Anda di halaman 1dari 22

I.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari percobaan ini adalah untuk menentukan zat warna
bubuk golongan 1 dan 2.
Tujuan dari percobaan ini agar praktikan mengetahui dan
memiliki kemampuan untuk menentukan zat warna bubuk golongan 1
dan 2.
II. Teori Dasar
1. Zat Warna Bejana

Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam


yang telah lama digunakan orang untuk mencelup tekstil. Zat
warna ini terutama dipakai untuk mencelup bahan dari serat
selulosa. Selain itu juga untuk mencelup serat wol. Nama dagang
zat warna bejana adalah :

- Indanthren (I.G. Farben)

- Caledon (I.C.I)

- Cibanone (Ciba-Geigy)

- Sandonthren (Sandoz)

- M.N.Thren (Mitsui)

- Solanthren (Francolor)

Sifat-sifat

a. Zat warna bejana termasuk golongan zat warna yang tidak larut
dalam air dan tidak dapat mewarnai serat selulosa secara
langsung. Dalam pemakaiannya, zat warna ini harus
dibejanakan (direduksi) terlebih dahulu membentuk larutan
yang mempunyai afinitas terhadap serat selulosa.
b. Setelah berada di dalam serat, maka bentuk leuko tadi
dioksidasi kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut
dalam air. Oleh karena itu hasil celupannya mempunyai tahan

1
cuci yang sangat baik. Selain itu juga mempunyai sifat tahan
sinar dan tahan larutan hipoklorit dengan baik.
c. Larutan zat warna yang dibejanakan tersebut, disebut juga
larutan leuko. Warnanya lebih muda atau berbeda dengan
warna pigmen aslinya. Afinitas larutan leuko terhadap serat
selulosa sangat besar, sehingga sering menimbulkan celupan
yang tidak rata. Untuk mengatasinya sering dilakukan
pencelupan cara ”pigmen padding” di mana zat warna yang
tidak mempunyai afinitas tersebut didistribusikan merata pada
bahan sebelum direduksi dan d ioksidasi.

Ukuran molekul zat warna bejana ada 4 macam, yaitu :

- Bentuk bubuk (powder), mempunyai kadar tinggi, digunakan


untuk mencelup dalam mesin-mesin dengan perbandingan larutan
celup yang besar, seperti bak, Jigger atau Haspel.

- Bentuk bubuk halus (Fine powder), lebih mudah dibejanakan dari


pada bentuk bubuk dan penggunaannya sama dengan bentuk
bubuk.

- Bentuk bubuk sangat halus (micro fine powder), terutama


digunakan untuk pencelupan cara “pigmen padding”.

- Bentuk colloidal, digunakan untuk pencelupan kontinyu.

Berdasarkan cara pemakaiannya, maka zat warna bejana


digolongkan menjadi 4 golongan sebagai berikut.

1. Golongan IK (Indanthren Kalt)

Mempunyai afinitas yang kurang baik, sehingga memerlukan


tambahan elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali sedikit,
dibejanakan dan dicelup pada suhu rendah (20 – 250C).

2. Golongan IW (Indanthren Warn)

2
Memerlukan penambahan elektrol it untuk penyerapannya.
Pemakaian reduktor dan alkali agak banyak dibejanakan dan
dicelup pada suhu hangat (40 – 500C).

3. Golongan IN (Indanthren Normal)

Tidak memerlukan penambahan elektrolit, karena mempunyai daya


serap yang tinggi. Pemakaian reduktor dan alkali banyak,
dibejanakan dan dicelup pada suhu panas (50 – 600C).

4. Golongan IN Special (Indanthren Normal Special)

Menyerupai golongan IN, hanya pemakaian alkali dan


reduktor, suhu pembejanaan dan pencelupannya lebih tinggi
(600C).Menurut struktur kimianya zat warna bejana dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu golongan antrakwinon dan
golongan indigoida. Golongan antrakwinon pada pembejanaan
warna larutannya lebih tua dari pada warna
sesungguhnya, sedangkan golongan dindigoida mempunyai warna
kuning muda

Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3


pokok sebagai berikut.

1. Pembejanaan (membuat senyawa leuko) Zat utama yang


digunakan adalah reduktor kuat dan soda kostik.

Reaksinya adalah sebagai berikut :

2H2O

Na2S2O4 + 2NaOH  2Na2SO4 + 6Hn

D = C = O + Hn  D = C – OH

Zat warna bejana

D – C – OH + NaOH  C = C – Ona + H2O

(senyawa leuko)

3
2. Pencelupan dengan senyawa leuko

Bentuk senyawa leuko ini mempunyai afinitas terhadap selulosa,


sehingga dapat mencelupnya.

3. Oksidasi

Senyawa leuko yang telah berada di dalam serat selulosa tersebut,


agar tidak keluar kembali perlu dioksidasi, sehingga berubah
menjadi molekul semula yang berukuran besar. Oksidasi dapat
dilakukan dengan larutan oksidator ataupun dengan sinar matahasi

Reaksinya adalah sebagai berikut :

CO2

2D = C – O – Na + On  2D = C = O + Na2CO3

Faktor-faktor yang Berpengaruh

a. Zat warna bejana berikatan dengan serat selulosa, secara ikatan


hidrogen dan van der walls. Pada umumnya molekulnya
berbentuk bidang datar (planar) sehingga memungkinkan
mengadakan ikatan dengan serat selulosa. Di dalam
pembejanaan, golongan indigoida hanya memerlukan alkali
lemah. Afinitasnya terhadap selulosa rendah, sehingga untuk
memperoleh warna celupan yang tua pencelupan harus
dilakukan berulang-ulang dengan konsentrasi zat warna yang
makin menaik. Bantuan elektrolit pada larutan celupnya akan
dapat membantu penyerapan. Pemakaian konsentrasi zat warna
yang tinggi akan menghasilkan celupan dengan sifat tahan
gosok yang kurang. Golongan antrakwinon di dalam
pembejanaan memerlukan alkali kuat.
b. Jumlah pemakaian alkali harus tepat, karena kemungkinan
terbentuknya isomer dengan adanya pemakaian alkali yang
berbeda-beda. Apabila hal ini terjadi, maka larutan leuko
tersebut sukar dioksidasikan kembali dan memberikan warna

4
yang berbeda dengan warna aslinya. Selain itu suhu
pembejanaan perlu diperhatikan juga. Suhu yang terjadi terlalu
rendah menyebabkan pembejanaan yang kurang sempurna,
sedang apabila terlalu tinggi dapat merubah warna.
c. Penambahan zat pendispersi di dalam larutan celup akan
menambah penetrasinya, akan tetapi menurunkan penyerapan.
oleh karena itu celupan warna tua tidak perlu penambahan zat
pendispersi. Selama pencelupan jumlah alkali dan reduktor
harus dijaga tetap, sehingga afinitasnya tetap besar.
2. Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi pertama kali dibuat pada tahun 1923


oleh Baddiley dan Shepherdson dari British Dyestuff. Zat warna ini
kelarutannya kecil dalam air dan merupakan kelarutan dispersi,
terutama digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetik yang
bersifat hidrofob, misalnya poliester.

Struktur Kimia Zat warna Dispersi

Zat warna dispersi sebagian besar molekulnya tersusun oleh


senyawa azo, antrakinon atau difenil amin dengan berat molekul
yang kecil dan tidak mengandung gugus pelarut.

Zat warna dispersi dapat dibedakan menjadi tiga bagian


berdasarkan perbedaan anti kromofor, yaitu:

1. Kromofor Golongan Azo

2. Kromofor Golongan Antakrinon

5
3. Kromofor Golongan Nitroanilin

Sifat-sifat Zat warna Dispersi

Sifat umum zat warna dispersi, baik kimia maupun fisika


merupakan faktor penting dan erat berhubungan dengan
penggunaanya dalam proses pencelupan.

Sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut:

1. Apabila digerus sampai halus dan didispersikan dengan zat


pendispersi dapat menghasilkan dispersi yang stabil dalam
larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0,5-2,0 mikron
2. Mempunyai berat molekul yang relatif rendah
3. Mempunyai titik kejenuhan 30-200 mg/g zat warna dalam serat
4. Tidak mengalami perubahan kimia selama proses pencelupan
berlangsung
5. Bersifat nonionik walaupun mengandung gugus –NH2, -NHR
dan –OH
6. Kelaruan dalam air sangat kecil
7. Ketahanan terhadap sinar, keringat dan pencucian baik

6
Penggolongan zat warna Dispersi

Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna disperse


digolongan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Zat warna dispersi golongan A

Zat warna dispersi yang memiliki berat molekul yang terkecil dan
memiliki ketahanan sublimasi rendah, sehingga dalam
pencelupannya umumnya dilakukan pada suhu didih. Zat warna
jenis ini digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat,
triasetat dan poliamida.

2. Zat warna Dispersi Golongan B

Zat warna dispersi yang memiliki sifat ketahanan sublimasi


sedang, yaitu tersublimasi penuh pada suhu sekitar 180℃ Zat
warna ini dapat digunakan untuk mencelup serat poliester dengan
bantuan zat pengemban dan dapat juga untuk pencelupan suhu
tinggi.

3. Zat warna dispersi golongan C

Zat warna dispersi yang memiliki sifat ketahanan sublimasi tinggi


sampai 200 ℃, biasanya digunakan untuk pencelupan suhu tinggi.

4. Zat warna dispersi golongan D

Zat warna dispersi yang memiliki sifat ketahanan sublimasi sangat


tinggi, sampai 210 ℃, biasanya digunakan untuk pencelupan
metode termosol.

3. Zat warna direk

Zat warna direk dikenal juga sebagai zat warna substantif,


mempunyai afinitas yang tingi terhadap serat selulosa. Beberapa
diantaranya dapat mencelup serat protein, seperti wol dan sutra.

7
Nama dagang zat warna direk adalah :

- Benzo (Bayer)

- Diazol (Francolor)

- Solar (Sandoz)

- Cuprophenyl (Ciba Geigy)

- Direct (Sumitomo)

- Chlorasol (I.C.I)

Sifat-sifat

Zat warna direk termasuk golongan zat warna yang larut dalam air.
Sifat utama dari zat warna direk adalah ketahanan cucinya kurang
baik, ketahanan sinarnya cukup, beberapa di antaranya cukup baik.

Untuk memperbaikinya sesudah pencelupan sering dilanjutkan


dengan pengerjaan iring. Selain itu zat warna direk juga tidak tahan
terhadap oksidasi dan reduksi. Kerataan pencelupannya berbeda-
beda, sehingga zat warna direk dapat digolongkan menjadi 3
golongan yaitu :

Golongan A

Zat warna direk yang termasuk golongan ini mudah bermigrasi,


sehingga mempunyai daya perata yang tinggi. Pada permulaan
pencelupannya mungkin tidak rata akan tetapi dengan pendidihan
yang cukup akan diperoleh hasil pencelupan yang rata.

Golongan B

Zat warna direk yang termasuk golongan ini mempunyai daya


perata yang rendah, sehingga pada penyerapannya perlu diatur
dengan penambahan suatu elektrolit. Apabila pada permulaan
pencelupannya memberikan hasil yang kurang rata, maka akan
sulit untuk memperbaikinya.

8
Golongan C

Zat warna direk yang termasuk golongan ini mempunyai daya


perata yang rendah dan sangat peka terhadap elektrolit. Penyerapan
sangat baik walaupun tanpa penambahan elektrolit, akan tetapi
perlu pengaturan suhu pencelupan.

Mekanisme Pencelupan

Serat selulosa tidak mengandung gugus polar yang dapat


mengadakan suatu ikatan dengan zat warna direk, sehingga antara
zat warna direk dengan selulosa merupakan ikatan yang
disebabkan oleh gaya fisika saja. Selain itu terjadi juga ikatan
hidrogen antara gugus hidroksil dalam molekul serat
selulosa dengan gugusan amina pada zat warna direk, seperti reaksi
berikut :

R – N – H--------------- O – selulosa atau

~ ~

H H

R – H--------------------- HO selulosa

N.R

Faktor-faktor yang Berpengaruh

1. Pengaruh Elektrolit

Penambahan elektrolit ke dalam larutan celup akan menambah


penyerapan zat warna, walaupun kepekaan tiap zat warna berbeda-
beda. Pada gambar terlihat bahan zat warna direk A kurang peka
terhadap penambahan elektrolit, sedang zat warna direk B sangat
peka. Di dalam larutan, selulosa bermuatan negatif sehingga akan
menolak ion negatif dari zat warna direk. Penambahan
elektrolit akan mengurangi atau menghilangkan muatan negatif

9
dari serat, sehingga molekul-molekul zat warna akan tertarik oleh
serat.

Semakin banyak gugusan sulfonat terkandung dalam zat warna


direk tanpa penambahan elektrolit akan mencelup dengan hasil
yang sangat muda.

2. Pengaruh Suhu

Peristiwa pencelupan adalah peristiwa keseimbangan yang


eksotermik. Pada suhu yang lebih tinggi, jumlah zat warna yang
dapat diserap oleh serat pada keadaan setimbang akan berkurang.

Apabila suhu dinaikkan, jumlah zat warna yang dapat terserap


oleh serat akan bertambah sampai mencapai harga tertentu,
kemudian akan berkurang kembal i.

3. Pengaruh Perbandingan Larutan Celup

Apabila konsentrasi zat wana di dalam larutan lebih besar,


maka jumlah zat warna yang dapat terserap juga akan bertambah.
Untuk penghematan pemakaian zat warna, maka pencelupan pada
perbandingan larutan yang kecil akan lebih menguntungkan

4. Pengaruh pH

Pada umumnya pencelupan zat warna direk dilakukan dalam


suasana netral. Penambahan alkali lemah seperti natrium karbonat
kadang-kadang dapat menghambat penyerapan zat warna, sehingga
warna lebih rata. Selain itu penambahan natrium karbonat dapat
berfungsi untuk mengurangi kesadahan air dan menambah
kelarutan zat warna.

5. Zat warna asam


Zat warna asam adalah zat warna yang dalam
pemakaiannya memerlukan bantuan asam mineral atau asam
organik untuk membantu penyerapan, atau zat warna yang
merupakan garam natrium asam organik dimana

10
anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam
banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida.
Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna
direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa.
Nama dagang zat warna asam adalah :
- Nylosan (Sandoz)
- Nylomine (I.C.I)
- Tectilan (Ciba Geigy)
- Dimacide (Francolor)
- Acid (Mitsui)
Sifat-sifat
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut
dalam air. Pada umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan
cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat
dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya.
Berdasarkan cara pamakaiannya zat warna asam digolongkan
menjadi 3 golongan, yaitu :
Golongan 1
Zat warna yang termasuk golongan ini dalam
pemakaiannya memerlukan asam kuat pH 2-3 sebagai asam dapat
dipakai asam sulfat atau asam formiat.
Zat warna asam golongan ini sering juga disebut zat warna
asam celupan rata (leveldying) atau zat warna asam terdispersi
molekul (moleculerly dispersid). Pada umumnya mempunyai
ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan cucinya kurang.
Golongan 2
Zat warna asam yang termasuk golongan ini dalam
pemakaiannya memerlukan asam lemah pH 5,2-6,2 sebagai asam
dapat dipakai asam asetat. Pada pemakaiannya tidak memerlukan
penambahan elektrolit, karena pH lebih besar dari pada 4,7
penambahan elektrolit akan mempercepat penyerapan. Ketahanan
sinar dan ketahanan cucinya baik.

11
Golongan 3
Zat warna asam yang termasuk golongan ini dalam
pemakaiannya tidak memerlukan penambahan asam, sehingga
cukup pada pH netral. Pada suhu rendah terdispersi secara koloidal
sedang pada suhu mendidih terdispersi secara molekuler. Zat
warna asam golongan ini sering disebut zat warna asam milling.
Sifat kerataannya sangat kurang, sehingga di dalam pemakaiannya
memerlukan pengamatan yang teliti. Ketahanan sinar dan
ketahanan cucinya paling baik dibanding dengan kedua golongan
zat warna asam lain nya.
Mekanisme Pencelupan
Mekanisme utama pada pencelupan serat protein dengan zat
warna asam adalah pembentukan ikatan garam dengan gugusan
amino dalam serat. Selain itu mungkin juga terjadi ikatan lain.
Dalam keadaan iso elektrik wol mengandung ikatan garam yang
netral, seperti berikut :
+ N - wol - COO - H3
Dengan penambahan ion hidrogen dari asam, maka akan terbentuk
ion amonium bebas yang bermuatan positif, seperti berikut :
+H3N – wol – COO + H+ -* +H3N – wol - COOH
Sehingga dapat mengikat anion dari zat warna asam sebagai
berikut : +H3N – wol – COOH + D -*DH3N – wol – COOH
Anion zat warna asam
Faktor-faktor yang Berpengaruh
Pada pencelupan dengan zat warna asam celupan rata,
penambahan elektrolit akan berfungsi menghambat penyerapan zat
warna sedang pada pencelupan dengan zat warna asam celupan
netral, penambahan elektrolit akan berfungsi mempercepat
penyerapan.
Pengaruh Suhu
Kecepatan penyerapan zat warna sangat dipengaruhi oleh
sudut. Di bawah 390C hampir tidak terjadi penyerapan.

12
Selanjutnya apabila suhu dinaikkkan lebih dari 390C kecepatan
penyerapan bertambah. Tiap golongan zat warna asam mempunyai
suhu kritis tertentu di mana apabila suhu tersebut telah dilampaui,
zat warna akan terserap dengan cepat sekali.
Sebagai contoh zat warna asam celupan netral pada suhu di
bawah 600C hampir tidak akan terserap, tetapi apabila suhu
dinaikkan sampai 700C akan terjadi penyerapan dengan cepat
sekali, sehingga ada kemungkinan menghasilkan celupan yang
tidak rata.
6. Zat warna basa
Zat warna basa adalah zat warna yang mempunyai muatan
positif atau sebagai kation pada bagian berwarna, maka zat warna
ini disebut zat warna kation. W.H.Perin (1856) mereaksikan
kondensasi senyawa anilin yang belum dimurnikan untuk membuat
senyawa kinin, tetapi di dalamnya terdapat pula senyawa berwarna
yang dapat mencelup serat sutera dan wool secara langsung.
Senyawa tersebut ternyata merupakan zat warna basa dan disebut
zat warna Mauvein, yakni golongan Magenta dan Malachite Green.
Zat warna basa selalu terionkan di dalam mediumnya
dengan gugus pembawa warna yang bersifat kation yang biasanya
mencelup serat-serat binatang, poliamida (nylon) dan beberapa
serat poliakrilat (Cresian, Verel dan Orlon), berdasarkan ikatan
elektrovalen.
Sifat Zat Warna Basa
Sifat utama zat warna basa adalah mempunyai kecerahan
dan intensitas warna yang tinggi. Zat warna basa segera larut
dalam alkohol, tetapi pada umumnya tidak mudah larut dalam air,
sehingga seringkali berbentuk gumpalan. Demikian pula beberapa
zat warna basa misalnya Auramine, akan mengurai pada
pendidihan, sehingga pemakaiannya hanya pada suhu 60 o –
65 o C. Umumnya pada pendidihan yang lama akan terjadi

13
penguraian sebagian yang menghasilkn penurunan intensitas
warna.
Bila ke dalam larutan zat warna basa ditambahkan alkali
kuat maka terbentuk basa dari zat warna basa yang tidak berwarna.
Tetapi dengan penambahan suatu asam maka terbentuk lagi
garamnya yang berwarna. Zat warna basa karena bersifat kation
dapat diendapkan dengan zat warna direk dan asam, terutama
dalam larutan agak pekat.
7. Zat warna belerang

Zat warna belerang merupakan suatu zat warna yang


mengandung unsur belerang di dalam molekulnya baik sebagai
chromofornya maupun gugusan lain yang berguna dalam
pencelupannya. Zat warna ini tidak larut dalam air dan dapat
dipakai untuk mencelup serat-serat selulosa. Selain itu juga dipakai
untuk mencelup serat wol. Beberapa diantaranya dapat larut dalam
air dan ada juga dalam pemakaiannya seperti cara pencelupan
dengan zat warna bejana. Golongan terakhir ini sering disebut zat
warna bejana belerang.

Nama dagang zat warna belerang adalah :

- Sulphur (RRC)

- Hydrosol (Hoechst– Casella)

- Thional (I.C.I)

- Immedial (Hoechst –Casella)

- Solanen (Francolor)

- Hydron (Casella)

Sifat-sifat

Zat warna belerang termasuk golongan zat warna yang


tidak larut dalam air. Beberapa di antaranya ada yang larut dalam

14
air dan menyerupai zat warna bejana. Zat warna ini tidak langsung
dipakai untuk mencelup serat selulosa tanpa direduksi terlebih
dahulu. Sebagai reduktor dapat dipakai natrium sulfida, natrium
hidrosulfit atau campuran dari keduanya. Sifat tahan cuci dan tahan
sinarnya adalah baik dan harganya pun sangat murah. Hasil
celupan dengan zat warna belerang dapat menimbulkan
kemunduran kekuatan bahan yang dicelupnya.

Mekanisme Pencelupan

Mekanisme pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari 3


pokok, yaitu :

1. Melarutkan (mereduksi) zat warna

Zat utama yang dapat dipakai untuk melarutkan dalah larutan


natrium sulfida (Swafel Natrium = SN), dengan atau tanpa
tambahan natrium karbonat.

Reaksinya adalah sebagai berikut :

Na2CO3

D – S – S – D + 2H  2D – S – Na + H2O + CO2

2. Mencelup

Bentuk zat warna yang telah tereduksi tersebut mempunyai afinitas


terhadap serat selulosa, sehingga dapat mencelupnya.

3. Membangkitkan warna (oksidasi)

Zat warna dalam bentuk tereduksi yang telah berada di dalam serat
tersebut harus dirubah kembali menjadi bentuk semula yang
mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga tidak dapat
keluar kembali.

Reaksinya dalah sebagai berikut :

CO2

15
2D – S – Na + On  D – S – S – D + Na2CO3

9.12.3. Faktor-faktor yang Berpengaruh

Faktor utama yang berpengaruh pada pencelupan dengan zat warna


belerang adalah suhu, elektrolit dan perbandingan larutan.
Penyerapan zat warna belerang kurang baik, terutama untuk warna
tua. Oleh karena itu penggunaan perbandingan larutan celup yang
kecil pada pencelupan warna tua sangat dianjurkan. Jalan lain ialah
dengan menggunakan kembali sisa larutan celup dengan
penambahan 1/2 - 3/4 jumlah zat warna mula-mula.

Pengaruh suhu dan penambahan elektrolit tidak berbeda, seperti


pada pencelupan dengan zat warna direk. Zat warna tersebut akan
mempunyai daya serap yang tinggi dengan penambahan elektrolit
dan suhu yang tinggi.

Kadang-kadang di dalam larutan celup timbul endapan belerang


yang dapat menyebabkan pegangan bahan menjadi kasar dan
bahkan dapat menurunkan kekuatan bahan. Untuk mengatasi perlu
penambahan natrium sulfit, menurut reaksi sebagai berikut :

Na2S°3 + S Na2S2°3 (larut)

Celupan dengan zat warna belerang sering menyebabkan


”bronzing”. Hal tersebut disebabkan beberapa kemungkinan antara
lain karena penggunaan zat warna yang berlebihan, kena sinar
matahari langsung pada waktu dicelup, kurang bersih dan tidak
segera dilakukan pencucian atau kekurangan natrium sulfida dalam
larutan celup. Untuk mengatasinya bahan dapat dicuci dengan
larutan natrium sulfida.

8. Zat warna reaktif


Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat
mengadakan reaksi dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat
warna tersebut merupakan bagian dari serat. Zat warna reaktif yang
pertama diperdagangkan dikenal dengan nama Procion. Zat warna

16
ini terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein
seperti wol dan sutera dapat juga dicelup dengan zat warna
ini. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan
zat warna reaktif untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan
yang baik.

Nama dagang zat warna reaktif adalah :

- Procion (I.C.I)

- Cibacron (Ciba Geigy)

- Remazol (Hoechst)

- Levafix (Bayer)

- Drimarine (Sandoz)

- Primazine (BASF)

Sifat –sifat

Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut


dalam air. Karena mengadakan reaksi dengan serat selulosa, maka
hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan luntur
yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul kecil maka
kilapnya baik.

Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna reaktif digolongkan


menjadi dua golongan, yaitu :

1. Zat warna reaktif dingin

Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi,


dicelup pada suhu rendah. Misalnya procion M, dengan sistem
reaktif dikloro triazin.

2. Zat warna reaktif panas

17
Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah,
dicelup pada suhu tinggi. Misalnya Procion H, Cibacron dengan
sistem reaktif mono kloro triazin, Remazol dengan sistem reaktif
vinil sulfon.

Di dalam air, zat warna reaktif dapat terhidrolisa, sehingga sifat


reaktifnya hilang dan hal ini menyebabkan penurunan tahan
cucinya.

9.9.2. Mekanisme Pencelupan

Dalam proses pencelupan reaksi fiksasi zat warna reaktif


dengan serat terjadi simultan dengan reaksi hidrolisis antara zat
warna dengan air. Kereaktifan zat warna reaktif meningkat dengan
meningkatnya pH larutan celup.

Oleh karena itu pada dasarnya mekanisme pencelupan zat


warna reaktif terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan
tahap penyerapan zat warna reaktif dari larutan celup ke dalam
serat. Pada tahap ini tidak terjadi reaksi antara zat warna dengan
serat karena belum ditambahkan alkali. Selain itu, karena
reaksi hidrolisis terhadap zat warna lebih banyak terjadi pada pH
tinggi, maka pada tahap ini zat warna akan lebih banyak terserap
ke dalam serat dari pada terhidrolisis. Penyerapan ini dibantu
dengan penambahan elektrolit.

Tahap kedua, merupakan fiksasi, yaitu reaksi antara zat warna


yang sudah terserap berada dalam serat bereaksi dengan seratnya.
Reaksi ini terjadi dengan penambahan alkali.

D – Cl + Selulosa OH  D – O – Selulosa + HCl

Na OH + HCl NaCl + H2O

Reaksi antara gugus OH dari serat selulosa dengan zat warna


reaktif dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Reaksi substitusi

18
Membentuk ikatan pseudo ester (ester palsu) misalnya pada
pencelupan serat selulosa dengan zat warna reaktif Procion,
Cibacron dan Levafix.

2. Reaksi adisi

Membentuk ikatan eter, misalnya pada pencelupan serat


selulosa dengan zat warna reaktif Remazol.

III. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Tabung reaksi
2. Sabun
3. Penanggas
4. Eter metanol
5. Asam cuka
6. Flux(NaNO3:Na2CO3)
7. SnCl:HCl
8. Pb asetat
9. NaOH 10%
10. Na2S
11. Kapas, wol, akrilat
12. Na2S2O4
13. Na2CO3
14. Asam asetat 10%
15. Pipet tetes
16. Pipet ukur
17. Penjepit
18. NaCl
IV. Cara Kerja
1. Uji pendahuluan
- CU + air ¾ tabung
- + eter methanol lalu diaduk

19
- Biarkan terpisah(CU’)
2. Zat warna basa
- CU’ + asam asetat 10% dan serat akrilat
- Dipanaskan selama 5 menit

Uji penentuan

- CU’ + NaOH 10%(warna hilang)


- Ditambahkan 5 tetes asam asetat 10%(warna kembali)
3. Zat warna asam
- CU’ + asam asetat dan serat wol
- Dipanaskan selama 3 menit
- Cuci dan amati
- CU’ + NaCl dan serat kapas
- Dipanaskan selama 3 menit
- Cuci dan amati(wol tua = asam; kapas tua = direk)
4. Uji pendahuluan 2
- CU + air ¾ tabung
- + eter methanol lalu diaduk
- Biarkan terpisah
5. Zat warna disperse
- Pisahkan eter metanol
- Panaskan sampai hampir kering
- Ditambahkan air, zat pendispersi dan serat rayon asetat
- Dipanaskan, cuci dan amati
6. Zat warna belerang
- CU ditambahkan SnCl:HCl
- Ditutup mulut tabung dengan kertas Pb asetat
- Dipanaskan

Uji penentuan

- CU + NaOH 10% dan Na2S


- Dipanaskan, larutan menjadi kuning/jingga
- Jika belum kuning ditambahkan Na2S2O4

20
7. Zat warna bejana
- CU ditambahkan NaOH 10%, Na2S2O4
- Dipanaskan selama 15 menit
- Ditambahkan H2O2 warna akan kembali
V. Data Percobaan
Data percobaan terlampir.

21
VIII. Daftar Pustaka
http://teknologitekstil.com/pengertian-kain-poliester/ diunduh tanggal
27 November 2016
https://ahmadrifqi01.wordpress.com/ 27 November 2016
http://borosh.blogspot.co.id/2014/02/zat-warna-direk-smk-tekstil-
texmaco.html 27 November 2016
http://borosh.blogspot.co.id/2014/02/zat-warna-bejana-smk-tekstil-
texmaco.html 27 November 2016
http://weavingandsilk.blogspot.co.id/2015/09/zat-warna-dispersi-
tekstil.html 27 November 2016
http://borosh.blogspot.co.id/2014/02/zat-warna-dispers-smk-tekstil-
texmaco.html 27 November 2016
http://borosh.blogspot.co.id/2014/02/zat-warna-naftol-smk-tekstil-
texmaco.html 27 November 2016

Rahayu, H. (1993). Zat Warna Selulosa. Penuntun Praktikum Evaluasi


Tekstil Kimia, 2-13.

22

Anda mungkin juga menyukai