Disusun Oleh:
Kelompok (dua) 2
Grup : 2K3
Nama : Rafly Prahmantia Putra (21420046)
M. Akmal Bagaskara I. (21420047)
Septa Ringga Yadi P. (21420060)
Dosen : Rr. Wiwiek E.M., S.ST., MT.
Asisten Dosen : Yayu E. Y., S.S.T.
Hilmi Amanah A. C. M.Sc.
Polimer yang terbentuk disebut poliester yang memiliki keteraturan struktur rantai
yang menyebabkan serat memiliki struktur yang rapat akibat rantai yang saling
berdekatan membentuk ikatan hidrogen antara gugus –OH dan gugus –COOH dalam
molekulnya. Oleh karena itu serat poliester bersifat hidrofob dan sulit dimasuki air
maupun zat warna. Agar dapat dimasuki air dan zat warna maka ikatan hidrogen antar
rantai molekul yang berdekatan harus dikurangi dengan cara menaikkan suhu.
Kenaikan suhu mengakibatkan adanya vibrasi molekul yang memperlemah ikatan
antar molekul, mejadikan jarak antar rantai lebih longgar, serat menjadi lebih plastis
sehingga dapat dimasuki oleh dimasuki oleh molekul air dan molekul air dan zat
warna.
Bahan yang cocok untuk pencelupan cara carrier adalah bahan poliester regular
baik dalam bentuk rajutan maupun tenunan, tetapi tidak cocok untuk pencelupan kain
poliester microfiber karena strukturnya terlalu padat.
2.1.1 Sifat Poliester
2.2 Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna organik yang terbuat secara sintetik.
Kelarutannya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau
partikel-partikel yang hanya melayang dalam air.
Zat warna dispersi mula-mula digunakan untuk mewarnai serat selulosa.
Kemudian dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai serat
buatan lainnya yang lebih hidrofob dari serat selulosa asetat, seperti serat poliester,
poliamida, dan poliakrilat.
Zat warna dispersi merupakan zat warna yang terdispersi dalam air dengan
bantuan zat pendispersi. Adapun sifat-sifat umum zat warna dispersi adalah sebagai
berikut:
Zat warna dispersi mempunyai berat molekul yang relatif kecil (partikel
0,5-2).
Bersifat non-ionik terdapat gugus-gugus fungsional seperti –NH2, -NHR,
dan-OH. Gugus-gugus tersebut bersifat agak polar sehingga menyebabkan
zat warna sedikit larut dalam air.
Kelarutan zat warna dispersi sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l pada suhu 80C.
Tidak megalami perubahan kimia selama proses pencelupan berlangsung.
3. Golongan C
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai sifat pencelupan dengan
ketahanan sublimasi tinggi, yaitu tersublim penuh pada suhu 200C, bisa
digunakan untuk mencelup cara carrier, suhu tinggi ataupun cara
thermosol.
4. Golongan D
Zat warna dispersi golongan ini mempunyai berat molekul paling besar
diantara keempat golongan lainnnya sehingga mempunyai sifat pencelupan
paling jelek karena sukar terdispersi dalam larutan dan sukar masuk
kedalam serat. Akan tetapi, zat warna golonganD ini memiliki ketahanan
sublimasi paling tinggi yaitu tersublimasi penuh pada suhu 210C. zat
warna ini tidak digunakan untuk pencelupan dengan zat pengemban,
namun sangat baik apabila digunakan untuk pencelupan suhu tinggi dan
cara thermosol.
2.2.2 Penggolongan jenis zat warna dispersi
1. Golongan Azo
2. Golongan Antrakuinon
3. Golongan Difenilamin
2.2.3 Sifat sifat umum zat warna dispersi
1. Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti
kromofor, diantaranya : azo, antrakuinon, dan dipenilamina.
2. Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C),
kemudian dapat mengkristal lagi.
3. Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2,
dan gugus –NHR, dansebagainya yang bertindak sebagai gugus
pemberi (donor) hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan serat
(gugus karbonil).
4. Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan
zat warna dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1 miligram/l), tapi
mempunyai kejenuhan yang tinggi pada serat pada kondisi pencelupan.
5. Penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celupnya akan
menyebabkan zat warna dispersi stabil dalam air.
6. Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam serat adalah tinggi
(10 – 50 mg/g serat).
