Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCAPAN 2

PENGARUH WAKTU STEAMING PADA PENCAPAN KAIN NILON TERHADAP


K/S WARNA DAN KETAJAMAN MOTIF MENGGUNAKAN ZAT WARNA ASAM

Disusun Oleh : Kelompok 1


Nama : Mochammad Reyhand A (20420049)
Dita Kurnia (21420026)
Nenden Sri Rahayu (21420028)
Devi Apriani Putri (21420033)
Grup : 3K2
Dosen : Sukirman, S.ST., MIL.
Asisten : Brilyan M. R. R., SST.
David Christian, SST.

KIMIA TEKSTIL
POLITEKNIK STTT BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
I. Maksud dan Tujuan
1.1. Maksud
Untuk mengetahui dan memahami alur proses pencapan pada kain nilon dengan menggunakan
zat warna asam.
1.2. Tujuan
- Mengetahui proses dan cara kerja pencapan kain nilon menggunakan zat warna asam
meliputi, cara menghitung kebutuhan zat yang dipakai, cara membuat pasta pencapan,
melaksanakan proses pencapan, dan mengevaluasi hasil proses pencapan.
- Mengetahui pengaruh variasi asam yang di pakai dan waktu steaming pada proses
pencapan dengan membandingkan k/s visual dan ketajaman motif pada hasil pencapan
kain nilon dengan zat warna asam.
- Menentukan golongan asam pada hasil pencapan pada kain nilon dengan menggunakan
zat warna asam.
II. Teori Dasar
2.1. Poliamida
Poliamida atau nilon merupakan serat sintetik yang banyak diguakan baik untuk tekstil
sandang maupun non sandang. Pada umumnya poliamida untuk keperluan industri memiliki
kekuatan yang sangat tinggi dengan nilai mulur yang rendah. Sedangkan poliamida yang
digunakan untuk tekstil sandang memiliki kekuatan yang lebih rendah dengan mulur yang
tinggi.
Sifat kimia serat poliamida diantaranya adalah tahan terhadap asam-asam encer dan
sangat tahan terhadap basa. Poliamida dapat dicap dengan zat warna dispersi, asam dan zat
warna reaktif. Poliamida yang banyak diproduksi adalah nylon 6 dan nylon 66.
Nylon 6 banyak digunakan untuk benang ban, tali pancing, tali temali, kaos kaki, karpet, kain
penyaring dan kain untuk pakaian. Kelebihan nylon 6 dibanding nylon 66 daintaranya adalah
pembuatannya yang lebih sederhana tahan sinar, afinitas terhadap zat warna tinggi, daya celup,
serta elastisitas dan stabilitas terhadap panas yang lebih baik.
Nylon 66 memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding nylon 6, sehingga banyak digunakan
untuk industry non sandang, serta memiliki elastisitas dan tahan gosok yang baik.
Poliamida, setiap polimer (zat yang terdiri dari molekul-molekul yang panjang dan
memiliki banyak unit) yang unit-unit berulangnya dalam rantai molekul dihubungkan bersama
oleh gugus amino. Golongan Amida mempunyai kesamaanrumus kimia BERSAMA-NH.
dihasilkan oleh interaksi suatu amina (NH2) gugus dan karboksil (CO2H) kelompok, atau dapat
dibentuk oleh polimerisasi dari asam amino atau turunan asam amino (yang molekulnya
mengandung gugus amino dan karboksil).

Reaksi dua asam amino. Banyak dari reaksi ini menghasilkan rantai Panjang protein.
Pembentukan poliamia dari gugur monomer juga dapat terlihat pada pembuatan aramid
(aromatic polyamide) sebagai berikut :

Reaksi pembentukan aramid (aromatic polyamide)

2.2. Nylon
Nilon yang dibuat dari asam adipat COOH(CH2)4COOH dengan heksametilena diamina
H2N(CH2)6NH2 disebut nilon 66, sebab asam dan diaminanya masing-masing mempunyai 6
atom karbon. Nilon sejenis dapat dibbuat pula, misalnya heksametilena diamina dengan asam
sebasat HOOC(CH2)8COOH yang dikenal dengan nilon 610. Poliamida (nilon) lain yang
dikenal sebagai nilon 6 dibuat dari kaprolaktam.

