Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL 2


IDENTIFIKASI ZAT WARNA BUBUK
GOLONGAN I (BEJANA, BELERANG, NAFTOL, DISPERS)
GOLONGAN II (DIREK, ASAM, BASA, REAKTIF)

NAMA : RESKI ALYA PRADIFTA


NPM : 16020106
GROUP : 2K4
DOSEN : MAYA K., S.SiT,M.T
ASISTEN : KURNIAWAN,S.T.MT
WITRI A. S.,S.ST

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2017
I. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari praktikum kali ini adalah melakukan pengujian untuk
mengidentifikasi zat warna yang terkandung pada contoh uji berupa zat warna
bubuk yang terbagi kedalam golongan I (bejana, belerang, naftol, dispersi) dan
golongan II (direk, asam, basa, reaktif).

II. Dasar Teori


Pendahuluan
Identifikasi zat warna digolongkan pada dua golongan yaitu golongan zat
warna yang berada dalam lapisan air dan golongan zat warna yang berada dalam
lapisan eter. Zat warna yang berada dalam lapisan eter adalah zat warna dispersi,
dispersi reaktif, belerang, bejana, bejana larut, bejana belerang, naftol As, dan zat
warna basa. Zat warna yang berada dalam lapisan air adalah zat warna reaktif,
asam dan direk.
Cara analisis zat warna bubuk dibagi berdasarkan:
- Struktur kimia zat warna
Kelarutan zat waqrna didasarkan pada gugus pelarut yang ada pada zat warna
tersebut dan kromofor atau gugus pembawa warna dari zat warna.
- Cara pemakaian
Cara pemakaian dibedakan menjadi uji pelarutan dan uji logam.

Prinsip Pengujian
Identifikasi zat warna bubuk berdasarkan uji pelarutan yaitu contoh uji
dilarutkan dalam air dan larutan tersebut diamati daya celupnya atau karakteristik
khusus lainnya terhadap serat tertentu dengan bantuan zat pembantu pencelupan.

Zat Warna Golongan 1


Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air dan tak mungkin digunakan untuk
mencelup apabila tidak diubah menjadi bentuk leuco yaitu bentuk zat warna
bejana yang tereduksi yang akan larut dalam larutan alkali, yang mempunyai
substantivitas terhadap protein sehingga dapat mencelupnya. Zat warna bejana
termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air dan tidak dapat
mewarnai serat selulosa secara langsung. Dalam pemakaiannya, zat warna ini
harus dibejanakan (direduksi) terlebih dahulu membentuk larutan yang
mempunyai afinitas terhadap serat selulosa.
Setelah berada di dalam serat, maka bentuk leuko tadi dioksidasi
kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut dalam air. Oleh karena
itu hasil celupannya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Selain itu
juga mempunyai sifat tahan sinar dan tahan larutan hipoklorit dengan baik.
Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam yang telah lama
digunakan orang untuk mencelup tekstil. Zat warna ini terutama dipakai untuk
mencelup bahan dari serat selulosa. Selain itu juga untuk mencelup serat wol.
Reaksi :
Pembejanaan
D = C = O + Na2S2O4 + NaOH D C – ONa + H2O
Pembangkitan
D C – ONa + On D=C=O

Berdasarkan cara pemakaiannya, maka zat warna bejana digolongkan menjadi


4 golongan sebagai berikut.
- Golongan IK
Mempunyai afinitas yang kurang baik, sehingga memerlukan
tambahan elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali sedikit, dibejanakan dan
dicelup pada suhu rendah (20 – 250C).
- Golongan IW
Memerlukan penambahan elektrolit untuk penyerapannya. Pemakaian
reduktor dan alkali agak banyak dibejanakan dan dicelup pada suhu hangat (40
– 500C).
- Golongan IN
Tidak memerlukan penambahan elektrolit, karena mempunyai daya serap
yang tinggi. Pemakaian reduktor dan alkali banyak, dibejanakan dan
dicelup pada suhu panas (50 – 600C).
- Golongan IN Special
Menyerupai golongan IN, hanya pemakaian alkali dan reduktor,
suhu pembejanaan dan pencelupannya lebih tinggi (600C).
Menurut struktur kimianya zat warna bejana dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu golongan antrakwinon dan golongan indigoida. Golongan
antrakwinon pada pembejanaan warna larutannya lebih tua dari pada warna
sesungguhnya, sedangkan golongan dindigoida mempunyai warna kuning muda

