Anda di halaman 1dari 14

PENCAPAN KAIN POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA ASAM (SINARCID BLACK NT

150% DAN ACID YELLOW)

LAPORAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencapan 2

Disusun oleh :

Kelompok 1

M. Abid Agani 17020055

M. Akmal Jaka 17020057

Nadya Amelia P. 17020061

Reza Faisal A. 17020072

Grup 3K3

Dosen : Sukirman, S.ST., M.IL.

Asisten : Drs. Solehudin

Brilyan M. R. R., S.ST.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2020
I. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1 Maksud
Melakukan proses pencapan pada kain poliamida dengan zat warna asam.
1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh waktu pada proses steaming dan baking terhadap ketuaan
warna, kerataan warna, dan ketajaman motif pada proses pencapan kain poliamida
dengan zat warna asam.

II. TEORI DASAR


2.1 Poliamida
Poliamida pertama kali dibuat oleh W.Carothers pada tahun 1928 dengan nama
dagang nylon. Poliamida dibuat dari hasil reaksi senyawa diamina dan dikarboksilat.
Poliamida yang pertama dibuat dari heksametilendiamina dan asam adipat. Serat
yang dihasilkannya disebut nylon 66, dimana persamaan reaksinya sebagai berikut:
NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOH  NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH + H2O

Angka dibelakang nama nylon menunjukkan jumlah atom karbon penyusun dari
senyawa amina dan senyawa karboksilatnya. Serat nylon lain yang dibuat adalah
dari asam sebasat dan heksametilendiamina yang hasil reaksinya dinamakan nylon
6.10.

Pembentukan dari Monomer


Ikatan amida dihasilkan dari reaksi kondensasi gugus amino dan asam karboksilat
atau gugus asam klorida. Suatu molekul kecil, biasanya air atau hidrogen klorida
dieliminasi. Kelompok amino dan kelompok asam karboksilat bisa berada pada
monomer yang sama, atau polimer dapat dibentuk dari dua monomer bifungsional
yang berbeda. Satu dengan dua gugus amino, dan yang lain dengan dua asam
karboksilat atau gugus asam klorida. Asam amino dapat diambil dari monomer
tunggal (jika perbedaan antara kelompok R diabaikan) bereaksi dengan molekul
identik untuk membentuk poliamida. Persamaan reaksinya dapat terlihat pada
gambar berikut:
Reaksi Pembentukan Poliamida

Pembentukan poliamida dari gugus monomer juga dapat terlihat pada pembuatan
aramid (aromatic polyamide) sebagai berikut :

Reaksi Pembentukan Aramid (aromatic polyamide)

Sifat Poliamida

 Sifat Fisika
Bentuk morfologi serat
Serat poliamida dipintal dengan pemintalan leleh, seperti halnya serat buatan
lainnya. Poliamida mempunyai penampang melintang yang bermacam-macam,
tetapi yang paling umum bentuk trilobal dan bulat.

Kekuatan dan mulur


Kekuatan nylon berkisar antara 4,3-8,8 g/denier sedangkan mulurnya 18-45%
kekuatan basahnya sekitar 80-90%.

Elastisitas
Elastisitas nylon termasuk tinggi. Pada penarikan 8% elastisitasnya masih 100%
sedangkan pada penarikan 16% elastisitasnya 91%.

Moisture Regain
Moisture regain pada kondisi standar adalah 4,2%.

Kilau
Sebelum penarikan, nylon tampak suram tetapi setelah penarikan seratnya
menjadi berkilau dan cerah. Untuk mendapatkan serat yang suram, kedalam
polimernya perlu ditambahkan TiO2.

Titik Leleh
Pada atmosfir nitrogen nilon meleleh pada suhu 263°C, sedangkan diudara dapat
meleleh pada suhu 250°C. Pada pemanasan 150°C di udara selama 5 jam, nylon
dapat berubah menjadi kekuning-kuningan, seuhubungan dengan itu, pada
pembakaran nylon tidak meneruskan api.

Berat Jenis
Berat jenis nylon adalah 1,14

 Sifat Kimia
Struktur kimia serat nylon merupakan rantai panjang senyawa poliamida yanbg
mempunyai gugus-gugus amida (-CONH-), amina (-NH2) dan karboksilat (-
COOH). Nylon tahan terhadap pengerjaan asam lemah atau asam encer. Asam
kuat seperti HCl pekat pada suhu mendidih dapat menguraikan nylon menjadi
asam adipat dan heksametilena diamonium hidroklorida. Nylon sangat tahan
terhadap basa, pengerjaan dengan NaOH 10% pada suhu 85°C selama 10 jam
hanya mengurangi kekuatan nylon sebanyak 5%. Nylon tahan terhadap pelarut
yang digunakan pada pencucian kering. Pelarut yang biasa dipakai untuk
melarutkan nylon adalah asam formiat, fenol, kresol.

2.2 Zat Warna Asam


Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena memiliki gugus
pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya. Gugus tersebut juga
berfungsi untuk mengadakan ikatan ionik dengan tempat-tempat positif dalam serat
wol atau sutera.
Zat warna asam yang mempunyai satu gugus sulfonat dalam struktur molekulnya
disebut zat warna asam monobasik, sedangkan zat warna asam yang mempunyai 2
gugus sulfonat disebut zat warna dibasik, begitu seterusnya.
Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik kelarutannya makin tinggi, akibatnya
menjadi lebih mudah rata, namun tahan luntur hasil celupan terhadap pencuciannya
akan berkurang. Selain itu, dibandingkan zat warna asam monobasik, jumlah
maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap oleh serat wol atau sutera
menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup kurang bagitu asam, karena
pada kondisi seperti itu, tempat-tempat positif pada bahan terbatas. Jadi untuk
pencelupan warna tua dan kondisi tersebut digunakan zat warna asam monobasik.
Keunggulan lain dari zat warna asam yaitu warnannya yang cerah, hal tersebut
karena ukuran molekulnya relatif kecil (lebih kecil dari zat warna direk).
Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain trifenil metan, xanten, nitro
aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat warna asam jenis azo, sehingga hasil
celupnya dapat dilunturkan oleh reduktor.
Penggolongan zat warna asam yang lebih umum adalah berdasarkan
pemakaiannya, yakni :

 Zat Warna Asam Celupan Rata (Levelling Acid Dyes)


Disebut zat warna asam celupan rata, karena pencelupannnya mudah rata akibat
molekul zat warnanya yang relatif sangat kecil, sehingga substantifitasnya
terhadap serat relatif kecil, sangat mudah larut dan warnanya sangat cerah, tetapi
tahan luntur warnanya rendah. Ikatan antara serat dan zat warnannya adalah
ikatan ionik, disamping ikatan van der walls. Untuk pencelupan warna tua,
biasanya diperlukan kondisi larutan celup yang sangat asam, yakni pH 3-4, tetapi
untuk pencelupan warna sedang dan muda dapat dilakukan pada pH 4-5.

 Zat Warna Asam Milling


Ukuran molekul zat warna milling agak lebih besar dibandingkan zat warna asam
celupan rata, sehingga afinitas zat warna asam milling lebih besar dan agak sukar
bermigrasi dalam serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup.
Tahan luntur warna hasil celupannya lebih baik dari zat warna asam celupan rata,
karena walaupun ikatan antara serat dan zat warna masih didominasi ikatan ionik
tetapi ikatan sekunder berupa gaya Van Der Waals-nya juga relatif cukup besar
(sesuai dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna).
Untuk mencelup zat warna tua, umumnya diperlukan kondisi lariutan celup pH 4-
5, tetapi untuk warna sedang dan muda, dilakukan pada kondisi pH 5-6 agar hasil
celupannya rata. Penambahan NaCl dalam larutan celup akan berfungsi sebagai
pendorong penyerapan.

 Zat Warna Asam Super Milling


Diantara seluruh jenis zat warna asam, zat warna asam jenis super milling ukuran
molekulnya paling besar (tetapi masih lebih kecil daripada ukuran molekul zat
warna direk) sehingga afinitas terhadap serat relatif besar dan sukar bermigrasi,
akibatnya sukar mendapatkan kerataan hasil celupannya, namun tahan luntur
warnanya tinggi.
Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara serat dan zat warna
yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh ikatan Van der Waals serta
kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen. untuk pencelupan warna tua, dapat
dilakukan pada kondisi larutan celup pH 5-6, tetapi untuk warna sedang dan muda
dapat dilakukan dengan pH 6-7. Agar resiko belang menjadi lebih kecil, biasanya
tidak diperlukan penambahan NaCl (atau jumlahnya dikurangi), karena NaCl
dalam suasana celup yang kurang asam akan berfungsi sebagai pendorong
penyerapan zat warna.

Dalam pencelupan menggunakan zat warna asam super milling sulit untuk
menghindarkan terjadinya ketidakrataan. Untuk itu pada prosesnya ditambahkan
perata anionik.

Ukuran partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan sekunder antara zat
warna dengan serat berupa ikatan gaya Van der Waals, dimana makin banyak
elektron dalam molekul (makin besar ukuran molekul), zat warna makin besar
ikatan fisikanya (Van der Waals). Oleh karena itu, ketahan luntur hasil pencelupan
zat warna asam levelling lebih rendah bila dibandingkan dengan tahan luntur hasil
celup dengan zat warna asam milling dan super milling.

III. PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
 Alat : ● Bahan :
 Kasa Screen  Pengental CMC 12%
 Rakel  Zat Warna Asam Sinarcid Black NT 150%
 Meja Printing  Zat Warna Asam Acid Yellow
 Mixer  Zat Anti Reduksi
 Pengaduk  Asam Tartrat
 Neraca Analitik  Urea
 Gelas Plastik  Air
 Gelas Ukur  Teepol
 Mesin Stenter
 Kompor
 Panci
3.2 Resep
 Resep Pasta Pencapan
Zat Warna Asam = 30 gram
Zat Anti Reduksi = 10 gram
Asam Tartrat = 10 gram
Urea = 100 gram
Pengental CMC 12% = 700 gram
Balance = 150 gram

1000 gram

 Resep Cuci Reduksi


Teepol = 1 mL/L
Waktu = 10 menit
Suhu = 80°C

3.3 Fungsi Zat


- Zat warna asam, sebagai komponen utama pembentuk warna.
- Zat anti reduksi, untuk mencegah terjadinya reduksi pada zat warna asam.
- Urea, sebagai zat higroskopis pada pasta cap.
- Asam tartrat, sebagai pemberi suasana asam agar serat bermuatan positif.
- Pengental, untuk meningkatkan kekentalan pasta cap, melekatkan zat warna pada
bahan tekstil, dan sebagai pengatur viskositas.
- Teepol, untuk menghilangkan sisa pengental dan zat lainnya yang tidak terfiksasi.

3.4 Diagram Alir Proses

Baking
Drying (150°C, 2 dan 4 menit)
Persiapan pencapan Proses pencapan
(100°C, 2 menit) atau
Steaming (10 dan 15 menit)

Cuci dingin Cuci panas Cuci sabun Evaluasi


3.5 Cara Kerja
a) Persiapan Alat dan Bahan
b) Pembuatan Pengental
 Menimbang pengental CMC sesuai dengan kebutuhan.
 Melarutkan pengental CMC dengan air.
 Diaduk hingga teksturnya kental.
c) Pembuatan Pasta cap
Pengental sesuai kebutuhan ditakar, kemudian zat warna dengan zat pendispersi,
zat higroskopis, dan asam sitrat. Dan kemudian diaduk hingga homogen.
d) Proses Pencapan
 Memastikan meja cap bersih dan permukaannya rata.
 Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka
sempurna dan konstan pada meja cap.
 Screen diletakkan tepat berada pada bahan yang akan dicap.
 Dengan bantuan rakel, pasta cap tuangkan pada screen pada bagian
pinggir kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.
 Frame ditahan agar mengepres pada bahan, kemudian dilakukan
proses pencapan dengan cara menekan dan menggeser pasta cap kearah
panjang screen dengan menggunakan rakel.
 Screen dilepaskan ke atas.
 Setelah selesai, kain tidak langsung diangkat tapi ditunggu kering
sedikit.
e) Setelah dicap dengan pasta cap, bahan dikeringkan pada mesin stenter
f) Kemudian Bahan ditermofiksi menggunakan proses steaming atau baking, bahan
pertama dilakukan steaming selama 10 menit, bahan 2 di steaming selama 15
menit, Bahan 3 dilakukan proses baking dengan suhu 1500C selama 2 menit,
Bahan 4 dengan suhu 1500C selama 4,
g) bahan dicuci dingin dan cuci panas
h) Bahan dicuci sabun kemudian dibilas.
i) Bahan dikeringkan
j) Evaluasi

3.6 Perhitungan
 Perhitungan pengental
700
Pengental induk ¿ x 2 x 5 x 75 gram=525 gram (dibuat sebanyak 700 gram)
100
12
Pengental CMC ¿ x 700 gram=84 gram
100
 Perhitungan pasta pencapan
30
Zat warna asam ¿ x 75 gram=2,25 gram
1000
10
Zat anti reduksi ¿ x 75 gram=0,75 gram
1000
10
Asam tartrat ¿ x 75 gram=0,75 gram
1000
100
Urea ¿ x 75 gram=7,5 gram
1000
700
Pengental ¿ x 75 gram=52,5 gram
1000
15 0
Balance ¿ x 75 gram=11,25 gram
1000

 Perhitungan resep Cuci Sabun


Diketahui : air yang digunakan untuk 5 kelompok = 5 L
1mL
Teepol ¿ x 5 L=5 mL
L

IV. HASIL PERCOBAAN


Diketahui :
Kain 1 = kain dengan suhu baking 180°C, dan waktu baking 2 menit
Kain 2 = kain dengan suhu baking 180°C, dan waktu baking 4 menit
Kain 3 = kain dengan suhu baking 190°C, dan waktu baking 2 menit
Kain 4 = kain dengan suhu baking 190°C, dan waktu baking 4 menit

Ranking
Hasil
Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
3 4 1 2
Ketuaan warna
(tua) (sangat tua) (muda) (cukup tua)
2 3 3 2
Kerataan warna
(cukup rata) (rata) (rata) (cukup rata)
3 4 3 2
Ketajaman motif
(tajam) (sangat tajam) (tajam) (cukup tajam)
4 3 2 1
Handling
(sangat lemas) (lemas) (sedikit kaku) (kaku)

V. DISKUSI
Pada proses pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi, temperatur menjadi
salah satu faktor penting karena pada temperatur yang relatif tinggi, zat warna dispersi
dapat terfiksasi dengan sempurna. Pada proses thermofiksasi (dalam hal ini proses
baking), serat poliester akan melunak, dan akan terbentuk rongga di dalam serat
tersebut. Dengan adanya suhu tinggi, molekul-molekul zat warna akan bergerak dan
masuk untuk mengisi rongga-rongga serat poliester dan kemudian terjadi proses fiksasi.
Setelah proses thermofiksasi selesai dan terjadi pendinginan, rongga serat poliester yang
memiliki sifat thermoplastis, akan menutup kembali dan menghalangi molekul zat warna
untuk keluar kembali.
5.1 Ketuaan Warna

Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi


Dengan Nilai Ranking Ketuaan Warna
4.5
4
3.5
3
2.5
Ranking

2
1.5
1
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain

Berdasarkan dari grafik diatas, pada pencapan poliester dengan zat warna dispersi
menggunakan suhu baking 180°C mendapatkan hasil ketuaan warna yang paling
baik secara visual dibandingkan dengan kain dengan suhu termofikasi 190°C. Hal
disebabkan oleh karakteristik zat warna dispersi yang digunakan, yaitu zat warna
dispersi Sinarlene Orange E2R 200% dan Sinarlene Blue SGL 200%. Berdasarkan
leaflet, zat warna dispersi Sinarlene Orange E2R 200% yang ketahanan sublimasi
yang kurang baik dan tidak cocok untuk diaplikasikan dengan metode thermosol
karena pada suhu tinggi zat warna akan lebih mudah menyublim menjadi fasa gas.
Sedangkan, zat warna dispersi Sinarlene Blue SGL 200% memiliki ketahanan
sublimasi yang baik dan cocok di aplikasikan dengan metoda Termosol.
Sehingga, ketika dilihat secara visual, kain yang memiliki warna lebih tua justru kain
yang diproses pada suhu lebih rendah (180°C), dimana luas daerah zat warna yang
berwarna oranye lebih luas dibanding zat warna yang berwarna biru. Kain yang
diproses pada suhu lebih rendah memiliki warna yang lebih tua karena zat warna
yang digunakan lebih mudah menyublim ada suhu tinggi, di duga zat warna
Sinarlene Orange memiliki ukuran molekul yang lebih kecil dibandingkan zat warna
Sinarlene Blue. Untuk zat warna Sinarlene Blue, semakin tinggi suhu yang
digunakan, warnanya terlihat lebih tua. Ketuaan warna ini juga disebabkan karena
ukuran molekulnya yang lebih besar dibandingkan zat warna Sinarlene Blue.

Selain itu, kain yang di proses dalam waktu yang singkat menghasilkan warna yang
lebih muda karena semakin lama waktu termofikasi maka zat warna terfiksasi secara
sempurna dan zat warna yang keluar dari rongga serat akan lebih sedikit.

5.2 Kerataan Warna

Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi


Dengan Nilai Ranking Kerataan Warna
3.5
3
2.5
2
Ranking

1.5
1
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain

Berdasarkan dari grafik diatas pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi
dihasilkan kerataan warna yang paling baik yaitu kain 2 dan kain 3 hal ini disebabkan
oleh cara pencapan, posisi screen, posisi rakel sesuai dengan motif dan tekanan
saat melakukan rakel yang stabil sehingga tidak ada penumpukan zat warna di
bagian motif tertentu. Pada kain 1, hasil pencapan cukup rata, namun terjadi
kesalahan saat melakukan pengangkatan screen yang menyebabkan terjadinya
penodaan di bagian motif tertentu. Hal ini menyebabkan penumpukan zat warna di
bagian yang mengalami penodaan sehingga setelah dilakukan termofiksasi bagian
yang mengalami penodaan akan terlihat lebih tua dibandingkan bagian lainya karena
zat warna yang terfiksasi menumpuk pada bagian tersebut sehingga ketika dilihat
secara visual, bagian tersebut menjadi tidak rata. Pada kain 4, hasil pencapan yang
dihasilkan cukup rata, namun terjadi kesalahan pada penempatan posisi screen,
sehingga terdapat bagian yang tidak tertutupi pasta pencapan. Akibatnya bagian
tersebut berwarna lebih muda dibandingkan bagian lainnya, dan ketika dilihat secara
visual, sangat terlihat sekali ketidakrataannya.

5.3 Ketajaman Motif

Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi


Dengan Nilai Ranking Ketajaman Motif
4.5
4
3.5
3
2.5
Ranking

2
1.5
1
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kain ke-2 yang diproses dengan suhu
baking 180°C selama 4 menit memiliki ketajaman motif yang paling baik. Hal ini
disebabkan karena selain pasta cap yang digunakan memiliki viskositas yang cukup
baik, proses perakelan yang dilakukan pun stabil, sehingga menghasilkan ketajaman
motif yang sesuai. Secara keseluruhan, semua kain memiliki ketajaman motif yang
baik, kecuali kain ke-4, karena di kain ini terdapat sedikit blobor yang menyebabkan
pasta cap keluar dari motif yang seharusnya. Blobor pada kain ini mungkin
disebabkan karena proses pengangkatan screen yang kurang baik, sehingga
menyebabkan pasta cap bergeser keluar dari motif.

5.4 Handling

Grafik Hubungan Antara Suhu dan Waktu Fiksasi


Dengan Nilai Ranking Handling
4.5
4
3.5
3 Dari grafik diatas
2.5
dapat dilihat
Ranking

2
1.5
1 bahwa semakin
0.5
0
Suhu 180°C, 2 Suhu 180°C, 4 Suhu 190°C, 2 Suhu 190°C, 4
menit menit menit menit

Variasi Kain
tinggi suhu baking dan semakin lama waktu baking yang digunakan, maka kain akan
memiliki handling yang semakin baik, dengan kata lain hasil pencapan yang
dilakukan tidak terlalu kaku. Handling ini dipengaruhi dari viskositas pasta cap dan
proses pencucian. Viskositas pasta cap yang digunakan sudah cukup baik, namun
terjadi ketidaksesuaian pada saat proses baking, yang mana suhu pada mesin
stenter tidak begitu stabil, sehingga proses Sehingga ketika proses pencucian, pasta
cap yang didalamnya terdapat berbagai zat, menjadi luruh setelah dilakukan
pencucian, karena fiksasi yang terjadi belum tentu sempurna, sehingga efeknya kain
menjadi tidak terlalu kaku. Selain itu, proses pencucian sangat mempengaruhi
karena pada proses pencucian terutama cuci reduksi dapat menghilangkan sisa
pengental dan zat warna yang tidak terfiksasi dan menempel pada permukaan kain.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
 Kain yang memiliki warna paling tua yaitu kain ke-2 (suhu baking 180°C, 4 menit).
 Kain yang memiliki kerataan warna paling baik yaitu kain ke-2 (suhu baking 180°C, 4
menit) dan ke 3 (suhu baking 190°C, 2 menit).
 Kain dengan ketajaman motif yang paling baik yaitu kain ke-2 (suhu baking 180°C, 4
menit)
 Kain yang memiliki handling paling baik yaitu kain ke-4 (suhu baking 190°C, 4 menit)

Dari beberapa kesimpulan diatas, secara umum kain ke-2 yang diproses dengan suhu
baking 180°C selama 4 menit, memiliki hasil yang optimum untuk pencapan kain poliester
dengan zat warna dispersi.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai