TEKNOLOGI PENCELUPAN II
Grup : 3K3
BANDUNG
2018
PENGARUH ZAT PENDISPERSI DAN PENCUCICAN REDUKSI PADA PROSES
PENCELUPAN POLIESTER DENGAN ZAT WARNA DISPERSI METODE
CARRIER
Kain yang terbuat dari serat poliester ini dikenal tahan lama, tidak mudah kusut, dan
lebih cepat kering saat dijemur. Kelebihan lainnya adalah poliester lebih tahan terhadap
berbagai bakteri, tahan air (water-resistant) dan juga tidak mudah susut ataupun melar.
Namun seperti jenis serat lainnya yang memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
bahan tekstil, polyester juga memiliki kelemahan yaitu tidak bisa menyerap keringat
sehingga terasa panas saat digunakan di cuaca yang panas.
Serat polyester mendominasi industri serat sintetis dunia dengan volume produksi
yang cukup besar (≈ 18 juta ton / tahun pada tahun 2000) disbanding serat nilon, rayon
dan serat akrilik. Polyester mempunyai harga murah, mudah diproduksi dari sumber
petrokimia, dan memiliki sifat fisik yang sesuai dengan keinginan. Polyester juga kuat,
ringan, mudah di celup dan tahan kerut, serta memiliki sifat pencucian yang sangat baik.
Fleksibilitas poliester legendaris. Baik berupa benang filamen atau berupa serat stapel,
poliester digunakan dalam varietas yang tak terhitung jumlahnya, campuran dan bentuk
serat pakaian tekstil, rumah tangga dan kain furnishing. Poliester membentuk microfiber
untuk pakaian luar dan pakaian olahraga. Poliester digunakan dalam karpet, serat industri
dan benang untuk tali ban, sabuk pengaman mobil, kain filter, kain tentage, sailcloth dan
sebagainya. Serat sintetis organik ini dibentuk oleh polikondensasi dari asam bervalensi
dua (terephtalat asam) dan dialcohol (glikol etilena). Proses yang digunakan untuk
memperoleh polimer ini adalah melalui melt spinning (pemintalan leleh) dengan panas
peregangan 400%.
Pada tahun 1953, E.I. Dupont de Numours di Amerika Serikat memberi nama
“Dacron” yang dibentuk senyawa kimia yaitu etilena tereftalat.Terylene dibuat dari
dimetil ester asam tereftalat dengan etilena glikol. Dacron dibuat dari asam tereftalat dan
etilena glikol. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C SE 2000C 2100C √ √ √
D S 2100C 2200C √ √ X
Zat warna dispersi mempunyai sifat-sifat khusus yang pada umumnya tidak dimiliki
oleh zat warna lain, antara lain :
Stuktur kimia asam asetat merupakan stuktur paling sederhana dari kelompok asam
karboksilat setelah asam formiat yaitu CH3COOH.
Sifat kimia
Seperti halnya asam karboksilat, asam tereftalat dapat bereaksi membentuk garam, ester
dan amida. Asam asetat terurai oleh asam sulfat panas menjadi karbondioksida dan
hydrogen pada suhu 100oC. Nilai konstanta disosiasi (k) asam asetat sebesar 1,8 x 10-5
dan sifatnya korosif.
Sifat fisika
Asam asetat merupakan cairan bening yang mudah terbakar. Titik beku asam asetat
16,7oC sedangkan titik didihnya 118,2oC.
Persiapan
Persiapan alat
larutan
dan bahan
pencelupan
Proses
Proses
pencucian
pencelupan
reduksi
Evaluasi
Bilas dan
keringkan (Ketuaan dan
Kerataan Warna)
3.3. Resep
a) Resep Pencelupan
Zat warna asam : 1% OWF
Carrier : 2 ml/L
Asam asetat : pH 5
Zat pendispersi : 0 ; 0,5 ; 1 ml/L (yang divariasikan)
Vlot : 1:20
Suhu : 100℃
Waktu : 45 menit
b) Resep Pencucian Reduksi
Teepol : 1 ml/L
Na2S2O4 : 2 g/L
NaOH padat : 1 g/L
Suhu : 80℃
Vlot : 1:20
Waktu : 10 menit
Carrier = 2 ml/L
2
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0,1148 mL
2
Kain 2 = 1000 x 58,4 = 0,1168 mL
2
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,1144 mL
Na2S2O4 = 2 g/L
2
Kain 1 = 1000 x 57,4 = 0,1148 g
2
Kain 2 = x 58,4 = 0,1168 g
1000
2
Kain 3 = 1000 x 57,2 = 0,1144 g
*Kain 4 merupakan potongan (setelah proses pencelupan) dari kain 3 tetapi kain 4
tidak melalui proses pencucian reduksi.
3.6. Skema Proses
Variasi
0 ml/L
R/C
0,5 ml/L
R/C
1 ml/L
R/C
1 ml/L
Tanpa R/C
4.2. Data Pengamatan Evaluasi Ketuaan Warna
80
70
60
50
40
Ketuaan Warna
30
20
10
0
0 0,5 1 1 (tanpa R/C)
Konsentrasi zat pendispersi (ml/L)
4.3. Data Pengamatan Evaluasi Kerataan Warna
80
70
60
50
40
Kerataan Warna
30
20
10
0
0 0,5 1 1 (tanpa R/C)
Konsentrasi zat pendispersi (ml/L)
V. DISKUSI
Pada praktikum pencelupan poliester dengan zat warna dispersi metode carrier
menggunakan variasinnya adalah zat pendispersi dengan konsentrasi 0 ; 0,5 dan 1 ml/L.
Jika dilihat dari evaluasi kain akan berjumlah empat kain, karena satu kain lagi
merupakan hasil potongan dari kain tiga dengan konsentrasi zat pendispersi 1 ml/L tetapi
tidak melalui proses pencucian reduksi. Pada pencelupan cara carrier ini menggunakan
zat warna dispersi tipe B, yang memiliki struktur molekul kecil, afinitas zat warna
terhadap serat juga kecil, tahan luntur warna terhadap sinar juga kurang baik, tetapi
memiliki kerataan yang baik.
Pada hasil pencelupan diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi zat
pendispersi maka semakin tua warnanya, karena zat pendispersi berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dan larut secara monomolekuler. Pada hasil pencelupan diatas,
zat pendispersi dengan konsentrasi 1 ml/L tanpa pencucian reduksi atau kain empat
adalah ketuaan warna yang paling baik. Hal ini dipengaruhi karena pada kain empat tidak
melalui proses pencucian reduksi yang mengakibatkan zat warna yang tidak terfiksasi ke
dalam serat akan berada pada permukaan serat. Akibatnya kain akan terlihat lebih tua,
tetapi akan mempunyai tahan luntur warna terhadap sinar yang kurang baik karena zat
warna berada dipermukaan serat. Pada pencelupan kali ini tidak menggunakan zat anti
crease mark yang berfungsi mencegah lipatan pada kain. Akibatnya pada seluruh kain
terlihat lipatan kain yang warnanya lebih tua dari pada daerah lain.
Pada hasil evaluasi kerataan warna, kain kedua dengan konsentrasi zat pendispersi
0,5 ml/L dengan pencucian reduksi merupakan yang paling baik atau optimum untuk
kerataan warna. Pada kain kedua crease mark terlihat lebih sedikit diantara yang lainnya.
Hal ini bisa terjadi karena kain keempat tanpa pencucian reduksi menyebabkan kain
menjadi tidak rata. Sedangkan kain ketiga dikarenakan terjadi crease mark. Maka dari itu
terdapat warna yang lebih tua pada lipatan tersebut, meyebabkan kain menjadi tidak rata.
Pada kain kesatu menggunakan konsentrasi zat pendispersi 0 ml/L, terjadi ketidarataan
warna. Hal ini memungkinkan dengan tidak adanya zat pendispersi menyebabkan kain
menjadi tidak rata.
VI. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa kain contoh uji dengan ketuaan warna yang baik
didapatkan pada kain contoh uji nomor 4 dengan konsentrasi zat pendispersi 1 ml/L tanpa
pencucian reduksi dan kerataan warna yang paling baik adalah contoh uji nomor 2
dengan konsentrasi zat pendispersi 0,5 ml/L dengan pencucian reduksi.
Isminingsih, dkk. 1978. Kimia Zat Warna. Bandung: Institut Teknologi Tekstil
Karyana, Dede, dkk. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 1. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.