Zat Warna Belerang


Zat warna belerang termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya
terbatas dan suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor
(kaporit). Harganya relatif murah, dan warna yang paling banyak digunakan
adalah warna hitam. Zat warna belerang banyak digunakan untuk pencelupan
serat kapas kualitas menengah kebawah.
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang
sebagai kromofor dan gugusan samping yang berfungsi dalam proses pencelupan.
Zat warna belerang larut dalam natrium sulfida yang mengandung natrium
karbonat. Sifat zat warna belerang yaitu mencelup selulosa, tahan cuci baik, tahan
sinarnya baik, tetapi warnanya agak suram dan tidak tahan terhadap khlor.
Reduktor kuat akan menguraikan ikatan sulfida, sedangkan oksidator akan
mengubah sebagian ikatan sulfida menjadi asam sulfat.
Reaksi pencelupan :
Na2CO3
ZW – S – S – ZW + 2H+ 2 ZW – SNa + H2CO3
ZW – S – S – ZW + Hn ZW – S – SH
ZW – S – SH + NaOH ZW – S – S – ONa + H2O
ZW – S – O Na + H2O ZW – S – SH
ZW – S – SH + On ZW – S – S – ZW
Reaksi pembentukan asam sulfat oleh oksidasi:
2S + 2 O2 2 SO3
SO3 + H2O H2SO4 dicuci dengan karbonat sehingga :
Na2SO3 + S Na2S2O3
Uji Penentuan :
ZW – S – S – ZW + NaOH membebaskan S dari belerang yang
melekat pada bahan, sehingga yang
tinggal hanya S dari zat warna belerang
ZW – S – S – ZW + HCl + Pereduksi (SnCl2) 2 ZW – SH + H2S + Hn
H2S + Pb(CH3COO)2 PbS (Cokelat/hitam) + 2 CH3COOH
Dalam Oksidator :

ZW – S – S – ZW + NaOCl 5% teroksidasi warna hilang


NaOCl NaCL + On

ZW – S – S – ZW + On 2 ZW – SOOH ZW + SO2

Zat Warna Naftol


Zat warna naftol adalah zat warna azo yang pembuatannya simultan dengan
proses pencelupan, zat warna naftol terdiri dari dua komponen yaitu naftol dan
garam diazonium.
Naftol tidak larut dalam air sehingga untuk penaftolan bahan naftol harus
diubah menjadi naftolat dengan menambahkan NaOH. Setelah proses penaftolan
bahan barulah warnanya dibangkitkan dengan garam diazonium sehingga terjadi
proses kopling antara naftol dan garam diazonium didalam serat.
Susunan kimia Naftol dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1) Golongan yang berasal dari 3–hidroksi, 2–asam naftoat arilamida, yang
sekarang dikenal dengan Naftol AS.
2) Golongan arilida dari 2–hidroksi antrasena, 3–asam karboksilat, dengan
inti :
- Antrasena, misalnya : Naftol AS–GR
- Karbazolum, misalnya : Naftol AS–LB
- Benzokarbazolum, misalnya : Naftol AS–SG
Penggantian inti antrasena oleh inti benzokarbazolum memberikan warna
cokelat tua dan hitam, bila dibangkitkan dengan garam yang diperlukan
3) Golongan yang mengandung asil-asetat arilamida, untuk warna kuning.
Misalnya Naftol AS–G dan Naftol AS–L4G. Naftol AS-G merupakan jenis
naftol yang bersifat monogenetik artinya naftol tersebut akan mengarah kesatu
warna tertentu misalnya kuning dengan berbagai jenis senyawa diazonium
sebagai pembangkit. Jenis naftol ini merupaka derivat anida dari asam asetil
asetat, dimana kopling terjadi pada gugusan metilennya.
Berdasarkan warna hasil koplingnya, ada 2 jenis naftol yaitu naftol
monokromatik yang warnanya mengarah kesatu warna dan naftol polikromatik
yang warnanya bervariasi tergantung pada garam diazonium yang dipakai.
Garam diazonium untuk kopling dengan naftol mempunyai sifat kurang stabil,
mudah rusak terhidrolisis, tidak tahan panas dan cahaya. Namun pada saat ini
banyak yang sudah distabilkan sehingga pemakaiannya lebih mudah.
Pencelupan dengan naftolat yang dapat dikerjakan dengan tekanan rol atau
dengan sistem penyerapan biasa dalam bejana celup, karena daya serap naftol
kecil maka perlu penambahan NaCl untuk menambah penyerapan, digunakan
juga TRO atau zat pendispersi untuk antisipasi sebagai zat perata, NaOH
menambah pelarutan dan suhu rendah agar naftol yang sudah masuk tidak keluar
kembali.
Zat warna Naftol merupakan zat warna yang terbentuk dalam serat pada
pencelupan dan merupakan hasil reaksi dari senyawa naftol dengan garam
Diazonium.
Zat warna naftol disebut juga zat warna ingrain yaitu zat warna yang tercelup
di dalam serat, dan disebut juga zat warna azoic karena memiliki kromofor azo
dan tidak larut.
Reaksi :
OH ONa