Ikatan yang utama antara zat warna disperse dengan poliester adalah
ikatan hidrofobik, namun untuk beberapa kasus dapat pula terjadi ikatan
hydrogen atau ikatan dwi kutub.
Dalam perdagangan umumnya zat warna disperse mengandung gugus
aromatic dan alifatik yang mengakibatkatkan gugus fungsional seperti : -
OH, -NH2,-NHR. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol
atau dwi kutub juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus karboknil
atau gugus asetil. Berikut adalah reaksi terjadinya ikatan hydrogen pada
proses pencelupan serat poliester dengan zat warna dispersi.
Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup warna tua,
hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik,
ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna
dispersi dengan ketahanan sinar yang lebih baik dan sukar menguap tetapi hanya
terserap sedikit pada pencelupan di bawah temperatur 100’C.
Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari
keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler.
Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat
warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian
yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut
mempertahankan kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi
terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam
serat melalui pori-pori serat. Untuk lebih jelasnya, sifat zat warna dispersi dalam
larutan celup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya
terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna
ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.
Dalam air, serat poliester akan memiliki gaya dipol antar serat dimana ikatannya
digambarkan sebagai berikut:
Gaya ini terjadi karena atom karbon bermuatan parsial positif ( + )dan atom
oksigen bermuatan parsial negatif ( - ). Gaya dipol akan renggang pada saat
pemanasan di atas 80oC sehingga zat warna bisa masuk ke dalam serat.
Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai
mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan
adsorpsi dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah
sehingga mudah bergeser satu sama lain dan molekul zat warna dapat masuk ke dalam
serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan adanya
tekanan tinggi.
Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zigzag yang rapi dan celah-
celah yang akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk
mengubah posisinya. Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan
pencelupan akan berjalan sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu
tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester.
Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga zat
warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan antara
zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna mungkin
merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk
dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat.
Iaktan Hidrogen
Demikian pula gaya-gaya Dispersi London (Van der Waals) yang dapat terjadi
dalam pencelupan tersebut, seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah ini :
Dalam gambar di atas dimisalkan atom A adalah atom zat warna, sedangkan atom
B adalah serat poliester. Pada saat atom A mulai berdekatan dengan atom B, maka
salah satu atom cenderung untuk mendekati atom tetangganya. Smapai pada jarak
tertentu maka pada kedua atom akan terjadi antaraksi, dimana awan elektron I pada
atom A akan tertarik pada inti atom B, awan elektron II pada atom B akan tertarik
pada inti atom A, awan elektron I dan awan elektron II saling tolak, dan inti atom A
akan menolak inti atom B. Antaraksi tersebut akan menghasilkan energi tarik-
menarik. Interaksi 2 kutub juga mungkin mengambil peranan penting dalam
mekanisme pencelupannya.
Pencelupan
Reduction Cleaning
Pencucian (washing)
Pengeringan (drying)
Evaluasi
V. Resep
1. Resep Pencelupan
Zat warna dispersi : x% owf
Zat pendispersi : 0,5; 1; 1,5
Asam asetat 30% : 0,5 ml/L
Vlot : 1:20
Waktu : 30-45 menit
Suhu : 130℃
2. Resep Pencucian
Detergen : 1 ml/L
Na₂S₂O₄ : 1 g/L
NaOH padat : 2 g/L
Suhu : 80℃
Waktu : 10 menit
VI. Fungsi Zat
Zat Warna = Memberi warna pada kain poliester.
As.Asetat = Pengatur pH, pemberi suasana asam dan mencegah hidrolisis.
Zat Pendispersi = Mendispersikan zat warna sehingga tersebar merata ke dalam
larutan celup.
Zat Perata = Meratakan dan mempercepat pembasahan.
Zat Anticrease = Mencegah lipatan pada kain.
Na₂S₂O₄ = sebagai zat penghilang pengemban dan sisa zat warna yang
tidak terfiksasi.
NaOH = Membantu mengaktifkan Natrium Hidrosulfit.
B. Resep Pencucian
Berat Bahan = 4,82 + 4,65 + 4,75
= 14,22 gr
Jumlah larutan = 14,22 x 20
= 284,4 mL
1
Detergen = x 284,4
1000
= 0,2844 mL
2
Na₂S₂O₄ = x 284,4
1000
= 0,5677 mL
1
NaOH = x 284,4
1000
= 0,2844 mL