Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena


berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pencelupan
Kain Poliamida Dengan Zat Warna Dispersi”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pencelupan 2.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bandung, 21 November 2018

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Serat Poliamida/Nilon ................................................................................... 4
2.2 Zat Warna Dispersi ...................................................................................... 6
2.3 Proses Pencelupan .................................................................................... 11
2.4 Mekanisme Pencelupan ............................................................................. 13
2.5 Faktor yang Berpengaruh .......................................................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 15
3.2 Saran ......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara
merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan
dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan
dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan menggunakan alat –
alat tertentu pula.

Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat


warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam
larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat.
Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan
reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali
atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan
diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kondisi proses pencelupan kain nylon dengan zat warna
dispersi?
2. Bagaimana mekanisme pencelupan kain nylon dengan zat warna dispersi?
3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pada proses pencelupan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui proses pencelupan kain nylon dengan zat warna dispersi
yang paling optimal.
2. Untuk mengetahui mekanisme pencelupan kain nylon dengan zat warna
dispersi.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pada
proses pencelupan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Serat Nylon


Serat nylon atau poliamida pertama kali ditemukan oleh Wallace H Carothes
pada tahun 1928 dalam usaha membuat polyester Carothes justru berhasil
menemukan poliamida yang dibuat dari heksametilena diamina dan asam adipat

NH2(CH2)6 NH2 + COOH (CH2)4COOH


(heksametilena diamina) (asam adipat )

NH2(CH2)6 NHCO(CH2)4CCOH + H2O


(heksametilena diamonium adipat)

Molekul molekul yang dihasilkan tersebut dapat bereaksi terus membentuk


molekul yang panjang .Poliamida yang dibuat dari heksametilena diamina
dengan asan adipat ini disebut Nylon 66 karena masing masimg zat tersebut
mempunyai enam atom karbon .Dalam perkmbangannya kemudian dikenal pula
beberapa jenis poliamida seperti nylon 6, nylon 7,nylon 6 10,dan lain lain.

2.1.1 Pembuatan Serat Nylon


Bahan baku pembuatan serat nylon 66 adalah asam adipat dan heksametilena
diamina yang keduanya dapat dibuat dengan beberapa cara,misalnya dengan
pengolahan dari biji bijian ,butadiena atau dari fenol .Pembuatan dari fenol
sebagai salah satu cara tersebut dapat digambarkan melalui proses proses
sebagai berikut :

COOH (CH2)4COOH + 2NH3 H2NOC (CH2)4CONH2 + 2H2O


(asam adipat ) (amoniak ) ( adipamida)

P
H2NOC(CH2)4CONH2 2 O3 NC (CH2)4CN + 2 H2O
dehidratasi (adiponitril)

NC (CH2)4CN + 4H2 katalis H2NCH2(CH2)4CH2NH2


(heksametilena diamina)

Pembuatan serat poliamida

Heksametilena diamina dan asam adipat masing masing dilarutkan secara


terpisah dalam methanol untuk membentuk garam nilon pada saat dicampurkan
.Garam nylon itu dilelehkan dalam atmosfir nitrogen pada suhu 285 – 2900C

4
kemudian disemprotkan membentuk suatu pita dan didimnginkan dengan air
dingin untuk mengurangi ukuran kristal. Pita-pita nilon tadi dipotong potong
menjadi serpih serpihan nilon yang kemudian dipintal dengan cara pemintalan
leleh.

2.1.2 Sifat Fisika Serat Nylon 66


Stuktur fisika serat nylon secara umum terdiri atas dua bagian besar ,yaitu amorf
dan kristalin. Pada serat nilon ini komposisi kristalin sekitar 85 % sedangkan
bagian amorfnya 15 %. Sifat-sifat fisik yang dimiliki serat nilon ini antara lain :

1. Bentuk morfologi serat

Gambar 1. Penampang melintang dan membujur serat Nylon

2. Kekuatan dan mulur


Kekuaatan nylon berkisar antara 4,3 – 8,8 g/denier sedangkan mulurnya 18 –
45% kekuatan basahnya sekitar 80 – 90% kekuatan kering

3. Elastisitas
Elastisitas nylon termasuk tinggi.Pada penarik 8% elastisitasnya masih 100 %
sedangkan pada penarikan 16 % elastisitasnya 91%

4. Moisture Regain
Moisture regain pada kondisi standar adalah 4,2 %

5. Kilau
Sebelum penarikan nilon tampak suram ,tetapi setelah penarikan seratnya
menjadi berkilau dan cerah. Untuk mendapatkan serat yang suram ,kedalam
polimernya perlu ditambahkan T1O2.

6. Titik leleh

5
Pada atmosfir nitrogen nylon meleleh pada suhu 2630C, sedangkan diudara
dapat meleleh pada suhu 2500C.Pada pemanasan 1500C diudara selama 5 jam
,nylon dapat berubah menjadi kekuning kuningan ,sehubungan dengan itu ,pada
pembakaran nylon tidak meneruskan api .

7. Berat jenis nylon adalah 1,14

2.1.3 Sifat Kimia Serat Nylon 66


Stuktur kimia serat nylon merupakan rantai panjang senyawa poliamida yang
mempunyai gugus gugus amida (-CONH-) ,amino(-NH2) dan karboksilat (-
COOH).Nylon tahan terhadap pengerjaan asam asam lemah atau asam encer
.Asam asam kuat seperti HCl pekat pada suhu mendidih dapat menguraikan
nylon menjadi asam adipat dan heksametilena diamonium hidroklorida. Nylon
sangat tahan terhadap basa, pengerjaan dengan NaOH 10 % pada suhu 850C
selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan nylon sebanyak 5%.Nylon tahan
terhadap pelarut pelarut yang digunakan pada pencucian kering .Pelarut yang
biasa dipakai untuk melarutkan nylon adalah asam formiat ,fenol dan kresol.

Gambar 2 Struktur molekul poliamida

2.1.4 Sifat Sifat Lain


Nylon memiliki ketahan yang baik terhadap jamur, bakteri maupun serangga
seperti serat sintetik lainnya.Terhadap pengaruh sinar, pada penyinaran selama
lebih dari 16 minggu nilon dapat berdegradasi dan berkurang ketahanannya
sebesar 23%.Nylon yang lebih mengkilap dan kuat memiliki katahanan yang
lebih baik.

2.2 Zat Warna Dispersi


2.2.1 Historial Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi pertama dibuat pada tahun 1923 oleh Baddley dan
Shepherdson dari British Dyestuffe sebagai zat warna Dispersol. Dan Ellis dari
British Cabanase menemukan zat warna S.R.A (Sulpho Ricinolei Acid).

6
Zat warna ini mulai ditemukan untuk mencelup serat selulosa asetat yang bersifat
hidrofob dan mampu menyerap zat organik yang tidak larut dalam air, dengan
membuatnya dalam bentuk suspensi.

Penemuan zat dispersi ini menjadi sangat penting dengan ditemukannya serat
sintetik lainnya yang sifatnya lebih hidrofob daripada serat selulosa asetat,
seperti serat Poliamida, Poliester dan Poliakrilat. Terutama untuk serat poliester
yang kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zar warna dispersi.

2.2.2 Definisi Zat Warna Dispersi


Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang
kelarutannya dalam air sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna
tersebut digunakan untuk mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang
bersifat hidrofob.

Zat warna ini mempunyai berat molekul yang kecil dan tidak mengandung gugus
pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat pembantu yang berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya secara merata didalam
larutan, yang disebut zat pendispersi.

Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik jika memakai zat
pengemban atau dengan temperatur tekanan tinggi. Zat warna dispersi mula-
mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh
dalam bentuk bubuk.

Contoh struktur zat warna disperse:


NC

C2H5
O2N N N N
C2H5

CI. DIsperse Red 71

2.2.3 Sifat-sifat umum zat warna dispersi


a) Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur
molekul.
b) Pada umumnya zat warna dispersi berasal dari turunan azo,
antrakwinon/nitro akril amina dengan berat molekul rendah.
c) Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel
antara 0,5 - 2 mikron.

7
d) Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH
e) Selama proses pencapan dengan zat dispersi tidak mengalami perubahan
kimia

2.2.4 Sifat – sifat kimia zat warna dispersi


Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionik
sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik). Serat ini
hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionik (zat warna.dispersi) yang
praktis tidak larut dalam air.

Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di gunakan
dalam bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi 0,5 mikron di
sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya
afinitas yang tinggi terhadap serat polyester yang juga bersifat hidrofobik.

Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam
keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat
di buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.

Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan persentasi
penggunaannya adalah sebagai berikut:

▪ Azo (N=N) : 55%


▪ Diazo (N=N-N=N) : 10%
▪ Antrakwinon : 20%
▪ Lain – lain : 15%

Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna jenis ini umumnya mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
a) Daya pewarnaan yang tinggi
b) Pemakaian ekonomis
c) Sifat kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit
tetapi secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d) Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e) Daya punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan
antrakwinon.

Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya
mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya sublimasi
yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna tua. Karena

8
makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini terdapat
kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat warna jenis
azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna azo yang
menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan sifat yang
baik.
NH2 O OH

OH O NH2

Zw disperse jenis antrakuinon


Zat antrakwinon adalah zat warna yang umumnya mempunyai sifat – sifat
sebagai berikut:
a) Warna lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b) Relatif lebih mahal.
c) Sifat kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d) Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e) Daya penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f) Daya tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g) Daya tahan sinar umumnya sangat tinggi

2.2.5 Sifat – sifat fisika zat warna dispersi


1. Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi dapat
mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna dispersi
mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH, -
NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) Hidrogen. Gugus
fungsional tersebut merupakan pengikat dipol (dwikutub) dan juga membentuk
ikatan hidrogen dengan gugus karbonol atau gugus asentil dari serat polyester.

Adanya gugus aromatik OH dan alifatik NH2 dan gugus fungsional yang lain
menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
Zat warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah
akan tetapi dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat meningkat
dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting dalam proses
pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengarungi oleh :

9
a) Kecepatan penyerapan zat warna
b) Banyak / sedikitnya penyerapan
c) Migrasi
d) Penodaan pada serat campuran.

2. Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel – partikel kecil tidak mungkin berada
pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing
Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna
sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat
membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di pengaruhui oleh:
a) Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu
lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari
sintetik.
b) Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c) Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah
dibersihkan dan ada yang relatip sulit .
d) Distribusi partikel ukuran zat warna

2.2.6 Klasifikasi zat warna dispersi


Zat warna dispersi dapat di golongkan menurut sifat sublimasinya secara umum
di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :
a) Golongan satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat sublimasi rendah tetapi mempunyai sifat
celup yang baik. Karena molekulnya kecil dengan sifat sublimasi yang rendah
biasanya digunakan untuk pencelupan serat rayon, serat poliamida, serat di/tri
asetat, dapat juga di gunakan untuk serat poliester.

b) Golongan Kedua (B)


Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul yang relatif kecil dengan sifat
sublimasinya cukup. Memiliki sifat celup yang baik sehingga sangat baik untuk
pencelupan polyester dengan zat pengemban pada temperatur tinggi. Pada
proses thermosol hanya digunakan untuk mewarnai warna – warna muda,
dengan temperatur yang lebih rendah.

10
c) Golongan Ketiga (C)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul sedang dengan sifat sublimasi
yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang baik biasa di gunakan untuk
pencelupan zat pengemban. Temperatur tinggi atau proses termosol dengan
hasil yang baik.

d) Golongan Keempat (D)


Zat warna dispersi yang mempunyai berat molekul besar dengan sifat sublimasi
tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang baik atau sifat sublimasinya yang
paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk pencelupan dengan zat pengemban.
Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol/ temperatur tinggi berat molekul
ukuran dan bentuk zat warna dispersi memegang peranan penting, terhadap sifat
pencelupan.

2.3 Proses Pencelupan


2.3.1 Diagram Alir

Persiapan Pencelupan

Pencelupan

Pencucian Sabun

Pengeringan

Evaluasi
Ketuaan dan Kerataan

11
2.3.2 Skema Proses

2.3.3 Resep
2.3.3.1 Resep Pencelupan
Zat warna dispersi : 2% owf
Asam asetat : pH 5
Zat pendispersi : 1 mL/L
Vlot : 1:20
Suhu : 120oC,

Waktu : 30 menit

2.3.3.2 Resep Pencucian


Sabun : 1 mL/L
Suhu : 90oC
Waktu : 10 menit
Vlot : 1 : 20

2.3.4 Fungsi Zat


Zat Fungsi
Zat Warna Memberikan warna pada bahan
Memberikan suasana asam karena poliamida tidak tahan
CH3COOH
alkali
Zat Pendispersi Mendispersikan zat warna sehingga larut dalam air

12
Menghilangkan sisa zat warna yang masih menempel
Sabun dipermukahan kain pada proses pencucian setelah
pencelupan

2.4 Mekanisme Pencelupan


Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat
warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke
dalam larutan tersebut, sehingga terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat.
Penyerapan ini terjadi karena reaksi eksotermik (mengeluarkan panas) dan
keseimbangan. Jadi pada pencelupan terjadi tiga peristiwa penting, yaitu:

1. Melarutkan zat warna dan mengusahakan agar larutan zat warna bergerak
menempel pada bahan. Peristiwa ini disebut migrasi.

2. Mendorong larutan zat warna agar dapat terserap menempel pada bahan.
Peristiwa ini disebut adsorpsi.

3. Penyerapan zat warna dari permukaan bahan ke dalam bahan. Peristiwa ini
disebut difusi, kemudian terjadi fiksasi.

4. Pada tahap ini diperlukan bantuan luar, seperti : menaikkan suhu, menambah
zat pembantu lain seperti garam dapur, asam dan lain-lain.

Baik tidaknya hasil pencelupan sangat ditentukan oleh ketiga tingkatan


pencelupan tersebut. Apabila zat warna terlalu cepat terfiksasi maka
kemungkinan diperoleh celupan yang tidak rata. Sebaliknya, apabila zat warna
memerlukan waktu yang cukup lama untuk fiksasinya, agar diperoleh waktu yang
sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan peningkatan suhu atau penambahan
zat-zat pembantu lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam
pencelupan faktor-faktor pendorong seperti suhu, penambahan zat pembantu
dan lamanya pencelupan perlu mendapatkan perhatian yang sempurna. Zat
warna dapat terserap ke dalam bahan sehingga mempunyai sifat tahan cuci.

2.4.1 Zat Pendispersi


Zat warna disperse bersifat hidrofob dan kelarutannya didalam air sangat kecil
sekali. Oleh karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus
didispersikan secara homogen di dalam larutan. Untuk menjamin kesetanilan
pendispersi secara homogennya di dalam larutan. Untuk menjamin kesetababilan
pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi perlu dibantu

13
dengan zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionic atau
senyawa polielektrolit anionic (turunan lignosulfonate) yang tahan suhu tinggi dan
bekerja dengan cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat
warna dan bagian hidrofil yang bermuatan negative mengarah ke larutan dan
menjaga jarak antar partikel zat warna agar tidak beragregasi sehingga partikel
zat warna tetap terdispersi secara homogen.

2.5 Faktor yang berpengaruh


1. Ketepatan pemilihan zat warna pencelupan terutama mengenai jenis dan
sifatnya.
2. Konsentrasi zat pencelupan.
3. Kondisi proses seperti pH, suhu dan waktu
4. Metode yang digunakan

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Kondisi proses pencelupan kain nylon dengan zat warna dispersi dilakukan
pada waktu pencelupan selama 30 menit, suhu pencelupan 120 oC.
• Zat warna yang terdispersi didalam air bersifat hidrofobik. Kemudian kain
nylon yang dicelupkan bersifat hidrofobik. Namun, saat diberi asam asetat
ujung dari polimer nylon mengalami ionisasi sehingga zat warna cenderung
akan mendekati bagian tengah dari pada bagian ujung polimer. Pada saat
suhu dinaikkan mencapai 100 oC, ikatan hidrogen di dalam serat menjadi
putus sehingga jarak antar polimer merenggang, bagian amorf serat lebih
mudah dimasuki oleh zat warna dispersi. Zat warna dispersi masuk ke dalam,
kemudian berikatan secara hidrofobik dan ikatan van der waals. Pada saat
penurunan suhu terjadi pembentukan ulang ikatan hidrogen dan merapatnya
struktur serat sehingga zat warna dispersi tidak dapat keluar dari serat nylon
dan mewarnai kain.
• Pengaruh pH
Semakin rendah ph maka semakin tua ketuaan warnanya. Tetapi maks ph3.
Karena jika terlalu asam maka serat nylon akan rusak

3.2 Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu, kritik yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Gitopadmojo, Isminingsih. 2003. Zat Pembantu Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil.

Karyana, Dede. 2005. Bahan Ajar Praktek Pencelupan. Bandung: Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil.

16

Anda mungkin juga menyukai