+ NaOH +H O
2
R R
Naftol Naftolat

ONa

+ Sel-OH + NaCl Kapas Tercelup

R
Naftolat

Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang
kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut
digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat
hidrofob. Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak
mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang
berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara
merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi. Zat warna dispersi dapat
mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat pengemban atau dengan
temperatur tekanan tinggi. Zat warna dispersi mula-mula diperdagangkan dalam
bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk bubuk.
Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam
keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat di
buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.
Reaksi:
ZW – CH3NH + Asetat – OCO – CH3 ZW – CH3NH - H3COO -

OH O NHOH 3
H 3COCO OCOCH 3

CH CH
A setat
+ H2C CH 2 C C
CH CH 2

H 3COCOH 2C
CH 3 HNO OH

Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya secara umum
di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :
- Golongan satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai
sifat celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang
rendah biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida,
serat di/tri asetat, dapat juga di gunakan untuk serat poliester yang di bantu
dengan zat pengemban pada temperatur 1000C.
- Golongan Kedua (B)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan
sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga sangat baik
untuk pencelupan polyester dengan zat pengemban pada temperatur tinggi.
Pada proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai warna – warna muda,
dengan temperatur yang lebih rendah.
- Golongan Ketiga (C)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat
sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa di gunakan
untuk pencelupan zat pengemban. Temperatur tinggi atau proses termosol
dengan hasil yang baik.

- Golongan Keempat (D)


Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat
sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat
sublimasinya yang paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk pencelupan
dengan zat pengemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol/
temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna dispersi
memegang peranan penting, terhadap sifat pencelupan.

Zat Warna Golongan 2


Zat Warna Direk
Zat warna direk termasuk termasuk golongan zat warna yang larut dalam air
dan terikat dengan selulosa dengan ikatan van der Waals (adesi) sehingga
berikatan tetapi tidak kuat. Oleh karena itu mudah luntur sehingga hasil
pencelupannya perlu diperkuat dengan pengerjaan iring mengguakan
formaldehid, logam – logam atau kation aktif.
Zat warna ini disebut juga zat warna langsung karena langsung memberi
warna. Disebut zat warna garam karena membutuhkan garam yaitu sebagai
elektrolit dalam pemakaiannya. Memiliki substantivitas yang tinggi sehingga
mudah menempel pada serat dan umunya berinti azo.
Zat warna direk adalah senyawa azo yang disulfonisasi, zat warna yang dapat
mencelup serat protein secara langsung dengan tidak memerlukan suatu senyawa
mordan. Beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan
ikatan hidrogen.
Reaksi :
-
Sel – OH OH Sel O- + H+
-
ZW – SO3Na OH ZW – SO- + Na2+

Pada pencelupan dengan zat warna direk, gugus hidroksil dalam molekul
selulosa memegang peranan penting. Akan terjadi ikatan hidrogen antara gugus
hidroksil dengan gugus amina dalam molekul zat warna direk, menurut reaksi :
R-N-H---O-selulosa atau R-N---HO-selulosa
H H -NR

Berdasar kerataan pencelupannya, zat warna direk digolongkan menjadi tiga,


yaitu :
- Golongan A
Zat warna direk golongan ini mudah bermigrasi sehingga mempunyai daya
perata yang tinggi. Pada awal pencelupan mungkin tidak akan rata, namun
dengan pendidihan yang cukup akan diperoleh hasil yang rata.
- Golongan B
Zat warna direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah sehingga
penyerapannya perlu diatur dengan penambahan elektrolit. Apabila pada awal
pencelupan tidak akan rata, maka sulit diperbaiki.
- Golongan C
Zat warna direk golongan ini mempunyai daya perata yang rendah dan sangat
peka terhadap elektrolit. Penyerapannya sangat baik walaupun tanpa
penambahan elektrolit, namun perlu dilakukan pengaturan suhu pencelupan.

Zat Warna Asam


Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada
umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang
baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan
konfigurasinya.
Zat warna asam mempunyai afinitas terhadap serat-serat protein dan poliamida
seperti wol dan nylon berdasarkan ikatan elektrovalen/ikatan ion.
Reaksi :
Serat protein dalam air
-
HOOC----Wol----NH2 OOC----Wol---N+H3
Serat protein dalam asam
HCl H+ + Cl-
HOOC----Wol-----N+H3 + H+ + Cl- HOOC ---- Wol----- N+H3 …. Cl-

Pencelupan serat protein dengan zat warna asam


Zw-SO3Na Zw-SO3- + Na+
-
O3S-ZW
Ikatan ionik
HOOC-----Wol ----N+H3

Berdasarkan cara pamakaiannya zat warna asam digolongkan menjadi 3


golongan, yaitu :
- Golongan 1 (levelling)
Zat warna yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya memerlukan asam
kuat pH 2-3 sebagai asam dapat dipakai asam sulfat atau asam formiat. Zat
warna asam golongan ini sering juga disebut zat warna asam celupan rata
(leveldying) atau zat warna asam terdispersi molekul (moleculerly dispersid).
Pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan
cucinya kurang.
- Golongan 2 (milling)
Zat warna asam yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya memerlukan
asam lemah pH 5,2-6,2 sebagai asam dapat dipakai asam asetat. Pada
pemakaiannya tidak memerlukan penambahan elektrolit, karena pH lebih besar
dari pada 4,7 penambahan elektrolit akan mempercepat penyerapan.
Ketahanan sinar dan ketahanan cucinya baik.
- Golongan 3 (super milling)
Zat warna asam yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya tidak
memerlukan penambahan asam, sehingga cukup pada pH netral. Pada suhu
rendah terdispersi secara koloidal sedang pada suhu mendidih terdispersi
secara molekuler. Zat warna asam golongan ini sering disebut zat warna asam
milling. Sifat kerataannya sangat kurang, sehingga di dalam pemakaiannya
memerlukan pengamatan yang teliti. Ketahanan sinar dan ketahanan cucinya
paling baik dibanding dengan kedua golongan zat warna asam lainnya.

Zat Warna Basa


Dalam bentuk basa, zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi
dalam bentuk larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk
garam yang mudah larut.
Zw – NH2 + HCl → Zw – NH3+ + Cl-
Tidak larut larut
Zat warna basa secara alami bersifat kationik, sehingga dapat digunakan untuk
mencelup serat akrilat, wool, sutera dan nylon, dimana zat warna basa akan
berikata secara ionik dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada
dalam serat sehingga tahan lunturnya cukup baik.
Daya celup zat warna basa sangat tergantung pada banyaknya gugus amin
yang bermuatan positif yang terkandung dalam tiap molekul zat warna.
Mengingat terbatasnya tempat-tempat yang bermutan negatif, (gugus karboksil
atau sulfonat) dalam serat wol/sutera maka untuk zat warna basa yang tiap
molekulnya mengandung gugus amin (muatan positif) lebih banyak akan lebih
sedikit jumlah maksimum zat warna basa yang dapat diikat serat wol/sutera, dan
sebaliknya.
Sifat utama zat warna basa yaitu mempunyai kecerahan dan intensitas warna
yang tinggi. Zat warna ini biasanya digunakan untuk menimbulkan warna yang
searah pada hasil pencelupan dengan zat warna belerang, atau untuk mendapatkan
bahan dengan warna yang cerah dan murah tetapi tahan luntur.
Reaksi :
R – COO- + D NH+ R – COO – NH D
Zat warna

Uji penentuan
+
[D NH] Cl- + NaOH [D NH ]+ OH- + Na
(C2H5)2 – ZW – (C2H5)2 Cl- luntur

Zat Warna Reaktif


Zat Warna Reaktif merupakan golongan zat warna yang larut dalam air dan
mengadakan reaksi kimia dengan selulosa membentuk ikatan kovalen (terkuat
diantara semua jenis ikatan). Reaksinya dapat bersifat substitusi dan dapat juga
bersifat adisi. Setelah bereaksi dengan selulosa, zat warna reaktif menjadi bagian
dari selulosa sehingga sukar untuk dilunturkan kembali. Oleh karenanya memiliki
ketahanan luntur yang baik.
DCl + Sel – OH D – O Sel + DCl
DCl + H2O D – OH + H2O
Na2CO3 + H2O NaOH + H2O + CO2

Beberapa contoh zat warna reaktif panas adalah Procion H, Drimarene X,


Sumifik, Remazol, Sumifik Supra. Zat warna Procion H dan Drimarene X
memiliki system reaktif triazin dan pirimidin.
Zat warna reaktif kelompok kedua yaitu sumifik dan remazol merupakann
jenis zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme adisi
nukleofilik
D SO2 C C O Sel
H2 H2

D SO2 C C OSO3H D SO2 C CH2


H2 H2 H
Sulfatoetilsulfon Vinil sulfon

D SO2 C C OH
H2 H2
Reaksi Fiksasi dan Hidrolisis zat warna reaktif jenis vinil sulfon

Zat warna tersebut dijual dalam bentuk sulfatoetilsulfon yang tidak reaktif dan
baru berubah menjadi vinil sulfon yang reaktif setelah ada alkali.
Berbeda dengan jenis triazin atau pirimidin reaksi fiksasi dan hidrolisis zat
warna jenis vinil sulfon bersifat dapat balik. Bila dilihat dari reaksinya maka zat
warna ini cocok dicelup dengan metoda pre pad alkali dan metoda all in yang
pemasukan alkalinya didepan.
Kelebihan zat warna vinil sulfon adalah relative lebih tahan alkali, tetapi
kelemahannya adalah hasil celupnya mudah rusak oleh pengerjaan dalam suasana
alkali, contoh bila terhadap hasil pencelupan dilakukan proses pencucian dengan
sabun dalam suasana alkali dengan suhu yang terlalu panas, maka ketuaan
warnanya akan sedikit turun lagi.
Adanya kekurangan dari kedua golongan zat warna reaktif tersebut maka saat
ini banyak digunakan zat warna reaktif dengan gugus fungsi ganda (bifunctional
reactive dyes), seperti suifik supra (MCT-VS) dan drimarene Cl (TCP-VS),
sehingga warnanya lebih tahan hidrolisis, efisiensi fiksasinya tinggi dan hasil
celupnya lebih tahan alkali dan asam. Variasi warna reaktif lainnya uga dibuat
misalnya zat warna reaktif yang lebih tahan panas dan afinitasnya lebih besar
maupun zat warna reaktif yang dapat fiksasi pada suasana netral.
Sifat-sifat umum :
- Larut dalam air.
- Berikatan kovalen dengan serat.
- Karena gugusnya azo maka zat warna ini mudah rusak oleh reduktor kuat.
- Tidak tahan terhadap oksidator yang mengandung klor (NaOCl).
III. Alat dan Bahan
III.1 Alat
- Tabung reaksi
- Rak tabung
- Piala gelas 500 ml
- Pipet volume 10 ml
- Pipet tetes
- Pengaduk
- Penjepit kayu
III.2 Bahan
- Contoh uji (zat warna bubuk)
- Eter : metanol (3 : 1)
- Garam diazonium
- Kapas putih dan kapas grey
- Kapas Nafthol
- Serat akrilat
- Serat wol
- Serat asetat
- SnCl2
- HCl
- Kertas Pb Asetat
- NaOH 10%
- Na2S
- Na2S2O4
- Na2CO3
- NaOCl
- Spirtus
- Larutan sabun
- Larutan penetrasid TN
- CH3COOH 10%
- NaCl
IV. Cara Kerja
Uji Pendahuluan
1) Zat warna dibuat larutan induk zat warna dengan cara dilarutkan dengan air
(x).
2) 1 mL larutan x dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml campuran
eter metanol (3 : 1), dikocok.
3) Biarkan terpisah.
- Zat warna golongan I pada lapisan eter.
- Zat warna golongan II pada lapisan air.

Pengujian Golongan 1
Zat Warna Dispersi
1) 1 mL x ditambahkan eter metanol, lapisan eter metanol akan terwarnai.
2) Lapisan eter dipisahkan, kemudian diuapkan
3) Ditambah air dan zat pendispersi serta serat asetat rayon kemudian
dipanaskan.
4) Serat asetat tercelup menunjukkan zat warna dispersi.

Zat Warna Belerang


1) 1 mL x dimasukkan ke dalam tabung, ditambah NaOH 10% , kemudian
dipanaskan.
2) Larutan ditambah Na2S, ditambah Na2CO3 , dimasukkan 2 kapas putih,
kemudian dipanaskan .
3) Bahan kapas dicuci dan dioksidasi dengan udara.
4) 1 kapas yang telah dioksidasi ditetesi NaOCl kemudian diamati warnanya
5) 1 mL x ditambah SnCl2 , kemudian ditambah 1ml HCl dipanaskan dan ditutup
dengan kertas Pb asetat kemudian diamati warnanya.
6) Apabila kertas Pb Asetat terwarnai coklat, menunjukkan zat warna belerang.

Zat Warna Bejana


1) 1 mL x dimasukkan ke dalam tabung, ditambah NaOH 10% kemudian
dipanaskan.
2) Larutan ditambah Na2S2O4 kemudian dimasukkan kedalam tabung 2 kapas
putih dipanaskan kembali.
3) Bahan kapas dicuci dan dioksidasi dengan udara
4) 1 kapas ditetesi NaOCl, diamati warnanya.

Zat Warna Naftol


1) Zat warna bubuk dilarutkan dengan NaOH 10% dan spirtus.
2) Larutan zat warna ditambah kapas putih dan garam diazonium, diamati
warnanya.
3) Zat warna bubuk dilarutkan dengan NaOH 10% dan alkohol.
4) Larutan zat warna ditambah kapas naftol, bahan kapas dilihat dibawah sinar
uv.

Pengujian Golongan 2
Zat Warna Direk
1) 1 mL x ditambah NaCl dan bahan kapas, wool, serta akrilat kemudian
dipanaskan.
2) Kapas tercelup lebih tua menunjukkan zat warna direk.

Zat Warna Asam


1) 1 mL x ditambah CH3COOH dan bahan kapas, wool, serta akrilat kemudian
panaskan.
2) Wool tercelup lebih tua menunjukkan zat warna asam

Zat Warna Basa


1) 1 mL x ditambah 1 mL NaOH 10% kemudian dikocok, zat warna ada di eter.
2) Eter diambil kemudian ditambah CH3COOH, warna kembali.
3) 1 mL x ditambah NaOH 10%, warna hilang
4) Larutan ditambah CH3COOH, warna kembali.
5) 1 mL x ditambah CH3COOH dan kapas, wool, serta akrilat , kemudian
dipanaskan.
6) Akrilat tercelup lebih tua menunjukkan zat warna basa.

Zat Warna Reaktif


1) 1 mL x dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 2 kapas putih,
dididihkan selama 5 menit.
2) Bahan dicuci dan dikeringkan.
3) 1 kapas ditambah penetrasi TN.
Zat warna reaktif tidak luntur dalam penetrasid TN, sedangkan zat warna asam
dan direk luntur hebat.

V. Data Pengamatan
Terlampir

VI. Pembahasan
Terlampir

VII. Kesimpulan
Terlampir

VIII. Daftar Pustaka


Penuntun Praktikum Evaluasi Kimia Tekstil II
Karyana, Dede, dkk.2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai