Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCELUPAN 3

Pencelupan Kain Campuran Poliester Kapas dengan Zat Warna


Dispersi-Bejana dengan Metoda One Bath One Stage (1B1S)

Disusun oleh :

Nama :- Sacharissa Sastra (14020004)

- Doni Septiana Rachman (14020008)

- Tiana Hidayati Setiawan (14020009)

Grup : K1

Dosen : R.R. Wiwiek E.M., S.ST., MT.

Asisten Dosen : Ir. Elly K., Bk. Teks., M.Pd.

Teti A., S.Si.T.

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL


BANDUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Melakukan praktikum pencelupan pada kain campuran poliester kapas (T/C) dengan menggunakan
zat warna dispersi-bejana

1.2 Tujuan
- Mengetahui bagaimana hasil pencelupan kain poliester kapas (T/C) dengan zat warna dispersi-
bejana dengan metoda one bath one stage (1b1s)
- Mengetahui pengaruh penambahan NaCl pada pencelupan tersebut terhadap ketuaan warna
- Mengetahui pengaruh perbedaan skema proses pada pencelupan kain poliester kapas dengan
zat warna dispersi-bejana
- Memahami dan mengetahui resep dan skema pencelupan yang tepat dan efektif untuk
pencelupan kain poliester kapas dengan zat warna dispersi-bejana dengan metoda one bath
one stage
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Poliester
Serat poliester merupakan suatu polimer yang mengandung gugus ester dan memiliki
keteraturan struktur rantai yang menyebabkan rantai-rantai mampu saling berdekatan,
sehingga gaya antar rantai polimer poliester dapat bekerja membentuk struktur yang teratur.
Poliester merupakan serat sintetik yang bersifat hidrofob karena terjadi ikatan hidrogen antara
gugus – OH dan gugus – COOH dalam molekul tersebut, oleh karena itu serat poliester sulit
didekati air atau zat warna. Serat ini dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol.

Skema diatas memperlihatkan pembuatannya yang menggunakan asam tereftalat sebagai


bahan baku yang membuat sifat polyester memiliki titik didih yang lebih tinggi. Sedangkan
penggunaan etilena glikol, dapat membentuk ester menjadi lebih kuat karena suhu reaksi yang
lebih tinggi. Proses polimerisasi asam tereftalat dan etilena glikol ini dilakukan dalam kondisi
suhu tinggi dan hampa udara. Serat polyester ini memiliki kristalinitas yang tinggi dan tidak
memiliki gugus yang aktif sehingga sangat sukar ditembus oleh molekul yang berukuran besar
atau tidak bereaksi dengan zat warna anion maupun kation.

Sifat kimia serat poliester adalah sebagai berikut :


- Tidak tahan terhadap alkali kuat
- Dalam larutan alkali panas terjadi pengikisan permukaan, digunakan untuk proses
“pengurangan berat”
- Tahan terhadap asam
- Larut dalam metil salisilat dan m-cresol
- Bersifat hidrofob, dicelup dengan zat warna hidrofob : zat warna dispersi
Penggunaan serat polyester filament untuk kain mempunyai beberapa sifat kekurangan antara
lain permukaan licin, pegangan kaku dan keras. Untuk mendapatkan sifat kain polyester yang
lebih baik, dapat dilakukan dengan proses pengerjaan kain polyester dengan larutan alkali yang
dikenal dengan proses pengurangan berat (weight reduction).

Serat yang menjadi bahan kain pada proses pencelupan kali ini merupakan jenis serat campuran
poliester dan kapas. Serat sintetik pada umumnya tidak memiliki gugus reaktif yang mampu
memberikan daya penyerapan terhadap air (hidrofob). Hal ini membuat kain dari serat sintetik
sangat sukar untuk dicelup dengan zat warna yang umum digunakan untuk serat alam, dimana
zat warna tersebut bersifat larut atau dapat dilarutkan dalam air. Pernyataan diatas berlaku
pula pada serat polyester yang menjadi bahan kain proses, dimana serat ini bersifat hidrofob
dan sangat kompak susunan molekulnya, sehingga cara pencelupan yang konvensional tidak
dapat diterapkan.
Berikut ini merupakan karakteristik serat poliester :

- Memiliki kekuatan tarik yang sangat baik


- Tahan panas yang sangat baik dan tahan sinar
- Tahan terhadap zat kimia
- Memiliki stabilitas dimensi yang sangat baik dan anti crease mark
- Serat polyester memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan serat kapas
dan rayon viskosa yaitu 1,38.
- Moisture regain serat polyester adalah 0,4%
- Bisa dicelup atau dicap dengan zat warna disperse
2.2 Kapas
Bentuk dan ukuran penampang melintang serat kapas dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan
serat yang dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel. Serat makin dewasa dinding selnya makin
tebal.Untuk menyatakan kedewasaan serat dapat dipergunakan perbandingan antara tebal
dinding dengan diameter serat.Serat dianggap dewasa apabila tebal dinding lebih dari
lumennya.

Apapun sumbernya derivat selulosa secara prinsif memiliki struktur kimia yang sama. Hal ini
bisa terlihat pada analisa hidrolisis, asetolisis dan metilasi yang menunjukan bahwa selulosa
pada dasarnya mengandung residu anhidroglukosa. Subsequent tersebut menyesun molekul
glukosa (monosakarida) dalam bentuk β-glukopironase dan berikatan bersama-sama yang
dihubungkan pada posisi 1 dan 4 atom karbon molekulnya.

Gambar STRUKTUR KIMIA (a) SELOBIOSA, (b) SELULOSA


Sumber: Gascoigne & Gascoigne, Biological Degradation of Cellulose “The Chemistry and
Physics of Cellulose”, p. 3. 1960 )
Serat kapas sebagian besar tersusun atas selulosa maka sifat-sifat kimia kapas sama dengan
sifat kimia selulosa. Serat kapas umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan
dan pemakaian yang normal, tetapi beberapa zat pengoksidasi dan penghidrolisa
menyebabkan kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi
dengan terbentuknya oksiselulosa biasanya terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan,
penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama suhu diatas 140oC.

2.3 Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.Kelarutannnya dalam
air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau partikel-partikel yang hanya
melayang dalam air.

Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa.Kemudian


dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat buatan lainnya yang lebih
hidrofob dari serat selulosa asetat, seperti serat poliester, poliamida, dan poliakrilat.

Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan bantuan zat
pendispersi. Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai berikut :

1. Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel 0,5-2).
2. Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR, dan-OH. Gugus-gugus
tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
3. Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
4. Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
Zat warna dispersi dipergunakan untuk pencelupan dengan serat poliester. Beberpa nama
dagang zat warna disperse adalah :
 Foron (Sandoz)
 Dispersol (I.C.I)
 Palanil (BASF)
 Sumikaron (Sumitomo-Jepang)
 Terasil (Ciba-Geigy)

Zat warna disperse adalah hasil sintesa senyawa yang bersifat hidrofob sehingga kelaurtannya
dalam air kecil sekali. Oleh karena itu zat warna ini dalam pemakaiannya harus didisersikan
dalam larutan.Pada pemakaiannya memerlukan bantuan zar pengemban (carrier) atau adanya
suhu yang tinggi. Zat warna disperse digunakan dalam bentuk bubuk (powder and micro
powder) dan dalam bentuk cairan. Sifat tahan cucinya baik namun tahan sinarnya jelek.
Berdasarkan struktur kimianya zat warna disperse dibagi menjadi beberpa golongan, yaitu :

 Kromogen golongan azo


Zat warna azo umumnnya menghasilkan warna kuning, orange, merah, dan beberapa warna
ungu, biru dan hitam.
 Kromogen golongan antrakuinon
Zat warna ini umumnya menghasilkan warna pink, merah, ungu, dan biru.Kelebihan zat warna
antrakuinon adalah warnya sangat cerah, tahan sinarnya sangat baik, mudah rata, sedangkan
kekuranganya adalah perlu banyak zat warna untuk menghasilkan warna tua, tahan lunturnya
kurang baik, dan harganya sangat mahal.
 Kromogen golongan Thiopen
Warna yang dihasilkan zat warna inin adalah warna biru dan biru kehijauan.Kelebihannya diatas
dari pada jenis antrakuinon, warna biru yang berlian dan tahan lunturnya lebih baik.
Berdasarkan ukuran molekul dan sifat sublimasinya, zat warna disperse digolongkan menjadi 4
golongan, yaitu ;

Ukuran
Tipe Kerataan Bersublimasi pada suhu Digunakan
Molekul

Sangat Pencelupan selulosa asetat


A Paling kecil 130˚C
Baik dan poliakrilat

Poliester Metoda Carrier


B (E) Baik Sedang 190˚C
atau pencapan alih panas

Cukup Pencelupan cara Carrier,


C ( SE ) Cukup Besar 200˚C
Baik HT/HP dan Thermosol

Kurang Poliester metoda HT/HP


D(S) Besar 210˚C
Baik dan Thermosol

Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna dispersi dengan serat poliester ada
2 macam yaitu :

1. Ikatan Van der Walls


Zat warna disperse dan serat merupakan senyawa hidrofob dan bersifat non polar. Ikatan yang
terjadi pada senyawa hidrofob dan bersifat non polar ini ikatan fisika, yang berperan dalam
terbentuknya ikatan fisika adalah ikatan van der walls, yang terjadi berdasarkan interaksi antara
kedua molekul yang berbeda. Ikatan yang besar terjadi pada ikatan van der walls pada zat warna
disperse dan serat polyester adalah dispersi London.
2. IkatanHidrogen
Ikatan hydrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan atom hydrogen dengan atom lain yang
bersifat elektro negatif. Kebanyakan zat warna disperse tidak mengadakan ikatan hydrogen
dengan serat polyester karena zat warna disperse dan seratpoliester bersifat nonpolar, hanya
sebagian zat warna dispersi yang mengadakan ikatan hydrogen dengan serat polyester yaitu
zat warna dispersi yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.

Ikatan antara zat warna dan serat dapat merupakan ikatan hydrogen yang dibentuk oleh gugus-
gugus pemberi (donor) atom hydrogen dari zat warna dengan gugus karbonil dari serat.
Disamping itu gaya-gaya Van der Walls dan interaksi dua kutub dapat pula terjadi.
Mencelup dengan metoda zat pengemban mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai
berikut:

a) tidak menggunakan tekanan,


b) tidak memerlukan peralatan yang khusus, dapat menggunakan mesin jigger, haspel atau bak.,
c) penyerapan zat warna lebih besar dan cepat.
Reduksi clearing berguna untuk memperbaiki tahan gosok, biasanya pencucian reduksi
dikerjakan pada larutan yang mengandung natrium hidrosulfit, natrium hidroksida dan
lissolamin. Oleh karena poliester bersifat hidrofob maka reaksi reduksi tersebut hanya terjadi
dipermukaan serat saja dan tidak akan mereduksi zat warna yang telah terserap kedalam serat.
Reduksi clearing berguna untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksai oleh serat.Setelah
pencelupan suhu tinggi ini bahan harus dicuci dengan larutan yang mengandung
deterjen.Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan metoda ini.Misalnya dapat mencelup
warna tua tanpa penambahan zat pengemban, mengurangi waktu pencelupan dan biaya
pencelupan.

Reaksi :
NaOH + 2 Na2S204  2 H2O Na2SO4 + 6 Hn

2.4 Zat Warna Bejana

Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam yang telah lama digunakan orang untuk
untuk mencelup tekstil. Zat warna ini terutama dipakai untuk mencelup bahan dari serat
selulosa. Selain itu juga digunakan untuk mencelup serat wol. Adapun nama dagang zat warna
bejana adalah: Indanthren (I.G. Farben), Caledon (I.CI), Cibanon (Ciba-Geigy), Sandonthren
(Sandoz), M.N. Thren (Mitsui), Solanthren (Francolor) dan lain sebagainya.

2.4.1 Sifat Zat Warna Bejana


Zat warna bejana termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air dan
tidak dapat mewarnai serat selulosa secara langsung. Dalam pemakainya, zat warna ini
harus dibejanakan (direduksi) terlebih dahulu membentuk larutan yang mempunyai
afinitas terhadap serat selulosa. Setelah berda di dalam serat, maka bentuk leuko
tersebut dioksidasi kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut dalam air. Oleh
karena itu hasil celupnya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Selain itu juga
mempunyai sifat tahan sinar dan tahan larutan hipoklorit dengan baik (Noerati et al.,
2013, p.298).
Larutan zat warna yang dibejanakan tersebut, disebut juga larutan leuko.
Warnanya lebih muda atau berbeda dengan warna pigmen aslinya. Afinitas larutan
leuko terhdap serat selulosa sangat besar, sehingga sering menimbulkan celupan yang
tidak rata. Untuk mengatasi hal tersebut sering dilakukan pencelupan zara “pigmen
padding” dimana zat warna yang tidak mempunyai afinitas tersebut didistribusikan
merata pada bahan sebelum direduksi dan dioksidasi. Ukuran molekul zat warna bejana
sebelum direduksi terdapat 4 macam yakni:
 Bentuk bubuk (powder), mempunyai kadar tinggi, digunakan untuk mencelup dalam
mesin-mesin dengan perbandingan larutan celup yang besar seperti bak, Jigger atau
Haspel.
 Bentuk bubuk halus (fine powder), lebih mudah dibejanakan dari pda bentuk bubuk
dan penggunaannya sama dengan bentuk bubuk.
 Bentuk bubuk sangat haslu (micro fine powderi), terutama digunakan untuk
pencelupan cara “pigmen padding”.
 Bentuk colloidal, digunakan untuk pencelupan kontinyu (Noerat et al., 2013, p.298-
299)
Berdasarkan cara pemakainya, maka zat warna bejana digolongkan menjadi 4 golongan
sebagai berikut:
 Golongan IK (Indanthren Kalt)
Mempunyai afinitas yang kurang baik, sehingga memerlukan tambahan elektrolit.
Pemakaian reduktor dan alkali sedikit, dibejanakan dan dicelup pada suhu rendah (20-
25)°C.
 Golongan IW (Indanthren Warn)
Memerlukan penambahan elektrolit untuk penyerapannya. Pemakaian reduktor dan
alkali lumayan banyak, dibejanakan dan dicelup pada suhu hangat (45-50)°C.
 Golongan IN (Indanthren Normal)
Tidak memerlukan penambahan elektrolit, karena mempunyai daya serap yang tinggi.
Pemakaian reduktor dan alkali banyak, dibejanakan dan dicelup pada suhu panas (50-
60)°C.
 Golongan IN Special (Indanthren Normal Special)
Menyerupai golongan IN, hanya pemakaian alkali dan reduktor, suhu pembejanaan dan
pencelupannya lebih tinggi yakni 60°C.
Menurut struktur kimianya zat warna bejana dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu antarkwinon dan golongan indigoida. Golongan antarkwinon pada pembejanaan
warna larutannya lebih tua dari pada warna sesungguhnya , sedangkan golongan
indigoida mempunyai warna kuning muda (Noerati et al., 2013, p.299).

2.5 Pencelupan Metoda One Bath One Stage


Pada metoda ini larutan yang digunakan adalah larutan tunggal dan pencelupannya satu tahap.
Pada pencelupan ini kedua zat warna dicampurkan dan fiksasi dilakukan secara bersamaan.
Metoda ini dapat digunakan apabila zat warna yang digunakan memiliki mekanisme
pencelupan yang sama. Praktikum yang dilakukan kali ini yaitu menggunakan zat warna
disperse dan zat warna reaktif dengan suhu pencelupan 130oC selama 45 menit.
2.6 Evaluasi Hasil Kain Pencelupan
2.6.1 Evaluasi TLW Gosokan
Evaluasi tahan luntur warna terhadap gosokan dilakukan untuk mengetahui kekuatan ikatan
yang terjadi antara zat warna reaktif-dispersi dengan serat T/C 65/35. Evaluasi tahan luntur
warna terhadap gosokan dilakukan menggunakn stadar SNI ISO 105-X12:2013, Tekstil-Cara uji
tahan luntur-Bagian X12 : Tahan luntur warna terhadap gosokan.
Standar ini menetukan suatu metode untuk menetapkan ketahanan warna semua jenis
tekstil, termasuk tekstil penutup lantai dan berbulu lainnya, terhadap gosokan dan penodaan
material lain. Metoda ini dapat diterapkan untuk tekstil yang terbuat dari semua serat dalam
bentuk benang atau kain, termasuk tekstil penutup lantai, baik yng dicelup atau diprinting.
Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dapat dilakukan dua pengujian yaitu
pengujian dengan kain gososkan kering dan pengujian dengan kain gosokan basah.
Peralatan yang digunakan untuk pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan
berupa crockmeter yang mempunyai jari penggosok. Untuk kain berbulu, termasuk tekstil
penutup lantai, jari penggosok dengan suatu permukaan gosokan persegi dengan ujung bulat
berukuran 19 mm(crock blok ). Jari penggosok harus menggerahkan gaya kebawah setiap
(9±0,2)N, maju mundur dalam garis lurus sepanjang jalur (104 ± 3) mm.
Pengujian taha luntur warna terhadap gosokan untuk tekstil lainnya jari penggosok
terdiri atas suatu silinder berdiameter (16± 0,1)mm yang bergerak maju mundur dalam garis
lurus sepanjang jalur (104 ± 3) mm pada contoh uji dan mengerahkan gaya ke bawah sebesar
(9± 0,2)N.
Bahan yang digunakan untuk melakukan evaluasi tahan luntur warna terhadap gosokan
harus memiliki ukurang 20 cm x 5 cm, kemudian kain berwarna pada crock meter digosokkan
pada kain putih yang memiliki ukuran 5 cm x 5 cm sebanayak 20X maju mundur. Evaluasi yang
dilakukan yaitu penodaan pada kain putih.
BAB III

PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk percobaan pencelupan adalah sebagai berikut :
- Tabung HT-Dyeing
- Mesin celup
- Gelas ukur 100 mL
- Pipet volume 10 mL
- Batang pengaduk kaca
- Timbangan digital
- Stenter
- Kertas indikator pH
- Kain campuran poliester kapas (komposisi : Poliester 65% kapas 35%)

Zat yang digunakan adalah sebagai berikut :

- Zat warna dispersi biru


- Zat warna bejana blue
- Elektrolit (NaCl)
- NaOH
- Na2S2O4
- Pendispersi anionik
- Asam asetat 30%
- Sabun (teepol)

3.2 Cara Kerja


1. Disiapkan bahan dan zat yang akan digunakan kemudian hitung sesuai dengan rencana
resep.
2. Masukkan zat untuk pencelupan dan air sesuai vlot pada resep ke dalam tabung HT
dyeing.
3. Kemudian kain dimasukkan ke dalam larutan celup.
4. Kain diproses di dalam mesin HT-Dyeing selama 45 menit pada temperatur 130oC.
5. Kain yang telah diproses selanjutnya dicuci dan dikeringkan.
6. Dilakukan evaluasi ketuaan warna, kerataan hasil celupan, tahan luntur warna terhadap
gosokan basah dan kering serta dilakukan spektrofotometri untuk mendapatkan data nilai
k/s.
3.3 Diagram Alir

Persiapan bahan dan zat


yang akan digunakan

melakukan perhitungan
kebutuhan zat

pembuatan larutan celup


dan persiapan bahan
untuk pencelupan

pencelupan
30 menit, 130oC

Pencucian sabun dan


pengeringan

Evaluasi
TLW Gosokan, ketuaan,
kerataan dan K/S
3.4 Skema Proses

Metode Standar
Zw Dispersi

Zat pendispersi anionik 1300 C

Leuko zw bejana

As Asetat NaCl pembangkitan warna cuci bilas

60 0C 60 0C

Full Pigmentasi
Zw Dispersi 130 0C

Zw bejana

Pendispersi NaCl Pembangkitan warna Cuci bilas

As. Asetat

60 oC 60 oC

3.5 Resep dan Variasi Pencelupan


Resep pencelupan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Variasi 1 2 3 4
Zat warna
1%
dispersi
Asam asetat pH 6
Zat pendispersi 1 mL/L
Zat warna
1%
bejana
NaCl - - 40 g/L 40 g/L
NaOH 1 g/L
Na2S2O4 2 g/L
Vlot 1 : 20
Skema standar Full pigmentasi standar Full pigmentasi
o
Temperatur 130 C
Waktu 30 menit
Resep pembangkitan warna :

H2O2 : 5 mL/L

Vlot : 1 : 10

Suhu : 60oC

Waktu : 10 menit

Resep pencucian :

Sabun : 1 g/L

Na2CO3 : 1 g/L

Vlot : 1 : 20

Waktu : 10 menit

Temperatur : 60oC

3.6 Perhitungan Resep

Resep 1 (Skema standar, NaCl 0 g/L)

Zat Perhitungan Kebutuhan


Zat warna dispersi 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Zat warna reaktif 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Vlot
4,3 × 20 86 mL
1:20
Zat pendispersi anionik 1
× 86 0,086 mL
1 mL/L 1000
NaCl
- -
0 g/L
Na2S2O4 2
× 86 0,17 g
1 g/L 1000
NaOH 1
× 86 0,086 mL
1 g/L 1000
Kebutuhan air 86 − 4,3 − 4,3 − 0,086 − 0,086 77,228 mL

Resep 2 (Skema full pigmentasi, NaCl 0 g/L)

Zat Perhitungan Kebutuhan


Zat warna dispersi 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Zat warna reaktif 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Vlot 4,3 × 20 86 mL
1:20
Zat pendispersi anionik 1
× 86 0,086 mL
1 mL/L 1000
NaCl
- -
0 g/L
Na2S2O4 2
× 86 0,17 g
1 g/L 1000
NaOH 1
× 86 0,086 mL
1 g/L 1000
Kebutuhan air 86 − 4,3 − 4,3 − 0,086 − 0,086 77,228 mL

Resep 3 (Skema standar, NaCl 40 g/L)

Zat Perhitungan Kebutuhan


Zat warna dispersi 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Zat warna reaktif 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Vlot
4,3 × 20 86 mL
1:20
Zat pendispersi anionik 1
× 86 0,086 mL
1 mL/L 1000
NaCl 40
× 86 3,44 g
40 g/L 1000
Na2S2O4 2
× 86 0,17 g
1 g/L 1000
NaOH 1
× 86 0,086 mL
1 g/L 1000
Kebutuhan air 86 − 4,3 − 4,3 − 0,086 − 0,086 77,228 mL

Resep 4 (Skema full pigmentasi, NaCl 40 g/L)

Zat Perhitungan Kebutuhan


Zat warna dispersi 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Zat warna reaktif 1 100
× 4,3 × 4,3 mL
1% 100 1
Vlot
4,3 × 20 86 mL
1:20
Zat pendispersi anionik 1
× 86 0,086 mL
1 mL/L 1000
NaCl 40
× 86 3,44 g
40 g/L 1000
Na2S2O4 2
× 86 0,17 g
1 g/L 1000
NaOH 1
× 86 0,086 mL
1 g/L 1000
Kebutuhan air 86 − 4,3 − 4,3 − 0,086 − 0,086 77,228 mL

3.7 Fungsi Zat


Zat warna dispersi : untuk memberikan warna pada poliester secara merata dan permanen
Zat warna bejana : untuk memberikan warna pada bahan selulosa yang dicelup
CH3COOH : memberikan suasana asam dan pengatur pH larutan celup
Zat pendispersi : mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke dalam larutan
celup secara monomolekuler
NaCl : mendorong penyerapan zat warna
NaOH : melarutkan leuko zat warna bejana (merubah asam leuco yang tidak
larut menjadi garam leuko yang larut)
Na2S2O4 : sebagai reduktor untuk mereduksi zat warna bejana menjadi asam
leuko
H2O2 : mengoksidasi garam leuko zat warna bejana agar kembali ke bentuk
semula yang tidak larut (untuk pembangkitan zat warna)
Sabun : menghilangkan zat warna yang hanya menempel pada permukaan
serat
Na2CO3 : untuk mendapatkan suasana alkali pada proses pencucian
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Percobaan

NO Sampel Kain

4
4.1.1 Evaluasi Ketuaan Warna (visual)
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Penilai Tanpa NaCl Tanpa NaCl NaCl 40 g/L NaCl 40 g/L
Standar Full pigmentasi Standar Full pigmentasi
Sacharissa 1 2 3 4
Doni 1 3 2 4
Tiana 1 2 3 4
Total 3 7 8 12
Rangking 4 3 2 1
Keterangan :
1 = Sangat muda
2 = Muda
3 = Sedang
4 = Tua
Dari penilaian tersebut menggunakan sistem rangking maka disimpulkan bahwa resep
nomor 4 merupakan hasil pencelupan dengan warna yang paling tua dengan variasi
menggunakan NaCl 40 g/L dan menggunakan metoda full pigmentasi.

4.1.2 Evaluasi Kerataan Hasil Pencelupan (visual)


Penilai Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4
Sacharissa 4 3 2 1
Doni 4 3 2 1
Tiana 3 4 2 1
Total 11 10 6 3
Rangking 1 2 3 4
Berdasarkan penialaian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pencelupan yang
memiliki warna paling rata adalah resep nomor 1 dengan variasi tanpa NaCl dan
menggunakan metoda standar.

4.1.3 Evaluasi Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan

Nilai Uji Gosokan (Staining Scale)


Variasi
Basah Kering
1 4 3-4
2 4-5 4-5
3 3-4 4
4 4 4-5
Keterangan :
5 = Excellent 3 = Kurang
4/5 = Baik Sekali 2/3 = Kurang sekali
4 = Baik 2 = Jelek
3/4 = Cukup
4.2 Pembahasan
Telah dilakukan praktikum teknologi pencelupan 3 dengan melakukan pencelupan pada kain
poliester kapas. Pencelupan kali ini adalah melakukan pencelupan pada kain poliester-kapas
dengan menggunakan zat warna dispersi dan bejana. Metode pencelupan kali ini dilakukan
metoda one bath one stage. Seperti pada pencelupan sebelumnya, pencelupan dengan zat warna
dispersi-bejana dapat dilakukan dengan cara one bath one stage. Pencelupan dengan metoda ini
merupakan metoda pencelupan yang memiliki kelebihan yaitu hemat waktu dan energi serta
hemat air. Hal ini dikarenakan pada proses pencelupannya zat warna dispersi dan bejana
dicampurkan menjadi satu larutan pencelupan sehingga dalam pencelupannya hanya diperlukan
satu kali proses pencelupan dengan waktu yang singkat yaitu 30 menit. Pencelupan metoda one
bath one stage ini biasa dilakukan untuk mendapatkan warna yang relatif sedang hingga muda.

Tujuan pencelupan kali ini adalah mendapatkan warna sedang dengan kerataan yang baik.
Dilakukan variasi pencelupan dengan memvariasikan penambahan NaCl ke dalam larutan celup
dan melakukan variasi skema proses pencelupannya. Dalam melakukan pencelupan zat warna
bejana, terdapat beberapa metoda pencelupan yang dapat dilakukan yaitu diantaranya skema
proses pencelupan standar, skema proses pencelupan semi pigmentasi dan skema proses
pencelupan full pigmentasi. Pada proses pencelupan zat warna bejana dibutuhkan NaOH dan
Na2S2O4 yang berfungsi untuk melarutkan zat warna bejana (mengubahnya menjadi leuko zat
warna). Zat warna bejana merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk dapat dilarutkan
maka perlu dibuat menjadi leuko zat warna dengan bantuan alkali dan reduktor dengan
perbandingan 1 : 2 sehingga dapat larut didalam air. Berdasarkan skema proses yang disebutkan
diatas bahwa pengubahan zat warna bejana menjadi leuko zat warna dapat dilakukan ketika
sebelum proses pencelupan dilakukan yaitu dengan cara meleukokannya terlebih dahulu ketika
melarutkan zat warna tersebut dengan cara menimbang zat warna sesuai dengan kebutuhan
kemudian dipastakan dengan menambahkan NaOH (berbentuk cair) dan Natrium hidrosulfit
sebagai reduktornya. Setelah dipastakan kemudian dilarutkan hingga volume yang diinginkan
pada temperatur mendidih. Warna leuko zat warna bejana biasanya berwarna jernih namun
berwarna sesuai warna dari zat warna tersebut. Setelah dilarutkan maka zat warna tersebut
dapat digunakan untuk pencelupan dan tanpa harus ditambahkan alkali dan reduktor lagi
biasanya. Skema proses kedua adalah semi pigmentasi dimana proses pembuatan leuko zat
warnanya dilakukan ketika proses pencelupan yaitu dengan menambahkan NaOH dan Na2S2O4
pada saat akan diproses dengan menggabungkannya dengan kain tanpa dipisah. Namun apabila
dilakukan metoda tersebut bersamaan dengan zat warna dispersi maka dikhawatirkan zat warna
dispersi yang ada di dalam larutan celup akan rusak akibat adanya reduktor maka dari itu skema
proses semi pigmentasi pada pencelupan dispersi-bejana tidak dapat dilakukan atau harus
dilakukan perubahan dalam waktu penambahan NaOH dan Natrium hidrosulfitnya.

Skema ketiga yaitu metoda full pigmentasi dimana penambahan alkali dan Natrium hidrosulfit
dilakukan pada saat akhir proses ketika proses pencelupan selesai (temperatur pencelupan masih
tinggi). Pada skema proses ini tidak akan adanya terjadi gangguan pada zat warna dispersinya
sebab NaOH dan Na2S2O4 dilakukan diakhir ketika zat warna dispersi dalam kondisi sudah masuk
ke dalam serat. Pada metoda ini proses pembejanaan dilakukan pada akhir proses pencelupan.

Setelah dilakukannya proses pencelupan, dilakukan proses pembangkitan warna atau


pengoksidasian dengan oksidator. Oksidator yang digunakan adalah H2O2. Konsentrasi H2O2 yang
digunakan adalah 5 mL/L. Proses oksidasi atau pembangkitan zat warna ini dilakukan untuk
mengubah zat warna yang semula larut dalam air menjadi tidak larut dalam air. Hal ini yang
menyebabkan zat warna bejana memiliki ketahanan luntur warna yang baik. Proses
pengoksidasian dilakukan pada temperatur 80oC selama 10 menit. Proses pengoksidasian dapat
dilakukan menggunakan udara namun waktu yang diperlukan jauh lebih lama dibandingkan
menggunakan H2O2. Selanjutnya adalah proses pencucizn sabun dan pengeringan. Hal yang dapat
mempengaruhi hasil pencelupan dipsersi-bejana antara lain adalah skema proses pencelupan
yang digunakan, banyaknya NaOH dan Na2S2O4, dan proses oksidasi zat warnanya. Setelah
dilakukan proses pencelupan didapatkan hasil pencelupan yang berbeda-beda.

- Ketuaan Warna

Apabila dilihat dari hasil pencelupan pada bagian lampiran terlihat bahwa dari
keempat resep tersebut memiliki perbedaan arah warna. Terdapat dua jenis arah
warna yang berbeda. Namun sayangnya tidak dilakukan evaluasi spektrofotometri
karena sebab tertentu dari laboratorium kimia fisika. Zat warna yang digunakan
merupakan zat warna biru baik untuk zat warna dispersi maupun bejana. Konsentrasi
za warna yang digunakan adalah 1 %. Pada resep pertama dihasilkan warna biru
kehijauan yang mana warna tersebut memiliki arah warna yang sama dengan resep
3. Sedangkan pada resep 2 memiliki warna biru yang arah warnanya hampir sama
dengan resep 4. Secara visual dari keempat kain tersebut yang memiliki ketuaan
warna tertinggi adalah kain dengan resep nomor 4. Hal ini disebabkan karena adanya
penambahan NaCl sebanyak 40 g/L ke dalam resep pencelupannya yang berfungsi
untuk mendorong penyerapan zat warna terutama zat warna bejana. Selain itu pada
resep 4 dilakukan skema pencelupan full pigmentasi yaitu proses pembuatan leuko
zat warna dilakukan ketika proses pencelupan selesai ketika temperatur pencelupan
masih cukup tinggi kemudian ditambahkan NaOH dan Natrium hidrosulfit dengan
perbandingan 1 : 2. Skema proses full pigmentasi ini memiliki warna yang tua apabila
dibandingkan dengan skema proses standar. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil
pencelupan kain dengan resep nomor 2 yang memiliki arah warna yang sama.

Untuk skema proses standar memiliki warna yang lebih muda dibandingkan dengan
skema proses full pigmentasi namun ketuaan tersebut tidak dapat dikatakan relevan
sebab arah warna kedua kain hasil pencelupan tersebut memiliki arah warna yang
berbeda.

Adanya penambahan NaCl membantu ketuaan hasil pencelupannya namun


sebenarnya sifat zat warna bejana yang digunakan memiliki laju penyerapan yang
besar sehingga sebaiknya penambahan NaCl dapat dihilangkan saja karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan hasil pencelupan yang belang.

- Kerataan Hasil Pencelupan

Kerataan hasil pencelupan jelas terlihat pada resep tanpa NaCl memiliki kerataan yang
jauh lebih baik dari resep yang ditambahkan 40 g/L NaCl. Ada baiknya apabila ingin
menambahkan NaCl dilakukan bertahap untuk menghindari hasil pencelupan yang
belang. Pastikan NaCl yang ditambahkan benar-benar larut sempurna selain itu
kenaikan temperatur celup juga sebaiknya bertahap. Hindari kenaikan temperatur
yang terlalu cepat untuk menghidari belang pada kain.

Apabila dilihat dari hasil pencelupannya ketuaan warna yang didapatkan tidak terlalu
memiliki nilai yang berjauhan. Antara kain 4 dan kain 2 tingkat ketuaan warnanya
hampir sama namun kerataan warnanya lebih baik pada resep 2.

- Hasil Evaluasi Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan

Hasil evaluasi uji tahan lutur warna terhadap gosokan memiliki nilai yang bervariasi.
Pada dasarnya untuk mendapatkan nilai uji tahan luntur warna terhadap gosokan
maka perlu dilakukan pencucian yang sangat bersih sehingga tidak akan menimbulkan
penodaan yang banyak pada kain kapas putih.

Untuk mendapatkan hasil pencelupan yang memiliki ketuaan warna sedang namun kerataan
baik maka sebaiknya tidak perlu penambahan NaCl yang terlalu berlebihan bahkan tanpa NaCl
juga bisa didapatkan warna yang tua namun konsentrasi zat warna harus diperhatikan. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi hasil pencelupan adalah banyaknya NaOH dan Na2S2O4 yang
ditambahkan juga perlu diperhatikan agar dapat disesuaikan dalam membuat leuko zat warna
bejananya.
BAB V

PENUTUPAN
5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pencelupan pada kain poliester-kapas dengan zat warna dispersi-bejana
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

- Kain yang memiliki warna yang paling tua adalah variasi resep nomor 4.
- Kain yang menunjukkan warna yang paling muda adalah kain nomor 1.
- Kerataan warna hasil pencelupaan yang terbaik berada pada variasi resep nomor 1.
- Penambahan NaCl ke dalam larutan pencelupan tidak berpengaruh banyak terhadap
ketuaan warna pada kain hasil pencelupan.
- Skema proses full pigmentasi efektif untuk mendapatkan hasil pencelupan yang tua.
DAFTAR PUSTAKA

- Chemical Technology of Dyeing And Printing.


- Cockett and K.A Hilton. Dyeing Of Cellulosic Fibres and Rellated Processes. Leonard Hill
(Books) Limited. 1961
- Ir. Rasyid Djufri, dkk. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. 1976.
- Kemal, Noerati. Pengantar Mata Kuliah Serat Tekstil I. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung.
- Soeprijono, dkk. Serat-serat Tekstil. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. 1973.

Anda mungkin juga menyukai