2.3. Sifat-Sifat Nylon


• Nilon tahan tehadap pelarut-pelarut dalam pencucian kering. Nilon tahan terhadap
asam-asam encer, tapi dengan asam klorida peat mendidih selama bebarapa jam, aka
terurai menjadi asam adipat dan heksametilena diamonium hidroksida.
• Nilon sangat tahan tehadap basa. Pengerjaan dengan laritan NaOH 10 % pada suhu 85
0C selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan nilon sebanyak 5 %. Pelarut-pelarut
yang biasa untuk melarutkan nilon adalah asam formiat,kresol dan fenol.
• Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga.
• Pada kondisi standard (RH 65 % dan suhu 21 0C) moisture regain nilon 4,2 %.
• Sebelum penarikan nilon suram, tapi setelah penarikan seratnya berkilau dan cerah.
Apabila diinginkan serat yuang agak suram kedalam campuran polimerisasinya
ditambahkan titanium dioksida.
• Nilon seperti serat tekstil lainnya akan terdegradai oleh pengaruh sianr tapi
ketahanannya masih jauh baik disbanding sutera. Dalam penyinaran selama lebih dari
16 minggu, suteraberkurang kekuatannya 85 %, nion biasa 23 %, nilon agak suram 50
% dan kapas hanya 18 %.
• Nilon merupakan isolator yang baik, sehingga dapat menimbulkan listrik statik.
2.4. Zat Warna Asam
Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena memiliki gugus pelarut
sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya. Gugus tersebut juga berfungsi untuk
mengadakan ikatan ionik dengan tempat-tempat positif dalam serat wol atau sutera.
Zat warna asam yang mempunyai satu gugus sulfonat dalam struktur molekulnya
disebut zat warna asam monobasik, sedangkan zat warna asam yang mempunyai 2 gugus
sulfonat disebut zat warna dibasik, begitu seterusnya. Karena gugus pelarut zat warna asam
dibasik kelarutannya makin tinggi, akibatnya menjadi lebih mudah rata, namun tahan luntur
hasil celupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Selain itu, dibandingkan zat warna asam
monobasik, jumlah maksimum zat warna asam dibasik yang dapat terserap oleh serat wol atau
sutera menjadi lebih kecil, terutama bila suasana larutan celup kurang bagitu asam, karena pada
kondisi seperti itu, tempat-tempat positif pada bahan terbatas. Jadi untuk pencelupan warna tua
dan kondisi tersebut digunakan zat warna asam monobasik.
Keunggulan lain dari zat warna asam yaitu warnannya yang cerah, hal tersebut karena
ukuran molekulnya relatif kecil (lebih kecil dari zat warna direk). Struktur kimia zat warna
asam bervariasi, antara lain trifenil metan, xanten, nitro aromatik, azo dan pirazolon.
Kebanyakan zat warna asam jenis azo, sehingga hasil celupnya dapat dilunturkan oleh reduktor.
Penggolongan zat warna asam yang lebih umum adalah berdasarkan pemakaiannya, yakni :
• Zat Warna Asam Celupan Rata (Levelling Acid Dyes)
Disebut zat warna asam celupan rata, karena pencelupannnya mudah rata akibat molekul zat
warnanya yang relatif sangat kecil, sehingga substantifitasnya terhadap serat relatif kecil,
sangat mudah larut dan warnanya sangat cerah, tetapi tahan luntur warnanya rendah. Ikatan
antara serat dan zat warnannya adalah ikatan ionik, disamping ikatan van der walls. Untuk
warna tua, biasanya diperlukan kondisi larutan celup atau cap yang sangat asam, yakni pH 3-4,
tetapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan pada pH 4-5.
• Zat Warna Asam Millingu

Ukuran molekul zat warna milling agak lebih besar dibandingkan zat warna asam celupan rata,
sehingga afinitas zat warna asam milling lebih besar dan agak sukar bermigrasi dalam serat,
akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup. Tahan luntur warna hasil celupannya
lebih baik dari zat warna asam celupan rata, karena walaupun ikatan antara serat dan zat warna
masih didominasi ikatan ionic tetapi ikatan sekunder berupa gaya Van Der Waals-nya juga
relatif cukup besar (sesuai dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna). Untuk mencelup
zat warna tua, umumnya diperlukan kondisi lariutan celup pH 4-5, tetapi untuk warna sedang
dan muda, dilakukan pada kondisi pH 5-6 agar hasil celup atau cap nya rata. Penambahan NaCl
dalam larutan celup akan berfungsi sebagai pendorong penyerapan.

• Zat Warna Asam Super Milling


Diantara seluruh jenis zat warna asam, zat warna asam jenis super milling ukuran molekulnya
paling besar (tetapi masih lebih kecil daripada ukuran molekul zat warna direk) sehingga
afinitas terhadap serat relatif besar dan sukar bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan
hasil celupannya, namun tahan luntur warnanya tinggi. Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari
adanya ikatan antara serat dan zat warna yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh ikatan
Van der Waals serta kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen. untuk pencelupan warna tua,
dapat dilakukan pada kondisi larutan celup pH 5-6, tetapi untuk warna sedang dan muda dapat
dilakukan dengan pH 6-7.

2.5. Pencapan
Pencapan pada kain tekstil mungkin lebih sesuai jika digambarkan sebagai suatu
teknologi seni pemindahan desain-desain pada kain tekstil. Hasil pencapan tidak lepas dari
suatu nilai-nilai seni, sedangkan teknologi yang diterapkan /diaplikasikan diharap dapat
menjamin mutu atau kualitas dari hasil seni tersebut untuk keperluan tersebut diperlukan selain
selera seni yang tajam, juga keahlian tentang teknologi pencapan yang memadai.
Pencapan adalah suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan melekatkan zat
warna pada kain secara tidak merata sesuai dengan motif yang diinginkan. Motif yang akan
diperoleh pada kain cap nantinya harusnya dibuat dulu gambar pada kertas. Kemudian dari
gambar ini masing-masing warna dalam komponen gambar yang akan dijadikan motif
dipisahkan dalam kertas film. Dari kertas film inilah motif dipindahkan ke screen, dimana
dalam screen ini bagian-bagian yang tidak ada gambarnya akan tertutup oleh zat peka cahaya
sedangkan untuk bagian-bagian yang merupakan gambar akan berlubang dan dapat meneruskan
pasta cap ke bahan yang akan dicap.
2.5.1. Metode Pencapan
Metode pencapan dikenal beberapa macam yang sering dilakukan berdasarkan cara
mengaplikasikan pada bahan tekstil dan bahan yang dipakai, antara lain :
1. Pencapan Langsung, yaitu pasta cap yang mengandung zat warna dicapkan
langsung pada bahan tekstil yang masih utuh atau telah berwarna (hasil celupan).
Termasuk dalam hal ini adalah pencapan diatas warna dasar blok atau motif warna
hasil proses pencapan sebelumnya (tumpang) yang umumnya warna motif lebih
tua daripada warna dasar. Hasil warna motif yang diinginkan pada pencapan ini
sudah langsung dapat dilihat.
2. Pencapan tidak langsung, yaitu pencapan ang tidak langsung diperoleh warna
motif pencapan yang diinginkan karena adanya zat pembantu yang bersifat
merintangi fiksasi, merusak zat warna atau merusak serat termasuk pencapan rusak
(etsa atau discharge), yaitu bahan tekstil yang telah berwarna hasil cap atau celup
lalu dicap dengan pasta cap yang mengandung zat perusak sehingga warna putih
tekstil tampak Kembali yang disebut etsa putih.
3. Pencapan langsung, yang termasuk pencapan tersebut adalah pencapan alih
panas, yaitu pencapan yang dilakukan pada kertas kemudian dialihkan pada bahan
tekstil dengan bantuan panas.Pencapan rambut serat, pencapannya ditaburkan pada
permukaaan bahan tekstilyang telah dilapisi perekat dengan pencapan-
pencapanyang menggunakan kombinasi metode-metode pencapan yang telah
dikenal tersebut, termasuk pencapan khusus.
2.6. Zat Pengental
Seperti halnya pada pencelupan, dimana pada umumnya menggunakan air sebagai medium
pembawa zat warna tekstil untuk dapat sampai pada serat kain, maka demikian halnya
dengan pencapan diperlukan juga suatu medium. Tentu saja air tidak dapat digunakan,
karna sifat air yang selalu menyebar, maka akan mengakibatkan zat warna menyebar ke
luar dari desain sehingga hasilnya tidak baik. Oleh karna itu sebagai gantinya digunakan
pengental. selain sebagai medium, pengental tersebut berfungsi untuk melekatkan zat
warna tetap pada tempatnya sesuai desain yang ditentukan. pengental di masukan kedalam
larutan zat warna dan zat pereaksi, hingga erupakan suatu pasta dengan kekentalan tertentu.
Pengental tidak boleh terlalu kental ataupun encer.
• Pengental Alginat
Alginat merupakan pengental yang sering digunakan dalam proses pencapan. Alginat

merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linear
panjang. Pada pencapan, alginat dicampur dengan zat warna reaktif atau zat warna
dispersi. Pada pasta pencapan, bagian yang terbesar adalah pengental dengan porsi 80%
atau lebih berfungsi sebagai media dan berperan sebagai pengantar zat warna masuk
ke dalam serat dan mencegah terjadinya migrasi agar motif warna tetap tajam. Alginat
memiliki fungsi penting, yaitu :

1. Sebagai zat pengental yang digunakan dalam proses pencapan,


2. Membawa dan menghantarkan zat pewarna kain,
3. Melawan kapilaritas dari bahan kain,
4. Meningkatkan daya adhesi zat warna yang belum terfiksasi dalam serat, dan
5. Bertindak sebagai pelindung agar zat warna tidak mengendap selama proses
pengecapan berlangsung.
Penggunaan alginat sebagai bahan pasta pengental pada proses pencapan tekstil
digunakan secara menyeluruh. Penggunaan alginat sebagai bahan pengental sangat
efisien dengan konsentrasi 1,5% sudah mencukupi untuk masuk ke dalam serat tekstil,
selain itu juga hasil pencapan sangat memuaskan karena membuat warna dan gambar
lebih tajam atau lebih cemerlang. Hal ini terjadi karena struktur kimia alginat
memungkinkan untuk mengikat zat pewarna, dan mudah melepaskannya pada bahan
tekstil. Persyaratan teknis agar alginat dapat digunakan sebagai pengental dalam proses
pencapan yaitu memenuhi standar kadar air maksimum 15% dan viskositas 1000-2000
cPs.
• Pengental CMC
Karboksi metil selulosa (CMC) merupakan turunan dari selulosa yang
dikarboksimetilasi, adalah eter polimer linier dengan gugus karboksimetil
(CH2OCH2COONa) yang terikat pada beberapa gugus OH dari monomer
glukopiranosa. Struktur CMC didasarkan pada β-(1 4)-D-glucopyranose polymer dari
selulosa. CMC berupa senyawa anion yang bersifat biodegradable, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak beracun, memiliki rentang pH sebesar 6,5 sampai 8,0 dan stabil
pada rentang pH 2 – 10, serta larut dalam air.3 Derajat polimerisasi (DP) CMC
menunjukkan daya pengentalnya, semakin panjang rantai molekulnya, maka
larutannya semakin kental.Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari
selulosa dan ini sering dipakai dalam industri untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk
gel dan sebagai semi-pengemulsi.
2.6.1. Syarat-Syarat Zat Pengental
1. Tidak Berwarna
Sebaiknya pengental yang akan di gunakan tidak berwarna. apa bila
pengental yang akan kita gunakan berwarna, maka akan mempengaruhi
warna dari zat warna itu sendiri, terutama untuk warna muda.
2. Stabil Dalam Penyimpanan
Bahan pengental sebisa mungkin harus stabil dalam penyimpanan yang
lama, sehingga tidak menimbulkan perubahan fisik maupun kimia.
3. Mempunyai Daya Ikat
Pengental harus bisa mengikat zat-zat yang dicampurkan dalam pasta
pencapan.
4. Tidak Mengadakan Reaksi Kimia

Selain mampu mengambil dan mengikat zat-zat yang dicampurkan kedalamnya, pengental
tersebut tidak boleh mengadakan reaksi dengan zat-zat tersebut. Sehingga dapat merubah
sifat pengental maupun zat-zat yang dicampurkan.

5. Dapat Dihilangkan Kembali

Sebagaimana fungsinya yang hanya bersifat sementara, yaitu sebagai medium. Maka
setelah zat warna terfiksasi dalam serat, maka pengental tersebut dihilangkan kembali. pada
umumnya penghilangannya dilakukan dengan pencucian dalam air panas tampa
penambahan zat-zat kimia yang dapat mempengaruhi zat warna. Oleh karena itu dengan
jalan pencucian tersebut pengental harus mudah dihilangkan kembali.
BAB II

PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


❖ Alat
- Baker gelas
- Batang pengaduk
- 2 buah gelas
- Gelas ukur
- Mixer
- Rakel
- Kasa
- Timbangan analitik
❖ Bahan
- Kain nilon
- Zat warna asam
- Pengental CMC 10%
- Asam sitrat
- Na asetat
- Urea
2.2 Fungsi Zat
1) Zat warna asam : Sebagai zat yang memberikan warna pada kain
2) Urea : Zat higroskopis untuk menjaga kelembapan zat warna
3) Pengental CMC : Pengental yang berfungsi untuk memindahkan zat warna ke kain
4) Asam sitrat : Sebagai pemberi suasana asam
5) Na asetat : Sebagai buffer pada pasta cap dan pemberi donor H+ pada saat
proses fiksasi
2.3 Cara Kerja
1) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2) Menghitung kebutuhan pasta cap
3) Membuat pasta cap sesuai dengan perhitungan resep
4) Melakukan proses pencapan sesuai diagram alir
5) Mengevaluasi dan menganalisi hasil pencapan
2.4 Diagram Alir

Proses Drying Steaming Washing


Pencapan 100°C 2’ 102°C

Proses
Pencapan

2.5 Resep Standar


Resep Pencapan Resep Pencucian
Zat warna asam 20-30 g Teepol 1 g/l
Asam Sitrat 10 g
Pengental CMC 10% / 700g Na karbonat 1 g/l
Na asetat 5g
Urea 40 g Wetting 1 g/l
Balance x gram agent
Waktu, Suhu 10’,
90oC

2.6 Resep Variasi


VARIASI WAKTU
RESEP
VARIASI 1 VARIASI 2 Variasi 3 Variasi 4
ZW Asam 30 g
Asam Sitrat 10 g
Pengental 10% / 700 g
Na
10 g
Asetat
Urea 40 g
Suhu 102oC
Waktu
Baking 8 menit 12 menit 16 menit 20 menit

2.7 Perhitungan Resep


1) Peritungan Pencapan
30
Zat warna asam = 1000 x 50 = 1,5 g
10
Asam sitrat =1000 x 50 = 0,5 g
40
Urea =1000 x 50 = 2 g
10
Na asetat =1000 x 50 = 0,5 g
700
Pengental = 1000 x 50 = 35 g

Total = 39,5 g
Balance = 50 – 39,5
= 10,5 ml
2) Perhitungan cuci
Jumlah larutan = 500 ml
1
Teepol =1000 x 500 = 0,5 ml
1
Na karbonat =1000 x 500 = 0,5 g
1
Wetting agent =1000 x 500 = 0,5 ml
2.8 Hasil Praktikum

NO. Variasi Hasil Uji

Waktu
Steaming
1
8 menit

Waktu
Steaming
2
12 menit

Waktu
3 Steaming
16 menit

Waktu
Steaming
4
20 menit
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Diskusi
Pada percobaan ini dilakukan pencapan kain nilon dengan menggunakan zat warna asam metode
steaming dengan memvariasikan waktu fiksasi yaitu 8 menit, 12 menit, 16 menit dan 20 menit yang
dilakukan dalam skala laboratorium pencapan Politeknik STTT Bandung. Evaluasi kain hasil pencapan
yang dilakukan adalah dalam segi :

3.2 Ketajaman Motif

Ketajaman motif atau warna yang dilakukan oleh kelompok kami adalah system visual dengan cara
melihat ketajaman dari motif hasil pencapan yang kemudian di bandingan dari variasi waktu 8 menit
sampai 20 menit, semakin tinggi nilai yang didapat maka semakin tajam motifnya.

5 KETAJAMAN MOTIF
4

0
Variasi 1 (8 menit) Variasi 2 (12 menit) Variasi 3 (16 menit) Variasi 4 (20 menit)

5-1 Nilai Ketajaman Motif

Semakin besar semakin tajam

Berdasarkan data hasil percobaan ketajaman motif atau warna pada hasil pencapan kelompok kami
terlihat bahwa waktu yang paling lama yaitu 20 menit waktu fiksasi atau steaming memiliki nilai
ketajaman motif dan warna yang tinggi dengan memperoleh nilai 5 di bandingkan dengan variasi
lainnya. Ketajaman motif dapat dipengaruhi oleh tekanan rakel pada saat proses pengecapan dan juga
kondisi screen yang di pakai. Jika tekanan yang di berikan saat proses perakelan tidak sempurna maka
dapat mempengaruhi hasil pencapan sehingga warna tidak akan menempel dengan benar dan warna
bisa keluar dari motif yang seharusnya atau ketebalan warna akan berbeda di setiap sisinya.

Selain itu terdapat factor lain yang berpengaruh terhadap ketajaman motif yaitu viskositas pasta
pencapan. Viskositas pasta pencapan sangat menentukan hasil dari pencapan, viskositas yang terlalu
tinggi menyebabkan pasta hanya mewarnai permukaan serat saja dan tidak masuk pada inti serat nya,
sedangkan bagian bawahnya tidak terwarnai. Viskositas yang terlalu rendah akan menyebabkan hasil
pencapan menjadi tidak tajam akibat menyebarnya pasta pencapan keluar pada motif yang seharunya.

Seperti yang dapat kita lihat pada beberapa hasil pencapan di kelompok kami terdapat beberapa motif
yang tidak tajam dan meluber melewati motif yang seharunya, hal tersebut kemungkinan karna
viskositas pasta cap yang di pakai saat praktikum terlalu rendah atau encer. Untuk ketajaman motif
viskositas pasta cap sangat penting karna jika terlalu encer maka zat warna akan bermigrasi keluar lebih
besar atau motif tidak tajam.

3.3 Ketuaan Warna

5 KETUAAN WARNA
4

0
Variasi 1 (8 menit) Variasi 2 (12 menit) Variasi 3 (16 menit) Variasi 4 (20 menit)

1-5 Nilai Ketuaan


Semakin kecil semakin tua
Dapat dilihat pada grafik di atas ketuaan warna di peroleh oleh variasi 4 dengan waktu paling lama yaitu
20 menit. Setelah di analisa, hal tersebut disebabkan karena waktu steaming mempengaruhi hasil
ketuaan warna. Semkain lama waktu fiksasi maka ketuaan warna semakin meningkat, hal tersebut
menyebabkan zat warna yang masuk kedalam serat dan zat warna yang terfiksasi semakin banyak.
Selain itu pH berpengaruh terhadap ketuaan warna. Ph tersebut menandakan jumlah ion positif yang
terkandung pada serat. Semakin asam pastanya maka ion H+ nya semakin banyak sehingga penyerapan
zat warna semakin besar. Pencapan nilon memiliki gugus amida dan karboksilat, adanya penambahan
asam pada pasta cap menyebabkan serat nilon memiliki ion amonium bebas yang memungkinkan
terjadniya ikatan dengan zat warna asam. Serat nilon akan menyerap atau menikat ion-ion hidrogen dari
pasta cap yang mengandung asam, dimana ion-ion hidrogen tersebut akan diikat oleh gugus amida,
amina atau gugus karboksilat dengan membentukn ikatan garam yang dapat mengikat anion dari
molekul zat warna asam dengan ikatan ionik.

3.4 Kerataan Warna

Pada kerataan warna menurut prinsip sama dengan ketajaman motif, yang dapat mempengaruhi
kerataan warna yaitu viskositas dari pasta cap tersebut, Kembali pada teori tentang syarat pasta cap
yaitu tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental. Pada dasar nya pada proses perakelan jika kita memakai
pasta cap yang memiliki viskositas yang tinggi maka zat warna pada pasta cap sulit untuk bermigrasi
ke dalam serat dan juga sulit untuk tembus ke pada kain kasa sehingga yang terjadi warna menjadi
belang, motif tidak tajam dan warna yang tidak rata.

Dapat dilihat dari grafik kerataan warna dari hasil pencapan kelompok 1 hampir seluruh hasil dari
variasi 1 sampai 4 memiliki kerataan warna yang rendah hal ini di akibatkan pada saat proses pembuatan
pasta cap viskositas pasta cap yang di gunakan relative rendah atau terlalu encer. Hasil kerataan paling
rendah ada pada variasi ke 1 dan 2 dengan nilai kerataan 5 (tidak rata).

5
KERATAAN WARNA

0
Variasi 1 (8 menit) Variasi 2 (12 menit) Variasi 3 (16 menit) Variasi 4 (20 menit)

5-1 Nilai kerataan


Semakin besar semakin tidak rata

3.5 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum pencapan kain nilon menggunakan zat warna asam di dapat hasil
sebagai berikut:

• Waktu fiksasi zat warna mempengaruhi ketuaan warna dan ketajaman motif, semakin
lama waktu nyam aka semakin tinggi ketuaan dan ketajaman motif dan warnanya.
Ketuaan warna yang paling tinggi yaitu pada variasi 4 (20 menit)
Ketajaman motif yang paling tinggi yaitu pada variasi 4 (20 menit)
• Viskositas pasta cap sangat mempengaruhi hasil kerataan warna pada hasil cap. Hasil
cap yang memiliki kerataan yang rendah yaitu variasi 1 (8 menit) dan variasi 2 (12
menit)
• Zat warna yang di gunakan termasuk golongan levelling karna menggunakan Ph 3-4
karena mudah larut, warna nya cerah, tetapi tahan luntur warnanya rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Khanif, S. Arifin. “Zat warna asam. Kamis”, 09 Desember 2010

Hidayat Rukanda, Randy. “Pencapan Serat Nylon Dengan Zat Warna Asam”.

Jaka, Akmal. “Pencapan Kain Nilon- Zw Asam”. Politeknik STTT Bandung

Purwanti, dkk, “Pedoman Praktikum Pencapan dan Penyempurnaan”. Bandung : Sekolah


Tinggi Teknologi Tekstil, 1978

Anda mungkin juga menyukai