya Naftol AS
– BO.
Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknya yang kurang, terutama
tahan gosok basah, sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna
naftol baru mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelahdiubah menjadi
naftolat, dengan jalan melarutkannya dalam larutan alkali.
Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai
afinitas terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selalu
dimulai dengan pencelupan memakai larutan naftolat, kemudian baru dibangkitkan
dengan garam diazonium.

 Zat Warna Golongan IV

Zat warna yang sukar dilunturkan dalam berbagai pelarut seperti ammonia, asam
asetat dan piridina. Termasuk dalam golongan ini adalah zat warna pigmen dan reaktif.
 Zat Warna Pigmen
Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja
sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut binder.
Unsur-unsur yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain garam-garam
organic, oksida organic, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini
luntur dalam dimetil formadida pekat dan dimetil formmida 1:1. Kecuali untuk zat
warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik.
Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja
sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut
binder/penggikat karena tidak dapat berikatan dengan serat. Unsur- unsur yang
terdapat didalam zat warna pigmen antara lain, garam-garam organik, oksida organik,
gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini luntur dalam
dimetilformamida pekat dan dimetilformamida 1:1 kecuali untuk zat warna pigmen
ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik.
Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan
tekstil, maka zat warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga
untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan, akan tetapi
seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan dengan kualitas kasar sampai
sedang.
Untuk pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat
digunakan untuk mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain
digunakan cara padding dan pada umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja.
Sifat ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh
binder yang digunakan. Binder ini dapat membentuk lapisan film dengan bantuan
asam yang diperoleh dari katalis dan adanya panas padawaktu curing. Contoh struktur
molekul zat warna pigmen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar C.I Pigment Green 37


Beberapa kelemahan pencelupan dengan zat warna pigmen adalah:

- Ketahanan gosok kurang baik


- Sulit mencelup warna tua
- Pegangan kaku

Keuntungan yang diperoleh adalah:

- Selesai pencelupan tidak perlu ada proses pencucian


- Prosesnya yang sederhana, biaya pencelupannya paling murah
- Warnanya bervariasi, dari warna biasa hingga warna metalik

Untuk memperbaiki tahan luntur hasil pencelupan zat warna pigmen, kedalam resep
larutan pad zat warna pigmen dapat ditambahkan zat pemiksasi (fixer) atau resin anti kusut
yang bersifat reaktan sehingga setelah proses thermofiksasi zat warna pigmen akan diikat
oleh lapisan film dari binder dan dari resin. Sedangkan untuk mengurangi kekakuan kain
hasil pencelupan dengan zat warna pigmen, kedalam resep pencelupan zat warna pigmen
dapat ditambahkan zat pelembut (softener).

 Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat,
sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu zat warna ini
mempunyai ketahanan cuci yang baik. zat warna ini baik dibandingkan dengan zat warna
direk. Sifat umum dari zat warna reaktif yaitu: larut dalam air, berikatan kovalen dengan
serat, karena kebanyakan gugusnya azo maka zat warna ini mudah rusak oleh reduktor kuat
dan tidak tahan terhadap oksidator yang mengandung klor (NaOCl).

Zat warna reaktif yang pertama di perdagangkan di kenal dengan nama procion. Zat warna
ini terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti wol dan sutera dapat
juga dicelup dengan zat warna ini
IV. Alat dan Bahan

 Identifikasi zat warna pada selulosa golongan I


 Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Pipet tetes
 Piala gelas
 Penangas listrik
 Batang pengaduk

 Bahan :
 Contoh uji
 Larutan amonia 10%
 Larutan NaCl
 Larutan asam asetat 10%
 Larutan asam asetat glasial
 Larutan natrium hidroksida

 Identifikasi zat warna pada selulosa golongan II


 Alat
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Pipet tetes
 Piala gelas
 Penangas listrik
 Batang pengaduk

 Bahan
 Contoh uji
 NaOH 10%
 Na2S2O4
 Na2CO3
 HCl 16%
 SnCl2 10%
 Kertas timbal asetat
 Air
 NaOCL10%
 Parafin

5.1 Identifikasi zat warna pada golongan III & IV


 Alat :
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Pipet tetes
 Piala gelas
 Penangas listrik
 Batang pengaduk

 Bahan :
 Contoh uji
 NaOCl
 H2SO4
 DMF 1:1
 DMF 100%
 NaOH
 Parafin
 HCl

V. Langkah kerja
 Pengujian golongan I

 Zat Warna Direk


1) Masukkan contoh uji ke dalam tabung reaksi
2) Tambahkan  4 ml amonia 10 %
3) Didihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi
4) Ambil CU dari larutan ekstrak zat warna ( *catatan : sebaiknya larutan ekstraksi dibagi
menjadi dua, satu bagian untuk uji zw direk dan satu bagian lagi untuk uji zw asam)
5) Masukkan kapas putih, wol putih dan akrilat putih masing-masing  10 mg
kemudian tambahkan 5-10 mg NaCl.
6) Didihkan selama 0,5-1 menit kemudian biarkan menjadi dingin.
7) Ambil kain-kain tersebut cuci dengan air, amati warnanya.
8) Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan dengan wol dan akrilat
menunjukkan zat warna direk.

 Zat Warna Asam


Apabila dalam uji zw asam terjadi pelunturan warna tetapi tidak mencelup kembali kain
kapas atau hanya menodai dengan warna yang sangat muda, maka dikerjakan pengujian
untuk zw asam.

1) Netralkan larutan ekstraksi yang diperoleh dari larutan amonia dengan asam asetat
10 % (periksa dengan kertas lakmus atau kertas pH).
2) Tambahkan lagi  1 ml asam asetat 10 %.
3) Masukkan kain-kain kapas, wol dan akrilat, didihkan selama satu menit.
4) Ambil kain-kain tersebut, cuci dengan air, amati warnanya.
5) Pencelupan kembali wol putih oleh larutan ekstraksi dalam suasana asam
menunjukkan adanya zat warna asam.

 Zat Warna Basa


Apabila dalam uji zw direk tidak terjadi pelunturan atau hanya luntur sedikit maka
dilakukan pengujian untuk zw basa.

1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi


2) Tambahkan  1 ml asam asetat glasial, tambahkan 3-5 ml air, didihkan sampai
terjadi ekstraksi.
3) Ambil CU dan bagilah ekstraksi menjadi 2 bagian (1 bagian untuk pencelupan dan 1
bagian lagi untuk uji penentuan).
4) Masukkan kain kapas, wol dan akrilat
5) Didihkan selama 1-1,5 menit
6) Pencelupan kembali kain akrilat dengan warna tua menunjukkan adanya zw basa

 Pengujian Pendahuluan Golongan II


1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi
2) Tambahkan 2-3 ml air, tambahkan  2 ml NaOH 10 %, didihkan selama 1menit,
tambahkan Na2S2O4, didihkan lagi selama 1 menit
3) Keluarkan CU, angin-angin / oksidasi dengan udara.
4) Warna kembali kewarna semula maka menunjukkan zat warna golongan II

 Zat Warna Belerang

1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi


2) Tambahkan 2-3 ml air, Na2CO3 , panaskan kemudian masukkan Na2S.
3) Panaskan sampai mendidih selama 1-2 menit
4) Ambil CU, masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 1-2 menit
5) Ambil kapas tersebut, letakkan diatas kertas saring atau cuci dengan air biarkan
terkena udara.
6) Kain kapas akan tercelup kembali dengan warna yang sama dengan warna contoh asli
tetapi lebih muda.

Uji Penentuan 1

1. Didihkan CU dalam 3 ml larutan NaOH 10 % kemudian cuci bersih (2 kali dengan air
mengalir)
2. Masukkan CU (bersih) tambahkan  2 ml HCl 16 %
3. Didihkan selama 0,5-1 menit biarkan dingin
4. Tambahkan  3 ml SnCl2 10 %
5. Letakkan kertas timbal asetat pada mulut tabung (kertas Pb asetat : kertas saring
dibasahi dengan larutan Pb asetat 10 %)
6. Warna coklat atau hitam pada kertas Pb asetat menunjukkan zw belerang.

Uji Penentuan 2

1. Rendam contoh uji dengan larutan NaOCl 10 %


2. Zw belerang akan rusak dalam waktu 5 menit.

 Zat Warna Bejana


1) Masukkan Cu tambahkan  2 ml air dan  2 ml NaOH 10 %
2) Didihkan dan tambahkan Na2S2O4
3) Didihkan selama 1 menit
4) Ambil CU masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 1-1,5 menit, biarkan
dingin.
5) Ambil kapas tersebut, letakkan diatas kertas saring dan biarkan kena udara.
6) Kapas tercelup kembali dengan warna contoh asli tetapi lebih muda

Uji Penentuan 1

1) Masukkan CU kedalam lelehan paraffin dalam kiu porselen


2) Apabila padatan paraffin pada kertas saring berwarna maka menunjukkan adanya zw
bejana ( * zw belerang tidak mewarnai paraffin)

 Pengujian Pendahuluan Golongan III


1) Contoh uji dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan ± 3 ml air, ± 2 ml NaOH
10% dan Na2S2O4.

2) Dipanaskan sampai mendidih selama 3 menit.


3) Semua zat warna golongan III akan rusak, ditandai dengan perubahan warna terhadap
contoh uji atau larutan ekstraksi menjadi putih, abu-abu, kuning atau jingga warna tidak
kembali setelah oksidasi

 Zat Warna Naftol

Uji Penentuan 1

1) Masukkan CU kedalam tabung reaksi


2) Tambahkan 1 ml NaOH 10 % dalam 3 ml alcohol didihkan.
3) Tambahkan Na2S2O4 panaskan / didihkan (warna akan tereduksi)
4) Dinbginkan, ambil CU amati warnanya
5) Warna rusak menunjukkan adanya zw naftol atau reaktif (dengan oksidasi warna
kembali)
6) Kedalam filtrate (lunturan) masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 2 menit
7) Kapas berwarna kuning dan berpendar dibawah sinar ultra lembayung
menunjukkan zw naftol
Uji Penentuan 2

Lelehan dalam paraffin positif

 Zat Warna Pigmen

1) Masukkan CU dalam 3 ml larutan DMF 1 : 1


2) Didihkan selama  2 menit amati warnanya
3) Ulangi pengerjaan butir (1) dan (2) dengan DMF 100 %
4) Pewarnaan muda dalam larutan DMF 1 : 1 dan pewarnaan tua dalan DMF 100 %
menunjukkan adanya zw pigmen

Uji Penentuan 1
1) Masukkan CU dalam 3 ml larutan HCl 1 % didihkan selama  5 menit
2) Cuci bersih
3) Ambil seratnya, amati dibawah mikroskop
4) * Bila terdapat partikel-partikel zw pada permukaan serat menunjukkan zw
pigmen dengan zat pigmen
5) Bila partikel warna terdapat diseluruh serat menunjukkan zw pigmen dengan
pencelupan polimer

Uji Penentuan 2

Khusus zw pigmen yang berwarna biru

Apabila :

- CU ditetesi HNO3 pekat →warna violet

- CU ditetesi H2SO4 pekat → warna hijau


Menunjukkan zw pigmen Alcian Biru
 Zat Warna Reaktif

1) Masukkan CU dalam 3 ml larutan DMF 1 : 1 didihkan selama 2 menit


2) Ulangi pengerjaan butir (1) dalam 3 ml larutan DMF 100 %
3) Amati warna kedua larutan ekstraksinya
4) Ekstraksi DMF 1 : 1 akan terwarnai sangat muda
5) Ekstraksi DMF 100 % tidak terwarnai menunjukkan zw reaktif

Uji Penentuan 1
1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 ml larutan NaOH 5 %
2) Didihkan selama 2 menit
3) Asamkan dengan larutan H2SO4 pekat (  2-3 tetes)
4) Masukkan serat wol dan didihkan
5) Pewarnaan serat wol menunjukkan zw reaktif

Uji Penentuan 2
1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi yang berisi 3 ml larutan (asam sulfat 0,2
% dan 6 mg Na2SO4)
2) Didihkan beberapa menit
3) Masukkan serat wol dan didihkan
4) Pewarnaan pada serat wol menunjukkan zw reaktif

VI. Hasil data


(Terlampir)

VII. Diskusi

 Identifikasi zat warna pada selulosa golongan I


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, zat warna golongan I
luntur oleh amonia atau asam asetat encer mendidih. Untuk 1 kain contoh uji
dibagi 3 bagian yaitu untuk uji zat warna direk, asam dan basa. Zat warna direk
mempunyai ketahan yang kurang baik terhadap pencucian, zat warna asam
sendiri mudah mencelup serat serat yang berasal dari binatang dan poliamida,
karena bedasarkan ikatan ion, dan zat warna basa ini mudah mencelup zat
warna protein.
Saat melakukan pengujian zat warna direk dan asam, kain untuk
pengujian zat warna direk dan asam dilunturkan dengan amonia 10%. Lalu
larutan ekstraknya dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian larutan ekstrak
dilanjutkan degan pengujian zat warna direk. Setelah itu, masukkan kapas, wol
dan akrilat. Masing- masing ditambahi NaCl. NaCl ditambahkan sebagai zat
pembantu tekstil untuk menambah penyerapan zat warna direk (mempunyai
gugus pelarut banyak) pada kain. Selulosa bermuatan negatif tapi disisi lain zat
warna direk cenderung bermuatan negatif juga sehingga terjadi kontak tolak
menolak. Elektrolit akan mengion dalam air dan ion positifnya akan menetralkan
selulosa sehingga zat warna terserap.
Berdasarkan literatur, zat warna direk akan mencelup kapas dengan
baik dibandingkan wol dan akrilat, hal ini disebabkan zat warna direk
mempunyai mempunyai afinitas dan substantifitas yang lebih besar terhadap
selulosa, sehingga pada penentuanya pencelupan kembali kain kapas yang lebih
tua. Gugusan hidroksil dalam molekul selulosa sangat berpengaruh pada
pencelupan dengan zat warna direk. Apabila atom hidrogen dari gugusan
hidroksil tersebut diganti dengan gugusan asetil maka serat tidak dapat
mencelup zat warna direk.

Hal ini dikarenakan gugusan hidroksil dalam molekul selulosa


dapat mengadakanikatan hidrogen dengan gugusan-gugusan hidroksil, amina
dan azo dalam molekul zat warna. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi antara
selulosa dengan zat warna direk:
AR1 – N = N = AR2 – SO3Na
Ikatan hidrogen

Sel-OH
Jadi hasil pengujian zat warna direk akan terwarnai tua pada kain kapas
dibandingkan pada wol dan akrilat. Pada hasil praktikum, sampel no 26 terlihat
lebih tua dibandingkan dari ketiga kain dari kelompok kami yang menghasilkan
sampel no 26 adalah zat warna direk.
Pada pengujian zat warna asam, praktikan menggunakan larutan ekstrak
lunturan NH4OH. Pada ekstraksi lunturan tersebut ditambah asam asetat 10%
untuk menghilangkan sifat alkali. Pengecekan pH bisa dilakukan dengan kertas
lakmus. Tambahan lagi asam asetat jika suasana pencelupan belum mencapai
suasana asam. Masukkan kapas, wol dan akrilat lalu didihkan. Hasil praktikum
menunjukkan bahwa wol terwarnai tua. Hal ini disebabkan zat warna asam
sangat dipengaruhi oleh kondisi pH sehingga penambahan asam asetat sangat
membantu penyerapan pada wol. Zat warna asam dan serat wol akan
menghasilkan ikatan ionik seperti reaksi berikut:
ZW – SO3H ZW SO3- + H+
Ikatan ionik

HOOC wol N+H3

Pada hasil praktikum, sampel no 94 adalah sampel yang dicelup dengan zat warna
asam.

Saat pengujian untuk zat warna basa, kain dilunturkan dengan asam
asetat glasial lalu dididihkan. Hasil lunturan dalam asam asetat glasial akan
dibagi dua. Pada uji zat warna basa ini, hanya ditambahkan serat akrilat saja. Zat
warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi dalam larutan yang
bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut.
Zat warna basa secara alami bersifat kationik, sehingga dapat digunakan untuk
mencelup serat akrilat, dimana zat warna basa akan berikatan secara ionik
dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam serat sehingga
tahan lunturnya cukup baik.

Dalam pencelupan larutan harus diatur pH nya dengan


menggunakanasam asetat agar terbentuknya kation zat warna basa. Sebaiknya
pH yang digunakan yaitu sebesar 4,5 apabila terlalu besar maka kelarutan zat
warna akan berkurang dan warna akan berubah kearah yang lebih pendek
sehingga menimbulkan warna yang muda dan menyulitkan untuk pengamatan.
Sedangkan apabila pH rendah terbentuknya muatan negatif pada gugus
karboksilat pada serat akan lebih sulit, sehingga laju pencelupan akan lebih
lambat dan akan terjadi
penurunan kekuatan bahan yang dicelup. Pada uji penentuan terlihat jelas dari
ketiga sample ini hanya ada 1 yang terwarnai yaitu sample no. 41. Maka hasil
praktikum yang diperoleh bahwa sample no. 41 adalah ZW Basa

 Identifikasi zat warna pada selulosa golongan II


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, zat warna golongan II
akan direduksi oleh natrium hidrosulfit yang menyebabkan perubahan warna
tetapi dalam suasana alkali (basa), zat warna ini akan kembali ke warna semula
setelah di tambah natrium hidrosulfit oleh oksidasi kembali dengan udara. Pada
praktikum ini, praktikan diberi 2 kain contoh uji. Praktikan harus membuktikan
zat warna mana yang belerang dan juga bejana.
Pada pengujian zat warna belerang kain ditambahkan natrium karbonat
dan Na2S. Struktur molekul zat warna belerang merupakan molekul yang
kompleks dan tidak larut dalam air, tetapi zat warna belerang dapat larut didalam
larutan Na2S sebagai pereduksi. Dalam hal ini jembatan belerang direduksi oleh
Na2S menjadi komponen yang dapat larut dalam air dan menjadi subtantif
terhadap serat selulosa. Proses oksidasi merupkan hal yang harus dilakukan
setelah pencelupan yang dapat dilakukan dengan cara oksidasi udara.
Berdasarkan literatur, kain kapas yang dicelup pada lunturan zat warna belerang
akan terwarnai warna muda. Lalu dilakukan uji penentuan 1 dan 2. Pada uji
penentuan 1, dilakukan uji dengan kertas Pb asetat. Namun saat praktikum,
praktikan menggunakan kertas saring yang ditetesi oleh larutan Pb asetat. Zat
warna belerang akan menimbulkan noda coklat pada kertas saring yang telah
ditetesi Pb asetat. Uji penentuan 2 adalah perendaman dengan NaOCl. Kapas
putih direndam selama 10 menit, lalu hasil yang menunjukkan terwanai lebih
muda dari sampel asli adalah zat warna bejana.

Pada hasil praktikum, sampel no 27 adalah sampel yang dicelup


dengan zat warnabelerang. Berikut ini adalah reaksi proses pengujian zat warna
belerang:
C
ZW - S - S - ZW  2 H Na 2 O3  2 ZW - SNa
(tidak larut) (larut dalam air)

Selulosa  2 Zw - SNa  (selulosa 2 Zw - SNa)


O
Selulosa 2 Zw - SNa H Selulosa 2 Zw - SH
2

(mudah larut) (sukar larut)


Selulosa 2 Zw - SH O Selulosa - Zw - S - S - Zw
n

(tidak larut)

8.1. Identifikasi zat warna pada selulosa golongan III & IV


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, zat warna golongan III
tidak akan larut oleh air, dan tidak tahan terhadap reduktor karena mengandung
gugus azo. Pada praktikum kali ini diberikan 2 kain contoh uji, salah satunya
adalah golongan III (naftol) dan yang lain adalah golongan IV (pigmen dan
reaktif).

Pada Zat warna naftol, dilakukanlah uji penentuan 1 untuk melihat


kapas mana hasil berpendar pada kain di bawah sinar UV. Kapas akan
berpendar berwarna kuning sebelum dilakukan kopling dengan garam
diazonium. Lalu uji penentuan dilakukan dengan uji parafin. Parafin dilelehkan
lalu dilihat lelehan mana yang akan terwarnai. Namun warna pada parafin akan
mudah hilang karena tereduksi. Pada hasil praktikum, sampel no 47 adalah
sampel yang dicelup dengan zat warna naftol.
Zat warna golongan IV adalah senyawa organik yang tidak larut dalam
air dan pelarut, tidak memiliki afinitas terhadap serat sehingga susah untuk
dilarutkan.
Zat warna pigmen mengandung kromofor, sehingga saat mencelupnya
perlu di bantu dengan zat pengikat atau Binder dan zat warna reaktif memiliki
berat molekul yang kecil dan memiliki ketahanan yang baik dan larut oleh air.
Zat warna ini zat warna yang tidak luntur oleh perlarut anorganik. Zat warna
pigmen merupakan zat warna yang tidak larut pada air sehingga pada
dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna muda dan pada dimetilformamida
100% lunturan berwarna tua, sedangkan zat warna reaktif merupakan zat warna
yang larut dalam air sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna
lebih tua dibandingkan dengan lunturan pada dimetilformamida 100%. Uji
penentuan zat warna pigmen dapat dilihat oleh mikroskop dengan penampang
yang terlihat pada mikroskop hanya sebagian yang terwarnai/terlihat pecah-
pecah (cracking) dan setelah terlihat dari miskroskop pun tidak terlihat pecah-
pecahan atau cracking tersebut yang dapat disimpulkan bahwa kedua kain
tersebut bukanlah zat warna pigmen.
Pada pengujian zat warna reaktif dengan dimetilformamida 1:1 menunjukkan bahwa contuh uji yang
mengandung zat warna reaktif akan terwarnai sangat muda. Sedangkan pada dimetilformamida
100% tidak akan terwarnai. Hal itu disebabkan zat warna reaktif luntur dengan air, sedangkan di
dalam pelarut dimetilformamida 100% tidak ada air yang menyebabkan zat larutan ekstrak tidak
terwarnai. Pada uji penentuan 1, lunturan ditambah NaOH dan di asamkan dengan H2SO4 pekat.
Wol dimasukkan dan yang menghasilkan warna tua adalah zat warna reaktif. Begitu juga uji
penentuan 2 yang ditambah dengan campuran asam sulfat dengan Na2SO4, warna yang tua
menunjukkan zat warna reaktif. Uji penentuan 3 adalah ketika contoh uji direndam selama 10 menit
dalam larutan NaOCl, warna pada kain akan luntur/rusak sehingga warna pada kainnya memudar.
Hal ini dikarenakan zat warna reaktif mengandung gugus reaktif dan akan bereaksi dengan klor.
Sedangkan, pada contoh uji lain yang tidak dicelup dengan zat warna lain tidak akan luntur/rusak zat
warnanya ketika direndam dengan larutan NaOCl. Pada hasil praktikum, sampel no. 30 adalah
sampel yang dicelup dengan zat warna reaktif.
VIII. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, di simpukan sebagai berikut:


 Identifikasi zat warna golongan I
Contoh uji no. 26 dicelup menggunakan zat warna direk,
contoh uji no. 94 dicelup menggunakan zat warna asam, dan
pada contoh uji no. 41 dicelup menggunakan zat warna basa.
 Identifikasi zat warna golongan II
Contoh uji no. 27 dicelup menggunakan zat warna belerang dan
pada contoh uji no. 40 dicelup menggunakan zat warna bejana.
 Identifikasi zat warna golongan III & IV
Contoh uji no. 30 dicelup menggunakan zat warna reaktif,
Contoh uji no. 47 dicelup menggunakan zat warna naftol, dan
pada contoh uji no. 36 dicelup menggunakan zat warna pigmen

DAFTAR PUSTAKA

Hariyanti, Rahayu, S.Teks.,MT. 1993. Penuntun Praktikum Evaluasi Kimia


Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. [diliat 3 maret 2023]
Sihotang. Ardinus (2018). “Praktikum Evaluasi Kerusakan Serat : Selulosa 1 Selulosa 2
Selulosa 3” [Online]. Tersedia https://pdfcoffee.com/laporanpraktikum-evaluasi-1-selulosa-1-
3docx-pdf-free.html.[ 4 maret 2023]

Anda mungkin juga menyukai